Anda di halaman 1dari 28

BUSANA PENGANTIN SUMATERA BARAT

(PADANG PESISIR)
Makalah Busana Pengantin

Disusun Oleh :
Annisa Ul Khaira : 5213143008
Intan Widya : 5213143011
Kelas :
Tata Busana B (2021)

Dosen Pengampu :
Dra. Juliarti, M.Si
Yudhistira Anggraini, S.Pd, M.Pd

Mata Kuliah :
Busana Pengantin

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, tak lupa pula shalawat
beriringkan salam kepada baginda Rasulullah SAW. serta kepada para sahabat dan keluarga
beliau sekalian. Dan juga ucapan terimakasih kepada ibu Dra. Juliarti, M.Si dan ibu Yudhistira
Anggraini S.Pd, M.Pd selaku dosen pengampu pada mata kuliah Busana Pengantin.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah sebagai bentuk pemenuhan tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Busana Pengantin serta untuk memperluas
pengetahuan penulis mengenai ruang lingkup busana pengantin daerah yang penulis pilih
sebagai sumber ide yaitu Sumatera Barat yang kemudian akan penulis kaji dan kembangkan
atau modifikasi menjadi lebih modern.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesilapan, oleh karena itu kritik serta
saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan tugas di masa yang akan datang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada penulis serta kepada para
pembaca sekalian. Terimakasih.

Medan, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3

A. Suku-Suku dari Sumatera Barat ................................................................................. 3

B. Pengertian Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir” ............................. 11

C. Sejarah Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir” .................................. 12

D. Spesifikasi dari Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir” ..................... 12

E. Pelengkap dari Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir” ...................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 24

A. Kesimpulan .............................................................................................................. 24

B. Saran ........................................................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Busana pengantin di Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi dari berbagai
suku dan daerah di seluruh nusantara. Busana pengantin di Indonesia sering kali mencerminkan
kekayaan warisan budaya yang ada di negara ini. Setiap daerah memiliki gaya busana
pengantin yang unik, baik dalam hal warna, desain, maupun hiasan. Misalnya, di Jawa, busana
pengantin tradisional biasanya terdiri dari kebaya dan sarung dengan motif batik yang khas,
sedangkan di Sumatra, busana pengantin sering kali berwarna terang dan dihiasi dengan
sulaman emas atau manik-manik.
Warna juga memiliki makna simbolis dalam busana pengantin Indonesia. Misalnya,
merah sering kali dianggap sebagai warna yang membawa keberuntungan dan kebahagiaan,
sehingga banyak pasangan memilih gaun pengantin berwarna merah, terutama di beberapa
budaya seperti Tionghoa-Indonesia. Namun, ada pula daerah-daerah yang menggunakan warna
lain seperti putih, kuning, atau hijau, yang masing-masing memiliki makna simbolis tersendiri.
Selain itu, aksesori juga memainkan peran penting dalam busana pengantin di Indonesia.
Mahkota, sanggul, hiasan kepala, dan perhiasan tradisional sering kali digunakan untuk
melengkapi tampilan pengantin.
Beberapa daerah juga memiliki tradisi menambahkan hiasan-hiasan berupa payet,
manik-manik, atau sulaman yang rumit untuk menambah kemegahan pada busana pengantin.
Meskipun busana pengantin tradisional masih sangat dihormati dan sering dipilih oleh
pasangan yang akan menikah, ada juga tren busana pengantin modern atau modifikasi yang
semakin populer di Indonesia. Desainer busana pengantin lokal terus menciptakan gaya-gaya
baru yang menggabungkan elemen-elemen tradisional dengan sentuhan modern, sehingga
menciptakan busana pengantin yang unik dan elegan.
Secara keseluruhan, busana pengantin di Indonesia mencerminkan keindahan dan
keanekaragaman budaya yang ada di negara ini, serta terus mengalami perkembangan dan
inovasi sesuai dengan tren mode dan preferensi pasangan pengantin masa kini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan busana pengantin dari suku-suku yang ada di Sumatera Barat!
2. Pengertian Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”?
3. Bagaimana sejarah Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”?
4. Bagaimana spesifikasi dari Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”?
5. Apa saja pelengkap dari Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”?

C. Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
• Pemenuhan tugas dari dosen pengampu
• Untuk nilai edukasi bagi penulis agar lebih memahami tentang Busana
Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”
• Untuk mendorong pemikiran kreatif dan inovatif dalam merancang busana
pengantin modifikasi dengan menggabungkan elemen-elemen tradisonal
dengan sentuhan modern
• Untuk mendorong pemahaman dan penghargaan terhadap keberagaman budaya
dalam busana pengantin.
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini antara lain :
• Memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam kepada pembaca
tentang Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”, yang dapat
meningkatkan pengetahuan pembaca tentang aspek budaya, sejarah, dan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya.
• Memperlihatkan keindahan dan kekayaan budaya dalam busana pengantin
Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir”, serta meningkatkan
apresiasi terhadap warisan budaya yang ada.
• Mendorong pemahaman dan penghargaan terhadap keberagaman budaya dalam
busana pengantin, serta mempromosikan kesadaran multikultural dan toleransi
di dalam masyarakat.
• Membantu pembaca untuk memahami bagaimana tren mode busana pengantin
khususnya Sumatera Barat “Padang Pesisir” saat ini.
• Memperkuat identitas budaya dari Sumatera Barat khususnya Padang Pesisir
dengan menyoroti keunikan dan kekayaan warisan budaya dalam busana
pengantin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SUKU-SUKU DARI SUMATERA BARAT


1. Etnis Minang (Minangkabau)
Etnis Minang adalah bagian dari kelompok masyarakat Melayu Muda
(Deutro Melayu) yang bermigrasi dari Cina Selatan ke daratan Pulau Sumatra,
tepatnya pada tahun 2.000 – 2.500 tahun lalu. Etnis tersebut diperkirakan masuk
dari sisi timur kepulauan Sumatra. Dari sana, perjalanan dilanjutkan dengan
menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di dataran tinggi (Derek) yang
kelak menjadi kampung halaman dari penduduk Minangkabau. Di masa awal,
etnis Minang belum dibedakan dengan Suku Melayu, namun mulai dibedakan
sejak abad 19 M.
Nama Minangkabau berasal dari 2 kata, yakni “Minang” yang berarti
menang, dan “Kabau” yang dipahami sebagai kerbau. Nama tersebut erat
kaitannya dengan legenda yang tertulis dalam Tambo, mengenai kesepakatan
untuk mengadu kerbau, antara penduduk lokal dan kerajaan Majapahit. Etnis
Minang berasal dari provinsi Sumatra Barat. Namun sebagian telah merantau
ke berbagai kota besar, khususnya Jakarta. Wajar saja jika sebutan ‘perantau’
sangat identik dengan etnis Minang. Di luar Indonesia, Suku Minang ada di
Kuala Lumpur, Singapura, Australia, hingga Jeddah.

Ciri Khas Suku Minang


Suku Minangkabau merupakan etnis terbesar yang menganut sistem
kekeluargaan jalur perempuan (matrilineal). Dengan kata lain, adat dan budaya
menempatkan para perempuan sebagai pihak pewaris kekerabatan serta harta
pustaka. Jadi, perempuan memiliki kedudukan istimewa di suku ini.
Makanan khas etnis Minang juga menjadi aspek yang menunjukkan
identitas dirinya. Dalam masyarakat lokal, makanan yang disajikan dibagi
menjadi dua bagian, yaitu parabuang (masakan bumbu manis), dan lauk pauk
(masakan bumbu pedas) yang biasanya dimasak di atas tungku. Selain itu, ciri
khas etnis Minang lainnya adalah menganut budaya merantau, di mana para

3
laki-laki diharuskan untuk merantau. Hal tersebut berhubungan dengan pesan
dari leluhur yang isinya adalah “Katau madang di hulu babuah babungo balun”.

Pakaian Adat

• Bando Kanduang/atau Limpapeh Rumah Nan Gadang

Pakaian adat yang dikenakan khusus oleh kaum wanita ini juga
dikenal dengan nama limpapeh rumah nan gadang, yang juga
merupakan lambang keagungan para perempuan yang sudah menikah.
Bando kanduang menjadi simbol betapa pentingnya peranan ibu dalam
keluarga.
Pakaian Bundo Kanduang ini memiliki desain yang berbeda pada
setiap sub suku Minangkabau. Selain itu, pakaian dengan topi khas ini
memiliki sejumlah perlengkapan, yaitu:
- Tingkuluak (tengkuluk): penutup kepala berbentuk menyerupai
kepala kerbau atau atap rumah gadang
- Baju batabue: baju kurung (naju) yang dihiasi dengan taburan
pernik benang emas. Bajau batabue ini memiliki empat varian
warna, yaitu merah, hitam, biru dan lembayung. Pada tepi lengan
dan leher terdapat hiasan disebut minse yang merupakan
sulaman sebagai simbol bahwa seorang perempuan Minang
harus taat pada aturan adat yang berlaku.
- Lambak atau sarung: bawahan sebagai pelengkap Baju Batabue.
Jenisnya ada yang berupa songket dan berikat

