Anda di halaman 1dari 100

-1-

PELATIHAN BAGI PELATIH PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS


TINGKAT FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DAN FASILITAS KESEHATAN
RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN

MATERI INTI 2
PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS

DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA
2020
-2-

TIM PENYUSUN

Pelindung:
dr. Anung Sugihantoro, M.Kes (Direktur Jendral P2P)
Pengarah:
1. dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes (Direktur P2PML)
2. dr. Imran Pambudi, MPHM (Kepala Subdit TBC)
Sekretaris:
1. Nurjannah, SKM, M.Kes
2. Dr. Sulistya Widada
Editor
Dr. dr. Rina Handayani, M.Kes
Anggota:
1. dr. Irfan Ediyanto
2. Sarah, SKM
3. dr. Endang Lukitosari, MPH
4. dr. Hanifah Rizki Purwandani, SKM
5. H.D Djamal, M.Si
6. dr. Retno Kusuma Dewi, MPH
7. Saida N. Debataradja, SKM
8. dr. Setiawan Jati Laksono
9. drg. Siti Nur Anisah, MPH
10. Sulistyo, SKM, M.Epid
11. Suwandi SKM, M. Epid
12. dr. Wihardi Triman, MQIH
13. dr. Zulrasdi Djairas, SKM
14. Rudi Hutagalung
15. Dr Ngabila
16. Dr Murni
17. Antasari Roro, SKM
18. Dela Pramesti, SKM
19. Triana, SKM
-3-

DAFTAR SINGKATAN
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
ART = Anti Retroviral Therapy
ARV = Anti Retroviral Virus
ASI = Air Susu Ibu
BKPM = Balai Kesehatan Paru Masyarakat
BBKPM = Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
BCG = Bacille Calmette-Guerin
BP4 = Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru
BTA = Basil Tahan Asam
CNR = Case Notification Rate
CTJ = Ceramah Tanya Jawab
DM = Diabetes Mellitus
DOT = Directly Observed Treatment
DOTS = Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy
DPM = Dokter Praktek Mandiri
FDC = Fixed Dose Combination
FKRTL = Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
FKTP = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKTP-RM = Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama Rujukan Mikroskopis.
FKTP-S = Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Satelit
FLD = First Line Drugs
HIV = Human Immunodeficiency Virus
IRIS = Immune Response Inflammantory Syndrome
ISTC = International Standards For Tuberculosis Care
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
KIE = Komunikasi, Informasi, Edukasi
MDR = Multi Drug Resistance
OAD = Obat Anti Diabetika
OAINS = Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
OAT = Obat Anti Tuberkulosis
ODHA = Orang dengan HIV AIDS
OHO = Obat Hipoglikemik Oral
PAS = Para Amino Salisilic Acid
PDP = Pengobatan Dengan Perawatan
PHBS = Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKK = Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PMO = Pengawas Menelan Obat
PNPK = Pedoman Nasional Praktek Kedokteran Tatalaksana
PPI = Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PPK = Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol
PPTI = Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RO = Resistan Obat
RR = Resistan Rifampisin
RS = Rumah Sakit
SLD = Second Line Drugs
TAK = Tim Ahli Klinis
TBC = Tuberkulosis
TPT = Terapi Pencegahan TBC
-4-

TCM = Tes Cepat Molekuler


Total DR = Totally Drug Resistance
TSH = Thyroid Stimulating Hormon
XDR = eXtensive Drug Resistance
WHO = World Health Organization
-5-

I. DISKRIPSI SINGKAT
Pengobatan dapat diberikan setelah ditegakkan diagnosis dan klasifikasi kasus bagi setiap
pasien TBC sensitif obat (SO) maupun pasien TBC Resistan Obat (RO). Tatalaksana
pengobatan TBC di FKTP maupun di FKRTL pada prinsipnya sama. Pada kasus TBC yang
tidak dapat ditangani di FKTP dan memerlukan tidakan lanjut dapat dirujuk ke FKRTL.
Pengobatan pasien TBC sensitif maupun TBC RO prinsipnya terdiri dari dua tahap yaitu tahap
awal dan tahap lanjutan. Tahap pengobatan harus dijalani secara teratur dan benar oleh pasien
TBC agar dapat sembuh dan memperkecil risiko terjadinya TBC Multi Drug Resistant (MDR)
atau bahkan Extensively Drug Resistant (XDR).
Modul ini akan membahas tentang Pengobatan TBC pada pasien dewasa (TBC sensitif
maupun TBC resistan obat), pengobatan TBC pada pasien anak (TBC sensitif maupun TBC
resistan obat), pengobatan TBC pada pasien dengan keadaan khusus (TBC HIV, TBC DM,
TBC pada kehamilan, dll), komunikasi motivasi dan pencegahan TBC pada populasi rentan.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah menyelesaikan materi peserta mampu melakukan pengobatan pasien TBC.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah mempelajari materi l ini peserta latih mampu :
1. Menjelaskan prinsip-prinsip pengobatan TBC
2. Melakukan tata laksana pengobatan TBC
3. Melakukan Komunikasi Motivasi
4. Melakukan Pencegahan TBC bagi populasi rentan

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN


A. Prinsip pengobatan TBC di fasyankes:
1. Tujuan Pengobatan TBC
2. Jenis OAT
3. Dosis OAT
4. Tahapan dan lama pengobatan
5. Persiapan sebelum pengobatan
B. Tata laksana pengobatan TBC:
1. Pasien TBC Dewasa
2. Pasien TBC Anak
-6-

3. Pasien dengan keadaan khusus


4. Penetapan PMO
5. Pasien TBC dengan efek samping OAT
6. Tatalaksana kasus mangkir
C. Komunikasi Motivasi pada
1. Komunikasi Motivasi Untuk Pasien TBC
2. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) Untuk Pasien dan Keluarga PasienTBC
D. Pencegahan TBC bagi populasi rentan :
1. Vaksinasi BCG bagi bayi
2. Pengobatan pencegahan bagi anak bawah 5 tahun
3. Pengobatan Pencegahan TBC ( TPT) bagi ODHA

IV. METODE
A. CTJ
B. Curah Pendapat
C. Latihan Soal
D. Studi kasus
E. Demonstrasi

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


A. Komputer,
B. LCD,
C. Bahan Tayang
D. Flipchart,
E. Whiteboard,
F. Spidol,
G. OAT,
H. Pedoman Latihan Soal
I. Pedoman Studi Kasus
J. Modul MI.2
-7-

VI. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1.
Pengkondisian
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran (TPU dan TPK) dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2.
Diskusi singkat mengenai materi yang akan disampaikan dengan ceramah tanya jawab
untuk mengetahui sejauh mana yang sudah dimiliki oleh peserta, curah pendapat untuk
mendapatkan saran-saran, latihan soal untuk beberapa contoh kasus dalam pencatatan
dan demonstrasi untuk menunjukkan contoh-contoh OAT sensitif dan TBC RO.
Langkah 3.
Pembahasan per Materi
Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan 1 tentang prinsip
pengobatan TBC di fasyankes FKTRL, tujuan, jenis OAT, dosis OAT, tahapan dan lama
pengobatan, persipaan sebelum pengobatan dengan metoda CTJ dan curah pendapat
Langkah 4
Pembahasan per Materi
Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan 2 tentang
tatalaksana pengobatan TBC, pasien TBC Dewasa, pasien TBC Anak, pasien dengan
keadaan khusus, penetapan PMO, pasien TBC dengan efek samping OAT dan tatalaksana
kasus mangkir dengan metoda yang digunakan adalah CTJ, demontrasi, latihan soal dan
studi kasus
Langkah 5
Pembahasan per Materi
Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan 3 tentang
komunikasi informasi edukasi (KIE) pada komunikasi motivasi pasien TBC dan KIE untuk
pasien dan keluarga pasien TBC dengan metoda yang digunakan adalah CTJ dan curah
pendapat.
-8-

Langkah 6
Pembahasan per Materi
Fasilitator menyampaikan paparan materi sesuai urutan pokok bahasan 4 tentang
pencegahan TBC bagi populasi rentan, vaksinasi BCG bagi bayi, pengobata pecegahan
bagi anak bawah 5 tahun, Terapi pencegahanTBC ( TPT ) bagi ODHA dengan metoda
yang digunakan adalah CTJ dan curah pendapat.
Langkah 7
Rangkuman
Fasilitator merangkum hasil diskusi dan curah pendapat bersama peserta dikaitkan dengan
evaluasi materi pengobatan pasien TBC.

VII. URAIAN MATERI


Pokok Bahasan 1
A. Prinsip Pengobatan TBC di Fasyankes
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TBC.
Pengobatan TBC merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut kuman TBC.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
 Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
 Diberikan dalam dosis yang tepat.
 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan.
 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam dua (2) tahap
yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat untuk
mencegah kekambuhan.
1. Tujuan Pengobatan TBC
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.
b. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TBC atau dampak buruk selanjutnya.
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TBC.
d. Menurunkan risiko penularan TBC.
e. Mencegah terjadinya dan penularan TBC resistan obat.
-9-

2. Jenis OAT
Obat Anti Tuberkulosis yang digunakan program pengendalian TBC saat ini adalah
OAT lini satudan OAT lini dua disediakan di fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TBC resistan obat. Terlampir di
bawah ini jenis OAT lini Satu dan OAT lini dua
Tabel 01. OAT Lini Satu
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3 x seminggu
Isoniasid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15
(12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
- 10 -

Tabel 02. Pengelompokan obat TBC RO terbaru (WHO 2016)


Levofloksasin Lfx
Grup A. Fluorokuinolon Moxifloksasin Mfx
Gatifloksasin Gfx
Amikasin Am
Capreomisin Cm
Grup B. Obat injeksi lini dua
Kanamisin Km
(Streptomisin)* (S)
Etionamid / protionamid Eto / Pto
Sikloserin / terizidone Cs / Trd
Grup C. Obat lini dua utama lainnya
Linezolid Lzd
Clofazimine Cfz
Pirazinamid Z
D1 Etambutol E
Isoniazid dosis tinggi Hdt
Bedaquiline Bdq
D2
Delamanid Dlm
Grup D. Obat tambahan
Asam p-aminosalisilat PAS
Imipenem–silastatin Ipm
D3 Meropenem Mpm
Amoksisilin – klavulanat Amx-Clv
Thioasetazone T
Keterangan tabel:
*) Streptomisin dapat digunakan sebagai obat injeksi pada pengobatan TBC RO bila ketiga
obat injeksi lini dua tidak dapat digunakan dan bila terbukti/diperkirakan tidak terdapat
resistansi Streptomisin.

3. Dosis OAT
Pengobatan TBC dengan paduan OAT Lini satu yang digunakan di Indonesia dapat
diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3 kali perminggu)
dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.
- 11 -

Tabel 03. Dosis rekomendasi OAT Lini satu untuk dewasa

Obat Dosis rekomendasi


Harian 3 kali per minggu
Dosis (mg/ Maksimum Dosis (mg/ Maksimum
kgBB) (mg) kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 600 10 (8-12) 600
(8-12)
Pirazinamid (Z) 25 35 (30-40)
(20-30)
Etambutol (E) 15 30 (25-35)
(15-20)
Streptomisin (S)* 15 15
(12-18) (12-18)

Dosis OAT Resistan Obat


Dosis OAT Resistan Obat ditetapkan oleh Tim Ahli Klinis ( TAK) di fasyankes rujukan atau oleh
dokter yang sudah dilatih di fasyankes MTPTRO; penetapan dosis berdasarkan kelompok berat
badan pasien.

Tabel 04. Dosis OAT RO Pada Paduan Jangka Pendek Berdasarkan Berat Badan
Dosis berdasarkan kelompok berat badan
Nama Obat
<33 kg 33 – 50 kg >50 – 70 kg >70 kg
Kanamisin* 0,5 g 0,75 g 0,75 g 1g
Moxifloxacin 400 mg 600 mg 800 mg 800 mg
Clofazimin 50 mg# 100 mg 100 mg 100 mg
Etambutol 600 mg 800 mg 1000 mg 1200 mg
Pirazinamid 750 mg 1500 mg 2000 mg 2000 mg
**450 **600
IsoniazidDT 300 mg 600 mg 600 mg
mg mg
Etionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg
Protionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg

*) Kanamisin diberikan maksimum 0,75 g untuk pasien usia >59 tahun. Jika kanamisin
tidak bisa diberikan, maka dapat diganti dengan kapreomisin dengan dosis yang sama.
- 12 -

**) Khusus untuk INH, pasien dengan BB 33-40 kg diberikan 450 mg; >40 kg diberikan
600 mg.
#)
Karena ketersediaan obat Clofazimin saat ini, untuk pasien dengan berat badan <33
kg, Clofazimin 100mg diberikan dua hari sekali.

Tabel dosis OAT RO Pada Paduan Individual

Dosis Dosis untuk kelompok berat badan (BB)


OAT
(per hari) 30–33 kg 36–45 kg 46–55 kg 56–70 kg >70 kg
Levofloksasin
750–1000
(dosis 750 mg 750 mg 750 mg 750 mg 1000 mg
mg
standar)
Levofloksasin
1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg 1000 mg
(dosis tinggi)
Moksifloksasin 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg 400 mg
625–750 875–1000
Kanamisin 15-20 mg/kg 500 mg 1000 mg 1000 mg
mg mg
600–750 750–800
Kapreomisin 15-20 mg/kg 500 mg 1000 mg 1000 mg
mg mg
Etionamid 500–750 mg 500 mg 500 mg 750 mg 750 mg 1000 mg
Protionamid 500–750 mg 500 mg 500 mg 750 mg 750 mg 1000 mg
Linezolid 600 mg 600 mg 600 mg 600 mg 600 mg 600 mg
Clofazimin 200–300 mg 200 mg 200 mg 200 mg 300 mg 300 mg
Sikloserin 500–750 mg 500 mg 500 mg 750 mg 750 mg 1000 mg
Pirazinamid 20–30 mg/kg 800 mg 1000 mg 1200 mg 1600 mg 2000 mg
Etambutol 15–25 mg/kg 600 mg 800 mg 1000 mg 1200 mg 1200 mg
10 mg/kg,
Isonizid (dosis
maks 600 300 mg 400 mg 500 mg 600 mg 600 mg
tinggi)
mg
400 mg satu (1) kali per hari selama 2 minggu, dilanjutkan 200 mg tiga kali
Bedaquiline
seminggu
Delamanid 100 mg dua (2) kali per hari (total dosis harian = 200 mg)
PAS 8g 8g 8g 8g 8g 8g
- 13 -

4. Tahapan dan Lama Pengobatan


a. Pengobatan TBC harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
dengan maksud:
 Tahap Awal:
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam
tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
 Tahap Lanjutan:
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan
b. Lama pengobatan pasien TBC tergantung kriteria pasien TBC dan dijelaskan di
bagian tatalaksana pengobatan TBC

5. Persiapan Sebelum Pengobatan


Persiapan awal sebelum memulai pengobatan TBC meliputi beberapa hal yaitu:
 Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya riwayat dan
kecenderungan alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti status HIV,
diabetes mellitus, hepatitis, dll.
 Penimbangan berat badan
 Identifikasi kontak erat/serumah
 Memastikan data dasar pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem
pencatatan yang digunakan.
 Penetapan PMO
 Pemeriksaan adanya penyakit komorbid (HIV, DM)
 Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas fasyankes wilayah jika diperlukan, untuk
memastikan alamat yang jelas dan kesiapan keluarga untuk mendukung
pengobatan melalui kerjasama jejaring eksternal.
 Pemeriksaan baseline penunjang sesuai dengan indikasi yang diperlukan.

Pokok Bahasan 2
B. Tatalaksana Pengobatan TBC
1. Pengobatan pasien TBC Sensitif Obat (SO)
a. Pengobatan TBC SO Dewasa
- 14 -

Paduan OAT yang digunakan untuk pasien TBC sensitif adalah OAT Lini 1 kategori
1. Mulai tahun 2021 pemberian OAT Kategori 2 tidak direkomendasikan untuk
pengobatan Pasien TBC.

Kategori 1
Paduan OAT Kategori 1 yang digunakan di Indonesia adalah 2(HRZE)/4(HR).
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
 Pasien TBC paru terdiagnosis secara klinis
 Pasien TBC ekstra paru

Berdasarkan SE Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 terkait alur diagnosis dan
pengobatan terbaru. Paduan OAT kategori 1 diberikan selama 6 bulan, dibagi
menjadi 2 tahapan yaitu 2 bulan tahap awal dan 4 bulan tahap lanjutan diberikan
dosis harian. Paduan OAT Kategori 1 yang disediakan oleh program adalah dalam
bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak). OAT Kat 1 dosis
harian akan mulai dipergunakan secara bertahap.

Dosis rekomendasi OAT KDT dan Kombipak lini pertama kategori 1 untuk dewasa
adalah sebagai berikut.

Tabel 05. Dosis paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE) / 4(HR)

Tahap Lanjutan
Tahap intensif
Setiap Hari selama 16
setiap hari selama 56 hari
Berat Badan minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
- 15 -

Tabel 06. Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2 HRZE / 4HR

Dosis per hari / kali


Jumlah
Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet
Tahap hari/kali
Pengobata
n Pengobata Isoniasi Rifampisi Pirazinami Etambuto menelan
n d @ 300 n @ 450 d @ 500 l @ 250
obat
mgr mgr mgr mgr

Awal 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

Pemantauan kemajuan pengobatan TBC SO Dewasa


 Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang spesimen dahak secara mikroskopis
dan penilaian kemajuan klinis pasien
 Pemeriksaan ulang spesimen dahak dilakukan pada semua pasien TBC baik
terkonfirmasi bakteriologis maupun terdiagnosis secara klinis. Pemeriksaan
dilakukan pada akhir tahap awal, bulan ke-5, dan akhir pengobatan.
 Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua
contoh uji dahak (sewaktu dan pagi). Hasil dari pemeriksaan mikroskopis
semua pasien sebelum memulai pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan
ulang dahak pasien TBC yang terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu
cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.
 Pada pasien TBC yang tidak mengalami konversi pemeriksaan mikroskopis
pada akhir tahap awal, maka pasien ditetapkan sebagai terduga TBC RO dan
dilakukan pemeriksaan TCM. Sambil menunggu hasil TCM keluar,
pengobatan TBC dilanjutkan ke tahap lanjutan. Jika hasil TCM Rifampisin
Sensitif, pasien melanjutkan pengobatannya dan pemeriksaan ulang contoh
uji dahak tetap dilakukan pada akhir bulan ke-3 pengobatan, apabila hasilnya
BTA positif, pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TBC RO.
 Jika hasil pemeriksaan ulang spesimen dahak pada akhir bulan ke-5 hasilnya
negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan
dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan. Apabila
- 16 -

hasil pada bulan ke-5 positif, pasien dinyatakan gagal pengobatan dan
dimasukkan ke dalam kelompok terduga TBC RO.
 Pada pemeriksaan ulang dahak pada akhir pengobatan, jika hasilnya negatif
pasien dinyatakan sembuh. Sedangkan jika hasilnya positif, pasien dianggap
gagal pengobatan dan dimasukkan ke dalam kelompok terduga TBC RO.
 Cara menilai kemajuan hasil pengobatan pasien TBC ekstra paru adalah
dengan melakukan pemantauan dan penilaian kondisi klinis (ISTC Standar
10). Sebagaimana pada pasien TBC BTA negatif, perbaikan kondisi klinis
merupakan indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil pengobatan, antara
lain peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan, dan lain-lain.

Tabel 09. Pemeriksaan dahak ulang untuk pemantauan hasil pengobatan


BULAN PENGOBATAN
KATEGORI
Tahap Awal Tahap Lanjutan
PENGOBATAN
1 2 3 4 5 AP
X (X) X X
Apabila apabila apabila
Hasilnya hasilnya hasilnya
Pasien baru BTA BTA BTA
2(HRZE)/4(HR) positif, positif, positif,
dinyatakan dinyatakan dinyatakan
Tidak gagal * gagal*.
konversi*.

