Anda di halaman 1dari 17

ALIRAN TEOLOGI ISLAM AHMADIYAH

Yumna
Prodi Tasawuf dan Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
E-mail: yumnayumna@uinsgd.ac.id

Yasira Ponibasalwa Auliya


Prodi Tasawuf dan Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
E-mail : yasiraponibasalwaauliya@gmail.com

Abstract
Islam is religion of peace, but in reality, there are divisions among muslims wich are
triggered by differences in thinking about thee creed, so that, Islam is divided into several
sections. One of the well-known Islamic sects is the Ahmadiyya Sect. The Ahmadiyya Sect is
known as a sect whose teachings spark a lot of controversy. The Ahmadiyya Sect is still
operating in the several areas of the world. And untill now, there are still problems and debates
because many are againts the existence of this flow. So, in this article, we will discuss the
history of its emergence in the world, the history of its emergence in Indonesia, the doctrines,
and some of the controversies that occurred in several regions of Indonesia.

Keywords : The Ahmadiyya Sect, The History, The Doctrines, The Controversial.

Abstrak
Islam merupakan agama perdamaian, akan tetapi pada kenyataannya terdapat
perpecahan di kalangan Islam yang dipicu oleh perbedaan pemikiran mengenai akidah
sehingga Islam terpecah menjadi beberapa aliran. Salah satu aliran teologi Islam yang cukup
dikenali dunia adalah aliran Ahmadiyah. Aliran Ahmadiyah dikenal dengan aliran yang banyak
memicu kontroversi karena ajarannya. Aliran Ahmadiyah hingga saat ini masih beroperasi di
beberapa daerah di dunia. Dan hingga saat ini masih terjadi pula permasalahan dan perdebatan
karena banyak yang menentang keberadaan aliran ini. Maka pada artikel ini akan dibahas
sejarah kelahirannya di dunia, sejarah kemunculannya di Indonesia, doktrin ajarannya, serta
beberapa kontroversi yang terjadi di beberapa daerah Indonesia.

Kata Kunci : Aliran Ahmadiyah, Sejarah, Doktrin, Peristiwa Kontroversi.

1
PENDAHULUAN
Islam kini menjadi agama yang perkembangannya dapat dikatakan pesat dan besar. Di
Indonesia sendiri, yang mana pada zaman dahulu kebanyakan masyarakat justru cenderung
mengikuti kepercayaan-kepercayaan yang dibawa oleh para nenek moyangnya, kini Indonesia
menjadi negara yang mayoritas penduduknya menjadi pengikut agama Islam. Itulah mengapa
disebutkan bahwa Islam adalah agama yang perkembangannya itu pesat, karena memang di
seluruh penjuru dunia, salah satunya di negara kita Indonesia, Islam menjadi agama yang
banyak dipeluk dan dijadikan keyakinan.

Meski pada kenyataannya Islam sekarang sudah menjadi agama mayoritas, pada fase
kedatangan dan perkembangannya dahulu sebenarnya tidak dapat dikatakan mudah. Bahkan di
daerah Mekkah dan Madinah yang merupakan kawasan yang paling pertama dipijak oleh Islam
melewati berbagai fase sulit bahkan pertumpahan darah demi tegaknya agama Islam.

Penyebaran di negara Indonesia sendiri sejauh ini cukup banyak yang menyatakan
bahwa perkembangan Islam di sini tidak sesulit di kawasan lainnya, bahkan dapat dikatakan
bahwa dalam perkembangannya di sini jarang mencuat konflik besar sehingga menimbulkan
perang dan pertumpahan darah seperti di daerah lainnya. Hal tersebut patut disyukuri karena
berkat kemudahan dari semua proses panjang perkembangan Islam di Indonesia, kita pun kini
sebagai penganutnya dapat merasakan kedamaian dalam menjalankan syariat yang kita anut.

Beriringan dengan semakin pesatnya laju kemajuan Islam di Indonesia, maka itu tidak
terlepas dari kegigihan para tokoh sejarah yang berkaitan dalam menyiarkan pendidikan dan
dakwah Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islam kini berkembang adalah
karena pada dasarnya pendidikan Islam juga berkembang. Namun sebenarnya, seiring waktu
berjalan dunia Islam tidak lagi sedamai dahulu kala. Kini banyak sekali terdengar berita yang
membicarakan konflik-konflik besar antar agama yang memanas hingga terpicunya berbagai
kericuhan yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.

Terlepas dari konflik yang dipicu antar agama, ada berbagai konflik lain yang bahkan
dianggap dipicu oleh pemeluk agama Islam sendiri. Seperti aksi terorisme, aksi demo habis-
habisan dari beberapa kalangan, dan lain-lain. Hal-hal seperti itu salah satunya ada yang dilatar
belakangi oleh tidak setujuan para oknum dari kalangan Islam Indonesia terhadap ideologi
negara kita yakni Pancasila sebagai dasar dari seluruh dasar kebangsaan Indonesia.1 Selain itu

1
Dzaki Aflah Zamani & Tutik Hamidah. Islam dan Pancasila Dalam Perdebatan Ormas-Ormas Islam. Risalah, Vol.
7, No. 1, (Maret, 2021). Hlm. 30.

2
konflik juga dipicu oleh semakin banyaknya informasi yang menerangkan bahwa ada sisi
kelam dari agama Islam. Sisi kelam itu adalah kenyataan bahwa Islam yang merupakan agama
perdamaian justru terbagi-bagi kepada berbagai macam aliran lagi.

Adanya perpecahan tersebut sebenarnya dipicu dengan dalih perbedaan pemikiran.


Sebagai manusia, Allah memang memberikan kita kelebihan daripada makhluk lain berupa
diberikan akal sebagai kesempatan agar manusia dapat berpikir.2 Namun, manusia sebagai
makhluk yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akhirnya malah menciptakan beberapa
sekat antara pemikirannya dengan pemikiran lain karena merasa yang paling benar. Sebagai
makhluk yang dianugerahi akal, memang dalam hal ini pendapat masing-masing kalangan
didasari oleh alasan kuat yang masuk akal. Namun tidak jarang beberapa aliran justru
pemikirannya menyeleweng dari rambu-rambu yang telah ada pada syariat Islam.

