Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH BUSANA PENGANTIN

BUSANA PENGANTIN MALAYSIA MODERN

Disusun Oleh :

Nama Mahasiswa : Hayatun Nufus Pasaribu (5213143025)

Rahmadona Nasution (5213143022)

Mata Kuliah : Busana Pengantin

Dosen Pengampu : Dra. Juliarti, M.Si

Yudhistira Anggraini, S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MARET 2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmad,
karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Busana
Pengantin sesuai jadwal yang telah ditentukan. Tugas makalah ini berisikan tentang materi
busana pengantin atau busana tradisional Negara Malaysia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Juliarti, M.Si dan Yudhistira
Anggraini, S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu pada mata kuliah Busana Pengantin yang telah
memberikan tugas ini sebagai bahan untuk mengevaluasi perkembangan pengetahuan
mahasiswanya. Disamping itu dosen pengampu juga berperan dalam memberikan pengetahuan
yang mendorong dalam penyelesaian tugas makalah yang diberikan. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang terkait yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, baik dari penyajian maupun dari segi materi yang disajikan. Namun sebagai
penekanan, penulisan tugas ini dibuat sebaik mungkin menurut penulis dengan tujuan supaya apa
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini dapat tercapai. Penulis berharap semoga apa yang di
sampaikan pada tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik pembaca, dosen pengampu,
maupun bagi penulis sendiri.

Medan, 3 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3
2.1 Pernikahan Melayu ........................................................................................................ 3
2.2 Sejarah Busana Pengantin Malaysia ............................................................................ 3
2.3 Pakaian Adat Melayu..................................................................................................... 4
2.4 Tekstil Tradisional Pakaian Melayu .......................................................................... 16
2.5 Evolusi Baju Kurung ................................................................................................... 26
BAB III ......................................................................................................................................... 31
PENUTUP .................................................................................................................................... 31
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 31
3.2 Saran .............................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Busana dalam arti umum adalah bahan tekstil atau bahan lainnya yang sudah dijahit atau
tidak dijahit yang di pakai atau di sampirkan untuk menutup tubuh seseorang. Sebagai contoh
kebaya dan kain panjang atau sarung, rok, blus, blazer, bebe, celana rok, celana pendek atau
celana panjang, kemeja, T-shirt, piyama, singlet, kutang atau Buste Houder (BH), rok dalam,
bebe dalam. Dalam pengertian lebih luas sesuai dengan perkembangan peradaban manusia,
khususnya bidang busana termasuk kedalam aspek-aspek yang menyertainya sebagai
perlengkapan itu sendiri. Baik dalam kelompok (milleneries) maupun aksesoris (accessories).

Namun disamping itu, penggunaan busana tentunya memiliki spesifikasi berdasarkan jenis
dan kesempatan penggunaannya. Artinya tidak semua busana dapat digunakan dalam segala
kesempatan, perlu disesuaikan dengan suasana dan kondisi yang ada. Misalnya saja busana yang
akan digunakan diacara pernikahan atau disebut juga dengan busana “bridal”, tentunya adalah
busana yang terkesan indah dan mewah.

Busana pengantin adalah busana khusus yang dikenakan di pesta pernikahan. Busana
pengantin yaitu busana yang dikenakan pada hari pernikahan dan diharapkan menjadi gaun
khusus yang hanya akan dikenakan sekali seumur hidup dalam pernikahan [5]. Busana jenis ini
termasuk dalam houte couture atau pakaian eksklusif. Kriteria busana pengantin di katakan
ekslusif yaitu menggunakan bahan, teknik jahit, dan finishing untuk pembuatan busana
pengantin berkualitas tinggi. Selain itu desain busana juga dapat mempengaruhi tingkat
kemewahan dan keistimewaan suatu busana.

Busana pengantin disetiap daerah maupun Negara memiliki karakteristik dan ciri khas yang
berbeda-beda, yang pastinya menonjolkan keunikan dari suatu daerah tersebut, seperti hanya
Negara Malaysia yang terkenal dengan pakaian atau busana pengantin modern nya yaitu baju
kurung. Baju pengantin tersebut identik dengan warna putih polos dan dihiasi dengan payet-
payet yang menambah kesan mewah dari busana tersebut.
1.2 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pernikahan melayu.


2. Mengetahui bagaimana sejarah busana pengantin Malaysia.
3. Mengetahui apa-apa saja pakaian adat melayu.
4. Mengetahui apa saja tekstil tradisional pakaian adat melayu.
5. Mengetahui bagaimana evolusi baju kurung melayu.

1.3 Manfaat

1. Menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca mengenai isi makalah yang
disajikan.
2. Memenuhi tugas makalah mengenai pembuatan produk kerajinan dengan bahan dasar
tali pada mata kuliah Kerajinan yang diberikan oleh dosen pengampu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pernikahan Melayu

Secara umum, pernikahan adalah penyatuan antara seorang pria dan wanita. Dalam
masyarakat Melayu, perkawinan berkaitan dengan sesuatu yang suci serta melibatkan
pengorbanan. Selain itu suatu perkawinan juga harus mengikuti ajaran agama dan mendapat
restu orang tua (Kasimin, 2002).

Dalam upacara pernikahan Melayu, pengantin perempuan Melayu mengenakan pakaian


indah untuk menyamar sebagai ratu (Ibid). Upacara tersebut merupakan suatu hal yang nyata dan
merupakan tanda ketulusan, kejujuran, dan cinta sejati antara pria dan wanita (Noor Aziah Mohd
Awal, 2015). Kehadiran tetangga, sahabat, dan kerabat dalam upacara pernikahan merupakan
salah satu adat istiadat Melayu setempat. Sebenarnya, upacara pernikahan dipandang sebagai
cara untuk mempererat hubungan antar masyarakat (Mohd Khairuddin Mohd Sallehuddin dan
Mohamad Fauzi Sukimi, 2016).

