Anda di halaman 1dari 52

NILAI ESTETIKA TARI RATOH BANTAI DI KECAMATAN

TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Melaksanakan


Sidang Meja Hijau

Oleh:

SITA YUSMARRIDA
NIM. 2191141002

PENDIDIKAN TARI
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa menga

nugerahkan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal ini yang nantinya akan menjadi bentuk skripsi. Penelitian ini berjudul

“Nilai Estetika Tari Ratoh Bantai Di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh

Selatan”.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan proposal ini belum sempurna, bai

k dari sisi kalimat dan isi. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran y

ang bersifat membangun untuk menyempurnaan kedepan dan dapat

mempermudah penulis dalam penelitian. Akhir kata semoga penulisan ini dapat b

ermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terkhusus dibidang Pendidikan.

Medan, Desember 2023

SITA YUSMARRIDA
NIM. 2191141002

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Identifikasi Masalah................................................................................1
C. Batasan Masalah......................................................................................1
E. Tujuan Penelitian.....................................................................................1
F. Manfaat Penelitian...................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL...........1
A. Landasan Teoritis....................................................................................1
B. Penelitian Relevan...................................................................................1
C. Kerangka Konseptual..............................................................................1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................1
A. Metodologi Penelitian.............................................................................1
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................1
C. Populasi dan Sampel................................................................................1
D. Teknik Pengumpulan Data......................................................................1
E. Teknik Analisis Data...............................................................................1
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................1
A. Hasil Penlitian.........................................................................................1
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.........................................................1
2. Suku Aneuk Jamee, Suku Kluet dan Suku Aceh.......................................1
3. Kesenian didaerah Aceh Selatan...............................................................1
4. Tari Ratoh Bantai......................................................................................1
5. Nilai Estetika Tari Ratoh Bantai...............................................................1
BAB V PENUTUP..................................................................................................1
A. KESIMPULAN.......................................................................................1
B. SARAN....................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................1

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Aceh Selatan memiliki tiga suku yang mendiami wilayah tersebut yaitu, su

ku Aceh, suku Aneuk Jamee dan suku Kluet. Suku Aceh merupakan hasil dari

gabungan beberapa suku yang dulunya sering melewati daerah Aceh. Hal ini

dapat terjadi dikarenakan daerah Aceh yang strategis menjadi tempat

persinggahan daerah lain termasuk bangsa asing. Adanya budaya-budaya luar

yang masuk tergabung menjadi satu kesatuan yang kemudian membentuk suku

baru yaitu suku Aceh.

Septian Fatianda dalam Jurnal Pendidik Dan Peneliti Sejarah tahun 2022,

Vol.5, No.2 edisi oktober, hal 2 mengatakan bahwa “Aneuk Jamee yang berarti

tamu merupakan pencampuran dari suku Minangkabau yang datang ke daerah

Aceh Selatan dan bercampur dengan suku Aceh”. Itulah yang menyebabkan

adanya perbedaan bahasa dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat suku

Aneuk Jamee dengan suku Aceh. Bahasa yang digunakan oleh suku Aneuk Jamee

yaitu bahasa Jamee yang merupakan bahasa Minangkabau namun sudah

tercampur dengan bahasa Aceh. Suku Kluet yang juga merupakan salah satu suku

yang mendiami Aceh Selatan, yang mana suku tersebut merupakan suku yang

serumpun dengan suku Batak. Hal ini terjadi karena nenek moyang dari suku

Kluet merupakan seorang Raja dari etnis Dairi yang ada di Sumatera Utara yaitu

Raja Enggang. Inilah mengapa bahasa Kluet memiliki kemiripan dengan bahasa

Karo, dan juga bahasa Pak-Pak.

1
2

Aceh Selatan merupakan daerah yang dikenal keislamannya yang kuat. Ha

l ini menjadikan penyebaran agama Islam didaerah Aceh Selatan memiliki banyak

cara salah satunya lewat kesenian. Kesenian yang banyak ditujukan untuk penyeb

aran agama Islam sedikit banyaknya terdapat dalam bentuk gerak, suara ataupun l

ukisan. Yuli Astuti dan Samsuri dalam jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Seni Drama, Musik dan Tari, tahun 2022 Vol. 6, No. 2 edisi oktober

hal 155 mengatakan bahwa “Dalam Kebudayaan Aceh yang menjadi sumber

utama ialah agama Islam, terutama pada bidang seni tari”.

Seni dalam masyarakat Aceh Selatan juga tidak terlepas dari adat istiadat

dan budaya yang ada dan berkembang di daerah Aceh Selatan. Adat istiadat dan

budaya ini sudah disesuaikan dengan ajaran Islam, seperti melantunkan sholawat

dan mengucapkan salam dalam berkegiatan atau datang kemanapun. Maulia

Miranti dalam Gesture, Jurnal Seni Tari tahun 2013, Vol 1, No.2 edisi oktober hal

1, yang menyatakan bahwa “Kesenian tradisional daerah setempat tercipta karena

adanya suatu budaya yang dimiliki dari daerah tersebut”. Seiring berkembangnya

zaman, kesenian ini sudah sangat jarang dijumpai dan dikenali oleh masyarakat.

Hal ini terjadi karena kurangnya minat anak-anak untuk mempelajari kesenian

salah satunya seni tari daerah setempat. Padahal kesenian tradisional inilah yang

harus dikembangkan untuk menjadi warisan budaya dari daerah itu sendiri, yaitu

Aceh Selatan.

Gerak yang memiliki nilai keindahan biasanya disebut dengan tari. Duluny

a sebuah tari dipertunjukkan dengan tujuan untuk menerima tamu kehormatan raja,

pesta perkawinan dan pesta adat. Beberapa daerah juga menjadikan tarian
3

tersebut sebagai pemberi semangat kepada masyarakat dalam bekerja seperti berg

otong royong, kesawah dan kelaut yang mana merupakan mata pencaharian masya

rakat setempat. Seiring dengan perkembangan zaman, tarian dipertunjukkan salah

satunya untuk penyebaran agama Islam, itulah mengapa tarian yang berasal dari

daerah Aceh selalu bernuansa Islami seperti menutup aurat dan syair yang

berisikan sholawat. Hal tersebut juga menjadi salah satu terbentuknya beberapa

tarian di Aceh Selatan seperti, tari Rateb Meusekat, tari Likok Pulo, tari Pho, tari

Rapai Geleng, dan tari Ratoh Bantai.

Fifie Febriyanti Sukman dan Sabri Gusmail dalam Jurnal Ekspresi Seni

tahun 2019, Vol 21, No. 2 edisi oktober, hal. 8 mengatakan bahwa “Ratoh Bantai

merupakan salah satu tarian yang berasal dari Aceh Selatan”. Tarian ini diciptakan

oleh seorang seniman yang bernama Syeh Hatta pada tahun 1959-1960 di

Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan. Tarian ini dibuat dengan berbagai

kalimat Islami yang awalnya bertujuan untuk menyebarkan agama Islam. Namun,

semakin berkembangnya zaman tarian ini juga sering ditampilkan sebagai hiburan

yang memiliki unsur pendidikan. Tarian ini biasanya ditarikan pada malam hari

oleh 11 orang penari laki-laki dan 1 syeh, dengan menggunakan properti bantal

kecil pada tangan setiap penari. Tari Ratoh Bantai menggunakan iringan musik

internal, dimana efek bunyi yang dinamis dihasilkan dari tepukan dari badan

penari itu sendiri dan juga bantal sebagai properti.

Tari Ratoh Bantai ini gerakan diawali dengan gerakan saleum. Inilah salah

satu gerak yang mencerminkan makna religius yang ada dalam tarian ini, karena

syairnya berupa salam kepada Sang Pencipta dan juga kepada seluruh
4

makhluknya. Ahamd Syai dalam Jurnal Harmonia Pengetahuan dan Pemikiran

Seni tahun 2007, No. 1 edisi Januari - April, hal.3 mengatakan bahwa “Kehidupan

yang religius selaras dengan kehidupan yang ada di daerah Aceh, karena setiap

apapun yang akan dilakukan dan kemanapun kita pergi harus dimulai dengan

salam.

Tari Ratoh Bantai dari nilai estetika mengungkapkan keindahan dari setiap

ragam gerak yang dilakukan penari. Penari yang melakukan gerakan dengan

menggunakan properti dan juga menggunakan tempo yang bertingkat dari lambat,

sedang dan cepat serta hanya menggunakan satu pola lantai yaitu dengan duduk

sejajar membentuk garis lurus. Pada tarian ini juga tidak menggunakan musik

eksternal yang juga menjadi salah satu ciri keunikan dari tarian ini.

