Anda di halaman 1dari 83

SOTERIOLOGY & ORDO SALUTIS

I) Soteriology.

Kata ‘Soteriology’ berasal dari 2 kata bahasa Yunani yaitu:


 SOTER = salvation / keselamatan.
 LOGOS = word / kata, speech / ucapan, the study of / pelajaran tentang.
Jadi Soteriology adalah the study of salvation (pelajaran / doktrin tentang
keselamatan). Soteriology membahas penerapan dari keselamatan yang telah
dikerjakan oleh Kristus bagi kita. Jadi, Soteriology / doktrin keselamatan ini tidak
membahas tentang bagaimana Kristus mengerjakan keselamatan itu bagi kita
(kematianNya di atas kayu salib dsb).

II) Ordo Salutis.

ORDO SALUTIS adalah kata bahasa Latin yang berarti The Order of Salvation (=
urut-urutan keselamatan).
Dalam ajaran Reformed, ORDO SALUTISnya adalah sebagai berikut:
1. Calling & Regeneration (= Panggilan dan Kelahiran baru).
2. Conversion (Faith + repentance) [= Pertobatan (iman + pertobatan)].
3. Justification (= Pembenaran).
4. Adoption (= Pengangkatan sebagai anak).
5. Sanctification (= Pengudusan).
6. Perseverance (= Ketekunan).
7. Glorification (= Pemuliaan).

Dasar Kitab Suci dari ORDO SALUTIS: Kata ‘ORDO SALUTIS’ tidak ada dalam
Kitab Suci. Juga, dalam Kitab Suci tidak ada bagian / ayat yang menunjukkan ORDO
SALUTIS itu secara lengkap. Tetapi, ini tidak berarti bahwa ORDO SALUTIS tidak
ada dasar Kitab Sucinya!
Ada banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan ORDO SALUTIS ini sekalipun
cuma sebagian-sebagian, misalnya:
Roma 8:29-30  Calling - Justification - Glorification.
Roma 5:1-2  Faith - Justification - Glorification.
Roma 10:17  Calling - Faith.
Yoh 1:12  Faith - Adoption.
1Yoh 3:9  Regeneration - Sanctification.
Yoh 10:10 & Ef 2:1 menunjukkan bahwa manusia mati secara rohani dan ini secara
implicit menunjukkan bahwa harus ada Regeneration lebih dulu, baru manusia bisa
beriman.

Yang paling membingungkan dari urut-urutan keselamatan ini adalah: yang mana
yang lebih dulu, Regeneration atau Calling? Tetapi sebelum kita membahas mana
yang lebih dulu terjadi, kita harus mengetahui lebih dulu, apakah Calling dan apakah
Regeneration itu.

-o0o-

1
CALLING / PANGGGILAN

Ada macam-macam Calling / panggilan yang kita kenal:


 Panggilan untuk percaya / selamat.
 Panggilan untuk taat.
 Panggilan untuk melayani.
 Panggilan untuk memberitakan Injil.
 Panggilan untuk menderita.
 Panggilan untuk mati.
Yang dibicarakan disini adalah panggilan yang berhubungan dengan keselamatan, yaitu
panggilan untuk percaya / selamat.

Calling / Panggilan ini bisa dibedakan menjadi dua:


 External Call (= Panggilan Luar).
 Internal / Effectual Call (= Panggilan Dalam / Efektif).

I) External Call (= Panggilan Luar).

1) Kitab Suci tidak pernah memakai istilah ‘External Call’, tetapi dalam Kitab Suci
jelas ada panggilan yang tidak berbuah / tidak menghasilkan apa-apa karena
tidak ditanggapi oleh yang dipanggil.
 Mat 28:19 Kis 1:8 Kis 17:18 menunjukkan bahwa Injil itu harus diberitakan
kepada semua orang. Ini jelas merupakan panggilan Allah bagi semua orang.
Tetapi fakta baik dari Kitab Suci maupun dari kejadian sehari-hari jelas
menunjukkan bahwa ada banyak orang yang menolak panggilan itu.
 Mat 22:2-14 (khususnya perhatikan ayat 14!), dan bagian pararelnya yaitu
Luk 14:16-24, jelas menunjukkan adanya orang-orang yang dipanggil, tetapi
menolak.
Inilah External Call (= penggilan luar)!

2) Dalam banyak orang dewasa, External Call ini mendahului Regeneration.


Dalam pengalaman sehari-hari kita melihat banyak orang sudah lama pernah
mendengar Injil, tanpa menanggapi Injil itu. Tetapi suatu hari Tuhan
melahirbarukan orang itu sehingga orang itu lalu menanggapi Injil itu dan
percaya kepada Kristus.

3) Seharusnya, External Call ini tidak termasuk dalam ORDO SALUTIS, karena
ORDO SALUTIS ini membahas penerapan yang efektif dari keselamatan /
penebusan yang dikerjakan oleh Kristus bagi orang-orang pilihan.

4) Ada yang menganggap bahwa External Call bagi orang-orang yang tidak dipilih
(non elect) cuma pura-pura saja, bahkan merupakan suatu ejekan atau gurauan
dari Allah.
Alasan mereka adalah: Allah memanggil, tetapi Ia sendiri menentukan orang itu
binasa; jadi Ia tidak sungguh-sungguh menginginkan orang-orang itu datang /
menerima panggilanNya.

Jawab:

a) Ini jelas salah. Allah tidak mungkin pura-pura / munafik.


Allah juga memberikan perintah-perintahNya / hukum-hukumNya, padahal
2
orang dunia tidak mungkin taat karena mereka ada dalam keadaan Total
Depravity / kebejatan total (Kej 6:5 Kej 8:21 Maz 58:4 Yes 64:6 Yer 4:22
Yer 13:23 Mat 7:16-18 Yoh 8:34 Yoh 15:4-5 Ro 6:16-17,20-21 Ro 7:18-19
Ro 8:7-8 Tit 1:15). Tetapi, toh hukum-hukum Tuhan itu bukan sesuatu yang
diberikan secara pura-pura, karena pada waktu manusia tidak mentaatinya,
Tuhan menghukum mereka.

b) Manusia tidak bisa mentaati Firman Tuhan / menanggapi panggilan Allah,


karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga lalu condong kepada
dosa. Jadi ini adalah kesalahan manusia sendiri, bukan kesalahan Allah.

c) Kita memang akan selalu kesulitan kalau kita ingin mengharmoniskan


Decretive Will of God (= Kehendak Allah yang menunjuk pada Rencana Allah
yang kekal), dengan Preceptive Will of God (= Kehendak Allah yang
dinyatakan lewat hukum-hukum / perintah-perintahNya).
Contoh yang menunjukkan bahwa dua hal ini memang bisa bertentangan:
 Dalam Kel 3:18 Tuhan memerintahkan Firaun untuk melepaskan Israel.
Tetapi, Kel 3:19 dan Kel 4:21b menunjukkan bahwa Tuhan
merencanakan / menentukan bahwa Firaun tidak akan mentaati perintah
itu.
 Yes 6:9-10 menunjukkan bahwa sekalipun Tuhan, melalui nabi Yesaya,
menyerukan kepada Israel untuk bertobat, tetapi Ia sendiri telah
menentukan bahwa Israel tidak akan menanggapi seruan itu.

5. Pentingnya / arti dari External Call.

a) Menunjukkan Allah sebagai pemerintah / penguasa yang berdaulat.


Ia mempunyai hak untuk memerintah manusia supaya bertobat / beriman.
Sekalipun gara-gara dosa manusia tidak dapat bertobat / beriman dengan
kekuatannya sendiri, tetapi Allah tetap mempunyai hak untuk menyuruh
manusia bertobat / beriman. Jadi manusia, tetap ada di bawah Allah! Kalau
manusia itu menolak, ia memperbesar dosanya!.

b) Untuk menjaga kebenaran Allah.


Pada waktu Allah nanti menghukum orang itu, orang itu tidak akan
mempunyai alasan untuk menyalahkan Allah ataupun membenarkan dirinya
sendiri.
Kalau dalam Ro 1:19-20 dikatakan bahwa orang yang menolak wahyu umum
dari Allah sudah tidak punya dalih (excuse), apalagi orang yang menolak
wahyu khusus (Injil).

c) Menunjukkan kesucian, kebaikan, dan belas kasihan Allah.


Ingat bahwa External Call tetap menawarkan berkat, bukan kutuk. Penolakan
manusialah yang menyebabkan dirinya menerima kutuk!

d) Ini adalah cara Allah untuk mengumpulkan orang-orang pilihanNya.


Karena kita tidak tahu mana yang orang pilihan (elect) dan mana yang
bukan, maka kita harus memberitakan Injil kepada semua orang. Ini External
Call! Yang termasuk orang pilihan, akan bertobat karena panggilan itu! Jadi
untuk orang pilihan, Allah mengubah external call itu menjadi internal call.

II) Internal / Effectual Call (= Panggilan Dalam / Efektif).

1) Dalam Perjanjian Baru, kata ‘Calling’ (yang berhubungan dengan keselamatan),


3
biasanya menunjuk pada Internal Call.
Misalnya: Ro 1:6-7 Ro 8:30 1Kor 1:9,26 2Pet 1:10.

2) Berbeda dengan External Call yang bisa ditolak, maka Internal Call pasti
mempertobatkan orang yang dipanggil. Karena itu Internal Call ini juga disebut
Effectual Call (= panggilan yang efektif / pasti berhasil).

3) Hanya Allah yang bisa melakukan Internal Call ini.


Seorang mengatakan: “Calling is an act of God and of God alone” (= panggilan
merupakan tindakan Allah, dan hanya tindakan Allah saja).
Hal ini perlu disadari / diingat baik-baik, khususnya pada waktu memberitakan
Injil!
Dalam memberitakan Injil:
 argumentasi yang meyakinkan
 kata-kata yang indah
 khotbah yang menggerakkan hati / emosi
 suara yang keras
 suara yang lembut
Tidak akan ada gunanya kalau Allah tidak memakainya dan menjadikannya
Internal Call. Ini memang tidak berarti bahwa dalam Pemberitaan Injil kita tidak
perlu melakukan yang terbaik, tetapi ini berarti bahwa dalam Pemberitaan Injil,
sekalipun kita melakukan yang terbaik, kita tetap harus bersandar pada kuasa
dan pekerjaan Tuhan. Karena itu dalam memberitakan Injil kita harus banyak
berdoa!

III) Persamaan External Call dan Internal Call.

1) Dua-dua merupakan panggilan dari Allah!


Bukan hanya Internal Call yang datang dari Allah, tetapi juga External Call. Jadi ,
jangan menganggap remeh dosa dari orang yang menolak External Call,
seakan-akan mereka hanya menolak panggilan si pemberita Injil! Itu tetap
merupakan penolakan terhadap Allah! (bdk. Luk 10:16).

2) Dua-dua menggunakan Firman Tuhan.


Firman Tuhan / Injil yang diberitakan adalah External Call. Tetapi suatu saat
Allah bisa membuat apa yang sudah pernah didengar seseorang pada masa
lalu, menjadi Internal Call. Karena itu, External Call tetap perlu, juga bagi orang
yang belum pernah mengalami Regeneration sekalipun. Siapa tahu suatu saat
Allah lalu melahirbarukan orang itu, dan lalu memakai External Call itu dan
mengubahnya menjadi Internal Call.
Penerapan: karena itu jangan menjadi kecewa dan putus asa pada waktu
saudara memberitakan Injil dan tidak berhasil mempertobatkan seorangpun. Bisa
saja suatu waktu kelak penginjilan saudara akan berbuah.

Bisa juga Internal Call itu merupakan Firman Tuhan yang ‘baru’ bagi orang itu.
Jadi bukan External Call yang dijadikan Internal Call, tetapi suatu panggilan yang
baru, dimana orang itu mendengar Firman Tuhan / Injil lagi, yang langsung
dipakai oleh Allah menjadi Internal Call.

3) Dua-duanya masuk ke dalam alam sadar manusia.


Berbeda dengan Regeneration yang terjadi dalam Sub-concious life (= alam
bawah sadar) dari manusia, maka Calling terjadi dalam alam sadar manusia.
Jadi, kalau ada orang yang bertobat dan datang kepada Tuhan setelah ia
mengalami ‘nggeblak’ / ‘tumbang dalam Roh’ (‘slain by / in the Spirit’), itu jelas
4
adalah sesuatu yang omong kosong! Panggilan Allah tidak pernah diberikan
pada saat orangnya pingsan / otaknya tidak sadar! Kalau panggilan Allah terjadi
dalam suatu mimpi, maka setelah bangun (orangnya sadar) ia mengingat mimpi
itu. Dengan demikian panggilan itu masuk ke alam sadar orang itu.
Dalam kasus orang koma, ada kemungkinan otak orangnya masih bekerja dan
bahkan orangnya masih bisa mendengar pembicaraan yang terjadi di
sekelilingnya. Ini disaksikan oleh orang yang pernah mengalami koma tetapi lalu
sembuh. Karena itu menginjili orang yang ada dalam keadaan koma bukanlah
sesuatu yang mustahil, gila, ataupun extrim.

-o0o-

5
REGENERATION / KELAHIRAN BARU
I) Apakah regeneration itu?
A) Arti yang salah dan arti yang benar dari regeneration.

1) Arti yang salah.

a) Regeneration disamakan dengan iman / pertobatan.


Jadi, saat seseorang percaya dan datang kepada Kristus, dianggap
sebagai saat ia mengalami Regeneration / Kelahiran Baru. Pengacau-
balauan semacam ini sering terjadi pada waktu seseorang
mensharingkan / menyaksikan pertobatannya, dimana ia berkata: ‘Saya
percaya kepada Yesus dan saat itu saya dilahirbarukan’.
Tetapi ini jelas merupakan pengertian yang salah, karena Regeneration
harus mendahului iman; dan tanpa Regeneration seseorang tidak
mungkin beriman kepada Kristus.

b) Regeneration disamakan dengan perubahan hidup.


Kalau seseorang sudah bisa meninggalkan dosa-dosanya dan mengubah
hidupnya ke arah yang positif, maka dikatakan bahwa ia sudah
mengalami Regeneration / Kelahiran Baru. Tetapi perubahan hidup /
pengudusan terjadi sesudah seseorang beriman, sehingga jelas bahwa
Regeneration harus mendahului pengudusan. Disamping itu, kalau
perubahan hidup dianggap Regeneration, maka perlu dipertanyakan:
Sampai seberapa jauh pengudusan harus terjadi sehingga seseorang
bisa dianggap sudah mengalami Regeneration? Tidak ada orang yang
bisa menjawab pertanyaan ini.

2) Arti yang benar.


Regeneration adalah pekerjaan penciptaan yang dilakukan Allah dalam diri
manusia yang mengubah manusia itu dari keadaan mati secara rohani
menjadi hidup secara rohani. Karena itu ada yang menyebut Regeneration
sebagai Spiritual Resurrection [= Kebangkitan Rohani].

Charles Hodge: “By a consent almost universal the word regeneration is now
used to designate, not the whole work of sanctification, nor the first stages of that
work comprehended in conversion, much less justification or any mere external
change of state, but the instantaneous change from spiritual death to spiritual life.
Regeneration, therefore, is spiritual resurrection; the beginning of a new life” [=
Dengan persetujuan yang hampir bersifat universal, kata ‘kelahiran baru’
sekarang digunakan untuk menunjuk, bukan pada seluruh pekerjaan
pengudusan, juga bukan pada tahap-tahap pertama dari pekerjaan yang
tercakup dalam pertobatan, lebih-lebih bukan pada pembenaran atau seadanya
perubahan keadaan yang bersifat lahiriah / luar, tetapi perubahan seketika /
sesaat dari mati rohani menjadi hidup rohani. Kelahiran baru, karena itu,
adalah kebangkitan rohani; permulaan dari hidup yang baru] - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 5.

B) Dua elemen dalam regeneration.

Louis Berkhof membedakan 2 elemen dalam Regeneration, yaitu:

1) Pembuahan.
6
a) Ini menunjuk pada saat pertama penanaman hidup yang baru dalam roh /
jiwa manusia.
b) Analogi dalam dunia jasmani: Pembuahan (saat sperma bertemu dengan
sel telur).
c) Ini bisa disebut Regeneration dalam arti sempit.
d) Di dalam theologia, kalau dibicarakan tentang Regeneration, biasanya
arti inilah yang dimaksudkan!

2) Kelahiran.
a) Di sini, hidup yang baru yang tadinya ada di dalam, mulai muncul ke
permukaan, sehingga bisa disadari oleh orangnya sendiri, bahkan
mungkin terlihat oleh orang lain.
b) Analogi dalam dunia jasmani: Kelahiran (saat bayi keluar dari
kandungan).
c) Ini bisa disebut sebagai Regeneration dalam arti yang luas.

Tetapi pandangan Loius Berkhof di atas kelihatannya ditentang oleh pandangan


John Murray di bawah ini.

John Murray: “There is one thing we must say in this connection, that in the matter of
the ‘new birth’ we must discount the distinction between ‘begetting’ and ‘being born’.
There is no warrant for positing a distinction between the divine begetting and the
divine birth. That would be a pure fancy without doctrinal or exegetical or biblio-
theological warrant. To be ‘begotten again’ and to be ‘born again’ are synonymous
terms” - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 178.

Saya condong pada pandangan Louis Berkhof. Pembedaan ini sangat penting,
karena dalam Kitab Suci ayat-ayat yang berhubungan dengan regeneration,
kadang-kadang menunjuk pada regeneration dalam arti pertama (misalnya Yoh
3:1-8), dan kadang-kadang menunjuk pada regeneration dalam arti kedua
(misalnya Yak 1:18 1Pet 1:23), sehingga kalau kita tidak membedakan kedua
arti itu, kita akan menjumpai hal-hal yang bertentangan dalam Kitab Suci.

Catatan: tentang Yak 1:18 dan 1Pet 1:23 lihat penjelasannya di bawah pada
point III (‘Regeneration dan Firman Tuhan’).

C) Sifat-sifat / ciri-ciri dari Regeneration.

1) Monergistic (hanya satu pihak yang bekerja).