4
- Salempang: selendang terbuat dari kain songket dan diletakkan
di pundak wanita. Salempang ini menyimbolkan welas asih pada
anak dan cucu, serta simbol kewaspadaan dalam berbagai
kondisi
- Perhiasan: beragam aksesoris yang melengkapi pakaian adat
seperti galang (gelang), dukuah (kalung), serta cincin. Dukuah
menyimbolkan bahwa seorang perempuan harus mengerjakan
berbagai hal dengan dasar kebenaran.
• Penghulu

Pakaian adat ini dikhususkan untuk kaum laki-laki, dan hanya dipakai
oleh para tetua adat maupun orang-orang tertentu.
Cara pemakaian penghulu telah diatur dalam hukum adat Minang,
lengkap dengan deta, sarawa, baju hitam, cawek, sesamping, tungkek,
dan keris.
• Pakaian Pengantin Minangkabau
Saat menggelar resepsi pernikahan, pengantin Suku Minang akan
mengenakan pakaian khas yang hanya diperuntukkan saat upacara
pernikahan. Lazimnya, pakaian yang dipakai berwarna merah
dilengkapi hiasan meriah dan penutup kepala.

5
2. Suku Mentawai
Suku Mentawai berasal dari kelompok ras Proto-Melayu yang sudah
menghuni pulau Mentawai sejak 2000 tahun sebelum Masehi lalu. Pada saat itu
terjadi migrasi besar-besaran ke seluruh penjuru bumi termasuk Indonesia.
Kelompok Proto-Melayu tersebut datang dari salah satu provinsi di China
kemudian mereka melebur dengan orang-orang Vietnam. Kelompok ini
kemudian mengarungi Samudera Pasifik dan Selandia Baru hingga akhirnya
sampai di Sumatera Barat.
Namun berdasarkan cerita yang diyakini oleh masyarakat Mentawai
sendiri mereka berasal dari seorang pemuda yang membuka lahan di sebuah
pulau yang saat ini diyakini sebagai pulau Nias. Pemuda tersebut akhirnya
memutuskan untuk membawa serta anak dan istrinya untuk hidup di pulau
tersebut. Anak dari pemuda tersebut bernama “tawe”. Nama ini lah yang
menjadi cikal bakal tersematnya nama “Mentawai”.
Suku Mentawai merupakan suku yang yang pandai dan berani. Mereka
pandai meramu dan tak segan untuk mengusir penjajah pada saat itu.
Keberanian suku Mentawai menjadikan mereka sebagai suku yang tak tersentuh
oleh bangsa lain dan terus hidup dengan adat mereka sendiri. Tak heran jika
hingga saat ini orang-orang suku Mentawai masih memegang teguh tradisi
mereka.

Keunikan Suku Mentawai


Jika kamu berkunjung ke pulau Mentawai maka jangan heran jika
seluruh masyarakatnya memiliki tato di sekujur tubuhnya mulai dari kepala
hingga kaki. Seni tato tersebut dikenal dengan nama seni titi. Seni tato titi suku
Mentawai sudah dijalankan sejak dahulu kala bahkan menjadi seni rajah tertua
di dunia. Motif tato yang digambarkan tidaklah sembarangan karena akan
menjadi ciri khas antara klan satu dengan klan yang lainnya.
Cara membuat tato titi masih sangat tradisional yang dengan mencampurkan
arang dan air perasan tebu. Bahan tersebut kemudian dicelupkan dengan duri
atau jarum untuk kemudian ditusukkan ke bagian tubuh yang hendak dilukis.
Menurut mereka tato merupakan simbol dari keseimbangan hidup sekaligus
memancarkan cahaya dan roh.