Pada perkembangannya, pembagian kubu-kubu aliran di agama Islam ini hanya


terpecah menjadi kurang lebih ada sepuluh aliran besar. Akan tetapi kini dikarenakan semakin
meluasnya daerah pijakan Islam dan semakin banyaknya pemikiran baru, maka terlepas dari
beberapa aliran Islam yang lebih dulu berkembang, aliran Islam pun terpecah menjadi semakin
banyak. Selain itu, dapat digolongkan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
ormas atau aliran, yakni faktor dakwah Islam, pengembangan pendidikan, dan penguatan
ekonomi masyarakat.3 Faktor-faktor tersebut merupakan hal yang dianggap menjadi dasar
mengapa sekarang Islam banyak mengalami perubahan entah itu dari segi akidah, dari segi
pemahaman dan lain-lain. Hal itu karena Islam adalah agama yang dalam ajarannya itu
mencakup ke semua aspek penting yang ada dalam kehidupan untuk itu memang isu-isu
mengenai Islam mulai banyak bermunculan karena banyak yang menganggap sangat
disayangkan apabila hanya memandang Islam dari sisi teologisnya saja.4

Adapun salah satu aliran yang mengklaim bahwa aliran tersebut merupakan golongan
Islam adalah aliran Ahmadiyah. Sama seperti aliran lainnya, maka aliran Ahmadiyah ini juga
melewati fase sejarahnya terlebih dahulu sehingga kini bisa berdiri sebagai salah satu aliran
Islam yang dikenali dunia. Namun bila ditilik lebih dalam lagi sebenarnya aliran Ahmadiyah
ini terkenal dengan kontroversi alirannya yang tidak diterima oleh beberapa kalangan Islam
karena ada beberapa hal yang ajarannya tidak sejalan dengan apa yang ada pada syiar Islam.

2
Triana Rosalina Noor. Meneropong Indonesia: Sebuah Analisis Sosiologis dan Psikologis Atas Konflik Bernuansa
Keagamaan di Indonesia. Journal An-Nafs, Vol. 3, No. 2, (Desember, 2018). Hlm. 138.
3
Nur Rohmah Hayati. Kiprah Ormas Islam di Bidang Pendidikan. AL-GHAZALI, Vol. 1, No. 1, (2018). Hlm. 3.
4
Ibid.

3
METODE PENELITIAN

Penyusunan artikel ini berbasis metode deskriptif kualitatif, yakni berupa penjelasan
objek kajian yang digambarkan seutuhnya sesuai data kualitatif dari informasi yang
didapatkan. Pada penyusunan artikel ini penulis melakukan penelitian dengan metode
pengumpulan data dan informasi dari kaya-karya ilmiah yang sudah resmi diterbitkan lima
tahun terakhir. Adapun metode seperti ini juga disebut dengan metode pengumpulan informasi
dengan melakukan studi kepustakaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Aliran Ahmadiyah mengaku sebagai salah satu ajaran Islam yang kini mulai dikenali
di berbagai penjuru dunia. Latar belakang adanya aliran ini tidak terlepas dari peran dan
pemikiran tokoh aliran Ahmadiyah pada masanya. Perdebatan mengenai kebenaran dan
kesesatan dalam permasalahan akidah sudah banyak terjadi, namun sekarang ini berawal dari
perdebatan tersebut akan menjurus ke permasalahan lainnya seolah-olah sebuah perlombaan,
di mana pokok utama dari permasalahan itu adalah untuk membuktikan kubu mana yang lebih
pantas untuk dianggap benar dan kubu mana yang dianggap sesat.5 Hal tersebut termasuk
kepada permasalahan dari aliran Ahmadiyah ini. Kehadiran aliran Ahmadiyah yang kini dianut
oleh beberapa kalangan ternyata dianggap menyeleweng oleh beberapa kalangan Islam lainnya
karena apa yang di ajarkan di dalamnya tidak sesuai dengan apa yang termaktub pada ajaran
Islam yang seharusnya.

Sejarah Kemunculan Aliran Ahmadiyah di Dunia


Negara India merupakan kawasan yang menjadi pijakan pertama lahirnya aliran
Ahmadiyah di dunia. Dahulu, di negara India pemerintahan dipegang di bawah kekuasaan
kerajaan. Dalam membahas perkembangan sejarah Islam khususnya di negara India, maka itu
berarti tidak akan terlepas dari kerajaan Islam populer India yakni kerajaan Mughal.
Kepopuleran kerajaan Mughal di India ini ditandai dengan kita sering mendengar salah satu
keajaiban dunia yang terletak di India yakni Taj Mahal. Secara historisnya berdirinya monumen
bersejarah Taj Mahal itu erat kaitannya dengan kerajaan Mughal ini.
Suatu ketika, kerajaan Mughal yang tengah berada pada titik puncak kejayaan mulai
mengalami pergolakan yang menyebabkan kerajaan Mughal berada di detik-detik keruntuhan.

5
Mahbib Khoiron. Negara Vis-A -Vis Jemaat Ahmadiyah: Dominasi Yang Tak Konstan. Jurnal SOCIUS, Vol. 5, No.
2, (2018). Hlm. 62.

4
Hal yang menyebabkan runtuhnya dinasti Mughal ini pun tidak terlepas dari faktor internal dan
eksternal. Adapun faktor internalnya di antaranya seperti mulai lemahnya pemerintahan,
pertentangan antar keluarga kerajaan yang memperebutkan kekuasaan, dan juga nilai moral
para anggota kerajaan yang mulai menurun. Selanjutnya, faktor eksternal yang dirasa
menyebabkan keruntuhan dinasti Mughal ini ditandai dengan kemunculan bangsa Inggris yang
mengacaukan perekonomian negara India sekitar tahun ke-15 Masehi. Faktor eksternal lainnya
adalah adanya pemberontakan dari kepercayaan-kepercayaan di luar Islam seperti Hindu yang
menentang ajaran Islam sehingga melakukan pemberontakan terhadap kerajaan Mughal ini.6
Di tengah maraknya kisruh keruntuhan kerajaan Mughal serta agama Islam di India
yang diambang keruntuhan, lahir seseorang yang dikenal dengan Ghulam Ahmad. Mirza
Ghulam Ahmad lah yang menjadi pelopor dari berdirinya tonggak awal aliran Ahmadiyah ini.
Menilik sejarah lahirnya, Mirza Ghulam Ahmad terlahir di India tepatnya di daerah Qadian.
Menurut catatan sejarah yang ada, beliau lahir pada hari Jumat bertepatan pada tanggal 13
Februari sekitar tahun 1835 Masehi7, dan untuk periode hijriahnya tercatat kelahirannya itu
pada tanggal 12 bulan Syawal tahun 1250 Hijriyah8. Ghulam Ahmad terlahir dari sepasang
suami istri yakni Mirza Ghulam Murtadza sebagai ayahnya dan Charag Bibi sebagai
ibundanya.9
Dari segi historis riwayat hidup Ghulam Ahmad ini, sejak masa kanak-kanaknya ia
dikenal sebagai seorang anak yang tumbuh menjadi orang yang cinta ilmu. Sejak kecil ia
belajar menguasai Al-Quran, ia juga didorong oleh ayahnya untuk mempelajari bahasa asing
seperti bahasa Parsi dengan metode memberikan buku bacaan yang berbahasa asing. Hingga
ia dewasa pun ia semakin tertarik terhadap agama. Ia bahkan tidak hanya mempelajari kitab
Al-Quran saja, melainkan ia juga mempelajari kitab-kitab dari agama lainnya.10 Ghulam
Ahmad juga mempelajari ilmu mantik, ilmu nahwu dan juga ilmu shorof. Kemudian ia juga
belajar metode dan ilmu kesehatan yang dahulu lebih dikenal sebagai ketabiban. 11 Ia
mempelajari ilmu ketabiban itu dan berguru tidak lain kepada ayahandanya karena Mirza
Ghulam Murtadza adalah seseorang yang berprofesi sebagai tabib yang pada masanya itu
sangat dikenal sebagai tabib yang handal.