Namun, zaman modern seperti pada saat ini, tari Ratoh Bantai sudah

sangat jarang dipertunjukkan atau ditampilkan. Kurangnya minat masyarakat

setempat kepada tari tradisional ini menjadikan tidak adanya rasa ingin

melestarikan tari Ratoh Bantai ini. Budaya lain yang lebih mengikuti zaman yang

lebih dapat menarik minat anak-anak sekarang. Sehingga menyebabkan penulis

tertarik untuk memberikan kembali informasi kepada masyarakat setempat dan

juga penulis tentang tarian ini, dalam penelitian yang berjudul Nilai Estetika Tari

Ratoh Bantai di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

B. Identifikasi Masalah

Adapun masalah yang akan diteliti oleh penulis dijabarkan dalam identifik

asi masalah sebagai berikut :


5

1. Sudah banyak hilang dokumentasi tentang tarian Ratoh Bantai didaerah A

ceh Selatan.

2. Sedikit yang mengetahui keberadaan tari Ratoh Bantai di Kecamatan

Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.

3. Nilai estetika pada tari Ratoh Bantai yang ada di Kecamatan Tapaktuan

Kabupaten Aceh Selatan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang ada dilapangan dipilihlah satu masalah yan

g akan menjadi permasalahan, sehingga ditentukan batasan masalahnya sebagai be

rikut:

1. Nilai estetika yang ada pada tari Ratoh Bantai di Kecamatan Tapaktuan Ka

bupaten Aceh selatan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarakan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka yang men

jadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, “Bagaimanakah nilai estetika tari R

atoh Bantai dalam masyarakat di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam pe

nelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai estetika tari Ratoh Bantai dalam masyarakat di Ke

camatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.


6

F. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti sedikit banyaknya akan memberikan manfaat bagi p

enulis maupun pembaca, yang bertujuan untuk meningkatkan kembali pengetahua

n seni dan mempunyai peninggalan bukti kesenian itu sendiri. Adapun manfaat pe

nelitian terbagi menjadi dua yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan bagi penulis menge

nai tari Ratoh Bantai di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Se

latan.

b. Sebagai bahan atau masukan kepada guru atau pun pelaku seni dae

rah setempat khususnya Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Se

latan.

c. Dapat menjadi salah satu informasi atau bahan bacaan untuk

mahasiwa, khususnya mahasiswa Jurusan Sendratasik Prodi

Pendidikan Tari.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan informasi

yang dibutuhkan, baik untuk penulis atau untuk pembaca mengenai

bentuk penyajian tari Ratoh Bantai.

b. Bagi Mahasiwa
7

Diharapkan penelitian dapat menjadi sumber informasi bagi

mahasiswa khususnya Prodi Pendidikan tari mengenai salah satu

kesenian yang ada di daerah Aceh terutama Aceh Selatan.

c. Bagi Lembaga Kesenian

Penelitian ini diharapkan dapat mengenalkan Kembali tari

tradisional yaitu tari Ratoh Bantai yang ada di daerah Aceh Selatan

kepada masyarakat khususnya anak-anak sebagai penerus bangsa.

d. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan juga referensi kepada masyarakat me

ngenai tari Ratoh Bantai yang ada di Aceh Selatan.


BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah sebuah pembuktian untuk kebenaran dala

m penelitian yang disusun secara teratur. Menurut Sugiyono (2010: 54) me

ngatakan bahwa “Landasan teori yaitu kegiatan untuk memperjelas suatu p

ernyataan dari mulai konsep, definisi dan proporsi yang disusun secara ter

atur”. Dalam sebuah penelitian, teori – teori dari hasil penelitian terdahulu

akan menjadi sebuah kerangka untuk menyelesaikan penelitian.

1. Nilai Estetika

Menurut Sutarjo Adisusilo (2012: 56) bahwa “Nilai ialah suatu hal

berharga yang harus dihargai dan berguna didalam kehidupan untuk mendapatkan

tujuan yang akan dicapai”. Nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi, sebab

manusia akan terlihat perilaku dan tindakannya dari bagaimana cara pandangnya

terhadap nilai yang dipegangnya seperti nilai moral, nilai sosial, nilai estetika dan

lainnya. Muhammad Noor Syam (1983: 133) juga mengatakan bahwa “Perbuatan

yang akan kita lakukan dapat terlihat dari bagaimana cara kita melihat makna dari

nilai tersebut. Sedangkan estetika memiliki arti yaitu keindahan yang bisa

dirasakan dan diliat keindahannya. A.A.M. Djelantik (1999: 99) mengatakan

bahwa “Estetika ialah sebuah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana itu

keindahan”. Hal ini didukung oleh Utomo (2006: 78) yang mengatakan bahwa

“Estetika merupakan bagian dari pengetahuan alam dan seni”.

8
9

Menurut The Liang Gie (1983: 34-35) “Pada dasarnya ialah sejumlah

kualitas yang ada pada keindahan dapat dilihat dari kesatuan (unity), keselarasan

(harmony), keseimbangan (balance) dan Kontras (contrast). Dalam sebuah karya

seni adanya nilai estetika menentukan bagaimana kualitas yang dimiliki oleh

karya tersebut. Adanya cara pandang yang berbeda dari setiap manusia terhadap

karya seni, juga menjadi sesuatu yang harus dihargai dan dapat menjadi satu

acuan untuk memperbaiki atau memberikan karya yang lebih baik.

Berdasarkan teori diatas, pada penelitian ini penulis akan menggunakan

teori nilai estetika oleh The Liang Gie, yang juga akan didukung oleh teori dari

Sutarjo Adisusilo dan A.A.M Djelantik. Berdasarkan teori tersebut, penulis akan

meneliti bagaimana nilai estetika tari Ratoh Bantai yang ada di Desa Sawang

Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

2. Pengertian Tari

Tari merupakan sebuah karya seni yang diciptakan oleh manusia y

ang dituangkan ke dalam gerak dengan iringan musik sebagai ungkapan da

ri pengkarya yang memiliki nilai keindahan. Hal ini didukung dengan teori

oleh Fuji Astuti, (2016: 3) bahwa “Ekspresi dalam diri manusia yang dapat

dilihat melalui seni tari yang diciptakan dengan memiliki nilai keindahan”.

Tari terbentuk dari gerakan yang diciptakan oleh manusia yang juga dibuat

sesuai dengan ungkapan jiwa manusia yang akan dinikmati oleh penonton.

“Adanya keterampilan, penghayatan dan penguasaan irama dan iringan

sesuai dengan tari tersebut merupakan tiga hal yang harus ada pada gerak

tari” (Sal Murgiyanto, 2004: 62).


10

Gerak terbagi menjadi dua yaitu, gerak maknawi (gesture) yaitu g

erak yang dibuat dengan memiliki sebuah pengertian atau maksud tertentu

dan tetap memiliki nilai keindahannya. Sedangkan gerak murni (movemen

t) yaitu gerak yang hanya mempertimbangkan keindahannya. Pada tari jug

a memiliki tiga level gerak, yaitu level tinggi yang mana gerakan yang dila

kukan oleh penari biasanya dilakukan secara melompat atau melayang, lev

el sedang biasanya gerakan yang dilakukan saat penari berdiri dan level re

ndah yaitu gerakan yang biasanya dilakukan secara duduk atau rebah. Oleh

sebab itu, gerak yang awalnya berasal dari eskpresi pencipta akan dibuat s

eindah mungkin menggunakan gerak-gerak dengan level yang berbeda-bed

a. Ada beberapa jenis tari menurut koreografinya yaitu tari tunggal, tari

berpasangan dan tari berkelompok. Dalam penelitian ini, bentuk penyajian

yang akan digunakan yaitu tarian berkelompok.

B. Penelitian Relevan

Studi kepustakaan ialah suatu cara atau Tindakan yang dilakukan oleh pen

ulis untuk mendapatkan data melalui beberapa referensi, seperti literatur, catatan,

buku atau lainnya. Menurut Sugiyono (2012:192) mengatakan bahwa “Studi kepu

stakaan ialah sesuatu yang berkaitan dengan nilai, norma, budaya dan situasi sosia

l, selain itu juga literatur juga merupakan hal yang penting dalam sebuah penelitia

n”.

Pada penelitian ini, penulis akan mencantumkan beberapa literatur yang da

pat membantu atau sebagai bahan perbandingan dengan skripsi penulis. Literatur
11

yang di peroleh sebagai bahan perbandingan oleh skripsi penulis ialah sebagai beri

kut:

1. Yenni Junita (2006). Skripsi Universitas Negeri Syiah Kuala. Judul Fungsi

dan Bentuk Penyajian Tari Ratoh Bantai di Kecamatan Sawang Aceh Selat

an. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apa fungsi dan bagai

mana bentuk penyajian serta pola lantai yang ada pada tari Ratoh Bantai.

Penelitian ini akan menjadi pegangan penulis pada masalah yang akan

diteliti dan juga sebagai bahan informasi tentang tari Ratoh Bantai yang

akan diteliti dalam penelitian dengan judul Nilai Estetika tari Ratoh Bantai

Di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.