Catatan :
X : Pemeriksaan specimen dahak secara mikroskopik pada minggu terakhir
bulan pengobatan untuk memantau hasil pengobatan
17

Tabel 10. Tatalaksana Pasien yang Berobat Tidak Teratur


Tindakan pada pasien yang putus berobat selama kurang dari 1 bulan
 Dilakukan pelacakan pasien

 Diskusikan dengan pasien untuk mencari faktor penyebab putus berobat

 Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi
* Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan
Tindakan pertama Tindakan kedua
 Lacak pasien Apabila hasilnya BTA negatif
Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan
 Diskusikan dengan atau pada awal pengobatan
adalah pasien TBC ekstra terpenuhi*
pasien untuk paru
mencari faktor Total dosis Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai
penyebab putus pengobatan seluruh dosis pengobatan terpenuhi
berobat sebelumnya ≤ 5 bulan
Apabila salah satu atau lebih
 Periksa dahak  Kategori 1 :
hasilnya BTA positif Total dosis
dengan 2 sediaan 1. Lakukan pemeriksaan tes cepat
pengobatan
contoh uji dan
sebelumnya ≥ 5 bulan
melanjutkan

-33-
18

pengobatan
sementara
menunggu hasilnya
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (Loss to follow-up)
Keputusan pengobatan selanjutnya ditetapkan oleh dokter tergantung pada
 Lacak pasien kondisi klinis pasien, apabila:
 Diskusikan dengan 1. sudah ada perbaikan nyata: hentikan pengobatan dan pasien tetap
Apabila hasilnya BTA negatif
pasien untuk diobservasi. Apabila kemudian terjadi perburukan kondisi klinis, pasien
atau pada awal pengobatan
mencari faktor diminta untuk periksa kembali
adalah pasien TBC ekstra paru
penyebab putus atau
berobat 2. belum ada perbaikan nyata: lanjutkanpengobatan dosis yang tersisa
 Periksa dahak sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi *
dengan 2 sediaan Kategori 1
contoh uji dan atau Dosis pengobatan sebelumnya <1 Berikan pengobatan Kat. 1 mulai dari
TCM TBC bln Awal
 Hentikan Apabila salah satu atau lebih Dosis pengobatan sebelumnya
pengobatan hasilnya BTA positifdan tidak > 1 bln Berikan pengobatan Kat. 2 mulai dari
sementara ada bukti resistensi Awal

Apabila salah satu atau lebih Kategori 1


hasilnya BTA positif dan ada Dirujuk ke RS rujukan TBC RO
bukti resistensi
19

Keterangan :
* Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan terpenuhi dan dilakukan pemeriksaan
ulang dahak kembali setelah menyelesaikan dosis pengobatan pada bulan ke 5 dan AP
***Sementara menunggu hasil pemeriksaan TCM pasien tidak diberikan pengobatan paduan OAT.
20

Tabel 11. Hasil Pengobatan Pasien TBC Sensitif Obat


Hasil
Definisi
pengobatan
Pasien TBC paru dengan terkonfirmasi bakteriologis positif pada
awal pengobatan, hasil pemeriksaan secara mikroskopis pada akhir
Sembuh tahap awal bulan ke-5, dan akhir pengobatan menjadi negatif.

Pasien TBC yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap


dimana pada salah satu pemeriksaan specimen dahak mikroskopik
sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada
Pengobatan bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.
lengkap

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali


Gagal menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama masa
pengobatan; atau kapan saja dalam masa pengobatan diperoleh hasil
laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.
Meninggal Pasien TBC yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau
sedang dalam pengobatan.
Putus Pasien TBC yang tidak memulai pengobatannya atau yang
berobat pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.
(loss to
follow-up)
Pasien TBC yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk
Tidak dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke
dievaluasi kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui
oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.

20
21

b. Pengobatan pasien TBC SO Anak


Prinsip pengobatan TBC pada anak sama dengan TBC dewasa.

Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed Dose Combination (FDC)

Untuk mempermudah pemberian OAT dan meningkatkan keteraturan minum


obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat
untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket KDT untuk anak berisi obat
fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150
mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis
yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. Pada kondisi tertentu Etambutol
dapat ditambahkan bersamaan dengan KDT yang diberikan.
Tabel 4. Dosis OAT KDT pada TBC Anak
Tahap
Tahap Awal (2
Lanjutan (4
Berat Badan bulan)
bulan)
(kg)
RHZ
RH (75/50)
(75/50/150)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 table 3 table
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
>30 OAT dewasa
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
1. Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam
bentuk KDT dan sebaiknya dirujuk ke RS
2. Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang
diberikan disesuaikan dengan berat badan saat itu
3. Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan
ideal (sesuai umur). Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat
dilihat di lampiran
4. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak
boleh digerus)
5. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
6. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam
setelah makan
7. Bila INH dikombinasi dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari

Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.

21
22

Tabel 5. Dosis OAT untuk Anak


Dosis
Dosis Harian
Nama Obat maksimal
(mg/kgBB/hari)
(mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600
Pirazinamid
35 (30-40) -
(Z)
Etambutol (E) 20 (15-25) -

Tabel 6. Dosis OAT untuk Anak


Kategori Tahap
Tahap Awal
Diagnostik Lanjutan
TBC Paru BTA
Negative
TBC Kelenjar 2HRZ 4HR
Efusi Pleura
TBC
TBC Paru BTA
positif
TBC paru
dengan
kerusakan luas
2HRZE 4HR
TBC ekstraparu
(selain TBC
Meningitis dan
TBC
Tulang/Sendi)
TBC Tulag/Sendi
TBC Millier 2HRZE 10HR
TBC Meningitis

• Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kondisi :
a. TBC meningitis
b. Sumbatan jalan napas akibat TBC kelenjar (endobronkhial TBC)
c. Perikarditis TBC
d. TBC milier dengan gangguan napas yang berat,
e. Efusi pleura TBC
f. TBC abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari,
sampai 4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60
mg/hari selama 4 minggu. Tappering-off dilakukan secara bertahap setelah 2
minggu pemberian kecuali pada TBC meningitis pemberian selama 4 minggu
sebelum tappering-off.

22
23

• Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama
pada anak dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan
anti retroviral therapy (ART) Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari)
direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.

• Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TBC akan mempengaruhi keberhasilan
pengobatan TBC. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak
dengan TBC. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak
dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi,
lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti
edema atau muscle wasting.

Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan.


Jika tidak memungkinkan dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak
stabil dan TBC dapat di atasi. Air susu ibu tetap diberikan jika anak masih
dalam masa menyusu.

Pemantauan dan Hasil Evaluasi Pengobatan TBC SO Anak

1. Pemantauan pengobatan pasien TBC SO Anak


Pasien TBC anak harus dipastikan minum obat setiap hari secara teratur
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Orang tua merupakan PMO terbaik
untuk anak. Pasien TBC anak sebaiknya dipantau setiap 2 minggu selama
tahap awal, dan sekali sebulan pada tahap lanjutan. Pada setiap kunjungan
dievaluasi respon pengobatan, kepatuhan, toleransi dan kemungkinan
adanya efek samping obat.

Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis membaik (demam


menghilang dan batuk berkurang), nafsu makan meningkat dan berat badan
meningkat. Jika respon pengobatan tidak membaik maka pengobatan TBC
tetap dilanjutkan dan pasien dirujuk ke sarana yang lebih lengkap untuk
menilai kemungkinan resistansi obat, komplikasi, komorbiditas, atau adanya
penyakit paru lain.

Pada pasien TBC SO anak terkonfirmasi bakteriologis pada awal


pengobatan, pemantauan pengobatan dilakukan sesuai dengan pemantauan
TBC SO dewasa yaitu dengan melakukan pemeriksaan specimen dahak
ulang pada akhir tahap awal, ke-5 dan AP.

Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga
tidak perlu dilakukan Foto toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali
pada TBC milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah
pengobatan 2 – 4 minggu. Demikian pun pemeriksaan uji tuberkulin karena
uji tuberkulin yang positif akan tetap positif.

23
24

Dosis OAT disesuaikan dengan penambahan berat badan. Pemberian OAT


dihentikan setelah pengobatan lengkap, dengan melakukan evaluasi baik
klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks (pada TBC
milier, TBC dengan kavitas, efusi pleura). Meskipun gambaran radiologis
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan
klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan
selesai. Kepatuhan minum obat dicatat menggunakan kartu pemantauan
pengobatan.

Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TBC merupakan penyebab


kegagalan terapi dan meningkatkan risiko terjadinya TBC resistan obat.
1) Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di
fase lanjutan dan menunjukkan gejala TBC, ulangi pengobatan dari
awal.
2) Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di
fase lanjutan dan menunjukkan gejala TBC, lanjutkan sisa
pengobatan sampai selesai

2. Hasil akhir pengobatan pasien TBC SO Anak


Penilaian hasil akhir pengobatan pasien TBC anak pada prinsipnya sama
dengan penilaian hasil akhir pengobatan pada pasien TBC dewasa (sembuh,
pengobatan lengkap, gagal, meninggal, putus berobat atau tidak dievaluasi).

Pengobatan ulang TBC pada anak

Anak yang pernah mendapat pengobatan TBC, apabila datang kembali


dengan gejala TBC, perlu dievaluasi apakah anak tersebut menderita TBC.
Evaluasi dilakukan dengan mencari informasi sumber penularan (kasus
indeks) kemudian dapat dilakukan pemeriksaan spesimen dahak dengan
TCM atau sistem skoring bila anak belum bisa berdahak. Evaluasi dengan
sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di Fasilitas Rujukan Tingkat
Lanjut (FKRTL).

2. Pengobatan TBC Resistan Obat


a. Prinsip pengobatan TBC resistan obat (TBC RO) antara lain:
• Strategi pengobatan pasien TBC RO adalah memastikan semua pasien
yang sudah terkonfirmasi sebagai TBC RR/ MDR dapat mengakses
pengobatan secara cepat, sesuai standar dan bermutu.
• Paduan obat untuk pasien TBC RO terdiri dari OAT lini pertama dan lini
kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan
hasil uji kepekaan M. Tuberculosis. Keputusan penggantian tersebut
ditetapkan oleh tim ahli klinis TBC RO.

24
25

• Semua pasien TBC RO perlu menjalani pemeriksaan awal, pemeriksaan


selama pengobatan berlangsung sampai selesai pengobatan, dan
pemeriksaan setelah selesai masa pengobatan.
• Persiapan awal pengobatan meliputi pemeriksaan penunjang yang
bertujuan untuk mengetahui kondisi awal berbagai fungsi organ (ginjal,
hati, jantung), pemeriksaan elekrolit, dan berbagai pemeriksaan
laboratorium lain.
• Pemeriksaan selama pasien dalam masa pengobatan TBC RO bertujuan
untuk memantau perkembangan pengobatan dan efek samping obat.
• Pengobatan TBC RO harus bisa dimulai dalam waktu 7 hari setelah
diagnosis pasien ditegakkan. Pengobatan untuk pasien TBC RO
diberikan dengan rawat jalan (ambulatory) sejak awal dan diawasi setiap
hari secara langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Sesuai dengan rekomendasi WHO tahun 2020, pengobatan TBC RO di
Indonesia saat ini menggunakan paduan tanpa obat injeksi, yang terbagi
menjadi dua, yaitu paduan pengobatan jangka pendek (9–11 bulan) dan
jangka panjang (18–20 bulan).

b. Pengelompokan Obat TBC Resisten Obat


Progam Penanggulangan TBC Nasional telah melakukan pembaharuan
pengelompokan obat TBC RO sesuai dengan rekomendasi WHO tahun
2018. Penggolongan obat TBC RO ini didasarkan pada studi mendalam
yang dilakukan WHO terkait manfaat dan efek samping dari obat-obat
tersebut. Pengelompokan obat TBC RO yang saat ini digunakan di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel berikut

Tabel 7. Pengelompokan Obat TBC RO


Levofloksasin/Moxiflok
Lfx/Mfx
sasin
Grup A Bdq
Bedaquiline
Lzd
Linezolid
Clofazimine Cfz
Grup B Sikloserin atau Cs
Terizidone Trd
Etambutol E
Delamanid Dlm
Pirazinamid Z
Imipenem–silastatin Ipm-Cln
Meropenem Mpm
Grup C
Amikasin atau Amk
Streptomisin S
Etionamid atau Eto
Protionamid Pto
p-aminosalicylic acid PAS

25
26

c. Alur Pengobatan TBC RO

Penjelasan alur:
1. Untuk semua pasien TBC RR, ambil dua (2) contoh uji berkualitas baik,
satu (1) contoh uji untuk pemeriksaan LPA lini kedua dan satu (1) dahak
untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan fenotipik. Hasil LPA lini kedua
akan keluar dalam waktu 7 hari, sedangkan hasil uji kepekaan fenotipik
akan keluar dalam waktu 2–3 bulan.
2. Sebelum memulai pengobatan TBC RO, perlu dilakukan pengkajian
riwayat pasien untuk mengetahui apakah pasien memenuhi kriteria untuk
mendapatkan paduan pengobatan jangka pendek. Kajian yang dilakukan

26
27

ialah berdasarkan anamnesis ataupun hasil pemeriksaan yang meliputi


hal-hal berikut:
− Apakah terdapat resistansi terhadap fluorokuinolon (tanyakan bila pasien
memiliki riwayat mengkonsumsi levofloksasin/moksifloksasin ≥ 1 bulan
atau pernah berobat TBC RO sebelumnya dan memiliki hasil uji kepekaan
OAT)
− Apakah pasien memiliki kontak erat yang merupakan pasien terkonfirmasi
TBC pre-XDR ataupun TBC XDR, yang diobati maupun tidak diobati
− Apakah pasien pernah mendapatkan pengobatan TBC RO dengan
levofloksasin/ moksifloksasin, clofazimin, etionamid atau bedaquiline
selama ≥ 1 bulan
− Apakah penyakit TBC pasien merupakan kasus TBC paru ataupun
ekstraparu berat
− Apakah pasien dalam keadaan hamil atau sedang menyusui
Bila tidak terdapat salah satu atau lebih dari kemungkinan di atas maka
pasien memenuhi kriteria untuk mendapatkan paduan pengobatan jangka
pendek. Bila terdapat salah satu atau lebih kemungkinan di atas, maka
pasien harus diberikan paduan jangka panjang.
a. Jika hasil uji kepekaan sudah tersedia, lakukan evaluasi apakah paduan
pengobatan jangka pendek dapat dilanjutkan atau diperlukan perubahan
paduan pengobatan berdasarkan hasil uji kepekaan. Bila pengobatan
pasien sudah dimulai dengan paduan jangka pendek dan hasil uji
kepekaan menunjukkan adanya resistansi terhadap florokuinolon, maka
status pengobatan pasien ditutup dan dicatat sebagai kasus “Gagal
karena perubahan diagnosis”. Pasien selanjutnya didaftarkan kembali
untuk mendapatkan paduan pengobatan jangka panjang mulai dari awal.
Bila pengobatan pasien sudah dimulai dengan paduan jangka panjang,
maka pengobatan dapat dilanjutkan dengan menyesuaikan komposisi
paduan berdasarkan hasil uji kepekaan.
b. Bila terjadi intoleransi obat pada paduan jangka pendek yang
memerlukan penghentian salah satu obat utama (Bdq, Lfx/ Mfx, Cfz,
Eto, INHDT), maka paduan pengobatan jangka pendek harus dihentikan
dan dicatat sebagai kasus “Gagal pengobatan”. Pasien selanjutnya pindah
ke paduan pengobatan jangka panjang sesuai kondisi berikut:

27
28

• Bila pasien sudah mengalami konversi biakan, maka durasi pengobatan


jangka panjang dapat dilanjutkan dengan menghitung bulan pengobatan
yang sudah dijalani (misalnya pasien sudah berobat 3 bulan dan konversi
pada bulan ke-2, maka lanjutkan pengobatan sampai mencapai durasi
total 18 bulan). Bila pasien belum mengalami konversi biakan, maka
pengobatan dengan paduan jangka panjang harus dimulai dari awal.
Catatan:
a. Hasil LPA ditunggu maksimal 7 hari. Bila >7 hari hasil LPA belum keluar, pengobatan
harus segera dimulai berdasarkan kriteria yang ada di kotak.
b. Resistansi INH dengan mutasi salah satu dari inhA atau katG (tetapi tidak keduanya)
dapat diberikan paduan pengobatan jangka pendek.
c. Yang termasuk kasus TBC paru berat ialah:
1) kerusakan parenkimal luas (lesi sangat lanjut dengan definisi luas lesi
melebihi lesi lanjut sedang, tetapi kavitas ukuran lebih dari 4 cm). Lesi lanjut
sedang didefinisikan sebagai luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak
melebihi luas satu paru, bila ada kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada
konsolidasi tidak lebih dari 1 lobus; atau
2) terdapat kavitas di kedua lapang paru.
d. Yang termasuk kasus TBC ekstraparu berat ialah TBC meningitis, TBC tulang
(osteoartikular), TBC spondilitis, TBC milier, TBC perikarditis, TBC abdomen. Pasien
dapat dipertimbangkan untuk pindah dari paduan pengobatan jangka panjang ke
paduan jangka pendek bila bukan merupakan kasus TBC RO paru/ekstraparu berat
dan pasien tidak hamil.
a) Pengobatan TBC RO dengan Paduan Jangka Pendek
Pada tahun 2019, WHO mengeluarkan rekomendasi terkait penggunaan
paduan pengobatan TBC resistan obat tanpa injeksi, dimana obat injeksi
kanamisin atau kapreomisin digantikan dengan obat bedaquiline.
Penggunaan obat injeksi Km/Cm diketahui berkaitan dengan hasil
pengobatan yang buruk, sehingga kedua obat injeksi ini tidak lagi dipakai
dalam pengobatan TBC resistan obat.
(1) Kriteria Penetapan Pasien untuk Paduan Pengobatan TBC RO
Jangka Pendek
Pada paduan pengobatan TBC RO jangka pendek, kriteria pasien
TBC RR/ MDR yang bisa mendapatkan paduan ini adalah:
 Tidak resistan terhadap fluorokuinolon
 Tidak ada kontak dengan pasien TBC pre/XDR

28
29

 Tidak pernah mendapat OAT lini kedua selama ≥ 1 bulan


 Tidak ada resistansi atau dugaan tidak efektif terhadap OAT
pada paduan jangka pendek (kecuali resistan INH dengan
mutasi inhA atau katG).
 Tidak sedang hamil atau menyusui
 Bukan kasus TBC paru berat
 Bukan kasus TBC ekstraparu berat
 Pasien TBC RO (paru ataupun ekstraparu) dengan HIV
 Anak usia lebih dari 6 tahun

Pasien TBC RR/MDR yang tidak memenuhi kriteria di atas akan mendapatkan
pengobatan TBC RO dengan paduan jangka panjang.