6
Asep Mugni. Ahmadiyah dan Kontroversinya Sejak Muncul di Indonesia Hingga Menjelang Reformasi 1998.
AJIQS, Vol. 1, No. 2, (Desember, 2019). Hlm. 53.
7
Moh Muhtador. Ahmadiyah Dalam Lingkar Teologi Islam (Analisis Sosial Atas Sejarah Munculnya Ahmadiyah).
JURNAL AQLAM, Vol. 3, No. 1, (Juni, 2018). Hlm. 36.
8
Asep Mugni. Op. cit.
9
Moh Muhtador. Op. cit.
10
Ibid
11
Asep Mugni. Op. cit.

5
Ghulam Ahmad kemudian menjadi seorang penulis yang memiliki banyak karya.
Adapun salah satu karya yang banyak diminati pada masanya adalah karyanya yang berjudul
Barahin Ahmadiyah. Dalam karyanya tersebut menjelaskan mengenai apa saja keunggulan
yang dimiliki Islam tetapi tidak dimiliki oleh agama atau kepercayaan lain. Dari karya itu juga
melahirkan inspirasi kepada Ghulam Ahmad untuk menciptakan sebuah kelompok aliran yang
di dalamnya bernuansa Islam yang liberal serta sangat cinta akan kedamaian. Ide tersebut
merupakan upaya untuk kembali menarik perhatian kalangan yang mulai kehilangan
kepercayaan terhadap Islam.
Sehingga kemudian pada kisaran tahun 1883 Masehi, banyak sekali orang-orang yang
ingin ikut serta ke dalam kelompok aliran yang dibuat Ghulam Ahmad ini. Kemudian 5 tahun
setelahnya, Ghulam Ahmad mengaku menerima anugerah atau ilham dari Tuhan sehingga ia
mulai berani untuk membaiat para orang yang ingin menjadi muridnya. Sehingga sebanyak 40
orang menjadi orang pertama yang melakukan baiat atau sumpah setia dengan Ghulam Ahmad
untuk terus mendukung aliran ini. Kemudian setahun setelahnya, yakni pada tahun 1889
Masehi, diresmikanlah Jama’ah Islamiyah Ahmadiyah atau yang kita kenal dengan aliran
Ahmadiyah.12
Kemudian tidak lama dari itu Ghulam Ahmad mengaku bahwa ia telah menerima
wahyu yang kurang lebih isinya menerangkan bahwa Nabi Isa telah benar-benar wafat lalu
yang nantinya akan menjadi Al-Masih yang akan datang ketika waktunya tiba diakui adalah
Ghulam Ahmad sendiri. Dari keterangan tersebut menjelaskan bahwa Ghulam Ahmad
mengklaim bahwa dirinya adalah seorang nabi, yang maka dari itu ini dijadikan ajaran dalam
aliran Ahmadiyah bahwa Ghulam Ahmad bukan hanya seorang pendiri melainkan juga Nabi
bagi golongan aliran Ahmadiyah ini.13
Adapun menurut berbagai sejarah yang ada, diyakini bahwa lahirnya aliran Ahmadiyah
sebenarnya merupakan strategi khusus yang dilakukan oleh Ghulam Ahmad untuk menarik
minat dari para masyarakat yang mulai menentang Islam. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
lahirnya aliran Ahmadiyah ini juga berdasar kepada sedikitnya tiga faktor, yaitu politik, sosial,
dan keagamaan. Hal tersebut karena munculnya aliran Ahmadiyah ini juga tidak sedikit
memberikan imbas pada perpolitikan di India. Aliran Ahmadiyah ini juga merangkul banyak
kalangan yang sekiranya mengalami masalah sosial. Maka dari itu, kehadiran aliran
Ahmadiyah ini sangat mudah diterima oleh masyarakat pada masanya.14

12
Asep Mugni. Hlm. 54.
13
Ibid
14
Moh Muhtador. Op. cit. Hlm. 37.

6
Sejarah Kemunculan Aliran Ahmadiyah di Indonesia
Diketahui bahwa aliran Ahmadiyah lahir bukan berasal dari Indonesia, melainkan di
daerah yang ada di India. Sebagai sebuah organisasi yang cukup besar, ada beberapa versi yang
mencatat kapan sebenarnya aliran ini diresmikan sebagai organisasi. Maka beberapa catatan
ditemukan, Ahmadiyah berdiri sebagai organisasi pada tanggal 23 Maret di tahun 1889
Masehi15, dan operasinya sebagai sebuah organisasi baru berjalan dan diresmikan di awal abad
ke-19 yakni tepatnya pada tanggal 04 November tahun 1900 Masehi.16
Kedatangan aliran Ahmadiyah ke Indonesia berlangsung setelah beberapa tahun
wafatnya pendiri aliran ini yakni Mirza Ghulam Ahmad. Diketahui bahwa selepas
meninggalnya Ghulam Ahmad maka sekte ini kemudian terpecah kembali menjadi 2 golongan
yang berbeda pemikiran namun tetap berpijak pada aliran Ahmadiyah sebagai landasannya.
Aliran ini terpecah menjadi golongan Lahore dan golongan Qadian dan yang membedakan dari
keduanya adalah terdapat pemikiran yang berbeda salah satunya mengenai pandangan atas
kenabian. Adapun yang datang ke Indonesia adalah kedua golongan dari aliran Ahmadiyah
ini. Kedatangan kedua golongan pun tidak berbarengan, melainkan melewati beberapa rentang
waktu yang berbeda. Untuk aliran Ahmadiyah golongan Lahore sendiri disebutkan datang ke
Indonesia pada kisaran tahun 1924 Masehi. Kemudian untuk aliran Ahmadiyah golongan
berikutnya yakni Ahmadiyah Qadian pertama kali mulai datang ke Indonesia pada kisaran
tahun 1925 Masehi.17 Sehingga dapat disimpulkan dari pernyataan tersebut bahwa, golongan
Lahore datang lebih dulu ke Indonesia yakni setahun lebih awal, lalu kemudian disusul oleh
golongan Qadian pada tahun berikutnya untuk datang ke Indonesia.
Ada dua tokoh yang dianggap paling berperan penting dalam hal masuknya aliran
Ahmadiyah ini ke negara Indonesia, yakni Mirza Wali Ahmad Baig serta Maulana Ahmad.
Keduanya merupakan ulama Ahmadiyah yang cukup terkenal di India. Sebetulnya kedatangan
mereka berdua diyakini adalah hanya secara kebetulan saja, artinya penyebaran aliran
Ahmadiyah di Indonesia awalnya tidak sengaja dilakukan meskipun sebenarnya diketahui
bahwa aliran ini sudah banyak menyebar ke negara lainnya. Semula, mereka berencana untuk
berangkat ke negeri penuh ilmu yakni negara China. Akan tetapi suatu ketika mereka
memutuskan untuk mampir terlebih dulu di Indonesia di tengah-tengah perjalanan panjang
mereka. Karena mereka merupakan penyebar pertama, maka itu artinya mereka ini berasal dari
kubu Ahmadiyah Lahore, yang mana pada awalnya penyebaran berlangsung di kawasan Jawa