2. Rosi Islamiyati (2017). Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Judul Estetika Religius Pada Tari Saman Aceh. Tujuan penelitian ini untuk

menganalisis nilai keindahan yang ada pada tari Saman yang lahir dan

berkembang didaerah yang kuat akan syariat Islamnya. Maka dari itu,

penelitian ini juga berhubungan dengan penulis akan melakukan penelitian

tentang keindahan tari Ratoh Bantai yang mana tarian ini berasal dari

Aceh Selatan, nantinya penelitian oleh Rosi Islamiyati akan menambah

informasi kepada penulis tentang tarian bernuansa Islami yang ada di

Aceh.

3. Riska Gebrina (2018). Skripsi Universitas Negeri Syiah Kuala. Judul

Bentuk Penyajian Tari Kreasi Ratoh Jaroe Di Sanggar Budaya Aceh

Nusantara (Buana, Banda Aceh). Tujuan penelitian ini yaitu untuk

mendeskripsikan bagaimana bentuk penyajian tari Ratoh Jaroe di Sanggar


12

Budaya Aceh Nusantara (BUANA) Banda Aceh. Penelitian ini akan

memberikan gambaran kepada penulis tentang tarian yang mana pola

lantai dan model ragam gerak yang dimiliki sama dengan tarian yang akan

diteliti oleh penulis yaitu tari Ratoh Bantai.

4. Miki Asri (2019). Skripsi Universitas Islam Riau. Judul Nilai Estetika Tari

Gerak Dalam Tari Kreasi Mengenceh Di Kecamatan Pangkalan Kerinci.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui nilai estetika yang ada pada tari

kreasi Mengenceh di Kecamatan Pangkalan Kerinci. Penelitian ini

nantinya akan menjadi salah satu acuan penulis dalam memahami lebih

mendalam tentang nilai estetika yang juga berhubungan dengan penelitian

yang akan penulis teliti.

5. Rahmatul Aulia (2020). Skripsi. Institut Seni Budaya Indonesia Aceh.

Judul Makna Simbolik Tari Rateb Meusekat Di Kecamatan Blang Pidie

Kabupaten Aceh Barat Daya. Tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan

tentang makna simbolik pada gerak dan syair yang ada pada tarian Rateb

Meusekat. Penelitian ini juga berhubungan dengan penulis karena akan

menjadi informasi mengenai makna – makna ragam gerak serta syair yang

ada pada tari Rateb Meusekat. Karena pada dasarnya tujuan terciptanya

tarian yang ada didaerah Aceh sebagai penyebaran agama Islam sehingga

sedikit banyaknya gerakan dan syair digunakan biasanya memiliki makna

yang hampir sama.

C. Kerangka Konseptual
13

Kerangka konseptual ialah sebuah hubungan antar konsep yang berasal dar

i alur pemikiran yang akan memberikan asumsi-asumsi atau masalah-masalah ya

ng akan diteliti. Kerangka konseptual ini juga akan mempermudah dalam menjaba

rkan atau menghubungkan topik yang akan dibahas. Berkaitan dengan landasan te

ori diatas, penulis akan menggunakan teori oleh The Liang Gie sebagai teori Nilai

Estetika. Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai nilai keindahan yang ada pada s

ebuah tari Ratoh Bantai. Dengan demikian, penulis juga akan menggunakan teori

pendukung oleh Sutarjo Adisusilo dan A.A.M Djelantik dengan judul penelitian

Nilai Estetika Tari Ratoh Bantai Di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

Peta Konsep
Tari Ratoh Bantai

Nilai Estetika
Menurut The Liang Gie (1983: 34-35) “Pada dasarnya ialah sejumlah kualitas yang ada pada keindahan

dapat dilihat dari kesatuan (unity), keselarasan (harmony), keseimbangan (balance) dan perlawanan (con

trast)”.

Teori Nilai oleh: Teori Estetika oleh:


Menurut Sutarjo Adisusilo (2012: 56) bahwa “Nilai i A.A.M. Djelantik (1999: 99) mengatakan bahwa
alah suatu hal berharga yang harus dihargai dan berg “Estetika ialah sebuah ilmu yang mempelajari
una didalam kehidupan untuk mendapatkan tujuan y tentang bagaimana itu keindahan”.
ang akan dicapai”.

Menjelaskan :
14

Nilai Estetika Tari Ratoh Bantai Di Kecamatan Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan salah satu tahapan yang dilakuka

n oleh peneliti untuk memperoleh sebuah data. Sugiyono (2013: 2) mengat

akan bahwa “Di dalam penelitian adanya metode yang menjadi sebuah car

a pemecahan masalah yang digunakan untuk mendapatkan data secara sist

ematis dengan tujuan tertentu”.

Menurut ibnu S (2003: 5) “Penelitian adalah suatu kegiatan pemecahan masalah y

ang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam melihat kebenaran d

alam suatu peristiwa”. Dengan demikian, metodologi penelitian juga dapat diartik

an sebagai suatu kegiatan pemecahan masalah untuk meningkatkan pengetahuan d

engan data – data yang didapatkan secara sistematis.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Data kualitatif yang didapatkan akan dirumuskan atau

dijabarkan secara deskriptif. Metode ini akan memberikan gambaran yang

lebih spesifik, tersusun dan lebih akurat mengenai data yang sudah

didapatkan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan sebuah tempat mencari data – data y

ang diperlukan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini.

Penelitian ini dilaksanakan di sanggar Aneuk Jamee Kecamatan Tapaktuan

15
Kabupaten Aceh Selatan. Dilaksanakannya penelitian ini di lokasi tersebut

karena para seniman yang ada di sanggar Aneuk Jamee kembali

mempopulerkan tari Ratoh Bantai ini. Sedangkan untuk di Kecamatan

Sawang yang menjadi tempat terciptanya tarian ini, sudah tidak ada lagi

seniman di daerah tersebut yang mempopulerkan tarian ini

16
17

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama tiga bulan yakni p

ada bulan Juli hingga September 2023. Namun, sebelumya penulis sudah

melakukan observasi ke lapangan dalam memperoleh data – data yang

diperlukan mengenai tari Ratoh Bantai ini.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Menurut Mulyatiningsih (2011: 19) mengatakan bahwa “Populasi

adalah sekumpulan subjek dengan karakteristik tertentu yang akan menjadi

data oleh peneliti”. Berdasarkan pernyataan tersebut yang akan menjadi po

pulasi adalah sebelas orang penari dari sanggar Aneuk Jamee dan dua

orang sebagai narasumber pada penelitian ini.

2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2019: 127) mengatakan bahwa “Sampel adala

h bagian dari sekumpulan subjek dan karakteristik yang akan mewakili pe

nelitian tersebut”. Dengan demikian, sampel dalam penelitian ini yaitu

sebelas penari dari sanggar Aneuk Jamee dan dua orang sebagai

narasumber pada penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi adalah sebuah cara mengamati dan memahami suatu proses ata

u fenomena yang akan menjadi topik penelitian. Observasi juga dapat memper

kaya pengetahuan tentang fenomena yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (201
18

9: 297) “Observasi adalah ilmu yang mendasar yang akan digunakan untuk me

ngamati hal yang akan menjadi masalah dalam penelitian”. Ilmu atau informasi

terkait dengan masalah yang akan diteliti dapat peneliti temukan didalam penga

matan di kehidupan sehari – hari. Observasi ini disebut dengan observasi partis

ipasi ( Participant Observation ). Metode observasi ini, peneliti nantinya akan i

kut serta atau mengamati pola hidup, budaya dan kebiasaan daerah setempat ya

ng akan digunakan sebagai data untuk penelitian.

2. Wawancara

Menurut Moleong (2010: 186) Wawancara adalah sebuah kegiatan yang

bertujuan untuk mendapatkan informasi tertentu antara pembicara dengan pend

engar. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model wawancara tidak terstr

uktur, sehingga wawancara yang dilakukan tidak terpaku oleh beberapa pertany

aan dan peneliti tentunya akan mendapatkan banyak informasi. Untuk penelitia

n ini, peneliti akan mewawancarai dua orang narasumber sebagai ketua sanggar

dan tetua adat di Desa Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.

Berikut ialah daftar pertanyaan yang diajukan kepada narasumber:

1. Apa yang mendasari keindahan atau nilai estetika pada tari ratoh Ratoh

Bantai?

2. Kapan tarian ini dipopulerkan?

3. Mengapa tarian ini sudah sangat jarang ditampilkan?

4. Apakah ada batasan atau aturan dalam jumlah penari menyangkut dengan

keestetikaan tarian ini?


19

5. Apakah properti yang digunkanan sangat mempengaruhi nilai estetika tari

Ratoh Bantai?

6. Makna apa yang terdapat dalam tari Ratoh Bantai?

3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2018: 476) Dokumentasi adalah suatu bentu

k pengumpulan data dan informasi yang dapat ditemukan dalam bentuk tul

isan, berupa buku, arsip, gambar dan dokumen yang akan mendukung pen

elitian. Pada penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan bukti sebagai ben

tuk kebenaran akan penelitian ini menggunakan foto dan video, yang akan

menjadi dokumentasi guna mendukung penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah Aktivitas mengamati dan menyusun data yang diperol

eh dari hasil observasi, wawancara dan juga dokumentasi secara tersusun untuk m

erumuskan sebuah kesimpulan yang akan mudah dipahami (Sugiyono, 2018: 482).