Kalau kita meninjau sanctification / pengudusan, maka jelas bahwa
pengudusan bersifat Synergistic (kedua pihak sama-sama bekerja. Ini lawan
dari Monergistic), karena sekalipun Allah yang bekerja untuk menguduskan
kita, tetapi kita juga ikut bekerja / berusaha dalam pengudusan itu.
Tetapi dalam hal Regeneration, hanya Allah yang bekerja, manusia pasif
total, tidak ikut bekerja sama sekali!

Charles Hodge: “It is God who regenerates. The soul is regenerated. In this sense
the soul is passive in regeneration, which (subjectively considered) is a change
wrought in us, and not an act performed by us” [= Allahlah yang
melahirbarukan. Manusia dilahirbarukan. Dalam arti ini manusia pasif dalam
kelahiran baru, yang (dilihat secara subyektif) adalah suatu perubahan dalam
diri kita, dan bukan merupakan suatu tindakan yang kita lakukan] -
‘Systematic Theology’, vol III, hal 31.

Dasar:
7
a) Yoh 1:13 - “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari
daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki,
melainkan dari Allah”.
Ini menunjukkan bahwa dalam persoalan kelahiran baru, hal-hal jasmani
(seperti darah, nafsu sex dsb) sama sekali tidak punya peranan.
Kelahiran baru merupakan pekerjaan Allah saja!
b) Yoh 3:6 - “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang
dilahirkan dari Roh adalah roh”.
Kalau ayat ini tidak jelas bagi saudara, lihat exposisi Yoh 3:1-8 di bawah
(point II).
c) ‘Dilahirkan’ merupakan kata kerja pasif (apalagi kalau bicara tentang
‘pembuahan’!). Semua manusia pasif pada waktu dilahirkan secara
jasmani, dan karena itu pada waktu dilahirkan secara rohani jelas
manusia juga pasif. Kitab Suci tidak secara sembarangan menggunakan
istilah ‘dilahirkan’ itu. Pasti ada analogi / persamaan antara kelahiran
jasmani dan kelahiran rohani.
d) Mengingat bahwa regeneration merupakan suatu kebangkitan rohani,
maka adalah sesuatu yang tidak masuk akal bahwa manusia bekerja
sama dengan Allah dalam melakukan regeneration. Ini sama seperti
berkata: ‘saya ikut bekerja sama dengan Allah untuk membangkitkan diri
saya sendiri yang mati’!

Keberatan: Yoh 3:7 memerintahkan kita untuk dilahirbarukan!


Yoh 3:7 - “Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu
harus dilahirkan kembali”.

Jawab: kata ‘harus’ dalam Yoh 3:7 tidak menunjukkan bahwa itu adalah
suatu perintah, tetapi menunjukkan bahwa kelahiran baru adalah syarat
mutlak untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Illustrasi: kalau mau jadi ABRI, tinggi badan harus 170 cm, usia harus 21
tahun ke atas, berat badan harus diatas 60 kg. Kata ‘harus’ di sini tidak
berarti bahwa itu adalah perintah, tetapi menunjukkan bahwa itu adalah
syarat!

Penerapan: karena regeneration bukan pekerjaan kita, tetapi pekerjaan


Allah, maka pada waktu memberitakan Injil kita tidak bisa memerintahkan
seseorang untuk dilahirbarukan!

Ada ajaran-ajaran yang menganggap bahwa regeneration bukan sesuatu


yang bersifat monergistic:
1. Roma Katolik.
Gereja Roma Katolik mengajarkan bahwa manusia dilahirbarukan oleh
baptisan (karena itu mereka menganggap baptisan sebagai syarat mutlak
untuk bisa selamat). Baptisan jelas adalah usaha / tindakan manusia,
sehingga dengan demikian jelas bahwa Gereja Roma Katolik
menganggap bahwa Regeneration merupakan sesuatu yang bersifat
synergistic dan ini jelas salah!!
2. Arminian.
Regeneration merupakan buah dari pilihan manusia yang bekerja sama
dengan pengaruh illahi yang menggunakan Firman Tuhan. Manusia bisa
menolak atau menerima. Ini jelas menunjukkan bahwa Regeneration
bersifat synergistic dan ini jelas salah!

2) Regeneration terjadi dalam Sub-conscious life [= alam bawah sadar] dari


8
manusia. Perhatikan bahwa ‘sub-conscious’ berbeda dengan ‘unconscious’
[= tidak sadar]. Orang yang berkata bahwa ia berubah (mengalami
regeneration) karena ‘nggeblak’ / ‘tumbang dalam Roh’ (‘slain by / in the
Spirit’) adalah omong kosong!

Dasar:
a) Analogi dalam dunia jasmani: bayi tidak menyadari saat ia dilahirkan,
apalagi saat pembuahan yang menjadikan dia!
b) Yoh 3:8 - “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar
bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia
pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”.
Bdk. Pkh 11:5 - “Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan
tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung,
demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan
segala sesuatu”.

3) Regeneration terjadi seketika / sesaat (instantaneous), bukan merupakan


proses!
Dasar:
a) Analogi: ‘pembuahan’ juga bukan proses, tetapi terjadi seketika / sesaat.
b) Batas antara ‘hidup’ dan ‘mati’ hanya satu garis tipis. Jadi, saat melalui
garis tipis itu pasti terjadi seketika / sesaat, bukan proses!
Dari sini jelas bahwa regeneration bukanlah perubahan hidup / pengudusan,
karena perubahan hidup / pengudusan adalah suatu proses!

4) Regeneration mempengaruhi seluruh manusia (secara rohani).


Lihat:
a) Yeh 36:26-27 - “(26) Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang
baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang
keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. (27) RohKu akan
Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup
menurut segala ketetapanKu dan tetap berpegang pada peraturan-
peraturanKu dan melakukannya”.
b) Ul 30:6 - “Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati
keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup”.

Ini mencakup:
1. Intellect / pengetahuan / pengertian (secara rohani).
Bdk. 1Kor 2:14-15 - “(14) Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa
yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu
kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat
dinilai secara rohani. (15) Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu,
tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain”.
2. Feeling / emotion / perasaan (secara rohani).
Bandingkan dengan:
a. Mat 5:4 - “Berbahagialah orang yang berdukacita (ini adalah dukacita
karena dosa), karena mereka akan dihibur”.
b. 1Pet 1:8 - “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu
mengasihiNya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang
tidak melihatNya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan
yang tidak terkatakan”.
3. Will / kehendak (secara rohani).
Bdk. Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik
kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
9
Karena itu, maka orang yang sudah mengalami regeneration akan berubah,
baik dalam pemikiran, kehendak, maupun perasaan (secara rohani bukan
secara jasmani!).
Kalau seseorang berubah hanya sebagian (misalnya hanya intelek saja),
maka ia belum mengalami regeneration!

II) Exposisi Yoh 3:1-8.


Yoh 3:1-8 - “(1) Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin
agama Yahudi. (2) Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: ‘Rabi,
kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada
seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah
tidak menyertainya.’ (3) Yesus menjawab, kataNya: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan
Allah.’ (4) Kata Nikodemus kepadaNya: ‘Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan,
kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan
lagi?’ (5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak
dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. (6) Apa
yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah
roh. (7) Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus
dilahirkan kembali. (8) Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar
bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi.
Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”.

Yoh 2:23-25 - “(23) Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak
orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang
diadakanNya. (24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka,
karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi
kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati
manusia.”.

Cerita dalam Yoh 3:1-8 ini berhubungan dengan bagian terakhir dari Yoh 2 yaitu
Yoh 2:23-25. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kesia-siaan orang yang menjadi
pengikut / murid Kristus (bdk. Yoh 3:2 yang menunjukkan bahwa Nikodemus
menyebut Yesus ‘Rabi’), hanya karena melihat tanda (bdk. Yoh 3:2b), karena tanpa
kelahiran baru semua tidak akan masuk surga. Jadi tujuan cerita ini adalah mengajar
bahwa untuk menjadi murid / pengikut Kristus yang sejati, seseorang harus
mengalami kelahiran baru.

Ay 1-2: “(1) Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang


pemimpin agama Yahudi. (2) Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan
berkata: ‘Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus
Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang
Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.’”.

1) Nikodemus disebut sebagai:


 ‘Seorang Farisi’ (ay 1).
 ‘Seorang pemimpin agama Yahudi’ (ay 1).
NIV: a member of the Jewish ruling council (= anggota dewan pemerintah
Yahudi).
NASB/Lit: a ruler of the Jews (= seorang penguasa Yahudi).
Ini berarti bahwa Nikodemus adalah anggota Sanhedrin / Mahkamah Agama
Yahudi.
10
Jabatan / kedudukan Nikodemus ini sengaja disebutkan untuk menunjukkan
bahwa kalau orang seperti ini saja membutuhkan kelahiran baru, apalagi yang
lain (Ingat: orang Farisi sangat menekankan kesucian).

Penerapan: Kalau saudara adalah orang yang merasa diri saudara baik / saleh,
maka sadarilah bahwa tanpa kelahiran baru, bagaimanapun salehnya saudara
hidup, saudara tidak akan masuk surga!

2) Kata-kata Nikodemus (ay 2).

Ay 3: “Yesus menjawab, kataNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika


seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.’”.

1) Apa hubungannya kata-kata Nikodemus dalam ay 2 dengan jawaban Yesus


dalam ay 3?
Mungkin Yesus sudah tahu bahwa Nikodemus bermaksud bertanya tentang
Kerajaan Allah, dan karena itu Yesus mendahuluinya dengan memberi syarat
untuk bisa masuk Kerajaan Allah.
Dengan demikian Yesus mengatakan: sekalipun engkau menganggap Aku
sebagai guru (bdk. ay 2), tetapi kalau engkau tidak mengalami kelahiran baru,
engkau tidak akan masuk Kerajaan Allah.

2) ‘dilahirkan kembali’.

a) Ada 2 alasan mengapa Yesus mempersoalkan kelahiran baru kepada


Nikodemus di sini:
 Nikodemus adalah orang Farisi yang keistimewaannya adalah
melahiriahkan agama / menekankan hal-hal lahiriah, maka Yesus justru
menekankan kelahiran baru!
 orang Yahudi saat itu menganggap orang non Yahudi yang dibaptis
(masuk ke Yudaisme) sebagai anak yang baru lahir. Tetapi Yesus
berkata bahwa semua orang (termasuk orang Yahudi) harus mengalami
kelahiran baru, dan kelahiran baru itu adalah pekerjaan Allah / Roh
Kudus (jadi bukan karena baptisan yang merupakan pekerjaan manusia).

b) NIV/NASB/KJV: born again (= dilahirkan lagi).


RSV: born anew (= dilahirkan sekali lagi).
Footnote NIV/RSV: born from above (= dilahirkan dari atas).
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘kembali’ dalam Kitab Suci Indonesia adalah
ANOTHEN yang bisa berarti:
 from above (= dari atas).
Contoh: Mat 27:51 Mark 15:38 Yak 1:17 Yak 3:15,17 Yoh 3:31 Yoh
19:11,23.
 again (= lagi).
Contoh: Gal 4:9.
 from the first / beginning (= dari semula).
Contoh: Luk 1:3 (‘dari asal mulanya’); Kis 26:5 (‘sudah lama’).
Arti ke 3 dianggap tak mungkin, atau dianggap menjadi sama dengan arti ke
2 (dilahirkan dari semula = dilahirkan kembali / lagi).

Argumentasi yang mendukung arti ke 2:


Calvin mengatakan bahwa jawaban Nikodemus dalam ay 4 menunjukkan
bahwa yang dimaksud dalam ay 3 adalah born again (= dilahirkan lagi).

11
Argumentasi yang mendukung arti ke 1:
 Dalam Kitab Suci kata ANOTHEN hampir selalu diterjemahkan from
above (= dari atas). Satu-satunya yang diterjemahkan again (= lagi)
adalah Gal 4:9.
 Terjemahan from above (= dari atas) cocok dengan konsep Yohanes
tentang kelahiran baru yang selalu menekankan kelahiran dari Allah /
Roh Kudus (Yoh 1:13 1Yoh 2:29 3:9 4:7 5:1,4,18).

Ada juga orang yang menggabungkan arti ke 1 dan ke 2, karena kelahiran


dari atas / Allah memang merupakan kelahiran kembali / lagi.

c) Kelahiran baru.

 Karena manusia itu rusak secara total (Total Depravity), maka yang
dibutuhkan bukanlah proses pembetulan sedikit demi sedikit bagian-
bagian yang salah dalam hidup kita (seperti yang dilakukan semua
agama lain), tetapi kelahiran baru.
Illustrasi: pakaian yang sobek memang bisa ditambal, tetapi kalau
pakaian itu hancur, atau sudah memet, maka tidak mungkin bisa ditambal
lagi, tetapi harus diganti baru!

 Kelahiran baru adalah sesuatu yang harus terjadi lebih dulu sebelum
seseorang bisa mengerti dan menerima Injil dan percaya kepada Kristus.
Karena itu, maka kelahiran baru menjadi syarat mutlak supaya orang bisa
selamat / masuk surga (ay 3,5).

Adam Clarke: “Every man must have 2 births, one from heaven, the other
from earth - one of his body, the other of his soul: without the first he cannot
see nor enjoy this world, without the last he cannot see nor enjoy the kingdom
of God” (= Setiap manusia harus mempunyai 2 kelahiran, satu dari surga,
yang lain dari bumi - satu untuk tubuhnya, yang lain untuk jiwanya: tanpa
yang pertama ia tidak bisa melihat maupun menikmati dunia ini, tanpa
yang terakhir ia tidak dapat melihat maupun menikmati Kerajaan Allah).

Juga ada orang yang mengatakan: kalau kita dilahirkan 2 x maka kita
hanya akan mati 1 x, tetapi kalau kita dilahirkan hanya 1 x maka kita akan
mati 2 x!

Renungkan: berapa kali saudara pernah dilahirkan? Sudahkah saudara


mengalami kelahiran baru?

3) ‘Melihat Kerajaan Allah’.

 kata ‘melihat’ dalam ay 3 sebetulnya sama saja dengan kata ‘masuk’ dalam
ay 5. Kalau ‘melihat’ saja tidak bisa apalagi ‘masuk’.

 Kata ‘Kerajaan Allah’ di sini diartikan bermacam-macam:


 surga.
 gereja.
 kehidupan rohani.
 keselamatan / hidup kekal (bdk. Mark 9:43,45,47).

12
Ay 4: “Kata Nikodemus kepadaNya: ‘Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan,
kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan
lagi?’”.

Ada beberapa penafsiran dari kata-kata Nikodemus ini:

1) Ada yang menganggap bahwa Nikodemus mengira bahwa dalam ay 3 Yesus


memaksudkan kelahiran jasmani. Jadi pertanyaan ini betul-betul menunjukkan
kebodohan Nikodemus.

2) Ada juga yang menganggap bahwa jawaban Nikodemus ini hanya menunjukkan
betapa tidak masuk akalnya kelahiran baru itu bagi Nikodemus.
Saya lebih setuju pada pandangan ke 2 ini.

Ay 5: “(5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak
dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.”.

1) ‘Dilahirkan dari air dan Roh’.


‘Dilahirkan dari Roh’ jelas menunjuk pada kelahiran baru, tetapi apa artinya
‘dilahirkan dari air’?
Ada bermacam-macam penafsiran tentang bagian ini:

a) ‘Air’ menunjuk pada baptisan (bdk. Ef 5:26 Tit 3:5).


Ini terbagi lagi menjadi 2 golongan:

 Mereka yang menganggap bahwa ini adalah dasar dari ajaran yang
mengatakan bahwa baptisan itu melahirbarukan dan menyelamatkan
seseorang.

 Mereka yang menganggap bahwa baptisan hanya merupakan tanda


lahiriah dari kasih karunia rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam
diri seseorang. Jadi baptisan dipercaya bukan sebagai cara untuk
mendapatkan kelahiran baru, tetapi hanya merupakan tanda lahiriah dan
peneguhan / pengesahan dari kelahiran baru.

Keberatan terhadap ajaran ini:

 khusus untuk yang no 1, perlu diingat bahwa baptisan jelas bukan


merupakan syarat untuk selamat, dan baptisan juga tidak menjamin
keselamatan. Ini terlihat dari:
 penjahat yang bertobat di kayu salib tidak pernah dibaptis, tetapi toh
selamat (Luk 23:42-43).
 ada orang-orang yang dibaptis, tetapi tidak selamat karena tidak
sungguh-sungguh percaya (bdk. Kis 8:13-23).
 ada orang-orang yang mengalami kelahiran baru sebelum baptisan
(Kis 10:44-48).

 baptisan kristen belum ada pada saat itu. Sukar dibayangkan bahwa
Yesus berbicara kepada Nikodemus tentang sesuatu yang saat itu belum
ada.

b) ‘Air’ menunjuk kepada Roh Kudus.

13
Calvin menafsirkan bahwa kata ‘air dan Roh’ artinya adalah ‘air, yaitu Roh
Kudus’. Jadi, kata bahasa Yunani KAI yang biasanya diterjemahkan and (=
dan), oleh Calvin diartikan ‘yaitu’ (seperti dalam Ro 1:5).
Sebuah kamus Yunani - Inggris yang disusun oleh Barclay M. Newman, Jr.
mengatakan bahwa KAI bisa diartikan sebagai:
- and (= dan).
- also (= juga).
- but (= tetapi).
- even (= yaitu).
- that is (= yaitu).
- namely (= yaitu).
Jadi jelas bahwa ditinjau dari sudut bahasa Yunani, penafsiran Calvin
bukannya tanpa dasar.

c) ‘Air’ menunjuk pada purification (= penyucian).


Alasan / dasar pandangan ini:
 dalam Perjanjian Lama, air sering menunjuk pada pembasuhan dan
penyucian dari polusi dosa (Yeh 36:25 Zakh 13:1).
 dalam baptisan Yohanes, air juga melambangkan penyucian dosa (Mark
1:4 Luk 3:3).
 dalam baptisan Yesus, air juga dianggap melambangkan penyucian dosa
(Yoh 3:22-26).

d) Leon Morris (NICNT) memberikan penafsiran yang menarik tentang bagian


ini sebagai berikut:
Ia mengatakan bahwa kata-kata:
 water (= air).
 rain (= hujan).
 dew (= embun).
 drop (= tetes).
sering digunakan untuk menunjuk pada male semen (= air mani laki-laki).