(2) Komposisi Paduan Pengobatan TBC RO Jangka Pendek


Paduan pengobatan TBC RO jangka pendek tanpa injeksi terdiri dari
7 jenis obat pada tahap awal dan 4 jenis obat pada tahap lanjutan,
dengan komposisi sebagai berikut

Prinsip pemberian paduan pengobatan TBC RO jangka pendek tanpa injeksi


adalah:
● Sebelum pengobatan, direkomendasikan untuk menunggu hasil uji kepekaan
obat terhadap florokuinolon (hasil LPA lini kedua), namun bila hasil LPA tidak
tersedia hingga hari ke-7, pengobatan harus segera dimulai dan pemilihan
paduan pengobatan didasarkan pada hasil anamnesis dan riwayat pengobatan
TBC/TBC RO sebelumnya .
● Durasi total pengobatan adalah 9–11 bulan, dengan tahap awal selama 4
bulan (bila terjadi konversi BTA pada atau sebelum bulan ke-4) dan tahap

29
30

lanjutan selama 5 bulan. Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA atau biakan
awal negatif dapat diberikan tahap awal selama 4 bulan. Kondisi klinis dan
radiologis harus dipantau untuk memastikan terjadi perbaikan.
● Bila belum terjadi konversi BTA pada bulan ke-4, tahap awal pengobatan
dapat diperpanjang sampai bulan ke-5 atau bulan ke-6 (bergantung pada waktu
konversi BTA). Pemeriksaan LPA lini kedua dan uji kepekaan obat harus diulang
bila hasil pemeriksaan BTA pada bulan ke-4 masih positif

● Pada paduan jangka pendek, bedaquiline tetap diberikan selama 6 bulan


tanpa memperhatikan durasi tahap awal pengobatan.
● Bila tidak terjadi konversi BTA pada bulan ke-6, pengobatan paduan jangka
pendek harus dihentikan dan hasil pengobatan pasien dicatat sebagai “Gagal
pengobatan”. Pasien didaftarkan kembali atau dirujuk untuk mendapatkan
paduan pengobatan TBC RO jangka panjang.
● Semua obat diminum satu kali sehari, 7 hari dalam seminggu (setiap hari),
kecuali bedaquiline yang diminum setiap hari pada 2 minggu pertama dan 3x
seminggu pada 22 minggu berikutnya (total Bdq diminum selama 24 minggu).
● Komposisi paduan pengobatan jangka pendek merupakan paduan standar
yang tidak dapat dimodifikasi. Namun pada kondisi tertentu, seperti terjadinya
efek samping, etionamid dapat diganti dengan protionamid dan levofloksasin
diganti dengan moksifloksasin. Penggunaan moksifloksasin dalam paduan
jangka pendek harus dengan pengawasan efek samping obat yang ketat karena
penggunaan moksifloksasin bersamaan dengan bedaquiline dan clofazimin dapat
meningkatkan risiko gangguan irama jantung (pemanjangan interval QT).
● Paduan pengobatan jangka pendek tanpa injeksi tidak bisa diberikan bila
hasil LPA lini satu menunjukkan adanya mutasi pada gen inhA dan katG secara
bersamaan yang menunjukkan adanya resistansi terhadap INH dosis tinggi dan
etionamid/protionamid.
● Vitamin B6 (piridoxin) dapat diberikan untuk pasien dengan paduan jangka
pendek.
● Semua obat harus diberikan di bawah pengawasan minum obat yang ketat
selama periode pengobatan.

30
31

Durasi pengobatan TBC RO dengan paduan jangka pendek dan jenis obat pada
tiap fase pengobatan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 8. Durasi pemberian obat pada paduan pengobatan TBC RO jangka


pendek

*) Bedaquiline diberikan dengan durasi tetap selama 6 bulan, tanpa


memperhatikan durasi tahap awal pengobatan (sehingga meskipun tahap awal
pengobatan hanya 4 atau 5 bulan, Bdq tetap diberikan selama 6 bulan).

Obat TBC RO diberikan sesuai dengan dosis berdasarkan kelompok berat


badan pasien. Pada Tabel di bawah dapat dilihat dosis OAT berdasarkan berat
badan untuk paduan pengobatan TBC RO jangka pendek.

Tabel 9. Dosis OAT berdasarkan berat badan untuk paduan pengobatan TBC
RO jangka pendek

Kelompok berat badan (≥ 15


tahun)
Dosis >
Obat 30– 36– 46– 56– 7
Nama Kemas
Haria 35 45 55 70 0
Obat an
n kg kg kg kg k
g

31
32

4 tablet pada 2 minggu


pertama, 2 tablet
Bedaquilin 100 mg
- Senin/Rabu/Jumat selama 22
e* tab
minggu berikutnya
250 mg
3 3 4 4 4
tab
Levofloks
- 500 mg
asin 1,5 1,5 2 2 2
tab
Dosis 400 mg 1,
1 1 1,5 1,5
standar tab 5
Moksifloks 1 1,5
asin Dosis 400 mg atau 1,5 atau 2 2
tinggi tab
1,5 2
50 mg
2 2 2 2 2
cap
Clofazimin
- 100 mg
e 1 1 1 1 1
cap

Ethambut 15–25 400 mg


2 2 3 3 3
ol mg/kg tab
400 mg
3 4 4 4 5
tab
Pirazinami 20–30
de mg/kg 500 mg
2 3 3 3 4
tab

Ethionami 15–20 250 mg


2 2 3 3 4
d mg/kg tab
10–15
mg/kg
300 mg
INH (dosis 1,5 1,5 2 2 2
tab
tinggi)

*) Bdq ditelan 2 x 2 tablet @100 mg (setiap hari, pagi dan malam) pada 2
minggu pertama, dan 1 x 2 tablet @100 mg (3x seminggu) pada 22 minggu
berikutnya.

32
33

Secara ringkas, skema pemberian paduan pengobatan TBC RO jangka pendek


dapat dilihat pada Gambar berikut

Gambar 5. Skema Pemberian Paduan Pengobatan TBC RO Jangka Pendek

d. Pemantauan Pengobatan TBC RO dengan Paduan Jangka Pendek


Sebelum memulai pengobatan, pasien TBC RO perlu menjalani berbagai
pemeriksaan awal untuk mengetahui kondisi awal pasien. Selama pengobatan
pasien juga wajib menjalani berbagai pemeriksaan rutin untuk mengetahui kemajuan
pengobatan dan memantau efek samping obat yang dapat terjadi. Pemeriksaan
pemantauan yang dilakukan di fasyankes TBC RO setiap bulan, meliputi
pemeriksaan fisik, pemeriksaan mikrobiologi, dan pemeriksaan penunjang
(laboratorium, radiologis, EKG).

Pengumpulan dahak untuk pemeriksaan mikrobiologi dilakukan di fasyankes


pelaksana layanan TBC RO sesuai jadwal. Hasil pemeriksaan dahak diinformasikan
dan dimasukkan ke dalam SITBC dalam waktu paling lambat 3 hari setelah hasil
tersedia. Jenis pemeriksaan awal dan pemantauan dalam pengobatan TBC RO
dapat dilihat pada Tabel berikut.

33
34

Tabel 10. Pemeriksaan awal dan selama pengobatan TBC RO (jangka pendek)
Setiap 6 bulan
Seti Akhir
Jenis Pemeriksaan Aw pasca
ap Pengobata
al pengobatanh
Bula n
n
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik V V V V
Konseling dan
evaluasi kondisi V V V V
psikososial
Berat badan (IMT) V V V V
Skrining neuropati V V V
perifer
Skrining fungsi V V V
penglihatan a
Skrining psikiatri b V
Pemantauan efek V V
samping obat
Konsultasi hasil V V
pengobatan
Pemeriksaan Mikrobiologi
BTA sputum c V V V V
Keterangan tabel:
a) Tes penglihatan yang dilakukan meliputi tes buta warna dan lapang pandang
sederhana
b) Skrining psikiatri dapat dilakukan sesuai dengan fasilitas yang tersedia (dengan
menggunakan MINI ICD-10, SCID 2, dsb).
c) Pemeriksaan BTA dan biakan dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1
(satu) dahak pagi. Pada bulan ke-4, ke-5, ke-6 dan akhir pengobatan dilakukan
pemeriksaan BTA dari dua (2) dahak pagi berurutan. Pemeriksaan BTA dapat
dilakukan di rumah sakit TBC RO atau laboratorium biakan. Sisa dahak yang sudah
diperiksa BTA dapat dikirimkan ke laboratorium biakan. Pemeriksaan LPA dan uji
kepekaan dilakukan dengan mengumpulkan 2 dahak.
d) Pemeriksaan rontgen dada diulang pada akhir tahap awal dan di akhir pengobatan.
e) Pemeriksaan EKG dilakukan di awal, minggu ke-2 pengobatan, bulan ke-1
pengobatan, lalu rutin setiap bulan dan atau bila terdapat keluhan terkait jantung.

34
35

f) Bila hasil pemeriksaan BTA/biakan masih positif pada bulan ke- 4, lakukan
pemeriksaan LPA lini kedua/uji kepekaan ulang untuk mengetahui jika terdapat
tambahan resistansi obat (acquired resistance). Jika laboratorium biakan juga
merupakan laboratorium LPA/uji kepekaan, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan isolat yang tumbuh. Jika laboratorium biakan bukan merupakan
laboratorium LPA/uji kepekaan, dapat dilakukan pengambilan dahak baru atau
pengiriman isolat ke laboratorium LPA/uji kepekaan.
g) Pemeriksaan dilakukan di awal dan dapat diulang bila ada indikasi.
h) Pemantauan pasca pengobatan dilakukan setiap 6 bulan selama 2 tahun, dan dapat
dilakukan kapan saja bila muncul gejala TBC.

e. Pengobatan TBC RO Indiviual


Pengobatan TBC RO dengan paduan jangka panjang (18–24 bulan) diberikan pada
pasien yang tidak bisa mendapatkan paduan pengobatan jangka pendek. Berbeda
dengan paduan jangka pendek, paduan pengobatan TBC RO jangka panjang dapat
dimodifikasi sesuai kondisi pasien (individualized) –sehingga disebut juga sebagai
paduan individual– untuk dapat meningkatkan efektivitas dan keamanan dari paduan
ini dalam mengobati pasien TBC RO.
1. Kriteria Penetapan Pasien untuk Paduan Pengobatan TBC RO Jangka
Panjang
Kriteria pasien TBC RO yang dapat diberikan paduan pengobatan jangka
panjang adalah sebagai berikut:
 Pasien TBC RR/ MDR dengan resistansi terhadap florokuinolon (TBC
pre-XDR)
 Pasien TBC XDR
 Pasien gagal pengobatan jangka pendek sebelumnya
 Pasien TBC RO yang pernah mendapatkan OAT lini kedua selama ≥
1 bulan
 Pasien TBC RR/ MDR yang terbukti atau diduga resistan terhadap
Bedaquiline, Clofazimine atau Linezolid
 Pasien TBC MDR dengan hasil LPA terdapat mutasi pada inhA dan
katG
 Pasien TBC RR/MDR paru dengan lesi luas, kavitas di kedua lapang
paru

35
36

 Pasien TBC RR/MDR ekstra paru berat atau dengan komplikasi (yang
harus diobati jangka panjang), seperti TBC meningitis, TBC tulang,
TBC spondilitis, TBC milier, TBC perikarditis, TBC abdomen
 Pasien TBC RO dengan kondisi klinis tertentu, misalnya alergi berat /
intoleran terhadap obat-obatan pada paduan jangka pendek
 Ibu hamil, menyusui
Komposisi Paduan Pengobatan Jangka Panjang
Paduan pengobatan TBC RO jangka panjang disesuaikan dengan pola resistansi
dan kondisi klinis pasien. Adapun langkah penyusunan paduan jangka panjang
berdasarkan rekomendasi WHO tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 11. Langkah penyusunan paduan pengobatan TBC RO jangka panjang


Kelompok Obat Nama Obat

Levofloxacin (Lfx) atau Moxifloxacin


Grup A (Mfx)
Pilih semua (tiga) obat Bedaquiline (Bdq)
Linezolid (Lzd)
Grup B Clofazimine (Cfz)
Pilih semua (dua) obat Sikloserin (Cs)
Etambutol (E)
Grup C Delamanid (Dlm)
Apabila jumlah obat dari grup
A + B belum mencukupi 5 Pirazinamid (Z)
jenis obat, maka tambahkan Amikasin (Am) atau Streptomisin (S)
1 atau lebih obat dari grup C Etionamid (Eto) atau Protionamid (Pto)
untuk
P-asam aminosalisilat (PAS)
melengkapi paduan
pengobatan
Prinsip pemberian paduan jangka panjang tanpa injeksi ialah:
 Pengobatan dimulai dengan lima obat TBC yang diperkirakan efektif dan
terdapat setidaknya tiga obat setelah penggunaan bedaquiline dihentikan.
 Paduan pengobatan yang ideal terdiri dari tiga obat Grup A dan dua obat
Grup B.
 Bila dari Grup A dan Grup B tidak memenuhi lima (5) obat maka diambilkan
obat dari grup C untuk melengkapi jumlah obat dalam paduan.
 Setelah pemberian bedaquiline dihentikan (setelah 6 bulan), paduan
pengobatan harus terdiri dari minimal tiga (3) obat.
 Obat pada Grup C diurutkan berdasarkan rekomendasi penggunaan (urutan
atas yang paling direkomendasikan).

36
37

 Pada pengobatan jangka panjang, obat injeksi amikasin atau steptomisin


dapat diberikan hanya bila pilihan obat oral di grup C tidak mencukupi
komposisi paduan. amikasin diberikan hanya bila masih terbukti sensitif, serta
terdapat mekanisme pemantauan efek samping obat yang adekuat
(audiometri berkala).
 Jika amikasin tidak tersedia, streptomisin dapat menggantikan amikasin (bila
streptomisin juga terbukti masih sensitif).
 Etionamid/protionamid dan PAS dapat ditambahkan dalam paduan
pengobatan bila bedaquiline, linezolid, clofazimine atau delamanid tidak
dapat digunakan dan tidak ada opsi lain yang lebih baik untuk menyusun
paduan pengobatan jangka panjang.
 Vitamin B6 (piridoxin) dapat diberikan bila pasien mendapatkan obat linezolid
ataupun sikloserin.

Contoh paduan pengobatan TBC RO jangka panjang tanpa injeksi yang dapat diberikan:

Paduan pengobatan TBC RO jangka panjang harus menyesuaikan dengan


riwayat pengobatan dan kondisi klinis pasien (termasuk hasil uji kepekaan OAT
lini kedua yang tersedia, riwayat intoleransi terhadap penyakit, dan adanya
penyakit komorbid yang dapat menyebabkan interaksi OAT dengan obat lain
yang juga dikonsumsi). Pada Tabel berikut dapat dilihat beberapa contoh
paduan pengobatan TBC RO jangka panjang yang disesuaikan dengan kondisi
pasien dan langkah penyusunan paduan yang sesuai dengan rekomendasi WHO
terbaru (2020).

Tabel 12. Contoh Paduan Pengobatan TBC RO Jangka Panjang berdasarkan


Kondisi Pasien

Jumlah Jumlah obat yang Contoh paduan


obat yang DAPAT pengobatan jangka
Kondisi atau pola KONTRA- DITAMBAHKAN panjang yang dapat
No. resistansi pasien INDIKASI Grup A Grup B Grup C diberikan

Pasien TBC RR/ 6 Bdq – Lfx – Lzd –


MDR yang tidak Tidak Cfz
1. bisa STR Tidak ada 3 2
perlu – Cs / 14 Lfx – Lzd –

37
38

Cfz – Cs

20 Lfx atau Mfx – Lzd


Resistan / 1 obat – Cfz – Cs – E (atau
2. kontraindikasi Bdq Grup A 2 2 1 obat lain dari Grup C)
(Bdq)
6 Bdq – Lzd – Cfz –
Cs
Resistan FQ (TBC
pre-XDR) atau 1 obat –E / 14 Lzd – Cfz – Cs
3. kontraindikasi FQ Grup A 2 2 1
(FQ) –Z (atau obat lain dari
Grup C)
6 Bdq – Lfx – Cfz – Cs

1 obat –E / 14 Lfx – Cfz – Cs


Resistan /
4. Grup A 2 2 1 –Z (atau obat lain dari
kontraindikasi Lzd
(Lzd) Grup C)
20 Lzd – Cfz – Cs –
Resistan /
Dlm (6 bulan) – E
kontraindikasi Bdq 2 obat
5. 1 2 2 (atau obat lain dari
dan FQ Grup A Grup C)
20 Lfx atau Mfx – Cfz
Resistan /
– Cs – Dlm (6 bulan)
kontraindikasi Bdq 2 obat
6. dan Lzd 1 2 2 –Z (atau obat lain dari
Grup A
Grup C)
6 Bdq – Cfz – Cs – E
Resistan /
–Z / 14 Cfz – Cs – E
kontraindikasi FQ 2 obat
7. dan Lzd 1 2 2 –Z (atau obat lain dari
Grup A
Grup C)

Jumlah obat Jumlah obat yang Contoh paduan


yang DAPAT pengobatan jangka
Kondisi atau
KONTRA- DITAMBAHKAN panjang yang dapat
pola resistansi
No. pasien INDIKASI Grup A Grup B Grup C diberikan

2 obat Grup 20 Lzd – Cs – Dlm – Z


A,
Pasien TBC RR/ – E – PAS
MDR yang gagal 1 obat Grup atau kombinasi obat
8. B 1 1 ≥3
pengobatan Grup C lain sesuai

38
39

STR kondisi pasien

6 Bdq – Lfx – Lzd –


Resistan / Cfz atau Cs – Z /
1 obat Grup
intoleran
B (Cfz atau 14 Lfx – Lzd – Cfz
9. terhadap Cfz 3 1 1
Cs) atau
atau Cs
Cs – Z

Resistan / 6 Bdq – Lfx – Lzd –


intoleran Semua (2) Dlm – Eto / 14 Lfx –
terhadap Cfz obat Grup B Lzd
10. 3 0 2
dan Cs – Eto

Resistan / 1 obat Grup 6 Lfx atau Mfx – Lzd –


kontraindikasi A, Cs – Dlm – E /
Bdq (A) dan Cfz 1 obat Grup 14 Lfx atau Mfx – Lzd
11. 2 1 2
(B) B – Cs – E

Resistan / 1 obat Grup


A, 6 Bdq – Lzd – Cfz –
kontraindikasi
Eto – Z / 14 Lzd – Cfz
FQ 1 obat Grup
12. 2 1 2
– Eto – Z
(A) dan Cs (B) B
6 Lfx atau Mfx – Lzd –
Resistan / 1 obat Grup
Dlm – Z – Eto /
kontraindikasi A,
Bdq (A) dan Cfz 2 obat Grup 14 Lfx atau Mfx – Lzd
13. 2 0 ≥3 –
dan Cs B
Z – Eto

Resistan / 1 obat Grup 6 Bdq – Lfx atau Mfx


kontraindikasi A,
– Dlm – Z – E – Eto/
Lzd (A) dan Cfz 2 obat Grup
14. 2 0 ≥3 14 Lfx atau Mfx – Z –
dan Cs B E – Eto

Catatan:
 Contoh paduan yang diberikan pada tabel di atas belum mencakup
semua opsi regimen.
 Pemilihan obat Grup C pada paduan disesuaikan kondisi pasien dengan
mempertimbangkan urutan efektivitas obat.