15
Erliana Widya Putri & Muhammad Fajar Assidik. Sekte Ahmadiyah di Indonesia. ACADEMIA, 2020. Hlm. 2.
16
Ibid. Hlm. 3.
17
Ibid. Hlm. 4.

7
lebih dulu. Adapun latar belakangnya adalah, semasa Mirza Wali Baig juga Maulana Ahmad
sekedar mengadar di Indonesia ini, terdengar informasi bahwa agama Kristen tengah
melakukan perluasan di bagian Jawa Indonesia. Karena mendengar hal itulah diputuskan
mereka tidak akan melanjutkan penjelajahannya ke negeri China. Mereka memutuskan untuk
menetap dan bertekad ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada agama Islam
seperti yang sudah pernah dilakukan oleh Mirza Ghulam Ahmad dahulu saat mendirikan sekte
ini.
Selanjutnya giliran golongan Qadian yang melakukan penyebaran ajarannya di
Indonesia. Jika golongan Lahore penyebarannya dilakukan oleh tokoh yang asli berasal dari
daerah asalnya, maka untuk golongan Qadian ini berbeda. Masuknya aliran Ahmadiyah
golongan Qadian ke Indonesia bermula karena banyaknya pemuda pribumi yang kemudian
menuntut ilmu ke negeri kelahiran Ahmadiyah tersebut. Dari sumber yang beredar tokoh utama
yang berperan sebagai pemeran sekte Qadian ini ialah Ahmad Nuruddin dan rekannya yakni
Abu Bakar Ayyub yang berasal dari Medan dan mencari ilmu di sebuah institusi bernama
Madrasah Nizamiyah yang letaknya berada di kota Lucknow, negara India. Mereka sempat
menjelajahi tempat perkembangan aliran Ahmadiyah golongan Lahore, sebelum akhirnya
kemudian mereka memutuskan untuk menjelajah lebih jauh mengenai aliran Ahmadiyah ini ke
Qadian karena merasa tidak puas dengan informasi dan pengalaman yang mereka dapat dari
tempat sebelumnya.
Setibanya kedua pemuda tersebut di kawasan Qadian, mereka kemudian bertemu
dengan pimpinan aliran Ahmadiyah kedua di sana. Diketahui bahwa setelah meninggalnya
Mirza Ghulam Ahmad maka organisasi Ahmadiyah membutuhkan kembali pemimpin, maka
dari itu diangkatlah seseorang bernama Mirza Basyiruddin Mahmud sebagai pemimpin
pengganti atau pemimpin kedua yang tidak lain merupakan putra dari Mirza Ghulam Ahmad
selaku pendirinya.
Atas ketertarikan Ahmad Nuruddin serta Abu Bakar Ayyub terhadap aliran Ahmadiyah
ini, maka di sana mereka pun menempuh pendidikan di sebuah tempat yang dikenal bernama
Madrasah Ahmadiyah. Di sana pun mereka mempelajari segala yang berkaitan dengan ajaran
sekte Ahmadiyah ini. Mereka yang merasa bahwa ajaran Ahmadiyah ini patut dikenalkan di
Indonesia pun mengadakan jamuan untuk Mirza Basyiruddin Mahmud dengan tujuan untuk
meminta adanya perwakilan yang datang ke Indonesia. Kemudian di utuslah seorang bernama
Maulana Rahmat Ali untuk berdakwah di Indonesia tepatnya di daerah Sumatera juga Jawa.18

18
Erliana Widya Putri & Muhammad Fajar Assidik. Ibid. Hlm. 4-5

8
Doktrin-Doktrin Yang Diajarkan Aliran Ahmadiyah
Sebagai sebuah organisasi yang menggiring suatu masyarakat untuk menegakkan suatu
opini, maka tentu saja organisasi tersebut pasti mempunyai prinsip atau ajaran yang harus
dipegang dan diamalkan oleh setiap anggotanya. Sekte Ahmadiyah ini memiliki banyak sekali
ajaran, namun ada beberapa ajaran yang paling terkenal sangat panas dan menimbulkan
perdebatan karena pemikiran yang dianggap janggal. Beberapa masalah yang dijadikan inti
ajaran pada sekte Ahmadiyah ini meliputi 6 masalah pokok, yakni mengenai kemunculan Imam
Mahdi dan Al-Masih, tentang masalah wafatnya Nabi Isa As., mengenai wahyu, nabi, dan
khalifah, serta jihad dan pembaharuan.
a. Masalah Al-Mahdi dan Al-Masih
Aliran Ahmadiyah khususnya golongan Qadian menganggap bahwa antara Al-
Mahdi dan Al-Masih dari segi wujudnya ialah merupakan sosok satu orang, yakni sejiwa
dan seraga.19 Al-Mahdi dan Al-Masih ini merupakan sosok yang dijanjikan Allah akan
datang pada waktunya untuk membasmi kesesatan di bumi (Dajjal), khususnya untuk
mematahkan pemikiran-pemikiran yang diajarkan kaum selain Islam (Nasrani) dan
menunjukkan kebenaran. Selain itu, sosok ini juga bertugas untuk menarik kembali masa
kejayaan Islam yang diyakini bahwa pada saat itu telah mengalami kemunduran. Jadi,
bukan hanya untuk melawan kesesatan daripada musuh Islam saja, akan tetapi juga
membangkitkan kekuatan agama Islam yang sempat melemah saat itu. Dan pandangan
inilah yang pada akhirnya melahirkan pemahaman kaum Ahmadiyah bahwa yang disebut-
sebut sebagai Al-Mahdi dan Al-Masih adalah pendiri aliran ini yakni Mirza Ghulam
Ahmad.
Lain halnya dengan kaum Ahmadiyah golongan Lahore, golongan ini menganggap
Al-Mahdi dan Al-Masih itu berbeda. Di mana mereka menganggap bahwa Al-Mahdi
adalah Mirza Ghulam Ahmad yang tak lain adalah pendirinya, sementara yang mereka
sebut sebagai Al-Masih ialah Nabi Isa As., yang nantinya akan turun kembali ke bumi pada
waktu yang telah dijanjikan.20
Adapun dasar hukum yang dipakai mereka dalam memberikan pemikiran seperti
ini terdapat pada Al-Mu’minun tepatnya pada ayat ke 16 yang berbunyi sebagai berikut :