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis d

eskriptip kualitatif, sehingga hasil dari laporan ini akan dibuat ke dalam bentuk sk

ripsi.
20
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penlitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Kabupaten Aceh Selatan

Gambar 1. Letak Geografis Kabupaten Aceh Selatan

Sumber: Wikipedia

Aceh selatan ialah salah satu kabupaten yang ada di provinsi Aceh, dengan

kota Tapaktuan yang menjadi ibukota dari kabupaten Aceh Selatan ini. Menurut

data kabupaten Aceh Selatan memiliki 18 kecamatan dengan jumlah penduduk

1554.554 jiwa dengan luas wilayah 4.173,82 KM². Secara geografis wilayah

kabupaten Aceh Selatan terletak pada 02º 23’ 24” – 03º 44’ 24” LU dan 96º 57’ 3

6” – 97º 56’ 24”. Wilayah Aceh Selatan juga berbatasan sebelah utara dengan

21
22

kabupaten Aceh Barat Daya dan Aceh Gayo, berbatasan sebelah timur dengan

kabupaten Aceh Tenggara, berbatasan sebelah selatan dengan kabupaten

Subulussalam dan Aceh Singkil dan berbatasan sebelah barat dengan Samudera

Hindia.

Aceh selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan alam

yang sangat berlimpah. Akan tetapi, dengan kekayaan alam tersebut tidak

menjadikan daerah Aceh selatan menjadi sebuah kabupaten yang kaya dari segi

ekonomi. Para penduduk Aceh Selatan pada umumnya bermata pencaharian

sebagai petani dan nelayan. Dalam sejarahnya, Aceh selatan pernah menjadi

tempat persinggahan para pedagang luar negeri dan juga dalam negeri. Hal ini

dikarenakan daerah Aceh Selatan yang berbatasan langsung dengan Samudera

Hindia, ditambah dengan daerah yang kaya akan rempah seperti pala, nilam,

cengkeh, kemiri dan lainnya menjadikan Aceh Selatan sebagai daerah yang cukup

terkenal pada masanya. Daerah Aceh Selatan terkenal dengan sebutan kota naga

atau kota pala, yang menjadikan sebuah ikon di daerah Aceh Selatan.

Dulunya masyarakat Aceh hidup dalam sistem pemerintahan berbentuk

kerajaan. Hancurnya kerajaan yang ada di Aceh Selatan dimulai pada saat bangsa

Belanda masuk dan ingin merebut daerah Aceh. Seiring berkembangnya zaman,

sistem pemerintahan yang ada didaerah Aceh Selatan dipimpin oleh Bupati.

Bupati merupakan pimpinan tertinggi di Kabupaten Aceh Selatan yaitu bapak Cut

Syazalisma.
23

2. Suku Aneuk Jamee, Suku Kluet dan Suku Aceh

a. Suku Aneuk Jamee

Aneuk jamee ialah sebuah suku yang mendiami daerah disepanjang pesisir

selatan dari provinsi Aceh. Aneuk Jamee yang berarti tamu atau pendatang, hal ini

berkemungkinan bahwa dulunya nenek moyang masyarakat Aceh selatan juga

berasal dari daerah Minangkabau. Namun, pada kehidupan sehari-hari,

masyarakat suku Aneuk Jamee ini tidak menggunakan bahasa dan budaya dari

daerah Minangkabau melainkan sudah bercampunya dialek serta budaya tersebut

dengan kebiasaan yang ada didaerah Aceh itu sendiri. Dulunya, Aceh Selatan

yang menjadi tempat jalur perdagangan dan berkerabat baik dengan masyarakat

dari daerah Minangkabau. Hal ini menjadikan masyarakat dari daerah tersebut

banyak datang dan mendiami serta tak sedikit pula yang menikah dengan

masyarakat Aceh. Inilah yang menyebabkan adanya suku Aneuk Jamee yang ada

didaerah Aceh Selatan.

b. Suku Kluet

Kluet merupakan sebuah suku yang juga bisa disebut sebagai suku

pendatang sama seperti suku Aneuk Jamee, bedanya suku Kluet merupakan suku

pendatang yang berasal dari daerah rumpun Batak yakni Batak Utara. Dikatakan

juga bahwa suku Kluet memiliki kesamaan dengan bahasa Karo, bahasa Alas dan

bahasa Dairi. Dalam sejarahnya orang suku Kluet berasal dari keturunan raja yaitu

raja Enggang yakni adik dari raja yang berasal dari daerah Dairi dan abang dari

raja yang berasal dari tanah Alas dan tanah Karo. Adanya kesamaan suku Kluet
24

dengan suku Batak ditandai dengan adanya marga yang digunakan oleh suku

Kluet seperti, Pinem, Selian, Pelis, Bencawan dan lainnya.

c. Suku Aceh

Suku Aceh sendiri secara antropologi berasal dari suku mantir (Mantee).

Hal ini ditandai dengan adanya sukee 300 (suku 300) yang merupakan suku

penduduk asli mantee dan mendiami daerah Aceh besar lebih tepatnya daerah

Seulimum. Letak geografis daerah Aceh yang juga bisa dikatakan sebagai jalur

perdagangan internasional menjadikan banyaknya para pedagang yang singgah

dan juga mendiami daerah Aceh. Hal tersebut ditandai dengan sebutan daerah

ACEH yang berasal dari Arab, China, Eropa dan Hindia.

Aceh merupakan daerah yang dijuluki sebagai kota Serambi Mekkah,

dimana kuatnya syariat Islam yang dipegang oleh masyarakat Aceh. Syariat Islam

yang sudah mandarah daging pada mayoritas penduduk Aceh menjadikan adat

dan budaya yang ada didaerah Aceh harus sesuai dengan ajaran Islam. Hukum

yang digunakan didaerah Aceh juga sebagian besar diambil dari hukum Islam.

Selain hukum, banyaknya kesenian yang berkembang didaerah Aceh selalu

bernuansa Islami, seperti menggunakan syair yang berisi sholawat. Sehingga

biasanya tarian atau musik tersebut dijadikan juga sebagai media dakwah oleh

masyakarat Aceh. Inilah yang menjadikan kesenian di lingkungan masyarakat

Aceh masih sangat dilestarikan dan terus dikembangkan.

3. Kesenian Aceh Selatan

Banyaknya keindahan dan keseragaman menjadikan kesenian yang ada di

Aceh terlihat sangat menarik dan memiliki keunikan tersendiri bagi para
25

penontonnya. Salah satunya, seperti tari Ratoh Bantai yang hanya memiliki 1 pola

lantai yaitu lurus, memiliki makna bahwa pada saat melaksanakan ibadah sholat

harus dengan syaf yang lurus dan juga rapat. Hal ini yang mendasari tentang

bagaimana kesenian didalam kehidupan masyarakat Aceh yaitu sebagai media

dakwah. Tetapi setelah berkembangnya zaman, tarian ataupun kesenian lainnya

sering ditampilkan sebagai sebuah pertunjukkan atau hiburan. Beberapa tarian

tersebut ialah, Rapai Geleng, Rateeb Meusekat, Rapai Daboh, Seudati dan Ratoh

Bantai.

Aceh selatan yang memiliki 3 suku didalam satu daerah, tentu saja memiliki

kesenian yang beragam. Tidak hanya kesenian yang berasal dari Aceh, beberapa

kesenian yang berasal dari tanah Minangkabau pun juga ikut berkembang

didaerah Aceh selatan, seperti silat gelombang, randai, manendai dan lain

sebagainya. Adat dan budaya tersebut masih dilaksanakan suku Aneuk Jamee

hingga sekarang dan sudah disesuaikan dengan budaya yang ada didaerah Aceh.

Akan tetapi, pada masa sekarang tidak terlalu banyak yang mengetahui suku

Aneuk Jamee ini. Budaya dan kesenian yang dimiliki suku Aneuk Jamee juga

lambat laun mulai punah. Hal ini disebabkan oleh masyarakat suku Aneuk Jamee

sendiri yang kurang mau melestarikan adat, budaya serta kesenian daerah itu

sendiri.

Lain hal dengan suku Kluet, adat budaya yang dimiliki masih sangat kental,

dan sangat menjaga adat budaya serta kesenian yang mereka miliki. Tidak

sembarang orang bisa mengetahui adat budaya serta kesenian yang dimiliki oleh

suku Kluet. Hanya orang – orang yang bisa menggunakan bahasa Kluet yang akan
26

diberikan informasi tentang adat budaya serta kesenian yang berasal dari suku

Kluet. Maka dari itu kesenian dari suku Kluet, masih sangat jarang diketahui,

seperti tarian Landok Sampot, Gelek Gelombang, Mecanang, Landok Begu dan

masih banyak lagi.