6
Selain menggambar seluruh bagian tubuh mereka dengan tato, oran-
orang Mentawai memiliki keunikan lainnya yaitu setiap remaja wanita akan
mengikir gigi mereka hingga runcing. Menurut mereka gigi rapi dan runcing
merupakan simbol kecantikan. Tak hanya melambangkan kecantikan gigi
runcing juga dianggap sebagai penyelaras antara jiwa dan roh dan penangkal
malapetaka.

Pakaian Adat Suku Mentawai

7
Pakaian adat suku Mentawai memiliki beberapa perbedaan di setiap
daerahnya. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan hanya terletak
pada aksesoris yang digunakan. Pakaian adat mentawai yang paling lengkap
adalah pakaian adat pangurei. Pakaian pangurei terbuat dari bahan-bahan alam
yang dapat ditemukan di Mentawai seperti tumbuh-tumbuhan.
Ciri khas dari pakaian pangurei adalah memakai bulu ayam di atas
kepala sebagai aksesoris. Bulu ayam tersebut disebut dengan bulun gouk gouk.
Sementara untuk kamu laki-laki terdapat aksesoris khusus yaitu aileppet dan
mumunen dimana keduanya memiliki arti yang berbeda. Aileppet artinya orang
tersebut sudah disumpah sehingga memiliki jiwa yang damai sedangkan
mumunen artinya orang tersebut dianggap mulia dan dibanggakan. Pakaian ini
biasanya digunakan dalam acara-acara tertentu dan tidak boleh sembarangan.

3. Suku Mandailing
Dalam catatan Serat Tembaga Kalinga, bahwa dahulu di abad ke-12
pernah berdiri sebuah kerajaan di daerah Mandailing yang merupakan salah satu
dari federasi Kerajaan Kalingga. Wilayah kerajaan tersebut terbentang dari
Portibi hingga ke Panyabungan. Dalam Kitab Nagarakertagama karya Empu
Prapañca disebutkan bahwa ekspedisi Majapahit telah mencapai wilayah
Mandailing pada tahun 1365.[4]
Pemukiman pertama etnis Mandailing diperkirakan berada di sepanjang
Sungai Batang Gadis, yang berhulu di Gunung Kulabu dan bermuara di
Samudra Hindia. Hal ini juga berdasarkan riwayat marga-marga di Mandailing
yang mengaitkan kehidupan nenek moyang mereka di sungai ini. Seperti marga
Lubis yang merupakan keturunan Si Baitang dan Silangkitang, serta marga
Nasution yang berasal dari Si Baroar. Begitu juga dengan riwayat marga
Rangkuti dan Pulungan yang menyatakan bahwa asal mereka dari hilir Sungai
Batang Gadis. Kelompok-kelompok masyarakat ini dipimpin oleh kepala etnis
yang bersifat otonom, sehingga mereka memiliki aturan adat masing-masing.[5]
Di kawasan Mandailing Julu, banyak bermukim dan menjadi tempat asal marga
Lubis, sedangkan di kawasan Mandailing Godang dihuni oleh kelompok marga
Nasution, Rangkuti, dan Pulungan.
Pada paruh pertama abad ke-19, Perang Padri berkecamuk di Sumatera
Barat. Perang ini dipimpin oleh kelompok ulama puritan yang kemudian
8
melakukan invasi ke wilayah Mandailing, hingga ke tepian Danau Toba. Akibat
serangan itu, banyak masyarakat Mandailing yang dibawa dan dipekerjakan di
Pasaman. Sebagian masyarakat lainnya ada yang bermigrasi ke Riau, hingga ke
Semenanjung Malaya.[2] Di Semenanjung Malaya, kelompok masyarakat
Mandailing dipimpin oleh Raja Asal, dan keponakannya Raja Bilah. Bersama
dengan Sutan Puasa, mereka terlibat dalam Perang Klang antara tahun 1866—
1873.
Setelah Belanda berhasil menaklukkan pasukan Padri, wilayah
Mandailing dimasukkan ke dalam bagian administrasi Sumatra's Westkust yang
berpusat di Padang.[7] Di pertengahan abad ke-19, Belanda mendirikan benteng
pertahanan di Singengu dan Kotanopan. Hingga pendudukan Jepang, Belanda
hanya menempatkan seorang kontroler di Mandailing, yakni di Kotanopan.