َ‫ث ُ َّم اِ َّن ُك ْم َي ْو َم ْال ِق ٰي َم ِة ت ُ ْب َعث ُ ْون‬

19
Titian Ayu Nawtika & Muhammad Yuslih. Potret Gerakan Ahmadiyah di Indonesia dalam Buku Prof. Iskandar
Zulkarnain. Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 17, No. 2, (2021). Hlm. 138.
20
Ibid. Hlm. 140.

9
Ayat tersebut kurang lebih memiliki arti, “Kemudian nanti kamu akan
dibangkitkan pada hari kiamat”21 . Dari ayat tersebutlah mereka mengemukakan bahwa
sebenarnya pada hari yang telah ditentukan nanti maka akan diturunkan sosok yang
memang diberikan tugas yang sudah seharusnya oleh Tuhan.

b. Wafatnya Nabi Isa As.


Ajaran yang tersebar pada kelompok aliran Ahmadiyah ini tentu dipengaruhi oleh
pemikiran tokoh pendirinya yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Sebagai pendiri yang dalam
riwayatnya dikenal sebagai orang yang senang mendalami ilmu-ilmu, beliau kemudian
menentang sejarah yang mencatat peristiwa penyaliban Nabi Isa yang merenggut
nyawanya. Menurut Ghulam Ahmad peristiwa itu tidak benar, ia beranggapan bahwa
sebenarnya kematian Nabi Isa terjadi secara wajar selayaknya kematian masyarakat biasa,
yakni meninggal di usia yang renta serta dimakamkan di tempat yang layak tepatnya di
daerah Kashmir.22
Adapun landasan mereka berpendapat demikian ialah pada suar Al-Maidah ayat
117 yang berbunyi sebagai berikut :

‫ش ِه ْيدًا َّما دُ ْمتُ فِ ْي ِه ْم ۚ فَلَ َّما‬


َ ‫علَ ْي ِه ْم‬ َ ‫َما قُ ْلتُ لَ ُه ْم ا ََِّّل َما ٓ ا َ َم ْرتَ ِن ْي ِب ٓه ا َ ِن ا ْعبُدُوا ه‬
َ ُ‫ّٰللا َر ِب ْي َو َر َّب ُك ْم َۚو ُك ْنت‬
‫ش ِهيْد‬ َ ٍ‫ش ْيء‬ َ ‫ع ٰلى ُك ِل‬ َ َ‫علَ ْي ِه ْم َۗوا َ ْنت‬
َ ‫ْب‬ َّ َ‫ت ََوفَّ ْيتَ ِن ْي ُك ْنتَ ا َ ْنت‬
َ ‫الر ِقي‬
“Aku tak pernah mengucapkan sesuatu selain yang Kau perintahkan kepadaku
kepada mereka (umatku), ‘Bersembah sujudlah kepada Allah Tuhan aku dan juga Tuhan
kamu sekalian’. Akulah yang menjadi saksi selama aku bersama mereka. Saat Kau
mencabut nyawaku, maka Engkaulah yang menyaksikan mereka. Dan sungguh, Engkau
menyaksikan segala sesuatu”. (Al-Maidah: 117)23

Ayat tersebut menjadi dasar pemikiran mereka yang menyebutkan bahwa


peristiwa wafatnya Nabi Isa tidak sama seperti apa yang telah diedarkan sejarah sekarang
ini, melainkan seperti manusia biasa yang meninggal karena usia sudah tua. Dan menurut
mereka Nabi Isa memang sudah benar-benar wafat, bukan seperti sejarah yang
mengatakan bahwa ruhnya masih hidup di atas langit. Hal ini pula yang menyebabkan
sebagian dari mereka berpikir bahwa kelak Nabi Isa tidak akan pernah lagi kembali turun
ke dunia, melainkan sudah ada yang disebut sebagai Al-Masih yakni pendiri Ahmadiyah
tersebut.

21
Quran Kemenag.
22
Titian Ayu Nawtika & Muhammad Yuslih. Ibid. Hlm. 142.
23
Quran Kemenag

10
c. Wahyu
Ajaran kaum Ahmadiyah mengenai permasalahan wahyu, merupakan salah satu
doktrin yang dinilai janggal dan memicu banyak kontra kelompok Islam yang lain. Aliran
ini berpendapat bahwa sejatinya wahyu Tuhan tidak hanya diberikan kepada utusan-Nya
saja, melainkan semua makhluknya akan mendapatkan yang sama. Aliran ini menganggap
bahwa pemberian wahyu Allah tidak berhenti sampai kepada masa kehidupan Nabi
Muhammad SAW., saja, melainkan sepanjang bumi masih berputar maka mereka
menganggap wahyu Allah tetap akan diturunkan. Menurut kaum ini, wahyu Allah itu
bermacam-macam, ada yang memang khusus diturunkan kepada utusan-Nya saja,
diturunkan kepada malaikat, kepada manusia biasa, kepada hewan, dan kepada makhluk
tanpa nyawa.24
Salah satu landasan pemikiran mereka ini terdapat pada surah Fussilat ayat ke 11
sampai ayat ke 12 :

َ‫ط ۤا ِٕى ِعيْن‬


َ ‫عا ا َ ْو َك ْره ًۗا قَالَتَا ٓ اَتَ ْينَا‬ ً ‫ط ْو‬َ ‫ض ا ْئ ِت َيا‬ ِ ‫ي دُخَان فَقَا َل لَ َها َو ِل ْْلَ ْر‬ ۤ َّ ‫ى اِلَى ال‬
َ ‫س َما ِء َو ِه‬ ٓ ‫ث ُ َّم ا ْست َٰو‬
َ ‫س َم ۤا َء الدُّ ْن َيا ِب َم‬
‫صا ِب ْي َۖ َح‬ َّ ‫س َم ۤاءٍ ا َ ْم َرهَا َۗوزَ َّي َّنا ال‬َ ‫ت فِ ْي َي ْو َمي ِْن َوا َ ْوحٰ ى فِ ْي ُك ِل‬ ٍ ‫سمٰ َوا‬ َ ‫س ْب َع‬ َ ‫ضى ُه َّن‬ ٰ َ‫فَق‬
25
‫ظا ٰۗذلِكَ تَ ْق ِدي ُْر ْال َع ِزي ِْز ْال َع ِلي ِْم‬ً ‫َو ِح ْف‬
Ayat tersebut selain menjadi salah satu dasar hukum pemikiran mereka, ayat
tersebut juga menjadi salah satu contoh dari buah pemikiran mereka yang mengatakan
bahwa wahyu turun kepada makhluk yang juga tidak bernyawa. Dan pada ayat tersebut
seolah menggambarkan bahwa menurut mereka Tuhan sedang berfirman kepada langit
dan lainnya.