Kalau di sini air diartikan seperti itu, maka ada 2 kemungkinan:

1. ‘dilahirkan dari air’ menunjuk pada kelahiran jasmani, sedangkan


‘dilahirkan dari Roh’ menunjuk pada kelahiran baru / rohani. Jadi
maksud ay 5 itu adalah: setelah mengalami kelahiran jasmani, kita harus
mengalami kelahiran rohani, baru bisa selamat.

2. ‘air dan Roh’ digabung dan dianggap menunjuk pada spiritual seed (=
benih rohani).
Jadi maksudnya, kalau ‘air’ menunjuk pada benih jasmani, maka ‘air dan
Roh’ menunjuk pada benih rohani. Dengan demikian istilah ‘air dan Roh’
sebetulnya sama saja dengan ‘Roh’ (bdk. ay 6,8).
Leon Morris lebih condong pada arti ke 2 ini.

Ay 6: “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang
dilahirkan dari Roh, adalah roh.”.

1) ‘Daging’ dan ‘roh’.

a) Kata ‘daging’ (bahasa Yunani: SARX) menunjuk pada manusia (bukan hanya
tubuhnya, tetapi juga termasuk jiwa / rohnya). Kadang-kadang, kata ‘daging’
ini digunakan tanpa mengandung arti negatif seperti dalam Yoh 1:14. Tetapi
14
di sini kata ‘daging’ itu jelas mengandung arti negatif (seperti dalam
Yoh 6:63). Jadi artinya adalah: manusia yang dikuasai dosa.

b) Sedangkan kata ‘roh’ yang dikontraskan dengan ‘daging’, jelas menunjuk


pada manusia yang dikuasai oleh Roh Kudus.

2) Adam Clarke mengatakan bahwa ay 6 ini diucapkan oleh Yesus untuk menjawab
kata-kata Nikodemus dalam ay 4. Jadi seakan-akan Yesus berkata: seandainya
seseorang bisa masuk ke dalam rahim ibunya untuk dilahirkan kembali, itu tidak
ada gunanya, karena ia tetap akan lahir sebagai ‘daging’, yaitu manusia yang
dikuasai oleh dosa.
Ada agama-agama yang percaya / mengajarkan bahwa kalau seseorang hidup
jelek, maka ia bisa memperbaikinya dalam hidup / reinkarnasi yang akan datang.
Tetapi ingat kata-kata Yesus di sini: apa yang dilahirkan dari daging adalah
daging! Karena itu, andaikata reinkarnasi itu memang ada (Catatan: ingat bahwa
kekristenan menolak adanya reinkarnasi - bdk. Ibr 9:27 yang mengatakan bahwa
manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali), tidak peduli berapa ribu kali
seseorang dilahirkan kembali (oleh manusia), ia akan tetap lahir sebagai
‘daging’!
Seorang yang bernama Hoskyns mengatakan: “There is no evolution from flesh to
spirit” (= tidak ada evolusi dari daging menjadi roh).
Memang, tanpa kelahiran baru dari Roh Kudus, tidak ada harapan bagi manusia,
baik dalam hal memperbaiki diri, maupun dalam hal keselamatan / masuk surga!

3) Ada juga yang berpendapat bahwa ay 6 ini diucapkan oleh Yesus karena orang
Yahudi beranggapan bahwa kelahiran mereka sebagai orang Yahudi secara
otomatis menyebabkan mereka masuk Kerajaan Allah / selamat. Jadi dengan
kata-kata ini Yesus mengatakan bahwa orang Yahudipun lahir sebagai daging /
manusia yang dikuasai oleh dosa, dan membutuhkan kelahiran baru dari Roh
Kudus supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah.

4) Ay 6 ini juga menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir, sudah adalah ‘daging’,
yaitu manusia yang dikuasai oleh dosa (bdk. Ayub 14:4 25:4 Maz 51:7 58:4).

Penerapan: Ini perlu diingat oleh setiap orang tua! Anak / cucu saudara,
sekalipun lucu dan mungil dan kelihatan tanpa dosa, tetapi ia tetap adalah orang
berdosa yang dikuasai dosa, yang membutuhkan kelahiran baru dari Roh Kudus,
dan iman kepada Yesus Kristus, supaya bisa diselamatkan dari murka Allah.
Karena itu banyaklah mendoakan keselamatannya dan memberitakan Injil
kepadanya!

5) Ay 6b: Orang yang dilahirkan oleh Roh, bukan lagi ‘daging’ (manusia yang
dikuasai dosa), tetapi ‘roh’ (manusia yang dikuasai oleh Roh Kudus). Ini jelas
menunjukkan bahwa orang yang sudah mengalami kelahiran baru pasti akan
mengalami penyucian / pengudusan.
Kalau saudara menganggap diri saudara sudah lahir baru / selamat, pikirkanlah:
apakah saudara sudah mengalami pengudusan dalam hidup saudara? Kalau
tidak, saudara mempunyai anggapan yang salah tentang keselamatan saudara!

Ay 7: “Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus


dilahirkan kembali.”.

1) Kata ‘harus’ (‘must’) dalam ay 7 tidak boleh diartikan seakan-akan ay 7 ini


adalah suatu perintah! (bdk. Yoh 3:14 12:34).

15
Ay 7 ini bukanlah suatu perintah, tetapi hanya menunjukkan bahwa kelahiran
baru merupakan syarat mutlak yang sudah ditetapkan Allah supaya orang bisa
selamat / masuk surga.
William Hendriksen: “It does not refer to the realm of moral duty, but to that of the
divine decree” (= Itu tidak menunjuk pada kewajiban moral, tetapi pada ketetapan
ilahi).

Illustrasi: Kata-kata ‘untuk bisa jadi tentara tingginya harus 170 cm’, tentu tidak
memerintahkan seseorang supaya tingginya menjadi 170 cm. Ini hanya
merupakan syarat bagi setiap orang yang mau menjadi tentara.

Kelahiran baru adalah pekerjaan Roh Kudus secara mutlak, dan tidak ada hal
apapun yang bisa dilakukan oleh manusia supaya hal itu bisa terjadi [bandingkan
dengan buku tulisan Billy Graham yang berjudul ‘How to be born again’ (=
Bagaimana caranya supaya dilahirkan kembali) yang jelas menunjukkan
pengertiannya yang salah tentang kelahiran baru!], dan juga tidak ada hal yang
kita lakukan dalam peristiwa kelahiran baru itu! Sama seperti kita tidak
melakukan apapun pada saat kita dilahirkan secara jasmani, maka kitapun tidak
melakukan apapun pada saat kita dilahirkan kembali oleh Roh Kudus!
Karena itu tidak mungkin hal ini diperintahkan kepada kita! (beda dengan
kepenuhan Roh Kudus, yang sekalipun merupakan pekerjaan Roh Kudus, tetapi
ada hal-hal yang bisa kita lakukan supaya hal itu terjadi. Karena itu, hal itu
diperintahkan (Ef 5:18).

Catatan: kelahiran baru memang tidak diperintahkan, tetapi ‘percaya kepada


Yesus’ adalah sesuatu yang diperintahkan kepada manusia!

Ay 8: “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi


engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah
halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”.

1) Terjemahan ay 8.
Kata ‘angin’ dalam ay 8a berasal dari kata bahasa Yunani PNEUMA. Kata ini
memang bisa berarti ‘roh’, ‘nafas’, ‘angin’. Mengapa bisa demikian? Karena
kalau nafas hilang, orangnya mati, nyawa / rohnya hilang. Juga nafas adalah
udara yang bergerak / angin. Karena itu digunakan 1 istilah / kata untuk
menyatakan ke 3 hal tersebut.
Ada yang berpendapat bahwa kata PNEUMA dalam ay 8a ini harus tetap
diterjemahkan ‘roh’, dengan alasan bahwa kata PNEUMA muncul 370 x dalam
Perjanjian Baru, dan tidak pernah diartikan ‘angin’ (kata ‘angin’ dalam Perjanjian
Baru biasanya berasal dari kata bahasa Yunani yang lain, yaitu ANEMOS). Jadi
menurut mereka ay 8a seharusnya diterjemahkan ‘The Spirit breathes where He
wills’ (= Roh bernafas / menghirup / bertiup kemana Ia mau).

Keberatan terhadap pendapat ini:

 Kata-kata ‘demikian halnya’ pada awal ay 8b jelas menunjukkan suatu


perbandingan. Adalah aneh untuk membandingkan ‘pekerjaan Roh Kudus’
dengan ‘pekerjaan Roh Kudus’. Lebih logis kalau kita membandingkan ‘apa
yang dilakukan oleh angin’ dengan ‘apa yang dilakukan oleh Roh’.
Illustrasi: tidak ada orang yang berkata: kamu itu bodoh seperti orang bodoh!
Tetapi orang mungkin akan berkata: kamu itu bodoh seperti keledai.

16
 dalam Ibr 1:7, yang merupakan kutipan dari Maz 104:4, kata ‘badai’
(diterjemahkan ‘winds’ oleh NIV / NASB), dalam bahasa Yunaninya adalah
PNEUMATA (bentuk jamak dari PNEUMA).
Jadi, kalau dikatakan bahwa dalam Perjanjian Baru kata bahasa Yunani
PNEUMA tidak pernah diterjemahkan sebagai ‘angin’, itu jelas merupakan
pernyataan yang salah.

 Kata kerjanya, yaitu PNEO (= blow / bertiup) keluar 5 x dalam Perjanjian


Baru, yaitu Mat 7:25,27 Luk 12:55 Yoh 6:18 Kis 27:40 Wah 7:1.

 Juga dalam Septuaginta / LXX, kata PNEUMA sering digunakan untuk


menunjuk pada ‘angin’.

2) Ay 8 mengajarkan beberapa hal tentang kelahiran baru:

a) Kedaulatan Roh Kudus dalam bekerja / melahirbarukan.


Bahwa Roh Kudus bekerja / melahirbarukan sesukaNya, dinyatakan dengan
kata-kata ‘angin bertiup kemana ia mau’.

b) Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru itu tidak terlihat dan bersifat
misterius. Ini dinyatakan dengan kata-kata ‘engkau tidak tahu dari mana ia
datang, atau kemana ia pergi’. Bdk. Pengkhotbah 11:5 - “Sebagaimana engkau
tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang
perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui
pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu”.

c) Sekalipun kelahiran baru itu tidak terlihat dan bersifat misterius, tetapi
buahnya terlihat! Ini dinyatakan dengan kata-kata ‘engkau mendengar
bunyinya’.

d) Kelahiran baru tidak bisa ditahan.


Sama seperti angin tak bisa ditahan, demikian juga pekerjaan Roh Kudus
dalam melahirbarukan tidak bisa ditahan. Kalau Roh Kudus mau
melahirbarukan seseorang, Ia pasti berhasil.
Ini tercakup dalam point ke 4 dari 5 point Calvinisme, yaitu Irresistible Grace
(= kasih karunia yang tidak bisa ditahan / ditolak).

Penerapan: Kita harus bersyukur dan memuji Tuhan atas hal ini, karena
seandainya kita bisa menolak pekerjaan Roh Kudus dalam melahirbarukan
kita, maka kita, sebagai orang berdosa yang condong kepada dosa, pasti
menolak kelahiran baru itu!

III) Regeneration dan Firman Tuhan.


Yang dipersoalkan ialah apakah Allah menggunakan Firman Tuhan pada saat Ia
melakukan regeneration? Atau, dengan kata lain: apakah regeneration itu terjadi
secara langsung (tanpa menggunakan Firman Tuhan), atau tidak langsung
(menggunakan Firman Tuhan)?

Pertanyaan ini perlu diperjelas maksudnya:


a) Yang dimaksud dengan regeneration di sini adalah regeneration dalam arti
sempit!
b) Yang dimaksud dengan Firman Tuhan di sini bukanlah ‘creative word’ / ‘firman
untuk mencipta’ dari Allah (bdk. Kej 1:3 Maz 33:6-9 Ibr 11:3). Pada umumnya

17
dipercaya bahwa dalam melaksanakan regeneration Allah menggunakan
‘creative word’, misalnya dengan berkata: ‘Hiduplah’!
Yang dimaksud dengan Firman Tuhan di sini adalah pemberitaan Injil / Firman
Tuhan dari Kitab Suci!

Jawab atas pertanyaan ini: Semua orang Reformed setuju bahwa Allah tidak
memakai Firman Tuhan dalam melaksanakan regeneration! Allah bekerja langsung!
Dasar:

1) Regeneration adalah sesuatu yang terjadi dalam alam bawah sadar manusia.
Manusia pasif total! Jadi, jelas bahwa regeneration dilakukan tanpa penggunaan
Firman Tuhan, karena kalau menggunakan Firman Tuhan:
 tidak mungkin manusianya pasif total.
 pasti terjadi dalam alam sadar!

2) Kitab Suci membedakan pengaruh / pekerjaan Roh Kudus dan pengaruh Kitab
Suci / Firman Tuhan, dan Kitab Suci menyatakan bahwa pengaruh / pekerjaan
Roh Kudus itu harus ada, supaya orangnya bisa menanggapi Firman Tuhan.
Kis 16:14 (NASB): ‘Lidya ......was listening, and the Lord opened her heart to
respond to the things spoken by Paul’ (= Lidia ... sedang mendengarkan, dan
Tuhan membuka hatinya supaya menanggapi hal-hal yang dikatakan oleh
Paulus).

Keberatan terhadap pandangan ini: Yak 1:18 dan 1Pet 1:23 jelas menunjukkan
bahwa Firman Tuhan dipakai dalam pelaksanaan regeneration.

Yak 1:18 - “Atas kehendakNya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman
kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara
semua ciptaanNya”.
KJV: ‘Of his own will begat he us with the word of truth, that we should be a kind of
firstfruits of his creatures’ (= Dari kehendakNya sendiri Ia memperanakkan kita
dengan firman kebenaran, supaya kita menjadi suatu jenis buah sulung dari
makhluk-makhluk ciptaanNya).
NIV: ‘He chose to give us birth through the word of truth, that we might be a kind of
firstfruits of all he created’ (= Ia memilih untuk memberi kita kelahiran melalui firman
kebenaran, supaya kita bisa menjadi suatu jenis buah sulung dari semua yang Ia
ciptakan).

1Pet 1:23 - “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi
dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal”.

Jawab:
Yak 1:18 dan 1Pet 1:23 menunjuk pada regeneration dalam arti luas, yang
mencakup conversion (faith + repentance), sehingga jelas Firman Tuhan dipakai
dalam pelaksanaannya.

IV) Perlunya regeneration.

1) Yoh 3:3,5,7 jelas menunjukkan perlunya regeneration, karena tanpa itu tidak ada
orang bisa masuk ke dalam Kerajaan Surga!
Yoh 3:3,5,7 - “(3) Yesus menjawab, kataNya: ;Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat
Kerajaan Allah.’ ... (5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika
18
seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan
Allah. ... (7) Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus
dilahirkan kembali”.

2) Manusia mati secara rohani / Total Depravity, sehingga tanpa regeneration


manusia tak mungkin mengerti / menghargai Injil, beriman, taat, dsb.

a) Ef 2:1 dan Yoh 10:10 menunjukkan bahwa manusia di luar Kristus itu mati
secara rohani.
Ef 2:1 - “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-
dosamu”.
Yoh 10:10 - “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan
membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan
mempunyainya dalam segala kelimpahan”.

b) Yer 6:10 dan 1Kor 2:14 menunjukkan bahwa manusia yang mati secara
rohani itu tidak akan mengerti / menghargai Firman Tuhan.
Yer 6:10 - “Kepada siapakah aku harus berbicara dan bersaksi, supaya mereka
mau memperhatikan? Sungguh, telinga mereka tidak bersunat, mereka tidak
dapat mendengar! Sungguh, firman TUHAN menjadi cemoohan bagi mereka,
mereka tidak menyukainya!”.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari
Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat
memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.

c) 1Yoh 5:1 menunjukkan bahwa seseorang tidak mungkin beriman tanpa


mengalami regeneration.
1Yoh 5:1 - “Setiap orang yang percaya, bahwa Yesus adalah Kristus, lahir dari
Allah; dan setiap orang yang mengasihi Dia yang melahirkan, mengasihi juga
Dia yang lahir dari padaNya”.
Karena manusia yang mati rohani itu tak bisa menghargai / mengerti Firman
Tuhan, maka sudah jelas hal itu tidak memungkinkan mereka percaya pada
Injil / kepada Yesus.

d) 1Yoh 2:29 3:9 4:7 5:18 Ef 2:10 menunjukkan bahwa manusia tidak bisa
taat tanpa mengalami regeneration.
1Yoh 2:29 - “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu
juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari padaNya”.
1Yoh 3:9 - “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab
benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia
lahir dari Allah”.
1Yoh 4:7 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi,
sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari
Allah dan mengenal Allah”.
1Yoh 5:18 - “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak
berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak
dapat menjamahnya”.
Ef 2:10 - “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau,
supaya kita hidup di dalamnya”.

V) Regeneration dan tanggung jawab manusia.

19
Sekalipun regeneration adalah pekerjaan Allah saja (monergistic), manusia pasif
total, dan karena itu kita tidak bisa menyuruh seseorang supaya ia dilahirkan
kembali, tetapi, bagaimanapun juga itu tidak berarti bahwa manusia tidak
mempunyai tanggung jawab sama sekali! Manusia tidak boleh menolak untuk
percaya kepada Kristus, dengan alasan ia belum mengalami regeneration!

John Murray: “We never know that we are regenerated until we repent and believe” (=
Kita tidak pernah tahu bahwa kita dilahirbarukan sampai kita bertobat dan percaya) -
‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 199.
Jadi, orang itu tetap punya tanggung jawab untuk percaya kepada Yesus!