Pakaian Adat Suku Mandailing

9
Informasi tentang pakaian adat suku mandailing
Komponen Bahan
Ulos Alas dan kain ulos berkualitas
Siger Emas, perak, atau bahan logam lainnya
Baju Kain berkualitas baik dengan hiasan sinjang
Songkok Kain ulos, kain sutera, atau kain rasfur
Bahan Perhiasan Emas, perak atau logam mulia

Sejarah Pakaian Aadat suku Mandailing

Pakaian adat suku Mandailing dibuat dari bahan-bahan alami seperti ulos, teluk belanga, dan
kain sutra. Pakaian adat suku Mandailing biasanya dipakai sebagai perlengkapan dalam
upacara pernikahan, yang dilakukan selama beberapa hari dan mewajibkan seorang pria untuk
memakai siger (mangkuk di kepalanya) yang terbuat dari perak atau emas. Sementara itu,
wanita akan memakai pakaian tradisional yang terdiri dari baju, kain selendang, dan perhiasan
emas atau perak. Pada bagian pinggang, terdapat sebuah sabuk yang terbuat dari bahan kulit
yang ditata sedemikian rupa agar bentuknya miring ke depan.

Komponen pakaian adat suku mandailing

Komponen pakaian adat suku Mandailing terdiri atas ulos, siger, baju, songkok, dan bahan
perhiasan. Ulos adalah kain semacam kain batik yang terbuat dari kapas atau katun, dengan
berbagai warna dan motif yang khas. Sedangkan siger adalah mahkota yang dipakai di kepala
untuk pria yang terbuat dari perak atau emas yang dibentuk seperti mangkuk. Semua perhiasan
yang dipakai dalam pakaian adat suku Mandailing selalu terbuat dari perak atau emas.

Makna dari motif-motif pakaian adat suku mandailing

Setiap motif yang terdapat pada pakaian adat suku Mandailing memiliki makna dan symbol
yang berbeda-beda. Misalnya, motif gorga mungka- mungka yang berarti "ulurkan
tangan"Motif ini biasanya digunakan pada upacara adat untuk menunjukkan persatuan dan
kebersamaan seluruh peserta. Motif lain seperti piring tujuh harus digunakan dalam upacara
pernikahan, yang berarti permintaan dukungan

10
B. PENGERTIAN BUSANA PENGANTIN SUMATERA BARAT “PADANG
PESISIR”
Busana pengantin Padang peisisr berasal dari suku Minangkabau. Ciri khasnya
mempelai wanita disebut Anak daro, busana mempelai wanita menggunakan hiasan
kepala berupa sunting atau disebut juga suntiang, yang dikenakan mempelai wanita.
Baju atasan mempelai wanita menggunakan baju kurung batarawang merah hijau / baju
kurung bajaik banang ameh, kemudian bawahannya berupa sarung / kodek, kain
balapak / upiah / songket pande sike. Warna yang biasa digunakan adalah merah, emas,
kuning, dan hijau.
Untuk mempelai pria disebut dengan Marapulai, yang mengenakan atasannya
berupa jas dengan tiga kancing di bawah leher bernama jas roki. Kancing ini tidak
menutupi seluruh bagian tubuh atas hanya sebatas dada saja.
Bagian dalamnya dilapisi rompi. Bawahannya berupa celana (sarawa / saluar)
dengan hiasan kain balapak (kain upiah) tenun pande sikek yang dililitkan
Cawek di pinggang. Kemudian, penutup kepalanya bernama deta atau destar.

11
C. SEJARAH BUSANA PENGANTIN SUMATERA BARAT “PADANG PESISIR”
Suku Padang Pesisir (Ughang Pasisia) merupakan sebuah kelompok masyarakat
yang tersebar di pesisir barat Sumatera Utara. Awalnya pada abad ke-14, beberapa
penduduk Minangkabau berimigrasi ke Tapanuli Tengah dengan tujuan untuk
menjadikan Barus sebagai salah satu pelabuhan dari kerajayan Pagaruyung. Lalu
datang gelombang berikutnya yang berasal dari Pesisir Selatan, yang kemudian
mendirikan Kesultanan Barus yang menjadi salah satu vassal Kerajaan Pagaruyung.
Kedatangan orang Minang berlanjut sejak saat itu, hingga pertengahan abad ke 19,
banyak masyarakat dari Toba dan Mandailing bermukim di Barus, Sorkam, dan
Sibolga. Akhirnya mereka berasimilasi dengan masyarakat Minangkabau dan
membentuk kelompok masyarakat Pesisir. Pada tahun 2000, masyarakat Pesisir
diklasifikasikan sebagai etnis tersendiri oleh Sensus Penduduk.