d. Kenabian
Dalam hal ini ada dua pendapat yang berbeda antara dua golongan yang ada pada
aliran Ahmadiyah ini. Pertama, kaum Ahmadiyah Lahore memiliki pendapat yang cukup
lurus sejalan dengan apa yang syariat Islam ajarkan, yakni bahwa Nabi Muhammad adalah
nabi terakhir dan tiada lagi setelahnya. Akan tetapi golongan ini menganggap bahwa ‘nabi’
itu ada dua jenis, yakni nabi yang haqiqi yang memang merupakan utusan Allah. Lalu ada
juga nabi yang berjenis lughawi yakni manusia biasa yang memiliki kriteria seperti nabi
haqiqi, dan dalam hal ini Mirza Ghulam Ahmadi dianggap demikian.

24
Ibid. Hlm. 143.
25
Quran Kemenag

11
Yang kedua, menurut kaum Ahmadiyah golongan Qadian, mereka berpendapat
yang berbeda dengan golongan sebelumnya. Menurut mereka setelah wafatnya Nabi
Muhammad maka akan ada nabi baru yang selanjutnya (nabi buruzzi) hingga hari akhir
tiba. Dalam hal ini tentu saja salah satu yang dianggap demikian ialah Ghulam Ahmad.26

e. Kekhalifahan
Pada masalah mengenai kekhalifahan, menurut kaum Qadian, karena mereka tidak
mempercayai istilah ‘nabi terakhir’ dan menganggap bahwa hingga hari kiamat nabi akan
selalu ada, maka menurut golongan ini kekhalifahan pun tiada akhirnya. Mereka yang
menganggap Ghulam Ahmadi ialah seorang nabi maka menganggap khalifah setelahnya
disebut dengan Khalifah Al-Masih. Sementara menurut kaum Lahore memberikan
pendapatnya bahwa mereka meyakini bahwa Khulafaur Rasyidin merupakan khalifah
terakhir yang sebenar-benarnya. Adapun yang dianggap khalifah-khalifah di dinasti Islam
setelah mereka ialah hanya seorang Mujaddid saja.27

f. Jihad dan Mujaddid


Pada masalah jihad, aliran Ahmadiyah sangat menjauhi peperangan yang
menyebabkan pertumpahan darah. Menurut mereka yang disebut jihad itu tidak mesti
selalu berperang melawan musuh dengan mengacungkan senjata, melainkan ada yang
disebut ‘jihad akbar’ yakni berperang melawan ego dan hawa nafsu sendiri. Mereka juga
berpendapat, jika mereka ada di kawasan yang pemerintahnya tidak mempercayai Islam
maka sudah sepatutnya mereka tetap patuh dan menyebarkan kedamaian.28 Menurut
mereka, tidaklah baik jika mencampurkan permasalahan akidah dengan politik.
Adapun mengenai masalah Mujaddid, ini merupakan masalah yang berkaitan
dengan pembaruan Islam. Seperti yang sudah di bahas pada bagian kekhalifahan
sebelumnya, aliran Ahmadiyah Lahore menyebut para pembaharu Islam setelah khalifah
yang empat dengan sebutan Mujaddid. Tugas para pembaharu ini adalah mengembalikan
masa kejayaan Islam. Di mana pada situasi-situasi saat agama Islam mulai mendominasi
dan merendahkan Islam, maka itu artinya Mujaddid harus berusaha mengembalikan lagi
Islam yang dulu jaya dengan cara menumpas kesesatan dan membuat suatu hal yang baru
dalam Islam yang akan membuat pandangan positif kembali menyertai Islam. 29 Hal

26
Ibid. Hlm. 143-144.
27
Titian Ayu Nawtika & Muhammad Yuslih. Ibid. Hlm. 145
28
Ibid. Hlm. 146.
29
Ibid. Hlm. 140.

12
tersebut mencontoh kepada apa yang telah dilakukan Mirza Ghulam Ahmad dalam upaya
mengibarkan kembali bendera Islam yakni dengan cara membuat organisasi Ahmadiyah
ini. Dan pandangan ini dianggap merupakan salah satu ajaran yang menuai kontra aliran
Islam lainnya, karena jika ajaran ini diberlakukan itu artinya bila suatu ketika Islam mulai
runtuh mungkin harus diupayakan pembaruan syariat Islam yang sesuai zaman, yang mana
kemungkinan besar syariat baru itu akan melenceng dari rambu-rambu Islam yang
seharusnya. Maka dari itulah pendapat ini dianggap tidak sesuai dan membuat kebanyakan
orang menilai ajaran pada aliran Ahmadiyah itu menyesatkan.

Itulah beberapa kajian utama yang dijadikan doktrin atau ajaran sekte Ahmadiyah ini.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua golongan yakni Lahore dan Qadian mungkin memiliki
beberapa ajaran yang berbeda, namun pada dasarnya ada satu landasan yang disepakati, yakni
bahwa Ghulam Ahmad mereka anggap sebagai seorang manusia yang figurnya dianggap setara
dengan Nabi atau utusan Allah.
Tiap-tiap pemikiran yang melahirkan suatu golongan Islam tentu memiliki landasan
berpikirnya, artinya para tokoh tidak mungkin berpikir sembarangan saja. Sementara yang
disebut sebagai suatu yang menyimpang dari syariat adalah terkadang pemikiran para tokoh
tidak cukup baik dan sesuai dalam menafsirkan makna ayat-ayat yang dijadikan landasan teori.
Adapun sekte Ahmadiyah ini dikenal sebagai sebuah golongan yang memegang Hadits nabi
sebagai dasar hukum yang sangat sering dipakai. Mereka menempatkan Hadits sebagai sumber
dasar hukum ketiga, yakni setelah Al-Quran dan Sunah nabi karena mereka menganggap
bahwa Sunah nabi pasti ada sebelum Hadits nabi ada.30

Kontroversi Ahmadiyah di Beberapa Daerah Indonesia


Sekte Ahmadiyah merupakan organisasi yang menghimpun suatu masyarakat Islam
pada satu pemikiran tertentu. Bagi orang-orang Islam pada umumnya yang bukan termasuk
aliran ini, saat mendengar ajaran-ajaran yang ada pada aliran Ahmadiyah ini pasti akan
berpikiran sama, yakni ada beberapa ketidaksesuaian antara doktrin yang diajarkan dan syariat
Islam yang diajarkan nabi. Pendiri aliran ini memang menegakkan aliran Ahmadiyah di atas
agama Islam, akan tetapi tidak semua doktrinnya sesuai dengan Islam sesungguhnya. Oleh
karena itulah banyak kalangan yang memandang aliran ini menyimpang, meskipun pada
dasarnya tujuan dari pendiri Ahmadiyah melakukan pembaharuan ajaran adalah supaya Islam

30
Siti Robikah. Peran Hadits Sebagai Sumber Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Riwayah: Jurnal Ilmu
Hadits, Vol. 6, No. 1, (2020). Hlm. 53.