John Murray mengatakan lagi:


“Just as the unknown purposes of God are the rule of our conduct nor the grounds upon
which we act, so the inscrutable operations of God are not the rule or ground of our action,
but his revealed will. The rule for us in every case is the revealed will presented to our
consciousness, not his mysterious operations below the level of consciousness” (= Sama
seperti tujuan / maksud / rencana Allah yang tidak diketahui bukanlah merupakan
peraturan / kaidah dari tingkah laku kita ataupun dasar tindakan kita, begitu juga
pekerjaan Allah yang tidak dapat dimengerti bukanlah peraturan / kaidah ataupun
dasar tindakan kita, tetapi kehendakNya yang dinyatakan. Peraturan / kaidah bagi kita
dalam setiap kasus adalah kehendakNya yang dinyatakan yang diberikan kepada
kesadaran kita, bukan pekerjaanNya yang misterius yang ada di bawah tingkat
kesadaran kita) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 199.

Kesimpulan:
Karena regeneration adalah sesuatu yang tidak kita sadari, itu tidak boleh dijadikan
dasar kehidupan kita. Dasar kehidupan kita adalah kehendak Allah yang dinyatakan
dalam Kitab Suci, dan di situ jelas diperintahkan kepada kita untuk percaya kepada
Yesus. Jadi, kita bertanggung jawab untuk melakukan hal itu, tanpa mempersoalkan
apakah kita sudah mengalami regeneration atau tidak!

-o0o-

20
URUT-URUTAN

REGENERATION & CALLING


Baik Calling, maupun Regeneration dalam arti sempit, mendahului hal-hal yang
lain dalam ORDO SALUTIS (Order of Salvation).
Sekarang yang akan kita pelajari adalah: yang mana lebih dulu terjadi,
regeneration (dalam arti sempit) atau calling (internal)?
Tentang hal ini, tidak ada kesatuan pendapat di antara orang-orang Reformed!
Ada beberapa pandangan:

A) Ada yang mencampuradukkan regeneration dengan calling:


Pada abad ke 17, effectual calling disamakan dengan regeneration, atau
setidaknya regeneration dianggap termasuk dalam effectual calling. Tetapi
pandangan seperti ini jelas salah, karena regeneration jelas sekali berbeda
dengan effectual calling.
Dasarnya:
 regeneration terjadi pada sub-conscious life (= alam bawah sadar),
sedangkan calling terjadi pada conscious life (= alam sadar).
 regeneration terjadi di dalam, sedangkan calling datang dari luar.

B) Calling mendahului regeneration:


John Murray memberikan teori sebagai berikut:
Allah memberikan Call. Tetapi, manusia ada dalam keadaan mati rohani /
mati di dalam dosa, sehingga tidak mungkin bisa mengerti, apalagi
menanggapi panggilan Allah itu (Yoh 6:44,65 Ro 8:8 1Kor 1:18,23
1Kor 2:14).
John Murray:
“It is the glory of the gospel of God’s grace that it provides for this incongruity.
God’s call, since it is effectual, carries with it the operative grace whereby the
person called is enabled to answer the call and to embrace Jesus Christ as he is
freely offered in the gospel. God’s grace reaches down to the lowest depths of our
need and meets all the exigencies of the moral and spiritual impossibility which
inheres in our depravity and inability. And that grace is the grace of regeneration”
(= Adalah kemuliaan dari Injil dari kasih karunia Allah bahwa Injil itu
menyediakan untuk ketidakcocokan itu. Panggilan Allah, karena panggilan itu
effektif, membawa dengannya kasih karunia untuk mencapai apa yang
diinginkan dengan mana orang yang dipanggil dimampukan untuk menjawab
panggilan itu dan menerima Yesus Kristus sebagaimana Ia ditawarkan dengan
cuma-cuma dalam Injil. Kasih karunia Allah menggapai ke bawah kepada
kebutuhan kita yang paling bawah / dalam dan memenuhi semua kebutuhan
darurat dari ketidakmungkinan moral dan rohani yang melekat / mnenjadi sifat
dalam kebejadan dan ketidakmampuan kita. Dan kasih karunia itu adalah kasih
karunia kelahiran baru) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 96.

Catatan: Yang ia maksud dengan incongruity / ketidakcocokan itu adalah


bahwa ada panggilan tetapi manusia tidak bisa menanggapi panggilan itu.

21
Dari kata-kata itu jelas bahwa John Murray berpendapat bahwa pada waktu
Allah memberi panggilan, karena Ia tahu bahwa manusia yang mati rohani itu
tidak mampu mengerti / menjawab panggilan itu, maka Ia juga memberikan
suatu kasih karunia yang menyertai panggilan itu, supaya manusia itu bisa
mengerti dan menanggapi panggilan itu. Dan kasih karunia itu adalah
regeneration.
Kesimpulannya: sekalipun regeneration letaknya berdekatan sekali (mepet /
dempet) dengan calling, tetapi bagaimanapun calling tetap mendahului
regeneration.

Dasar Kitab Suci:

1) Ro 8:28-30.
Perhatikan khususnya ay 30. Ayat itu menunjukkan sebagian dari ORDO
SALUTIS, yaitu calling, justification (= pembenaran), dan glorification (=
pemuliaan).
Jadi ayat itu dimulai dengan calling dan diakhiri dengan glorification. Kalau
glorification adalah tahap yang terakhir dari ORDO SALUTIS, maka
rasanya aneh kalau calling bukanlah tahap pertama dari ORDO SALUTIS.
Keberatan saya: sekalipun argumentasi ini masuk akal, tetapi jelas tidak
mutlak / tidak pasti benar.

2) Seluruh penerapan penebusan terjadi sesuai dengan Rencana Allah yang


kekal. Dalam Perjanjian Baru, ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa
kita dipanggil sesuai dengan Rencana Allah yang kekal (Ro 8:28-30
2Tim 1:9). Tetapi anehnya, tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa kita
dilahirbarukan sesuai dengan Rencana Allah yang kekal (padahal
regenerationpun pasti terjadi sesuai dengan Rencana Allah).
Jadi, rupanya, untuk menunjukkan bahwa seluruh penerapan penebusan
terjadi sesuai dengan Rencana Allah, maka ditekankan bahwa tahap I,
yaitu calling, terjadi sesuai dengan Rencana Allah.

3) Dalam Kitab Suci, calling ditekankan sebagai tindakan Allah, dengan


mana orang berdosa dipindahkan dari gelap ke dalam terang, atau dibawa
kepada persekutuan dengan Kristus, atau dibawa ke dalam Kerajaan
Allah dsb (1Kor 1:9 Ef 4:4 1Tes 2:12 1Pet 2:9).
Ini menimbulkan kesan bahwa callinglah yang mengawali segala sesuatu
sehingga keselamatan bisa menjadi milik kita.

Tanggapan saya:
Saya berpendapat bahwa argumentasi-argumentasi ini tidak kuat sehingga
tidak meyakin-kan. Karena itu, saya lebih condong pada pandangan di bawah
ini, yaitu regeneration harus mendahului calling.

C) Regeneration mendahului calling:

1) Fakta menunjukkan bahwa di antara regeneration dan iman bisa terjadi


selang waktu (gap).
Misalnya: seseorang sudah tertarik pada Firman Tuhan dan sudah
mencari Firman Tuhan, tetapi belum sungguh-sungguh percaya kepada
22
Kristus. Ini menunjukkan bahwa sekalipun ia belum beriman tetapi ia
sudah mengalami kelahiran baru.
Kalau Calling mendahului regeneration (seperti teori John Murray di atas),
maka Calling pasti berimpit dengan regeneration, dan karena calling itu
adalah effectual call, maka pasti akan ditanggapi secara langsung oleh
orang yang menerima call itu. Jadi, kesimpulannya, 3 hal ini yaitu calling,
regeneration dan iman, pasti berimpit menjadi satu, sehingga tidak
memungkinkan adanya gap di antara regeneration dan iman.
Jadi, jelaslah bahwa teori ini (calling mendahului regeneration),
bertentangan dengan fakta.

2) Kalau calling mendahului regeneration, maka sebetulnya calling itu


diberikan pada saat orang itu masih mati secara rohani. Sekalipun
regeneration langsung mengikuti calling, tetapi bagaimanapun juga,
callingnya terjadi lebih dulu, sehingga calling itu tetap diberikan kepada
orang yang mati secara rohani, yang tidak mungkin bisa menanggapi
calling tersebut, sehingga calling itu harus dianggap sebagai external
calling. Kalau setelah itu lalu terjadi regeneration sehingga orang itu lalu
hidup secara rohani, maka barulah orang itu bisa menanggapi, dan baru
saat itulah callingnya bisa disebut internal calling.
Karena itulah saya berpendapat bahwa bagaimanapun juga regeneration
harus mendahului calling, sehingga pada waktu calling itu diberikan, orang
yang dipanggil itu sudah hidup secara rohani, sehingga ia bisa
mendengar, mengerti dan menanggapi calling tersebut.

Dengan demikian, maka ORDO SALUTIS yang saya terima adalah sebagai
berikut:
1) Regeneration.
2) Calling.
3) Conversion (faith & repentance).
4) Justification.
5) Adoption.
6) Sanctification.
7) Perseverance.
8) Glorification.

-o0o-

23
CONVERSION

(FAITH & REPENTANCE)


sampai sini
Dalam pelajaran ini, saya terpaksa harus tetap menggunakan bahasa Inggris
untuk istilah ‘conversion’ dan ‘repentance’.
Persoalannya adalah: dua istilah itu kalau diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia, maka terjemahannya adalah sama, yaitu ‘pertobatan’, padahal
sebetulnya dua istilah itu mempunyai arti yang berbeda.

Dr. Kelly: dulu conversion dianggap sama dengan regeneration. Tetapi pada
akhir abad 16 lalu dibuat perbedaan, dimana regeneration dianggap sebagai
tindakan Allah dan conversion sebagai tanggapan manusia. Lalu sejak abad 17
teologia Reformed mendefinisikan conversion sebagai ‘a conscious turning of the
regenerate. It involves two elements: faith and repentance’ (= tindakan berbalik
secara sadar dari orang yang sudah dilahirbarukan. Ini mencakup 2 elemen: iman
dan pertobatan).

I) Kata bahasa asli yang menunjuk pada ‘conversion’:

A) Bahasa Ibrani (Perjanjian Lama).

1) NACHAM.
Kata ini bertujuan untuk menyatakan perasaan yang mendalam, dan
sebetulnya bisa menunjuk baik pada kesedihan, maupun pada
penghiburan. Tetapi kalau kata ini digunakan untuk menunjuk pada
conversion, maka jelas kata ini menunjuk pada kesedihan, dan
biasanya disertai dengan adanya perubahan rencana dan tindakan
untuk masa yang akan datang.
Dalam Kitab Suci bahasa Inggris biasanya diterjemahkan ‘to repent’ (=
bertobat), tetapi dalam Kitab Suci Indonesia biasanya diterjemahkan
‘menyesal’.
Kata ini tidak dipakai untuk manusia saja, tetapi juga untuk Allah.
Contoh: Kej 6:6-7 Kel 32:14 1Sam 15:11.

2) SHUBH.
Artinya: ‘to turn, to turn about, to return’ (= berbelok, berpaling,
kembali).
William G.T. Shedd mendefinisikan conversion sebagai berikut:
“It is turning towards a certain point and away from a certain point” (= Itu
adalah berbelok menuju titik tertentu dan meninggalkan titik tertentu) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 529.
Tentu saja, tidak seadanya titik dalam kehidupan lama harus ditinggal-
kan! Hanya titik-titik yang menurut Kitab Suci adalah salahlah yang
harus ditinggalkan. Juga, kita tidak menuju pada seadanya titik, tetapi
pada titik yang benar menurut Kitab Suci.
24
Penerapan:
Kalau saudara sudah mengalami conversion, maka saudara pasti
mengalami 2 hal ini: saudara meninggalkan titik tertentu, dan saudara
berpaling menuju titik tertentu
Misalnya:
 Berpaling dari berhala atau agama lain kepada Yesus /
kekristenan.
 Berpaling dari diri sendiri kepada Allah & kemuliaanNya.
 Berpaling dari dosa pada kekudusan.
 Berpaling dari usaha diri sendiri untuk masuk surga pada pene-
busan yang Kristus lakukan.

Ada orang yang hanya berpaling menuju titik tertentu, tetapi ia tidak
mau meninggalkan titik tertentu. Misalnya:
 ia menjadi orang yang beragama kristen, pergi ke gereja dsb, tetapi
ia tidak mau melepaskan agama yang lama / berhala.
 sekarang ia berusaha melakukan kebaikan tertentu, tetapi ia tidak
mau membuang dosa.
Ini bukan conversion yang sejati!

Ada juga orang yang meninggalkan titik tertentu, tetapi ia tidak berpa-
ling menuju titik tertentu. Misalnya: ia membuang dosa-dosa tertentu /
berusaha menyucikan dirinya, tetapi tetap tidak mau ikut / datang
kepada Yesus.
Contoh yang lebih specific:
 pencuri yang ‘bertobat’ (dalam arti ia tidak mau mencuri lagi), tetapi
ia tidak mau datang kepada Kristus!
 meninggalkan berhala, tetapi tidak mau jadi kristen.
Ini juga bukan conversion yang sejati!

B) Bahasa Yunani (Perjanjian Baru):

1) METANOIA.
Kata ini sebetulnya merupakan gabungan dari dua buah kata bahasa
Yunani, yaitu META dan NOUS.
META = ‘after, behind, change’ (= setelah, belakang, perubahan).
NOUS = ‘mind, reason, understanding’ (= pikiran, akal, pengertian).
Dari arti dua kata itu, maka bisa kita dapatkan bahwa METANOIA
mencakup banyak hal / arti, yaitu:

a) Adanya pengetahuan, yang tadinya tak ada.


Misalnya:
 pencuri yang ‘bertobat’ hanya karena dihajar orang banyak.
‘Pertobatannya’ itu sama sekali tidak berhubungan dengan
pengetahuan Firman Tuhan, dan karena itu tidak bisa dikatakan
sebagai suatu conversion!
 Orang yang ‘nggeblak’ atau mengalami Toronto Blessing, lalu
bertobat. Ini juga tidak berhubungan dengan pengetahuan
Firman Tuhan / Injil, sehingga tidak bisa disebut sebagai

25
conversion.
Renungkanlah: apakah conversion saudara berhubungan dengan
pengetahuan Firman Tuhan / Injil?

b) Adanya perubahan pikiran / pandangan akibat adanya pengeta-


huan yang baru itu
Misalnya: dulu saudara menganggap Allah itu tidak mencintai
saudara. Tetapi saudara lalu mendapatkan pengertian yang baru,
yang menunjukkan betapa Allah itu mencintai saudara sehingga Ia
rela menjadi manusia dan mati untuk saudara. Pengetahuan yang
baru ini menyebabkan saudara lalu berubah pandangan tentang
diri Allah, dan saudara menganggap bahwa Allah itu mengasihi
saudara
Penerapan: apakah pandangan saudara tentang Yesus, gereja,
dan Kitab Suci, mengalami perubahan? Dari acuh tak acuh menjadi
rindu, dari dingin menjadi cinta, dari tidak peduli menjadi peduli,
dari meremehkan menjadi mementingkan dsb? Kalau saudara
hanya sekedar pergi ke gereja, dibaptis, melayani Tuhan dan
bahkan menjadi pendeta, tetapi pandangan saudara tentang hal-
hal itu sama sekali tidak berubah, maka saudara belum mengalami
conversion!

c) Adanya penyesalan sebagai akibat adanya perubahan pikiran /


pandangan itu
Misalnya: saudara menyesal bahwa dulu saudara begitu acuh /
dingin terhadap Yesus. Saudara menyesal bahwa hidup saudara
yang lalu saudara jalani dengan cara yang menyakiti hati Tuhan.

d) Adanya perubahan tingkah laku yang terjadi karena semua hal di


atas. Kalau saudara sama sekali tak mengalami perubahan tingkah
laku ke arah yang positif, maka saudara belum pernah mengalami
conversion!

Dari semua ini jelaslah bahwa METANOIA melibatkan:


a) Pikiran / intellect (bdk. 2Tim 2:25).
b) Perasaan / emotion (bdk. 2Kor 7:10).
c) Kehendak / will (bdk. Kis 8:22).
Ini mengakibatkan perubahan hidup!

2) EPISTROPHE (kata benda) / EPISTREPHO (kata kerja).


Arti: ‘to turn, to turn back, to return’ (= berbelok, berbalik / berputar,
kembali).
Contoh:
 kata bendanya muncul dalam Kis 15:3.
 kata kerjanya muncul dalam Kis 3:19. Tetapi Kitab Suci Indonesia
salah terjemahan.
NIV: ‘repent, then, and turn to God’ (= jadi bertobatlah, dan
kembalilah kepada Allah).
NASB: ‘repent, therefore, and return’ (= karena itu bertobatlah, dan
kembalilah).
26
3) METAMELEIA (?) / METAMELOMAI.
Arti: ‘to regret / to be sorry, to change one’s mind’ (= menyesal,
mengubah pikiran).
Kata ini menekankan pertobatan dan bersifat retrospective (=
memandang ke belakang / masa lalu).
Contoh:
Mat 21:30 - ‘menyesal’ (untuk NIV/RSV/KJV: Mat 21:29).
Mat 21:32 - ‘menyesal’.
Mat 27:3 - ‘menyesallah’.
2Kor 7:10 - ‘disesalkan’.
Ibr 7:21 - ‘menyesal’.

II) Hal-hal yang perlu diketahui tentang conversion.

1) Conversion terjadi di alam sadar (conscious life), dan ini merupakan


perbedaannya dengan regeneration / kelahiran baru, yang terjadi di alam
bawah sadar (sub-conscious life).

2) Conversion dalam arti yang sebenarnya / ketat, hanya bisa terjadi 1 x.

3) Conversion mencakup 2 hal:

a) Repentance (= Pertobatan): ini lebih bersifat retrospective (= melihat


ke belakang / masa lalu).

b) Faith (= Iman): ini lebih bersifat prospective (= melihat ke depan /


masa yang akan datang).