D. SPESIFIKASI DARI BUSANA PENGANTIN SUMATERA BARAT “PADANG


PESISIR”
Berikut spesifikasi dari Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir” :
• Baju Kurung
Pengantin perempuan Rantau Pesisir sama dengan halnya pakaian pengantin
perempuan Minangkabau pada umumnya, yaitu memakai baju kurung. Dan baju
kurung juga merupakan pakaian tradisional masyarakat Melayu pada umumnya.
Tidak diketahui secara pasti semenjak kapan masyarakat Melayu mulai memakai
baju kurung, karena tidak ada catatan sejarah yang menerangkannya.
Bila dianalisa dari bahan yang dipakai sebagai bahan baju kurung pengantin
Minangkabau, pada umumnya bahan dari baju kurung berasal dari bahan import.
Bahan tekstil yang dipakai untuk pakaian pengantin adalah bahan sutera, yang
disebut suto oleh masyarakat Minangkabau. “Sutera yang dipakai berasal dari Cina,
benang sutera merupakan jenis serat tekstil yang paling lembut dan halus yang
berasal dari ulat (kepompong) sutera bomby mori. Pertama kali diperkenalkan oleh
China ketika pemerintah Dinasti Huang-ti (2640 S.M.), benang sutera telah
diperkenalkan ke Greek dan Rome melalui hiasan dalam (interior). Sedangkan
bahan beledru didatangkan dari Persi, masuk ke Sumatera atau Minangkabau
khususnya pada abad ke VII melalui pedagang bangsa Gujarat dan Persi.

12
Pakaian pengantin perempuan Rantau Pesisir (Padang), mereka lebih
banyak memakai bahan sutera sebagai bahan utama pakaian Pengantin. Bahan
sutera yang berasal dari Cina ini masih merupakan tenunan tradisional yang dibuat
menggunakan alat tenun tanpa mesin, karena mesin produksi baru ditemukan
sesudah revolusi industri. Desain tenunan sutera yang banyak dipakai pada pakaian
pengantin adalah silang polos dan silang satin
Bahan tekstil sutera yang dijadikan pakaian pengantin dihiasi dengan
sulaman benang emas. Hal ini banyak keterakitannya dengan sejarah masa lampau.
Para ahli sejarah mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad 11 setelah
runtuhnya kerajaan Melayu, memegang posisi perdagangan laut dan memegang
hegemoni perdagangan dengan luar negeri.
Pakaian pengantin perempuan atau anak daro, dihiasi dengan sulaman
benang emas tersebut merupakan keterampilan kaum perempuan di Padang
khususnya di daerah Lubuk Begalung. Sulaman benang emas ini tidak saja terdapat
pada pakaian pengantin tetapi juga terdapat pada pelamin yang dipakai pada upara
kenduri perkawinan
Dinamakan sulaman benang emas karena benang utama yang dipakai pada
sulaman adalah benang emas, yaitu sejenis benang kapas yang dicampur atau lapisi
dengan emas (mengandung unsur emas), yang dipintal menjadi benang. Benang
yang mengandung unsur katun dengan emas ini merupakan bahan utama dalam
sulaman hiasan pakaian pengantin.
Motif sulaman benang emas pada baju kurung pengaten adalah motif fauna
dan flora. Desain motif fauna berupa burung Punik, kupu-kupu dan burung merak.
Sedangkan bentuk flora, berupa bunga-bungaan, susunan daun-daun dan salur-salur
dalam bentuk lengkungan-lengkungan.
Teknik sulaman benang emas adalah, dengan jalan meletakan benang
mengikuti bentuk desain motif yang dibuat, kemudian dijahitkan dengan benang
lain pada bagian buruk dari kain. Penyulaman benang emas berbeda dengan teknik
suji. Benang emas tidak dijahitkan ke dalam kain tetapi hanya disusun menurut
motif, lalu ditampal dan ditahan oleh jahitan benang biasa. Tehnik sulaman yang
sama juga ditemui pada kain kasab dari Aceh, Bengkulu, Lampung, Palembang dan
Pesisir Kalimantan

13
• Selendang
Baju kurung pengantin perempuan dilengkapi dengan tokah. Tokah adalah
sejenis selendang panjang yang dililitkan mulai dari punggung menuju ke bawah
ketiak dan diselempangkan pada bagian dada, dinaikkan ke bahu dan ujung-
ujungnya dilepaskan ke belakang (punggung). Tokah merupakan bagian yang
penting pada pakaian pengantin, di samping memberi nilai estetika, tokah juga
berfungsi untuk menutup dada dan sebagai lambang bahwa perempuan harus
menutup auratnya.