13
kembali diakui dunia. Hingga saat ini aliran Ahmadiyah tetap memicu kontroversi karena
sepertinya sebelum aliran ini hilang maka perseteruan tidak akan berhenti begitu saja
mengingat memang pada dasarnya banyak ajarannya yang dirasa menyimpang.
Setidaknya ada dua permasalahan pokok yang kerap menimbulkan perdebatan. Yaitu
ajaran aliran Ahmadiyah yang menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yang memiliki
wahyu pemberian Tuhan. Lalu selanjutnya terletak pada pemikiran pembaharuan yang dibuat
oleh Ghulam Ahmad yakni mengenai ihwal kematian Nabi Isa serta munculnya Imam Mahdi.31
Dengan ajaran-ajaran yang sudah terkenal menimbulkan problem di kalangan umum
muslim, maka tentu saja masuknya aliran ini ke Indonesia juga tidak terlepas dari penilaian
negatif masyarakat Indonesia yang bukan penganutnya, karena memang di negara ini mayoritas
pemeluk Islam bukan termasuk anggota organisasi Islam tersebut. Hingga kini di beberapa
daerah di Indonesia, topik mengenai kelompok Ahmadiyah masih banyak menjadi objek
penelitian. Seperti di daerah Tangerang Selatan atau yang kerap disapa Tangsel, di sana
rupanya organisasi Ahmadiyah ini masih berjalan.
Dikarenakan di sana juga mayoritas penduduknya menganut agama Islam yang umum,
maka para anggota organisasi Ahmadiyah di sana mengalami diskriminasi dari para
masyarakat. Aliran Ahmadiyah yang berkembang di sana termasuk ke dalam kelompok kecil
atau minoritas sehingga tentu saja banyak kalangan yang mengecam dan memberi penilaian
negatif terhadapnya. Sikap diskriminasi yang ditunjukkan masyarakat muslim umum Tangsel
adalah berupa penilaian ‘cap sesat dan menyimpang’ bagi ajaran Ahmadiyah ini. Selain itu,
masyarakat muslim Tangsel juga kerap melakukan penolakan secara besar-besaran terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan aliran ini, seperti menolak keras pembangunan tempat
khusus ibadah mereka di daerah sana.32
Selanjutnya, di sebuah kota bernama Garut yang berada di daerah Jawa Barat pun
terdapat beberapa sumber yang meneliti tentang aktivitas aliran Ahmadiyah ini. Keberadaan
aliran Ahmadiyah di daerah Garut memicu beberapa konflik. Adapun konflik yang paling
umum ialah berkenaan dengan seringnya terjadi peristiwa penghancuran dan pembakaran
tempat ibadah, hal tersebut dipicu karena diketahui bahwa ada pergerakan organisasi
Ahmadiyah di sana yang mana sering melakukan kegiatan mereka secara sembunyi-sembunyi.
Masyarakat muslim yang ada di daerah Garut ini memandang bahwa aliran ini adalah
kelompok radikal yang tidak dapat dikategorikan Islam, maka dari itu mereka menetapkan label

31
Asep Mugni. Op. cit. Hlm. 65.
32
Apriadi Richi Simamora, Abdul Hamid, M. Dian Hikmawan. Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas Jemaat
Ahmadiyah Indonesia di Tangerang Selatan. IJD, Vol. 1, No. 1, (April, 2019). Hlm. 19-20.

14
kafir kepada jemaat Ahmadiyah. Para anggota yang tergabung dalam organisasi yang dianggap
sesat ini sering melakukan ibadah dan musyawarah secara sembunyi-sembunyi agar tidak
diketahui orang lain, hal itulah yang menyebabkan para warga merasa waswas sehingga kerap
menolak dan menghancurkan rumah ibadah yang tidak jelas siapa pendirinya.33
Daerah selanjutnya yang ternyata memiliki konflik serupa terdapat di daerah
Banjarnegara, tepatnya di sebuah wilayah yang kerap disebut Dusun Krucil. Kemunculan aliran
Ahmadiyah di sana memicu adanya perubahan dari segi sosial dan segi keagamaan, yang mana
tentu saja kesenjangan ini terjadi karena banyaknya pihak yang tidak menyetujui keberadaan
aliran Ahmadiyah sebagai sebuah organisasi yang bergerak dalam agama Islam. Diketahui
bahwa para jamaah yang tergabung dengan aliran Ahmadiyah ini mengaku bahwa mereka
bergabung dengan telah mempertimbangkan banyak hal secara rasional.34 Hal itu
menyebabkan kalangan muslim umum merasa geram karena menyadari bahwa sebagian dari
masyarakat mereka sudah terpengaruhi oleh doktrin-doktrin yang diajarkan komunitas
Ahmadiyah yang mereka anggap menyimpang dan tidak sejalan dengan syariat Islam yang
sebenarnya.

PENUTUP
Kesimpulan
Aliran Teologi Islam yang kerap disebut Ahmadiyah ini memiliki nama panjang yakni
Jama’ah Islamiyah Al-Ahmadiyah. Aliran Ahmadiyah merupakan sebuah organisasi yang
mengaku bergerak dalam lingkaran teologi Islam. Aliran ini berdiri pertama kalinya di negara
India oleh seorang tokoh bernama lengkap Mirza Ghulam Ahmadi. Pada sekitar tahun 18 dan
19 Masehi aliran ini terbentuk dan mulai bergerak aktif menjalankan misi ajaran
keagamaannya. Aliran ini terpecah lagi menjadi 2 kubu, yakni Lahore dan Qadian yang mana
keduanya memiliki pemikiran yang berbeda namun tetap berlandaskan kepada asas-asas yang
telah diajarkan di aliran Ahmadiyah ini oleh pendirinya.
Kemudian sekitar beberapa tahun semenjak meninggalnya pendiri aliran ini yakni
Mirza Ghulam Ahmad, aliran ini semakin berkembang dan memperluas penyebarannya hingga
ke negeri lain termasuk salah satunya adalah negara Indonesia. Ahmadiyah Lahore menjadi

33
Neng Via Siti Rodiyah, Nisa Ulmatin, Mohamad Dindin Ahmad Sidik. Stigma Kafir Pada Jamaah Ahmadiyah di
Kabupaten Garut: Studi Kasus tentang Konflik Pendirian Rumah Ibadah. Jurnal Iman dan Spiritualitas, Vol. 1, No.
3, (2021). Hlm. 323-324.
34
Fahri Hidayat. Perubahan Sosial-Keagamaan di Komunitas Ahmadiyah Dusun Krucil Kecamatan Bawang
Kabupaten Banjarnegara. JPA, Vol. 20, No.1, (2019). Hlm. 72.