39
40

 Lfx lebih dianjurkan daripada Mfx untuk meminimalkan terjadinya efek


samping pemanjangan interval QT.
 Pada pemberian Bdq dapat ditambahkan Z karena hasil studi
menunjukkan kedua obat tersebut dapat bekerja secara sinergis.
 Dosis linezolid dapat diturunkan menjadi 300 mg per hari bila terjadi
toksisitas. Bila terjadi KTD serius yang memerlukan penghentian obat,
maka Lzd dapat diganti dengan obat lain.
 Pemberian Bdq dan Dlm secara bersamaan aman untuk dilakukan, kedua
obat diberikan hanya selama 6 bulan

Durasi pengobatan TBC RO jangka panjang ialah 18 bulan dan 16 bulan setelah terjadi
konversi biakan.
 Jika konversi biakan terjadi pada bulan ke-1 atau 2, durasi total
pengobatan jangka panjang ialah 18 bulan.
 Jika konversi biakan terjadi pada bulan ke-3 atau lebih, maka durasi
pengobatan pasien ditambahkan 16 bulan setelah konversi (n+16 bulan).
 Bila pasien tidak mengalami konversi biakan pada bulan ke-8
pengobatan, maka pasien dinyatakan “Gagal pengobatan”. Pasien harus
didaftarkan ulang dan memulai pengobatan jangka panjang dari awal
dengan komposisi obat sesuai dengan hasil uji kepekaan terbaru.
Cara perhitungan durasi total pengobatan TBC RO jangka panjang berdasarkan waktu
konversi biakan dahak dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 13. Durasi pengobatan TBC RO jangka Panjang

Waktu konversi
Perhitungan durasi Durasi total pengobatan TBC
biakan (Bulan ke-
pengobatan RO jangka panjang
)
1 N/A 18 bulan
2 2 + 16 bulan 18 bulan
3–7 n + 16 bulan 19 – 23 bulan
8 8 + 16 bulan 24 bulan

40
41

Pemantauan Pengobatan TBC RO Individual

Pemeriksaan awal dan pemantauan dalam pengobatan TBC RO dengan paduan jangka
panjang pada umumnya sama dengan paduan jangka pendek, dengan penambahan untuk
pemeriksaan albumin (untuk pasien yang mendapatkan obat delamanid) dan pemeriksaan
audiometri untuk pasien yang mendapatkan obat injeksi. Daftar pemeriksaan yang
diperlukan untuk paduan TBC RO jangka panjang dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 14. Pemeriksaan awal dan selama pengobatan TBC RO (Jangka panjang)

Setiap Akhir Pasca


Jenis Pemeriksaan Awal Bulan Pengobatan Pengobatang

Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik V V V V
Konseling dan evaluasi
V V V V
kondisi psikososial
Berat badan (IMT) V V V V
Skrining neuropati
V V V
perifer
Skrining fungsi
V V V
penglihatan a
Skrining psikiatri V
Pemantauan efek
V V
samping obat

Konsultasi hasil
V V
pengobatan

Pemeriksaan Bakteriologis

BTA sputum b V V V V

Kultur sputum V V V V

Diulang
bila
LPA lini kedua V BTA/kultur
bulan ke-
6h positif

Uji kepekaan fenotipik V Diulang


bila

41
42

BTA/kultur
bulan ke-
6h positif

Pemeriksaan Laboratorium, Radiologi dan EKG

Rontgen dada c V V V

EKG d V V V

Darah perifer lengkap


V V V
(DPL) e

Audiometri f V

Fungsi hati:
SGOT, SGPT, Bilirubin
V V V
total

Elektrolit: Na, K, Ca, Mg V V

Ureum, kreatinin serum V V

Albumin i V V

Asam urat V V

Gula darah puasa dan 2


V
jam PP

TSH/TSHs V

Tes kehamilan V

Tes HIV V

Keterangan tabel:
a) Tes penglihatan yang dilakukan meliputi tes buta warna dan lapang pandang
sederhana
b) Pemeriksaan BTA dilakukan setiap bulan dengan mengumpulkan 1 (satu) dahak
pagi. Pada bulan ke-6, ke-7, ke-8 dan akhir pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA
dari dua (2) dahak pagi berurutan.
c) Pemeriksaan rontgen dada diulang pada bulan ke-6 pengobatan
d) Pemeriksaan EKG dilakukan di awal, minggu ke-2 pengobatan, bulan ke-1
pengobatan, lalu rutin setiap bulan dan atau bila terdapat keluhan terkait jantung

42
43

e) Pemeriksaan DPL harus dipantau secara ketat untuk pasien yang mendapatkan obat
linezolid
f) Pemeriksaan audiometri harus dilakukan pada pasien yang mendapatkan obat
injeksi amikasin ataupun streptomisin
g) Pemantauan pasca pengobatan dilakukan setiap 6 bulan selama 2 tahun
h) Bila hasil pemeriksaan BTA/biakan masih positif pada bulan ke-6, lakukan
pemeriksaan LPA lini kedua/uji kepekaan ulang untuk mengetahui jika terdapat
tambahan resistansi obat (acquired resistance). Jika laboratorium biakan juga
merupakan laboratorium LPA/uji kepekaan, pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan isolat yang tumbuh. Jika laboratorium biakan bukan merupakan
laboratorium LPA/ uji kepekaan, dapat dilakukan pengambilan dahak baru atau
pengiriman isolat ke laboratorium LPA/uji kepekaan.
i) Hanya dilakukan untuk pasien yang mendapatkan obat delamanid

Dosis dan Sediaan Obat TBC RO


Dosis obat berdasarkan pengelompokan berat badan untuk paduan pengobatan TBC
RO jangka panjang pada pasien berusia ≥15 tahun dan dewasa dapat dilihat pada
Tabel berikut.

Tabel 15. Dosis OAT untuk paduan pengobatan TBC RO jangka panjang (≥ 15
tahun)
Kelompok berat badan
(≥ 15 tahun)
Dosis
Nama Kema-
Grup Obat 30–35 36–45 46–55 56–70 >70
Obat san
Harian
kg kg kg kg kg
Levoflok- 250 mg
- 3 3 4 4 4
sasin tab
500 mg
1,5 1,5 2 2 2
tab
Dosis 400 mg
1 1 1,5 1,5 1,5
standar tab
Moksiflok- 1 atau 1,5
Dosis 400 mg
sasin 1,5 2 2
tinggi tab 1,5 atau 2
A Be- 100 mg 4 tablet pada 2 minggu pertama, 2
daquiline tab tablet Senin/Rabu/Jumat selama 22

43
44

- minggu berikutnya

600 mg (<15 (<15


Linezolid - 1 1 1
tab th) th)

50 mg cap 2 2 2 2 2
Clofazi- 100 mg
- 1 1 1 1 1
mine cap
10–15 250 mg
B Sikloserin 2 2 3 3 3
mg/kg cap

Ethambu- 15–25 400 mg


2 2 3 3 3
tol mg/kg tab

Delamanid - 50 mg tab 2 x 2 tab per hari

400 mg
Pirazin- 20–30 3 4 4 4 5
tab
amide mg/kg
500 mg
2 3 3 3 4
tab

500 mg/2
15–20 ml (am-
C Amikasin pul) 2,5 ml 3 ml 3–4 ml 4 ml 4 ml
mg/kg

Streptomi- 12–18 1 g ser- Dihitung sesuai dengan zat pelarut


sin mg/kg buk (vial) yang digunakan

Ethion- 15–20 250 mg


2 2 3 3 4
amid mg/kg tab

8–12
PAS
g/hari
Sodium 1-1,5
dalam 2–3
salt (4g)
PAS dosis 1 bd 1 bd 1 bd 1 bd Bd
sachet
terbagi
4–6 mg/ kg
Obat 300 mg
INH dosis
lain tab 2/3 1 1 1 1
standar

44
45

10–15
300 mg
mg/kg do- tab 1,5 1,5 2 2 2
sis tinggi

Tahapan Inisiasi Pengobatan TBC Resistan Obat


Setelah diagnosis TBC RO pasien ditegakkan, maka petugas di fasyankes
rujukan TBC RO atau fasyankes TBC RO melakukan langkah-langkah berikut:
1. Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait penyakit dan
pengobatan TBC RO, serta meminta pasien memberikan persetujuan
pengobatan (informed consent)
2. Menetapkan paduan pengobatan TBC RO yang sesuai dengan kondisi
pasien.
3. Melakukan persiapan awal sebelum memulai pengobatan.
Persiapan awal yang perlu dilakukan pada semua pasien TBC RO yang setuju
untuk mulai pengobatan adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis ulang untuk memastikan kemungkinan terdapatnya alergi pada
OAT tertentu, penyakit komorbid, dan riwayat pengobatan TBC/TBC RO
sebelumnya
b. Pemeriksaan klinis, yang meliputi pemeriksaan fisik, tanda vital,
penimbangan berat badan, tinggi badan, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran
dan skrining psikiatri sesuai dengan ketersediaan fasilitas. Jika ada keluhan atau
kelainan pada hasil pemeriksaan, dokter dapat melakukan rujukan untuk
pemeriksaan lebih lanjut ke dokter spesialis terkait.
c. Pemeriksaan dahak untuk LPA lini dua dan uji kepekaan fenotipik, ambil dua
(2) pot dahak.
d. Pemeriksaan penunjang awal sebelum pengobatan meliputi:
o Rontgen dada
o Pemeriksaan EKG
o Darah perifer lengkap
o Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin total
o Elektrolit: natrium (Na), kalium (K), kalsium
(Ca),magnesium (Mg)
o Fungsi ginjal: ureum dan kreatinin serum
o Gula darah puasa dan 2 jam PP
o Asam urat
o Albumin serum

45
46

o Pemeriksaan pendengaran (dilakukan bila pasien mendapatkan paduan


pengobatan dengan obat injeksi, berdasarkan ketersediaan sarana dan tenaga di
fasyankes TBC RO)
o Pemeriksaan pendengaran sederhana: garpu tala, tes bisik
o Pemeriksanaan pendengaran dengan audiometri
o Thyroid stimulating hormon (TSH). Jika fasilitas pemeriksaan tidak tersedia,
maka pengobatan dapat dilakukan sambil memonitor efek samping.
o Memastikan data pasien terisi dengan benar dan terekam dalam sistem
pencatatan yang digunakan, baik pada formulir pencatatan manual maupun
SITBC.
e. Kunjungan rumah oleh petugas fasyankes wilayah tempat tinggal pasien atau
organisasi kemasyarakatan terkait untuk memastikan alamat yang jelas dan
kesiapan keluarga untuk mendukung pengobatan TBC RO pasien.

4. Inisiasi Pengobatan TBC Resistan Obat


Pengobatan TBC resistan obat dapat dimulai tanpa menunggu semua hasil
pemeriksaan penunjang awal tersedia. Hasil pemeriksaan penunjang yang harus
ada untuk memulai pengobatan pasien ialah rontgen dada, EKG, pemeriksaan
DPL, dan tes kehamilan. Hasil pemeriksaan LPA lini kedua dapat ditunggu
selama maksimal 7 hari. Selama menunggu memulai pengobatan, pasien perlu
memakai masker, menerapkan etika batuk dan protokol kesehatan yang benar
untuk mencegah penularan TBC pada keluarga.
Tim ahli klinis di fasyankes pelaksana layanan TBC RO akan menetapkan
pasien memulai pengobatan baik secara rawat inap maupun rawat jalan. Jika
pasien membutuhkan rawat inap dan tidak tersedia sarana rawat inap di
fasyankes pelaksana layanan TBC RO tersebut, maka pasien akan dirujuk ke
fasyankes TBC RO lain di provinsi untuk inisiasi pengobatan. Pasien akan dirujuk
balik ke fasyankes TBC RO asal untuk melanjutkan pengobatan TBC resistan
obatnya bila kondisi pasien sudah memungkinkan berdasarkan keputusan TAK di
fasyankes TBC RO rujukan. Apabila pasien tidak membutuhkan rawat inap di
awal, maka pengobatan dapat dimulai di klinik TBC RO (instalasi rawat jalan).

5. Desentralisasi Pengobatan TBC RO


Setelah pasien memulai pengobatan di fasyankes pelaksana layanan TBC
RO (rumah sakit), pasien yang tidak memiliki komplikasi atau intoleransi
terhadap obat dapat melanjutkan pengobatan di fasyankes satelit TBC RO

46
47

(puskesmas) yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Proses desentralisasi


pasien TBC RO melibatkan pihak-pihak berikut:
a. Dinas kesehatan setempat, dalam hal ini ialah pengelola program TBC, yang
mengkoordinasikan pelaksanaan rujukan pasien dan menyiapkan pembekalan
singkat terkait manajemen pasien TBC RO untuk fasyankes satelit.
b. Fasyankes pelaksana layanan TBC RO (dokter, perawat TBC RO dan
petugas farmasi) yang akan melakukan serah terima pasien dan logistik terkait
lainnya. Fasyankes pelaksana layanan TBC RO, berkoordinasi dengan dinas
kesehatan setempat, dapat memberikan pembekalan singkat untuk petugas
kesehatan dari fasyankes satelit.
c. Fasyankes satelit TBC RO, yaitu dokter dan perawat/ petugas TBC
puskesmas yang sudah terlatih TBC RO. Jika petugas belum terlatih, maka harus
dilakukan pembekalan singkat yang meliputi manajemen pengobatan pasien
TBC RO dan logistik terkait, serta sistem pencatatan dan pelaporan, sebelum
pasien didesentralisasi.
d. Pendamping pengobatan dari organisasi kemasyarakatan atau kader terlatih
juga dapat membantu proses desentralisasi pasien.
Dalam proses desentralisasi pasien, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
▪ Menetapkan waktu serah terima pasien dan petugas fasyankes satelit yang
akan mendampingi pasien saat serah terima
▪ Yang perlu disiapkan oleh fasyankes pelaksana layanan TBC RO ialah:
− Formulir pengantar melanjutkan pengobatan TBC RO di puskesmas yang
dilengkapi dengan kondisi klinis dan pengobatan TBC RO pasien
− Fotokopi buku TBC01 pasien
− Logistik: OAT untuk triwulan tersebut ditambah stok buffer 1 bulan dan
masker N95 untuk petugas puskesmas
− Lembar serah terima obat TBC RO (2 rangkap)
− Formulir pelaporan KTD serius
− Materi edukasi TBC RO seperti buku saku pasien ataupun leaflet terkait TBC
RO

Petugas fasyankes satelit TBC RO memiliki tanggung jawab sebagai berikut:


▪ Pengawasan menelan obat dan mengisi absensi pengobatan pasien pada
buku TBC01 dan SITBC.
▪ Memastikan keberlangsungan pengobatan TBC RO pasien dan melakukan
pelacakan bila pasien mangkir.

47
48

▪ Melakukan pemantauan efek samping secara aktif dan menatalaksana efek


samping ringan dan sedang, serta merujuk pasien ke fasyankes pelaksana
layanan TBC RO bila mengalami efek samping berat yang tidak dapat ditangani
di fasyankes satelit.
▪ Melakukan pencatatan efek samping dalam formulir MESO harian pada buku
TBC01 dan SITBC, serta melakukan pencatatan dan pelaporan KTD serius
dengan formulir pelaporan KTD serius manual maupun melalui SITBC.
▪ Memastikan pasien TBC RO datang sesuai jadwal untuk pemantauan klinis
dan pemeriksaan laboratorium ke fasyankes pelaksana layanan TBC RO. Saat
datang untuk pemantauan rutin ke rumah sakit, pasien wajib membawa salinan
buku TBC01 yang rutin diisi oleh petugas kesehatan di fasyankes satelit.
▪ Memastikan ketersediaan OAT dan obat tambahan melalui koordinasi
dengan dinas kesehatan setempat dan fasyankes pelaksana layanan TBC RO.
▪ Melakukan pencatatan dan pelaporan pada SITBC sesuai dengan tupoksi
fasyankes satelit TBC RO.
▪ Melakukan konseling dan edukasi secara berkesinambungan kepada pasien
TBC RO dan keluarganya, mengenai kepatuhan minum dan PHBS.
▪ Melakukan investigasi kontak dan pemberian terapi pencegahan TBC untuk
anak usia <5 tahun (sesuai kriteria pemberian TPT).

a. Evaluasi lanjutan setelah pasien menyelesaikan pengobatan TBC RO


Meskipun pasien telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
pemantauan serta evaluasi terhadap pasien tersebut tetap dilakukan. Hal-hal
yang perlu dilakukan pasca menyelesaikan pengobatan TBC RO ialah:
 Rumah sakit layanan TBC RO tempat pasien berobat membuat jadwal
kunjungan untuk evaluasi pasca pengobatan.
 Evaluasi dilakukan setiap 6 bulan sekali selama 2 tahun. Namun, bila
timbul gejala dan keluhan TBC seperti batuk, produksi dahak, demam,
penurunan berat badan dan tidak ada nafsu makan, maka pasien segera
datang ke fasyankes pelaksana layanan TBC RO untuk dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi.
 Nakes memberikan edukasi kepada pasien untuk mengikuti jadwal
kunjungan yang telah ditentukan.
 Pemeriksaan yang dilakukan adalah anamnesis lengkap, pemeriksaan
fisik (termasuk IMT), pemeriksaan sputum BTA, biakan dan foto toraks.

48
49

 Pemeriksaan dilakukan untuk melihat atau memastikan tidak adanya


kekambuhan.
 Nakes memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti olah raga teratur, tidak merokok,
konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan tidak
mengkonsumsi alkohol.

(3) Pengobatan TBC RO Anak


Prinsip dasar
1) Pengobatan diberikan untuk pasien anak terkonfirmasi bakteriologis
sebagai pasien TBC RO maupun pasien yang terdiagnosis secara klinis.
2) Paduan pengobatan untuk anak sama dengan paduan pengobatan TBC
RO pada dewasa.
3) Inisiasi pengobatan dilakukan di RS Rujukan TBC RO dengan rawat inap
selama 2 minggu atau sesuai dengan indikasi.
4) Dosis untuk anak diberikan secara individual disesuaikan dengan berat
badan dan tata cara pemberian OAT pada anak.
5) Penggunaan kortikosteroid sama dengan pada TBC sensitif obat
6) Berikan dukungan, konseling dan edukasi pada orang tua/pengasuh
anak tentang efek samping obat, lama pengobatan, dan pentingnya
kepatuhan minum obat pada setiap kunjungan
7) Penanggung jawab TAK untuk tatalaksana TBC RO pada anak adalah
dokter ahli anak dengan dibantu oleh dokter ahli anggota TAK yang lain

Jenis dan dosis obat


Jenis dan paduan obat yang dipakai untuk anak dengan TBC RO sama dengan obat
yang dipakai untuk pasien dewasa, akan tetapi dosisnya disesuaikan dengan berat
badan anak.

Tabel 16. Golongan dan dosis obat TBC RO pada anak


GRUP GOLONG OBAT DOSIS KETERANGAN
AN
A Fluorokuin Levofloksasin ▪ Anak usia ≥ 5 th: ▪ Dosis maksimal 750
olon (Lfx) 7,5 – 10 mg
mg/kgBB ▪ Anak usia < 5 tahun
diberikan dua kali
▪ Anak usia <5 th: sehari.
15 – 20 mg/kgBB ▪ Anak usia > 5 tahun

49
50

diberikan sekali
sehari.
Moksifloksasin 7,5 – 10 mg/kg Dosis maksimal 400mg
(Mfx)
Gatifloksasin
(Gfx)*
B Obat Kanamisin (Km) 15– 30mg/kg Dosis maksimal 1000 mg
Injeksi Lini
Amikasin (Am)* 15–30 mg/kg Dosis maksimal 1000 mg
Kedua

Kapreomisin 15-30 mg/kg Dosis maksimal 1000 mg


(Cm)
Streptomisin**
C Obat Etionamide (Eto) 15–20 mg/kg Dosis maksimal 1000 mg
bakteriosta
tik lini
kedua Protionamid(Pto)* 15–20 mg/kg Dosis maksimal 1000 mg

Sikloserin (Cs) 10 – 20 mg/kg Dosis maksimal 1000 mg


Sikloserin dapat
dilarutkan dengan aqua
10 ml

Terizidon (Trd)* 10–20 mg/kg


Clofazimin(Cfz) 3-5 mg/kg Dosis maksimal 200 mg
Linezolid(Lzd) ▪ Anak usia > 10 ▪ Dosis maksimal 600
th: mg
10 mg/kg/dosis ▪ Ditambah Vit. B6
▪ Untuk anak usia < 10
▪ Anak usia <10 th: th, diberikan 2 kali
10 mg/kg/dosis sehari
D1 Obat Lini Isoniazid (H) 15-20 mg/kg Dosis maksimal 600
Pertama dosis tinggi mg/hari
Ethambutol (E) 15 – 25 mg/kg Dosis maksimal 1200
mg/hari
Pirazinamid (Z) 30 – 40 mg/kg Dosis maksimal 2 g/hari

50
51

D2 OAT baru Delamanid > 35 kg: 100 mg 2 Untuk anak berusia > 6
(Dlm)* kali sehari tahun dan berat badan >
20 kg
20–34 kg: 50 mg 2
kali sehari
< 20 kg: konsul
TAK
Bedaquiline 400 mg selama 14 Untuk anak berusia > 12
(Bdq) hari dilanjutkan 200 tahun dan berat badan >
mg 3 kali seminggu 33 kg
selama 22 minggu

D3 OAT Asam para 200 – 300 mg/kg


tambahan aminosalisilat
(PAS)
Imipenem-
silastatin (Ipm)*
Meropenem 20 – 40 mg/kg IV Dosis maksimal 6000 mg
(Mpm)* tiap 8 jam

Amoksilin 80 mg/kg 2x/hari Dosis maksimal 4000


clavulanat (Amx- mg Amx dan 500 mg
Clv)* Clv
Thioasetazon
(T)*

51
52

Keterangan:
*Tidak disediakan oleh program nasional TBC
**Tidak termasuk obat suntik lini kedua, tetapi dapat diberikan pada
kondisi tertentu dan tidak disediakan oleh program nasional TBC

- Pemeriksaan yang dilakukan adalah anamnesis lengkap, pemeriksaan


fisis, pemeriksaan dahak, biakan dan foto toraks.
- Pemeriksaan dilakukan untuk melihat atau memastikan terdapatnya
kekambuhan.
- Memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan PHBS seperti
olah raga teratur, tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat
dan tidak mengkonsumsi alkohol.