Catatan: Dua hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam pelajaran-pelajaran
yang akan datang.

4) Conversion dilakukan oleh:

a) Allah.
Dasar Kitab Suci: Maz 85:5 Yer 31:18 Rat 5:21 Kis 11:18 2Tim 2:25.
Allah memakai:
 hukum, untuk mengerjakan repentance (bdk. Ro 3:20).
 Injil, untuk mengerjakan iman (bdk. Ro 10:13-15,17).

b) Manusia.
Manusia bekerja sama dengan Allah dalam terjadinya conversion.
Kalau dalam regeneration, manusia pasif secara mutlak, maka dalam
conversion manusia boleh dikatakan aktif dan pasif! Karena apa?
Karena sekalipun manusia bekerja sama dengan Allah, tetapi manusia
hanya bisa bekerja sama kalau Allah lebih dulu bekerja. Dan manusia
itu bisa dan mau bekerja sama itupun juga karena pekerjaan Allah
Keaktifan manusia dalam conversion bisa terlihat dari:
 Dalam Perjanjian Lama, kata Ibrani SHUBH digunakan:
 74 x menunjuk pada tindakan manusia.
27
 15 x menunjuk pada tindakan Allah.
 Dalam Perjanjian Baru, conversion digunakan:
 26 x menunjuk pada tindakan manusia.
 2-3 x menunjuk pada tindakan Allah.
 Ayat-ayat Kitab Suci seperti: Yes 55:7 Yer 18:11 Yeh 33:11 Yeh
18:23,32 Kis 2:38 Kis 17:30.

III) Macam-macam conversion.

1) National conversion (= pertobatan nasional).


Misalnya: pertobatan Niniwe dalam Yunus 3:10.
Pertobatan nasional seperti ini tidak berarti bahwa semua individu betul-
betul bertobat.
Pertobatan seperti ini biasanya terjadi karena adanya seorang pemimpin
yang rohani. Dan biasanya, kalau pemimpin yang rohani itu mati, maka
orang-orangnya kembali ke dalam dosa / meninggalkan Tuhan.
Contoh: Hizkia membawa orang-orang Yehuda kembali kepada Tuhan
(2Raja-raja 18). Tetapi, setelah Hizkia mati dan digantikan oleh Manasye,
maka seluruh Yehuda kembali meninggalkan Tuhan (2Raja-raja 21).
Hal yang serupa terjadi berulang-ulang dalam kitab Hakim-hakim.

2) Temporary conversion (= pertobatan sementara).


Semua orang yang kelihatannya sudah mengalami conversion, tetapi
yang lalu murtad, termasuk golongan ini.
Contoh: Mat 13:20-21 1Tim 1:19-20 2Tim 2:17-18 2Tim 4:10 Ibr 6:4-6
1Yoh 2:19.
Ini tidak berarti bahwa orang yang mengalami conversion jenis ini harus /
pasti akan murtad! Bisa saja ia bertahan sampai mati di dalam gereja /
lingkungan kekristenan, tetapi tetap tidak akan selamat, karena ini bukan
conversion yang sejati!

3) Repeated conversion (= pertobatan berulang-ulang).


Orang yang sudah mengalami conversion, lalu jatuh dalam dosa lagi, lalu
bertobat lagi
Contoh: Luk 22:32 Wah 2:5,16,21,22 Wah 3:3,19.
Dalam arti yang sebenarnya, ini bukan conversion, karena conversion tak
bisa terulang!

Louis Berkhof: “It should be understood, however, that conversion in the


strictly soteriological sense of the word is never repeated” (= Bagaimanapun
harus dimengerti bahwa pertobatan dalam arti soteriologi yang ketat, tidak
pernah terulang) - ‘Systematic Theology’, hal 484.

Penerapan: dalam KKR, sering ada calling bagi orang yang mau percaya
dan terima Yesus. Banyak orang yang setiap kali ada calling (di KKR
manapun) untuk terima Yesus, lalu maju ke depan. Tindakan seperti ini
justru menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai keyakinan dan
belum mengalami conversion yang sejati

28
4) True conversion (= pertobatan yang benar / sejati).
 ini terjadi karena adanya regeneration / kelahiran baru.
Seseorang mengatakan:
“A conversion that is not rooted in regeneration is no true conversion” (=
suatu pertobatan yang tidak berakar dalam kelahiran baru, bukanlah
pertobatan yang sejati / benar).
 harus ada perubahan pikiran, pandangan, keinginan dan kemauan
 ada keyakinan bahwa hidup yang lama itu salah, dan ada perubahan
dalam seluruh jalan kehidupan.

-o0o-

29
FAITH / IMAN
I) Object dari iman.

1) Secara umum, object dari iman adalah Kitab Suci.


Orang Kristen yang sejati harus percaya pada Kitab Suci. Dengan kata
lain, Kitab Suci harus menjadi dasar iman orang kristen.
Ini disebabkan karena:
 Kitab Suci adalah firman Allah.
 Allah itu setia dan benar, sehingga tidak mungkin berdusta / menga-
takan sesuatu yang salah / tidak benar.

Banyak orang yang dasar imannya bukan Kitab Suci, seperti:

a) Roma Katolik menjadikan gereja sebagai dasar iman.


Karena itu, mereka punya banyak doktrin / dogma yang tidak
berdasarkan Kitab Suci, tetapi tetap mereka terima sebagai kebenaran
dan mereka imani, karena itu merupakan keputusan-keputusan sidang
gereja.
Contoh: doktrin tentang api pencucian, Maria yang lahir dan hidup
tanpa dosa, Maria yang diangkat ke surga, doa kepada Maria dsb.
Semua ini sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci tetapi tetap
dipercaya oleh orang Katolik.

b) Rationalists menjadikan ratio (= akal / pikiran) sebagai dasar iman.


Ini makin lama makin banyak dalam kalangan orang liberal, yang
menolak bagian-bagian Kitab Suci yang mereka anggap tidak masuk
akal.

c) Juga banyak orang kristen yang menjadikan khotbah pendetanya /


aliran gerejanya sebagai dasar iman. Artinya, mereka mempercayai
secara membuta apapun yang dikatakan pendetanya / aliran
gerejanya, tanpa peduli apakah hal itu sesuai Kitab Suci atau tidak!

d) Ada lagi orang kristen yang menggunakan pengalaman sebagai dasar


iman. Orang-orang ini menganggap bahwa pengalaman seseorang
harus juga menjadi pengalaman orang yang lain. Jadi kalau ada orang
mengalami kesembuhan secara mujijat, maka orang yang lain juga
harus mengalami hal yang sama

Tetapi, dasar / object iman yang benar adalah Kitab Suci!


Louis Berkhof:
 “Tertullian stressed the fact that faith accepts a thing on authority, and not
because it is warranted by human reason” (= Tertulian menekankan fakta
bahwa iman menerima sesuatu berdasarkan otoritas, dan bukan karena
hal itu dibenarkan oleh akal manusia) - ‘Systematic Theology’, hal 496.
 “Christian faith in the most comprehensive sense is man’s persuasion of the
truth of Scripture on the basis of the authority of God” (= Iman kristen
30
dalam arti yang paling luas adalah kepercayaan manusia pada
kebenaran Kitab Suci berdasarkan otoritas Allah) - ‘Systematic
Theology’, hal 501.

Dasar Kitab Suci untuk mengatakan bahwa iman harus berdasarkan Kitab
Suci / Firman Tuhan: Yoh 6:45 Yoh 17:20 Yoh 20:31 Ro 10:17.

2) Secara khusus, object dari iman adalah:

a) Pekerjaan / karya keselamatan Kristus.


Ini mencakup inkarnasi, kehidupanNya yang suci, kematianNya di salib
untuk menebus dosa manusia, kebangkitanNya dari antara orang mati,
kenaikanNya ke surga.
Jadi, orang kristen yang sejati harus percaya bahwa Kristus memang
sudah melakukan / mengalami hal-hal itu.

b) Diri Kristus sendiri


Tidak cukup saudara hanya percaya tentang hal-hal tertentu yang
Kristus lakukan; saudara juga harus percaya kepada Kristus!
Cobalah renungkan, apakah selama ini saudara hanya sekedar
percaya tentang apa yang Kristus lakukan, atau apakah saudara
sudah betul-betul percaya kepada Kristus?

Dasar Kitab Suci:


ad a) Yoh 20:31 Ro 10:9 dan 1Yoh 5:1 mengatakan bahwa kita harus
‘percaya bahwa ...’. Ini jelas menunjukkan bahwa kita harus
mempercayai suatu informasi / ajaran tentang Kristus, yaitu karya
keselamatan yang Ia lakukan.
ad b) Yoh 3:15,16,18 Yoh 6:40 Kis 16:31 Kis 20:21 dan banyak ayat
Kitab Suci yang lain menunjukkan dengan jelas bahwa kita harus
percaya kepada Kristus!

Karena itu, maka dalam Pemberitaan Injil, Paulus selalu menekankan


pemberitaannya pada diri Kristus dan karya keselamatanNya (bdk. 1Kor
1:22-23 1Kor 2:2 1Kor 15:3-4).
Penerapan: apakah saudara juga memberitakan Injil dengan cara yang
sama?

Ada orang yang percaya pada object umum (Kitab Suci) dulu, dan setelah itu
baru percaya kepada object khusus (Kristus). Ada juga yang sebaliknya.

II) Terjadinya iman.

1) Iman adalah pemberian Allah (Mat 11:25-27 Mat 16:17 Yoh 6:44,65 Yoh
12:32 Yoh 17:6 Kis 11:18 1Kor 12:3 Ef 2:8-9 Fil 1:29).
Hanya kalau iman adalah pemberian Allah, maka keselamatan /
pembenaran kita bisa disebut sebagai anugerah gratis / cuma-cuma dari
Allah (bdk. Ro 3:24).

Ada illustrasi yang sangat populer yang sering dipakai dalam penginjilan:
31
ada orang yang mau memberikan uang (simbol dari Allah yang mau
memberi keselamatan), kepada seorang pengemis (simbol dari orang
berdosa). Tetapi supaya uang itu menjadi miliknya, pengemis itu harus
mau mengulurkan tangannya (simbol dari iman).
Kesalahan illustrasi ini adalah: iman tidak digambarkan sebagai
pemberian Allah, dan manusia sendiri bisa beriman
Komentar Herman Hoeksema, seorang ahli theologia Reformed, tentang
illustrasi ini: “The natural man has no hand whereby he is able to accept the
salvation of God in Christ Jesus” (= Manusia duniawi tidak mempunyai
tangan dengan mana ia dapat menerima keselamatan Allah dalam Yesus
Kristus) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 479.

Ada 3 macam ajaran tentang hal ini:

a) Ajaran Pelagianisme.
Manusia sendiri, tanpa pertolongan Allah, bisa beriman (bahkan bisa
selamat tanpa Kristus!). Ajaran ini sudah dari dulu dikecam sebagai
ajaran sesat!

b) Ajaran Arminianisme / Semi-Pelagianisme.


Manusia sendiri memang tidak bisa beriman. Tetapi Allah sudah
memberi kasih karunia kepada semua manusia, sehingga semua
manusia sudah diangkat ke suatu keadaan dimana mereka sekarang
bisa memilih, apakah mereka mau beriman atau tidak.
Ini bertentangan dengan komentar Calvin tentang Yoh 6:37 dimana ia
berkata:
“Faith is not a thing which depends on the will of men” (= Iman bukanlah
sesuatu yang tergantung pada kehendak manusia).

Jadi, dalam Arminianisme keselamatan seseorang tergantung kepada


orang itu sendiri, bukan tergantung kepada Allah.
Dan Arminianisme juga mengajarkan bahwa kalau orang itu mau
beriman, maka itu merupakan tindakan yang baik, yang layak
mendapatkan pahala. Semua ini jelas sekali bertentangan dengan Ef
2:8-9!

c) Ajaran Calvinisme / Reformed.


Manusia tidak bisa melakukan kebaikan apa-apa, dan juga tidak bisa
beriman [Ini termasuk dalam doktrin Total Depravity (= kebejatan total)
atau Total Inability (= ketidakmampuan total)]. Tetapi, kepada orang-
orang pilihanNya, Allah memberikan kasih karunia, dengan melahir-
barukan mereka, memanggil mereka [effectual calling (= panggilan
efektif)], dan memberikan iman kepada mereka (Fil 1:29 Kis 11:18),
sehingga mereka beriman dan diselamatkan.
Jadi, Allah bukan sekedar memberikan kemampuan untuk beriman,
tetapi memberikan iman itu sendiri kepada orang pilihanNya.

Dalam komentarnya tentang Yoh 6:45, Calvin berkata:

32
“He gives to them not only the choice of believing, but faith itself” (= Ia
memberi kepada mereka bukan hanya pemilihan untuk percaya tetapi
iman itu sendiri).

Jadi, kalau dalam Arminianisme, pemberian kasih karunia Allah itu


sekedar memungkinkan keselamatan semua manusia, maka dalam
Calvinisme / Reformed, pemberian kasih karunia Allah itu memastikan
keselamatan orang pilihan.
Jadi, dalam ajaran Calvinisme / Reformed, keselamatan manusia
sepenuhnya tergantung kepada Allah dan sepenuhnya merupakan
anugerah cuma-cuma dari Dia (bdk. Ro 3:24)! Dan karena itu, kalau
kita bisa dan mau beriman (bdk. Fil 2:13), sebetulnya tidak ada
sedikitpun kebaikan dalam tindakan itu, karena semua itu dari Allah!

Kata-kata Archbishop William Temple dikutip oleh John Stott sebagai


berikut:
“All is of God. The only thing of my very own which I contribute to my
redemption is the sin from which I need to be redeemed” (= Semua dari Allah.
Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan pada
penebusanku adalah dosa dari mana aku perlu ditebus) - ‘The Preacher’s
Portrait’, hal 44-45.

Penerapan:
Sebetulnya kita tidak lebih baik dari orang lain! Tetapi Allah memilih kita
dan menganugerahkan iman kepada kita sehingga kita selamat. Semua
ini seharusnya membuat kita senantiasa:
 mengucap syukur kepadaNya dan memuji Dia.
 mengasihi Dia dengan segenap hati, pikiran dan jiwa.
 mengutamakan Dia di atas segala-galanya.
 rela berkorban untuk Dia.
 mau menyangkal diri dan hidup bagi Dia.
Sudahkah saudara melakukan semua ini? Maukah saudara melakukan-
nya?

2) Iman adalah aktivitas manusia


Sekalipun iman adalah pemberian dari Tuhan, tetapi Tuhan tidak beriman
untuk kita. Kita sendirilah yang beriman! Dan karena itu maka iman
disebut sebagai aktivitas manusia (bukan ‘usaha manusia’ - Ef 2:8-9).

John Murray: “Regeneration is the act of God and of God alone. But faith is
not the act of God; it is not God who believes in Christ for salvation, it is the
sinner. It is by God’s grace that a person is able to believe but faith is an activity
on the part of the person and of him alone” (= Kelahiran baru adalah
tindakan Allah dan hanya tindakan Allah saja. Tetapi iman bukanlah
tindakan Allah; bukan Allah yang percaya kepada Kristus untuk
keselamatan, tetapi orang berdosanyalah yang percaya kepada Kristus. Oleh
kasih karunia Allahlah seseorang bisa percaya tetapi iman adalah aktivitas
dari orang itu dan hanya dari dia saja) - ‘Redemption Accomplished and
Applied’, hal 106.

33
Dasar Kitab Suci bahwa iman adalah aktivitas manusia:

a) Tuhan memerintahkan kita supaya beriman (Yoh 6:29 Kis 16:31 1Yoh
3:23).
Perintah Tuhan ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai
tanggung jawab untuk beriman kepada Yesus! Di sini terlihat
perbedaan antara iman dan kelahiran baru. Kelahiran baru merupakan
pekerjaan Roh Kudus secara mutlak, dan dalam peristiwa kelahiran
baru itu kita pasif total! Kelahiran baru bukanlah tindakan ataupun
tanggung jawab kita, dan karena itu Tuhan tidak pernah memberikan
perintah kepada kita supaya dilahirbarukan! Karena itu pada waktu
rasul-rasul memberitakan Injil, mereka menyuruh orang percaya
kepada Yesus, bertobat dan dibaptis, tetapi mereka tidak pernah
menyuruh siapapun untuk dilahirbarukan!

b) Dalam Kitab Suci, ‘iman / percaya’ ditunjukkan dengan bermacam-


macam penggambaran / istilah, seperti:
 memandang / berpaling (Yes 45:22).
 menerima (Yoh 1:12) atau mengundang / membukakan pintu (Wah
3:20).
Catatan: Istilah ‘menerima / mengundang Yesus’ sebetulnya sama
dengan ‘percaya kepada Yesus’! Jadi, dalam pemberitaan Injil,
jangan membedakan dua istilah ini dengan menyuruh orang untuk
percaya kepada Yesus dan menerima / mengundang Yesus,
seakan-akan percaya kepada Yesus saja belum cukup untuk
menyelamatkan dia.
 makan / minum (Yoh 4:13-14 6:54 7:37-39).
 datang (Mat 11:28 Yoh 5:40 6:37,44,65 7:37).
 ikut (Mat 4:19).
Perhatikan bahwa semua penggambaran / istilah ini merupakan
tindakan yang aktif! Ini jelas menunjukkan bahwa iman adalah suatu
tindakan aktif / aktivitas dari manusia!

Hubungan kedua hal di atas:

A) Bagaimanapun juga kita harus memandang iman terutama sebagai


pemberian Allah, bukan sebagai aktivitas manusia, karena manusia hanya
bisa beriman, kalau Allah memberikan iman itu kepadanya.

Louis Berkhof:
“They (the reformers) regarded faith, primarily as a gift of God and only
secondarily as an activity of man in dependence on God” [= Mereka (tokoh-
tokoh reformasi) menganggap iman terutama sebagai pemberian Allah dan
baru setelah itu sebagai aktivitas manusia dalam ketergantungannya kepada
Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 497.