2.2 Sejarah Busana Pengantin Malaysia

Busana pengantin untuk kalangan bangsawan hampir mirip dengan busana pengantin
pangeran atau putri. Namun, mereka dapat mengubah gaya tertentu sesuai dengan kemampuan
calon pengantin. Misalnya, jika mereka tidak suka memakai Tengkolok Alang ( tengkolok
biasa), mereka boleh memakai Tengkolok Bersering (Destar) dan hal serupa juga dilakukan oleh
masyarakat awam. Pada abad ke-18 , gaun pengantin rakyat jelata di Perak memiliki bentuk yang
serupa, namun perbedaannya hanya pada kualitas kainnya, dan mereka tidak memakai terlalu
banyak perhiasan dibandingkan dengan bangsawan. Perbedaan ini terjadi bukan karena status
atau kedudukan mereka tetapi karena mereka tidak mampu menyediakan pakaian dan perhiasan
yang layak (Ibid). Awalnya, beberapa tanda kebesaran kerajaan diperbanyak oleh para
bangsawan dan dikenakan sebagai pakaian pernikahan. Bermula dari situlah istilah calon
pengantin dikenal dengan sebutan 'Raja Sehari' (Aziz, 2009).

3
2.3 Pakaian Adat Melayu

Pakaian adat melayu awalnya sangat sederhana yaitu berupa sarung yang hanya menutupi
bagian bawah tubuh. Dengan masuknya Islam antara abad ke-13 dan ke-14 (berdasarkan prasasti
yang ditemukan di Terengganu), para wanita mulai menutupi bagian tubuhnya dengan
menggunakan dua atau tiga helai kain panjang untuk menutupi tubuh bagian atas yang disebut
kemban. Kemban adalah sarung yang dililitkan didada dan diselipkan ke bawah lengan untuk
memegang kain. Untuk penutup kepala, wanita Melayu ada yang menggunakan dan ada yang
tidak. Namun, di hadapan anggota nonkeluarga dan laki-laki lain sarung digunakan untuk
menutup kepala, bahu dan sebagian wajah mereka

Pada abad ke-15 setelah masuknya Parameswara (Sultan Pertama), wanita Melayu mulai
menggunakan pakaian bernama Baju Belah (blus panjang longgar dengan bukaan depan) dengan
sarung dan Baju Kurung (tunik seperti garmen) dengan sarung lipit yang serasi di bagian sisinya
disebut ombak mengalun.

4
1. Desain Dasar dan Siluet Baju Kurung
Pada saat proses perancangan desain Baju Kurung, terlebih dahulu memperhatikan prinsip
dan unsur desain. Dalam teori dan praktik seni, tiga komponen dasar suatu produk seni
tergantung subjeknya. Ini merupakan hasil dari penggunaan unsur dan prinsip desain seperti
ritme, pengulangan, harmoni, dan variasi.
Dalam perancangan busana, bentuk suatu busana dapat diidentifikasi dari tujuh dasar siluet.
Baju kurung sebaiknya dirancang dengan sebagai pakain longgar agar menutupi lekukan
tubuh oleh orang lain terutama non muhrim. Oleh karena itu, siluet yang baik digunakan
untuk Baju Kurung adalah siluet tabung.

2. Kategori Pakaian Adat Melayu


Pakaian adat melayu dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu laki-laki dan perempuan.
 Untuk laki-laki terdiri dari satu set kemeja longgar dan celana panjang atau sarung.
Sarung pendek yang disebut samping (kain pinggang) dikenakan di atas celana.

5
 Pakaian adat wanita menggunakan blus panjang baik Baju Kurung maupun Baju Belah
bersama dengan sarung (berbentuk tabung kain). Pada bagian atas kepala juga terdapat
sarung yang digunakan sebagai penutup kepala.

3. Baju Kurung
a. Baju Kurung Teluk Belanga (Wanita)
Baju kurung Teluk Belanga disebut juga dengan Baju Kurung Johor atau secara singkat
Baju Kurung. Baik wanita ataupun pria menggunakan baju kurung. Panjang baju kurung
wanita adalah sampai batas di bawah lutut. Baju dipadukan dengan batik, pelekat atau
sarung katun polos untuk masyarakat awam sedangkan para bangsawan menggunakan
kain mahal seperti batik jawa, songket, kain tenun, brokat dan velvet.

Baju Kurung Teluk


Baju Kurung Teluk Baju Kurung Teluk Belanga dari kain
Belanga tidak bertanggal Belanga 1910an songket

6
Baju Kurung Modern

Baju Kurung Kecil


awal 1900an

b. Baju Cekak Musang Berlengan Pendek (Wanita)


Berbeda dengan baju pria, baju wanita menggunakan dua jenis gusset. Salah
satunya adalah persegi dilipat menjadi seperti segitiga. Yang lainnya adalah kekek
gantung, yang panjang bentuknya persegi panjang (hampir) dan salah satu sisinya
melengkung. Blusnya longgar, badan dan pinggul lebar.
Menurut Raja Alfirafindra M.Hum (2008), pada zaman dulu Kerajaan Melayu Baju
Kurung Cekak Musang terbuat dari beludru dan dikenakan songket diikat dengan gaya
ombak mengalun. Terkadang blus dibuat dari brokat dan dipadukan dengan sarung
songket yang memiliki hiasan emas yang rumit. Dasi dari ombak mengalun bisa berada di
kanan atau kiri badan sesuai kenyamanan pemakai. Jika sarung memiliki panel kepala,
sebaiknya diletakkan di belakang. Lebar bukaan selongsong diukur kira-kira selebar buku
jari.
Siti Zainon (2006, p.183) menyebutkan bahwa Baju Kurung Cekak Musang hanya
digunakan oleh keluarga kerajaan dan wanita istana. Pesank gantung juga digunakan
khususnya bagi wanita istana untuk membedakannya dengan masyarakat awam.

7
Baju Kurung Cekak Baju Kurung Cekak
Musang untuk wanita Musang untuk wanita
tahun 1970an 2006

Baju Kurung Teluk


Belanga wanita

Baju Kurung Cekak


Musang, Pesak
Gantung untuk wanita
2006

8
c. Pakaian Adat Melayu lainnya untuk Wanita
Desain perpaduan antara Baju Belah dan Baju Kurung Cekak Musang. Baju ini
berasal dari Riau, terinspirasi dari Tengku Ampuan Mariam, putri sulung Sultan Sir Abu
Bakar Johor. Baju ini dikatakan eksklusif karena digunakan oleh keluarga kerajaan. Hal
ini menjadikan gaya model baju ini tidak populer dan tidak umum dikalangan komunitas
Melayu.