4. Tari Ratoh Bantai

Ratoh Bantai merupakan salah satu tari tradisional yang ada dan

berkembang di daerah Aceh Selatan. Ibu Martina Salvia selaku ketua dan

penanggung jawab Sanggar Aneuk Jamee yang menjadi narasumber pada

penelitian ini dan saya wawancarai pada tanggal 29 September 2023, mengatakan

bahwa pada masanya tarian ini cukup berkembang di daerah Aceh Selatan

terutama di Kecamatan Sawang. Hal ini dikarenakan adanya keunikan yang

dimiliki oleh tarian ini, yaitu menggunakan bantal sebagai properti dalam tari

Ratoh Bantai ini. Beliau mengatakan juga bahwa, terciptanya tarian ini ada karena

inspirasi dari tari Ratoh Taloe, Ratoh Duek dan juga tari Saman.

Tari Ratoh Bantai merupakan sebuah tarian yang berasal dari Aceh Selata

n yaitu kecamatan Sawang. Tarian ini diciptakan pada tahun 1959-1960 oleh salah

satu seniman Aceh yang bernama Syeh Hatta. Tari ini memiliki makna yaitu apap

un keadaan masyarakat Aceh Selatan dalam menghadapi kehidupan modern namu

n, jangan lupa menjadikan agama sebagai suatu hal yang tidak dapat dipisahkan ol

eh kehidupan manusia. Ratoh Bantai terdiri dari dua kata yaitu Ratoh dan Bantai.

Dalam Bahasa Arab Ratoh memiliki makna kalimat-kalimat yang menganggungk

an Allah SWT. Sedangkan Bantai memiliki arti bantal dalam Bahasa Aceh. Tari R

atoh Bantai ialah perpaduan antara seni tari dengan seni sastra yang menjadi sebu
27

ah pertunjukkan seni yang sangat digemari. Tari Ratoh Bantai memiliki syair yan

g bernafaskan Islam sama seperti tari Ratoh pada lainnya. Namun yang membeda

kannya, pada tari ini menggunakan properti yaitu bantal yang digunakan oleh para

penari di kedua tangannya. Tata rias dan busana yang digunakan yaitu menggunak

an baju kaos hitam panjang lengan, celana panjang hitam, songket serta aksesoris

leher.

Tarian Ratoh Bantai termasuk dalam jenis tari tradisional. Di Kabupaten A

ceh Selatan tarian ini biasanya ditarikan pada malam hari. Tarian Ratoh Bantai jug

a sering dipertunjukkan sebagai acara hiburan yang tetap mengandung unsur-unsu

r Pendidikan. Tarian ini biasanya ditarikan oleh para penari laki-laki yang berjuml

ah sebelas orang dengan satu orang sebagai syekh. Tarian ini dilakukan dengan du

duk sejajar membentuk garis lurus dengan syekh berada dibelakang para penari. C

iri khas dari tarian Aceh ialah tari dengan pola lantai membentuk satu garis lurus,

yang mana terkenal dengan pengaruh syariat Islam yang kuat.

Pada tari Ratoh Bantai setiap penari duduk berlutut sambil menggerakan

tangan, dada serta kepala ke depan, ke belakang, ke kiri dan ke kanan. Tarian ini j

uga menggunakan syair yang berisi nasehat, pantun dan juga shalawat. Gerak yan

g ada dalam tarian ini juga menggunakan gerak maknawi, hanya sedikit ditemuka

n gerak-gerak murni yang hanya dibuat untuk keindahan tanpa adanya makna terte

ntu. Ada beberapa ragam gerak yang terdapat dalam tari Ratoh Bantai yaitu gerak

Saleum, gerak lanie, gerak kisah, dan gerak ekstra.

Pada gerakan yang menggunakan properti juga sering disebut “Lage Lho

k” yang artinya permainan bantal. Gerakan dilakukan dengan cara duduk melipat
28

kedua kaki ke belakang (bersimpuh). Saat ini tari Ratoh Bantai sudah mulai

kembali dikenalkan kepada masyarakat didaerah Aceh Selatan khususnya kota

Tapaktuan. Tarian ini Kembali dikenalkan dengan tujuan agar tari tradisioanl yang

dimiliki Aceh Selatan dapat terus dilestarikan dan dikembangkan.

5. Nilai Estetika Tari Ratoh Bantai

Hampir semua tarian di daerah Aceh memiliki bentuk tarian serta syair

yang sama. Tidak berbeda dengan tari Ratoh Bantai ini, pada umumnya tarian ini

hampir sama dengan tarian duduk lainnya yang ada di Aceh seperti Ratoh Duek,

Likok Pulo, dan lainnya. Perbedaannya hanya pada letak properti yang digunakan

yaitu bantal. Sehingga keindahan tarian ini juga dapat dilihat dari permainan

bantal yang dilakukan oleh para penari.

Keindahan pada tarian Aceh banyak terletak dari kesederhanaan pola

lantai tetapi menggunakan gerakan yang ritmis. Pada dasarnya tarian Aceh

memiliki nilai keindahan yang terdapat dari bagaimana penari melakukan gerak

dengan 3 ritme yang berbeda dari lambat, sedang dan cepat. Hal lain dapat terlihat

dari bagaimana para penari bergerak mengikuti syair-syair yang dilantunkan oleh

seorang yang disebut syeh. Tidak jauh berbeda dengan tarian Ratoh Bantai ini,

nilai keindahan tercipta dari gerak yang ritmis dengan ritme lambat, sedang dan

cepat disertai dengan gerak penari yang memainkan propertinya yaitu bantal.

FOTO PROPERTI BANTAL

1. Nilai Estetika Dilihat Dari Motif Gerak

Penari duduk menghadap ke arah depan, kaki disilangkan dengan kaki kanan

berada diatas dan kaki kiri berada dibawah.


29

a. Ragam 1 (Gerak Kosong)

Kedua tangan dibuka di atas paha para penari, penari menghadap ke arah

depan. Lalu, kedua telapak tangan disatukan dan kemudian tangan kanan

diletakkan di dada sebelah kiri dan tangan kiri diletakkan di paha sebelah

kanan. Setelah itu dilakukan hal yang sama namun setelah kedua telapk

tangan disatukan tangan kanan berada di paha sebelah kiri dan tangan kiri

berada didada sebelah kanan, sehingga posisinya berbentuk silang.

Setelah posisi silang, kedua telapak tangan disatukan dan ditepuk sebanyak

dua kali. Tangan kiri berada di dada, sedangkan tangan kanan dibawa kearah

belakang dan diputar kedepan lalu kedua tangan kembali disatukan didepan

dada. Gerakan ini dilakukan bergantian antara tangan kanan dan kiri.

Lalu tangan kanan diletakkan di dada sebelah kanan dan tangan kiri di paha

sebelah kanan. Tangan kanan dibawa ke dada sebelah kiri dan tangan kiri

dibawa ke paha sebelah kiri. Kemudian tangan kanan berada di paha sebelah

kiri dan tangan kiri berada di dada sebelah kiri. Lalu tangan kanan dibawa ke

paha sebelah kanan dan tangan kiri dibawa ke dada sebelah kanan.

b. Ragam 2 (Gerak Saleum)

Gerak diawali dengan tangan kanan yang mengambil properti bantal yang

sudah diletakkan dibelakang penari dan tangan kiri yang berada di dada

sebelah kanan. Lalu kedua tangan memegang bantal sejajar dada.


30

Kemudian badan penari turun kebawah dengan kedua tangan tetap memegang

bantal yang digerakkan ke arah kanan dan kiri.

Setelah itu tangan kanan memegang bantal diayunkan ke arah kanan dan kiri,

sedangkan tangan kiri berada di siku tangan kanan, lalu tangan diayun sejajar

dengan wajah dan kemudian tangan kiri memegang bantal dan tangan kanan

memegang siku tangan kiri. Setelah itu tangan kanan kembali memegang

bantal dan diayunkan ke arah kanan dan kiri dan tangan kiri berada di siku

tangan kanan.

Kedua tangan memegang bantal dan dipukul di paha kanan, lalu naik ke bahu

penari disamping kanan, lalu ke bahu penari sebelah kiri dan terakhir bantal

diletakkan di paha kiri. Kemudian bantal yang dipegang dipukul di paha

sebelah kanan dan kiri (posisi bawah).

Kedua tangan memegang bantal dan dipukul ke bahu penari sebelah kiri, lalu

ke paha kiri, lalu ke paha kanan dan terakhir bantal dipukul di bahu penari

sebelah kanan. Kemudian bantal yang dipegang dipukul di paha sebelah kiri

dan kanan (posisi atas).

c. Ragam 3 (Gerak Saleum)

Tangan kanan memegang bantal diletakkan di paha sebelah kanan yang

kemudian di pukul sesuai dengan tempo 1 hitungan 2 kali pukulan, sedangkan

tangan kiri berada di paha sebelah kiri.


31

Kedua tangan berada di atas paha, kemudian tangan dibuka dengan tangan

kanan memegang bantal, lalu tangan disilangkan di atas paha. Kemudian

kedua tangan dibawa ke arah bahu tetap dengan tangan disilang baru setelah

itu dibuka. Ketika tangan disilang di bahu badan dijatuhkan ke arah kanan

dan ketika tangan di buka badan dibawa ke arah kiri.