4. Penetapan Pengawas Menelan Obat (PMO)


Untuk menjamin keteraturan pasien TBC selama pengobatan TBC berlangsung
diperlukan seorang PMO. Setiap pasien yang akan memulai pengobatan harus ditentukan
terlebih dahulu satu orang untuk menjadi PMO.
a. Persyaratan PMO
1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien,
2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien,
3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela,
4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
b. Siapa yang dapat menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya kesehatan, sanitarian, juru immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan terlatih,
guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya

c. Peran seorang PMO


a. Mengawasi pasien TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan,
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur,
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan,
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TBC untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas kesehatan.

52
53

d. Pengetahuan PMO
Minimal PMO memahami informasi penting tentang TBC untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya antara lain:
a. TBC disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur
c. Cara penularan TBC, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap awal dan tahap lanjutan)
e. Pentingnya pengawasan, supaya pasien berobat secara teratur
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke faskes.
Pada pengobatan TBC RO pemilihan PMO untuk tahap awal pengobatan adalah
petugas kesehatan baik di dalam atau di luar Fasyankes, mengingat pada fase ini
pasien harus mendapatkan suntikan setiap hari. Sedangkan untuk tahap lanjutan
PMO dapat dilakukan oleh petugas kesehatan atau kader kesehatan yang terlatih
TBC RO.

5. Penatalaksanaan pasien TBC dengan efek samping OAT


Pelaporan
Pelaporan kejadian Efek Samping Obat (ESO) di Indonesia saat ini masih bersifat
volunteri, sejak tahun 2014, Kementerian Kesehatan bersama dangan Badan
Penilaian Obat dan Makanan (BPOM) memperkenalkan sistem Pharmacovigilance
secara Cohort Event Monitoring (CEM) untuk penggunaan OAT baru.
Dalam menindaklanjuti kejadian efek samping OAT, maka Wasor akan memfasilitasi,
sebagai berikut:
 Menginvetarisasi dan memonitor kejadian ESO ke fasyankes (TAK) secara rutin
 Menyusun tindaklanjut sesuai dengan format yang tersedia untuk menangani
kejadian efek samping
 Berkoordinasi dengan TAK untuk memastikan jenis obat penyebab ESO sampai
dengan pemastiannya BPOM Provinsi/Pusat
World Health Organization (WHO) mendefinisikan farmakovigilans sebagai keilmuan
dan aktifitas pendeteksian, penilaian, pemahaman dan pencegahan efek samping dan
permasalahan lainnya dalam penggunaan suatu obat. Pemantauan aspek keamanan
obat harus secara terus menerus dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi profil
keamanannya. Untuk dapat melakukan evaluasi risiko-manfaat diperlukan sistem

53
54

pemantauan dan pelaporan efek samping yang terstruktur dan terstandar. Sistem ini
telah disederhanakan dan disesuaikan untuk penggunaan rutin.

Program TBC Nasional saat ini telah menggunakan obat TBC yang baru seperti
Bedaquiline, Clofazimine dan linezolid sebagai bagian paduan obat yang akan
digunakan untuk mengobati pasien TBC Pre/XDR.

6. Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)

a) Kaskade Pelayanan ILTBC

Keterangan: ODHIV (Orang dengan HIV/AIDS); TST


(tuberculin skin test); IGRA (Interferon gamma release
assays); INH (Isoniazid); RIF (Rifampisin); RPT (Rifapentine)
Sumber: Latent TBC Infection: Updated and consolidated
guidelines for programmatic management

b) Algoritma pemeriksaan ILTBC dan pemberian TPT untuk


orang yang berisiko

54
55

a. Jika anak usia < 10 tahun, saat ini ada salah satu
gejala seperti batuk atau demam atau riwayat kontak
dengan orang TBC aktif atau mengalami penurunan
berat badan yang dilaporkan atau terkonfirmasi > 5%
sejak kunjungan terakhir atau kurva pertumbuhan
datar atau berat badan untuk usia <-2 Z-skor. Bayi
usia <1 tahun tanpa gejala dengan HIV hanya diobati
untuk ILTBC jika mereka kontak serumah dengan
orang TBC aktif.
b. Adanya batuk atau demam atau keringat di malam
hari atau batuk darah atau nyeri dada atau sesak
napas atau lemah dan lesu atau penurunan berat
badan (misal pada anak usia <5 tahun tidak terdapat
anoreksia/nafsu makan normal meskipun sudah
diberikan perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak
naik/gagal tumbuh) Lesu atau anak kurang aktif
bermain, keringan malam saja bukan merupakan
gejala spesifik TBC pada anak apabila tidak disertai
gejala umum lainnya
c. Termasuk kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
seperti:
1) Pasien immunokompremais lainnya (pasien
yang menjalani pengobatan kanker, pasien
yang mendapatkan perawatan dialisis, pasien
yang mendapat kortikosteroid jangka panjang,

55
56

pasien yang sedang persiapan transplantasi


organ, dll) langsung diperiksa dengan TST
atau IGRA (tanpa harus melihat ada tidaknya
gejala TBC)
2) Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP),
petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak
militer, pengguna narkoba suntik
d. Kontraindikasi pemberian TPT yaitu adanya hepatitis
akut atau kronis, neuropati perifer (jika menggunakan
isoniazid), konsumsi alkohol biasa atau berat.
Kehamilan atau riwayat TBC sebelumnya bukan
merupakan kontraindikasi
e. Paduan yang dipilih mempertimbangkan usia,
kegawatan (obat rentan atau lainnya), risiko
toksisitas, ketersediaan dan preferensi.
f. Rontgen thorax atau chest X-ray (CXR) dapat
dilakukan diawal sebagai bagian dari penemuan
kasus intensif. Jika gambaran rontgen dada
mendukung TBC (abnormal) maka orang tersebut
terdiagnosis klinis.

c) Pilihan Paduan TPT


Tujuan pemberian TPT adalah untuk mencegah terjadinya
sakit TBC sehingga dapat menurunkan beban TBC. Saat ini
terdapat beberapa pilihan paduan TPT yang
direkomendasikan program penanggulangan tuberkulosis
nasional yaitu:

Pilihan Paduan TPT


No Sasaran
3HP 3HR 6H
Kontak serumah usia < 2
1 √ √
tahun *)
Kontak serumah usia 2 – 4 √
2 √ √
tahun
Kontak serumah usia ≥ 5 √
3 √ √
tahun
4 ODHA usia < 2 tahun *) √ √
5 ODHA usia ≥ 2 tahun **) √ √ √

56
57

6 Kelompok risiko lainnya √ √ √


Keterangan:
*) Bila 3HR belum tersedia maka dapat menggunakan
pilihan paduan TPT 6H, bila 3HR sudah tersedia maka TPT
untuk anak usia <2 tahun menggunakan paduan 3HR
**) Untuk ODHA yang mendapatkan jenis ARV (dapat
melihat pada 4.6 Interaksi Obat) seperti yang memiliki
interaksi dengan rifampisin, kehamilan, ibu menyusui dan
malaria berat merupakan kontraindikasi untuk paduan
berbasis rifampisin seperti 3HP atau 3HR maka alternatif
lain dapat menggunakan paduan 6H

Pokok Bahasan 3
C. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
Informasi dasar tentang TBC sudah disampaikan kepada pasien pada saat ditetapkan
menjadi terduga TBC. Namun sebaiknya diulangi kembali ketika pasien ditetapkan
menjadi pasien TBC. Hal ini berlaku juga pada pasien TBC RO. Sebelum dan selama
pengobatan TBC pemberian komunikasi motivasi ditujukkan kepada pasien maupun
keluarga pasien.
Semua informasi terkait TBC harus disampaikan pada pasien dengan maksud terjadi
peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap dan perilaku untuk menimbulkan motivasi
pasien untuk menyelesaikan pengobatan menuju kesembuhan. Informasi yang diberikan
secara bertahap kepada pasien TBC, dimulai sejak pertemuan awal, pada setiap
kunjungan mengambil obat, dan sampai pasien menyelesaikan pengobatannya.
1. Komunikasi Motivasi Untuk Pasien TBC
Tahapan dan informasi yang harus disampaikan kepada pasien TBC meliputi :
Pertemuan Awal
Sebelum memberikan informasi kepada pasien tentang TBC, ajukan terlebih dahulu
pertanyaan untuk menjajaki pengetahuan mereka saat ini tentang TBC. Lalu gunakan
alat bantu yang tersedia seperti lembar balik untuk pasien dalam menyampaikan
informasi tentang TBC.
Pesan- pesan yang perlu dikomunikasikan :
 Penyakit TBC
Ulangi pesan yang telah disampaikan pada saat pasien datang sebagai terduga untuk
memperkuat informasi tersebut.

57
58

 TBC dapat disembuhkan


Sampaikan kepada pasien bahwa penyakit TBC dapat disembuhkan secara tuntas
bila ia menjalankan pengobatan dengan teratur dan tidak putus berobat di tengah
jalan.
 Kesediaan pasien menjalankan pengobatan
Sebelum memberikan obat kepada pasien, sampaikan bahwa pengobatan tidak boleh
terputus. Putus berobat akan menyebabkan kuman yang masih tersisa dalam tubuh
menjadi kebal terhadap obat yang saat ini tersedia di Indonesia dan pengobatan
tersebut mahal harganya.
Obat yang saat ini diberikan sangat berkualitas dan disediakan oleh pemerintah.
Untuk itu sebaiknya tanyakan kesungguhan pasien dalam menjalankan pengobatan
TBC.
 Bagaimana mencegah penularan TBC
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
- Menelan obat secara teratur dan tuntas.
- Menutup mulut dan hidung ketika batuk atau bersin.
- Membuka jendela atau pintu agar cahaya matahari dan udara segar masuk
kedalam rumah.
- Tidak diperlukan diet khusus, tidak memisahkan alat makan, dan mensterilisasi
alat makan minum atau perabot rumah tangga.
 Kontak Serumah
Semua anak yang berusia dibawah 5 tahun yang tinggal serumah dengan pasien
TBC harus diperiksa, karena usia tersebut sangat rentan terhadap berbagai penyakit.
Anak-anak mungkin membutuhkan pengobatan pencegahan atau rujukan ke dokter.
Anggota keluarga lain yang serumah yang mengalami gejala TBC harus segera
diperiksa.
 Perlunya pengawasan menelan obat
Petugas kesehatan harus menjelaskan pentingnya pengawasan menelan obat bagi
pasien. Jelaskan bahwa pasien menelan seluruh obat dengan diawasi oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO), untuk memastikan bahwa pasien menelan seluruh
obat secara benar, teratur, dan sesuai waktu yang ditentukan. Dengan demikian
petugas akan mengetahui apakah pasien mengalami masalah dalam pengobatan
seperti efek samping dan lain-lain. Melalui pengawasan menelan obat, petugas akan

58
59

segera tahu apabila pasien terlewat minum obat, dan segera menyelidiki
penyebabnya.
 Menjelaskan paduan obat
Jelaskan tentang paduan pengobatan meliputi:
Lama waktu pengobatan
Contoh: Jika pasien baru
“Obat TBC diberikan selama 6 bulan. Bapak akan mendapatkan obat selama 6 bulan
karena bapak adalah pasien baru”
- Dosis Obat dan Penyesuaian sesuai Berat Badan
Contoh: “Apabila selama pengobatan ada peningakatan berat badan maka dosis
obat akan disesuaikan.
- Jenis obat dan cara pemberiannya
Contoh: Jika pasien kambuh
“Obat terdiri dari dua jenis, obat telan dan obat suntik. Obat akan diberikan
dalam dua tahap. Tahap awal obat harus diminum setiap hari selama 3 bulan
dan bapak/ibu juga akan disuntik selama dua bulan. Selanjutnya setelah hasil
pemeriksaan dahak negatif maka obat suntik akan dihentikan dan obat minum
akan diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan.“
- Kualitas obat
Contoh:
“Obat yang disediakan pemerintah gratis dan berkualitas, obat ini adalah
kombinasi yang terbaik yang digunakan di seluruh dunia untuk mengobati TBC,
bila bapak/ibu berobat dengan teratur dan tuntas maka akan sembuh.”
- Frekuensi kunjungan mengambil obat.
Contoh:
“Bapak/Ibu harus datang ke Faskes setiap hari selama dua bulan ini untuk
disuntik dan mengambil obat.”
- Kemana pergi untuk mengambil obat
Contoh:
“Bapak/Ibu bisa langsung datang ke ruang TBC jika mengambil obat, bila ada
keluhan bapak/ibu bisa bertemu dengan dokter. Bapak/Ibu dapat mengambil obat
sesuai waktu dan hari yang disepakati dengan petugas”
 Pemeriksaan lanjutan pada akhir tahap awal

59
60

Jelaskan kepada pasien untuk melihat kemajuan pengobatan dan memastikan pasien
dapat melanjutkan pengobatan ke tahap lanjutan maka dahak perlu diperiksa
kembali.
Contoh:
“Bapak/Ibu, setelah minum obat dan disuntik dalam tahap awal bapak/ibu akan
diperiksa kembali dahaknya pada akhir tahap awal untuk melihat apakah kuman
sudah negative (tidak ditemukan ) dan untuk menilai apakah obat ini bisa bekerja
dengan baik dalam tubuh bapak/ibu.”

 Kemungkinan yang terjadi selama pengobatan dan tindakan yang harus


dilakukan
Pasien perlu tahu secara jelas apa yang mungkin terjadi selama pengobatan TBC,
dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Contoh:
Fakta bahwa rifampicin dapat membuat air seni berwarna oranye atau merah
sebagai reaksi obat.
“Bapak/Ibu, salah satu obat ini akan membuat air seni menjadi kemerahan seperti air
teh. Ini tidak berbahaya. Bila ada keluhan lain bapak/ibu dapat memberitahu PMO
atau petugas di Faskes. Nanti dokter akan membantu mengatasi keluhannya”
 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Pasien TBC
Perlu disampaikan bahwa pasien sebaiknya menjaga kesehatan dengan hidup bersih
dan sehat, misalnya:
- Menjemur alat tidur,
- Membuka jendela dan pintu agar udara dan sinar matahari masuk. Aliran udara
(ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi jumlah kuman di udara.
Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman,
- Makan makanan bergizi,
- Tidak merokok dan tidak minum minuman ber-alkohol,
- Olahraga secara teratur bila memungkinkan.

Tabel 21. Daftar Pertanyaan dan Pesan Kunci untuk Pasien


TBC di Awal Pengobatan
Selama kunjungan: Tunjukan sikap yang penuh perhatian. Beri pujian dan dorongan
kepada pasien. Bicara yang jelas dan sederhana. Beri dorongan agar pasien bertanya.

60
61

Daftar Pertanyaan Pesan Kunci


Apa yang bapak/ibu ketahui tentang TBC adalah penyakit menular
TBC? Penyebab TBC adalah kuman
Apa menurut bapak/ibu yang Mycobacterium Tuberculosis. Apabila paru
menyebabkan TBC mengalami kerusakan karena kuman TBC,
pasien batuk-batuk berdahak dan sulit
bernafas. Tanpa pengobatan secara benar,
pasien akan meninggal.
Apakah bapak/ibu tahu apa yang terjadi TBC bila tidak diobati akan berakibat fatal,
pada orang yang sakit TBC? selain bisa menularkan ke orang lain juga
bisa mengakibatkan kematian.
TBC dapat disembuhkan dengan
Apakah bapak/ibu tahu bahwa TBC pengobatan yang benar. Pasien harus
dapat disembuhkan? menelan semua obat sesuai dengan
ketentuan agar bisa sembuh.
Obat untuk TBC disediakan gratis.
Pengobatan dapat dilakukan tanpa
mengganggu kehidupan sehari-hari.
Apakah bapak/ibu bersungguh-sungguh Kesediaan Pasien
ingin menjalani pengobatan TBC hingga TBC dapat disembuhkan. Bapak/Ibu harus
sembuh? bersungguh-sungguh menjalankan
pengobatan, jangan sampai lalai datang
berobat hingga sembuh.
Menurut bapak/ibu bagaimana TBC Penularan TBC.
menular? TBC menular apabila pasien TBC batuk-
batuk atau bersin, menyemburkan kuman ke
udara. Orang di sekitar kemungkinan
menghirup kuman-kuman tersebut dan
tertular.
Kuman mudah ditularkan kepada anggota
keluarga atau tinggal berdekatan. Siapapun
dapat terkena TBC, tetapi tidak semua orang
yang tertular TBC jatuh sakit.

61
62

Pasien TBC yang sudah diobati selama dua


minggu tidak akan menularkan lagi kepada
oranglain namun tetap harus menjalankan
pengobatan.
Bagaimana anda dapat mencegah Pencegahan dapat dilakukan dengan:
penularan TBC? − Menelan obat secara teratur dan tuntas.
− Bila batuk (ada etika batuk):
Ada 2 metode yang sederhana namun
efektif untuk mengurangi penyebaran
kuman TBC, yaitu:
a. menutup hidung dan mulut dengan tisu
atau sapu tangan ketika batuk atau
bersin. Batuk atau bersin langsung ke
tangan tidak dianjurkan karena dapat
menyebarkan kuman ke apapun yang
anda sentuh dengan tangan. Sekiranya
tidak ada saputangan, batuklah atau
bersinlah ke bagian dalam dari siku
anda atau ke lengan baju bagian atas.
Gantilah segera baju anda
b. Mencuci tangan sehabis kontak
dengan orang sakit. Gunakan sabun,
air untuk mencuci tangan Anda dan lap
atau Anda dapat menggunakan cairan
alkohol pembersih tanpa air.
− Membuka jendela atau pintu agar
cahaya matahari dan udara segar masuk
kedalam rumah.
− Tidak diperlukan diet khusus atau
mensterilisasi atau memisahkan alat makan
minum atau perabot rumah tangga.
Berapa orang yang tinggal serumah Pemeriksaan kontak serumah
dengan anda? Usia berapa? Semua anak usia dibawah 5 tahun yang
Apakah ada lagi orang dirumah anda tinggal serumah dengan pasien TBC harus

62
63

yang batuk- batuk? Siapa ? diperiksa Hal ini penting karena anak balita
berisiko terkena penyakit TBC yang berat.
Anak-anak tersebut membutuhkan tindakan
pencegahan atau dirujuk ke Faskes.
Anggota keluarga yang memiliki gejala TBC
harus diperiksa.
Apakah menurut bapak/ibu pengobatan Pentingnya pengawasan menelan obat
ini perlu diawasi? Karena lamanya pengobatan, seorang
pasien TBC dapat kehilangan motivasi untuk
menelan obat.
Seorang petugas kesehatan atau PMO
(Pengawas Menelan Obat) harus mengawasi
bapak/ibu menelan obat sesuai dengan
jadualnya. Hal ini untuk memastikan,
bapak/ibu menelan obat secara benar dan
teratur.
Dengan pengamatan secara teratur, petugas
kesehatan atau PMO akan mengetahui
apakah ada efek samping atau masalah lain.
Dengan pengawasan langsung menelan
obat, petugas kesehatan atau PMO akan
tahu apabila anda terlewat 1 dosis dan
dengan cepat akan menelusuri masalahnya.
Apabila anda harus bepergian, atau
berencana pindah, beritahu petugas
kesehatan atau PMO agar bisa diatur lagi
pengobatan tanpa harus menunda.
Menjelaskan secara rinci paduan obat Jelaskan kepada pasien.
pasien - Lama pengobatan.
- Kualitas Obat
- Frekwensi kunjungan untuk mengambil
obat
- Kemana dan kapan harus pergi untuk
pengobatan.