Baju Riau-Pahang

Ada banyak versi kebaya seperti Kebaya Panjang, Baju Bandung, Baju Kota
Bharu, Nyonya Kebaya, Sulam Kebaya (Kebaya Biku) dan Kebaya Pendek.
Persamaannya adalah semua kebaya ini ketat atau fit body. Garis tepi kebaya pendek
biasanya menyerong ke arah tengah depan.

Kebaya Labuh Baju Kota Bharu


9
Kebaya Sulam Barang Baru Baju Kedah
(Nyonya) dari Penang

d. Baju Kurung Teluk Belanga Pria


Baju Kurung Teluk Belanga untuk pria disebut juga Baju Melayu Teluk Belanga atau
Baju Melayu Johor. Baju Kurung Teluk Belanga untuk wanita. Untuk pria, Baju Kurung
Teluk Belanga dikembangkan dari Baju Kurung Kecil (tunik panjang pendek). Baju
Kurung Kecil atau Baju Pandak atau Baju Sarungnya pendek (setinggi pinggul) dan
ramping. Atasannya dipakai dengan cara diselipkan kepala melalui garis leher. Kemudian
diperpanjang oleh putra Tun Hassan Temenggung Bendahara Seri Maharaja Tun
Mutahir. Dia juga memanjangkan dan memperlebar lengannya (Shellabear, 1984,
hal.166). Dinamakan setelah ibu kota negara bagian Johor, Teluk Belanga di Singapura,
pakaian ini telah dipakai sejak Kerajaan Malaka pada abad ke-15. (Zakiah Hanum, 1988).
Sekarang dikenal dengan sebutan Baju Melayu , atasan longgar terdiri dari sepasang
lengan panjang dan garis leher membulat dengan belahan, mirip dengan Baju Kurung
Teluk Belanga untuk wanita. Atasannya dipadukan dengan celana panjang, kain pinggang
disebut samping dan peci Melayu disebut songkok.

10
Baju Kurung Teluk
Belanga Pria tahun
1930an

e. Baju Kurung Cekak Musang Pria


Pria Melayu mulai mengenakan Baju Kurung Cekak Musang pada tahun1930an
atau tahun 1940-an (Zubaidah Shawal, 1994). Bedanya dengan Baju Melayu Johor
terletak pada nya kerah. Baju ini memiliki kerah standup yang mencakup dua kancing
pada kerah berdiri dan bukaan saku rok di depan. Saku saku dilengkapi dengan tiga tiang
tombol. Terdapat tiga saku, dua di bagian bawah dan satu di dada kiri atas. Kerahnya
adalah seperti tunik panjang (kamis) Arab atau kemeja pria Cina; orang Jawa mantel atau
bahkan jaket atau kurta India.
Sulit untuk membedakan yang mana penduduk asli yang pertama kali menemukan
kalung tersebut. Namun, itu jelas menunjukkan ras yang berbeda tempat yang berbeda
mengadopsi dan mengadaptasi gaya tersebut dengan sukarela sebagai bagian dari kostum
mereka. Saat ini, pria Melayu masih mengenakan pakaian ini ke masjid untuk salat
Jumat, pernikahan dan acara-acara khusus seperti perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.

Baju Kurung Cekak


Musang untuk Pria

f. Pakaian Adat Melayu lainnya untuk Pria


Pakaian tradisional pria Melayu lainnya diperuntukkan bagi para bangsawan dan
bangsawan. Busana tersebut dikenakan untuk keperluan resmi di lingkungan istana.

11
Keluarga kerajaan Kedah memperkenalkan Baju Sikap. Busana ini, yang diyakini berasal
dari Jawa atau Aceh, dikenakan di atas Baju Melayu. Ini adalah jaket pendek, dengan
bukaan depan, tanpa pengikat atau kancing, dan kerah standup. Busana serupa dengan
yang digunakan di Kelantan yang disebut Baju Mengan atau Baju Putera Raja.

Baju Mengan

Baju Sikap

Baju Cina atau Baju


Pesak Sebelah

Baju lain yang mirip dengan Baju Sikap dan Baju Twaka adalah Baju Muskat dan Baju
Kehormatan Barat.

Baju Muskat Baju Kehormatan Barat

12
g. Celana
Ada beberapa jenis celana panjang yang dikenakan masyarakat Melayu sebelum
abad ke-20. Celana diperkenalkan oleh bangsa Persia, Cina dan India, berdasarkan pada
nama yang diberikan pada celana tersebut (Siti Zainon Ismail, 2006 dan Zubaidah
Shawal, 1994). Celana seluar dalam bahasa Melayu. Kata seluar berasal dari salwar
dalam bahasa Hindi, shalawar di Persia dan sirwal di Arab (Siti Zainon Ismail, 2006). Di
Malay classical sastra, Hikayat Hang Tuah, seluar atau celana panjang ditulis sebagai
serual. Awalnya, itu bangsawan dan pasukannya mengenakan celana panjang. Celana
merupakan salah satu pakaian khusus yang digunakan untuk penobatan, pernikahan dan
penghargaan. Pada masa penjajahan Inggris (antara pertengahan 1800-an hingga
pertengahan 1900-an), masyarakat Melayu mulai mengadaptasi celana berpotongan barat
untuk dikenakan Baju Kurung (Melayu). Koordinasinya masih berjalan hingga saat ini.
Seluar Acheh adalah celana panjang ¾ yang terbuat dari bahan tenun yang disebut kain
Aceh. Merupakan kain tenun terkenal asal Sumatera. Celana lebarnya dilipat ke arah
bagian tengah depan dan diamankan di garis pinggang dengan pita. Gaya itu disebut juga
celana gombang (Siti Zainon Ismail, 2006).

Celana Aceh

Jenis celana lain yang ada pada awal tahun 1800-an adalah seluar potong Cina
diperkenalkan oleh orang Tionghoa. Celana berpotongan panjang dan ramping bernama
seluar Pakistan juga dikenal sebagai seluar Kabul atau pantalon (Mohd Said Sulaiman,
1931). Celana pantalon berasal dari celana barat yang dikenakan oleh perwira Inggris.
Pada awalnya, hanya kaum bangsawan saja yang diperbolehkan untuk memakai celana

13
ini tetapi seiring berjalannya waktu, rakyat jelata juga mulai memakainya. Baju, atau
jaket umumnya berwarna putih; dari seluar, atau celana pendek, dengan sarung, rok
pendek, lebar di bagian atas dan bawah, melingkari pinggang, dan setinggi lutut, dan
saputangan berwarna, saputangan, diikatkan di sekeliling kepala.