B) Kalau Allah memberikan iman kepada seseorang, bisakah orang itu lalu
menolak pemberian itu, sehingga ia tidak diselamatkan?
Arminianisme menjawab : bisa!
Tetapi Calvinisme / Reformed menjawab: tidak! Ini dinyatakan oleh point
34
ke 4 dari 5 perbedaan utama antara Calvinisme dan Arminianisme, yaitu
Irresistible Grace (= kasih karunia yang tidak bisa ditahan / ditolak).
Alasannya:
 Allah hanya memberikan iman kepada orang yang telah Ia pilih untuk
diselamatkan (Predestinasi). Kalau orang itu bisa menolak iman yang
Allah berikan, maka itu berarti Predestinasi / Rencana Allah itu bisa
gagal, padahal Kitab Suci berkata bahwa Predestinasi / Rencana Allah
itu tidak mungkin berubah / gagal (Ayub 42:2 Maz 33:10-11 Yes
14:24,26,27 Yes 46:10-11).
Bandingkan dengan Kis 13:48b yang mengatakan: ‘semua orang yang
ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya’!
 Allah hanya memberikan iman kepada orang yang telah Ia lahir
barukan. Dan orang yang telah dilahirbarukan, jelas telah mengalami
pembaharuan dalam kemauan / kehendaknya, sehingga tidak mungkin
ia menolak iman yang Allah berikan kepadanya.
 Allah hanya memberikan iman kepada orang yang Ia panggil dengan
effectual / internal calling (= panggilan efektif / di dalam). Sesuai
dengan namanya, maka panggilan ini pasti efektif / pasti berhasil
mempertobatkan orang yang dipanggil itu. Jadi, tidak mungkin orang
itu menolak panggilan ini!
 Juga, kalau kita melihat pada Ro 8:29-30, maka kita bisa melihat
adanya ‘rantai keselamatan’ yang tidak mungkin terputuskan! Orang
yang Allah tentukan untuk selamat, akhirnya pasti dimuliakan! Jadi, tak
mungkin ia menolak iman yang Allah berikan kepadanya!
Tetapi ada satu hal lain yang menarik yang bisa didapatkan dari ayat
ini, yaitu bahwa Ro 8:29-30 ini menggunakan kata-kata kerja dalam
bentuk lampau (past tense).
NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the
likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers.
And those he predestined, he also called; those he called, he also justified;
those he justified, he also glorified”.
Memang tidak aneh kalau ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu) dan
‘predestined’ (= dipredestinasikan) ada dalam bentuk lampau, karena
itu memang terjadi pada masa yang lampau, tetapi mengapa ‘called’ (=
dipanggil), ‘justified’ (= dibenarkan), dan ‘glorified’ (= dimuliakan), juga
ada dalam bentuk lampau? Loraine Boettner memberikan penafsiran
yang menarik tentang hal ini dimana ia berkata: “Paul has cast the verse
in the past tense because with God the purpose is in principle executed when
formed, so certain is it of fulfillment” (= Paulus telah melemparkan ayat
itu ke dalam past tense karena dengan Allah, maksud / tujuan / rencana
itu pada dasarnya dilaksanakan pada saat dibentuk, begitu pastinya
penggenapan tujuan itu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 85-86. Jadi, ayat ini menjamin keberhasilan dari Predestinasi
maupun panggilan effektif dari Allah.

III) Macam-macam iman.

1) Historical faith (= iman yang bersifat sejarah).


 Ini tidak berarti bahwa orang itu hanya menerima kejadian / fakta

35
sejarah dalam Kitab Suci.
 Ini juga bukan iman yang didasarkan atas kesaksian sejarah.
 Ini adalah jenis iman dimana pemiliknya menerima / mempercayai
kebenaran Kitab Suci / Injil dengan cara yang sama seperti ia
menerima / mempercayai pelajaran sejarah. Ia mempercayai Yesus
sama seperti ia mempercayai Napoleon atau Hitler dalam sejarah.
Iman seperti ini hanya bersangkutan dengan pengertian intelektual
belaka, dan sama sekali tidak berakar dalam hati, dan sama sekali
tidak mempunyai tujuan moral / rohani (tidak ada tujuan untuk hidup
lebih suci / mendekat kepada Allah).
 Iman seperti ini jelas tidak bisa menyelamatkan!
 Iman seperti ini bisa dihasilkan oleh tradisi (lahir dalam keluarga
kristen), pendidikan, pendapat umum, pemikiran bahwa ajaran Kitab
Suci itu indah, dsb.

2) Miraculous faith (= iman yang bersifat mujijat).


 Ini adalah iman dimana seseorang itu percaya bahwa ia akan bisa
melakukan atau mengalami suatu mujijat, atau iman yang ditimbulkan
karena orangnya melihat terjadinya suatu mujijat (bdk. Yoh 11:45).
 Iman seperti ini jelas tidak bisa menyelamatkan!
Ingat bahwa kita diselamatkan kalau kita percaya kepada Kristus
sebagai Juruselamat yang telah mati dan bangkit untuk kita, bukan
karena kita sekedar percaya bahwa Kristus bisa melakukan mujijat.
Karena itu, dalam memberitakan Injil / betrsaksi, janganlah menonjol-
kan Kristus sekedar sebagai penyembuh penyakit / pelaku mujijat /
penolong secara jasmani! Tonjolkan Dia sebagai penolong secara
rohani / Juruselamat dosa, melalui kematianNya di kayu salib dan
kebangkitanNya dari antara orang mati! Ingat bahwa nama ‘Yesus’
diberikan ‘karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa
mereka’ (Mat 1:21).
 Iman mujijat ini bisa saja disertai oleh iman yang sejati, seperti dalam
kasus Mat 8:5-13. Tetapi bisa juga tidak!

3) Temporary / temporal faith (= iman sementara).


Ini adalah iman dari orang yang digambarkan oleh Yesus sebagai tanah
yang berbatu-batu (Mat 13:20-21).
Ada beberapa ciri dari iman ini:
 Iman ini timbul karena orangnya mendengar Firman Tuhan (Mat
13:20), tetapi Firman Tuhan ini hanya merupakan external calling (=
panggilan luar) dari Allah.
 Emosi dari orangnya terlibat (Mat 13:20 - ‘menerimanya dengan
gembira’). Terlibatnya emosi adalah sesuatu yang baik, kalau intelek
dan kehendak ikut terlibat. Tetapi kalau hanya emosi saja yang terlibat,
maka ini jelas bukan iman yang sejati.
 Tujuan orangnya dalam percaya / ikut Yesus adalah: hanya menerima
hal-hal yang enak-enak saja, seperti pengampunan dosa, menjadi
anak Allah, menerima berkat Tuhan, masuk surga, dsb
R. L. Dabney:
 “The tendency of human selfishness is ever to degrade Christ’s sacrifice

36
into a mere expedient for bestowing impunity” (= Kecondongan dari
keegoisan manusia adalah selalu merendahkan pengorbanan Kristus
menjadi semata-mata suatu jalan yang berguna untuk memberikan
kebebasan dari hukuman) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal
601.
 “No one rises above the faith of the stony-ground hearer, until he
desires and embraces Christ as a deliverer from depravity and sin as well
as hell” (= Tidak seorangpun mempunyai iman yang melebihi iman
dari pendengar golongan tanah berbatu, sampai ia menginginkan dan
memeluk Kristus sebagai seorang pembebas dari kebejadan dan dosa
maupun dari neraka) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 601.
 Iman ini hanya bersifat sementara; pada saat ada penganiayaan /
penderitaan karena imannya, maka orangnya segera murtad (Mat
13:21)! Kalaupun ternyata iman ini bisa bertahan sampai orangnya
mati, jelas bahwa orangnya tidak akan selamat karena iman seperti ini.
 Tidak akan ada buah dalam kehidupan orang yang mempunyai iman
seperti ini (Mat 13:20-21).
 Contoh iman jenis ini: 1Tim 1:19-20 2Tim 2:17-18 1Yoh 2:19.

4) True saving faith (= iman yang menyelamatkan yang benar)


 Iman ini berakar dalam hidup yang sudah dilahirbarukan, yang dalam
Mat 13:8,23 digambarkan sebagai ‘tanah yang baik’.
 Iman ini timbul karena internal / effectual calling (= panggilan di
dalam / effektif).
 Ada buah dalam kehidupan orang itu (Mat 13:8,23), yang
menunjukkan bahwa orang itu menerima Kristus bukan hanya sebagai
pembebas dari hukuman, tetapi juga sebagai pembebas dari
perhambaan dosa / penyuci kehidupan kita.
John Murray: “It is an old and time-worn objection that this doctrine
ministers to licence and looseness. Only those who know not the power of
the gospel will plead such misconception. Justification is by faith alone, but
not by a faith that is alone. ... Faith alone justifies but a justified person
with faith alone would be a monstrosity which never exists in the kingdom
of grace. ... faith without works is dead (cf. James 2:17-20). No one has
entrusted himself to Christ for deliverance from the guilt of sin who has not
also entrusted himself to him for deliverance from the power of sin” [=
Merupakan keberatan yang sudah lama dan usang bahwa doktrin ini
menyebabkan / mendukung kebebasan yang berlebihan dan kelonggaran
(untuk berbuat dosa). Hanya mereka yang tidak mengenal kuasa injil
yang akan menyatakan konsep salah seperti itu. Pembenaran adalah oleh
iman saja, tetapi bukan oleh iman yang ada sendirian. ... Iman saja
membenarkan, tetapi seseorang yang dibenarkan yang hanya
mempunyai iman merupakan suatu hal yang mengerikan yang tidak
pernah ada dalam kerajaan kasih karunia. ... iman tanpa perbuatan
adalah mati (bdk. Yak 2:17-20). Tidak seorangpun yang telah
mempercayakan dirinya kepada Kristus untuk pembebasan dari
kesalahan dari dosa yang tidak juga mempercayakan dirinya kepadaNya
untuk pembebasan dari kuasa dosa] - ‘Redemption accomplished and
applied’, hal 131.
 Iman seperti ini pasti akan bertahan sampai mati, atau sampai Kristus
37
datang kedua kalinya (bdk. Yoh 8:31-32 1Yoh 2:19). Semua orang
yang murtad pasti tidak mempunyai iman jenis ini!

IV) Elemen-elemen iman yang benar.

Perlu diingat bahwa iman merupakan aktivitas dari seluruh manusia,


bukan dari sebagian manusia. Karena itu, iman yang benar mempunyai
elemen-elemen sebagai berikut:

1) NOTITIA.

Kata bahasa Latin ini artinya sama dengan kata bahasa Inggris
'notice', yang berarti ‘informasi’.

a) Ini merupakan elemen intelektual.


Supaya seseorang bisa disebut beriman, maka harus ada informasi
yang disampaikan kepada orang itu dan harus ada pengertian yang
benar tentang informasi itu.

b) Yang dimaksud dengan informasi bukanlah seluruh Kitab Suci atau


ajaran-ajaran yang sukar dari Kitab Suci seperti doktrin Allah
Tritunggal dsb, tetapi ajaran dasar kekristenan / Injil.
Dari sini terlihat pentingnya ajaran tentang:
 dosa dan hukumannya.
 keadilan dan kasih Allah.
 Yesus Kristus, khususnya tentang:
 keilahianNya dan kemanusiaanNya.
 kematianNya untuk menebus semua dosa kita, yaitu dosa
asal, dosa lalu dan dosa yang akan datang
 kebangkitanNya dari antara orang mati.
 keselamatan hanya karena iman, bukan karena perbuatan baik.
 hubungan antara iman dan perbuatan baik.
Tetapi, berapa banyaknya informasi yang dibutuhkan, tidak bisa
diketahui / ditentukan dengan tepat.

Louis Berkhof:
“It is impossible to determine with precision just how much knowledge is
absolutely required in saving faith” (= adalah tidak mungkin untuk
menentukan dengan tepat berapa banyak pengetahuan yang
dibutuhkan secara mutlak dalam iman yang menyelamatkan) -
‘Systematic Theology’, hal 504.

Ada hal-hal yang pasti harus ada, misalnya orang itu harus tahu
bahwa:
 Yesus adalah Allah yang telah menjadi manusia.
 Yesus mati disalib untuk menebus dosanya.
 Yesus bangkit dan menang atas dosa, maut, dan iblis.
 Ia diselamatkan dengan beriman, bukan dengan berbuat baik.

38
Tetapi ada juga hal-hal lain yang belum tentu harus diketahui oleh
orang itu, seperti:
 Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Dalam hidup saya sendiri, pada waktu saya mula-mula percaya
kepada Yesus sebagai Juruselamat saya, saya belum tahu
bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga dan saya
menyangka bahwa ada banyak jalan ke surga. Tetapi saat itu
saya sudah mempunyai keyakinan bahwa dengan saya percaya
kepada Yesus sebagai Juruselamat saya, saya sudah selamat.
Beberapa saat setelah itu barulah saya mendengar dan
mengerti bahwa Yesus bukanlah salah satu jalan ke surga,
tetapi satu-satunya jalan ke surga.
 Yesus mati untuk semua dosa (dosa asal, dosa yang lalu, yang
sekarang dan yang akan datang).
Cukupkah bagi seseorang untuk tahu dan percaya bahwa
Yesus mati untuk menebus dosanya, atau haruskah ia tahu dan
percaya juga bahwa Yesus mati untuk menebus semua
dosanya, termasuk dosa yang akan datang? Saya tidak yakin
apa jawab atas pertanyaan ini.
Tetapi kalau saudara memberitakan Injil, maka jelas bahwa
saudara harus memberitakan bahwa Yesus adalah satu-satunya
jalan ke surga dan bahwa Yesus menebus semua dosa kita.

sampai sini
c) Dasar Kitab Suci:
 pada pelajaran tentang CONVERSION, kita telah melihat
bahwa CONVERSION melibatkan tambahan pengetahuan (lihat
pada kata Yunani METANOIA). Karena iman tercakup di dalam
CONVERSION, maka tidak bisa tidak, iman juga harus
melibatkan tambahan pengetahuan.
 Ayat-ayat seperti Mat 13:23 Yoh 6:45 17:20 20:31 Ro 10:13-
15,17 menunjukkan secara jelas bahwa iman tidak mungkin
bisa ada tanpa adanya tambahan pengetahuan / informasi dari
Firman Tuhan.
 Ayat-ayat seperti Mat 13:10-17 2Kor 3:14 2Kor 4:4
menunjukkan bahwa kalau pikiran seseorang tumpul / dibutakan
/ tidak diberi pengetahuan oleh Tuhan, maka orang itu tidak
mungkin bisa beriman.

d) Penerapan: harus adanya NOTITIA dalam iman yang benar


menyebabkan:
 kita bisa mengechek apakah seseorang itu sungguh-sungguh
beriman atau tidak, dari pengetahuannya.
Kalau ia mempunyai pengetahuan yang benar, maka mungkin
(tetapi belum tentu) ia adalah orang yang sungguh-sungguh
beriman [tergantung apakah elemen iman yang ke 2
(ASSENSUS) dan ke 3 (FIDUCIA) ada padanya atau tidak].
Tetapi, kalau ia tidak mempunyai pengetahuan, atau kalau ia
39
mempunyai pengetahuan yang salah (misalnya kalau ia
mengira bahwa dengan dibaptis, rajin ke gereja, taat dsb ia bisa
diselamatkan) maka ia pasti bukan orang yang sungguh-
sungguh beriman.
Catatan: pada waktu mengecheck iman seseorang
menggunakan cara ini, kita harus berhati-hati, karena ada
orang, yang sekalipun mempunyai pengetahuan yang benar,
tetapi tidak bisa menjelaskannya / mengungkapkannya,
sehingga seolah-olah ia tidak mempunyai pengetahuan yang
benar, atau seolah-olah ia mempunyai pengetahuan yang
salah.
 Pemberitaan Injil, yang merupakan penyampaian informasi,
adalah sesuatu yang sangat penting! Tanpa ini, orang-orang
disekeliling saudara tidak bisa mendapatkan NOTITIA sehingga
tidak bisa beriman kepada Yesus!
Gereja yang hanya mengajarkan moral / etika, akan
menyebabkan jemaatnya tidak mempunyai NOTITIA, dan
karena itu hanya akan menghasilkan orang-orang kristen KTP!
Demikian juga dengan gereja yang hanya menekankan emosi
yang berkobar-kobar, atau yang menyuruh jemaatnya untuk
percaya tanpa mengerti apa-apa, hanya bisa menghasilkan
orang kristen KTP!
Karena itu, kita semua harus memberitakan Injil, baik secara
massal maupun secara pribadi!
 Memberitakan Injil kepada orang yang tidak / belum bisa
mengerti, seperti orang gila, orang idiot, anak kecil yang belum
bisa mengerti, adalah sesuatu yang sia-sia, karena informasi itu
bukan hanya perlu untuk disampaikan kepada mereka, tetapi
juga harus dimengerti oleh mereka!
 Pemberitaan Injil tidak bisa digantikan dengan:
 doa untuk pertobatan orang lain.
Sekalipun doa untuk pertobatan orang lain itu adalah
sesuatu yang sangat penting, tetapi ini hanya bisa berguna
kalau dibarengi dengan pemberitaan Injil kepada orang itu!
Doa tanpa pemberitaan Injil, tidak akan menyebabkan
orangnya mendapatkan NOTITIA, dan karena itu tidak
memungkinkannya untuk percaya kepada Yesus.
 kesalehan hidup.
Sama seperti doa untuk pertobatan orang lain, kesalehan
hidup juga adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi ini
juga hanya bisa berguna kalau dibarengi dengan
pemberitaan Injil kepada orang itu! Hidup saleh tanpa
melakukan pemberitaan Injil, juga tidak menyebabkan orang
itu mendapat NOTITIA, dan karena itu tidak memungkinkan
orang itu untuk percaya kepada Yesus.
Karena itu, kita harus menghindari Social Gospel (Injil
Sosial), yaitu cara 'penginjilan' yang dipakai oleh gereja-
gereja yang liberal, dimana mereka pergi ke panti-panti
asuhan, atau daerah yang terkena bencana alam dsb, tetapi
mereka hanya memberikan bantuan sosial saja (makanan,
40
pakaian, uang), dan mereka tidak memberitakan Injil. Orang-
orang yang mereka layani, akan merasa senang dan
menganggap orang kristen itu baik, tetapi mereka tidak
mendapatkan NOTITIA dan karena itu mereka tak bisa
percaya kepada Yesus, dan tak akan diselamatkan!
Gereja / orang kristen mempunyai tugas utama untuk
memberitakan Injil, bukan untuk menjadi Sinterklaas!
 memberitakan Injil dengan Injil yang miring, dimana Yesus
ditekankan bukan sebagai Juruselamat dan Tuhan, tetapi
hanya sebagai dokter, pemberi berkat / kekayaan, penolong,
akan memberikan NOTITIA yang salah, dan karena itu akan
menghasilkan iman yang salah, yang dalam arti yang
sebenarnya bukanlah iman.