15
golongan pertama dari mereka yang mulai menyebarkan ajarannya di Indonesia, dan tokohnya
adalah Mirza Wali Baig dan Maulana Ahmad. Kemudian pada tahun berikutnya disusul oleh
golongan Qadian dengan tokohnya yakni Abu Bakar Ayyub serta Ahmad Nuruddin.
Tokoh-tokoh yang dirasa berperan penting dan merupakan tokoh utama penyebaran
aliran Ahmadiyah ini yang pertama ada Mirza Ghulam Ahmadi sebagai pendiri sekaligus
pemimpin pertama. Kemudian ada Mirza Basyiruddin Mahmud yang dijadikan pemipin kedua
setelah wafatnya Ghulam Ahmad. Selanjutnya ada Maulana Ahmad serta Mirza Wali Baig
sebagai tokoh penyebaran pertama ke Indonesia khususnya dari golongan Lahore. Dan dari
golongan Qadian ada Ahmad Nuruddin dan juga Abu Bakar Ayyub yang sebenarnya
merupakan pemuda berasal dari Indonesia, juga Maulana Rahmat Ali sebagai pendakwahnya.
Aliran ini dikenal sebagai aliran yang cukup problematik karena banyak mengundang
perdebatan karena banyak yang tidak setuju dengan berkembangnya aliran ini di dunia. Banyak
kaum muslim umum yang dengan terang-terangan menentang keberadaan aliran Ahmadiyah
ini dengan melabeli organisasi Islam tersebut dengan sebutan sesat, menyimpang, bahkan
sampai ada yang menyebutkan kafir. Hal ini tentu saja karena ajaran-ajaran mereka yang
banyak tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dibawa nabi. Bahkan sebetulnya tujuan dari
didirikannya aliran ini pun sudah melampaui batas karena pendiri bertujuan mengadakan
pembaharuan ajaran Islam dengan alasan pada saat itu Islam sedang terpuruk di daerahnya.
Apa yang diimpikan pendiri memang terwujud namun tetap saja dilihat dari sisi mana pun,
kegiatan mengubah ajaran Islam sangat ditentang karena dengan begitu artinya Islam tidak
murni lagi.

Saran
Sebagai pemeluk agama Islam sudah sepatutnya kita tidak hanya mempelajari
permasalahan mengenai bagaimana cara beribadah saja, melainkan kita juga perlu mempelajari
apa saja masalah-masalah lain yang berkaitan dengan Islam salah satunya mengenai asal usul
perpecahan Islam menjadi beberapa aliran. Dengan mempelajarinya diharapkan kita menjadi
paham betul mana yang sebaiknya kita ikuti dan mana yang sebaiknya kita jauhi. Mempelajari
perbedaan pemikiran di antara aliran-aliran Islam bukan berarti bertujuan untuk menimbulkan
perpecahan baru dikarenakan merasa paling benar, akan tetapi tentu saja sebagai ilmu
pengetahuan yang memberikan hikmah untuk selalu menebarkan perdamaian di mana pun.

16
DAFTAR PUSTAKA

Assidik, M. F., & Putri, E. W. (2020). Sekte Ahmadiyah di Indonesia. ACADEMIA.

Hayati, N. R. (2018). Kiprah Ormas Islam di Bidang Pendidikan. AL-GHAZALI, Vol. 1, No.1.
133-144.
Hidayat, F. (2019). Perubahan Sosial-Keagamaan di Komunitas Ahmadiyah Dusun Krucil
Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara. JPA: Jurnal Penelitian Agama, Vol. 20,
No. 1. 51-74.
Khoiron, M. (2018). Negara Vis-A-Vis Jemaat Ahmadiyah: Dominasi Yang Tak Konstan.
Jurnal SOCIUS: Journal of Sociologi Research and Education, Vol. 5, No. 2. 61-74.
Mugni, A. (2019, Desember). Ahmadiyah dan Kontroversinya Sejak Muncul di Indonesia
Hingga Menjelang Reformasi 1998. AJIQS: Asyahid Journal of Islamic and Quranic
Studies, Vol. 1, No. 2.
Muhtador, M. (2018, Juni). Ahmadiyah dalam Lingkar Teologi Islam (Analisis Sosial atas
Sejarah Munculnya Ahmadiyah). Jurnal AQLAM: Journal of Islam and Plurality, Vol.
3, No. 1.
Nawtika, T. A., & Yuslih, M. (2021). Potret Gerakan Ahmadiyah di Indonesia dalam Buku
Prof. Iskandar Zulkarnain. Jurnal Penelitian Keislaman, Vo. 17, No. 2. 133-154.
Noor, T. R. (2018, Desember). Meneropong Indonesia: Sebuah Analisis Sosiologis dan
Psikologis atas Konflik Bernuansa Keagamaan di Indonesia. Journal An-Nafs, Kajian
Penelitian Psikologi, Vol. 3, No. 2. 135-150.
Robikah, S. (2020). Peran Hadits Sebagai Sumber Hukum Jemaat Ahmadiyah di Indonesia.
RIWAYAH: Jurnal Ilmu Hadits, Vol. 6, No. 1. 39-54.
Rodiyah, N. V. S., & Ulmatin, N. (2021). Stigma Kafir Pada Jamaah Ahmadiyah di Kabupaten
Garut: Studi Kasus tentang Konflik Pendirian Rumah Ibadah. Jurnal Iman dan
Spiritualitas, Vol. 1, No.1. 323.
Simamora, A. R., Hamid, A., & Hikmawan, M. D. (2019, April). Diskriminasi Terhadap
Kelompok Minoritas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Tangerang Selatan. IJD-Demos,
Vol. 1, No. 1.

Zamani, D. A., & Hamidah, T. (2021, Maret). Islam dan Pancasila dalam Perdebatan Ormas-
Ormas Islam. RISALAH, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 7, No.1. 28-43.

17

Anda mungkin juga menyukai