Celana Cina, Celana


Gunting Cina Celana Cina

Pantalon
Celana Kabul
h. Sarung dan Sampin
Sarung (Melayu, sarung) sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu di Melayu dunia. Ia
terus memainkan peran penting dalam komunitas Melayu. Ini banyak sekali fungsinya
dalam masyarakat Melayu menjadikan sarung sebagai suatu keharusan bagi setiap orang
sejak lahir hingga kematian. Sarung digunakan untuk membungkus bayi (bedung) saat
lahir, sebagai tempat tidur gantung, selimut, baju mandi, dan pakaian kasual pria dan
wanita. Sarung yang digunakan berkualitas baik sebagai hadiah pernikahan dan untuk
menutupi orang mati.

14
Samping, Songket dengan Kelubung Kelubung
Kepala Kain tahun 1940an

Sir Raymond Firh di


Dua pria melayu
Malaysia sekitar tahun
berjaket dan bersarung
1939

4. Etika Berbusana Melayu


Kedekatannya dengan Melayu-Riau, memungkinkan orang Melayu semenanjung Malaysia
meminjam makna simbolis dari gaya berpakaian Melayu. Untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari, dalam adat Melayu dibuat aturan-aturan berpakaian busana melayu
sebagai pedoman bagi masyarakat Melayu.

15
Aturan tersebut meliputi tata cara pemakaian kain dan sarung, penempatannya, cara penataan
rambut seperti yang dikemukakan oleh Tenas Effendy yaitu:
a. Dilarang membuka aurat
b. Dilarang menggunakan busana dengan bahan yang terlalu tipis
c. Dilarang menggunakan busana yang terlalu fit body sehingga memperlihatkan lekuk
tubuh
d. Dilarang menggunakan busana secara berlebihan
e. Dilarang mencuci (tidak memakai pakaian yang melanggar adat dan tradisi)

5. Estetika Berbusana Melayu


Siti Zainon Ismail (2006, p.243) mengemukakan bahwa estetika busana Melayu dihadirkan
dari kualitas bahan, aksesori, dan kesesuaiannya pada bodi. Untuk menjelaskan hal ini, Siti
Zainon Ismail (2006, p.156) mengemukakan dari penelitiannya bahwa kombinasi lima item
dan aksesoris membentuk pakaian Melayu dan dianggap sebagai pakaian lengkap. Faktor
kombinasi item yang diwakili penggunaan, simbol dan estetika. Ibu Zainon Ismail
menyebutkan bahwa satu set lengkap harus memiliki lima item atau lebih untuk gaya dan
memenuhi estetika pakaian melayu. Set lengkap khusus untuk kostum pengadilan dan untuk
dikenakan selama acara khusus dan formal di istana. Adapun kebutuhan pokok orang Melayu
biasa pakaiannya berisi tiga item, yaitu kain, baju dan tengkolok untuk pria dan kain, baju
dan kelubung (umumnya sarung, atasan dan penutup kepala) untuk wanita (Siti Zainon
Ismail, 2006, hal.155).

2.4 Tekstil Tradisional Pakaian Melayu

1) Songket

Teknik songket merupakan tenunan kain pakan ekstra, yaitu menyisipkan benang emas di
sela-sela lungsin. Teknik ini menggali bagian bawah benang lungsin untuk menenun benang
pakan emas (Norwani Mohd. Nawawi, 2002, hal.12-16). Ini adalah tindakan memasukkan
benang tambahan (emas atau perak) di antara tenunan sutra atau benang katun. Songket
merupakan salah satu tekstil tradisional yang dikenal dan dibuat di pesisir timur Semenanjung
Malaya. Tenun songket berkembang pesat pada masa Kesultanan Malaka dengan Malaka
menjadi pusat perdagangan para pedagang India, Cina, dan Arab. Dengan semua bahan-bahan

16
mentah yang dibawa ke Semenanjung serta tekstil-tekstil indah yang dibuat di luar negeri,
masyarakat setempat didorong untuk memproduksi tekstil mereka sendiri.

Popularitas eksklusivitasnya dalam desain dan pembuatannya dikenal di seluruh


Semenanjung hingga Riau di Indonesia. Baju Riau milik Engku Hamidah (Raja Alfirafindra,
dalam Seminar Pemandiran Melayu, 2008) yang diidentifikasi berusia ratusan tahun lalu, terbuat
dari kain songket asal Terengganu. Raja Alfirafindra pun membenarkan hingga saat ini, songket
asal Terengganu masih digunakan untuk pakaian upacara dan tanda kebesaran di Riau. Dalam
Kisah Pelayaran Abdullah (Kassim Ahmad, 1964), Abdullah Abdul Kadir Munsyi (1796-1854)
menulis tentang perjalanannya ke pantai timur Semenanjung dan menggambarkan aktivitas yang
ia temukan.

Siti Zainon Ismail (1990) menguraikan bahwa kain tenun dengan gaya dan pengaruh
yang berbeda memberikan nama yang berbeda seperti kain campa (motif yang terbuat dari
benang katun), kain bugis (sutra halus), kain samarinda (atau bercorak cerah, Kalimantan), ikat
sutera ( tengarun atau aceh rusak). Teknik ikat terinspirasi oleh tekstil India, patola atau cindai
dan kemudian dikembangkan dan diproduksi sebagai kain limar. Produksi songket terkonsentrasi
di sebelah timur Semenanjung Malaya, yaitu Kelantan, Terengganu dan Pahang.

Kain Cindai/ Patola


Sumber: Milik Museum Seni Islam Melaka (2008).