2) ASSENSUS.

Kata bahasa Latin ini artinya sama dengan kata bahasa Inggris
‘assent’, yang berarti ‘persetujuan’.
Ini juga merupakan suatu elemen yang harus ada pada iman yang
sejati! Jadi, tidak cukup seseorang hanya mendengar dan mengerti
Injil! Ia juga harus menyetujui Injil itu!

Dasar Kitab Suci:


Kitab Suci sering menggunakan istilah bahasa Yunani PISTEUO HOTI
yang berarti ‘believe that’ (= percaya bahwa).
Contoh: Yoh 20:31 Ro 10:9 1Yoh 5:1
Ini jelas menunjukkan suatu persetujuan terhadap informasi / Injil yang
telah didengar dan dimengerti!

ASSENSUS ini mencakup 2 hal:

a) Intellectual assent (= persetujuan intelek).


Ini berarti bahwa secara logika / intelektual orang itu harus
mengakui kebenaran dari Injil.
Kalau secara logika saja ia tak bisa menerima kebenaran Injil,
maka jelas ia tak bisa dikatakan sebagai orang yang percaya.
Disamping itu, kalau kita berkata bahwa seseorang itu percaya,
maka jelas yang dimaksudkan adalah seluruh orang itu percaya,
berarti termasuk akal / pikirannya.

b) Emotional assent ( = persetujuan emosi).


Kalau memang seluruh orang itu percaya, maka tentu tak cukup
hanya logika / akalnya saja yang menyetujui kebenaran Injil.
Perasaannyapun harus ikut terlibat!
Misalnya:
 ia merasa bahwa dirinya adalah orang berdosa yang harus
dihukum oleh Tuhan.
 ia merasa akan kasih Allah dalam pengorbanan Kristus.
 ia merasa berminat terhadap Kristus.
 ia merasa bahwa Kristus bisa memenuhi kebutuhan rohaninya.
41
 ia merasa yakin (mantap) akan kebenaran Injil.

Dasar Kitab Suci:


Ro 10:10 - percaya dalam hatimu
Kis 2:37 (NIV) - ‘cut to the heart’ (= teriris hatinya)

3) FIDUCIA.

Kata bahasa Latin ini mempunyai arti yang sama dengan kata bahasa
Inggris ‘fiducial’ atau ‘trust’ (to trust = mempercayakan diri)

a) Ini adalah elemen kehendak dari iman.


Jadi, iman yang sejati tak hanya menyangkut intelek dan emosi,
tetapi juga menyangkut kehendak / kemauan seseorang.
Adanya elemen ini dalam iman yang sejati menyebabkan adanya
tindakan sehingga:
 ada kontak langsung antara orang itu dengan Yesus
 orang yang beriman itu akan bersandar kepada Yesus saja
dalam hal keselamatan rohaninya.
 kalau orang itu bersandar kepada Yesus dan kepada
sesuatu / seseorang yang lain (perbuatan baiknya sendiri,
agama lain, Maria dsb), maka ia tidak bisa disebut sebagai
orang beriman!
 kalau orang itu bersandar kepada Yesus dalam hal jasmani
(penyakit, problem dsb), tetapi tidak dalam keselamatan
rohani, maka ia jelas juga bukan orang yang beriman.

Illustrasi populer yang menunjukkan perbedaan to believe (= percaya)


dan to trust (= mempercayakan diri) adalah illustrasi tentang
Penyeberang air terjun Niagara. Orang yang ‘sekedar percaya’
(believe) bahwa penyeberang itu bisa menyeberangi air terjun Niagara
sambil membawa seseorang di atas kereta dorong, tidak akan mau /
tidak akan berani duduk di atas kereta dorong itu. Tetapi orang yang
‘mempercayakan dirinya’ (trust) kepada orang itu, akan mau / berani
duduk di atas kereta dorong itu.

b) Dasar Kitab Suci:


Kitab Suci sering menggunakan kata bahasa Yunani PISTEUO (=
believe / percaya), yang diikuti dengan kata depan EN / EIS / EPI (=
in / kepada).
Jadi, jelas bahwa orang yang betul-betul beriman, tidak hanya percaya
sesuatu tentang Yesus, tetapi juga percaya kepada Yesus!

V) Iman pada saat terakhir.

J. C. Ryle: “I know that people are fond of talking about deathbed evidences. They will
rest on words spoken in the hour of fear and pain and weakness, as if they might take
comfort in them about the friends they lose. But I am afraid in ninety-nine cases out of a
hundred such evidences are not to be depended on. I suspect that, with rare exceptions,
42
men die just as they have lived” (= Saya tahu bahwa banyak orang senang
membicarakan bukti-bukti ranjang kematian. Mereka bersandar pada kata-kata yang
diucapkan pada saat ketakutan dan sakit dan kelemahan, seakan-akan mereka bisa
mendapatkan hiburan dalam kata-kata itu tentang sahabat mereka yang hilang / mati.
Tetapi saya takut / kuatir bahwa 99 kasus dari 100 bukti-bukti seperti itu tidak bisa
diandalkan. Saya menduga bahwa dengan perkecualian yang sangat jarang, orang mati
sama seperti mereka telah hidup) - ‘Holiness’, hal 40.

-o0o-

43
REPENTANCE / PERTOBATAN
Lihat R. L. Dabney, ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 651-dst.
Lihat Murray, ‘Redemption Accomplished and Applied’ hal 113.
A. H. Strong, hal 829-dst

John Murray: “” (= ) - ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 113.

John Murray: “which is prior, faith or repentance? It is an unnecessary


question and the insistence that one is prior to the other is futile. There is
no priority. The faith that is unto salvation is a penitent faith and the
repentance that is unto life is a believing repentance” (= ) - ‘Redemption
Accomplished and Applied’, hal 113.

‘Westminster Confession of Faith’, Chapter XV: ‘Of Repentance unto Life’ (=


Tentang pertobatan kepada hidup).

1) Repentance unto life is an evangelical grace, the doctrine whereof is to be


preached by every minister of the Gospel, as well as that of faith in Christ (= ).

2) By it, a sinner, out of the sight and sense not only of the danger, but also of
the filthiness and odiousness of his sins, as contrary to the holy nature, and
righteous law of God; and upon the apprehension of His mercy in Christ to
such as are penitent, so grieves for, and hates his sins, as to turn from them
all unto God, purposing and endeavouring to walk with Him in all the ways of
His commandments (= ).

3) Although repentance be not to be rested in, as any satisfaction for sin, or any
cause of the pardon thereof, which is the act of God’s free grace in Christ; yet
it is of such necessity to all sinners, that none may expect pardon without it (=
).

4) As there is no sin so small, but it deserves damnation; so there is no sin so


great, that it can bring damnation upon those who truly repent (= ).

5) Men ought not to content themselves with a general repentance, but is every
man’s duty to endeavour to repent in his particular sins, particularly (= ).

6) As every man is bound to make private confession of his sins to God, praying
for the pardon thereof; upon which, and the forsaking of them, he shall find
mercy; so, he that scandalizeth his brother, or the Church of Christ, ought to
be willing, by a private or public confession, and sorrow for his sin, to declare
his repentance to those that are offended, who are thereupon to be reconciled
to him, and in love to receive him (= ).

Dr. Kelly:

“Repentance can be used to mean the same thing as conversion, when faith is
assumed” (= ) - hal 59
44
“Conversion is the broader act of turning in faith and repentance. Repentance
can refer to the ethical activity of the saved person, characterized by turning
away from sin and seeking after holiness” (= ) - hal 59.

Dalam Perjanjian Lama orang Israel sering melakukan pertobatan hanya


menggunakan upacara lahiriah, seperti berpuasa, mengenakan kain kabung,
meletakkan debu di kepala dsb (Ester 4:16 1Raja 21:27 Yes 58:5 Yunus 3:6,8
Neh 9:1 Daniel 9:3
Nabi-nabi sering menegur supaya hal-hal itu tidak dilakukan hanya sebagai hal
lahiriah / semu tanpa perubahan hidup (Hos 6:4-6 Yes 58:5-7 Yoel 2:13).

Calvin sering berdoa: “Lord, help us to hate our sins enough to turn from them
and quit doing them” (= ) - hal 64

R. L. Dabney: “” (= ) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal

Dabney (hal 651) berkata bahwa dalam bahasa Yunani ada 2 golongan kata
yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, artinya sama-sama adalah
‘repentance’ (= pertobatan). Yang pertama adalah METAMELOMAI dan
METAMELEIA, yang kedua adalah METANOEO dan METANOIA. Yang pertama
artinya adalah ‘regret, a merely natural feeling’ (= penyesalan, semata-mata
perasaan alamiah). Yang kedua adalah ‘change of mind after conduct’ (=
perubahan pikiran setelah tingkah laku).

Dalam METAMELEIA ada rasa takut atau malu karena dosa, tetapi ini hanya
bersifat egois; sedangkan dalam METANOIA ada kesadaran akan kekotoran dari
dosa dan ada rasa benci / jijik terhadap dosa (Dabney, hal 653).

Kelly selesai.
Dabney sampai hal 654

Dabney sangat sukar. Lebih baik lihat


Strong dan Murray dulu.

45
UNION WITH / TO CHRIST
Dabney, hal 612.
A.A. Hodge, hal 482.
John Murray, ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 161.
AH Strong, hal 793.
Hanya ini yang bicarakan union with / to Christ!

46
Tanggal 21 Juli 1999

JUSTIFICATION / PEMBENARAN

I) Definisi / arti.

1) ‘Justification’ (= pembenaran) merupakan tindakan Allah.

2) Kata bahasa Ibrani untuk ‘to justify’ (= membenarkan) adalah HITSDIK, dan kata
bahasa Yunaninya adalah DIKAIOO, yang biasanya berarti ‘menyatakan secara
hukum bahwa keadaan seseorang sesuai dengan tuntutan hukum’ (Kel 23:7 Ul
25:1 Amsal 17:15 Yes 5:23 Mat 12:37 Kis 13:39 Ro 5:1,9 Ro 8:30,33 1Kor
6:11 Gal 2:16 Gal 3:11).
Catatan:
Kis 13:39 - “Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh
pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum
Musa”. Ini salah terjemahan, karena ‘memperoleh pembebasan dari segala
dosa’ seharusnya adalah ‘dibenarkan’.
NIV: “Through him everyone who believes is justified from everything you could
not be justified from by the law of Moses” (= Melalui Dia setiap orang yang
percaya dibenarkan dari segala sesuatu dari mana kamu tidak dapat dibenarkan
oleh hukum Musa).
Kis 13:38b-39 (TB2-LAI): “Oleh hukum Musa kamu tidak dapat dibenarkan.
Sedangkan di dalam Dia setiap orang yang percaya dibenarkan”.

Louis Berkhof memberikan definisi dari ‘justification’ (= pembenaran) sebagai


berikut: “Justification is a judicial act of God, in which He declares, on the
basis of the righteousness of Jesus Christ, that all the claims of the law are
satisfied with respect to the sinner” (= Pembenaran merupakan tindakan
hukum dari Allah, dengan mana Ia menyatakan, berdasarkan kebenaran Yesus
Kristus, bahwa semua tuntutan hukum berkenaan dengan orang berdosa,
dipuaskan) - ‘Systematic Theology’, hal 513.

Charles Hodge: “An act of God’s free grace, wherein He pardoneth all our sins,
and accepteth us as righteous in his sight, only for the righteousness of Christ
imputed to us, and received by faith alone” (= Suatu tindakan dari kasih
karunia yang bersifat cuma-cuma dari Allah, dengan mana Ia mengampuni
semua dosa kita, dan menerima kita sebagai orang benar dalam
pandanganNya, hanya karena kebenaran Kristus diperhitungkan pada kita, dan
diterima hanya oleh iman) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 114. Ini dari Shorter
Catechism, (Q. 33).

Jadi arti dari ‘to justify’ (= membenarkan) bukanlah ‘menjadikan hidup orang itu
menjadi benar’. Juga ‘justification’ (= pembenaran) bukan berarti ‘to make holy’ (=
membuat jadi suci / menguduskan), tetapi hanya merupakan pernyataan hukum
yang membenarkan seseorang dalam hubungannya dengan hukum.

Dasar Kitab Suci:

a) Ayat-ayat seperti:
 Ul 25:1 [KJV: ‘justify the righteous’ (= membenarkan orang benar)].
47
 Ayub 32:2 [NIV: ‘for justifying himself rather than God’ (= karena
membenarkan dirinya sendiri dan bukannya Allah)].
 Amsal 17:15 - “Membenarkan orang fasik dan mempersalahkan orang
benar, kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN”.
 Luk 7:29 [Lit: ‘justified the God’ (= membenarkan Allah)].
dimana kata-kata ‘membenarkan’ tidak mungkin diartikan ‘to make holy’ (=
membuat jadi suci / menguduskan), tetapi artinya adalah ‘membenarkan secara
hukum’.

b) Kitab Suci mengkontraskan ‘justification’ / ‘pembenaran’ dengan ‘condemnation’ /


penghukuman / pernyataan bahwa seseorang itu bersalah (Ul 25:1 1Raja 8:32
Amsal 17:15 Mat 12:37 Ro 5:16 Ro 5:18 Ro 8:33-34).
John Murray: “Condemn never means to make wicked, and so justify cannot
mean to make good or upright” (= ‘Menghukum / menyalahkan’ tidak
pernah berarti membuat jadi jahat, dan dengan demikian ‘membenarkan’
tidak bisa berarti membuat jadi baik atau lurus moralnya) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 120.
Charles Hodge: “To pronounce guilty is to condemn. To pronounce
righteous, i.e., not guilty, is to justify” (= Menyatakan bersalah adalah ‘to
condemn’. Menyatakan benar, yaitu tidak bersalah, adalah membenarkan) -
‘Systematic Theology’, vol III, hal 124.

Charles Hodge: “If to condemn does not mean to make wicked, to justify does
not mean to make good. And if condemnation is a judicial, as opposed to an
executive act, so is justification. In condemnation it is a judge who pronounces
sentence on the guilty. In justification it is a judge who pronounces or who
declares the person arraigned free from guilt and entitled to be treated as
righteous” (= Jika ‘menyatakan bersalah’ tidak berarti membuat jadi jahat,
maka ‘membenarkan’ tidak berarti membuat jadi baik. Dan jika ‘pernyataan
bersalah’ merupakan suatu keputusan pengadilan, bertentangan dengan suatu
tindakan pelaksanaan, begitu juga dengan ‘pembenaran’. Dalam ‘pernyataan
bersalah’ adalah hakim yang menyatakan hukuman kepada orang yang
bersalah. Dalam ‘pembenaran’ adalah hakim yang mengumumkan atau yang
menyatakan terdakwa bebas dari kesalahan dan diberi hak untuk diperlakukan
sebagai orang benar) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 122.

II) Doktrin tentang justification (= pembenaran) sebelum


Reformasi.
1) Beberapa bapa gereja sudah berbicara tentang ‘pembenaran oleh iman’, tetapi
jelas bahwa mereka belum mempunyai pengertian yang jelas tentang
‘justification’ (= pembenaran) dan hubungannya dengan iman. Juga, mereka
tidak membedakan secara jelas antara ‘regeneration’ (= kelahiran baru) dan
‘justification’ (= pembenaran). Pandangan yang umum adalah bahwa
‘regeneration’ (= kelahiran baru) terjadi pada saat baptisan dan mencakup
pengampunan dosa. Bahkan Agustinus kelihatannya tidak mempunyai
pengertian yang tepat tentang ‘justification’ (= pembenaran) sebagai suatu
tindakan hukum (legal act), yang membedakan ‘justification’ (= pembenaran)
dengan proses pengudusan (sanctification).

2) Pencampur-adukkan antara ‘justification’ (= pembenaran) dan ‘sanctification’ (=


pengudusan) berlanjut terus sampai Abad Pertengahan (Middle Ages), yaitu
tahun 500 M-1450 M.
Para ahli theologia Abad Pertengahan mengajarkan bahwa ‘justification’ (=
48
pembenaran) mencakup 2 elemen, yaitu:
 orangnya diampuni dosanya.
 orangnya dibuat menjadi benar.
Thomas Aquinas, yang ajarannya lalu diterima oleh Gereja Roma Katolik,
mengajarkan bahwa kasih karunia dimasukkan ke dalam manusia dengan mana
hidupnya dijadikan benar, dan karena itu dosanya lalu diampuni. Ini jelas sudah
merupakan ajaran sesat ‘salvation / justification by works’ (= keselamatan /
pembenaran karena perbuatan baik).
Bahwa Gereja Roma Katolik memang mengajarkan ‘pembenaran karena
perbuatan baik’ dan menentang / mengutuk ‘pembenaran hanya karena iman’,
terlihat dengan jelas dari kutipan Louis Berkhof dari Council of Trent, Chapter
XVI, Canon IX, yang berbunyi sebagai berikut: “If any one saith that by faith
alone the impious is justified in such wise as to mean, that nothing else is
required to co-operate in order to the obtaining of the grace of justification,
and that it is not in any way necessary, that he be prepared and disposed
by the movement of his own will: let him he anathema” (= Jika seseorang
berkata bahwa oleh iman saja orang jahat dibenarkan, dan mengartikan
bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dibutuhkan untuk bekerja sama
supaya mendapatkan kasih karunia pembenaran, dan bahwa tidak
dibutuhkan dalam hal apapun bahwa ia disiapkan dan diatur /
dicondongkan oleh gerakan kehendaknya sendiri: terkutuklah dia) -
‘Systematic Theology’, hal 512.
Louis Berkhof juga menambahkan suatu kutipan dari Canon XXIV yang berbunyi
sebagai berikut: “If any one saith, that the justice received is not preserved
and also increased before God through good works; but that the said
works are merely the fruits and signs of justification obtained, but not a
cause of the increase thereof: let him he anathema” (= Jika seseorang
berkata bahwa pembenaran yang diterima itu tidak dipelihara dan juga
ditingkatkan di hadapan Allah melalui perbuatan baik; tetapi bahwa
perbuatan baik yang disebutkan tadi semata-mata merupakan buah dan
tanda / bukti dari pembenaran yang didapatkan, tetapi bukan suatu
penyebab dari peningkatan itu: terkutuklah dia) - ‘Systematic Theology’, hal
512.