Tangan kanan memegang bantal yang diletakkan di bawah sejajar dengan

penari sebelah kiri, kemudian tangan kiri berada di depan dada dengan badan

yang direndahkan. Lalu tangan kiri mengambil bantal yang ada di antara paha

penari kemudian memukulkan kedua bantal tersebut sejajar dengan dada, dan

lalu kembali meletakkan bantal ke posisi awal yaitu di antara paha penari dan

di bawah sejajar dengan penari sebelah kiri (posisi bawah).

Tangan kanan berada di depan dada dan tangan kiri memukul bantal yang ada

di paha antara penari sebelah kanan. Lalu kedua tangan disatukan tanpa

memegang bantal dan kemudian tangan kanan mengambil bantal yang ada di

bawah (posisi atas).

d. Ragam 3 (Gerak Kisah)

Tangan kanan memegang bantal dan di angkat sejajar dengan telinga,

sedangkan tangan kiri berada di paha. Setelah itu gerakan ini di ulang

sebanyak 2x8.
32

Lalu tangan kanan memegang bantal menghadap ke arah atas dan tangan kiri

memegang siku tangan kanan. Kemudian tangan kanan di putar arahnya

menjadi ke arah depan.

Tangan kanan tetap memegang bantal yang arahnya ke depan, sedangkan

tangan kiri dibawa ke arah belakang sambal jarinya dipetik. Setelah itu,

tangan kanan yang memegang bantal berada di bahu sebelah kanan dan

tangan kiri berada di bawah sebelah kiri belakang. Lalu tangan kanan yang

memegang bantal dibawa ke arah kanan sebelah depan dan tangan kiri berada

di bahu sebelah kiri. Kemudian dilakukan dengan gerak yang sama namun

berbeda arah.

Tangan kanan memegang bantal dan tangan kiri memukul bantal, dilakukan

sebanyak 4 kali yaitu atas kanan, bawah kanan, bawah kiri dan atas kiri.

Tangan kanan memberikan bantal ke tangan kanan penari sebelah kanan,

sedangkan tangan kiri berada di paha (posisi atas).

Badan di rendahkan, kemudian tangan kanan berada di samping kepala dan

menerima bantal dari penari sebelah kiri. Tangan kiri berada bantal yang

berada di bawah (posisi bawah).

Kemudian tangan kanan memegang bantal yang diletakkan di bawah dan

disilangkan oleh penari atas dan bawah dengan posisi tegak. Sedangkan

tangan kiri berada di paha.


33

e. Ragam Lanie (Si Jeumpa Mirah)

Tangan kanan memegang bantal yang berada dibawah kemudian naik ke atas

melewati kepala, sedangkan tangan kiri berada di bahu sebelah kiri. Tangan

kanan akan naik ke atas dengan bantal yang di gerakkan per 1 hitungan.

Kemudian tangan kiri memukul bantal yang berada di tangan kanan sejajar

dengan dada.

Setelah itu tangan kanan memegang bantal sejajar perut dengan bantal di

hadapkan ke arah depan yang kemudian di gerakkan ke kanan dan ke kiri, dan

tangan kiri berada di paha sebelah kiri.

Kedua tangan di gerakkan membentuk seperti gelombang kecil secara

bergantian kanan dan kiri sejajar dengan dada, dengan tangan kanan

memegang bantal.

Lalu tangan kanan yang memegang bantal di naikkan disamping wajah dan

tangan kiri berada di paha sebelah kiri. Kemudian tangan kanan dan kiri di

letakkan di bahu sebelah kiri.

Setelah itu bantal di letakkan di bawah dan tangan kanan di angkat ke bahu

sebelah kanan.

Tangan kanan berada di bawah depan dan memegang bantal sejajar penari itu

sendiri, kemudian bantal di geser ke arah sebelah kiri penari. Tangan kiri

berada di paha sebelah kiri (posisi bawah).


34

Tangan kanan berada dibawah belakang dan memegang bantal sejajar penari

itu sendiri, lalu bantal di geser ke arah kanan penari. Tangan kiri berada di

paha sebelah kiri (posisi atas).

Kemudian penari mengambil bantal yang sejajar dengan duduknya dengan

menggunakan tangan kanan.

f. Ragam Lanie (bunda ngon ayah)

Tangan kanan memegang bantal, dan tangan kiri memukul bantal. Di pukul

sebanyak 3 kali yaitu bawah sebelah kanan, bawah sebelah kiri dan atas

sebelah kiri.

Kemudian tangan kiri memegang bantal, dan tangan kanan memukul lengan

sebelah kiri. Lalu bergantian, tangan kanan memegang bantal dan tangan kiri

yang memukul lengan sebelah kanan.

Tangan kanan memegang bantal dan berada di paha sebelah kanan, tangan

kiri berada di dada sebelah kanan. Kemudian bergantian tangan kanan yang

memegang bantal berada di bahu sebelah kiri dan tangan kiri berada di paha

sebelah kiri.

Tangan kanan memegang bantal dan di angkat di atas kepala dengan arah

bantal menghadap ke bawah, sedangkan tangan kiri berada di dada sebelah

kanan. Badan dan kepala menghadap ke arah kanan.

Lalu bergantian, tangan kiri yang berada di atas kepala dan tangan kanan

berada di dada sebelah kiri. Badan dan kepala juga mengikuti arah gerak yaitu

ke arah kiri.
35

Setelah itu tangan kiri dengan tangan kanan yang memegang bantal di

satukan di bawah arah sebelah kiri depan, dengan posisi badan rendah dan

kepala menunduk.

g. Ragam Lanie (Nanggroe Aceh Seuramoe Mekkah).

Tangan kanan yang memegang bantal dan tangan kiri memukul bantal

tersebut sejajar di depan dada.

Kemudian bantal di letakkan di bawah sebelah kiri, bawah sebelah kanan,

paha sebelah kanan dan paha sebelah kiri. Setiap hendak meletakkan bantal

melakukan tepukan sekali pada kedua tangan.

h. Ragam Ekstra

Bantal di letakkan di depan setiap penari, sedangkan kedua tangan berada di

paha kanan dan kiri.

Tangan kanan lurus ke arah diagonal sebelah kanan dan tangan kiri berada di

samping dada sebelah kiri dengan jari di petik.

Kemudian tangan kanan dan kiri membentuk sudut 90° bergantian arah kanan

dan kiri.

Lalu tangan kanan berada di paha sebelah kanan, dan tangan kiri berada di

dada sebelah kanan. Kemudian tangan kanan dibawa ke arah paha sebelah

kiri dan tangan kiridi bawa ke bahu sebelah kiri.

Lalu bergantian tangan kanan yang berada di dada sebelah kiri dan tangan kiri

berada di paha sebelah kiri. Kemudian tangan kanan dibawa ke arah bahu

sebelah kanan dan tangan kiri dibawa ke paha sebelah kanan.


36

Tangan kanan berada di paha sebelah kanan, tangan kiri berada di dada

sebelah kanan. Lalu tangan kanan dibawa ke dada sebelah kiri sehingga

tangan penari berbentuk silang di area dada.

Kemudian tangan kanan di bawa ke paha sebelah kiri dan tangan kiri dibawa

ke bahu sebelah kiri. Lalu bergantian, tangan kanan yang berada di dada

sebelah kiri dan tangan kiri berada di paha sebelah kiri. Lalu tangan kanan

dibawa ke bahu sebelah kanan sedangkan tangan kiri tetap berada di paha

sebelah kiri. Setelah itu, tangan kanan diturunkan ke paha sebelah kanan dan

kedua tangan disilangkan di paha dan di bahu. Lalu tangan kanan dan kiri

dibuka tetap berada di bahu namun kepala melihat ke arah sebelah kanan.

2. Nilai Estetika Dilihat Dari Musik

Tari Ratoh Bantai menggunakan musik internal yaitu musik yang dihasilkan dari

suara, tepukan badan penari serta tepukan antara badan penari dan bantal yang

menjadi properti. Syeh atau seseorang yang memimpin dalam tari Ratoh Bantai ini

akan melantunkan syair – syair yang bermakna nasehat, pesan moral dan juga

dakwah Islam. Syair – syair tersebut dibagi menjadi 4 ragam, yaitu syair Saleum,

syair Kisah, syair Lanie dan syair Ekstra.

A. Syair Saleum

Salam'alaikom, salam'alaikom wareh disino.

Peuizin kamo, peuizin kamoe katroh meuteuka.

Jaroe lon beuot, jaroe lon beuot beujeut keu awai.

Ngon ratoh bantai, ngon ratoh bantai nyoe pat kamoe ba.
37

Haii.

Salam'alaikom, salam'alaikom wareh disino.

Peuizin kamo, peuizin kamo katroh meuteuka.

Karena saleum, karena saleum nabi keun sunat.

Jaroe ta mumat, jaroe ta mumat syarat mulia.