17
Songket Terengganu dengan Latar Belakang Motif Yatch.
Source: Courtesy of Museum Tekstil, Jogjakarta (2009).

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Malaysia telah mengangkat songket sebagai
seni warisan. Hal ini membuat songket mengalami kebangkitan yang luar biasa dengan desain
baru berdasarkan gambar tradisional dan desain modern. Songket tetap merupakan kain tenunan
tangan yang mewah, rumit, dan kaya warna. Sampai saat ini, bahan tradisional keluarga kerajaan
dan bangsawan Melayu. Songket menjadi identitas masyarakat Melayu karena songket erat
kaitannya dengan upacara adat dan hari raya adat dan seremonial masyarakat Melayu. Namun,
tradisi lama yang hanya membolehkan songket untuk kalangan bangsawan sudah berkurang. Saat
ini, selain bangsawan Melayu, rakyat jelata dari semua ras diperbolehkan memakai songket
(Wan Hashim Wan Teh, 1996).
2) Limar
Ikat Limar adalah kain ikat pakan Melayu Istilah ikat berasal dari ungkapan Melayu
mengikat atau melilitkan. Pada prinsipnya, ikat atau resist dan pewarna melibatkan urutan
pengikatan dan pencelupan bagian-bagian benang yang dibundel ke skema warna yang telah
ditentukan sebelum ditenun. Secara teknologi, tenun ini mengacu pada tekstil tahan benang
(Norwani Md. Nawawi, www.thespace between.org, diakses pada 7/7/2008).

Para penenun di Kelantan percaya bahwa limar diperkenalkan oleh bangsa Khmer di
Kamboja saat ini secara tidak langsung melalui perdagangan dengan orang Siam dan secara
langsung melalui asosiasi kerajaan Langkasuka di Malaysia utara. Namun para penenun
Terengganu tidak sependapat dan menyatakan tradisi tersebut berasal dari India melalui
perdagangan dengan kerajaan-kerajaan di Sumatera (Zulkifli Haji Mohamad,
textilsociety.org/abstracts 2002, diakses pada 7/8/2008). Dampaknya masih terlihat hingga saat

18
ini, dimana India menjadi produsen songket Malaysia yang 'murah' (Lambakan Songket India
ancam tenunan Terengganu, 2013 11 Juli, http://www.utusan.com.my/, diakses 15 Juli, 2013).

Dua jenis kain limar berhuruf punca merah


Sumber : koleksi meseum Terengganu (2008)

3) Kain Tenun Pahang


Kain tenun diyakini dibawa masuk oleh orang Bugis dari Makassar pada tahun 1669.
Seorang bangsawan Bugis, Keraing Aji (Tok Tuan), memperkenalkan kain tenun handloom ke
istana dan masyarakat Pekan, Pahang. Sultan Mahmud Almarhum Sultan Ahmad Al Muadzam
Shah dan permaisurinya, Tengku Ampuan Mariam bertanggung jawab dalam pengembangan
kain tenun di Pahang, sehingga mendapat nama Kain Tenun Pahang DiRaja. Sultan Johor, Sultan
Ibrahim, saudara Tengku Ampuan Mariam, menggunakan kain tenun sebagai hadiah kepada
teman-teman diplomatnya. Hal ini memperluas popularitas kain tenun di luar Pahang. Pada tahun
1964 dibuka tempat latihan produksi kain tenun, Pusat Tenun Sutera Pulau Keladi (Ainal
Marhaton, 2008). Pada tahun 2006, Kain Tenun Pahang DiRaja diperkenalkan kembali, dibuat
khusus untuk umum di Malaysia.

19
Kain tenun
Sumber : atas izin kerajinan Malaysia (2008)

4) Kain Bergerus
Untuk mengawetkan bahan agar tahan lama, permukaan kain sering kali diberi perlakuan
dengan lilin lebah atau kanji. Prosesnya disebut bergerus (kalender). Pengaruh dari proses ini
akan menekan motif pada kain dan menghasilkan permukaan yang mengkilat pada kain tenun
dan songket. Ada tiga jenis kalender: gerus mentah, gerus masak dan gerus layang (Muzium
Terengganu, 2008). Gerus mentah adalah kalender tanpa tepung. Ini tidak memerlukan kain
untuk dikanji. Sebagai gantinya, permukaan kain disikat dengan lilin lebah. Kemudian
permukaan kain disikat dengan cangkang bekicot (siput gerus atau cangkang Cowry-Cypria
Tigers) hingga mengkilat.

Seorang pria memperagakan teknik pembuatan kelender disamping rumahnya


Sumber : arsip nasional Malaysia (2007)

20
5) Kain Tahan

Resist dyeing adalah teknik yang menggunakan proses menghalangi warna atau pewarna
agar tidak menembus area tertentu pada kain atau benang untuk pembuatan pola (Solyom dan
Solyom, 1985, hal.58).

a) Batik

Batik berarti 'menggambar lilin'. Ada dua metode produksinya, yaitu batik tulis atau
canting (digambar tangan) dan batik cap (blok). Sebagaimana didefinisikan secara luas oleh para
ulama, kata batik berasal dari bahasa Jawa 'ambatik. Ambatik artinya menggambar atau menulis,
dan tik artinya titik yang terbuat dari lilin (Stokoe, 2000). Meskipun masyarakat Melayu di
Semenanjung Malaya memperoleh pengetahuan tentang batik dari masyarakat Jawa, para ahli
percaya bahwa orang India, Cina, atau Mesir mungkin telah mengilhami batik melalui
pewarnaan benang sejak tahun 2500 SM (Serian Batik, unddate, Perbadanan Kemajuan
Kraftangan Malaysia). Kafka (1959), Belfer (1972), Fraser-Lu (1988) dan Siti Zainon Ismail
(1997) juga melaporkan teknik yang sama mengenai batik. Batik tulis atau canting melibatkan
pembuatan garis besar desain menggunakan alat pena logam yang disebut canting, diisi dengan
lilin panas. Pewarna berwarna kemudian dilukis pada kain. Topi batik melibatkan pengolesan
lilin langsung ke kain menggunakan timah solder atau balok strip tembaga yang diberi motif
bunga.

Batik telupuk
Sumber : koleksi museum Terengganu (2008)

21
Batik Pagi Sore merupakan salah satu jenis batik yang berasal dari Pulau Jawa. Ini sangat
populer di kalangan orang Melayu di Semenanjung Malaysia pada tahun 1940an 1960an. Ide
pembuatan batik pagi sore adalah untuk penggunaan siang dan malam hari. Ini dimulai setelah
Perang Dunia Kedua. Kain sulit didapat, oleh karena itu, para perajin batik Tanah Air mendesain
kain batik ini agar bisa dipakai siang dan malam dengan menukar bagian muka dan lipatannya.
Desainnya dibedakan dengan garis miring hampir setengah lebar kain.