63
64

Menjelaskan pentingnya pemeriksaan Pemeriksaan dahak pada akhir tahap intensif


dahak setelah tahap intensif dilakukan untuk melihat apakah jumlah
kuman berkurang yang menandakan obat
anti TBC yang ditelan bekerja dengan baik.
Menjelaskan apa yang mungkin terjadi Contoh:
akibat menelan obat dan apa yang Rifampicin akan menyebabkan air-seni
harus dilakukan jika terjadi efek bewarna oranye / merah akibat dari obat. Hal
samping ini seharusnya terjadi dan tidak berbahaya.
Apabila anda merasa mual karena menelan
obat, pada dosis berikutnya, makanlah
sesuatu sewaktu menelan obat.
(Pastikan bahwa pasien tahu kapan dan
kemana harus pergi untuk pengobatan
berikutnya. Tanya pasien untuk memastikan
ia akan kembali.
Ingatkan pasien untuk membawa keluarga
dan orang yang dekat dengan pasien untuk
pemeriksaan TBC)
Ajukan pertanyaan untuk mengecek apakah pasien mengingat pesan-pesan penting
serta tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Beri penegasan pesan yang terakhir, atau beri tambahan informasi yang dibutuhkan.

64
65

Tahap lanjutan sepanjang pengobatan


Setelah pertemuan awal dengan pasien TBC, lanjutkan memberikan informasi yang tepat
tentang TBC pada setiap kunjungan. Jangan lupa untuk menggunakan keterampilan
komunikasi yang baik dan efektif, seperti mengajukan pertanyaan, menunjukkan sikap
perhatian, memuji dan memberi dorongan kepada pasien, dan menggunakan bahasa yang
sederhana.
Selama masa pengobatan, informasi yang perlu komunikasikan adalah:
 Efek samping obat (jika dikeluhkan oleh pasien dan atau dikenali oleh petugas).
Setiap kunjungan, tanyakan kepada pasien, tentang bagaimana perasaannya, atau adakah
masalah selama minum obat. Kemudian dengarkan jawaban pasien dan amati pasien,
apakah ada efek samping atau tidak. Berikan tindakan yang sesuai jika ada keluhan.
 Jenis, warna kemasan, jumlah dan frekuensi obat.
Komunikasikan kepada pasien:
- Warna kemasan, agar dikenali oleh pasien.
- Ingatkan jumlah obat/tablet, berapa sering, untuk berapa lama.
- Yakinkan pasien bahwa obat untuk seluruh masa pengobatan disimpan didalam kotak
yang ada nama pasien.
- Apabila ada perubahan paduan obat, karena pergantian tahap pengobatan,
jelaskan secara rinci paduan baru tersebut.
 Pentingnya kepatuhan pasien.
Komunikasikan kepada pasien:
- Kepatuhan berobat sangat penting.
- Pasien harus menelan seluruh obat yang dianjurkan pada waktu yang telah ditentukan
agar bisa sembuh.
- Apabila pasien merasa lebih baik, harus tetap melanjutkan pengobatan sampai selesai.
- Penting untuk disampaikan, apabila pasien bepergian atau pindah, harus
menginformasikan kepada petugas kesehatan atau PMO, sehingga kelangsungan
pengobatan dapat diatur lagi.
 Apabila pasien hanya menelan sebagian obat atau berhenti menelan obat, komunikasikan
kepada pasien:
- Menelan sebagian obat atau menelan obat secara tidak teratur, adalah berbahaya dan
membuat pasien sangat sulit atau tidak mungkin disembuhkan bahkan bisa membuat
kuman TBC akan menjadi kebal sehingga lebih sulit untuk disembuhkan.

65
66

- Pasien tersebut akan terus menularkan kuman TBC kepada keluarga dan masyarakat
sekitar.
- Apabila pasien mengeluh obat terlalu banyak, jelaskan bahwa TBC disebabkan oleh
kuman yang kuat, karena itu butuh obat yang banyak baik jenis maupun jumlahnya.
 Pentingnya pemeriksaan dahak, frekuensi dan arti hasil pemeriksaan.
Komunikasikan kepada pasien:
- Kuman TBC tidak dapat dilihat dengan mata biasa, karena itu untuk mengetahui ada
tidaknya kuman TBC, perlu pemeriksaan dahak menggunakan mikroskop.
- Frekuensi pemeriksaan dahak selama masa pengobatan.
Akhir tahap awal. Setelah dua atau tiga bulan tahap awal, dahak akan diperiksa,
kemudian akan melanjutkan pengobatan tahap berikutnya.
Selama tahap lanjutan, dilakukan lagi pemeriksaan dahak pada bulan ke 5. Apabila tidak
ditemukan kuman teruskan pengobatan.namun bila masih ditemukan kuman, maka
kategori pengobatan akan berubah.
Pemeriksaan dahak terakhir dilakukan satu minggu sebelum akhir pengobatan Apabila
tidak ditemukan kuman pada pemeriksaan akhir, pasien dinyatakan sembuh.
 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Pasien TBC
Ingatkan pasien untuk terus menjalankan PHBS

Tabel 22. Daftar Pertanyaan dan Pesan Kunci untuk Pasien TBC di Tahap Lanjutan
Pada setiap kunjungan: Tunjukkan sikap penuh perhatian. Beri pujian kepada pasien.
Bicara secara jelas dan sederhana. Ajak pasien untuk bertanya.
Daftar Pertanyaan Pesan Kunci
Ajukan pertanyaan untuk mengidentifikasi Apabila ada efek samping ringan, berikan
efek samping. nasehat :
- Bagaimana perasaan anda ? - Apabila tidak nafsu makan, mual-mual, nyeri
- Apakah ada masalah ? perut, anjurkan menelan obat dengan
- Dengarkan dan perhatikan apakah ada makanan atau bubur.
efek samping berat : - Apabila sakit sendi, minum obat aspirin
- Gatal-gatal, bercak-bercak merah di - Apabila ada rasa terbakar dikaki, minum 100
kulit mg piridoksin sehari.
- Ketulian - Apabila urine berwarna oranye / merah, hal itu
- Pusing-pusing/pening, kehilangan normal, karena pengaruh obat.

66
67

keseimbangan/ imbung
- Kuning (kulit atau mata) Yakinkan pasien untuk melanjutkan
- Muntah-muntah yang berulang kali pengobatan. Apabila ada efek samping berat,
- Gangguan penglihatan hentikan obat TBC, dan segera rujuk ke dokter
Ingatkan pasien tentang pesan-pesan yang diperlukan
Apabila pasien belum membawa anggota Setiap anak usia dibawah 5 tahun yang tinggal
keluarga yang kontak untuk pemeriksaan serumah harus diperiksa gejala TBC. Anggota
keluarga lain yang mempunyai gejala TBC
harus diperiksa
Apabila pasien belum mengenal obat- Beri gambaran tentang jenis, warna dan jumlah
obat, atau ada perubahan paduan obat obat yang harus ditelan. Juga berapa kali harus
Apabila pasien merasa sudah baik menelan obat dan untuk berapa lama
Apabila pasien merencanakan untuk Walaupun merasa lebih baik, anda harus
bepergian atau pindah melanjutkan menelan obat selama waktu yang
ditentukan.
Apabila anda berencana untuk bepergian atau
pindah, beritahu petugas/PMO.
Akan diatur tentang kelangsungan pengobatan,
agar tidak ada dosis yang terlupa atau terlewat.
Apabila pasien terlewat 1 dosis obat Agar bisa sembuh, anda harus menelan obat
seluruhnya sesuai dengan ketentuan, selama
waktu pengobatan. Apabila anda tidak
melakukan hal itu, anda akan terus menularkan
TBC kepada orang lain.

Apabila pasien mengeluh tentang Menelan hanya sebagian obat, atau menelan
kelangsungan pengobatan obat tidak teratur, adalah berbahaya, dan
membuat penyakit menjadi sulit disembuhkan
Apabila waktunya untuk pemeriksaan dahak ulang
Jelaskan perlunya pemeriksaan dahak Kuman TBC tidak dapat dilihat dengan mata
biasa. Petugas laboratorium harus
memeriksanya dibawah microskop, untuk
melihat apakah masih ada kuman TBC, dan
menentukan apakah anda mengalami

67
68

perbaikan
Sesudah 2 dan atau 3 bulan
Apabila masih ada kuman dalam dahak , anda
membutuhkan pengobatan yang lebih lama
pada tahap awal.
Apabila tidak diketemukan lagi kuman, anda
siap untuk melanjutkan pengobatan ke tahap
Selama tahap lanjutan lanjutan.

Apabila tidak ada kuman dalam dahak, anda


akan meneruskan pengobatan.
Sebelum akhir pengobatan Apabila masih ada kuman, maka paduan obat
anda akan diganti dengan paduan obat lain
Apabila tidak ada kuman TBC pada
pemeriksaan dahak, anda dinyatakan sembuh.
Ajukan pertanyaan untuk mengecek apakah pasien mengingat pesan-pesan penting serta
tahu apa yang harus diakukan selanjutnya. Beri penegasan pesan yang terakhir, atau beri
informasi tambahan yang dibutuhkan

2. Komunikasi Motivasi Pada Keluarga Pasien TBC


Menginformasikan pesan kesehatan untuk keluarga pasien merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pelayanan kesehatan di semua sarana pelayanan kesehatan. Dukungan
anggota keluarga ikut menentukan hasil pengobatan TBC. Untuk itu, keluarga juga harus
diberikan informasi tentang TBC agar terus mampu mendampingi pasien selama pengobatan.
Petugas kesehatan harus dapat memberikan Informasi dan edukasi kepada keluarga pasien
dalam bahasa yang jelas dan tepat mengenai penyakit, pengobatan dan efek sampingnya,
tindakan atau pemeriksaan yang akan dilakukan dan upaya pencegahan. Komunikasi efektif
disampaikan sesuai dengan latar belakang budaya dan tingkat pendidikan keluarga.
1) Peran Keluarga dalam pengobatan
Setelah seseorang ditetapkan sebagai pasien TBC maka keluarga adalah orang yang
paling dibutuhkan dukungannya dalam menjalankan pengobatan. Beberapa peran
keluarga dalam mendukung pengobatan pasien TBC, yaitu:
a. Memotivasi pasien untuk menjalani pengobatan sampai sembuh, dengan:

68
69

 Kenali faktor yang dapat mendukung ataupun menghambat pengobatan bagi


pasien serta membantu mencari alternatif solusinya
 Meyakinkan kepada pasien bahwa pengobatan yang dijalani akan memberikan
kebaikan bagi pasien maupun keluarganya
b. Mendampingi dan memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat
menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur, yaitu:
 Memotivasi pasien untuk tetap menelan obatnya saat pasien mulai bosan.
 Memastikan pasien menelan obat dengan disaksikan oleh keluarga.
 Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan rasa
percaya diri.
 Hal yang jangan sampai terlupa adalah beri waktu bagi pasien untuk
mengekspresikan perasaannya. Jika dibutuhkan cari dan ikut sertakan pasien
dalam pertemuan kelompok pasien (paguyuban).
b. Mengingatkan pasien TBC datang ke Faskes untuk mendapatkan obat dan
periksa ulang dahak sesuai jadual dengan berkoordinasi dengan PMO dan
petugas kesehatan tentang jadual pengambilan obat dan pemeriksaan dahak
pasien TBC .
c. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat dan merujuk ke
Faskes.
 Menanyakan dan memperhatikan apakah pasien mengalami keluhan setelah
menelan obat.
 Segera merujuk pasien ke Faskes bila ada efek samping.
 Menenangkan pasien dan meyakinkan bahwa keluhan yang dialami dapat
ditangani.
2) Pesan yang harus disampaikan kepada keluarga
Petugas kesehatan harus memberikan informasi dan edukasi penting seputar TBC dan
pengobatan TBC kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan keluarga bagi pasien
dalam menghadapi penyakitnya.
a) Saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TBC
Pesan-pesan yang penting untuk disampaikan kepada keluarga pasien TBC
adalah:

69
70

i. Penjelasan tentang TBC gejala dan penyebab TBC


ii. TBC dapat disembuhkan
iii. Pengobatan TBC
iv. Rencana pengobatan
v. Dosis dan cara pemberian obat TBC
vi. Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran dokter.
vii. Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan dan ke mana harus
mencari pertolongan.
viii. Pentingnya pengawasan keteraturan menelan obat selama pengobatan
ix. Penularan TBC
x. Pencegahan penularan TBC dapat berupa:
xi. Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak membuang
dahaknya sembarangan
xii. Pentingnya pemeriksaan dahak ulang secara teratur
xiii. Pentingnya pola hidup sehat dan bersih bagi pasien dan keluarganya
xiv. Hentikan kebiasaan merokok dan minum minuman ber-alkohol pada pasien.
xv. Saran untuk membersihkan rumah atau lingkungan secara teratur.
xvi. Olahraga bagi pasien.
xvii. Konseling dan perbaikan gizi pasien
xviii. Tidak diperlukan diet khusus, mensterilisasi atau memisahkan peralatan makan
minum.
b) Kunjungan Berikutnya Selama Masa Pengobatan
Pada pertemuan berikutnya, apabila pasien datang bersama keluarganya, petugas
kesehatan dapat mengulang pesan-pesan seperti pada pertemuan pertama. Jangan
berikan terlalu banyak informasi pada satu kunjungan. Meyakinkan keluarga tentang
pentingnya pengobatan sampai selesai. Jika seorang pasien tidak datang untuk
mengambil obat atau tampak tidak bersemangat, pertugas kesehatan dapat mencari
tahu lewat anggota keluarga apa yang menjadi masalah dan turut mencari solusi
sesuai kebutuhan dan kemampuan.
3) Pesan yang harus disampaikan kepada keluarga untuk pasien TBC dan TBC-RO
Petugas kesehatan harus memberikan informasi penting seputar TBC atau TBC-RO dan
pengobatannya kepada keluarga dan memberikan edukasi kepada keluarga pasien
mengenai pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi penyakitnya.
a. Saat kunjungan pertama setelah pasien didiagnosis TBC atau TBC RO

70
71

Pesan-pesan yang penting untuk disampaikan kepada keluarga pasien TBC RO


sama dengan pesan yang disampaikan ke pasien TBC resistan obat:
1) Penjelasan tentang TBC atau TBC-RO
2) TBC atau TBC-RO dapat disembuhkan
3) Pengobatan TBC atau TBC RO
 Rencana pengobatan
 Dosis dan cara pemberian obat
 Keteraturan menelan obat sampai tuntas sesuai anjuran dokter.
 Efek samping obat dan pastikan keluarga mengetahui kapan dan kemana
harus mencari pertolongan.
4) Pentingnya Pengawasan Menelan Obat selama pengobatan
5) Penularan TBC
6) Pencegahan penularan TBC:
 Memastikan pasien selalu memakai masker
 Menyediakan tempat pembuangan dahak agar pasien tidak membuang
dahaknya sebarangan
 Tidak tinggal dalam satu ruangan tertutup tanpa ventilasi bersama pasien
selama masih menular (hasil biakan masih positif)
7) Pentingnya pemeriksaan ulang dahak secara teratur.
8) Memberikan informasi tentang pemeriksaan biakan dalam pemantauan hasil
pengobatan.
9) Pentingnya pola hidup sehat dan bersih bagi pasien dan keluarganya
10) Konseling dan perbaikan gizi pasien.
11) PHBS
b. Kunjungan Berikutnya Selama Masa Pengobatan
Pada pertemuan berikutnya, apabila pasien datang bersama keluarganya, petugas
kesehatan dapat mengulang pesan-pesan seperti pada pertemuan pertama. Jangan
berikan terlalu banyak informasi pada satu kunjungan.
Meyakinkan keluarga tentang pentingnya pengobatan sampai selesai.
Jika pasien tidak datang untuk mengambil obat atau tampak tidak bersemangat,
keluarga dapat membantu mencari tahu penyebabnya dan turut mencari solusi
masalahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan.
c. Pengawas Menelan Obat (PMO)

71
72

PMO adalah petugas kesehatan atau kader kesehatan terlatih yang membantu
mengawasi pasien TBC Resistan Obat selama masa pengobatan hingga sembuh.
Peran PMO dalam pengobatan adalah:
Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal pengobatan sampai
sembuh, yaitu:
1) Membuat kesepakatan dengan pasien mengenai lokasi dan waktu menelan obat
.
2) PMO dan pasien harus menepati kesepakatan yang sudah dibuat.
3) Pasien menelan obat dengan disaksikan oleh PMO.
4) Memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani pengobatan
secara lengkap dan teratur, yaitu:
 Meyakinkan kepada pasien bahwa TBC RO bisa disembuhkan dengan
minum obat secara lengkap dan teratur.
 Memotivasi pasien untuk tetap minum obatnya saat mulai bosan.
 Mendengarkan setiap keluhan pasien, menghiburnya dan menumbuhkan
rasa percaya diri.
 Menjelaskan manfaat bila pasien menyelesaikan pengobatan agar pasien
tidak putus berobat.
5) Mengingatkan pasien TBC atau TBC Resistan Obat datang ke Fasyankes untuk
mendapatkan obat dan periksa ulang dahak sesuai jadual, yaitu:
 Mengingatkan pasien datang ke Fasyankes untuk mendapatkan obat
berdasarkan jadual pada kartu identitas pasien (TBC.02 atau TBC.02
MDR).
 Memastikan bahwa pasien sudah mengambil obat.
 Mengingatkan pasien jadual periksa ulang dahak berdasarkan yang tertera
pada kartu identitas pasien (TBC.02 atau TBC.02 MDR).
 Memastikan bahwa pasien sudah melakukan periksa ulang dahak.
6) Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping OAT dan menghubungi
Fasyankes
 Menanyakan apakah pasien mengalami keluhan setelah menelan OAT.
 Mendampingi pasien ke Fasyankes bila mengalami efek samping obat.
 Menenangkan pasien bahwa keluhan yang dialami bisa ditangani.
7) Memberikan penyuluhan tentang TBC dan TBC RO kepada keluarga pasien atau
orang yang tinggal serumah, yaitu tentang:

72
73

 TBC adalah penyakit menular, cara penularan TBC, gejala-gejala TBC dan
cara pencegahannya,
 TBC disebabkan oleh kuman, tidak disebabkan oleh guna-guna atau
kutukan dan bukan penyakit keturunan,
 TBC dapat terjadi karena pasien TBC tidak minum obat tuberkulosis secara
teratur,
 TBC atau TBC-RO dapat disembuhkan dengan berobat lengkap dan
teratur,
 Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, yaitu: tahap awal dan lanjutan,
 Obat TBC atau TBC-RO harus diminum sekaligus pada waktu yang sama
setiap harinya,
 Tidak ada obat lain untuk mengobati TBC RO,
 Pentingnya pengawasan agar pasien berobat secara lengkap dan teratur,
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke Fasyankes.
8) Mengidentifikasi adanya kontak erat dengan pasien TBC Resistan Obat dan apa
yang harus dilakukan terhadap kontak erat tersebut.
4) Langkah-langkah memberikan informasi dan edukasi kepada pasien TBC RO
adalah :
a. Sampaikan kepada pasien informasi tentang definisi TBC RO dengan bahasa yang
sederhana sehingga dapat dimengerti pasien (Contoh pesan dapat dilihat pada
bagian informasi pada pasien terduga).
b. Sampaikan kepada pasien bahwa dari hasil pemeriksaannya ia positif mengidap
TBC RO (Contoh dapat dilihat pada bagian informasi pasien terduga).
5) Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien TBC RO adalah :
a. Pernyataan kesediaan menjalani pengobatan (Informed Consent) atau
pernyataan menolak pengobatan (Inform refusal).
Sebelum menjalani pengobatan, petugas harus menyampaikan tentang pernyataan
kesediaan pasien untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pengobatan.
Jelaskan secara rinci isi dan manfaat serta konsekuensi dari pernyataan kesediaan
yang ditandatanganinya. Berikanlah kesempatan kepada pasien untuk menanyakan
hal-hal yang belum dimengerti.Untuk pasien yang tidak bersedia menjalani
pengobatan diharuskan menandatangani informed refusal/ surat pernyataan
menolak pengobatan dan diberikan penyuluhan mengenai konsekuensi dari

73
74

penolakannya. Penyuluhan pada kasus ini, juga diberikan kepada keluarga dan
lingkungan sekitar pasien.
Bagi pasien yang menyetujui menjalani pengobatan, pasien melakukan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi) dengan
beberapa persiapan seperti lama waktu pemeriksaan, persiapan puasa, dan lain-
lain.
b. Menjalani Pengobatan TBC RO
Terdapat perbedaan antara pengobatan TBC RO dengan TBC bukan RO. Setelah
memberitahukan kepada pasien hasil pemeriksaan laboratorium, maka ada
beberapa hal yang harus dijelaskan sebelum dimulai pengobatan. Petugas dapat
menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
 Tempat pengobatan.
Contoh:
“Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, bapak/ibu harus menjalani
pengobatan TBC RO. Bapak/ibu dapat menjalani pengobatan di Rumah Sakit
atau Puskesmas yang ditunjuk dan dekat dengan tempat tinggal
Bapak/ibusehingga pengobatan dapat diselesaikan.”
 Jenis dan cara menelan obat
Contoh:
“Obat TBC RO berbeda dengan obat TBC sebelumnya. Ada beberapa jenis obat
yang diberikan, yaitu: obat yang diminum dan obat yang disuntikkan”.
Apabila pasien mendapatkan paduan obat dengan PAS, maka jelaskan kepada
pasien bahwa obat harus diminum dengan cara dimasukkan ke dalam minuman
yang berasa asam dan langsung diminum. Hal ini agar penyerapan obat baik.
Minuman yang berasa asam ini, misalnya: jus jeruk, jus apel atau jus nanas.”
 Lama Pengobatan TBC RO
Contoh:
“Obat diberikan berkisar 20 -24 bulan tergantung pada kemajuan yang dialami
bapak/ibu. Oleh karena itu harus diminum secara teratur Selama masih diberi
petunjuk dokter untuk berobat maka obat harus diminum sesuai dengan aturan”.
 Efek samping obat TBC RO dan penanganannya
Contoh:

74
75

“Obat TBC RO dapat menyebabkan efek samping. Bila bapak/ibu mempunyai


keluhan, maka harus segera memberitahukan kepada petugas, sehingga
masalah dapat segera diatasi.”
 Pengambilan Obat
Contoh :
“Pada tahap awal pengobatan walaupun bapak/ibu menjalankan pengobatan di
fasyankes dekat rumah, namun bapak/ibu tetap harus datang ke rumah
sakit/puskesmas yang disepakati untuk menelan obat dan disuntik. Bapak/Ibu
harus datang setiap hari. Pada Sabtu dan Minggu suntikan tidak diberikan,
petugas tetap akan mendampingi bapak/ibu pada saat menelan obat di rumah
sakit/ puskesmas”.
“Bapak/ibu harus bekerjasama dengan petugas supaya pada saat libur obat tidak
terlewatkan dan bapak/ibu akan semakin membaik”.
 Evaluasi Kemajuan Pengobatan
Selama masa pengobatan, pasien TBC RO akan menjalani serangkaian
pemeriksaan untuk mengevaluasi kemajuan pengobatan.
Contoh:
“Untuk mengetahui kemajuan pengobatan bapak/ibu pada waktu-waktu tertentu
akan dilakukan serangkaian pemeriksaan”.
 Sistem rujukan
Pasien akan dirujuk ke fasyankes terdekat untuk pengobatan selanjutnya. Saat
dirujuk, pasien harus mendapatkan penjelasan bahwa rujukan ini sdilakukan
untuk mempermudah dan mendekatkan pasien dalam mendapatkan pelayanan
pengobatan TBC RO.
 Pencegahan penularan
Contoh :
Untuk mencegah penularan kepada orang lain bapak/ibu harus:
- Berobat secara teratur sehingga jumlah kuman dalam tubuh berkurang dan
tidak dapat menular kepada orang lain.
- Menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin.
- Jangan membuang dahak sembarangan.
- Gunakan masker bedah.
6) Petugas kesehatan dan lingkungan sekitarnya

75
76

Pasien TBC Resistan Obat dapat disembuhkan dengan pengobatan yang benar.
Selama hasil pemeriksaan biakan masih menunjukkan hasil positif, maka pasien TBC
Resistan Obat tersebut masih dapat menularkan kepada orang lain di sekitarnya. Untuk
menghindari penularan yang terjadi maka pada lingkungan sekitar perlu diberikan
informasi tentang pencegahan pengendalian infeksi, yang bertujuan agar setiap orang
yang berhubungan dengan pasien dapat menjaga dirinya tanpa menyakiti perasaan
pasien. Masyarakat sekitar pasien dan petugas kesehatan diharapkan dapat berperan
aktif menyampaikan informasi dan memberi dukungan untuk kesembuhan.
Hal-hal yang perlu disampaikan kepada lingkungan sekitar pasien yaitu:
1) Pasien TBC Resistan Obat tidak perlu dikucilkan.
2) TBC Resistan Obat menular namun pencegahan penularan dapat dilakukan dengan
etika batuk dan menjalani pengobatan sedini mungkin.
3) Pasien TBC Resistan Obat membutuhkan dukungan psikologis dan sosial dalam
pergaulan sehari-hari untuk mendukung keberhasilan pengobatannya.
4) Kesembuhan pasien TBC Resistan Obat sangat penting untuk memutus rantai
penularan TBC Resistan Obat
5) Lamanya waktu pengobatan, beratnya efek samping yang ditimbulkan obat serta
dampak sosial yang diakibatkan dari TBC Resistan Obat, membuat pasien TBC
Resistan Obat sangat membutuhkan dukungan lingkungan sekitarnya.
Catatan :
Untuk menyampaikan informasi tentang penyakit TBC RO pasien tersebut
ke lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja pasien, perlu mendapatkan
persetujuan tertulis pasien terlebih dahulu dan mempertimbangkan risiko
yang terjadi.

7) Pada Akhir Pengobatan


Saat pasien sampai pada akhir masa pengobatan, dilakukan pemeriksaan laboratorium
dan hasilnya akan diberitahukan kepada pasien. Pasien yang memenuhi kriteria sembuh
atau pengobatan lengkap akan melanjutkan ke masa monitoring sesudah pengobatan
selama 2 tahun untuk mengawasi jika terjadi kekambuhan. Pasien akan diminta
memeriksakan dirinya setiap enam bulan ke rumah sakit rujukan TBC RO.
a. Hasil Pengobatan
Dukungan diberikan kepada pasien tergantung pada hasil akhir pengobatannya.
b. Sembuh atau pengobatan lengkap

76
77

Pada pasien yang berhasil sembuh atau menyelesaikan pengobatannya secara


lengkap harus diberikan penghargaan atas jerih payahnya selama dua tahun ini.
Contoh:
“Selamat,bapak/ibu telah berhasil menyelesaikan pengobatan yang panjang dan
cukup sulit. Saya bangga bapak/ibu punya kemauan dan semangat keras untuk
sembuh selama 2 tahun ini. Sekarang bapak/ibu tidak perlu menelan obat lagi,
tetapi masih harus melakukan pemeriksaan dahak setiap 6 bulan selama 2 tahun
mendatang. Kita akan tahuapakah kuman masih ada,mudah-mudahan tidak ada ya
pak/bu”.
Pesan penting yang harus disampaikan:
1. Setiap 6 bulan melakukan pemeriksaan dahak ke rumah sakit
selama 2 tahun ke depan.
2. Segera datang ke rumah sakit bila ada gejala pada
pasien/kontaknya meskipun belum tiba jadual periksa 6 bulanan.

c. Pengobatan gagal
Pasien akan membutuhkan dukungan dan konseling keluarga untuk menghadapi
hasil pengobatan yang gagal.
Contoh:
“Bapak/Ibu telah berusaha dengan baik dan cukup keras selama pengobatan ini.
Sayangnya obat-obatan ini tidak berhasil mematikan kuman dalam tubuh bapak/ibu.
Kuman dalam tubuh bapak/ibu lebih kebal dan obat untuk jenis kuman ini belum
tersedia. Kami dapat membantu memberi pengobatan sesuai dengan keluhan
bapak/ibu. Namun kuman belum bisa disingkirkan”.
Contoh:
“Kuman yang lebih kebal juga dapat menular kepada orang lain di sekitar bapak/ibu
bila batuk dan bersin. Karena itu bapak/ibu harus menutup mulut/hidung pada saat
batuk/bersin, memakai masker sesering mungkin, jemurlah alat tidur dan buka
jendela rumah setiap pagi”.

Pesan penting yang harus disampaikan:


1. Alasan penghentian pengobatan saat ini,
2. Dukungan apa yang dibutuhkan pasien,
3. Rencana Pengendalian Infeksi yang perlu dilakukan oleh pasien

77
78

dalam mencegah penularan.

d. Memastikan Pasien Patuh Melakukan Kunjungan Lanjutan setelah Akhir


Pengobatan
Contoh:
“Untuk memastikan keadaan bapak/ibu baik-baik saja, maka setiap enam bulan
bapak/ibu harus datang untuk dilakukan pemeriksaan dahak di laboratorium untuk
mengetahui apakah kumannya masih ada atau tidak. Kami akan menghubungi
bapak/ibu untuk mengingatkannya”.
e. Mewaspadai Timbulnya Gejala Pada Pasien atau Kontak pada saat Monitoring
Akhir Pengobatan
Contoh:
“Jika bapak/ibu batuk-batuk atau sakit dada atau punggung, demam
berkepanjangan atau turun berat badannya, berkeringat di malam hari segeralah
menghubungi kami, kita akan lakukan pemeriksaan untuk mengetahui apa yang
menjadi masalah. Jika ada orang serumah yang juga mengalami gejala yang sama,
bapak/ibu harus membawa mereka dan petugas kesehatan akan melakukan
pemeriksaan juga.

78
79

Pokok Bahasan 4
D. Pencegahan Tuberkulosis pada Populasi Rentan dan Terapi Pencegahan pada
Orang dengan Infeksi Laten TBC (ILTBC)
Upaya untuk mencegah kesakitan atau sakit yang berat bagi populasi rentan dapat
dilakukan dengan memberikan kekebalan dapat berupa vaksinasi BCG dan pemberian
Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) pada orang dengan infeksi laten TBC.

1. Vaksinasi BCG bagi bayi


a. Pemberian Kekebalan dengan Vaksinasi BCG
Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guérin) adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang
berasal dari Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program
Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG
pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Petunjuk pemberian
vaksinasi BCG mengacu pada Pedoman Program Pemberian Imunisasi Kemenkes.
Secara umum perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TBC berat
seperti TBC milier dan TBC meningitis yang sering didapatkan pada usia muda.
Vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti memberi
perlindungan tambahan.
b. Perhatian khusus pada pemberian vaksinasi BCG yaitu :
 Bayi terlahir dari ibu pasien TBC terkonfirmasi Bakteriologis
Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TBC terkonfirmasi bakteriologis pada
trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui plasenta, cairan amnion
maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TBC terkonfirmasi
bakteriologis selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada
kedua kondisi tersebut bayi sebaiknya dirujuk.
 Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS
Vaksinasi BCG tidak boleh diberikan pada bayi yang terinfeksi HIV karena
meningkatkan risiko BCG diseminata. Di daerah yang endemis TBC/HIV, bayi yang
terlahir dari ibu dengan HIV positif namun tidak memiliki gejala HIV boleh diberikan
vaksinasi BCG. Bila pemeriksaan HIV dapat dilakukan, maka vaksinasi BCG ditunda
sampai status HIVnya diketahui.
Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah vaksinasi BCG.
Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder, adenitis

79
80

supuratif dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama
beberapa bulan. Pada beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten
dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan. Begitu juga pada kasus dengan
imunodefisiensi mungkin memerlukan rujukan.
 Limfadenitis BCG
Limfadenitis BCG merupakan komplikasi vaksinasi BCG yang paling sering. Definisi
limfadenitis BCG adalah pembengkakan kelenjar getah bening satu sisi setelah
vaksinasi BCG. Limfadenitis BCG dapat timbul 2 minggu sampai 24 bulan setelah
penyuntikan vaksin BCG (sering timbul 2-4 bulan setelah penyuntikan), terdapat 2
bentuk limfadenitis BCG, yaitu supuratif dan non supuratif. Tipe non supuratif dapat
hilang dalam beberapa minggu. Tipe supuratif ditandai adanya pembekakan disertai
kemerahan, edem kulit di atasnya, dan adanya fluktuasi. Kelenjar getah bening yang
terkena antara lain supraklavikula, servikal, dan aksila, dan biasanya hanya 1-2
kelenjar yang membesar.
Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening sisi yang sama
dengan tempat penyuntikan vaksin BCG tanpa penyebab lain, tidak ada demam atau
gejala lain yang menunjukkan adenitis piogenik. Limfadinitis tuberkulosis sangat
jarang terjadi hanya di aksila saja. Pemeriksaan sitopatologi dari sediaan aspirasi
BCG limfadenitis tidak berbeda dengan limfadenitis tuberkulosis.
Limfadenitis BCG non-supuratif akan sembuh sendiri dan tidak membutuhkan
pengobatan. Pada limfadenitis BCG supuratif yang dilakukan aspirasi jarum
memberikan kesembuhan lebih tinggi (95% vs 68%) dan lebih cepat (6,7 vs 11,8
minggu) dari kontrol. Eksisi hanya dilakukan bila terapi aspirasi jarum gagal atau
pada limfadenitis BCG multinodular.

2. Terapi Pencegahan Tuberkulosis pada Orang dengan ILTBC


Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTBC) adalah suatu keadaaan dimana sistem imun tubuh
orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi kuman Mycobacterium tuberculosis
dari tubuh secara sempurna tetapi mampu mengendalikan kuman TBC sehingga tidak
timbul gejala sakit TBC. Orang dengan ILTBC akan diberikan Terapi Pencegahan
Tuberkulosis (TPT).
a. Penemuan ILTBC
1) Sasaran ILTBC:
 Kontak serumah (anak usia <5 tahun, anak usia 5-14 tahun, remaja dan

80
81

dewasa usia >15 tahun)


 ODHA
 Kelompok risiko tinggi lainnya (penyandang diabetes, imunokompromais,
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan lain-lain)
Penemuan orang dengan infeksi TBC bisa dilakukan dengan IK dan penapisan
infeksi TBC massal, tergantung pada situasinya. Investigasi kontak dilakukan
pada orang di sekitar kasus indeks, yaitu kontak serumah dan kontak erat.
Sedangkan penapisan infeksi TBC pada tempat khusus seperti asrama,
pesantren dan lapas dapat dilakukan pada saat pemeriksaan kesehatan bagi
warga binaan baru; penapisan TBC pada petugas kesehatan bisa dilakukan
secara berkala di fasilitas pelayanan kesehatan seperti medical check-up rutin.
Penemuan aktif di tempat khusus membutuhkan kolaborasi yang erat antara
pemegang kebijakan atau institusi yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan
tempat khusus dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terutama dalam hal
pengorganisasian dan pembiayaan. Sebelum memberikan TPT, petugas
kesehatan harus memastikan dengan tepat kontak serumah tidak sakit TBC atau
dengan kata lain TBC aktif harus dikesampingkan dengan cara penapisan.
Berikut beberapa alur penapisan untuk setiap sasaran TPT.

2) Penapisan ILTBC
 Gambar. 1 Penapisan infeksi TBC pada orang dengan HIV/AIDS

Keterangan:
Kontra indikasi meliputi hepatitis akut atau
kronik, mengkonsumsi alkohol, memaliki gejala neuropati perifer. Riwayat TBC
dan sedang menajalani masa kehmilan bukan kontaindikasi pemberian TPT.

81
82

 Gambar 2. Penapisan infeksi TBC pada anak usia di bawah 5 tahun


yang kontak dengan pasien TBC (Dimodifikasi dari alur kontak investigasi
anak dalam petunjuk teknis dan manajemen tatalaksana TBC anak

82
83

 Gambar 3. Penapisan infeksi TBC pada anak usia di atas 5 tahun,


remaja dan dewasa yang kontak dengan pasien TBC (Dimodifikasi
dari alur kontak investigasi anak dalam petunjuk teknis dan
manajemen tatalaksana TBC anak )

83
84

 Gambar 4. Penapisan infeksi TBC pada kelompok risiko tinggi


lainnya

84
85

 Gambar 5. Penapisan infeksi TBC pada kontak dari pasien TBC


resisten obat
Pertimbangan pemberian TPT untuk kontak dari pasien TBC resisten
obat bersifat lebih individual dibandingkan kontak TBC sensitif obat,
dimana pertimbangan pemberian TPT didasarkan kepada penilaian
risiko individu. TPT dapat diberikan setelah dilakukan penilaian risiko
yang cermat, termasuk didalamnya intensitas pajanan, kondisi kontak,
informasi terkait pola resistensi obat dari kasus indeks dan potensi
efek samping. Berikut algoritma penapisan infeksi TBC pada kontak
dari pasien TBC RO

85
86

Keterangan:
Anak yang berkontak dengan pasien TBC RO sebaiknya dirujuk ke
spesialis anak untuk pemeriksaan lebih lanjut, sebagai berikut:
− Perlu memastikan tidak adanya TBC aktif sebelum pemberian TPT
− Jika kontak bergejala, langkah awal adalah pemeriksaan sputum
atau spesimen lain menggunakan TCM
− Jika terbukti sakit TBC, diberikan pengobatan TBC sesuai hasil
pemeriksaan uji kepekaan obat anak atau hasil uji kepekaan obat
kasus indeks
− Jika terbukti tidak sakit TBC, tindakan selanjutnya ditentukan oleh
dokter spesialis anak, bisa berupa observasi atau pemberian TPT
− TPT untuk anak idealnya berdasarkan resistensi OAT kasus
indeks. Paduan yang dapat diberikan adalah levofloxacin dan
etambutol selama 6 – 9 bulan.
− Durasi pengobatan harus berdasarkan judgement klinis yaitu
6/9/12 bulan
− Anak yang tidak bergejala baik yang mendapatkan maupun yang
tidak mendapatkan TPT harus diobservasi setiap bulan selama 2
tahun.
− Monitoring efek samping dan kepatuhan pengobatan sangat
penting

b. Diagnosis dan Tatalaksana ILTBC


1) INH selama 6 bulan (PP INH)
 Keputusan pemberian PP INH untuk kontak ditentukan oleh dokter
atau dokter spesialis sedangkan pelaksana pemberian PP INH bisa
dilakukan oleh dokter, petugas TBC atau petugas DOTS.
 Kebijakan di Indonesia saat ini PP INH baru diprioritaskan
diberikan pada orang ODHA dan anak balita kontak yang
terbukti tidak sakit TBC.
 PP INH bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik
swasta.
 Dosis yang direkomendasikan menurut pedoman manajemen
programatik ILTBC (WHO):
− Untuk dewasa: 5mg per kg berat badan dengan dosis maksimum
sebesar 300mg dan Untuk anak: 10 mg per kg berat badan per
hari, dengan dosis maksimal 300 mg
− Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang
sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan).
− Lama pemberian PP INH adalah 6 bulan (1 bulan = 30 hari
pengobatan), dengan catatan bila keadaan klinis baik. Bila
dalam follow up timbul gejala TBC, lakukan pemeriksaan untuk
penegakan diagnosis TBC. Jika anak terbukti sakit TBC, PP INH
dihentikan dan berikan OAT.
− Obat tetap diberikan sampai 6 bulan, walaupun kasus indeks

86
87

meninggal, pindah atau BTA kasus indeks sudah menjadi


negatif.
− Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap bulan.
− Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan
dapat disesuaikan dengan jadwal kontrol dari kasus indeks.
− Pada pasien dengan gizi buruk atau infeksi HIV, diberikan Vitamin
B6 10 mg untuk dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10 mg untuk
dosis INH >200 mg/hari
− Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua
atau anggota keluarga pasien.
− Efek samping utama yaitu hepatotoksisitas, yang meningkat
seiring bertambahnya usia dan dapat diperburuk oleh penyakit
hati yang sudah ada sebelumnya, penggunaan bersama obat
hepatotoksik lainnya serta mengkonsumsi alcohol secara teratur.
INH dapat berinteraksi dengan obat-obatan seperti
asetaminofen, carbamazepine, ketoconazole, fenitoin dan
teofilin.
− PP INH dapat diberikan pada anak dengan HIV/AIDS yang
terbukti tidak sakit TBC jika: a. berkontak dengan pasien
TBC paru dewasa, berapapun usia anak b. tidak diketahui
berkontak dengan pasien TBC, hanya jika anak berusia
>12 bulan

Tabel 1. Tata laksana PP INH


Umur HIV Hasil pemeriksaan Tata laksana
Balita (+)/(-) ILTBC PPINH
Balita (+)/(-) Terpajan PPINH
> 5 th (+) ILTBC PPINH
> 5 th (+) Terpajan PPINH
> 5 th (-) ILTBC PPINH
> 5 th (-) Terpajan Observasi

2) INH dan Rifampisin selama 3 bulan (3HR)


 Paduan 3HR diberikan selama 3 bulan atau 90 dosis setiap hari
(1 bulan = 30 hari).
 INH dapat diberikan sebanyak 5 mg/BB dengan dosis maksimal
300mg sedangkan untuk rifampisin dapat diberikan sebanyak 10
mg/BB dengan dosis maksimal 600mg.
 Efek samping yang timbul karena penggunaan rifampisin yaitu
hepatotoksisitas, kemerahan, reaksi hipersensitivitas dan

87
88

perubahan warna pada cairan tubuh.