14
• Sarung atau kodek

15
Sarung atau kodek adalah bagian dari pakaian pengantin perempuan yang
dipakai sebagai padanan dari baju kurung. Bahan tekstil yang dijadikan sarung atau
kodek adalah tenunan songket, yang merupakan tenunan asli masyarakat
Minangkabau. Oleh sebab itu motif yang ada pada tenunan songket jelas berakar
dari pada budaya Minangkabau. Setiap motif adalah Gambaran dari konsep “Alam
takambang jadi guru”, sebagai simbol atau lambang yang mengandung nilai-nilai
falsafah Minangkabau
Tenunan songket Minangkabau ada dua macam, yaitu kain batabua dan
songket batabua. Antara songket balapak dengan songket batabua memiliki
perbedaan, songket balapak tenunan benang emasnya padat sedangkan songket
batabua hiasan benang emasnya sedikit dan dalam bentuk motif serak (tabur).
Pada awalnya songket ditenunun untuk berbagai keperluan dari pakain,
seperti: sarung atau kodek, baju lelaki dan perempuan, selendang, ikat pinggang,
tutup kepala atau destar, samping, ikat pinggang (cawek). Karena harganya mahal,
maka sekarang songket hanya ditenun untuk sarung, selendang. Namun masih ada
yang menenun untuk destar dan samping, tapi julahnya tidak banya, hanya
merupakan pesanan tertentu
Bahan yang dipakai untuk songket terdiri dari benang katun atau benang
sutera, sedangkan untuk motif (hiasan) dipakai benang emas atau perak. Benang-
benang ini merupakan benang import. Sehubungan dengan benang emas ini ada
pendapat yang mengatakan bahwa benang emas merupakan benang import yang
didatangkan dari pada Cina, yaitu dari kota Kanton bersamaan dengan datangnya
benang sutera. Benang emas ini dibahwa oleh pedagang-pedagang Cina, Istilah
makao sampai sekarang masih dipakai untuk menyebut benang emas (benang
makau). Sebutan tersebut pada mulanya dihubungkan dengan kata macao, yaitu
tempat dari mana benang tersebut dahulunya berasal.

16
Dalam tenunan songkat terdapat bermacam-macam motif sebagai simbol yang
mengandung nilai- nilai falsah Minangkabau. (Bakodek soket balambak, baukia
bamego-mego, ukia basalo pucuak rabuang, kaluak paku caluang galuangan, aka
cino jangkau-jangkauan). Dari pepatah di atas jelas menerangkan bahwa pada
tenunan songket terdapat bermacam-macam desain motif dan motif yang sama juga
terdapat pada benda budaya Minangkabau lainnya, seperti pada ukiran rumah
gadang.

E. PELENGKAP DARI BUSANA PENGANTIN SUMATERA BARAT “PADANG


PESISIR”
Adapun pelengkap dari Busana Pengantin Sumatera Barat “Padang Pesisir” antara
lain :
• Sunting adalah hiasan kepala yang dipakai oleh pengantin perempuan dan
pengiringnya (dayang) yang mengiringi pengantin dalam upcara kenduri
perkawinan. A. Ibrahim (1985: 145) menjelaskan tentang sunting, kata
“sunting: sama dengan “petik” yang dalam hal ini berarti pengantin perempuan
yang dilambangkan dengan bunga yang sedang mekar, yang dipersunting oleh
lelaki. Kemudian kata “sunting” dijadikan nama hiasan kepala perempuan
dalam kenduri perkawinan, yang didesain sedemikian rupa.
Terdapat dua jenis sunting, yaitu sunting gadang dan sunting ketek. Sunting
gadang adalah sunting yang dipakai oleh pengantin perempuan pada acara puncak
kenduri perkawinan dan dipakai juga ketika berkunjung ke rumah mertua.