Batik Jawa, Pagi Sore, Tahun 1950


Sumber : Kumpulan Hajah Ainan Haji Jantan, Bandar Baru Bangi
Foto : Asliza, 2009

b) Kain Pelangi

Kain pelangi merupakan tekstil Melayu yang diperoleh dari teknik ikat dan celup. Teknik
pelapisan pewarna menghasilkan efek warna-warni pada kain, yang dianggap melambangkan
pelangi (pelangi). Di India, teknik serupa digunakan untuk memproduksi kain ini, yang disebut
bandhana (Siti Zainon Ismail, 2006). Orang Jawa menamakannya jemputan atau menolak. Kain
diikat erat menggunakan tali atau cording berbentuk bola-bola kecil. Kemudian kain dicelupkan
ke dalam pewarna untuk menghasilkan efek garis goyang. Bahan ini biasa digunakan sebagai
bahan dasar penutup kepala dan juga banyak ditemukan sebagai sarung. Karena prosesnya yang
rumit, kain pelangi dikhususkan untuk para bangsawan.

22
Kain Pelangi, Sarong.
Sumber : koleksi museum kota kayang, perlis (2008)

Kain Pelangi, Sarong.


Milik museum Terengganu (2008)

6) Kain Bordir
Dalam tekstil Melayu, sulaman adalah seni kuno dan dipraktikkan oleh perempuan
setempat selama lebih dari empat ratus tahun. Jika kain tidak disulam, sering kali debu emas
digunakan pada motif yang digambar sebagai garis luar. Kelingkan, tekat dan mesin bordir
adalah tiga teknik dekoratif utama tekstil Melayu. Sulaman kelingkan adalah salah satu jenis
teknik menyulam yang menggunakan pita logam berwarna emas atau perak. Ini pertama kali
tercatat pada tahun 1840 dalam budaya Sarawak (Kuching Talk, 2008, Vol.8, p.16). Teknik
menenun jahitan halus tekat adalah seni menyulam benang emas pada bahan dasar seperti
beludru. Ini adalah seni tradisional Melayu yang dipraktikkan dan diturunkan dari generasi ke
generasi di Semenanjung Malaysia.

23
a) Gulung
Kelingkan merupakan salah satu jenis sulaman yang diproduksi pada abad ke-19.
Menggunakan jarum tipe datar dan pita emas atau perak. Nama lain yang digunakan adalah
keringkam. Diyakini bahwa para pelancong Turki yang datang ke Semenanjung Malaya melalui
Aceh dan Perak memperkenalkan teknik bordir tersebut. Kelingkan pada jilbab dikenal juga
dengan sebutan kain mantul (Raja Alfindra, Seminar Pemandiran Budaya, 2008).
Konon seorang perempuan muda yang tidak bisa menenun, memakai sarung atau baju
tambal tidak layak untuk dinikahi. Hal ini menunjukkan bahwa di seluruh lapisan masyarakat,
menjaga pakaian yang baik merupakan salah satu prioritas dalam memilih seorang perempuan
sebagai istri. Tercatat Permaisuri Kerajaan Selangor, Tengku Ampuan Jemaah (1911-1973)
membuat seni menjahit ini sebagai hobinya dan memproduksi selendang (selendang) serta
pakaian yang masih disimpan hingga saat ini saat ini (Perbadanan Kemajuan Kraftangan
Malaysia, 2008). Dalam surat perwakilan Sultan Johor kepada Pahang Bendahara, ia
mencantumkan hadiah seperti minyak gelida, tenun Pahang dan kelingkan sebagai simbol
kepercayaan (Tenun Pahang, 2006, p.70).

Kain bordir kelingkan, syal.


Sumber : koleksi museum alam melayu, kuala lumpur (2007)

24
Seorang Wanita Memperagakan Sulaman Kelingkan di Tandu Sulamannya di Kraftangan, Kuala
Lumpur.
Foto oleh Asliza Aris (2008)

b) Tekat
Tekat adalah seni menyulam benang emas pada bahan dasar, umumnya beludru. Ini
adalah tradisi yang sudah lama dipraktikkan di kalangan komunitas Melayu di Semenanjung
Malaysia. Tekat juga dikenal sebagai sulaman benang emas atau sulaman benang emas. Siti
Zainon Ismail (2006) menyebutkan dalam bukunya Pakaian Cara Melayu, keberadaan tekat
terlihat pada awal abad ke-15 di Kerajaan Melayu. Pada masa Kerajaan Malaka, Kaisar
Tiongkok menggunakan tekat dalam pemberian hiasannya kepada Sultan Malaka. Diperkirakan
India dan Arab juga memainkan peran mereka dalam mempromosikan seni tersebut kepada
komunitas Melayu. Benang emasnya diimpor dari India, sedangkan Cina membantu
meningkatkan keterampilannya (Perbadanan Kemajuan Kraftangan Malaysia, 2008).
Motif tekat menggunakan motif tradisional yang terinspirasi dari flora dan fauna.
Beberapa motif diulang dari motif yang digunakan pada tekstil dan kerajinan tangan Melayu
lainnya. Motif yang umum adalah seperti bunga cengkih (bunga cengkeh) atau bunga pecah
empat (bintang berujung empat), bunga lawang (bunga lawang atau Illicium verum), bunga asam
batu (Begonia), bunga tongkeng (telosma cordata), bunga cempaka (keluarga Allamanda).
Araceaae) dan bunga atau buah delima (buah delima). Motif lainnya adalah daun pucuk paku
(daun pakis), daun keladi (daun ubi), buah padi (butir padi), susun pucuk rebung (motif rebung).
Motif modern yang digunakan seperti bunga krisan, kembang sepatu, anggrek dan bunga
matahari. Berbeda dengan tekat Melayu, tekat yang dibuat oleh orang Tionghoa dan Peranakan

25
Cina berfokus pada motif yang membawa keberuntungan dan kemakmuran seperti naga, ular,
singa, dan burung (Wan Hashim Wan Teh, 1996).

Karya Tekat Pada Bagian Muka Sandal Beludru (1980-An)


Sumber : Puan Mastura Haji Mohd, Jarit, Sg. Siput, Perak (2009)

Seorang Wanita Memperagakan Sulaman Tekat, Kraftangan Kuala Lumpur.


Foto oleh Asliza Aris (2008)

2.5 Evolusi Baju Kurung

1) Baju Kurung 1900-1957 (Sebelum Kemerdekaan)

Perkembangan awal Baju Kurung dimulai pada abad ke-15 ketika Temenggung Hassan
memanjangkan baju kurung kecil dari pinggul atas hingga ke bawah pinggul. Ia juga melebarkan

26
dan memanjangkan lengan hingga mencapai pergelangan tangan (Brown, 1970). Kemudian pada
abad ke-19, Sultan Johor, Sultan Abu Bakar merinci karakter Baju Kurung dan menamainya
Baju Kurung Teluk Belanga untuk membedakannya dari pakaian Melayu lainnya dan
menjadikannya istimewa bagi masyarakat Melayu di Johor (Mohd. Said Sulaiman, 1931). Baju
Kurung yang hadir dalam dua bentuk, yaitu Baju Kurung Teluk Belanga dan Baju Kurung Cekak
Musang

Pada tahun 1940-an hingga 1950-an, panjang Baju Kurung tetap antara panjang lutut dan
betis. Setelah Perang Dunia Kedua pada tahun 1945, Inggris kembali memerintah Tanah Melayu.
Pengaruh melihat perempuan barat dan ikon TV dalam balutan gaun dan blus modern khususnya
di majalah fesyen tahun 1950-an seperti Muda-Mudi dan Fashion mungkin menjadi pemicu
minat perempuan Melayu untuk mengubah gaya dan Baju Kurung. Baju Kurung diperpendek
hingga tepat di bawah lutut dan kemudian dinaikkan hingga satu inci di atas lutut. Pada akhir
tahun 1950-an, perempuan mulai mengenakan syal panjang dengan Baju Kurung sebagai
pengganti kelubung atau kain dagang luar

2) Baju Kurung 1958-1979 (Awal Kemerdekaan)

Pada tahun 1960-an, kain modis seperti renda, voile, katun, sutra, dan kain sintetis
digunakan. Poliester dan georgette adalah favorit. Banyak baju kurung koleksi tahun 1960-an
menggunakan bahan 27olyester satin dari Jepang dan Tiongkok. „Shamuse satin‟ juga dikenal
sebagai kain berlian atau diterjemahkan secara longgar sebagai „kain berlian‟ (Hajah Saleha Haji
Hamzah, Hulu Langat, 5 Maret 2010) karena permukaannya yang berkilau).

Penemuan modern seperti mesin jahit membawa keajaiban pada teknik menjahit. Ini
menghemat waktu dan menyederhanakan pengikatan sarung pada pakaian Melayu dengan
menggunakan ritsleting dan ikat pinggang. Sarung wanita menjadi rok. Banyak wanita yang
memilih mengenakan sarung ikat ombak mengalun dengan Baju Kurung namun mereka juga
menggunakan rok lipit bagian depan. Ketika resleting dimasukkan sebagai penutup, ombak
mengalun menjadi rok lipit samping dengan bukaan resleting di salah satu sisi badannya.

27
Azah Aziz (Pakaian Melayu, n.d), menentang gagasan ritsleting dan ikat pinggang,
dengan mengatakan bahwa sarung hanya diperuntukkan bagi Baju Kurung Teluk Belanga dan
Baju Kurung Cekak Musang. Ia menambahkan, tidak lengkap memakai set tersebut tanpa
mengikat sarung ala ombak mengalun. Namun banyak juga yang berpendapat bahwa kita tidak
boleh menolak teknologi dan penggunaan alat-alat inovatif seperti mesin jahit, ikat pinggang,
dan resleting selama bentuk dan bentuk pakaian tetap terjaga.
Praktisnya, banyak faktor yang membawa perubahan bentuk Baju Kurung di tahun
1970an. Karena panjangnya yang bervariasi, bentuk Baju Kurung pun kemudian berbentuk blus
semi-fitted. Panjang baju bisa mencapai pertengahan antara lutut hingga pinggul dan sedikit
mendekati pinggul bagian atas pada tahun 1980an. Menurut Azah Aziz (Pakaian Melayu, n.d),
perubahan Baju Kurung dan disiplin seni tradisional lainnya seperti 28olye, lagu, dan adat
istiadat terjadi karena „kebudayaan instan. Dia mengklaim perubahan itu dilakukan untuk
menyenangkan pengunjung asing. Perubahan pada tahun 1970an menunjukkan keterlibatan
Budaya Pop, yang populer di barat.

3) Baju Kurung 1980-1999 (Malaysia Modern)


Antara tahun 1970an dan 1980an, konsumen menyaksikan beberapa perubahan pada
pakaian Melayu. Struktur Baju Kurung dibuat dengan pola blok barat. Badan garmen tidak lagi
menggunakan kekek dan pesak (gusset dan side panel). Bentuknya pun sedikit berbeda dengan
pakaian adat. Panjang pakaian diperpendek dan korset dibentuk sesuai lekuk tubuh.
Pada tahun 1980-an, terjadi perubahan pakaian ala Melayu atau sering disebut Baju
Kurung Moden mengikuti fesyen dan detail barat. Blus Lady Diana diadaptasi menjadi banyak
blus bergaya Melayu. Gayanya dikoordinasikan dengan konstruksi bahu lebar, bahu empuk,
bentuk garis leher perahu, garis leher berbentuk hati, dan kerah ruffle tinggi Konstruksi bahu
yang lebar dilengkapi dengan bantalan bahu yang tebal dan lebar untuk memberikan lebar ekstra
pada bahu. Meski sempat menjadi tren di tahun 80an, namun banyak perempuan Melayu yang
masih mengenakan bantalan bahu di Baju Kurung dan kostum Melayu lainnya hingga saat ini.
Baju Kurung sempat kurang populer pada tahun 1970an hingga 1980an. Selama tahun-
tahun tersebut konsentrasinya adalah memulihkan 28olyeste batik. Malaysia Handicraft and
Development Corporation mempromosikan pakaian modis seperti blus modern dan kebaya ketat
menggunakan kain batik untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Kira-kira sekitar tahun