Syair ini menceritakan tentang pesan moral atau adab yang harus

dimiliki setiap umat manusia, yaitu dengan memberi salam dan meminta

izin agar mendapatkan berkah dan juga kebahagiaan di lingkungan sosial

dan masyarakat.

Syair Seulaweut:

Allah bismillah Alhamdulillah ya Allah yang poe kuasa, Seulaweuet keu Rasulilla

h ngon lidah beutatem baca, seulaweuet keu Rasulillah ngon lidah beutatem baca .

Allah bismillah Alhamdulillah ya Allah yang poe kuasa, Seulaweuet keu Rasulilla

h ngon lidah beutatem baca, seulaweuet keu Rasulillah ngon lidah beutatem baca .

Allahu Allah Allahu Rabbi, bek dile neubri kiamat donya, umat lam donya leu kes

alahan, tinggai sembahyang deungon puasa, umat lam donya leu kesalahan tingg

ai sembahyang deungon puasa.

Allah bismillah Alhamdulillah ya Allah yang poe kuasa, Seulaweuet keu Rasulilla

h ngon lidah beutatem baca, seulaweuet keu Rasulillah ngon lidah beutatem baca .

Syair ini menceritakan tentang umat manusia yang harus selalu

bersyukur dan berterima kasih kepada Allah SWT dan juga Sholawat

kepada Rasulullah telah membawa kehidupan yang lebih baik kepada umat

manusia. Sehingga pada syair ini dijelaskan bahwasanya umat manusia


38

jangan lalai dengan kehidupan di dunia dan membuat kesalahan dengan

meninggalkan ibadah kepada Allah SWT yang mana manusia sebentar lagi

akan menuju kiamat.

B. Syair Kisah

Hile hom hala hile hom hala.

Hile hom hala hile hom hala.

Hasan si hasan lasumma husen, wala jamalu husen jamali.

Di uroe siploh buleun muharam, bak kesudahan husen jamali.

Ya Allah hile hom hala hile hom hala, hile hom hala hile hom hala.

Hasan si hasan lasumma husen, wala jamalu husen jamali.

Di uroe siploh buleun muharam, bak kesudahan husen jamali.

Ya Allah hile hom hala hile hom hala, hile hom hala hile hom hala.

Ya Allah siwah pho nanggroe ule jih puteh, nyan pat disideh di aceh raya.

Dalam sejarah kaleuh meutuleh, leupah that areh iskandar muda.

Ya Allah hile hom hala hile hom hala, hile hom hala hile hom hala.

Hasan si hasan lasumma husen, wala jamalu husen jamali.

Di uroe siploh buleun muharam, bak kesudahan husen jamali.

Syair kisah ini menceritakan tentang cucu dari Nabi Muhammad

SAW yaitu Hasan dan Husen. Pada syair ini juga diceritakan bahwa pada

tanggal 10 Muharram terdapat peristiwa yaitu Husen yang meninggal

dengan cara dipenggal kepalanya oleh pasukan lawan. Syair – syair seperti

inilah yang dimaksudkan sebagai salah satu media dakwah, dengan

mengisahkan peristiwa Nabi beserta anak dan cucu Nabi terdahulu.


39

C. Syair Lanie

Syair Jeumpa Mirah:

Lalalalala lalalalala lalalalala lalalalala.

Lalalalala lalalalala lalala lalalalala.

Lalalalala lalalalala lalalalala lalalalala.

Lalalalala lalalalala lalala lalalalala.

Sijeumpa mirah si mirah mirah, si ulah ulah karoet lam anoe, kalaheut meunan k

alaheut meunan cok ampon hai teungku raja.

Sijeumpa mirah si mirah mirah, si ulah ulah karoet lam anoe, kalaheut meunan k

alaheut meunan cok ampon hai teungku raja.

Bukon le sayang loen kaloen pade di phot angen gle reubah meutimpa, saket ngoe

n seunang loen teun lam hate hana loen lahe bak kaom lingka.

Bukon le sayang loen kalon limeng di rot le kameng tuwoe lon jaga, badan lon pij

uet meutamah kuneng lawet lon meuen bak peh-peh dada.

Sijeumpa mirah si mirah mirah, si ulah ulah karoet lam anoe, kalaheut meunan k

alaheut meunan cok ampon hai teungku raja.

Bukon le sayang lon kalon bambang bambang teureubang bak pinto langet, o ya t

uhanku bek mate rijang keuneuk lon pandang teungku lhok singet.

Bukon le sayang lon kaloen buweh kaputeh puteh lam laot raya, bukon le sayang l

on kalon wareh janggot ka puteh seumayang hana.

Sijeumpa mirah si mirah mirah, si ulah ulah karoet lam anoe, kalaheut meunan k

alaheut meunan cok ampon hai teungku raja.


40

Syair Lanie merupakan syair penutup yang ada pada tari Ratoh

Bantai ini, syair Lanie ini biasanya memiliki 2 atau 3 syair yang berbeda

namun memiliki makna yang serupa. Syair Jeumpa Mirah ini berupa

kiasan yang jika disimpulkan bermakna bahwa manusia sekarang banyak

yang sudah tidak memiliki adab kepada sesama manusia. Dijelaskan juga

bahwa melaksanakan ibadah itu tidak harus menunggu tua, ketika sudah

terbiasa tidak beribadah maka sampai berambut putih pun tidak akan

beribadah kepada Allah SWT.

Syair Bunda:

Hai bunda ngon ayah keu lhee ngon gure

Ureung nyan ban lhee meubek ta dhot-dhot

Meunyoe na salah meuah talake

Meunyoe na salah meuah talake

Peumeuyup ule seumah bak teuot

Peumeuyup ule seumah bak teuot

Pada syair ini menceritakan bahwa ibu, ayah dan ulama ialah salah

satu pemberi ilmu yang baik dan berguna kepada anak-anaknya. Ketika

berbuat salah harus segera meminta maaf, dan jangan pernah melawan

kepada orang tua yang sudah melahirkan serta membesarkan kita.

Syair Nanggroe Aceh:

Nanggroe Aceh Seuramoe Mekah.

Nanggroe meutuah pusaka kaya.

Nanggroe meutuah pusaka kaya.


41

Nanggroe jih ubit hase meulimpah.

Karoenya Allah Azza wajalla.

Karoenya Allah Azza wajalla.

Nanggroe Aceh teumpat lon lahee.

Bak ujoeng pante pulo Sumatra.

Bak ujong pante pulo Sumatra.

Dile baroe kon lam jaroe kape.

Jino hana le Aceh ka jaya.

Jino hana le Aceh ka jaya.

Syair ini menceritakan bahwa daerah Aceh yang menjadi daerah

dengan syariat Islam yang kuat. Hukum Islam seperti cambuk menjadi

salah satu contoh hukum yang dijalankan umat Islam di Aceh jika

melakukan perbuatan zina dan perbuatan lainnya. Ini juga salah satu alasan

yang menjadikan Aceh dengan kota Serambi Mekkah. Dalam syair ini

dijelaskan bagaimana para penjajah yang masuk dan ingin menguasai

Aceh, namun berkat karunia Allah SWT Aceh dapat memenangkannya

dan juga menjadikan daerah yang berlimpah hasilnya.

D. Syair Ekstra

Makwa keunong tipe ayahwa keunong tipe.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Makwa keunong tipe ayahwa keunong tipe.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.


42

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Bukon le sayang hai sayang lon kalon bueh.

Ka puteh puteh hai puteh lam laot raya.

Bukon le sayang lon kalon wareh.

Janggot ka puteh sembahyang hana.

Makwa keunong tipe ayahwa keunong tipe.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Bukon le sayang hai sayang lon kalon pade.

Di poet angen gle reubah meutimpa.

Saket ngoen seunang lon teun lam hate.

Hana lon lahee bak kaom lingka.

Makwa keunong tipe ayahwa keunong tipe.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Oh akhe masa tuha muda habeh lage.

Syair Ekstra merupakan syair tambahan yang ada pada tari Ratoh

Bantai. Pesan moral yang disampaikan pada syair ini ialah, masa tua dan

muda dihabiskan untuk menipu ayah dan ibu. Syair ini juga memiliki

banyak bahasa kiasan, sehingga jika ditarik makna secara keseluruhan

syair ini bermakna bahwa adab adalah hal terpenting dalam kita

melaksanakan kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Selain itu,

beribadah kepada Allah SWT merupakan hal yang wajib kita lakukan
43

sebagai umat yang beragama Islam. Ada baiknya, diajarkan kepada anak

sedini mungkin jadi hingga tua terbiasa.

Secara keseluruhan, syair yang ada pada tari Ratoh Bantai banyak

menggunakan kata – kata kiasan yang sifatnya memperindah kata tersebut.

Namun, jika disimpulkan secara keseluruhan tetap dapat dipahami makna

dari kata itu. Banyaknya kiasan ini karena kebiasaan masyarakat Aceh

yang sering melakukan seni tutur seperti hikayat ataupun melantunkan

syair – syair berisi harapan yang diselingi doa kepada anak ketika ia

hendak tidur dalam ayunan dan juga ketika ia hendak menikah.