17
• sunting gadang, dinamakan sunting gadang karena ukurannya yang besar dari
sunting-sunting yang lain dengan jumlah hiasan dan bunga-bunga sunting yang
banyak. Pada sunting gadang hampir semua hiasan atau keseluruhan bunga-
bunga sunting dan hiasan dipakai sehingga terlihat susunan yang mewah dan
meriah.
• Sunting ketek, kata ketek di Minangkabau mempunyai arti kecil, jadi sunting
ketek adalah sunting kecil. Dikatakan sunting ketek karena ukuran dan
desainnya yang kecil disebabkan pemakaian bunga-bunga sunting yang sedikit
atau dalam jumlah minimal. Sunting ketek dipakai oleh pengantin perempuan
pada acara yang bukan upacara puncak dari kenduri perkawinan, separti acara
malam bainai, upacara ijab kabul, berkunjung ke rumah mamak dan sebagainya.
Sunting ketek juga dipakai oleh pengiring (dayang) yang mengiring pengantin
di upacara agung. Di Kota Padang pengiring ini disebut juga dengan
pasumandan. Pasumandan terdiri dari isteri-isteri saudara laki-laki atau ipar
besan lainnya yang masih muda. Yang jadi pasumandan ini biasanya orang yang
sudah berkeluarga.
Sipak dan tatakrama orang yang memakai sunting besar dengan orang yang
memakai sunting ketek berbeda. Bila seseorang sedang memakai sunting ketek,
orang tersebut boleh melakukan basa-basi, atau tegur sapa dengan tetamu yang
datang. Tetapi tidaklah demikian halnya ketika seseorang memakai sunting gadang,
harus tenang dan memperlihatkan kepribadian yang anggun dan berwibawa,
(mempunyai karisma yang tinggi) dan sangat menjaga tingkah lakunya,
kepribadian seorang ratu, karena lambang ratu sehari.

18
19
20
Berikut beberapa perhiasan yang dipakai pengantin perempuan (anak daro):

21
22
23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Busana pengantin di Sumatera Barat, khususnya di daerah Padang Pesisir,
mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya dari masyarakat setempat. Busana
pengantin ini tidak hanya merupakan pakaian untuk perayaan pernikahan, tetapi juga
merupakan simbol dari identitas budaya dan tradisi yang kuat di daerah tersebut.
Dengan desain yang unik, warna yang mencolok, dan motif-motif tradisional,
busana pengantin Padang Pesisir menampilkan keindahan alam serta kekayaan seni dan
kerajinan lokal. Penggunaan aksesoris tradisional juga menambah kemegahan dan
keanggunan dalam penampilan pengantin.
Selain itu, busana pengantin Padang Pesisir juga mencerminkan nilai-nilai
sosial dan budaya yang dijunjung tinggi dalam masyarakat, serta peran penting
perempuan dalam menjaga dan mewarisi tradisi tersebut. Meskipun busana pengantin
ini terus mengikuti perkembangan zaman, namun nilai-nilai tradisional tetap dijunjung
tinggi dan dilestarikan.
Dengan demikian, busana pengantin Padang Pesisir tidak hanya merupakan
sebuah pakaian, tetapi juga merupakan sebuah warisan budaya yang bernilai tinggi,
yang terus dijaga, dipertahankan, dan dihargai oleh masyarakat setempat.

B. Saran
Sebagai saran di akhir makalah tentang busana pengantin Sumatera Barat,
khususnya Padang Pesisir, penulis sarankan agar kita terus menghargai dan
mempelajari warisan budaya yang ada. Mempertahankan dan melestarikan tradisi-
tradisi khsusnya busana pengantin yang merupakan upaya untuk mempertahankan
identitas budaya yang kaya dan berharga bagi generasi mendatang.
Selain itu, kita juga diingatkan untuk selalu membuka diri terhadap perubahan
dan inovasi dalam busana pengantin. Meskipun tradisi harus dihormati dan dilestarikan,
namun adanya inovasi dapat membantu tradisi tetap relevan dan menarik bagi generasi
masa kini. Terakhir,busana pengantin tidak hanya memperlihatkan kekayaan budaya
suatu daerah, tetapi juga merupakan titik temu antara berbagai budaya yang berbeda.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unp.ac.id/17885/1/buku%20pakaian%20penganten.pdf
https://id.scribd.com/document/507601792/Busana-Pengantin-Padang
https://www.orami.co.id/magazine/pakaian-adat-sumatera-barat

25

Anda mungkin juga menyukai