3) Terapi Pencegahan Tuberkulosis dengan menggunakan Rifapentine
dan INH selama 3 bulan (3HP), seminggu sekali selama 12 minggu
(12 dosis).
 Paduan ini merupakan paduan jangka pendek yang dapat
digunakan sebagai alternatif pilihan TPT karena tingkat
hepatotoksisitas yang lebih rendah dan memiliki durasi
pengobatan yang lebih pendek serta efektivitas pengobatan
yang tidak kalah dengan TPT lainnya. Beberapa studi
menunjukan bahwa tingkat toksisitas 3HP lebih rendah
dibandingkan dengan PP INH. Meskipun harga obat rifapentin
mahal, paduan ini dianggap lebih cost effective karena memiliki
durasi pengobatan yang lebih singkat dan tingkat penyelesaian
pengobatan yang lebih tinggi. Selain itu 3HP dapat diberikan
kepada pasien HIV yang menjalani pengobatan ARV dengan
efavirenz atau raltegravir termasuk didalamnya dolutegravir
tanpa adanya perubahan dosis.
 Orang yang terbukti tidak sakit TBC dan tidak memiliki kontra-
indikasi seperti sakit hepatitis baik akut maupun kronis,
ALT/AST> 3X ULN, mengkonsumsi alcohol, neuropati perifer,
protease inhibitor akibat ART, wanita usia subur yang tidak
menggunakan kontrasepsi bentuk apapun, wanita hamil dan
menyusui dapat diberikan 3HP. Orang yang berisiko tinggi
terhadap neuropati perifer harus diberikan juga vitamin B6.
 3HP dapat diberikan dosis INH 15 mg/BB untuk usia >12 tahun
dengan dosis maksimal 900 mg dan dosis Rifapentine 900 mg
untuk usia >12 tahun. Berikut ini merupakan dosis rifapentine
dan isoniazid untuk pengobatan infeksi TBC laten (3HP) yang
direkomendasikan oleh WHO.
 Dokter maupun perawat dapat memilih metode directly
observed treatment (DOT) atau Self-administered treatment
(SAT) dalam memberikan 3HP kepada pasien. Pemilihan
metode bisa disesuaikan dengan konteks lokal, preferensi

88
89

pasien dan atau pertimbangan lain seperti risiko berkembang


menjadi sakit TBC yang parah.

Tabel 1 Dosis Rifapentine dan Isoniazid Pengobatan TPT


Jumlah tablet yang diberikan
Sediaan untuk pasien usia >14 tahun (kg)
Paduan Obat Catatan
(mg) 30– 36– 46– 56–
>70
35 45 55 70
Isoniazid 300 3 3 3 3 3
Rifapentine 150 6 6 6 6 6
Isoniazid +
FDC sedang
Rifapentine 300 /300 3 3 3 3 3
dikembangkan
KDT

4) Selain 3HP paduan TPT jangka pendek juga bisa diberikan dengan
rifampisin setiap hari selama 4 bulan (4R)
 Paduan 4R diberikan hingga 90 – 120 dosis selama 3 – 4 bulan.
 Paduan ini memiliki efikasi yang sama dengan paduan
pengobatan pencegahan lainnya.
 4R dapat diberikan sebanyak 10 mg/BB dengan dosis maksimal
600mg.
 Efek samping yang dapat timbul karena penggunaan rifampisin
yaitu hepatotoksisitas, kemerahan, reaksi hipersensitivitas dan
perubahan warna pada cairan tubuh.
 Paduan ini dapat diimplementasikan di wilayah dengan
transmisi rendah [6].

a. Pengobatan Pencegahan (PP INH) bagi ODHA dewasa


Pengobatan Pencegahan dengan INH (PP INH) bertujuan untuk mencegah TBC
aktif pada ODHA, sehingga dapat menurunkan beban TBC pada ODHA. Jika pada
ODHA tidak terbukti TBC Aktif dan tidak ada kontraindikasi, maka diberikan INH
dengan dosis 300 mg/hari dan B6 dengan dosis 25mg/hari selama 6 bulan (180
dosis).

89
90

VIII. REFERENSI

A. Permenkes TBC No.67, tahun 2016 tentang Penanggulangan TBC


B. Strategi Nasional Pengendalian TBC, 2019 – 2024
C. Petunjuk Tehnis Tatalaksana Ko-infeksi TBC/HIV, Kemenkes RI, 2012
D. Petunjuk Tehnis Manajemen TBC anak, Kemenkes RI, 2016
E. Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat,
Kemenkes RI, 2013
F. Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia no HK.01.07/Menkes /755/2019 tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana TBC ( PNPK )

90
91

IX. LAMPIRAN:
Pengobatan Pasien TBC Dengan Keadaan Khusus
Beberapa keadaan khusus tertentu dapat dialami oleh pasien setelah dan selama
mendapatkan pengobatan TBC, sehingga pasien perlu mendapatkan penanganan
yang spesifik sesuai dengan kondisinya dan pengobatan TBC nya tetap dapat
diteruskan sampai selesai. Beberapa kondisi tersebut antara lain adalah :
a. Pengobatan TBC pada ODHA
Tatalaksana pengobatan TBC pada ODHA adalah sama seperti pasien TBC
lainnya. Pada prinsipnya pengobatan TBC diberikan segera. Penting
diperhatikan dari pengobatan TBC pada ODHA adalah apakah pasien tersebut
sedang dalam pengobatan ARV atau tidak.
Prioritas utama bagi pasien TBC dengan HIV positif adalah segera
memberikan pengobatan OAT diikuti dengan pemberian Kotrimoksasol dan
ARV. Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu 8 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan TBC.
Paduan yang mengandung NVP hanya digunakan pada wanita usia subur
dengan pengobatan OAT (mengandung rifampisin) yang perlu dimulai ART
bila tidak ada alternatif lain.
Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TBC tidak
dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata I), rujuk pasien tersebut
ke RS rujukan pengobatan ARV. Kerjasama yang erat dengan Faskes yang
memberikan pelayanan pengobatan ARV sangat diperlukan mengingat adanya
kemungkinan harus dilakukan penyesuaian ARV agar pengobatan dapat
berhasil dengan baik.
1) Pengobatan TBC pada ODHA dan inisiasi ART secara dini
a) Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu 2- 8 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan TBC dan dapat ditoleransi baik
.
b) Penting diperhatikan dari pengobatan TBC pada ODHA adalah apakah
pasien tersebut sedang dalam pengobatan ARV atau tidak. Bila pasien
sedang dalam pengobatan ARV,sebaiknya pengobatan TBC tidak
dimulai di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (strata I), rujuk pasien
tersebut ke RS rujukan pengobatan ARV.
c) Apabila pasien TBC didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke
unit HIV atau RS rujukan ARV untuk mempersiapkan dimulainya
pengobatan ARV.

91
92

d) Sebelum merujuk pasien ke unit HIV, Puskesmas/unit DOTS RS dapat


membantu dalam melakukan persiapan agar pasien patuh selama
mendapat pengobatan ARV.
e) Pengobatan ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu
memberikan tatalaksana komplikasi yang terkait HIV, yaitu di RS
rujukan ARV atau satelitnya. Sedangkan untuk pengobatan TBC bisa
didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di
dalam unit PDP.
f) Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi
dijumpai reaksi atau efek samping obat, tidak ada interaksi obat maka
pasien dapat dirujuk kembali ke Puskesmas/unit RS DOTS untuk
meneruskan OAT sedangkan untuk ARV tetap diberikan oleh unit HIV.
g) Kerjasama yang erat dengan Fasyankes yang memberikan pelayanan
pengobatan ARV sangat diperlukan mengingat adanya kemungkinan
harus dilakukan penyesuaian ARV agar pengobatan dapat berhasil
dengan baik.

92
93

2) Pemberian pengobatan pencegahan dengan Kotrimoksasol (PPK)


Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol bertujuan untuk
mengurangi angkakesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau
tanpa TBC akibat IO. Pengobatanpencegahan dengan kotrimoksasol
relatif aman dan harus diberikan sesuai denganPedoman Nasional PDP
serta dapat diberikan di unit DOTS atau di unit PDP
3) Pemberian Terapi pencegahan TBC (TPT) pada ODHA dengan INH
Berdasarkan hasil penelitian observasional kohort di 4 Rumah sakit
(RSMM, RSHS, RSCM dan RSP), pengobatan pencegahan dengan INH
menurunkan risiko ODHA mengalami TBC sebesar 75%.
Orang yang berhak mendapakan TPT INH adalah:
o Semua ODHA yang tidak sakit TBC
o Tidak ada kontraindikasi seperti:
• Gangguan fungsi hati (SGOT/SGPT >3x batas atas
normal/ikterus),
• Neuropati perifer berat (mengganggu aktivitas),
• Riwayat alergi INH,
• Ketergantungan alkohol,
• Riwayat resisten INH (monoresisten/poliresisten/TBC MDR).

93
94

Pengobatan INH
• Menggunakan Isoniazid dosis 300 mg + Vitamin B6*
• Diberikan setiap hari selama 6 bulan (total 180 dosis).
* Vitamin B6 diberikan untuk mengurangi efek samping INH Dosis 25 mg per
hari atau 50 mg 2 hari sekali

Pemantauan INH
Dilakukan bersama dengan pemantauan paket pengobatan lain pada ODHA
untuk
memastikan agar pasien meminum obat secara teratur dan mengetahui efek
samping
secara dini.
Pemantauan dilakukan setiap kali ODHA berkunjung ke layanan HIV.

Efek samping Pengobatan


Sama seperti obat lainnya, INH dapat memberikan efek samping. Namun Tidak
semua pasien mengalami efek samping

Penanganan Efek Samping pengobatan


Beberapa efek samping yang kadang ditemukan, dapat diatasi sebagai berikut

* Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan


kemerahan kulit”:
Jika seorang pasien dalam INH mulai mengeluh gatal-gatal
singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-
histamin dapat sambil meneruskan INH dengan pengawasan ketat.
Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan INH. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut
hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu
dirujuk.

94
95

4) Perawatan, Dukungan Dan Pengobatan HIV.


Perawatan bagi pasien dengan HIV bersifat komprehensif
berkesinambungan, artinya dilakukan secara holistik dan terus menerus
melalui sistem jejaring yang bertujuan memperbaiki dan memelihara
kualitas hidup ODHA dan keluarganya. Perawatan komprehensif meliputi
pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya seperti
aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan
penyembuhan dan rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologi,
sosial dan kebutuhan spiritual individu termasuk perawatan paliatif.
Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses
layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari
kelompok sebaya.
b. Pengobatan TBC pada Diabetes Melitus
TBC merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan
Diabetes Mellitus.
Anjuran pengobatan TBC pada pasien dengan Diabetes Melitus:
1. Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan paduan OAT
bagi pasien TBC tanpa DM dengan syarat kadar gula darah terkontrol
2. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan
3. Hati-hati efek samping dengan penggunaan Etambutol karena pasien DM
sering mengalami komplikasi kelainan pada mata

95
96

4. Perlu diperhatikan penggunaan Rifampisin karena akan mengurangi


efektifitasobat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu
ditingkatkan
5. Perlu pengawasan sesudah pengobatan selesai untuk mendeteksi dini
bilaterjadi kekambuhan
6. Pilihan utama untuk pengobatan DM pada pasien TBC adalah insulin.
Oleh karena OAT pada umumnya hepatotoksik yang akan
mempengaruhi metabolisme obat Hipoglikemik Oral (OHO). OAT juga
dapat menghambat penyerapan OHO disaluran pencernaan, sehingga
diperlukan dosis OHO yang lebih tinggi.
7. Untuk kendali gula darah, pasien TBC dengan DM di FKTP, sebaiknya
dirujuk ke FKRTL untuk menginisasi obat anti diabetik.
8. Pada pasien TBC RO, Diabetes mellitus dapat memperkuat efek samping
OAT terutama gangguan ginjal dan neuropati perifer. Obat Anti Diabetika
(OAD) tidak merupakan kontraindikasi selama masa pengobatan TBC
tetapi biasanya memerlukan dosis OAD yang lebih tinggi sehingga perlu
penanganan khusus. Apabila pasien minum etionamid maka kadar
insulin darah lebih sulit dikontrol, untuk itu perlu konsultasi dengan ahli
penyakit dalam. Kadar Kalium darah dan serum kreatinin harus dipantau
setiap minggu selama bulan pertama dan selanjutnya minimal sekali
dalam 1 bulan selama tahap awal.
c. Pengobatan Pasien TBC dengan kelainan hati
1) Pasien TBC dengan Hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TBC dengan hepatitis akut dan atau
klinis ikterik,ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Sebaiknya dirujuk ke fasyankes rujukan untuk
penatalaksanaan spesialistik.
1) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan
OAT yangbiasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis :
a. Pembawa virus hepatitis
b. Riwayat penyakit hepatitis akut
c. Saat ini masih sebagai pecandu alcohol
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien
dengan kondisi tersebut diatas sehingga harus diwaspadai.
2) Hepatitis Kronis

96
97

Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis,


pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai
pengobatan.
Apabila hasil pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai
pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
1) 2 obat yang hepatotoksik
2 HRSE / 6 HR
9 HRE
2) 1 obat yang hepatotoksik
2 HES / 10 HE
3) Tanpa obat yang hepatotoksik
18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon
(ciprofloxasin tidak direkomendasikan karena potensinya sangat
lemah).
d. Pengobatan TBC pada ibu hamil, pengguna kontrasepsi dan wanita usia
subur
Kehamilan, Ibu menyusui dan bayinya, pengguna kontrasepsi
2) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TBC pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT
aman untuk kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti
streptomisin atau kanamisin karena dapat menimbulkan ototoksik pada
bayi (permanent ototoxic) dan dapat menembus barier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat
penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi
yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TBC. Pemberian
Piridoksin 50mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan
pengobatan TBC, sedangkan pemberian vitamin K 10mg/hari juga
dianjurkan apabila Rifampisin digunakan padatrimester 3 kehamilan
menjelang partus.
3) Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TBC pada ibu menyusui tidak berbeda
denganpengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT Lini 1 aman untuk
ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TBC harus

97
98

mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat


merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TBC kepada
bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus
diberikan ASI. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada
bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
4) Pasien TBC pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB, susuk KB) sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi
tersebut. Seorang pasien TBC sebaiknya mengggunakan kontrasepsi
non-hormonal
e. Pengobatan TBC pada perempuan usia subur
1) Jika pasien menggunakan kontrasepsi, Rifampisin berinteraksi dengan
kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB) sehingga dapat
menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TBC
sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal
2) Semua pasien TBC RO usia subur yang akan mendapat pengobatan
dengan OAT RO, harus melakukan tes kehamilan terlebih dahulu.
3) Bila ternyata pasien tersebut tidak hamil, pasien dianjurkan memakai
kontrasepsi fisik selama masa pengobatan untuk mencegah kehamilan.
f. Pengobatan pasien TBC dengan gangguan fungsi ginjal
 Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TBC
khususnya pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.
 Pemberian OAT TBC pada pasien dengan gangguan ginjal harus
dilakukan dengan hati–hati, sebaiknya pirazinamid dan etambutol
tidak diberikan karena diekskresi melalui ginjal.
 Perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah
terjadinya neuropati perifer.
 Kerjasama dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien
dengan gangguan fungsi ginjal sangat diperlukan. Penilaian tingkat
kegagalan fungsi ginjal berdasarkan pada pemeriksaan kreatinin.
g. Pasien TBC yang perlu mendapatkan tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan
jiwa pasien seperti:
a. Meningitis TBC dengan gangguan kesadaran dan dampak neurologis
b. TBC milier dengan atau tanpa meningitis
c. Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi pericardial

98
99

d. Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TBC saluran


kencing(untuk mencegah penyempitan ureter), pembesaran kelenjar
getah bening dengan penekanan pada bronkus atau pembuluh darah.
e. Hipersensitivitas berat terhadap OAT.
f. IRIS (Immune Response Inflammatory Syndrome).
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan
ringannya keluhan serta respon klinis.

99
100

ROLEPLAY/BERMAIN PERAN:
Petunjuk RolePlay:
1.Peserta dibagi 5 kelompok masing masing 6 orang
2.Pembagian Peran: sebagai Dokter, Perawat/ Bidan, Orang Tua, Kader .
3.Kasus :
Dalam satu rumah yg dihuni 4 orang terdiri, Seorang Janda umur 57 tahun menderita
Tuberkulosis dalam pengobatan 1,5 bulan di Puskesmas Kranggan (dengan hasil
Laboratorim BTA 3 postif dan mempunyai kartu berobat TBC /01). Janda tersebut
satu rumah dengan anak perempuan nya yang sudah menikah mempunyai anak
perempuan umur 4 tahun tumbuh sehat lincah.
Role Play / BERMAIN PERAN
a. Masing masing kelompok mainkan perannya dalam hal
 Investigasi Kontak TBC
 Pengobatan Pencegahan PPINH utk Anak
b.Bagaiaman a Teknik Komunikasi Motivasi kepada semua keluarga yang mempunyai
Balita dan Anak < 14 tahun agar mau mendapat kan pengobatan pencegahan PPINH?

100

Anda mungkin juga menyukai