3. Nilai Estetika Dilihat Dari Busana

Berdasarkan teori yang digunakan hal-hal yang menjadi nilai estetika dari

tari Ratoh Bantai ini ialah:

4. Unity ( Kesatuan )

Untuk memperjelas ketegasan suatu kesatuan tari Ratoh Bantai, dapat dilihat

dari tahapan gerak yang tertera pada setiap ragamnya. Terdapat 8 ragam

gerak pada tari Ratoh Bantai, dimana pada setiap ragamnya terdapat nilai

keindahan yang dituangkan melalui satu kesatuan gerak.

5. Harmony ( Keselarasan )

Harmony ( keselarasan ) dalam tari Ratoh Bantai jelas dapat dilihat dari

bentuk gerak, busana musik dan pentas. Busana, pentas dan musik

disesuaikan dengan gerak tari Ratoh Bantai yang dinamis. Busana yang

dikenakan juga mengikuti adat Aceh dan sederhana, hal ini dikarenakan gerak

dari tari Ratoh Bantai ini cukup tegas dan lugas, dan jarak penari antara satu
44

dengan yang lainnya sangat berdekatan, sehingga busana yang dikenakan

tidak menganggu penari dalam bergerak. Begitu juga dengan musik tari

Ratoh Bantai, nilai estetikanya dapat dilihat dari keselerasan ketukan musik

yang sama dengan tempo yang bervariasi.

6. Contrast ( Perlawanan )

Pada tari Ratoh Bantai terdapat urutan gerak yang bersifat kontras yang dapat

dilihat dari gerak ekstra pada ragam ke 8. Dimana pada motif gerak ini,

memperjelas bahwa gerak inni menggunakan ruang gerak dan tenaga yang

besar, serta dengan tempo yang cepat. Pada tari Ratoh Bantai, nilai estetika

contrast atau perlawanan dapat dilihat dari gerak penari yang berbeda, akan

tetapi menghasilkan motif gerak yang indah.

7. Balance ( Keseimbangan )

Pada tari Ratoh Bantai, nilai keseimbangan dpaat dilihat dari penempatan

pola lantai penari, dimana tari Ratoh Bnatai ini, lebih memfokuskan pada

pola simetris. Dapat dilihat juga dari tinggi penari, yang mana lebih indah jika

para penarinya memiliki tinggi yang sama atau mendekati rata. Hal ini sangat

mempengaruhi nilai estetika keseimbangan, karena tari ini hanya memiliki 1

pola lantai berbentuk lurus, sehingga jika bentuk tubuh dan Teknik gerak

penari yang sama akan menambah keindahan penyajian tari Ratoh Bantai

tersebut.
45

Dari penjelasan diatas, bahwa pada tari Ratoh Bantai ini nilai

estetika nya dapat dilihat dari bagaimana bantal yang menjadi properti

tersebut dimainkan oleh para penari sehingga menimbulkan suara yang

dapat mengiringi tarian tersebut. Keindahan juga didapat dari syair yang

dilantunkan karena dalam satu tarian tapi berbagai macam makna

disampaikan, baik dari segi dakwahnya, kisah nabi serta anak cucunya dan

dapat berupa nasehat – nasehat yang bisa diambil pelajarannya. Hal lain

juga dapat dilihat dari ritme yang ada pada tarian ini, yaitu gerakan yang

dilakukan memiliki 3 tempo gerak lambat, sedang dan cepat. Gerakan

yang dilakukan juga memiliki pecahan atau gerak baru pada tempo cepat,

sehingga menambah kesan indahnya dari tari Ratoh Bantai ini.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Informasi dapat diperoleh data – data yang diambil dari penelitian yang

telah dilakukan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini ialah sebagai

berikut:

8. Tari Ratoh Bantai merupakan tarian tradisional yang berasal dari daerah

Aceh selatan. Tarian ini diciptakan pada tahun 1959-1960 oleh seorang

syekh bernama Syekh Hatta. Tari Ratoh Bantai ini ditarikan oleh 11

penari laki – laki yang menggunakan properti bantal oleh setiap

penarinya. Dulunya tarian ini diciptakan selain menjadi sebuah

pertunjukkan juga sebagai sebuah media dakwah yang disampaikan

melalui syair yang dilantunkan oleh syekh dalam tari Ratoh Bantai ini.

9. Nilai estetika ialah sebuah keindahan yang dapat dilihat dari sudut

pandang yang berbeda. Adanya kesatuan, kesetangkupan,

keseimbangan dan kekontrasan menjadikan keindahan lebih memiliki

kualitas. Perbedaan pandangan terhadap nilai keindahan ini harus

dihargai dan bukan menjadi sebuah perdebatan. Karena keindahan

menjadi selera setiap penonton yang melihat karya tersebut.

10. Dalam tari Ratoh Bantai nilai keindahan dapat dilihat dari gerak yang

dilakukan para penari, baik dari keseragaman geraknya, ritme yang ada

pada tarian ini yaitu dari lambat, sedang dan cepat, serta tarian ini hanya

menggunakan musik internal yaitu musik yang berasal dari anggota

46
47

tubuh penari itu sendiri serta propertinya yaitu bantal. Tarian ini

memiliki seorang syekh yang akan melantunkan syair – syair.

Keindahan juga dapat dilihat dari syair yang menyelipkan dakwah

Islami dan kisah – kisah Islami serta nasehat kepada generasi penerus

bangsa.

B. SARAN

Adapun saran yang disampaikan oleh penulis dalam penelitian ini ialah:

1. Pentingnya dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya yang sudah kita

miliki, agar tidak menjadi sebuah budaya yang punah hingga tidak tau lagi

bagaimana bentuk dan keindahan dari tarian tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutardjo. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Aina, Janurul, dkk. “Bentuk Penyajian Tari Linggang Meuganto Di


Sanggar Rampoe Banda Aceh”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pendidikan Seni Drama, Musik Dan Tari, Vol 2, No. 2 tahun 2017.

Asri, Miki. 2019. Skripsi. “Nilai Estetika Gerak Dalam Tari Kreasi
Mengenceh Di Pangkalan Kerinci”. Universitas Islam Riau.

Astuti, Fuji. 2016. Pengetahuan dan Teknik Menata Tari Untuk Anak Usia
Dini, Jakarta: Kencana.

Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika: Sebuah Pengantar. Bandung:


Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia.

Fatianda, Septian. “Suku Aneuk Jamee: Diaspora Masyarakat suku


Minangkabau Di Tanah Aceh”. Historia: Jurnal Pendidik dan
Peneliti Sejarah, Vol 5, No. 2 tahun 2022.

Gie, L. T. 1983. Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). Yogyakarta:


Penerbit Karya Yogyakarta.

Hadi, Y Sumandiyo. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta:


Pustaka Book Publisher.

_________________. 2012. Koreografi, Bentuk – Teknik – Isi.


Yogyakarta: Cipta Media.

Ibnu, S., Mukhadis, A dan Dasna, I.W. 2003. Dasar – Dasar Metodologi
Penelitian. Malang: Universitas Negeri Malang.

Islamiyati, Rosi. 2017. Skripsi. “Estetika Religius Tari Saman di Aceh”.


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Junita, Yenni. 2006. Skripsi. “Fungsi Dan Bentuk Penyajian Tari Ratoh
Bantai Di Kecamatan Sawang Aceh Selatan”. Universitas Syiah
Kuala.

Kartono, Ario dkk. 2007. Kreasi Seni budaya Untuk SMA Kelas X.
Jakarta: Ganeca Exact.

48
49

Miranti, Maulia. “Tari Rapa’i Daboh Di Sanggar Garuda Mas Desa Sungai
Pauh Kota Langsa”. Gesture Jurnal Seni Tari, Vol 1, No.2 tahun
2013.

Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


REMAJA ROSDAKARYA.

Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang


Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Murgiyanto, Sal. 2004. Tradisi dan Inovasi. Beberapa Masalah Tari Di


Indonesia. Jakarta: WEDATAMA WIDYA SASTRA.

Noor Syam, Moh. 1983. Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidikan Pan
casila. Surabaya: Usaha Nasional.

Aulia, Rahmatul (2020). Skripsi. “Makna Simbolik Tari Rateb Meusekat


Di Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya”. Institut
Seni Budaya Indonesia Aceh.

Sukman, Fifie Febriyanti dan Sabri Gusmail. “Eksistensi Tari Ratoh


Bantai di Sanggar Buana Banda Aceh”. Jurnal Ekspresi Seni Vol
21, No. 2 tahun 2019.

Syai, Ahmad. “Tari Ratoh Bantai”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan


Pemikiran Seni, Vol VIII, No.1, tahun 2007.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif


Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

________. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

________. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

________nb bn. 2019. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Utomo, Tri Prasetyo. “Nilai-Nilai Estetika Dalam Interior Arsitektur”.


Jurnal Seni Rupa Sts Surakarta Vol. 3. No. 1, tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai