MATERI INTI 1
DIREKTORAT JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA
2020
1
TIM PENYUSUN
Pelindung:
Pengarah:
Anggota:
2
19. Triana, SKM
20. Windy Oktavina SKM M kes
21. Dr Galuh
22. Suhardini SKM MKM
23. Dr Zulrasdi M Kes
24. Dr Budi Setiawan
25. Ns Murni Ners
26. Novia Rahmawati Bio Med
27. Roni Chandra S Biomed
28. Surjana SKM M Kes
29. Dangan Prasetya SIP
3
DAFTAR SINGKATAN
ANC = Ante Natal Care
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
BTA = Basil Tahan Asam
CNR = Case Notification Rate
DM = Diabetes Mellitus
DOTS = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
DPM = Dokter Praktek Mandiri
DST = Drugs Sensivity Test
DTPK = Daerah Tertinggal Perbatasan Kepulauan
FDC = Fixed Dose Combination
FKRTL = Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
FKTP = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKTP-RM = Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis.
FKTP-S = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Satelit
FNAB = Fine Neddle Aspirate Biopsy
HIV = Human Immunodeficiency Virus
ISTC = International Standards For Tuberculosis Care
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
KIA = Kesehatan Ibu Anak
KM = Komunikasi Motivasi
KTIP = Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas
LPA = Line Probe Assay
MDR = Multi Drug Resistance
MTBCS = Manajemen Terpadu Balita Sakit
MTDS = Manajemen Terpadu Dewasa Sakit
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
ODHA = Orang dengan HIV AIDS
PAL = Practical Approach to Lung Health
PAS = Para Amino Salisilic Acid
PNPK = Pedoman Nasional Praktek Kedokteran Tatalaksana
PPI = Pencegahan Pengendalian Infeksi
PPM = Public Private Mix
PWS = Pemantauan Wilayah Setempat
QA = Quality Assurance
RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RR = Resistan Rimfapisin
RS = Rumah Sakit
RT = Rumah Tangga
SPTN = Survei Prevalensi Tuberkulosis Nasional
TBC = Tuberkulosis
TCM = Tes Cepat Molekuler
Total DR = Totally Drug Resistance
UKBM = Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
WHO = World Health Organization
XDR = eXtensive Drug Resistance
ZN = Ziehln Neelson
4
I. DESKRIPSI SINGKAT
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
tuberkulosis (TBC) yang dikenal dengan nama M. tuberculosis. Sebagian besar
kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Penularan terutama sekali secara aerogen. Pasien TBC paru menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Sumber penularan
adalah pasien TBC paru BTA postif yang saat batuk, bersin atau berbicara
mengeluarkan droplet (percikan dahak) yang mengandung kuman M.
tuberculosis.
Pencegahan utama agar seseorang tidak terpapar dengan M. tuberculosis
adalah dengan menemukan Pasien TBC secara dini serta mengobati dengan
tuntas, sehingga bahaya penularan tidak ada lagi.
Penemuan Pasien TBC paru adalah dengan cara menemukan pasien yang
mempunyai gejala mengarah ke TBC yaitu batuk lama, 2 minggu atau lebih,
berdahak, dapat disertai darah, panas badan, nyeri dada dan gejala penyakit
paru lainnya. Diagnosis Pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis adalah dengan
pemeriksaan mikroskopis, biakan dan Test Cepat Molekuler (TCM). Pemeriksaan
mikroskopik dengan pengecatan Ziehl Neelsen (ZN).
Jika konfirmasi bakteriologis tidak diperoleh, maka diagnosis TBC ditegakkan
secara klinis mengacu pada hasil pemeriksaan penunjang yang sesuai.
Modul penemuan Pasien TBC akan membahas tentang strategi penemuan,
diagnosis TBC Paru pada orang dewasa, diagnosis TBC anak, diagnosis TBC
Resistan OAT, diagnosis TBC Ekstraparu, diagnosis TBC dengan Komorbid, dan
definisi kasus TBC serta klasifikasi pasien TBC.
IV. METODE
A. Ceramah dan Tanya Jawab.
B. Curah Pendapat.
C. Studi kasus
6
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
A. Bahan Tayang
B. Panduan Studi Kasus
C. Modul
D. Laptop,
E. LCD,
F. Pointer
G. Papan flipchart
H. Kertas flipchart
I. Spidol
J. Alat-alat Lab (pot dahak, slide, lampu spritus)
7
1. Pelatih/Fasilitator membagi menjadi 5 kelompok diskusi
2. Pelatih/Fasilitator membagi lembar studi kasus sesuai dengan materi
pembelajaran yang telah disampaikan dan menyampaikan petunjuk studi
kasus.
3. Pelatih/Fasilitator menugaskan peserta untuk mengerjakan studi kasus.
4. Pelatih/Fasilitator meminta peserta untuk presentasi hasil diskusi kelompok.
5. Pelatih/Fasilitator meminta peserta untuk mengemukakan pendapat dan
mengajukan pertanyaan terhadap presentasi kelompok lain.
6. Pelatih/Fasilitator menyampaikan klarifikasinya.
Langkah 5: Rangkuman
1. Pelatih/Fasilitator melakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan
sesuai pokok bahasan
2. Kemudian Pelatih/Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta
tentang materi Penemuan Pasien TBC, merangkum hasil pembahasan, dan
memberikan penekanan pada hal-hal yang penting.
3. Pelatih/Fasilitator membuat kesimpulan materi pembelajaran.
8
VII. URAIAN MATERI
– WHO tahun 2020, ditingkat global diperkirakan 1,3 juta orang meninggal
akibat TBC
– Dampak yang paling jelas dari COVID-19 adalah penurunan global yang
besar dalam jumlah orang yang baru didiagnosis dengan TBC dan
dilaporkan. Ini turun dari 7,1 juta pada tahun 2019 menjadi 5,8 juta pada
tahun 2020, dari sekitar 10 juta orang yang terkena TBC pada tahun
2020
– Delapan negara dengan kasus TBC terbanyak di dunia dan
menyumbang dua pertiga dari seluruh kasus global adalah India, China,
Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan
– Situasi TBC di Indonesia menurut data dari Kementrian Kesehatan RI
pada 2020 terdapat 845.000 orang estimasi kasus TBC dengan jumlah
orang yang terkonfirmasi kasus TBC sebanyak 362.418 orang
I. Strategi penemuan terduga TBC.
Strategi penemuan pasien TBC dapat dilakukan secara pasif, intensif, aktif,
dan masif. Upaya penemuan pasien TBC harus didukung dengan kegiatan
promosi yang aktif, sehingga semua terduga TBC dapat ditemukan,
terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan sedini mungkin
1. Penemuan pasien TBC secara pasif-intensif
Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan
memperkuat jejaring layanan TBC melalui Public-Private Mix (PPM) dan
memperkuat kolaborasi layanan.
Jejaring layanan
Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan PPM. Penemuan pasien
TBC di fasyankes dilakukan melalui penguatan jejaring layanan antar
fasyankes yang memberikan layanan diagnosis TBC, untuk
menghindari terjadinya miss-opportunity yang disebabkan
keterbatasan sarana diagnosis yang dimiliki oleh fasyankes yang
kontak pertama dengan pasien TBC. Dalam kegiatan ini fasyankes
yang tidak memiliki alat TCM akan merujuk pemeriksaan ke
fasyankes yang memiliki alat TCM.
Kolaborasi layanan
Berupa integrasi dan kolaborasi kegiatan penemuan pasien TBC di
dalam fasyankes, misalnya dimulai dari registrasi, poliklinik umum,
unit layanan HIV, DM (Diabetes Mellitus), Gizi, Lansia, klinik berhenti
merokok, klinik KIA, MTBCS dan ANC. Secara manajemen layanan,
penemuan pasien TBC juga harus diintegrasikan kedalam strategi
atau sistem manajemen kesehatan yang diterapkan di fasyankes
9
misalnya: Pendekatan Praktis Kesehatan Paru/ PPKP (PAL =
Practical Approach to Lung health), Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBCS), Manajemen Terpadu Dewasa Sakit (MTDS).
Penjaringan terduga TBC di faskes dapat juga dilakukan dengan
pendekatan Temukan Pisahkan dan Obati (TemPO) yaitu melalui
penapisan batuk oleh petugas yang meregistrasi pasien atau perawat
yang memberi layanan pada pasien. Upaya penemuan pasien TBC
harus didukung dengan kegiatan promosi yang aktif, sehingga semua
terduga TBC dapat ditemukan secara dini.
10
kontak erat. IK juga dilaksanakan pada semua pasien TBC anak, dengan
tujuan mencari kasus lain yang merupakan sumber penularan.
Pelaksanaan kegiatan IK dilakukan terhadap minimal 20 orang yang
kontak dengan pasien TBC (kasus indeks/sumber infeksi penularan) dan
harus dicatat serta dilaporkan baik dalam kartu pengobatan pasien TBC
yang merupakan kasus indeks (TBC.01) maupun formulir pemeriksaan
kontak (TBC.16K).
11
Bagan Alur Investigasi Kontak (IK)
*Merujuk pada alur Investigasi Kontak di Juknis
Mendapatkan data Kasus Indeks dari Petugas di Puskesmas ( baik kasus dewasa
maupun kasus anak <5 th)
Pembuatan Jadwal
Rujuk ke Fasyankes
Tidak Batuk Tidak Batuk tetapi Batuk
ada faktor risiko
dan gejala lain Skrining gejala TBC
Edukasi TBC
oleh Petugas Kesehatan
Dilakukan
skrining ulang Rujuk ke
Ada Gejala Tidak ada Gejala
setelah 6 Fasyankes
bulan
Diagnosis TPT
sesuai standar
Keterangan:
: Dilakukan oleh Kader
: Dilakukan oleh Petugas Kesehatan
12
Prinsip, tujuan dan langkah IK pada kasus indeks TBC RO adalah sama dengan IK
pada kasus indeks TBC SO. Beberapa catatan perbedaannya adalah:
1. Kasus indeks adalah pasien TBC RO
2. Anak yang berkontak dengan pasien TBC RO dirujuk ke spesialis anak rujukan
RO untuk pemeriksaan lebih lanjut, sebagai berikut:
a. Jika kontak bergejala, langkah awal adalah pemeriksaan sputum atau
spesimen lain menggunakan TCM.
b. Pengobatan TBC sesuai hasil pemeriksaan uji kepekaan obat anak atau hasil
uji kepekaan obat kasus indeks.
c. Jika anak terbukti tidak sakit TBC tindakan selanjutnya ditentukan oleh dokter
spesialis anak/TAK, bisa berupa observasi atau pemberian pengobatan
pencegahan.
d. Pengobatan encegahan untuk anak idealnya berdasarkan resistensi OAT
kasus indeks. Paduan yang dapat diberikan adalah Levoflocaxin dan
Ethambutol selama 6-9 bulan.
e. Anak yang bergejala baik yang mendapatkan maupun yang tidak
mendapatka pengobatan pencegahan harus diobservasi setiap bulan selama
2 tahun.
Pendataan
13
Menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) jika ada anggota
keluarga menderita penyakit TBC untuk meminum obat secara
teratur dan sampai tuntas
B. Definisi kasus
Pasien dibedakan berdasarkan klasifikasi penyakitnya yang bertujuan untuk:
a) Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat
14
b) Penetapan paduan pengobatan yang tepat
c) Standarisasi proses pengumpulan data untuk penanggulangan TBC
15
2) Klasifikasi Pasien TBC
Pasien TBC dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TBC
tanpaada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TBC
ditetapkan.
17
Catatan: setelah diperoleh hasil tes HIV positif, maka pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes
HIV terakhir
Skrining Gejala:
Identifikasi terduga TBC dilakukan berdasarkan keluhan gejala dan tanda
TBC yang disampaikan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala
dan tanda TBC yang meliputi:
Gejala utama: batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan
gejala TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu
selama 2 minggu atau lebih.
Gejala tambahan: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas
dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada
malam hari walaupun tanpa kegiatan, demam meriang yang berulang
lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TBC, seperti bronkiektasis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan lain-
lain.
Mengingat estimasi insidens TBC di Indonesia saat ini masih tinggi maka
setiap orang yang datang ke Faskes dengan gejala tersebut diatas
dianggap sebagai terduga pasien TBC dan perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologis. Selain identifikasi pada orang dengan gejala tersebut, perlu
dipertimbangkan pula pemeriksaan pada orang dengan faktor risiko TBC,
seperti: kontak erat dengan pasien TBC, tinggal di daerah padat
penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang
18
bekerja dengan
bahan kimia yang berisiko menimbulkan paparan infeksi paru.
Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium TBC untuk
pasien yang memiliki faktor risiko dan memiliki gejala tambahan meskipun
tanpa batuk berdahak >2 minggu.
Skrining Radiologis:
Identifikasi terduga TBC juga bisa diperoleh dari hasil evaluasi
pemeriksaan foto toraks. Semua kelainan yang tidak diketahui
penyebabnya yang mendukung ke arah TBC harus di evaluasi TBC.
Skrining radiologis dapat dilakukan terhadap foto toraks yang diperoleh
dari proses penegakan diagnosis TBC maupun pada proses penegakan
diagnosis penyakit yang lain, juga bisa dilakukan pada hasil foto toraks
pada pemeriksaan kesehatan rutin umum (general check-up) dan
pemeriksaan kesehatan khusus. Pasien yang teridentifikasi sebagai
terduga TBC baik dari skrining gejala maupun skrining radiologis harus di
evaluasi untuk menegakkan diagnosis TBC.
Gejala sistemik/umum:
1) Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan
upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
2) Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang
jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-
lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TBC pada anak apabila tidak disertai
dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
3) Batul lama (≥2 minggu), batuk bersifat non-remitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain
batuk telah dapat disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan
pemberian antibiotika/obat asma (sesuai indikasi)
4) Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
19
Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah diberikan terapi
yang adekuat. (misalnya antibiotika atau anti malaria untuk
demam, antibiotika atau obat asma untuk batuk lama, dan
pemberian nutrisi yang adekuat untuk masalah berat badan).
d. Tuberkulosis mata
1) Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis)
2) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
20
b. Identifikasi Terduga TBC Resistan OAT (TBC-RO)
Terduga TBC-RO adalah pasien yang memiliki risiko tinggi resistan
terhadap OAT, yaitu pasien yang mempunyai gejala TBC yang
memiliki riwayat satu atau lebih di bawah ini:
1) Pasien TBC gagal pengobatan Kategori 2.
2) Pasien TBC pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3) Pasien TBC yang mempunyai riwayat pengobatan TBC yang tidak
standar serta menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua
paling sedikit selama 1 bulan.
4) Pasien TBC gagal pengobatan kategori 1.
5) Pasien TBC pengobatan kategori 1 yang tidak konversi
6) Pasien TBC kasus kambuh (relaps), dengan pengobatan OAT
kategori 1 dan kategori 2.
7) Pasien TBC yang kembali setelah loss to follow-up (lalai
berobat/default).
8) Terduga TBC yang mempunyai riwayat kontak erat dengan
pasien TBC- RO
9) Pasien ko-infeksi TBC-HIV yang tidak respons secara
bakteriologis maupun klinis terhadap pemberian OAT, (bila pada
penegakan diagnosis awal tidak menggunakan TCM TBC).
21
c. Identifikasi Terduga TBC Ekstraparu
Seseorang yang menderita TBC ekstra paru mungkin mempunyai
keluhan/gejala terkait dengan organ yang terkena, misalnya:
1) Pembesaran pada getah bening yang kadang juga mengeluarkan
nanah
2) Nyeri dan pembengkakan sendi yang terkena TBC
3) Sakit kepala, demam, kaku kuduk dan gangguan kesadaran
apabila selaput otak atau otak terkena TBC.
Catatan: Pasien TBC ekstra paru dapat juga menderita TBC paru,
sehingga tetap perlu dilakukan evaluasi TBC paru.
Catatan:
23
Alur layanan TBC-HIV di Layanan HIV
Catatan:
Semua Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) wajib diberikan ARV.
Semua ODHA dikaji status TBC pada setiap kunjungan.
Jika ditemukan ODHA terduga TBC, lakukan pemeriksaan TBC
dengan alat Tes Cepat Molekular (TCM).
Jika ODHA tidak sakit TBC, segera berikan terapi pencegahan
TBC(TPT)
ODHA yang terdiagnosis TBC harus segera diobati dengan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) dan Pengobatan Pencegahan
Kontrimoksasol (PPK).
24
e. Identifikasi TBC pada pasien Ko-morbid
Infeksi TBC mudah berkembang menjadi penyakit pada pasien dengan
daya tahan tubuh yang terganggu. HIV dan Diabetes Mellitus (DM) adalah
penyakit yang sudah diketahui berhubungan erat dengan TBC. Oleh
karena itu, setiap pasien dengan HIV positif (ODHA) dan penyandang
Diabetes Mellitus (DM) harus dievaluasi untuk TBC meskipun belum ada
gejala.
27
2) Penapisan TBC pada Orang dengan HIV AIDS (ODHA)
Tes HIV adalah mutlak mengingat adanya infeksi ganda TBC HIV,
utamanya pada orang yang mempunyai perilaku berisiko dan
pasien yang mempunyai tanda dan gejala terkait HIV/AIDS, untuk
mengetahui status HIV mereka. Untuk membantu pasien
menghadapi berbagai hambatan dalam menjalani tes HIV, maka
perlu empati dan dukungan petugas
Konseling dan Tes HIV atas Inisiasi Petugas: untuk pasien TBC
dilakukan pada semua daerah (Basic, medium and
comprehensive)
28
Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan dapat digunakan untuk penegakan diagnosis dan
juga pemantauan pengobatan TBC-RO. Pemeriksaan biakan dapat
dilakukan pada media padat (Lowenstein-Jensen/LJ) dan media cair
(Mycobacteria Growth Indicator Tube/MGIT). Pemeriksaan biakan
pada media padat membutuhkan waktu yang lebih lama (4-8 minggu),
sedangkan biakan pada media cair membutuhkan waktu yang relatif
lebih cepat (2-4 minggu) namun dengan biaya yang lebih mahal.
Pemeriksaan biakan hanya dapat dilakukan pada laboratorium yang
terstandarisasi.
– Genotipik
Uji kepekaan obat secara genotipik dapat dilakukan dengan Tes
Cepat Molekuler (TCM) dan Line Probe Assay (LPA). Selain
mendeteksi M.TBC, pemeriksaan menggunakan TCM dapat
mendeteksi resistensi terhadap Rifampisin. Pemeriksaan LPA lini
satu dapat mendeteksi resistensi terhadap Rifampisin dan
Isoniazid, sedangkan LPA lini dua mendeteksi resistensi terhadap
kelompok Floroquinolon dan obat injeksi lini dua. Uji kepekaan
obat secara genotipik memberikan hasil yang lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan secara fenotipik, yaitu 2 jam untuk
pemeriksaan TCM dan 2 hari untuk pemeriksaan LPA.
29
Untuk menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, diperlukan contoh uji
dahak yang berkualitas. Pada faskes yang tidak memiliki akses
langsung terhadap pemeriksaan TCM, biakan, dan uji kepekaan,
diperlukan sistem transportasi contoh uji. Hal ini bertujuan untuk
menjangkau pasien yang membutuhkan akses terhadap pemeriksaan
tersebut serta mengurangi risiko penularan jika pasien bepergian
langsung ke laboratorium.
3) Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis tidak direkomendasi untuk menegakan
diagnosis TBC, kecuali untuk TBC laten
3. Penegakan Diagnosis TBC pada Orang Dewasa
Untuk melakukan diagnosis TBC dewasa, terduga TBC dilakukan
pemeriksaan secara klinis, bakteriologis, dan histopatologis. Gejala
utama: batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan
gejala TBC yang utama, sehingga gejala batuk tidak harus 2 minggu atau
lebih. Gejala tambahan: dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam
hari walaupun tanpa kegiatan, demam meriang yang berulang lebih dari
sebulan. Dari tanda-tanda fisik yang terlihat dapat diperkirakan yang
bersangkutan terduga menderita TBC ekstra-paru. Contoh tanda-tanda
yang bisa terlihat, seperti: pembesaran kelenjar di leher, pembengkakan
sendi dan tulang, serta tukak pada kulit.
30
a. Diagnosis TBC Paru
Diagnosis TBC ditetapkan berdasarkan pemeriksaan klinis,
pemeriksaan bakteriologis dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Keluhan dan hasil anamnesis yaitu keluhan yang disampaikan pasien, serta
anamnesis rinci berdasar gejala dan tanda TBC (gejala utama pasien TBC
paru, gejala tambahan di paru)
Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan dahak
mikroskopis langsung yaitu pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak; Pemeriksaan Tes Cepat
Molekuler (TCM); TBC Pemeriksaan Biakan.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya yaitu Pemeriksaan foto toraks dan
Pemeriksaan Histopatologi pada kasus yang dicurigai TBC ekstra-paru.
Pemeriksaan uji kepekaan obat yaitu dilakukan di laboratorium yang telah
lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA).
Pemeriksaan serologis untuk sampai saat ini belum direkomendasikan
WHO.
32
sebagai pasien TBC Rifampisin resistan dan selanjutnya
dilakukan inisiasi pengobatan TBC RO.
3) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC ekstra paru tanpa
riwayat pengobatan TBC sebelumnya sebaiknya diulang
TCM sebanyak 1 kali dengan spesimen yang berbeda.
Apabila tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengulangan
terkait kesulitan mendapatkan spesimen baru,
pertimbangkan kondisi klinis pasien.
b. Pasien yang terkonfirmasi sebagai pasien TBC Rifampisin
resistan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan molekuler (LPA
lini dua atau TCM XDR) dan pemeriksaan paket standar uji
kepekaan fenotipik. Fasilitas Pelayanan Kesehatan akan
mengirimkan spesimen dahak dari pasien tersebut ke
laboratorium rujukan sesuai jejaring rujukan yang berlaku. Hasil
pemeriksaan ini akan menentukan paduan pengobatan TBC RO
yang akan diberikan terhadap pasien.
c. Pasien dengan hasil MTBC pos Rif sensitif berdasarkan riwayat
pengobatannya terdiri dari:
1) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC baru akan
dilakukan inisiasi pengobatan dengan OAT kategori 1.
2) Pasien berasal dari kriteria terduga TBC dengan riwayat
pengobatan sebelumnya (kambuh, gagal, loss to follow up,
tidak konversi) akan dilanjutkan dengan pemeriksaan uji
kepekaan terhadap INH. Inisiasi atau melanjutkan
pengobatan dengan OAT Kategori 1 dilakukan sambil
menunggu hasil uji kepekaan terhadap INH. Apabila hasil uji
kepekaan menunjukkan INH resistan akan diberikan
paduan pengobatan TBC monoresistan INH.
d. Pasien dengan hasil MTBC indeterminate akan dilakukan
pengulangan oleh laboratorium TCM sebanyak 1 kali untuk
memastikan status resistansi terhadap rifampisin. Gunakan
dahak dengan kualitas baik yaitu volume 3-5 ml dan
mukopurulen.
e. Pasien dengan hasil TCM gagal (invalid, error, no result) akan
dilakukan pengulangan oleh laboratorium TCM untuk
memastikan pasien positif atau negatif TBC dan mengetahui
33
status resistansi terhadap rifampisin. Gunakan sisa sampel jika
masih tersedia. Pada kondisi volume sampel kurang dari 2 ml,
gunakan dahak kedua. Apabila dahak kedua tidak tersedia,
kumpulkan dahak baru dengan kualitas baik yaitu volume 3-5 ml
dan mukopurulen.
f. Pasien dengan hasil MTBC negatif dapat dilakukan pemeriksaan
foto toraks dan/atau pemberian antibiotik spektrum luas. Pasien
tersebut dapat didiagnosis sebagai TBC klinis sesuai
pertimbangan klinisi.
g. Penegakan diagnosis TBC secara klinis harus didahului dengan
pemeriksaan bakteriologis sesuai dengan butir 1 di atas.
h. Fasilitas Pelayanan Kesehatan bersama dinas kesehatan
setempat harus mengevaluasi proporsi pasien TBC
terkonfirmasi bakteriologis dibandingkan dengan pasien TBC
terkonfirmasi klinis. Proporsi antara terkonfirmasi bakteriologis
dan terdiagnosis klinis idealnya adalah 60:40.
6. Fasilitas pelayanan kesehatan yang belum/tidak mempunyai TCM,
harus merujuk terduga TBC atau dahak dari terduga TBC tersebut
ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM. Merujuk dahak lebih
direkomendasikan dibanding merujuk terduga TBC terkait alasan
pengendalian infeksi.
7. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengatur jejaring
rujukan dan menetapkan Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM
menjadi pusat rujukan pemeriksaan TCM bagi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan di sekitarnya.
8. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan sumber
daya di fasilitas pelayanan kesehatan yang akan mengoperasikan
TCM.
9. Jika fasilitas pelayanan kesehatan mengalami kendala mengakses
layanan TCM berupa kesulitan transportasi, jarak dan kendala
geografis maka penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopis.
10. Pasien TBC yang terdiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis
harus dilakukan pemeriksaan lanjutan menggunakan TCM. Dinas
kesehatan berperan mengatur jejaring rujukan spesimen ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan TCM terdekat. Jumlah dahak yang
dikirimkan adalah sebanyak 2 dahak. Pemeriksaan TCM ini
34
bertujuan untuk mengetahui status resistansi terhadap Rifampisin.
Tindak lanjut hasil pemeriksaan TCM pada pasien yang
terdiagnosis TBC melalui pemeriksaan mikroskopis adalah
sebagai berikut:
a. Pasien terdiagnosis sebagai TBC terkonfirmasi bakteriologis dari
pemeriksaan mikroskopis.
1) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTBC pos
Rifampisin resistan, pertimbangkan kriteria terduga (baru atau
memiliki riwayat pengobatan sebelumnya) dan mengikuti alur
sesuai poin 5.a di atas.
2) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTBC pos
Rifampisin sensitif, MTBC pos Rifampisin indeterminate,
MTBC negatif dan hasil gagal (error, invalid, no result) maka
hasil TCM tidak mengubah diagnosis pasien sebagai TBC
terkonfirmasi bakteriologis.
b. Pasien terdiagnosis sebagai TBC klinis dengan hasil BTA
negatif.
1) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTBC pos
Rifampisin resistan, pertimbangkan kriteria terduga (baru atau
memiliki riwayat pengobatan sebelumnya) dan mengikuti alur
sesuai poin 5.c di atas.
2) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTBC pos
Rifampsisin sensitif, MTBC pos Rifampisin indeterminate,
lanjutkan pengobatan, pasien dinyatakan sebagai TBC
terkonfirmasi bakteriologis.
3) Apabila hasil TCM lanjutan menunjukkan MTBC negatif atau
hasil gagal lanjutkan pengobatan, pasien tetap sebagai TBC
terdiagnosis klinis
35
(Fine Neddle Aspirate Biopsy/FNAB) dan contoh uji jaringan.
c. Diagnosis TBC Resisten Obat (TBC-RO)
Diagnosis TBC resistan obat dipastikan berdasarkan pemeriksaan
TCM. Jumlah spesimen dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan
TCM sebanyak 2 (dua) dahak dengan kualitas yang bagus. Kualitas
dahak yang baik adalah dahak mukopurulen dengan volume 3-5 ml.
Dahak dapat berasal dari pengambilan Sewaktu-Pagi, Pagi-Sewaktu
maupun Sewaktu-Sewaktu dengan syarat jarak pengambilan
minimal 2 jam. Satu dahak diperiksa TCM, satu dahak lain akan
disimpan jika diperlukan pengulangan TCM yaitu pada hasil
indeterminate, invalid, error, no result, serta pada hasil Rif Resistan
pada kelompok risiko rendah TBC RO.
Berdasarkan faktor risiko kejadian TBC RO, terdapat kelompok risiko
tinggi TBC RO (berasal dari kriteria terduga TBC RO) dan risiko
rendah TBC RO (berasal dari selain kriteria terduga TBC RO).
Pasien dengan hasil MTBC Resistan Rifampisin dari kelompok risiko
rendah TBC RO harus dilakukan pemeriksaan TCM ulang
menggunakan dahak kedua yang berkualitas baik di fasyankes TCM
asal. Pengulangan hanya dilakukan sebanyak 1 kali. Terdapat
beberapa kemungkinan hasil pengulangan sebagai berikut:
a) Hasil TCM kedua adalah Rif Res, maka pasien terkonfirmasi
sebagai Rif Res.
b) Hasil TCM kedua adalah Rif Sen, maka pasien dinyatakan
sebagai pasien TBC Rif Sen.
c) Hasil TCM kedua adalah Neg, Indeterminate, Error, Invalid
maupun No Result, maka tidak diperbolehkan dilakukan
pengulangan lagi. MTBC telah terkonfirmasi, namun resistansi
terhadap Rifampisin tidak diketahui. Karena pasien berasal dari
kelompok risiko rendah TBC RO, pasien dinyatakan sebagai
pasien TBC Rif Sen.
36
d. Diagnosis TBC pada pasien dengan Ko-morbid
Catatan:
37
Bagan 1. Alur diagnosis TBC Anak
Ada akses foto rontgen toraks Tidak ada akses foto rontgen
dan/atau uji tuberkulin*) toraks dan uji tuberkulin
Skoring sistem
TBC anak
terkonfirm Ada kontak Tidak ada/tidak
asi TBC anak TBC paru**) jelas kontak
pasien TBC
paru**)
Menetap Menghilang
Bukan TBC
38
Keterangan:
Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum
**) Kontak TBC Paru Dewasa dan Kontak TBC Paru Anak terkonfirmasi bakteriologis
***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan pengobatan adekuat,
evaluasi ulang diagnosis TBC dan adanya komorbiditas atau rujuk.
Penjelasan:
a. Pemeriksaan TCM tetap merupakan pemeriksaan utama untuk
konfirmasi diagnosis TBC pada anak. Berbagai upaya dapat dilakukan
untuk memperoleh spesimen dahak, di antaranya induksi sputum.
b. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak
bergejala namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TBC.
Jika gejala menetap, maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih
lengkap. Pada kondisi tertentu di mana rujukan tidak memungkinkan,
dapat dilakukan penilaian klinis untuk menentukan diagnosis TBC anak.
c. Berkontak dengan pasien TBC paru dewasa adalah kontak serumah
ataupun kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain,
dan sebagainya.
d. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit
penyerta, gizi buruk, TBC resistan obat maupun masalah dengan
kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan,
pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah
perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat
diagnosis.
e. Selain pada anak yang datang ke faskes dengan gejala atau tanda
TBC, evaluasi TBC juga harus dilakukan pada setiap anak yang
berkontak dengan pasien TBC.
39
Tabel 1. Skoring sistem TBC Anak
Parameter 0 1 2 3 Skor
KontakTBC Tidak - Laporan keluarga, BTA(+)
jelas BTA (-)/BTA tidak
jelas/tidaktahu
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto toraks Normal/ Gambaran - -
kelainan sugestif
tidak (mendukung)
jelas TBC
Skor Total
Catatan:
a b
) suhu > 40 C, hipoksia, distress respirasi, hemoptysis, gizi buruk, kejang, penurunan kesadaran, ) TBC meningitis,
TBCmilier
c)
pemberian terapi secara empiris harus didiskusikan dan diputuskan oleh Tim Ahli Klinis TBC-RO anak.
Regimenterapi empiris disesuaikan dengan pola resistensi dari kasus indeks penularannya
d)
OAT lini satu tidak diberikan jika kasus indeks adalah pasien TBC-RO terkonfirmasi atau jika anak gagal terapi TBC
41
Terduga membuka tutup pot dan mendekatkan pot ke bibirnya dan
membatukkan dahak kedalam pot, kemudian menutup pot dengan
erat;
Petugas menilai kualitas dan kuantitas dahak yang didapat;
Petugas dan terduga/pasien harus cuci tangan dengan sabun dan air.
Contoh uji dahak dikumpulkan/ditampung dalam pot dahak yang transparan,
bermulut lebar, berpenampang 5-6 cm, tutup berulir, tidak mudah pecah dan
bocor. Pot ini harus selalu tersedia di Fasyankes.
Catatan:
a. Hasil pemeriksaan dahak segera dilaporkan kepada pemohon agar penegakan
diagnosis TBC tidak tertunda.
b. Kasus TBC Ekstra-paru atau seorang kontak erat pasien TBC Paru BTA positif yang
mempunyai gejala batuk harus diperiksa dahaknya tanpa menghiraukan lamanya
waktu mempunyai gejala batuk tersebut.
42
2. Kualitas dahak yang baik didapat dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Petugas kesehatan harus memberi penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan dahak, baik pemeriksaan dahak untuk diagnosis
maupun pemeriksaan dahak ulang;
b. Petugas kesehatan memberi penjelasan tentang cara batuk yang
benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen;
c. Petugas memeriksa kualitas dan kuantitas dahak. Dahak yang baik
untuk pemeriksaan adalah kental berwarna kuning kehijau-hijauan
(mukopurulen) dengan volume 3-5 ml. Apabila mutu dahak tidak
memenuhi syarat (air liur), petugas harus meminta terduga untuk
mengulang mengeluarkan dahak;
d. Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai
dan harus dimusnahkan sesuai prosedur tetap keamanan dan
keselamatan kerja di laboratorium TBC.
43
d. Bilas lambung: digunakan terutama pada pasien anak yang tidak
dapat mengeluarkan dahak secara spontan atau dengan induksi
sputum.Bilas lambung dilakukan pagi hari untuk mengumpulkan
dahak yang tertelan dan tertinggal di lambung. Anak puasa setidaknya
4 jam (3 jam pada bayi) sebelum prosedur dan anak dengan hitung
trombosit yang rendah atau kemungkinan pendarahan sebaiknya tidak
menjalani prosedur ini.
4. Pemberian Nomor Identitas Sediaan
a. Kaca sediaan (end-frosted) dipegang pada kedua sisinya untuk
menghindari sidik jari pada badan kaca sediaan.
b. Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sediaan sesuai dengan
identitas pada pot dahak dengan menggunakan pensil 2B.
c. Pemberian nomor identitas sediaan bertujuan untuk mencegah
kemungkinan tertukarnya sediaan, baik yang berasal dari Fasilitas
Kesehatan itu sendiri maupun dari Fasilitas Kesehatan lain
d. Nomor identitas untuk identitas SITB terdiri dari 4 kelompok angka
dan 1 huruf, sebagai berikut:
Kelompok angka pertama terdiri dari 2 digit, misalnya 17, yang
merupakan 2 angka terakhir tahun.
Kelompok angka kedua juga terdiri dari 7-11 digit: untuk fasilitas
pelayanan kesehatan 11 digit, untuk rumah sakit 7 digit.
Kelompok angka ketiga terdiri dari 1 digit, untuk tipe pasien
(misalnya angka 1 TBC sensitif dan angka 2 untuk TBC-RO).
Kelompok angka keempat terdiri dari 4 digit merupakan nomor
urut sesuai dengan TBC.06 (daftar terduga TBC) ditambah huruf
A dan B, A menunjukkan dahak sewaktu, B untuk dahak pagi.
Contoh nomor identitas SITB: 17/00000000016/1/0016 A
Keterangan:
17 tahun 2017
00000000016 nomor kode Puskesmas (dari Pusdatin)
1 TBC sensitif
0016 terduga TBC ke-16 (sesuai nomor urut
daftar terduga TBC/TBC.06)
A kode dahak sewaktu
44
Contoh Pemberian nomor identitas sediaan pada:
- Dinding pot dahak
- Kaca sediaan (end frosted)
- Contoh nomor identitas sediaan: 1/0016 A
- Formulir TBC.06
Keterangan:
1 TBC sensitif
0016 terduga TBC ke-16 (sesuai nomor
daftar urut
terduga TBC/TBC.06)
A kode dahak sewaktu
45
Contoh uji non-dahak yang dapat diperiksa dengan TCM terdiri atas
cairan serebrospinal, contoh uji dari kelenjar getah bening melalui
pemeriksaan Biopsi Aspirasi Jarum Halus/BAJAH (Fine Needle Aspiration
Biopsy/FNAB), atau jaringan lain.
Pemeriksaan laboratorium untuk TBC ekstra paru dilakukan di FKRTL
yang memiliki kemampuan, namun demikian petugas kesehatan di FKTP
tetap berkewajiban untuk melaksanakan rujukan pemeriksaan pasien
TBC ekstra paru sehingga tidak terjadi miss-opportunity bagi kasus TBC
ekstra paru di FKTP. Petugas FKTP juga berkewajiban untuk melakukan
komunikasi motivasi kepada terduga TBC yang memerlukan rujukan.
46
Limfadenitis TBC dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau
efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung
TBC pada paru, dinyatakan sebagai TBC ekstra paru.
Diagnosis TBC ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TBC ekstra paru
harus diupayakan secara bakteriologis dengan ditemukannya
Mycobacterium tuberculosis.
Bila proses TBC terdapat dibeberapa organ, penyebutan disesuaikan
dengan organ yang terkena proses TBC terberat.
47
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:
a. Monoresistansi: resistansi terhadap salah satu OAT lini pertama,
misalnya resistansi terhadap isoniazid (H)
b. Poliresistansi: resistansi terhadap lebih dari satu OAT lini pertama
selain dari kombinasi obat isoniazid dan rifampisin (HR), misalnya
resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE),
isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), atau rifampisin, etambutol
dan streptomisin (RES)
c. Multidrug resistance (MDR): resistansi terhadap isoniazid dan
rifampisin (HR), dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain,
misalnya resistan HR, HRE, HRES
d. Pre-XDR: TBC MDR yang disertai resistansi terhadap salah salah
satu obat golongan fluorokuinolon atau salah satu dari OAT injeksi lini
kedua (kapreomisin, kanamisin dan amikasin)
e. Extensively Drug Resistance (XDR): TBC MDR disertai resistansi
terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah
satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin dan
amikasin)
f. TBC resistan rifampisin (TBC RR): Resistan terhadap rifampisin
(dalam bentuk monoresistan, poliresistan, TBC MDR, TBC XDR) yang
terdeteksi menggunakan metode fenotipik ataupun genotipik, dengan
atau tanparesistansi terhadap obat antituberkulosis lain
48
Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV
menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya
sebagai pasien TBC dengan HIV positif.
c. Pasien TBC dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TBC
tanpaada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TBC
ditetapkan. Catatan: Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat
diperoleh hasiltes HIV pasien, pasien harus disesuaikan kembali
klasifikasinyaberdasarkan hasil tes HIV terakhir.
F. Komunikasi Motivasi
Pengobatan pasien TBC memakan waktu yang lama, oleh sebab itu
diperlukan suatu upaya serta tekad yang kuat dari pasien dengan dukungan
lingkungan sekitarnya agar dapat menjalani pengobatan sampai sembuh.
Oleh sebab itu diperlukan dorongan bagi pasien agar dapat memotivasi
dirinya untuk membuat keputusan terkait tata laksana pengobatan yang
dijalaninya.
1. Definisi Komunikasi Motivasi (KM)
Metode komunikasi untuk motivasi (KM) adalah salah satu pendekatan
komunikasi untuk perubahan perilaku. Meskipun tidak semua perubahan
perilaku dalam masalah kesehatan dapat diselesaikan dengan
pendekatan KM.
Sebagai model komunikasi, KM bersifat membimbing dan berpusat pada
pasien untuk perubahan perilaku dengan cara membantu pasien
mengatasi sikap mendua dalam membuat keputusan. Perilaku pasien
cenderung berubah apabila memiliki motivasi kuat untuk berubah yang
berasal dari pemikiran mereka sendiri.
KM memuat 4 ketrampilan dasar yaitu (Refleksi, Afirmasi, Pertanyaan
Terbuka – Tertutup – Mengarahkan, dan Bertanya – Cerita – Bertanya).
Konsep dasar KM terdiri dari kolaborasi antara petugas kesehatan dan
pasien dalam upaya untuk memunculkan motivasi dalam diri pasien dan
menghargai otonomi pasien.
2. Prinsip umum KM :
a. Menunjukkan empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali,
mempersepsi dan merasakan perasaan orang lain. Didalam
49
menerapkan KM petugas kesehatan menaruh perhatian penuh untuk
memahami pasien dan melihat masalah dari sudut pandang pasien.
Contoh :
Pasien mengatakan : “Saya tidak tahu berbuat apa untuk pengobatan
TBC karena saya harus minum obat banyak sekali”.
Empati petugas ditunjukkan dengan mengucapkan: “Kedengarannya
anda kuatir tentang pengobatan anda”
b. Hindari perdebatan
Di dalam praktik sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan,
pasien seringkali membuat keputusan yang menurut petugas kurang
tepat sehingga petugas cenderung mengarahkan ke arah yang
benar.
Dalam penerapan KM sebaiknya petugas menghindari perdebatan
untuk mengubah keputusan pasien karena membuat pasien tidak
nyaman. Petugas sebaiknya memahami dan mengetahui alasan
mengapa pasien mengambil keputusan tersebut, serta bekerja sama
untuk menggali pilihan-pilihan lain yang lebih baik bagi pasien.
Contoh :
Pasien memutuskan untuk berhenti minum obat karena efek samping
obat berupa mual dan pusing. Petugas menjelaskan bahwa efek
samping ini dapat diatasi dengan cara berkonsultasi ke puskesmas
dan mendapatkan obat untuk menanggulangi efek samping tersebut
tanpa harus berhenti meminum obat demi kesembuhan pasien.
50
Bila pasien menolak memulai pengobatan TBC, Petugas dapat
membimbing pasien untuk membayangkan dalam 6 bulan ke depan
apabila pasien meminum obat dan tidak menjalankan pengobatan
TBC.Pasien diminta untuk membandingkan kedua hal tersebut.
51
– Memberi advis, saran atau solusi.
– Persuasi atau mengkuliahi.
– Menceramahi.
– Tidak menyetujui, menghakimi atau mempersalahkan.
– Menyepakati, menyetujui, ataumemberi ungkapan.
– Mempermalukan, mengolok-olok atau memberi julukan.
– Menganalisa.
– Meyakinkan atau memberi simpati.
– Mempertanyakan atau menggali informasi (probing).
Perilaku-perilaku di atas tidak disarankan karena bukan termasuk
cara mendengarkan yang aktif, namun mengalihkan perhatian
petugas dari mendengarkan pasien dan menghambat penggalian diri
pasien. Petugas mengarahkan pasien untuk mendengarkan petugas,
seolah-olah petugas mengerti yang terbaik bagi pasien.
Perilaku-perilaku di atas tidak membantu dalam menggali sikap
ambivalensi (mendua) pasien, namun hanya mencoba memaksa
pasien untuk menyetujui sebuah solusi secara dini. Petugas
kesehatan tidak sungguh-sungguh mendengarkan, dan tidak memberi
kesempatan kepada pasien untuk berbicara.
Inti refleksi adalah menduga maksud perkataan pasien. Petugas harus
mendengarkan kata-kata pasien, dan memahaminya karena bisa
terjadi salah pengertian. Refleksi memungkinkan petugas menduga
maksud perkataan pasien dan menyuarakan dugaan tersebut dalam
bentuk pernyataan.
Dalam refleksi digunakan pernyataan, dan bukan pertanyaan karena
pertanyaan menuntut jawaban dari pasien, yang dapat menimbulkan
sikap membela diri dari sisi pasien. Sedangkan pernyataan tetap
berfokus pada pasien sehingga pasien dapat memberi/tidak memberi
reaksi terhadap refleksi petugas, sesuai keinginan pasien.
Tingkat refleksi berbeda-beda, beberapa diantaranya cukup
sederhana. Terkadang hanya mengulangi satu atau dua kata dari
pernyataan pasien sudah cukup, dengan hanya mengulangi atau
mengulangi pernyataan awal pasien dengan kata-kata yang sedikit
berbeda.
Contoh:
Pasien: “Saya tidak merasa baik hari ini.”
52
Petugas Kesehatan: “Bapak kurang sehat hari ini”
Refleksi sederhana berguna untuk menggerakkan pembicaraan, tapi
cenderung lebih lambat. Anda juga bisa merasa seperti burung beo,
hanya mengulangi segala yang pasien katakan – ini melelahkan
petugas, dan menjengkelkan bagi pasien.
Refleksi kompleks sebaliknya menambah arti atau penekanan
terhadap apa yang dikatakan pasien, dengan membuat dugaan
tentang makna lebih dalam dari pernyataan pasien, atau menduga
apa yang akan mereka katakan selanjutnya.
Contoh:
Pasien : “Saya tahu perlu diperiksa dahak untuk mengetahui saya
sakit TBC-RO, tapi saya takut.”
Petugas Kesehatan : “(menduga) Kalau Bapak ternyata hasilnya TBC-
RO, Bapak tidak tahu harus berbuat apa.”
Pada percakapan di atas, pasien tidak mengatakan kuatir bila hasil
pemeriksaan dahak positif TBC-RO, namun petugas mempunyai
cukup alasan untuk menduga kekuatiran pasien.
Percakapan juga dapat mengarah ke pembicaraan tentang apa yang
menjadi hambatan untuk tes laboratorium. Refleksi ini walaupun
awalnya terasa canggung, namun mempermudah proses komunikasi
dan kesamaan persepsi antara petugas dan pasien. Prinsipnya
adalah untuk tidak menduga yang berlebiihan.
Ada beberapa jenis refleksi kompleks yang dapat digunakan agar
percakapan dengan pasien terus mengalir.
Parafrase: menyatakan ulang dan menyimpulkan arti dari
pernyataan pasien
Refleksi perasaan: menekankan aspek emosi dari komunikasi
Refleksi dua arah: menyampaikan dua sisi dari suatu isu: “Di satu
pihak …, di lain pihak …”
Merangkum: merefleksikan berbagai pesan yang dibuat
pembicara, merangkumnya menjadi satu
Refleksi tidak lebih panjang dari pernyataan yang direfleksikan –
semakin ringkas semakin baik. Buat satu dugaan apa yang dimaksud
dalam pernyataan pasien, dan tidak berbelit-belit.
53
b. Peneguhan (afirmasi) – Melihat sisi positif
Afirmasi adalah menekankan hal yang positif. Seringkali petugas lebih
fokus mengkoreksi kesalahan pasien sehingga lupa perilaku positif
pasien.
Melakukan afirmasi berarti memberikan dukungan dan semangat
yang berguna sehingga pasien merasa dihargai dan dipercayai oleh
petugas.
Contoh afirmasi sederhana:
“Anda berusaha cukup keras minggu ini!”
“Meskipun anda tidak terlalu berhasil, anda menunjukkan niat untuk
sembuh”
“Terima kasih karena telah kembali sesuai janji – ini menunjukkan
anda memperhatikan kesehatan anda dengan serius!”
Afirmasi sebaiknya tidak dibuat-buat, tulus dan apa adanya.
Afirmasi juga bisa digunakan untuk “mengemas” sikap atau situasi
pasien dengan positif.
Contoh:
“Anda kesal dengan diri anda sendiri karena telah berjanji untuk
minum obat TBC/ARV setiap hari. Anda terganggu dengan efek
samping obat yang menyebabkan mual dan muntah-muntah. Anda
tetap berusaha untuk datang minum obat setiap hari ke Puskesmas.
Anda mempunyai kemauan kuat untuk sehat.”
Penting untuk diingat bahwa afirmasi bukan memuji. Memuji bisa
menjadi hambatan berkomunikasi dengan pasien karena
menempatkan petugas dalam posisi menilai pasien dimana petugas
memutuskan perilaku mana yang dipuji dan mana yang dikritisi. Ada
beberapa cara untuk menghindari masalah ini:
• Hindari penggunaan kata “Saya”
• Fokus pada perilaku yang spesifik
• Fokus pada deskripsi, bukan evaluasi
Sebagai catatan, afirmasi biasanya diletakkan di akhir kalimat.
c. Pertanyaan – Terbuka, Tertutup dan Mengarahkan
Pertanyaan diajukan untuk membantu petugas memahami pasien
dengan lebih baik, termasuk pengetahuan, kebutuhan dan kekuatiran
mereka. Namun, petugas terkadang tidak melakukannya dengan baik.
Sering terjadi petugas langsung mengajukan banyak pertanyaan:
“Apakah anda selalu memakai masker??”
54
“Apakah anda teratur minum obat?”
“Apakah anda masih merokok?”
“Apakah anda sudah dites HIV?”
“Apakah keluarga mengetahui anda sakit TBC-RO?
Apabila pasien tiba-tiba dihadapkan pada banyak pertanyaan, maka
pasien akan merasa diinterogasi. Pertanyaan yang diajukan dapat
memberikan informasi spesifik, namun menunjukkan posisi petugas
yang lebih superior dan dapat merusak hubungan yang dibangun.
Pertanyaan yang lebih baik: “Efek samping apa yang anda rasakan
setelah minum obat TBC?”.
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan kebebasan
pasien untuk menjawab.
Contoh:
“Apa yang membuat anda sulit memakai masker setiap hari?”
“Apa yang membuat anda sulit datang ke Puskesmas setiap hari?”
“Bagaimana supaya keluarga anda tidak tertular?”
Pertanyaan terbuka merupakan keterampilan penting yang
memungkinkan menggali banyak informasi dari pasien. Pertanyaan
terbuka memungkinkan pasien untuk berbagi informasi atau
pengalaman sesuai keinginan mereka. Hal ini menegaskan kembali
hubungan antara petugas dan pasien. Pasien bisa juga berbagi
informasi atau pengalaman yang tidak pernah kita duga sebelumnya.
Pertanyaan terbuka bukan satu-satunya pertanyaan yang tepat.
Kebalikan dari pertanyaan terbuka ialah pertanyaan tertutup – yang
membatasi pilihan pasien dalam merespon, dan/atau menggali
informasi spesifik.
Contoh:
“Apakah anda merokok?”
“Berapa usia anda?”
“Dimana alamat anda?”
Pertanyaan tertutup bisa digunakan untuk melakukan cek kesimpulan
(Contoh: “Apakah saya melupakan sesuatu?”) atau untuk mengajukan
permohonan ijin (Contoh: “Apakah anda ingin tahu lebih jauh tentang
ini?”) atau untuk meminta klarifikasi tentang poin spesifik dimana
pertanyaan terbuka telah gagal memberikan jawaban.
55
Pesan yang ingin disampaikan disini ialah bahwa pertanyaan tertutup
bukan berarti tidak boleh digunakan sama sekali, namun digunakan
sesuai dengan keperluannya.
Tipe pertanyaan yang sebaiknya dihindari ialah “pertanyaan yang
mengarahkan” atau pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban
(retorika):
“Anda menggunakan masker, bukan?”
“Anda tahu bahwa tuberkolosis itu menular, kan?
“Bukankan istri anda berarti bagi anda?”
Pertanyaan-pertanyaan ini selain membatasi kemungkinan jawaban,
namun juga mengarahkan pada jawaban tertentu. Hal ini bukan hanya
menempatkan petugas dalam posisi yang lebih tinggi (menilai hal
yang baik dan hal yang jelek), namun jawaban juga tidak bisa
dipercaya sepenuhnya. Apakah pasien benar mengunakan masker
atau ia menjawab karena petugas menginginkan jawaban demikian?
d. Bertanya-Beritahu-Bertanya (Ask-Tell-Ask) – Memberi Informasi
dan Saran
Ada dua hal penting dalam KM yang perlu diingat:
1) Petugas memberi informasi dan/atau saran berdasarkan ijin
2) Petugas tidak perlu memberikan semua informasi namun sesuai
dengan kebutuhan dan perspektif pasien sehingga pasien dapat
mengambil kesimpulan sendiri.
4. Bertanya (Ask)
Bertanya – Beritahu – Bertanya atau B3 merupakan strategi sederhana
untuk mengukur sejauh mana pemahaman pasien dan memberikan
informasi sesuai kebutuhan. Strategi ini dimulai dengan sebuah
pertanyaan untuk menelusuri pengetahuan dan pengalaman pasien,
minat pasien, dll. Beberapa contoh pertanyaan:
“Ceritakan pada saya apa yang Anda ketahui tentang efek samping dari
pengobatan TBC.”
“Menurut Anda apa manfaat terbesar dari memakai masker?”
“Apa yang Anda pikirkan tentang HIV?”
Di sini tujuannya adalah untuk mendapat informasi tentang pengalaman
dan/atau pengetahuan pasien sebelumnya. Hal ini untuk menghindari
petugas memberikan informasi yang sudah diketahui pasien. Selain itu
56
juga bisa mengetahui sejauh mana pemahaman pasien, dan dengan
demikian petugas bisa memberi informasi relevan untuk pasien.
Strategi ini ditujukan untuk membantu petugas agar waktu yang terbatas
dapat difokuskan pada pemberian informasi yang bermanfaat bagi
pasien.
Mendapat persetujuan
Petugas menindaklanjuti pertanyaan di atas dengan pertanyaan berikut,
untuk mendapat persetujuan pasien atas informasi atau saran tambahan
yang akan diberikan, misalnya:
“Apakah Anda berminat untuk mendengar lebih lanjut mengenai TBC
Resistan Obat”
“Apakah Anda keberatan kalau saya ceritakan bagaimana orang lain
berhasil melakukannya?”
Langkah ini penting untuk menunjukkan bahwa kita menghormati pasien
dan dapat membuat pasien lebih mendengarkan apa yang petugas
katakan. Apabila hubungan antara petugas dan pasien baik, maka
pasien hampir selalu menyetujui permintaan petugas.
Kadang-kadang pasien memiliki pemahaman yang salah dan petugas
perlu mengkoreksi pemahaman tersebut. Teknik yang dapat digunakan
tanpa menggurui dan tidak mengurangi rasa hormat ialah:
Pertama, tunjukkan empati kepada pasien bahwa petugas memahami
perasaan mereka.
Kedua, ceritakan tentang orang lain mengalami hal yang sama.
Ketiga, ceritakan bahwa orang lain tersebut akhirnya menyadari
bahwa pemikiran tersebut tidak benar.
Contoh :
Petugas: “Ceritakan kepada saya apa yang Ibu tahu tentang melindungi
diri Ibu dari penularan TBC ?.”
Pasien: “Saya tahu saya harus menggunakan masker. Tapi mustahil
bagi saya untuk menggunakan masker terus menerus. Mereka merasa
saya sebagai orang aneh dengan memakai masker terus!”
Petugas : “Jadi walaupun Ibu tahu cara untuk tetap aman, Ibu merasa
tidak berdaya untuk melakukan apa-apa. Saya kenal banyak wanita
yang merasakan hal yang sama waktu mereka pertama memakai
masker. Tetapi mereka berusaha dan mereka menemukan cara
meyakinkan bahwa masker akan mencegah penularan TBC. Apa Ibu
57
mau mendengar beberapa cara yang sudah berhasil bagi wanita-wanita
lain?”
Pasien: “Boleh, Dok!”
6. Bertanya (Ask)
Langkah ketiga dalam 3B adalah menanyakan lagi kepada pasien untuk
menilai pengertian, interpretasi atau tanggapan mereka terhadap
informasi dan/atau saran yang baru disampaikan. Ini harus dilakukan
secara teratur, tiap kali setelah memberi informasi.
Caranya beragam:
“Jadi, apa artinya ini bagi Anda?”
“Bagaimana perasaan Anda mengenai hal itu?”
“Apa yang ingin anda tanyakan?”
“Ceritakan yang saya baru sampaikan dengan kata-kata Anda sendiri.”
58
Proses ini dapat berupa mendengarkan secara reflektif di mana anda
merefleksikan kembali reaksi pasien yang anda lihat dan dengar.
Tujuannya adalah memberi ruang pada pasien untuk memproses dan
menanggapi informasi yang baru anda sampaikan.
7. Menggabungkan semuanya
Masing-masing keterampilan tidak berfungsi secara terpisah, namun
merupakan bagian perangkat bagi petugas, untuk menggerakkan pasien
ke arah perubahan. Seperti dalam contoh di atas, anda dapat memulai
sebuah sesi dengan peneguhan (“Senang bertemu Anda kembali!”), lalu
bergerak ke pertanyaan terbuka (“Bagaimana dengan perubahan-
perubahan yang kita diskusikan waktu itu?”) setelah itu anda bisa
mendengarkan secara reflektif untuk memandu percakapan dengan
pasien (“Kedengarannya Anda sedikit kewalahan …”) dan 3B untuk
memberi informasi baru (“Maukah Anda mendengar pengalaman orang
lain yang berhasil mengatasi situasi seperti anda?”) lalu merefleksikan
dan merangkum perasaan, ide dan pengalaman pasien sementara terus
meneguhkan contoh-contoh perubahan yang positif. Keterampilan KM
bisa diulangi terus-menerus dalam berbagai kombinasi.
61
dahak bagi pasien TBC.
62
Contoh dan cara pengisian formulir dibahas dalam lembar kerja
tersendiri.
VIII. REFERENSI
1. Permenkes TBC No.67, tahun 2017 tentang Penanggulangan TBC
2. Strategi Nasional Pengendalian TBC, 2015-
20193. RAN 2015-2019
4. Juknis TBC Anak
5. Juknis Kontak Investigasi
6. Panduan DPPM TBC
7. Standar Pelayanan Laboratorium TBC 2015
IX. LAMPIRAN
1. LAMPIRAN 1:
SKENARIO BERMAIN PERAN
63
a. Ketua masing-masing kelompok menentukan pemain sesuai dengan
skenario yang dibagikan
b. Pelatih menentukan kelompok untuk bermain peran secara bergiliran
c. Kelompok lainya yang tidak berperan diminta untuk mengamati,
mencatat memberikan masukan untuk setiap pemain.
d. Kelompok yang sedang memainkan skenario diminta untuk
memberikan tanggapan terhadap masukan yang diberikan kelompok
pengamat
e. Pelatih menyimpulkan hasil roleplay di setiap kelompok
Skenario:
1. Di Poli Umum Puskesmas A pada waktu jam pelayanan menemukan
seorang laki-laki berumur 38 tahun yang telah didiagnosis TBC oleh
64
dokter, laki-laki tersebut tinggal bersama ibunya, istri dan dua anaknya
laki-laki berusia 8 tahun dan 4 tahun.
65
2. LAMPIRAN 2:
TATACARA KERJA PENGUMPULAN DAN PENGIRIMAN DAHAK KE
LABORATORIUM RUJUKAN (TCM)
Pelaksana: Petugas Laboratorium Fasyankes
Cara Kerja:
1) Persiapan pasien:
a. Beritahu pasien tentang pentingnya mendapatkan dahak yang
berkualitas untuk menentukan penyakitnya
b. Anjurkan pasien untuk berdahak dalam keadaan perut kosong,
dan membersihkan rongga mulut dengan berkumur dengan air
bersih.
c. Dahak adalah bahan infeksius, anjurkan pasien untuk berhati-
hati saat berdahak dan mencuci tangan dengan sabun
d. Anjurkan pasien untuk membaca prosedur tetap pengumpulan
dahak yang tersedia di lokasi berdahak.
2) Persiapan Alat.
a. Siapkan pot dahak steril.
b. Beri identitas sesuai NKI pada badan pot dahak, tempelkan
identitas pasien sesuai dengan NKI dan tambahkan tanda A untuk
pot dahak sewaktu, B untuk pot dahak pagi dan C untuk pot dahak
sewaktu ke 2 pada dinding badan pot jangan pada tutupnya.
3) Tulis identitas pasien dan tanggal pengambilan dahak pada formulir
TBC 05
4) Cara pengeluaran dahak yang baik
66
a. Kumur-kumur dengan air bersih sebelum mengeluarkan dahak
b. Bila memakai gigi palsu, lepaskan sebelum berkumur
c. Tarik napas dalam (2-3 kali)
d. Buka tutup pot, dekatkan ke mulut, berdahak dengan kuat dan
ludahkan ke dalam pot dahak
e. Tutup pot yang berisi dahak dengan rapat, segel dengan
parafilm di sekeliling tutup pot dahak
f. Cuci tangan dengan air dan sabun antiseptik
Pada saat mendampingi pasien berdahak, petugas harus mendampingi
pasien dengan memperhatikan arah angin sedemikian rupa agar arah
angin tidak mengarah kepada petugas.
Apabila ternyata dahak tidak memenuhi syarat pemeriksaan (air liur atau
volumenya kurang), pasien harus diminta berdahak lagi.
67
7) Simpan pada suhu kamar sampai waktu jadwal pengiriman
(maksimal 48 jam sudah diterima di laboratorium DST dan harus
diterima pada hari Senin-Kamis)
a) Bila waktu pengiriman dahak ke laboratorium rujukan biakan/uji
kepekaan l 48 jam – 72 jam, kotak styrofoam harus berisi ice pack
agar suhu terjaga pada 4-80 oC
b) Bila di daerah terkait telah tersedia laboratorium yang memiliki
kemampuan biakan TBC maka rujukan ke laboratorium uji
kepekaandikirim dalam bentuk isolat.
8) Setelah selesai petugas harus cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi positif, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TBC dengan HIV positif.
Pasien TBC dengan status HIV tidak diketahui: adalah pasien TBC tanpa ada
bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TBC ditetapkan.
Catatan:
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil tes HIV terakhir.
68
-1-
MATERI INTI 2
PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA
2020
-2-
TIM PENYUSUN
Pelindung:
dr. Anung Sugihantoro, M.Kes (Direktur Jendral P2P)
Pengarah:
1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML)
2. dr. Imran Pambudi, MPHM (Kepala Subdit TBC)
Sekretaris:
1. Nurjannah, SKM, M.Kes
2. Dr. Sulistya Widada
Editor
Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes
Anggota:
1. dr. Irfan Ediyanto
2. Sarah, SKM
3. dr. Endang Lukitosari, MPH
4. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM
5. H.D Djamal, M.Si
6. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
7. Saida N. Debataradja, SKM
8. dr. Setiawan Jati Laksono
9. drg. Siti Nur Anisah, MPH
10. Sulistyo, SKM, M.Epid
11. Suwandi SKM, M. Epid
12. dr. Wihardi Triman, MQIH
13. dr. Zulrasdi Djairas, SKM
14. Rudi Hutagalung
15. Dr Ngabila
16. Dr Murni
17. Antasari Roro, SKM
18. Dela Pramesti, SKM
19. Triana, SKM
-3-
DAFTAR SINGKATAN
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
ART = Anti Retroviral Therapy
ARV = Anti Retroviral Virus
ASI = Air Susu Ibu
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BCG = Bacille Calmette-Guerin
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
BTA = Basil Tahan Asam
CNR = Case Notification Rate
CTJ = Ceramah Tanya Jawab
DM = Diabetes Mellitus
DOT = Directly Observed Treatment
DOTS = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
DPM = Dokter Praktek Mandiri
FDC = Fixed Dose Combination
FKRTL = Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
FKTP = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKTP-RM = Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis.
FKTP-S = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Satelit
FLD = First Line Drugs
HIV = Human Immunodeficiency Virus
IRIS = Immune Response Inflammantory Syndrome
ISTC = International Standards For Tuberculosis Care
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
KIE = Komunikasi, Informasi, Edukasi
MDR = Multi Drug Resistance
OAD = Obat Anti Diabetika
OAINS = Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
ODHA = Orang dengan HIV AIDS
OHO = Obat Hipoglikemik Oral
PAS = Para Amino Salisilic Acid
PDP = Pengobatan Dengan Perawatan
PHBS = Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKK = Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PMO = Pengawas Menelan Obat
PNPK = Pedoman Nasional Praktek Kedokteran Tatalaksana
PPI = Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPK = Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol
PPTI = Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RO = Resistan Obat
RR = Resistan Rifampisin
RS = Rumah Sakit
SLD = Second Line Drugs
TAK = Tim Ahli Klinis
TBC = Tuberkulosis
TPT = Terapi Pencegahan TBC
-4-
I. DISKRIPSI SINGKAT
Pengobatan dapat diberikan setelah ditegakkan diagnosis dan klasifikasi kasus bagi setiap
pasien TBC sensitif obat (SO) maupun pasien TBC Resistan Obat (RO). Tatalaksana
pengobatan TBC di FKTP maupun di FKRTL pada prinsipnya sama. Pada kasus TBC yang
tidak dapat ditangani di FKTP dan memerlukan tidakan lanjut dapat dirujuk ke FKRTL.
Pengobatan pasien TBC sensitif maupun TBC RO prinsipnya terdiri dari dua tahap yaitu tahap
awal dan tahap lanjutan. Tahap pengobatan harus dijalani secara teratur dan benar oleh pasien
TBC agar dapat sembuh dan memperkecil risiko terjadinya TBC Multi Drug Resistant (MDR)
atau bahkan Extensively Drug Resistant (XDR).
Modul ini akan membahas tentang Pengobatan TBC pada pasien dewasa (TBC sensitif
maupun TBC resistan obat), pengobatan TBC pada pasien anak (TBC sensitif maupun TBC
resistan obat), pengobatan TBC pada pasien dengan keadaan khusus (TBC HIV, TBC DM,
TBC pada kehamilan, dll), komunikasi motivasi dan pencegahan TBC pada populasi rentan.
IV. METODE
A. CTJ
B. Curah Pendapat
C. Latihan Soal
D. Studi kasus
E. Demonstrasi
Langkah 6
Pembahasan per Materi
Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan 4 tentang
pencegahan TBC bagi populasi rentan, vaksinasi BCG bagi bayi, pengobata pecegahan
bagi anak bawah 5 tahun, Terapi pencegahanTBC ( TPT ) bagi ODHA dengan metoda
yang digunakan adalah CTJ dan curah pendapat.
Langkah 7
Rangkuman
Fasilitator merangkum hasil diskusi dan curah pendapat bersama peserta dikaitkan dengan
evaluasi materi pengobatan pasien TBC.
2. Jenis OAT
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan program pengendalian TBC saat ini adalah
OAT lini satudan OAT lini dua disediakan di fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TBC resistan obat. Terlampir di
bawah ini jenis OAT lini Satu dan OAT lini dua
Tabel 01. OAT Lini Satu
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3 x seminggu
Isoniasid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
- 10 -
3. Dosis OAT
Pengobatan TBC dengan paduan OAT Lini satu yang digunakan di Indonesia dapat
diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu)
dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.
- 11 -
Tabel 04. Dosis OAT RO Pada Paduan Jangka Pendek Berdasarkan Berat Badan
Dosis berdasarkan kelompok berat badan
Nama Obat
<33 kg 33 – 50 kg >50 – 70 kg >70 kg
Kanamisin* 0,5 g 0,75 g 0,75 g 1g
Moxifloxacin 400 mg 600 mg 800 mg 800 mg
Clofazimin 50 mg# 100 mg 100 mg 100 mg
Etambutol 600 mg 800 mg 1000 mg 1200 mg
Pirazinamid 750 mg 1500 mg 2000 mg 2000 mg
**450 **600
IsoniazidDT 300 mg 600 mg 600 mg
mg mg
Etionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg
Protionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg
*) Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien usia >59 tahun. Jika kanamisin
tidak bisa diberikan, maka dapat diganti dengan kapreomisin dengan dosis yang sama.
- 12 -
**) Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg diberikan 450 mg; >40 kg diberikan
600 mg.
#)
Karena ketersediaan obat Clofazimin saat ini, untuk pasien dengan berat badan <33
kg, Clofazimin 100mg diberikan dua hari sekali.
Pokok Bahasan 2
B. Tatalaksana Pengobatan TBC
1. Pengobatan pasien TBC Sensitif Obat (SO)
a. Pengobatan TBC SO Dewasa
- 14 -
Paduan OAT yang digunakan untuk pasien TBC sensitif adalah OAT Lini 1 kategori
1. Mulai tahun 2021 pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk
pengobatan Pasien TBC.
Kategori 1
Paduan OAT Kategori 1 yang digunakan di Indonesia adalah 2(HRZE)/4(HR).
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
Pasien TBC paru terdiagnosis secara klinis
Pasien TBC ekstra paru
Berdasarkan SE Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 terkait alur diagnosis dan
pengobatan terbaru. Paduan OAT kategori 1 diberikan selama 6 bulan, dibagi
menjadi 2 tahapan yaitu 2 bulan tahap awal dan 4 bulan tahap lanjutan diberikan
dosis harian. Paduan OAT Kategori 1 yang disediakan oleh program adalah dalam
bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak). OAT Kat 1 dosis
harian akan mulai dipergunakan secara bertahap.
Dosis rekomendasi OAT KDT dan Kombipak lini pertama kategori 1 untuk dewasa
adalah sebagai berikut.
Tahap Lanjutan
Tahap intensif
Setiap Hari selama 16
setiap hari selama 56 hari
Berat Badan minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
- 15 -
Awal 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
hasil pada bulan ke-5 positif, pasien dinyatakan gagal pengobatan dan
dimasukkan ke dalam kelompok terduga TBC RO.
Pada pemeriksaan ulang dahak pada akhir pengobatan, jika hasilnya negatif
pasien dinyatakan sembuh. Sedangkan jika hasilnya positif, pasien dianggap
gagal pengobatan dan dimasukkan ke dalam kelompok terduga TBC RO.
Cara menilai kemajuan hasil pengobatan pasien TBC ekstra paru adalah
dengan melakukan pemantauan dan penilaian kondisi klinis (ISTC Standar
10). Sebagaimana pada pasien TBC BTA negatif, perbaikan kondisi klinis
merupakan indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil pengobatan, antara
lain peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan, dan lain-lain.
Catatan :
X : Pemeriksaan specimen dahak secara mikroskopik pada minggu terakhir
bulan pengobatan untuk memantau hasil pengobatan
17
-33-
18
pengobatan
sementara
menunggu hasilnya
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)
Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh dokter tergantung pada
Lacak pasien kondisi klinis pasien, apabila:
Diskusikan dengan 1. sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan pasien tetap
Apabila hasilnya BTA negatif
pasien untuk diobservasi. Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi klinis, pasien
atau pada awal pengobatan
mencari faktor diminta untuk periksa kembali
adalah pasien TBC ekstra paru
penyebab putus atau
berobat 2. belum ada perbaikan nyata: lanjutkanpengobatan dosis yang tersisa
Periksa dahak sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
dengan 2 sediaan Kategori 1
contoh uji dan atau Dosis pengobatan sebelumnya <1 Berikan pengobatan Kat. 1 mulai dari
TCM TBC bln Awal
Hentikan Apabila salah satu atau lebih Dosis pengobatan sebelumnya
pengobatan hasilnya BTA positifdan tidak > 1 bln Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari
sementara ada bukti resistensi Awal
Keterangan :
* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan pemeriksaan
ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis pengobatan pada bulan ke 5 dan AP
***Sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien tidak diberikan pengobatan paduan OAT.
20
20
21
Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.
21
22
• Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kondisi :
a. TBC meningitis
b. Sumbatan jalan napas akibat TBC kelenjar (endobronkhial TBC)
c. Perikarditis TBC
d. TBC milier dengan gangguan napas yang berat,
e. Efusi pleura TBC
f. TBC abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari,
sampai 4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60
mg/hari selama 4 minggu. Tappering-off dilakukan secara bertahap setelah 2
minggu pemberian kecuali pada TBC meningitis pemberian selama 4 minggu
sebelum tappering-off.
22
23
• Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama
pada anak dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan
anti retroviral therapy (ART) Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari)
direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.
• Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TBC akan mempengaruhi keberhasilan
pengobatan TBC. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak
dengan TBC. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak
dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi,
lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti
edema atau muscle wasting.
Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga
tidak perlu dilakukan Foto toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali
pada TBC milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah
pengobatan 2 – 4 minggu. Demikian pun pemeriksaan uji tuberkulin karena
uji tuberkulin yang positif akan tetap positif.
23
24
24
25
25
26
Penjelasan alur:
1. Untuk semua pasien TBC RR, ambil dua (2) contoh uji berkualitas baik,
satu (1) contoh uji untuk pemeriksaan LPA lini kedua dan satu (1) dahak
untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan fenotipik. Hasil LPA lini kedua
akan keluar dalam waktu 7 hari, sedangkan hasil uji kepekaan fenotipik
akan keluar dalam waktu 2–3 bulan.
2. Sebelum memulai pengobatan TBC RO, perlu dilakukan pengkajian
riwayat pasien untuk mengetahui apakah pasien memenuhi kriteria untuk
mendapatkan paduan pengobatan jangka pendek. Kajian yang dilakukan
26
27
27
28
28
29
Pasien TBC RR/MDR yang tidak memenuhi kriteria di atas akan mendapatkan
pengobatan TBC RO dengan paduan jangka panjang.
29
30
lanjutan selama 5 bulan. Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA atau biakan
awal negatif dapat diberikan tahap awal selama 4 bulan. Kondisi klinis dan
radiologis harus dipantau untuk memastikan terjadi perbaikan.
● Bila belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4, tahap awal pengobatan
dapat diperpanjang sampai bulan ke-5 atau bulan ke-6 (bergantung pada waktu
konversi BTA). Pemeriksaan LPA lini kedua dan uji kepekaan obat harus diulang
bila hasil pemeriksaan BTA pada bulan ke-4 masih positif
30
31
Durasi pengobatan TBC RO dengan paduan jangka pendek dan jenis obat pada
tiap fase pengobatan dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 9. Dosis OAT berdasarkan berat badan untuk paduan pengobatan TBC
RO jangka pendek
31
32
*) Bdq ditelan 2 x 2 tablet @100 mg (setiap hari, pagi dan malam) pada 2
minggu pertama, dan 1 x 2 tablet @100 mg (3x seminggu) pada 22 minggu
berikutnya.
32
33
33
34
Tabel 10. Pemeriksaan awal dan selama pengobatan TBC RO (jangka pendek)
Setiap 6 bulan
Seti Akhir
Jenis Pemeriksaan Aw pasca
ap Pengobata
al pengobatanh
Bula n
n
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik V V V V
Konseling dan
evaluasi kondisi V V V V
psikososial
Berat badan (IMT) V V V V
Skrining neuropati V V V
perifer
Skrining fungsi V V V
penglihatan a
Skrining psikiatri b V
Pemantauan efek V V
samping obat
Konsultasi hasil V V
pengobatan
Pemeriksaan Mikrobiologi
BTA sputum c V V V V
Keterangan tabel:
a) Tes penglihatan yang dilakukan meliputi tes buta warna dan lapang pandang
sederhana
b) Skrining psikiatri dapat dilakukan sesuai dengan fasilitas yang tersedia (dengan
menggunakan MINI ICD-10, SCID 2, dsb).
c) Pemeriksaan BTA dan biakan dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1
(satu) dahak pagi. Pada bulan ke-4, ke-5, ke-6 dan akhir pengobatan dilakukan
pemeriksaan BTA dari dua (2) dahak pagi berurutan. Pemeriksaan BTA dapat
dilakukan di rumah sakit TBC RO atau laboratorium biakan. Sisa dahak yang sudah
diperiksa BTA dapat dikirimkan ke laboratorium biakan. Pemeriksaan LPA dan uji
kepekaan dilakukan dengan mengumpulkan 2 dahak.
d) Pemeriksaan rontgen dada diulang pada akhir tahap awal dan di akhir pengobatan.
e) Pemeriksaan EKG dilakukan di awal, minggu ke-2 pengobatan, bulan ke-1
pengobatan, lalu rutin setiap bulan dan atau bila terdapat keluhan terkait jantung.
34
35
f) Bila hasil pemeriksaan BTA/biakan masih positif pada bulan ke- 4, lakukan
pemeriksaan LPA lini kedua/uji kepekaan ulang untuk mengetahui jika terdapat
tambahan resistansi obat (acquired resistance). Jika laboratorium biakan juga
merupakan laboratorium LPA/uji kepekaan, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan isolat yang tumbuh. Jika laboratorium biakan bukan merupakan
laboratorium LPA/uji kepekaan, dapat dilakukan pengambilan dahak baru atau
pengiriman isolat ke laboratorium LPA/uji kepekaan.
g) Pemeriksaan dilakukan di awal dan dapat diulang bila ada indikasi.
h) Pemantauan pasca pengobatan dilakukan setiap 6 bulan selama 2 tahun, dan dapat
dilakukan kapan saja bila muncul gejala TBC.
35
36
Pasien TBC RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi (yang
harus diobati jangka panjang), seperti TBC meningitis, TBC tulang,
TBC spondilitis, TBC milier, TBC perikarditis, TBC abdomen
Pasien TBC RO dengan kondisi klinis tertentu, misalnya alergi berat /
intoleran terhadap obat-obatan pada paduan jangka pendek
Ibu hamil, menyusui
Komposisi Paduan Pengobatan Jangka Panjang
Paduan pengobatan TBC RO jangka panjang disesuaikan dengan pola resistansi
dan kondisi klinis pasien. Adapun langkah penyusunan paduan jangka panjang
berdasarkan rekomendasi WHO tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel berikut.
36
37
Contoh paduan pengobatan TBC RO jangka panjang tanpa injeksi yang dapat diberikan:
37
38
Cfz – Cs
38
39
Catatan:
Contoh paduan yang diberikan pada tabel di atas belum mencakup
semua opsi regimen.
Pemilihan obat Grup C pada paduan disesuaikan kondisi pasien dengan
mempertimbangkan urutan efektivitas obat.
39
40
Durasi pengobatan TBC RO jangka panjang ialah 18 bulan dan 16 bulan setelah terjadi
konversi biakan.
Jika konversi biakan terjadi pada bulan ke-1 atau 2, durasi total
pengobatan jangka panjang ialah 18 bulan.
Jika konversi biakan terjadi pada bulan ke-3 atau lebih, maka durasi
pengobatan pasien ditambahkan 16 bulan setelah konversi (n+16 bulan).
Bila pasien tidak mengalami konversi biakan pada bulan ke-8
pengobatan, maka pasien dinyatakan “Gagal pengobatan”. Pasien harus
didaftarkan ulang dan memulai pengobatan jangka panjang dari awal
dengan komposisi obat sesuai dengan hasil uji kepekaan terbaru.
Cara perhitungan durasi total pengobatan TBC RO jangka panjang berdasarkan waktu
konversi biakan dahak dapat dilihat pada Tabel berikut.
Waktu konversi
Perhitungan durasi Durasi total pengobatan TBC
biakan (Bulan ke-
pengobatan RO jangka panjang
)
1 N/A 18 bulan
2 2 + 16 bulan 18 bulan
3–7 n + 16 bulan 19 – 23 bulan
8 8 + 16 bulan 24 bulan
40
41
Pemeriksaan awal dan pemantauan dalam pengobatan TBC RO dengan paduan jangka
panjang pada umumnya sama dengan paduan jangka pendek, dengan penambahan untuk
pemeriksaan albumin (untuk pasien yang mendapatkan obat delamanid) dan pemeriksaan
audiometri untuk pasien yang mendapatkan obat injeksi. Daftar pemeriksaan yang
diperlukan untuk paduan TBC RO jangka panjang dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 14. Pemeriksaan awal dan selama pengobatan TBC RO (Jangka panjang)
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik V V V V
Konseling dan evaluasi
V V V V
kondisi psikososial
Berat badan (IMT) V V V V
Skrining neuropati
V V V
perifer
Skrining fungsi
V V V
penglihatan a
Skrining psikiatri V
Pemantauan efek
V V
samping obat
Konsultasi hasil
V V
pengobatan
Pemeriksaan Bakteriologis
BTA sputum b V V V V
Kultur sputum V V V V
Diulang
bila
LPA lini kedua V BTA/kultur
bulan ke-
6h positif
41
42
BTA/kultur
bulan ke-
6h positif
Rontgen dada c V V V
EKG d V V V
Audiometri f V
Fungsi hati:
SGOT, SGPT, Bilirubin
V V V
total
Albumin i V V
Asam urat V V
TSH/TSHs V
Tes kehamilan V
Tes HIV V
Keterangan tabel:
a) Tes penglihatan yang dilakukan meliputi tes buta warna dan lapang pandang
sederhana
b) Pemeriksaan BTA dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1 (satu) dahak
pagi. Pada bulan ke-6, ke-7, ke-8 dan akhir pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA
dari dua (2) dahak pagi berurutan.
c) Pemeriksaan rontgen dada diulang pada bulan ke-6 pengobatan
d) Pemeriksaan EKG dilakukan di awal, minggu ke-2 pengobatan, bulan ke-1
pengobatan, lalu rutin setiap bulan dan atau bila terdapat keluhan terkait jantung
42
43
e) Pemeriksaan DPL harus dipantau secara ketat untuk pasien yang mendapatkan obat
linezolid
f) Pemeriksaan audiometri harus dilakukan pada pasien yang mendapatkan obat
injeksi amikasin ataupun streptomisin
g) Pemantauan pasca pengobatan dilakukan setiap 6 bulan selama 2 tahun
h) Bila hasil pemeriksaan BTA/biakan masih positif pada bulan ke-6, lakukan
pemeriksaan LPA lini kedua/uji kepekaan ulang untuk mengetahui jika terdapat
tambahan resistansi obat (acquired resistance). Jika laboratorium biakan juga
merupakan laboratorium LPA/uji kepekaan, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan isolat yang tumbuh. Jika laboratorium biakan bukan merupakan
laboratorium LPA/ uji kepekaan, dapat dilakukan pengambilan dahak baru atau
pengiriman isolat ke laboratorium LPA/uji kepekaan.
i) Hanya dilakukan untuk pasien yang mendapatkan obat delamanid
Tabel 15. Dosis OAT untuk paduan pengobatan TBC RO jangka panjang (≥ 15
tahun)
Kelompok berat badan
(≥ 15 tahun)
Dosis
Nama Kema-
Grup Obat 30–35 36–45 46–55 56–70 >70
Obat san
Harian
kg kg kg kg kg
Levoflok- 250 mg
- 3 3 4 4 4
sasin tab
500 mg
1,5 1,5 2 2 2
tab
Dosis 400 mg
1 1 1,5 1,5 1,5
standar tab
Moksiflok- 1 atau 1,5
Dosis 400 mg
sasin 1,5 2 2
tinggi tab 1,5 atau 2
A Be- 100 mg 4 tablet pada 2 minggu pertama, 2
daquiline tab tablet Senin/Rabu/Jumat selama 22
43
44
- minggu berikutnya
50 mg cap 2 2 2 2 2
Clofazi- 100 mg
- 1 1 1 1 1
mine cap
10–15 250 mg
B Sikloserin 2 2 3 3 3
mg/kg cap
400 mg
Pirazin- 20–30 3 4 4 4 5
tab
amide mg/kg
500 mg
2 3 3 3 4
tab
500 mg/2
15–20 ml (am-
C Amikasin pul) 2,5 ml 3 ml 3–4 ml 4 ml 4 ml
mg/kg
8–12
PAS
g/hari
Sodium 1-1,5
dalam 2–3
salt (4g)
PAS dosis 1 bd 1 bd 1 bd 1 bd Bd
sachet
terbagi
4–6 mg/ kg
Obat 300 mg
INH dosis
lain tab 2/3 1 1 1 1
standar
44
45
10–15
300 mg
mg/kg do- tab 1,5 1,5 2 2 2
sis tinggi
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50
diberikan sekali
sehari.
Moksifloksasin 7,5 – 10 mg/kg Dosis maksimal 400mg
(Mfx)
Gatifloksasin
(Gfx)*
B Obat Kanamisin (Km) 15– 30mg/kg Dosis maksimal 1000 mg
Injeksi Lini
Amikasin (Am)* 15–30 mg/kg Dosis maksimal 1000 mg
Kedua
50
51
D2 OAT baru Delamanid > 35 kg: 100 mg 2 Untuk anak berusia > 6
(Dlm)* kali sehari tahun dan berat badan >
20 kg
20–34 kg: 50 mg 2
kali sehari
< 20 kg: konsul
TAK
Bedaquiline 400 mg selama 14 Untuk anak berusia > 12
(Bdq) hari dilanjutkan 200 tahun dan berat badan >
mg 3 kali seminggu 33 kg
selama 22 minggu
51
52
Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program nasional TBC
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada
kondisi tertentu dan tidak disediakan oleh program nasional TBC
52
53
d. Pengetahuan PMO
Minimal PMO memahami informasi penting tentang TBC untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya antara lain:
a. TBC disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur
c. Cara penularan TBC, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap awal dan tahap lanjutan)
e. Pentingnya pengawasan, supaya pasien berobat secara teratur
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke faskes.
Pada pengobatan TBC RO pemilihan PMO untuk tahap awal pengobatan adalah
petugas kesehatan baik di dalam atau di luar Fasyankes, mengingat pada fase ini
pasien harus mendapatkan suntikan setiap hari. Sedangkan untuk tahap lanjutan
PMO dapat dilakukan oleh petugas kesehatan atau kader kesehatan yang terlatih
TBC RO.
53
54
pemantauan dan pelaporan efek samping yang terstruktur dan terstandar. Sistem ini
telah disederhanakan dan disesuaikan untuk penggunaan rutin.
Program TBC Nasional saat ini telah menggunakan obat TBC yang baru seperti
Bedaquiline, Clofazimine dan linezolid sebagai bagian paduan obat yang akan
digunakan untuk mengobati pasien TBC Pre/XDR.
54
55
a. Jika anak usia < 10 tahun, saat ini ada salah satu
gejala seperti batuk atau demam atau riwayat kontak
dengan orang TBC aktif atau mengalami penurunan
berat badan yang dilaporkan atau terkonfirmasi > 5%
sejak kunjungan terakhir atau kurva pertumbuhan
datar atau berat badan untuk usia <-2 Z-skor. Bayi
usia <1 tahun tanpa gejala dengan HIV hanya diobati
untuk ILTBC jika mereka kontak serumah dengan
orang TBC aktif.
b. Adanya batuk atau demam atau keringat di malam
hari atau batuk darah atau nyeri dada atau sesak
napas atau lemah dan lesu atau penurunan berat
badan (misal pada anak usia <5 tahun tidak terdapat
anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah
diberikan perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak
naik/gagal tumbuh) Lesu atau anak kurang aktif
bermain, keringan malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TBC pada anak apabila tidak disertai
gejala umum lainnya
c. Termasuk kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
seperti:
1) Pasien immunokompremais lainnya (pasien
yang menjalani pengobatan kanker, pasien
yang mendapatkan perawatan dialisis, pasien
yang mendapat kortikosteroid jangka panjang,
55
56
56
57
Pokok Bahasan 3
C. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
Informasi dasar tentang TBC sudah disampaikan kepada pasien pada saat ditetapkan
menjadi terduga TBC. Namun sebaiknya diulangi kembali ketika pasien ditetapkan
menjadi pasien TBC. Hal ini berlaku juga pada pasien TBC RO. Sebelum dan selama
pengobatan TBC pemberian komunikasi motivasi ditujukkan kepada pasien maupun
keluarga pasien.
Semua informasi terkait TBC harus disampaikan pada pasien dengan maksud terjadi
peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap dan perilaku untuk menimbulkan motivasi
pasien untuk menyelesaikan pengobatan menuju kesembuhan. Informasi yang diberikan
secara bertahap kepada pasien TBC, dimulai sejak pertemuan awal, pada setiap
kunjungan mengambil obat, dan sampai pasien menyelesaikan pengobatannya.
1. Komunikasi Motivasi Untuk Pasien TBC
Tahapan dan informasi yang harus disampaikan kepada pasien TBC meliputi :
Pertemuan Awal
Sebelum memberikan informasi kepada pasien tentang TBC, ajukan terlebih dahulu
pertanyaan untuk menjajaki pengetahuan mereka saat ini tentang TBC. Lalu gunakan
alat bantu yang tersedia seperti lembar balik untuk pasien dalam menyampaikan
informasi tentang TBC.
Pesan- pesan yang perlu dikomunikasikan :
Penyakit TBC
Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai terduga untuk
memperkuat informasi tersebut.
57
58
58
59
segera tahu apabila pasien terlewat minum obat, dan segera menyelidiki
penyebabnya.
Menjelaskan paduan obat
Jelaskan tentang paduan pengobatan meliputi:
Lama waktu pengobatan
Contoh: Jika pasien baru
“Obat TBC diberikan selama 6 bulan. Bapak akan mendapatkan obat selama 6 bulan
karena bapak adalah pasien baru”
- Dosis Obat dan Penyesuaian sesuai Berat Badan
Contoh: “Apabila selama pengobatan ada peningakatan berat badan maka dosis
obat akan disesuaikan.
- Jenis obat dan cara pemberiannya
Contoh: Jika pasien kambuh
“Obat terdiri dari dua jenis, obat telan dan obat suntik. Obat akan diberikan
dalam dua tahap. Tahap awal obat harus diminum setiap hari selama 3 bulan
dan bapak/ibu juga akan disuntik selama dua bulan. Selanjutnya setelah hasil
pemeriksaan dahak negatif maka obat suntik akan dihentikan dan obat minum
akan diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan.“
- Kualitas obat
Contoh:
“Obat yang disediakan pemerintah gratis dan berkualitas, obat ini adalah
kombinasi yang terbaik yang digunakan di seluruh dunia untuk mengobati TBC,
bila bapak/ibu berobat dengan teratur dan tuntas maka akan sembuh.”
- Frekuensi kunjungan mengambil obat.
Contoh:
“Bapak/Ibu harus datang ke Faskes setiap hari selama dua bulan ini untuk
disuntik dan mengambil obat.”
- Kemana pergi untuk mengambil obat
Contoh:
“Bapak/Ibu bisa langsung datang ke ruang TBC jika mengambil obat, bila ada
keluhan bapak/ibu bisa bertemu dengan dokter. Bapak/Ibu dapat mengambil obat
sesuai waktu dan hari yang disepakati dengan petugas”
Pemeriksaan lanjutan pada akhir tahap awal
59
60
Jelaskan kepada pasien untuk melihat kemajuan pengobatan dan memastikan pasien
dapat melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu diperiksa
kembali.
Contoh:
“Bapak/Ibu, setelah minum obat dan disuntik dalam tahap awal bapak/ibu akan
diperiksa kembali dahaknya pada akhir tahap awal untuk melihat apakah kuman
sudah negative (tidak ditemukan ) dan untuk menilai apakah obat ini bisa bekerja
dengan baik dalam tubuh bapak/ibu.”
60
61
61
62
62
63
yang batuk- batuk? Siapa ? diperiksa Hal ini penting karena anak balita
berisiko terkena penyakit TBC yang berat.
Anak-anak tersebut membutuhkan tindakan
pencegahan atau dirujuk ke Faskes.
Anggota keluarga yang memiliki gejala TBC
harus diperiksa.
Apakah menurut bapak/ibu pengobatan Pentingnya pengawasan menelan obat
ini perlu diawasi? Karena lamanya pengobatan, seorang
pasien TBC dapat kehilangan motivasi untuk
menelan obat.
Seorang petugas kesehatan atau PMO
(Pengawas Menelan Obat) harus mengawasi
bapak/ibu menelan obat sesuai dengan
jadualnya. Hal ini untuk memastikan,
bapak/ibu menelan obat secara benar dan
teratur.
Dengan pengamatan secara teratur, petugas
kesehatan atau PMO akan mengetahui
apakah ada efek samping atau masalah lain.
Dengan pengawasan langsung menelan
obat, petugas kesehatan atau PMO akan
tahu apabila anda terlewat 1 dosis dan
dengan cepat akan menelusuri masalahnya.
Apabila anda harus bepergian, atau
berencana pindah, beritahu petugas
kesehatan atau PMO agar bisa diatur lagi
pengobatan tanpa harus menunda.
Menjelaskan secara rinci paduan obat Jelaskan kepada pasien.
pasien - Lama pengobatan.
- Kualitas Obat
- Frekwensi kunjungan untuk mengambil
obat
- Kemana dan kapan harus pergi untuk
pengobatan.
63
64
64
65
65
66
- Pasien tersebut akan terus menularkan kuman TBC kepada keluarga dan masyarakat
sekitar.
- Apabila pasien mengeluh obat terlalu banyak, jelaskan bahwa TBC disebabkan oleh
kuman yang kuat, karena itu butuh obat yang banyak baik jenis maupun jumlahnya.
Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan.
Komunikasikan kepada pasien:
- Kuman TBC tidak dapat dilihat dengan mata biasa, karena itu untuk mengetahui ada
tidaknya kuman TBC, perlu pemeriksaan dahak menggunakan mikroskop.
- Frekuensi pemeriksaan dahak selama masa pengobatan.
Akhir tahap awal. Setelah dua atau tiga bulan tahap awal, dahak akan diperiksa,
kemudian akan melanjutkan pengobatan tahap berikutnya.
Selama tahap lanjutan, dilakukan lagi pemeriksaan dahak pada bulan ke 5. Apabila tidak
ditemukan kuman teruskan pengobatan.namun bila masih ditemukan kuman, maka
kategori pengobatan akan berubah.
Pemeriksaan dahak terakhir dilakukan satu minggu sebelum akhir pengobatan Apabila
tidak ditemukan kuman pada pemeriksaan akhir, pasien dinyatakan sembuh.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Pasien TBC
Ingatkan pasien untuk terus menjalankan PHBS
Tabel 22. Daftar Pertanyaan dan Pesan Kunci untuk Pasien TBC di Tahap Lanjutan
Pada setiap kunjungan: Tunjukkan sikap penuh perhatian. Beri pujian kepada pasien.
Bicara secara jelas dan sederhana. Ajak pasien untuk bertanya.
Daftar Pertanyaan Pesan Kunci
Ajukan pertanyaan untuk mengidentifikasi Apabila ada efek samping ringan, berikan
efek samping. nasehat :
- Bagaimana perasaan anda ? - Apabila tidak nafsu makan, mual-mual, nyeri
- Apakah ada masalah ? perut, anjurkan menelan obat dengan
- Dengarkan dan perhatikan apakah ada makanan atau bubur.
efek samping berat : - Apabila sakit sendi, minum obat aspirin
- Gatal-gatal, bercak-bercak merah di - Apabila ada rasa terbakar dikaki, minum 100
kulit mg piridoksin sehari.
- Ketulian - Apabila urine berwarna oranye / merah, hal itu
- Pusing-pusing/pening, kehilangan normal, karena pengaruh obat.
66
67
keseimbangan/ imbung
- Kuning (kulit atau mata) Yakinkan pasien untuk melanjutkan
- Muntah-muntah yang berulang kali pengobatan. Apabila ada efek samping berat,
- Gangguan penglihatan hentikan obat TBC, dan segera rujuk ke dokter
Ingatkan pasien tentang pesan-pesan yang diperlukan
Apabila pasien belum membawa anggota Setiap anak usia dibawah 5 tahun yang tinggal
keluarga yang kontak untuk pemeriksaan serumah harus diperiksa gejala TBC. Anggota
keluarga lain yang mempunyai gejala TBC
harus diperiksa
Apabila pasien belum mengenal obat- Beri gambaran tentang jenis, warna dan jumlah
obat, atau ada perubahan paduan obat obat yang harus ditelan. Juga berapa kali harus
Apabila pasien merasa sudah baik menelan obat dan untuk berapa lama
Apabila pasien merencanakan untuk Walaupun merasa lebih baik, anda harus
bepergian atau pindah melanjutkan menelan obat selama waktu yang
ditentukan.
Apabila anda berencana untuk bepergian atau
pindah, beritahu petugas/PMO.
Akan diatur tentang kelangsungan pengobatan,
agar tidak ada dosis yang terlupa atau terlewat.
Apabila pasien terlewat 1 dosis obat Agar bisa sembuh, anda harus menelan obat
seluruhnya sesuai dengan ketentuan, selama
waktu pengobatan. Apabila anda tidak
melakukan hal itu, anda akan terus menularkan
TBC kepada orang lain.
Apabila pasien mengeluh tentang Menelan hanya sebagian obat, atau menelan
kelangsungan pengobatan obat tidak teratur, adalah berbahaya, dan
membuat penyakit menjadi sulit disembuhkan
Apabila waktunya untuk pemeriksaan dahak ulang
Jelaskan perlunya pemeriksaan dahak Kuman TBC tidak dapat dilihat dengan mata
biasa. Petugas laboratorium harus
memeriksanya dibawah microskop, untuk
melihat apakah masih ada kuman TBC, dan
menentukan apakah anda mengalami
67
68
perbaikan
Sesudah 2 dan atau 3 bulan
Apabila masih ada kuman dalam dahak , anda
membutuhkan pengobatan yang lebih lama
pada tahap awal.
Apabila tidak diketemukan lagi kuman, anda
siap untuk melanjutkan pengobatan ke tahap
Selama tahap lanjutan lanjutan.
68
69
69
70
70
71
71
72
PMO adalah petugas kesehatan atau kader kesehatan terlatih yang membantu
mengawasi pasien TBC Resistan Obat selama masa pengobatan hingga sembuh.
Peran PMO dalam pengobatan adalah:
Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal pengobatan sampai
sembuh, yaitu:
1) Membuat kesepakatan dengan pasien mengenai lokasi dan waktu menelan obat
.
2) PMO dan pasien harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat.
3) Pasien menelan obat dengan disaksikan oleh PMO.
4) Memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani pengobatan
secara lengkap dan teratur, yaitu:
Meyakinkan kepada pasien bahwa TBC RO bisa disembuhkan dengan
minum obat secara lengkap dan teratur.
Memotivasi pasien untuk tetap minum obatnya saat mulai bosan.
Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan
rasa percaya diri.
Menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar pasien
tidak putus berobat.
5) Mengingatkan pasien TBC atau TBC Resistan Obat datang ke Fasyankes untuk
mendapatkan obat dan periksa ulang dahak sesuai jadual, yaitu:
Mengingatkan pasien datang ke Fasyankes untuk mendapatkan obat
berdasarkan jadual pada kartu identitas pasien (TBC.02 atau TBC.02
MDR).
Memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat.
Mengingatkan pasien jadual periksa ulang dahak berdasarkan yang tertera
pada kartu identitas pasien (TBC.02 atau TBC.02 MDR).
Memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa ulang dahak.
6) Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan menghubungi
Fasyankes
Menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan OAT.
Mendampingi pasien ke Fasyankes bila mengalami efek samping obat.
Menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami bisa ditangani.
7) Memberikan penyuluhan tentang TBC dan TBC RO kepada keluarga pasien atau
orang yang tinggal serumah, yaitu tentang:
72
73
TBC adalah penyakit menular, cara penularan TBC, gejala-gejala TBC dan
cara pencegahannya,
TBC disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna-guna atau
kutukan dan bukan penyakit keturunan,
TBC dapat terjadi karena pasien TBC tidak minum obat tuberkulosis secara
teratur,
TBC atau TBC-RO dapat disembuhkan dengan berobat lengkap dan
teratur,
Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, yaitu: tahap awal dan lanjutan,
Obat TBC atau TBC-RO harus diminum sekaligus pada waktu yang sama
setiap harinya,
Tidak ada obat lain untuk mengobati TBC RO,
Pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan teratur,
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke Fasyankes.
8) Mengidentifikasi adanya kontak erat dengan pasien TBC Resistan Obat dan apa
yang harus dilakukan terhadap kontak erat tersebut.
4) Langkah-langkah memberikan informasi dan edukasi kepada pasien TBC RO
adalah :
a. Sampaikan kepada pasien informasi tentang definisi TBC RO dengan bahasa yang
sederhana sehingga dapat dimengerti pasien (Contoh pesan dapat dilihat pada
bagian informasi pada pasien terduga).
b. Sampaikan kepada pasien bahwa dari hasil pemeriksaannya ia positif mengidap
TBC RO (Contoh dapat dilihat pada bagian informasi pasien terduga).
5) Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien TBC RO adalah :
a. Pernyataan kesediaan menjalani pengobatan (Informed Consent) atau
pernyataan menolak pengobatan (Inform refusal).
Sebelum menjalani pengobatan, petugas harus menyampaikan tentang pernyataan
kesediaan pasien untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pengobatan.
Jelaskan secara rinci isi dan manfaat serta konsekuensi dari pernyataan kesediaan
yang ditandatanganinya. Berikanlah kesempatan kepada pasien untuk menanyakan
hal-hal yang belum dimengerti.Untuk pasien yang tidak bersedia menjalani
pengobatan diharuskan menandatangani informed refusal/ surat pernyataan
menolak pengobatan dan diberikan penyuluhan mengenai konsekuensi dari
73
74
penolakannya. Penyuluhan pada kasus ini, juga diberikan kepada keluarga dan
lingkungan sekitar pasien.
Bagi pasien yang menyetujui menjalani pengobatan, pasien melakukan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi) dengan
beberapa persiapan seperti lama waktu pemeriksaan, persiapan puasa, dan lain-
lain.
b. Menjalani Pengobatan TBC RO
Terdapat perbedaan antara pengobatan TBC RO dengan TBC bukan RO. Setelah
memberitahukan kepada pasien hasil pemeriksaan laboratorium, maka ada
beberapa hal yang harus dijelaskan sebelum dimulai pengobatan. Petugas dapat
menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Tempat pengobatan.
Contoh:
“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, bapak/ibu harus menjalani
pengobatan TBC RO. Bapak/ibu dapat menjalani pengobatan di Rumah Sakit
atau Puskesmas yang ditunjuk dan dekat dengan tempat tinggal
Bapak/ibusehingga pengobatan dapat diselesaikan.”
Jenis dan cara menelan obat
Contoh:
“Obat TBC RO berbeda dengan obat TBC sebelumnya. Ada beberapa jenis obat
yang diberikan, yaitu: obat yang diminum dan obat yang disuntikkan”.
Apabila pasien mendapatkan paduan obat dengan PAS, maka jelaskan kepada
pasien bahwa obat harus diminum dengan cara dimasukkan ke dalam minuman
yang berasa asam dan langsung diminum. Hal ini agar penyerapan obat baik.
Minuman yang berasa asam ini, misalnya: jus jeruk, jus apel atau jus nanas.”
Lama Pengobatan TBC RO
Contoh:
“Obat diberikan berkisar 20 -24 bulan tergantung pada kemajuan yang dialami
bapak/ibu. Oleh karena itu harus diminum secara teratur Selama masih diberi
petunjuk dokter untuk berobat maka obat harus diminum sesuai dengan aturan”.
Efek samping obat TBC RO dan penanganannya
Contoh:
74
75
75
76
Pasien TBC Resistan Obat dapat disembuhkan dengan pengobatan yang benar.
Selama hasil pemeriksaan biakan masih menunjukkan hasil positif, maka pasien TBC
Resistan Obat tersebut masih dapat menularkan kepada orang lain di sekitarnya. Untuk
menghindari penularan yang terjadi maka pada lingkungan sekitar perlu diberikan
informasi tentang pencegahan pengendalian infeksi, yang bertujuan agar setiap orang
yang berhubungan dengan pasien dapat menjaga dirinya tanpa menyakiti perasaan
pasien. Masyarakat sekitar pasien dan petugas kesehatan diharapkan dapat berperan
aktif menyampaikan informasi dan memberi dukungan untuk kesembuhan.
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada lingkungan sekitar pasien yaitu:
1) Pasien TBC Resistan Obat tidak perlu dikucilkan.
2) TBC Resistan Obat menular namun pencegahan penularan dapat dilakukan dengan
etika batuk dan menjalani pengobatan sedini mungkin.
3) Pasien TBC Resistan Obat membutuhkan dukungan psikologis dan sosial dalam
pergaulan sehari-hari untuk mendukung keberhasilan pengobatannya.
4) Kesembuhan pasien TBC Resistan Obat sangat penting untuk memutus rantai
penularan TBC Resistan Obat
5) Lamanya waktu pengobatan, beratnya efek samping yang ditimbulkan obat serta
dampak sosial yang diakibatkan dari TBC Resistan Obat, membuat pasien TBC
Resistan Obat sangat membutuhkan dukungan lingkungan sekitarnya.
Catatan :
Untuk menyampaikan informasi tentang penyakit TBC RO pasien tersebut
ke lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja pasien, perlu mendapatkan
persetujuan tertulis pasien terlebih dahulu dan mempertimbangkan risiko
yang terjadi.
76
77
c. Pengobatan gagal
Pasien akan membutuhkan dukungan dan konseling keluarga untuk menghadapi
hasil pengobatan yang gagal.
Contoh:
“Bapak/Ibu telah berusaha dengan baik dan cukup keras selama pengobatan ini.
Sayangnya obat-obatan ini tidak berhasil mematikan kuman dalam tubuh bapak/ibu.
Kuman dalam tubuh bapak/ibu lebih kebal dan obat untuk jenis kuman ini belum
tersedia. Kami dapat membantu memberi pengobatan sesuai dengan keluhan
bapak/ibu. Namun kuman belum bisa disingkirkan”.
Contoh:
“Kuman yang lebih kebal juga dapat menular kepada orang lain di sekitar bapak/ibu
bila batuk dan bersin. Karena itu bapak/ibu harus menutup mulut/hidung pada saat
batuk/bersin, memakai masker sesering mungkin, jemurlah alat tidur dan buka
jendela rumah setiap pagi”.
77
78
78
79
Pokok Bahasan 4
D. Pencegahan Tuberkulosis pada Populasi Rentan dan Terapi Pencegahan pada
Orang dengan Infeksi Laten TBC (ILTBC)
Upaya untuk mencegah kesakitan atau sakit yang berat bagi populasi rentan dapat
dilakukan dengan memberikan kekebalan dapat berupa vaksinasi BCG dan pemberian
Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) pada orang dengan infeksi laten TBC.
79
80
supuratif dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama
beberapa bulan. Pada beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten
dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan. Begitu juga pada kasus dengan
imunodefisiensi mungkin memerlukan rujukan.
Limfadenitis BCG
Limfadenitis BCG merupakan komplikasi vaksinasi BCG yang paling sering. Definisi
limfadenitis BCG adalah pembengkakan kelenjar getah bening satu sisi setelah
vaksinasi BCG. Limfadenitis BCG dapat timbul 2 minggu sampai 24 bulan setelah
penyuntikan vaksin BCG (sering timbul 2-4 bulan setelah penyuntikan), terdapat 2
bentuk limfadenitis BCG, yaitu supuratif dan non supuratif. Tipe non supuratif dapat
hilang dalam beberapa minggu. Tipe supuratif ditandai adanya pembekakan disertai
kemerahan, edem kulit di atasnya, dan adanya fluktuasi. Kelenjar getah bening yang
terkena antara lain supraklavikula, servikal, dan aksila, dan biasanya hanya 1-2
kelenjar yang membesar.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening sisi yang sama
dengan tempat penyuntikan vaksin BCG tanpa penyebab lain, tidak ada demam atau
gejala lain yang menunjukkan adenitis piogenik. Limfadinitis tuberkulosis sangat
jarang terjadi hanya di aksila saja. Pemeriksaan sitopatologi dari sediaan aspirasi
BCG limfadenitis tidak berbeda dengan limfadenitis tuberkulosis.
Limfadenitis BCG non-supuratif akan sembuh sendiri dan tidak membutuhkan
pengobatan. Pada limfadenitis BCG supuratif yang dilakukan aspirasi jarum
memberikan kesembuhan lebih tinggi (95% vs 68%) dan lebih cepat (6,7 vs 11,8
minggu) dari kontrol. Eksisi hanya dilakukan bila terapi aspirasi jarum gagal atau
pada limfadenitis BCG multinodular.
80
81
2) Penapisan ILTBC
Gambar. 1 Penapisan infeksi TBC pada orang dengan HIV/AIDS
Keterangan:
Kontra indikasi meliputi hepatitis akut atau
kronik, mengkonsumsi alkohol, memaliki gejala neuropati perifer. Riwayat TBC
dan sedang menajalani masa kehmilan bukan kontaindikasi pemberian TPT.
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
Keterangan:
Anak yang berkontak dengan pasien TBC RO sebaiknya dirujuk ke
spesialis anak untuk pemeriksaan lebih lanjut, sebagai berikut:
− Perlu memastikan tidak adanya TBC aktif sebelum pemberian TPT
− Jika kontak bergejala, langkah awal adalah pemeriksaan sputum
atau spesimen lain menggunakan TCM
− Jika terbukti sakit TBC, diberikan pengobatan TBC sesuai hasil
pemeriksaan uji kepekaan obat anak atau hasil uji kepekaan obat
kasus indeks
− Jika terbukti tidak sakit TBC, tindakan selanjutnya ditentukan oleh
dokter spesialis anak, bisa berupa observasi atau pemberian TPT
− TPT untuk anak idealnya berdasarkan resistensi OAT kasus
indeks. Paduan yang dapat diberikan adalah levofloxacin dan
etambutol selama 6 – 9 bulan.
− Durasi pengobatan harus berdasarkan judgement klinis yaitu
6/9/12 bulan
− Anak yang tidak bergejala baik yang mendapatkan maupun yang
tidak mendapatkan TPT harus diobservasi setiap bulan selama 2
tahun.
− Monitoring efek samping dan kepatuhan pengobatan sangat
penting
86
87
87
88
88
89
4) Selain 3HP paduan TPT jangka pendek juga bisa diberikan dengan
rifampisin setiap hari selama 4 bulan (4R)
Paduan 4R diberikan hingga 90 – 120 dosis selama 3 – 4 bulan.
Paduan ini memiliki efikasi yang sama dengan paduan
pengobatan pencegahan lainnya.
4R dapat diberikan sebanyak 10 mg/BB dengan dosis maksimal
600mg.
Efek samping yang dapat timbul karena penggunaan rifampisin
yaitu hepatotoksisitas, kemerahan, reaksi hipersensitivitas dan
perubahan warna pada cairan tubuh.
Paduan ini dapat diimplementasikan di wilayah dengan
transmisi rendah [6].
89
90
VIII. REFERENSI
90
91
IX. LAMPIRAN:
Pengobatan Pasien TBC Dengan Keadaan Khusus
Beberapa keadaan khusus tertentu dapat dialami oleh pasien setelah dan selama
mendapatkan pengobatan TBC, sehingga pasien perlu mendapatkan penanganan
yang spesifik sesuai dengan kondisinya dan pengobatan TBC nya tetap dapat
diteruskan sampai selesai. Beberapa kondisi tersebut antara lain adalah :
a. Pengobatan TBC pada ODHA
Tatalaksana pengobatan TBC pada ODHA adalah sama seperti pasien TBC
lainnya. Pada prinsipnya pengobatan TBC diberikan segera. Penting
diperhatikan dari pengobatan TBC pada ODHA adalah apakah pasien tersebut
sedang dalam pengobatan ARV atau tidak.
Prioritas utama bagi pasien TBC dengan HIV positif adalah segera
memberikan pengobatan OAT diikuti dengan pemberian Kotrimoksasol dan
ARV. Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu 8 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan TBC.
Paduan yang mengandung NVP hanya digunakan pada wanita usia subur
dengan pengobatan OAT (mengandung rifampisin) yang perlu dimulai ART
bila tidak ada alternatif lain.
Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TBC tidak
dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata I), rujuk pasien tersebut
ke RS rujukan pengobatan ARV. Kerjasama yang erat dengan Faskes yang
memberikan pelayanan pengobatan ARV sangat diperlukan mengingat adanya
kemungkinan harus dilakukan penyesuaian ARV agar pengobatan dapat
berhasil dengan baik.
1) Pengobatan TBC pada ODHA dan inisiasi ART secara dini
a) Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu 2- 8 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan TBC dan dapat ditoleransi baik
.
b) Penting diperhatikan dari pengobatan TBC pada ODHA adalah apakah
pasien tersebut sedang dalam pengobatan ARV atau tidak. Bila pasien
sedang dalam pengobatan ARV,sebaiknya pengobatan TBC tidak
dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata I), rujuk pasien
tersebut ke RS rujukan pengobatan ARV.
c) Apabila pasien TBC didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke
unit HIV atau RS rujukan ARV untuk mempersiapkan dimulainya
pengobatan ARV.
91
92
92
93
93
94
Pengobatan INH
• Menggunakan Isoniazid dosis 300 mg + Vitamin B6*
• Diberikan setiap hari selama 6 bulan (total 180 dosis).
* Vitamin B6 diberikan untuk mengurangi efek samping INH Dosis 25 mg per
hari atau 50 mg 2 hari sekali
Pemantauan INH
Dilakukan bersama dengan pemantauan paket pengobatan lain pada ODHA
untuk
memastikan agar pasien meminum obat secara teratur dan mengetahui efek
samping
secara dini.
Pemantauan dilakukan setiap kali ODHA berkunjung ke layanan HIV.
94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
ROLEPLAY/BERMAIN PERAN:
Petunjuk RolePlay:
1.Peserta dibagi 5 kelompok masing masing 6 orang
2.Pembagian Peran: sebagai Dokter, Perawat/ Bidan, Orang Tua, Kader .
3.Kasus :
Dalam satu rumah yg dihuni 4 orang terdiri, Seorang Janda umur 57 tahun menderita
Tuberkulosis dalam pengobatan 1,5 bulan di Puskesmas Kranggan (dengan hasil
Laboratorim BTA 3 postif dan mempunyai kartu berobat TBC /01). Janda tersebut
satu rumah dengan anak perempuan nya yang sudah menikah mempunyai anak
perempuan umur 4 tahun tumbuh sehat lincah.
Role Play / BERMAIN PERAN
a. Masing masing kelompok mainkan perannya dalam hal
Investigasi Kontak TBC
Pengobatan Pencegahan PPINH utk Anak
b.Bagaiaman a Teknik Komunikasi Motivasi kepada semua keluarga yang mempunyai
Balita dan Anak < 14 tahun agar mau mendapat kan pengobatan pencegahan PPINH?
100
PELATIHAN PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
TINGKAT FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
MATERI INTI 3
MANAJEMEN PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
JAKARTA
2020
1
TIM PENYUSUN
Pelindung:
dr. Anung Sugihantoro, M.Kes (Direktur Jendral P2P)
Pengarah:
1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML)
2. dr. Imran Pambudi, MPHM (Kepala Subdit TBC)
Sekretaris:
1. Nurjannah, SKM, M.Kes
2. Dr. Sulistya Widada
Editor
Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes
Anggota:
1. dr. Irfan Ediyanto
2. Sarah, SKM
3. dr. Endang Lukitosari, MPH
4. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM
5. H.D Djamal, M.Si
6. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
7. Saida N. Debataradja, SKM
8. dr. Setiawan Jati Laksono
9. drg. Siti Nur Anisah, MPH
10. Sulistyo, SKM, M.Epid
11. Suwandi SKM, M. Epid
12. dr. Wihardi Triman, MQIH
13. dr. Zulrasdi Djairas, SKM
14. Rudi Hutagalung
15. Suhardini, SKM, MKM
16. Novia Rachmayanti M.Biomed
17. Evi Natsir, SKM
18. Roro Antasari , SKM
19. Dela Pramesti, SKM
20. Triana Yuliarsih , SKM
21. Roni Chandra M.Biomed
22. dr Galuh Budhi Leksono Adhi M .Kes
23. Dangan Prasetya,S.IP
24. Mikyal Faralina SKM
2
25. Windy Oktavina SKM M.Kes
26. Sophia Talena Adoe SKM
3
DAFTAR SINGKATAN
AKMS = Advokasi Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BTA = Basil Tahan Asam
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
CNR = Case Notification Rate
DOTS = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
4
I. DISKRIPSI SINGKAT
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Penularan melalui udara, sumber penularan adalah
pasien TBC yang dahaknya mengandung kuman TBC.
Sejak tahun 1995, program penanggulangan TBC nasional mengadopsi strategi
DOTS atau Directly Observed Treatment Shortcourse, yang direkomendasi oleh
WHO.Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang
paling cost effective.
Materi Program Penanggulangan TBC berisi target dan strategi nasional
penanggulangan TBC terutama elimanasi TBC tahun 2030 dan Indonesia bebas TBC
tahun 2050, sehingga diperlukan penguatan kepemimpinan program TBC;
peningkatan akses pelayanan TBC yang bermutu terintegrasi dengan PISPK
;pengendalian faktor risiko TBC; peningkatan kemitraan; peningkatan kemandirian
masyarakat dalam pengendalian TBC; dan penguatan manajemen program TBC.
5
IV. METODE PEMBELAJARAN
1. Curah pendapat,
2. CTJ,
3. Diskusi kelompok,
4. Studi kasus
6
b. Mengajukan pertanyaan kepada Pelatih sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan Pelatih.
C. Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan dan Sub pokok bahasan
1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan kelompok untuk membaca materi inti 1 secara bergantian
b. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses
penyelesaian latihan, menyimpulkan hasil diskusi.
2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan bertanya pada hal-hal yang kurang jelas pada
pelatih.
b. Melakukan proses membaca materi secara bergantian.
c. Mengikuti diskusi dalam kelompok.
D. Langkah 4 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar
1. Kegiatan Pelatih
a. Menugaskan peserta latih menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan
termasuk evaluasi akhir materi dalam lampiran.
b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing – masing pertanyaan
c. Bersama peserta diskusi dan merangkum butir-butir penting dari hasil
proses pembelajaran.
d. Membuat kesimpulan.
2. Kegiatan Peserta
a. Menjawab pertanyaan yang ditugaskanPelatih.
b. Bersama Pelatih merangkum hasil proses pembelajaran koordinasi lintas
program dan lintas sektor.
7
TBC dengan komorbid DM/penyandang DM, jumlah kasus TBC melalui
pendekatan PAL (Practical Approach to Lung Health), dan jumlah pasien TBC
ekstra paru.
4. Jumlah Kader TBC
Yang dimaksud kader TBC adalah komunitas yang berasal dari masyarakat
dalam wilayah kerja tertentu yang telah mendapatkan pelatihan dan masih
aktif, baik yang dilakukan oleh Puskemas, UKBM, LSM (Aisyiyah, PPTI,
LKNU, dan lain-lain)
5. Akses Pelayanan Kesehatan dari FKTP di Wilayahnya
Jarak tempuh adalah suatu jarak yang akan ditempuh dan dapat dilakukan
dalam kegiatan penemuan secara aktif masif/PISPK dari FKTP ke sasaran
tiap desa/kelurahaan.
Pokok Bahasan 2
B. Perencanaan Program Penanggulangan TBC
1. Strategi Penemuan Kasus
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no.67 tahun 2016 terdapat tiga
Akselerasi program TBC, yaitu:
a. Melakukan penemuan pasif intensif dan aktif masif:
Penguatan jejaring layanan pemerintah dan swasta berbasis
kabupaten/kota dan memberikan layanan standar serta wajib melaporkan
setiap pasien TBC yang dilayani kepada dinas kesehatan setempat.
Melakukan pendekatan terpadu dengan layanan lain : HIV, DM, Gizi,
Penyakit paru lainnya, KIA, penanggulangan rokok, kesehatan lingkungan,
promosi dan penyuluhan kesehatan.
Melakukan investigasi kontak pasien TBC ke rumah dan lingkungannya
dengan melakukan skrining gejala TBC.
Penemuan aktif dan massal di daerah berisiko, seperti perumah padat dan
kumuh, rutan, lapas, pabrik, prsantren, sekolah, tambang, dll.
Pemantauan minum obat sampai tuntas dan melakukan pacakan kasus
TBC yang mangkir / drop out.
b. Kerjasama secara multisektoral dengan membuat rencana aksi daerah
dalam bentuk perda/perkada untuk kesinambungan dan sinergitas program
TBC.
c. Penguatan monitoring dan evaluasi secara berjenjang ke pusat dengan
indikator :
angka penemuan kasus TBC lebih dari 90% dan angka keberhasilan
pengobatan lebih dari 90%.
Minimal 90% pasien TBC dilakukan investigasi kontak.
Setiap kab/kota telah membentuk jejaring layanan kolaborasi pemerintah-
swasta dan berfungsi secara baik.
Setiap kab/kota memiliki rencana aksi daerah dalam bentuk
perda/perkada
2. Target
Keberhasilan program penanggulangan TBC ditandai dengan tercapainya
sasaran yang telah direncanakan berdasarkan evidence based data (data
8
epidemiologi). Dalam menentukan beban TBC saat ini menggunakan metode
modeling dan selanjutnya ditentukan target penemuan kasus TBC yang
secara nasional telah diturunkan sampai ke kabupaten/kota. Sedangkan
target untuk fasyankes yang mempunyai wilayah kerja (puskesmas) akan
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat secara
proporsional berdasarkan jumlah penduduk.
3. Logistik
Logistik sebagai bahan pendukung dalam tatalaksana pasien TBC di
fasyankes sangat diperlukan ketersediaannya untuk menjamin ketersediaan
logistik mulai dari kegiatan penemuan, pengobatan, dan pemantauan setelah
selesai pengobatan.
Logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan penanggulangan TBC di
fasyankes adalah:
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
b. Logistik non OAT antara lain reagen Ziehl Nielsen (ZN), kaca sediaan,
mikroskop, pot dahak, minyak imersi, ether alkohol, tisu, ose/aplikator
bambu, lampu spiritus/bunsen, rak pengering, lysol, kertas lensa, dan lain-
lain.
c. Obat untuk pencegahan TBC dan IPT TBC HIV.
d. Larutan tuberkulin untuk tuberkulin tes.
e. Sarana dan bahan-bahan Laboratorium.
f. Formulir, kartu, dan buku register.
Keterangan:
Kb = Perkiraan kebutuhan OAT perbulan (dalam satuan paket)
Menghitung Kb adalah rata rata konsumsi perbulan tahun lalu
atau target yang akan dicapai pada tahun perencanaan.
Pp = Periode perencanaan (dalam satuan bulan), mulai saat
perencanaan sampai OAT diterima
Bs = Buffer stok (dalam satuan paket) = ...% x (Kb x Pp)
Ss = Stok sekarang (dalam satuan paket)
Sp = Stok dalam pesanan yang sudah pasti (dalam satuan paket)
9
Perhitungan kebutuhan obat pasien TBC Resistan Obat dihitung oleh
kabupaten/kota.
Penghitungan paduan 6H
Tabel 1 Perhitungan Paduan 6H
10
yang eligible x 180 hari x 3
tablet
4. Perkiraan jumlah INH 4. Perkiraan jumlah remaja dan
300 mg yang dibutuhkan dewasa usia diatas 15 tahun
yang eligible x 180 hari x 1
tablet
ODHIV 1. Perkiraan jumlah Jumlah ODHIV anak usia < 2
ODHIV anak usia < 2 tahun x proporsi ODHIV anak
tahun yang layak usia < 2 tahun x 100% target
mendapatkan capaian TPT ODHIV anak usia
TPT 6H < 2 pada tahun perencanaan
2. Perkiraan jumlah INH Perkiraan jumlah ODHIV anak
100 mg yang dibutuhkan usia
< 2 tahun yang eligible x 180
hari x 1 tablet
11
Penghitungan paduan 3HP
Tabel 3 Penghitungan Paduan 3HP
12
>50 kg
13
- Lfx saja
14
4). Penanggung jawab
5). Sumber dana
6). Evaluasi dengan menggunakan indikator program
7).. Rencana Tindak Lanjut sesuai table sebagai berikut :
*
dibuat per bulan
Pokok Bahasan 3:
C. Penggerakan Program Penanggulangan TBC
Penggerakan program penanggulangan TBC dilakukan bekerjasama dengan lintas
program dan lintas sektor. Lintas sektor yang dimaksud antara lain: tokoh agama,
tokoh masyarakat, Camat, Lurah/Kepala Desa, RW, RT, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), kader TBC, dokter praktek swasta, klinik swasta, laboratorium,
apotek, dll. Penggerakan program penanggulangan TBC di wilayah Puskesmas
menjadi tanggung jawab Camat berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas.
Kegiatan jejaring penanggulangan TBC di tingkat FKTP
adalah:
1) melakukan manajemen uji silang sediaan.
2) melakukan penemuan kasus;
3) melakukan pengobatan TBC;
4) melakukan pengendalian faktor risiko;
5) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bentuk usulan SDM
yang akan mengikuti pelatihan, melatih kader bersama LSM;
6) melakukan KIE;
7) mengintegrasikan penanggulangan TBC;
8) melakukan rujukan.
Berdasarkan lingkup pelaksanaan, jejaring layanan tuberkulosis terdiri dari 2
jenis, yaitu jejaring internal dan jejaring eksternal termasuk pencatatan dan
pelaporan didalamnya.
1. Jejaring internal TBC adalah jejaring layanan TBC di dalam fasyankes yang
melibatkan semua poli/unit layanan yang diharapkan dapat menerapkan sistem
skrining TBC, penemuan terduga dan pasien TBC, rujukan penegakan diagnosis
terduga TBC, rujukan pengobatan pasien TBC antar poli/unit, pemberian terapi
pencegahan TBC, serta mekanisme pencatatan dan pelaporan TBC di fasilitas
kesehatan yang diawasi oleh manajeman fasyankes dan dikoordinasikan oleh tim
TBC di fasyankes.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi layanan TBC dengan unit
kesehatan lain di suatu fasyankes, mengurangi terjadinya keterlambatan
diagnosis TBC, mengurangi keterlambatan pelaporan TBC serta memastikan
seluruh terduga dan pasien TBC dilaporkan ke sistem informasi nasional TBC.
2. Jejaring eksternal TBC adalah jejaring layanan TBC di antara semua fasyankes
di suatu kabupaten/kota yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan
15
Kabupaten/Kota yang diharapkan dapat mengawasi terselenggaranya akses
diagnosis TBC, rujukan pengobatan TBC antar fasyankes, sistem penemuan
terduga dan pelacakan pasien TBC mangkir (Lost to Follow Up/LTFU),
investigasi kontak dan akses logistik OAT dan non-OAT TBC untuk semua
fasilitas kesehatan di suatu kabupaten/kota.
Jejaring ini bertujuan untuk memastikan seluruh fasyankes memiliki akses untuk
memberikan layanan TBC yang sesuai standar agar semua pasien TBC
ternotifikasi, diobati dan terlaporkan ke sistem informasi TBC
16
d. Selanjutnya terduga TBC dikirim langsung atau diminta berdahak untuk
dikirim spesimen dahaknya ke laboratorium TCM dengan mengunakan
TBC.05. Petugas TBC melakukan input permohonan laboratorium pada
SITB sebelum melakukan pemeriksaan dahak.
e. Hasil pemeriksaan dahak dicatat di form TBC.04 kemudian dikirim ke dokter
yang bersangkutan. Petugas laboratorium menginput hasil pemeriksaan
dahak pada SITB
f. Penegakan diagnosis dan penentuan klasifikasi TBC dilakukan oleh dokter
di unit DOTS sesuai dengan alur diagnosis TBC terkini.
g. Bila diagnosis sudah ditegakkan, pasien TBC segera di registrasi dengan
menggunakan form TBC.01 dan TBC.02 kemudian dimasukkan ke TBC.03.
Unit DOTS memberikan penyuluhan dan tata cara pengambilan obat, serta
menentukan PMO.
h. Dalam kunjungan selanjutnya, pasien TBC yang telah terdaftar di loket
pendaftaran dapat langsung ke unit DOTS.
i. Setelah memulai pengobatan, petugas Puskesmas melakukan skrining
pemeriksaan HIV dan DM kepada masing-masing pasien TBC. Hasil
skrining dicatat dalam form TBC.01 dan TBC.03 serta menginputkannya
kedalam SITB
j. Puskesmas perlu memastikan mekanisme agar pasien-pasien TBC yang
berobat di puskesmas dapat berobat tepat waktu dan tidak mangkir. Salah
satu upaya tersebut adalah dengan cara memeriksa status pengobatan di
modul kasus SITB dan kartu TBC.01 serta jumlah obat di masing-masing
kotak OAT.
k. Unit pelayanan yang memerlukan logistik baik OAT maupun non-OAT,
seperti pot dahak, formulir pencatatan TBC, reagen, modul TCM dan
sebagainya, dapat diperoleh dari bagian logistik puskesmas.
17
Fasyankes yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan laboratorium dapat
merujuk pasien atau spesimen ke fasyankes lain untuk diagnosis maupun
follow up pasien TBC dan TBC Resistan Obat.
Fasyankes yang dapat melakukan pemeriksaan diagnosis TBC adalah
fasyankes yang memiliki TCM. Fasyankes yang dapat melakukan
pemeriksaan mikroskopis TBC adalah Puskesmas Rujukan Mikroskopis
(PRM), Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) dan RS DOTS. Beberapa
Puskesmas saat ini memiliki status sebagai Puskesmas Satelit (PS) yang
melakukan pemeriksaan mikroskopis sampai dengan fiksasi, kemudian
merujuk sediaan yang telah di fiksasi ke PRM sesuai pengaturan oleh
Dinas Kesehatan setempat. Fasyankes yang dapat melakukan
pemeriksaan biakan adalah laboratorium yang terpantau mutunya oleh
Laboratorium Rujukan Nasional TBC BBLK Surabaya.
Fasyankes yang dapat melakukan pemeriksaan TCM adalah RS,
Puskesmas maupun laboratorium. Pengaturan rujukan pasien/spesimen
ke fasyankes TCM dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai beban kerja masing-masing laboratorium TCM. Jika kapasitas
laboratorium TCM masih rendah, Dinas Kesehatan dapat mengatur agar
fasyankes di sekitar laboratorium TCM merujuk spesimen dari terduga
TBC ke laboratorium TCM terdekat. Fasyankes tersebut merupakan
jejaring TCM dan hanya melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk follow
up. Jumlah dahak yang diperlukan untuk pemeriksaan TCM sebanyak 2
(dua) dahak, yaitu Sewaktu - Sewaktu, Sewaktu - Pagi maupun Pagi –
Sewaktu dengan jarak 1 jam dari pengambilan dahak pertama ke
pengambilan dahak kedua. Standar kualitas dahak yang digunakan adalah
dahak dengan volume 3-5 ml dan mukopurulen.
Alur jejaring diagnosis laboratorium, pengobatan dan pencatatan
pelaporan TBC disesuaikan dengan jenis fasyankes dan ketersediaan alat
TCM.
b. Jejaring Rujukan Pengobatan Pasien
Pasien TBC dalam proses diagnosis dan pengobatan dapat
berpindah antar fasyankes, baik rujukan pasien pindah vertikal (FKTP-
FKRTL) maupun horizontal (FKTP-FKTP atau FKRTL-FKRTL). Pasien
TBC yang berpindah fasyankes harus dapat terinformasi dengan baik
antar fasyankes, sehingga pasien TBC mendapatkan pengobatan TBC
sesuai standar dan hingga tuntas. Secara umum, alur koordiasi pasien
pindah adalah sebagai berikut:
18
Bila terduga TBC sudah dilakukan pemeriksaan diagnostic TBC dan
pasien berpindah fasyankes sebelum pengobatan, maka:
a. Fasyankes perujuk menginformasikan kepada fasyankes yang dituju
serta Dinas Kesehatan dengan menyertakan hasil pemeriksaan
bakteriologis TBC pada TBC 05 dan TBC 09 serta menginput data
pasien di sistem informasi TBC nasional.
b. Fasyankes perujuk memindahkan status pasien pada sistem informasi
TBCnya untuk “Dirujuk ke Fasyankes” tujuan dan/atau mengirimkan
TBC.09 bagian bawah. Status pasien TBC akan berubah menjadi
“Belum lapor”
c. Fasyankes penerima rujukan melakukan konfirmasi menerima pasien
pada sistem informasi TBCnya. Dengan fasyankes penerima rujukan
melakukan konfirmasi, status pasien TBC fasyankes perujuk akan
berubah menjadi “Sudah lapor”
d. Fasyankes penerima rujukan melanjutkan inisiasi pengobatan terduga
TBC yang sudah terkonfirmasi bakteriologis TBC. Bila terduga belum
memiliki hasil pemeriksaan bakteriologis, maka fasyankes penerima
melakukan pemeriksaan diagnosis TBC bagi terduga.
e. Jika pasien berpindah pengobatan keluar kabupaten/kota asal dapat
menggunakan komunikasi lintas batas wilayah (antar Dinas
Kesehatan Kab/Kota atau antar Dinas Kesehatan Provinsi)
19
Gambar 4. Alur Pelacakan Pasien TBC Mangkir dari Fasyankes
20
Kader diwajibkan untuk melaporkan hasil data IK kepada petugas
puskesmas, dan seluruh pencatatan dan pelaporan terkait kegiatan IK dan
pemberian TPT dicatat di sistem informasi TBC. Berikut adalah alur
jejaring investigasi kontak yang melibatkan seluruh fasyankes :
21
Gambar 6. Pengelolaan Logistik
Penyimpanan logistik baik obat maupun non obat harus
memperhatikan tata cara penyimpanan yang baik, sesuai dengan
spesifikasi barang logistik. Peyimpanan barang logistik harus
tersedia kartu stok yang berisi informasi jumlah barang, tanggal
kadaluarsa, tanggal penerimaan dan pengeluaran barang logistik.
f. Jejaring Pencatatan dan Pelaporan TBC
Informasi TBC yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang
mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan
pengetahuan dalam mendukung program P2TBC. Informasi kesehatan untuk
program P2TBC adalah informasi dan pengetahuan yang memandu dalam
melakukan penentuan strategi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program P2TBC.
Setiap fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan TBC wajib
mencatat dan melaporkan kasus TBC yang ditemukan dan/atau diobati
sesuai dengan format pencatatan dan pelaporan yang ditentukan.
Pelanggaran atas kewajiban ini bisa mengakibatkan sanksi administratif
sampai pencabutan izin operasional fasilitas kesehatan yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sistem notifikasi wajib dapat dilakukan melalui sistem elektronik sesuai
dengan tata cara dan sistem yang ditentukan oleh program penanggulangan
TBC. Seluruh fasyankes wajib mencatat dan melaporkan seluruh
penanganan kasus Tuberkulosis ke sistem informasi tuberkulosis melalui :
a. SITB
SITB merupakan sistem pencatatan dan pelaporan tuberkulosis
yang utama dan diperuntukkan untuk seluruh fasyankes (termasuk
DPM dan klinik) yang memiliki kapasitas untuk melakukan
pencatatan dan pelaporan TBC menggunakan SITB.
b. WIFI TB
22
WIFI TB merupakan alternatif sistem informasi pencatatan dari
DPM/Klinik, bagi DPM/Klinik yang tidak memiliki kapasitas dan
keterbatasan untuk melaporkan dengan SITB. DPM/Klinik dapat
melaporkan terduga dan kasus tuberkulosis menggunakan WIFI
TB yang sudah terintegrasi dengan SITB, kemudian secara
bertahap faskes dapat didorong untuk dapat menggunakan SITB.
g. Jejaring Pembinaan
Puskesmas melakukan jejaring pembinaan secara formal dan informal ke
lintas sektor seperti ke pemerintah daerah (camat, lurah, Dinas Pendidikan,
PLKB, Koramil, Babinsa, Polsek). Puskesmas juga melakukan pembinaan
ke lintas program penyedia pelayanan di wilayah kerjanya (RS, DPM, klinik
swasta, apotek, laboratorium, posyandu, posbindu, puskesmas pembantu,
polindes, pos obat desa, dll).
Pokok Bahasan 6:
D. Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopis
Pemantapan mutu laboratorium adalah suatu sistem yang dirancang
untuk meningkatkan dan menjamin mutu serta efisiensi pemeriksaan
laboratorium secara berkesinambungan sehingga hasilnya dapat
dipercaya. Tujuan/manfaat pemantapan mutu laboratorium
mikroskopis TBC adalah:
1. Menjamin bahwa hasil pemeriksaan laboratorium mikroskopis yang
dilaporkan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, karena hasil
pemeriksaan mikroskopis berperan sebagai penentu diagnosis
(untuk wilayah tertentu yang memiliki kesulitan untuk mengakses
TCM) dan pemantauan pengobatan pasien TBC.
2. Mengidentifikasi berbagai tindakan yang berpotensi menimbulkan
kesalahan.
3. Menjamin bahwa tindakan-tindakan perbaikan yang tepat telah
dilakukan.
23
Penjelasan:
(1) Sediaan uji silang dan file eTBC12 fasyankes mikroskopis TBC dikirimkan
dari masing masing fasyankes ke Lab Rujukan Intermediet atau Provinsi
(LRI/LRP).
(2) LRI/LRP mengirimkan umpan balik uji silang ke masing-masing fasyankes
baik secara langsung maupun melalui dinas kesehatan.
(3) LRI/LRP mengirimkan eTBC12 rekap kab/kota ke LRP dengan tembusan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota.
(4) LRP mengirimkan eTBC12 rekap Provinsi ke LRN Mikroskopis dengan
tembusan dinas kesehatan provinsi.
(5) LRN Mikroskopis mengirimkan laporan rekap Provinsi ke ke Substansi TBC
tembusan ke Unit Pembina Laboratorium.
Peran petugas TBC di faskes dalam kegiatan uji silang mikroskopis TBC adalah
sebagai berikut:
a) Pengambilan dan pemilihan sediaan untuk uji silang
Pengambilan dan pemilihan sediaan untuk uji silang dilakukan dengan
metode LQAS.
b) Mengisi formulir TBC 12 dan atau perangkat e TBC 12 sebagai berikut:
1) Pengisian formulir TBC 12
Lembar 1: tanpa mengisi hasil pemeriksaan laboratorium TBC faskes
pada kolom no. 4, diserahkan kepada petugas pelaksana mikroskopis
uji silang di laboratorium intermediate/rujukan uji silang
24
Lembar 2: mengisi hasil pemeriksaan fasyankes pada kolom no. 4,
diserahkan kepada penanggung jawab laboratorium uji silang/Ketua
tim uji silang/koordinator uji silang
2) Pengisian perangkat eTBC 12
Prinsip pengisian perangkat e TBC 12 sama denganpengisian formulir
TBC 12. Dengan menggunakan kata sandi, maka petugas laboratorium
intermediate tidak dapat melihat hasil pembacaan laboratorium
mikroskopis TBC di faskes sehingga blinded dapat terjaga.
c) Pengiriman sediaan uji silang ke laboratorium intermediate bersama dengan
formulir TBC 12 atau perangkat eTBC 12
VIII. REFERENSI
A. PP No. 2/2018 tentang SPM
B. Permenkes TBC nomor 67, tahun 2017
C. Juknis TBC Anak 2016
D. Juknis Logistik 2017
E. Strategi Nasional Penanggulangan TBC, tahun 2016-2019
F. Permenkes No. 75 tentang Puskesmas
IX. LAMPIRAN
LATIHAN KASUS
Petunjuk latihan kasus:
1.Latihan ini dikerjakan oleh dikerjakan oleh masing masing peserta menggunakan
data masing-masing dibantu Fasilitator/Pelatih.
Data yang dibawa sebagai berikut :
1. Target penemuan kasus TBC di wilayah tahun 2018
2. Data jumlah penduduk di wilayah (Kecamatan dan Kelurahan/Desa) tahun 2018
3. Peta buta per Kelurahan/Desa se-Kecamatan tahun 2018
4. Rekap TBC.01 dan/atau TBC.03 UPK tahun 2018 (data dipisahkan per
Kelurahan/Desa):
a. Kasus TBC paru baru terkonfirmasi bakteriologis
b. Kasus TBC paru baru terdiagnosis klinis
c. Kasus TBC baru ekstraparu
d. Kasus TBC baru anak
e. Kasus TBC baru kasus kambuh
f. Kasus TBC baru kasus default/loss to follow-up
g. Kasus TBC baru kasus gagal pengobatan
h. Kasus TBC baru kasus lain-lain
5. Hasil pengobatan tahun 2017
a. Total kasus TBC yang diobati dan dilaporkan tahun 2017
b. Kasus sembuh
c. Kasus pengobatan lengkap
d. Meninggal
e. Gagal pengobatan
f. Default/loss to follow-up
Tugas:
1. Buatlah mapping kasus TBC per desa tahun 2018
25
2. Hitunglah beban TBC per desa tahun 2018 berdasarkan proporsi penduduk!
3. Hitunglah capaian kecamatan dan per kelurahan untuk ketiga indikator!
4. Buatlah analisis dan Tindak Lanjut dari hasil penghitungan indikator!
5. Hitunglah kebutuhan OATdan non OAT TBC sensitif obat serta PP INH untuk tahun
berikutnya!
26