28
1970-an pula songket diperkenalkan ke pasar massal (Raja Fuziah Raja Tun Uda, Ulu Klang, 31
Desember 2009). Pada tahun 1980an, panjang Baju Kurung menjadi sangat pendek sehingga
dinamakan „Mini Kurung‟. Pakaian khusus ini dipotong dan dibuat dengan pola barat dan
dibentuk agak rapat agar pas dengan badan. Pada tahun 1980an pun, kain batik sudah umum
digunakan untuk Baju Kurung. Kain cetak yang meniru batik juga digunakan secara luas untuk
mempromosikan batik untuk produksi massal .
Sekitar tahun 1980an, Baju Kurung pria khususnya Baju Kurung Cekak Musang
berangsur-angsur berubah menjadi warna-warna cerah. Pada tahun 1990an, panjang Baju
Kurung turun kembali menjadi selutut. Tema fesyennya „klasik‟. Saat ini kain batik sutra mulai
populer dan dianggap eksklusif. Kain batik yang lebih murah dibuat dari bahan satin 29olyester
dari Tiongkok dan kain batik dengan kualitas lebih baik dibuat dari bahan sutra krep, satin, atau
jacquard. Pada tahun 1990-an, fesyen Malaysia menunjukkan perpaduan gaya.
Pada pertengahan tahun 1990an, banyak variasi Baju Kurung yang diproduksi. Beberapa
barang yang digunakan untuk koordinasi garmen seperti selendang (syal panjang) untuk
perempuan dan samping (kain pinggang) untuk laki-laki sudah tidak digunakan lagi. Laki-laki
hanya menggunakan samping untuk acara formal dan pada saat kegiatan keagamaan dan adat.
Menjelang tahun 1999, perubahan lebih banyak dilakukan pada Baju Kurung. Baju Kurung
dibuat dengan hiasan dekoratif tebal dan bahan modern lainnya seperti jersey dan lycra. Fesyen
tahun 2010 menunjukkan Baju Kurung Teluk Belanga dengan pesak gantung atau Baju Kurung
Riau sedang bergaya. Baju Kurung khusus ini memiliki kekek (gusset) berbentuk memanjang
yang membuat pemakainya tampak lebih langsing.

4) Baju Kurung 2000-2010 (Millennium Tahun)


Baju Kurung Teluk Belanga pada tahun 2000 hingga 2010 menunjukkan beberapa desain
kembali ke potongan dan bentuk tradisional dengan sulaman manik-manik yang mewah dan
pekerjaan bordir mesin. Perubahan pada Baju Melayu modern meniru karakter Baju Kurung
terutama yang berbentuk garis leher. Pakaiannya dipercantik dengan lengan variasi, sulaman
tebal di sekitar garis leher dan keliman, dan serasi rok A-line. Terkadang blus panjang dipadukan
dengan rok yang sedikit melebar. Rok menggantikan penggunaan sarung. Hasilnya adalah
pakaian mirip Melayu dengan western konstruksi pola. Panjang blusnya masih naik turun dari
panjang pinggul hingga panjang lutut.

29
Manipulasi Baju Kurung menjadi lebih jelas pada tahun 2005 ketika para desainer
menciptakan kembali citra Baju Kurung dengan tampilan glamor. Payet dan manik-manik
digunakan untuk menghiasi garis leher, ujung lengan dan kelimannya sangat mewah sehingga
terkadang melebihi keseluruhan pakaian. Beberapa Baju Kurung dihiasi dengan keliman zigzag,
koral dan keliman selada atau kerang dengan bordir mesin. Dahulu, pada tahun 50an dan 60an
ketika ada Baju Kurung terbuat dari kain voile, pemakainya akan mengenakan baju dengan
kamisol katun yang disebut anak baju or baju kutang. Saat ini koordinasinya berubah dari baju
kutang menjadi tabung, tank top dan korset . Pakaian laki-laki Melayu pun mengalami perubahan
untuk memenuhi kesetaraan fesyen dengan pakaian Melayu perempuan. Hal ini juga
membangkitkan minat para pria modis (terutama di perkotaan) untuk mengenakan Baju Melayu
terutama pada saat salat Jumat dan hari raya Melayu.
Antara tahun 2005 dan 2010, terdapat lebih banyak pakaian modern yang terinspirasi dari
potongan Baju Kurung di pasar dibandingkan dengan potongan Baju Kurung tradisional. Desain
baru menunjukkan variasi lengan seperti lengan kembung dengan manset, lengan melebar,
lengan berkumpul, dan lengan uskup. Korset dipotong menggunakan pola korset barat dan
sedikit dibentuk sesuai badan. Garis lehernya meniru garis leher Baju Kurung biasa dengan
sulaman mewah di sekitar leher dan belahan. Dengan sulaman yang mengarah ke garis pinggang,
tampak seolah-olah celahnya dipotong lebih panjang dari sebelumnya. Meskipun variasi tersebut
menciptakan tampilan segar pada pakaian busana Melayu, pola dan potongan pakaian tradisional
telah berubah. Oleh karena itu, idealnya mereka tidak diberi nama Baju Kurung tetapi lebih tepat
disebut Baju Melayu Moden.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pernikahan menjadi momen sacral dan penting bagi masyarakat Melayu. Busana
pengantin Melayu juga menjadi hal yang sama penting ketika melangsugkan pernikahan.
Dari masa ke masa, busana pengantin Melayu mengalami perubahan dan juga
perkembangan. Busana pengantin yang dikenakan menjadi ciri khas tersendiri masyarakat
Melayu dari berbagai asal negara maupun daerah. Begitu juga dengan negara Malaysia yang
memiliki berbagai macam jenis busana pengantin yaitu Baju Kurung Teluk Belanga, Baju
Kurung Cekak Musang, Baju Belah, Baju Kota Bharu, Kebaya Labuh. Selain itu juga
terdapat Sarung atau Sampin, Celana untuk Pria dan berbagai macam lainnya.

3.2 Saran

Dalam membuat busana pengantin Malaysia terlebih dahulu memahami budaya, bentuk
pakaian, keunikan serta konsep yang matang di dalam prosesnya. Pemahaman ini diharapkan
agar dapat tercipta sebuah busana pengantin yang memiliki kriteria dan kualitas baik. Hal ini
juga diharapkan agar tidak terjadi penyimpangan atau kesalahpahaman dalam pembuatan
busana pengantin Malaysia.

31
DAFTAR PUSTAKA

Asliza BT Aris, 2014. The Evolution and Transformation of Baju Kurung in The Peninsular of
Malaysia. Malaysia.

Nasa‟I Zainuddin, dkk, 2017. The Evolution of Malay Bride’s Traditional Wedding Attire in
Peninsular Malaysia. Environment-Behaviour Proceedings Journal; Malaysia.

32

Anda mungkin juga menyukai