Juga, sekalipun beberapa ahli theologia Abad Pertengahan itu menganggap


‘justification’ (= pembenaran) sebagai tindakan seketika / sesaat (instant) dari
Allah, tetapi beberapa ahli theologia Abad Pertengahan yang lain beranggapan
bahwa ‘justification’ (= pembenaran) merupakan suatu proses.

III) Doktrin tentang justification (= pembenaran) setelah


Reformasi.
Doktrin tentang ‘justification’ (= pembenaran) adalah pinsip yang besar dari
Reformasi.

1) Sifat (nature) dari ‘justification’ (= pembenaran).


Berbeda dengan ‘regeneration’ (= kelahiran baru), ‘conversion’ (= pertobatan),
dan ‘sanctification’ (= pengudusan) dimana Allah bertindak untuk memperbaharui
orang berdosa itu, maka dalam ‘justification’ (= pembenaran) ini Allah hanya
memberikan pernyataan secara hukum bahwa manusia itu dibenarkan.
Khusus tentang perbedaan ‘regeneration’ (= kelahiran baru) dan ‘justification’ (=
pembenaran), John Murray berkata: “Regeneration is an act of God in us;
justification is a judgment of God with respect to us” (= Kelahiran baru
adalah pekerjaan Allah di dalam kita; pembenaran adalah penghakiman
49
Allah berhubungan dengan kita) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal
121.
Dan khususnya tentang hubungan ‘justification’ (= pembenaran) dan
‘sanctification’ (= pengudusan), para tokoh Reformasi membetulkan kesalahan
para ahli theologia Abad Pertengahan / Roma Katolik yang mencampur-adukkan
‘justification’ (= pembenaran) dengan ‘sanctification’ (= pengudusan). Ini mereka
lakukan dengan menekankan:

a) Sifat hukum dari ‘justification’ (= pembenaran).


Jadi ‘justification’ (= pembenaran) terjadi di luar manusia yang berdosa itu,
yaitu di hadapan Allah; sedangkan ‘sanctification’ (= pengudusan) terjadi di
dalam diri orang berdosa itu.

b) ‘Justification’ (= pembenaran) merupakan tindakan Allah yang mengampuni


kita dan membenarkan kita, tetapi tidak mengubah kehidupan kita [Catatan:
Allah memang akan mengubah hidup orang yang sudah dibenarkan, dan ini
dimulai sejak pembenaran itu, tetapi ini termasuk ‘sanctification’ (=
pengudusan), bukan ‘justification’ (= pembenaran)].
Dengan kata lain, ‘justification’ (= pembenaran) dan ‘sanctification’ (=
pengudusan) mempunyai perbedaan dalam hubungannya dengan dosa.
Dosa mencakup 2 hal yaitu:
 ‘guilt’ (= kesalahan). Ini menyebabkan kita layak menerima hukuman.
 ‘pollution’ (= polusi). Ini menunjuk pada kebejatan dalam kecondongan
maupun karakter, yang melekat pada orang berdosa.
‘Justification’ (= pembenaran) menyingkirkan ‘guilt of sin’ (= kesalahan dari
dosa); sedangkan ‘sanctification’ (= pengudusan) menyingkirkan ‘pollution of
sin’ (= polusi / kecemaran dari dosa) dan memperbaharui / menyucikan orang
berdosa itu hari demi hari sehingga makin lama makin menyerupai gambar
Allah.

c) Sifat ‘instant’ (= seketika / sesaat ) dan lengkap dari ‘justification’ (=


pembenaran).
Para tokoh Reformasi menolak ‘progressive justification’ (= pembenaran
yang progresif / bertahap), dan menganggap bahwa berbeda dengan
‘sanctification’ (= pengudusan) yang merupakan suatu proses yang
berlangsung seumur hidup dan tidak pernah bisa selesai dalam hidup di
dunia ini, maka ‘justification’ (= pembenaran) bukanlah suatu proses tetapi
merupakan tindakan seketika / sesaat dari Allah dan terjadi hanya satu kali
saja secara lengkap / penuh (complete).
Louis Berkhof: “There is no more or less in justification; man is either
fully justified, or he is not justified at all” (= Tidak ada lebih atau kurang
dalam pembenaran; atau manusia itu dibenarkan sepenuhnya, atau
tidak sama sekali) - ‘Systematic Theology’, hal 513.
Charles Haddon Spurgeon: “The thief upon the cross was justified the
moment that he turned the eye of faith to Jesus; and Paul, the aged,
after years of service, was not more justified than was the thief with no
service at all” (= Pencuri / penjahat di kayu salib dibenarkan pada saat
ia memalingkan mata iman kepada Yesus; dan Paulus, yang sudah
lanjut umurnya setelah bertahun-tahun melayani, tidak lebih dibenarkan
dari pada pencuri / penjahat itu yang tidak melakukan pelayanan sama
sekali) - ‘Morning and Evening’, May 15, morning.
Illustrasi: dalam persoalan keperawanan, seorang perempuan hanya
mempunyai 2 kemungkinan yaitu ‘perawan’ atau ‘tidak perawan’; tidak bisa
‘agak perawan’. Orang yang sudah berhubungan sex 1000 x tidak bisa
dikatakan ‘lebih tidak perawan’ dari pada orang yang baru berhubungan sex
50
1 x.

2) Dasar dari justification.


Tentang dasar dari ‘justification’ (= pembenaran), para tokoh Reformasi menolak
ajaran Thomas Aquinas / Roma Katolik yang mengajarkan bahwa kasih karunia
dimasukkan ke dalam manusia dengan mana hidupnya dijadikan benar, dan
karena itu dosanya lalu diampuni. Para tokoh Reformasi menggantikan ajaran
tersebut dengan mengajarkan bahwa dasar dari justification adalah kebenaran
dari Yesus Kristus yang diperhitungkan pada diri kita. Jadi dasar dari
‘justification’ (= pembenaran) bukanlah perbuatan baik kita dan bahkan bukan
iman kita, tetapi kehidupan yang benar dan penebusan Kristus.

Herman Bavinck: “Our comfort in this matter of justification therefore is that


the whole righteousness which we require comes from outside ourselves
in Christ Jesus. We are not the ones who must bring it into being” (=
Karena itu penghiburan kita dalam persoalan pembenaran ini adalah bahwa
seluruh kebenaran yang kita butuhkan datang dari luar diri kita sendiri
dalam Kristus Yesus. Kita bukanlah orang yang harus menciptakannya) -
‘Our Reasonable Faith’, hal 454.

Charles Hodge: “The meritorious ground of justification is not faith; ... Nor
are our works of any kind the ground of justification. ... The ground of
justification is the righteousness of Christ, active and passive” (= Dasar
yang berjasa dari pembenaran bukanlah iman; ... Juga perbuatan baik
apapun dari kita bukanlah dasar dari pembenaran. ... Dasar dari
pembenaran adalah kebenaran Kristus, aktif dan pasif) - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 118.

Charles Hodge: “the Scriptures never say that we are justified ‘on account’
of faith (DIA PISTIN), but always ‘by,’ or ‘through’ faith (DIA or EK PISTEOS,
or PISTEI)” [= Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa kita dibenarkan
karena iman (DIA PISTIN), tetapi selalu oleh atau melalui iman (DIA atau EK
PISTEOS, atau PISTEI)] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 169.

Charles Hodge: “He, and not our faith, is the ground of our confidence” (=
Ia, dan bukan iman kita, merupakan dasar dari keyakinan kita) - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 169.

3) Elemen-elemen dari justification (= pembenaran).

a) Elemen negatif.
Ini menunjuk pada pengampunan dosa dari orang yang percaya, yang
didasarkan pada penebusan oleh Kristus di kayu salib (ketaatan pasif dari
Kristus).
Pengampunan dosa ini mencakup semua / segala dosa (bdk. Yeh 36:25
Kol 2:13 Tit 2:14 1Yoh 1:7,9), dan ini harus diartikan sebagai dosa yang
lalu, sekarang, maupun yang akan datang, tanpa kecuali.

Louis Berkhof: “The pardon granted in justification applies to all sins,


past, present, and future, and thus involves the removal of all guilt and
of every penalty” (= Pengampunan yang diberikan dalam pembenaran
berlaku bagi semua dosa, yang lalu, sekarang, dan akan datang, dan
mencakup penghapusan semua kesalahan dan setiap hukuman) -
‘Systematic Theology’, hal 514.

51
Charles Hodge: “The sins which are pardoned in justification include all
sins, past, present, and future. It does indeed seem to be a solecism
that sins should be forgiven before they are committed. Forgiveness
involves remission of penalty. But how can a penalty be remitted before
it is incurred? This is only an apparent difficulty arising out of the
inadequacy of human language. The righteousness of Christ is a
perpetual donation. It is a robe which hides, or as the Bible expresses it,
covers from the eye of justice the sins of the believer. They are sins;
they deserve the wrath and curse of God, but the necessity for the
infliction of that curse no longer exists. The believer feels the constant
necessity for confession and prayer for pardon, but the ground of
pardon is ever present for him to offer and plead. So that it would
perhaps be a more correct statement to say that in justification the
believer receives the promise that God will not deal with him according
to his transgressions, rather than to say that sins are forgiven before
they are committed” (= Dosa-dosa yang diampuni dalam pembenaran
mencakup semua dosa, yang lalu, sekarang dan yang akan datang.
Kelihatannya memang merupakan sesuatu yang salah bahwa dosa
diampuni sebelum dosa itu dilakukan. Pengampunan mencakup
pembatalan / pengampunan hukuman. Tetapi bagaimana suatu
hukuman bisa dibatalkan / diampuni sebelum hal itu ada? Ini hanya
kelihatannya saja merupakan suatu problem, yang muncul karena
ketidak-cukupan bahasa manusia. Kebenaran Kristus merupakan
sumbangan yang kekal / terus-menerus. Itu merupakan jubah yang
menyembunyikan, atau seperti Alkitab menyatakannya, menutupi dari
mata keadilan dosa-dosa orang yang percaya. Mereka itu adalah dosa-
dosa; mereka layak mendapat murka dan kutukan dari Allah, tetapi
keharusan untuk memberikan kutukan itu sudah tidak ada lagi. Orang
percaya merasakan kebutuhan yang terus-menerus untuk pengakuan
dan doa untuk pengampunan, tetapi dasar dari pengampunan selalu
ada baginya untuk dipanjatkan dan dimohonkan. Sehingga mungkin
merupakan pernyataan yang lebih benar untuk mengatakan bahwa
dalam pembenaran orang percaya menerima janji bahwa Allah tidak
akan memperlakukan dia menurut pelanggaran-pelanggarannya, dari
pada mengatakan bahwa dosa-dosa diampuni sebelum mereka
dilakukan) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 163-164.

John Murray: “there is a remission of all sin, past, present, and future in
justification. If this is so, how are we to explain the need and fact of
continued remission of sin? Perhaps the most satisfactory and proper
way to express the distinction is that the judicial condemnation of all
sin is removed in justification. Judicial wrath does not rest upon any
justified person for sin that resides in him or which he continues to
commit. This, however, does not make unreal the sin he commits nor
does it eliminates the displeasure of God. All sin is the contradiction of
God and so he must react against it with displeasure; he cannot be
complacent to it. The relationship of God to the justified differs,
however. And because of that new relationship, expressed particularly
in that of Fatherhood, it is the fatherly displeasure in the recurrent
remission that is administered in response to repentance and
confession. ‘God doth continue to forgive the sins of those that are
justified; and, although they can never fall from the state of justification,
yet they may, by their sins, fall under God’s fatherly displeasure, and
not have the light of His countenance restored unto them, until they
humble themselves, confess their sins, beg pardon, and renew their
52
faith and repentance’ (Confession of Faith XI, v). Justification
immediately and permanently changes the relation to God and to law
and justice. It includes remission of the penalty of all sin, that is, it
removes judicial, penal condemnation for past, present and future sins.
God is no longer a condemning Judge but a loving Father. Nevertheless
they by their sins fall under his fatherly displeasure and so they need
daily forgiveness - the removal of this displeasure and restoration to the
light of the divine countenance” [= ada pengampunan terhadap semua
dosa, yang lalu, sekarang dan akan datang dalam pembenaran. Jika
demikian halnya, bagaimana kita menjelaskan tentang kebutuhan dan
fakta tentang pengampunan dosa yang terus-menerus? Mungkin cara
yang paling memuaskan dan benar untuk menyatakan perbedaan ini
adalah bahwa penghukuman / pernyataan bersalah yang berhubungan
dengan pengadilan dari semua dosa disingkirkan dalam pembenaran.
Kemurkaan yang berhubungan dengan pengadilan tidak tinggal pada
orang yang dibenarkan yang manapun untuk dosa yang tinggal dalam
dia atau yang terus ia lakukan. Tetapi bagaimanapun hal ini tidak
membuat dosa yang ia lakukan itu tidak nyata, dan tidak menghapuskan
ketidak-senangan Allah. Semua dosa bertentangan dengan Allah, dan
dengan demikian Ia harus bereaksi menentangnya dengan ketidak-
senangan; Ia tidak bisa merasa puas / senang terhadapnya. Tetapi
hubungan Allah dengan orang yang dibenarkan, berbeda. Dan karena
hubungan yang baru itu, yang dinyatakan secara khusus dalam
keBapaan, maka adalah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan yang
dibangkitkan dan adalah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan
yang dihapuskan dalam pengampunan yang berulangkali yang
diberikan sebagai tanggapan terhadap pertobatan dan pengakuan dosa.
‘Allah terus-menerus mengampuni dosa-dosa dari mereka yang telah
dibenarkan; dan meskipun mereka tidak akan pernah terjatuh dari
status pembenaran ini, tetapi mereka, oleh dosa-dosanya, bisa jatuh ke
bawah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan dari Allah, dan sinar
wajahNya tidak akan dipulihkan kepada mereka, sampai mereka
merendahkan diri, mengaku dosa-dosa mereka, memohon
pengampunan, serta memperbaharui iman dan pertobatan mereka’
(Pengakuan Iman Westminster XI, v). Pembenaran secara langsung dan
secara permanen mengubah hubungan terhadap Allah, hukum dan
keadilan. Itu mencakup pengampunan / penghapusan dari semua dosa,
yaitu, itu menghapus hukuman yang bersifat pengadilan untuk dosa-
dosa yang lalu, sekarang dan akan datang. Allah bukan lagi merupakan
seorang Hakim yang menyalahkan / menghukum tetapi seorang Bapa
yang mengasihi. Tetapi bagaimanapun oleh dosa mereka mereka jatuh
di bawah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan dan dengan
demikian mereka membutuhkan pengampunan setiap hari -
penghapusan dari ketidak-senangan ini dan pemulihan kepada terang
dari persetujuan / perkenan ilahi”] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol
II, hal 218-219.

Louis Berkhof: “Believers continue to sin after they are justified, ... the
justified man remains a sinner, though a justified sinner” (= Orang-
orang percaya terus berbuat dosa setelah mereka dibenarkan, ... orang
yang dibenarkan tetap adalah orang berdosa, sekalipun orang berdosa
yang dibenarkan) - ‘Systematic Theology’, hal 514.

b) Elemen positif.
Kebenaran Kristus diperhitungkan (imputed) kepada kita yang percaya, dan
53
ini didasarkan secara lebih khusus pada ketaatan aktif (kesucian hidup) dari
Kristus.

B. B. Warfield: “The theological use of the term ‘imputation’ is probably


rooted in the employment of the verb IMPUTO in the Vulgate to translate
the Greek verb LOGIZESTHAI in Ps. 32:2. This passage is quoted by
Paul in Rom. 4:8 and made one of the foundations of his argument that,
in saving man, God sets to his credit a righteousness without works” [=
Penggunaan theologis dari istilah ‘imputation / tindakan
memperhitungkan’ mungkin berasal mula dari penggunaan kata kerja
IMPUTO dalam Vulgate (Kitab Suci berbahasa Latin) untuk
menterjemahkan kata Yunani LOGIZESTHAI dalam Maz 32:2. Ayat ini
dikutip oleh Paulus dalam Ro 4:8 dan dijadikan salah satu fondasi dari
argumentasinya bahwa, dalam menyelamatkan manusia, Allah
memberikan untuk keuntungan manusia suatu kebenaran tanpa
perbuatan baik] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 262.

B. B. Warfield: “In the developed theology thus brought into the


possession of the Church, three several acts of imputation were
established and expounded. These are the imputation of Adam’s sin to
his posterity; the imputation of the sins of His people to the Redeemer;
the imputation of the righteousness of Christ to His people. ... That the
sin of Adam was so set to the account of his descendants that they
have actually shared in the penalty which was threatened to it; and that
the sins of His people were so set to the account of our Lord that He
bore them in His own body on the tree, and His merits are so set to their
account that by His stripes they are healed, the entirety of historical
orthodox Christianity unites in affirming” (= Dalam theologia yang
sudah berkembang yang menjadi milik Gereja, ada tiga tindakan
perhitungan yang ditetapkan dan diuraikan. Mereka adalah perhitungan
dosa Adam kepada keturunannya; perhitungan dosa-dosa umatNya
kepada sang Penebus; perhitungan kebenaran Kristus kepada
umatNya. ... Bahwa dosa Adam begitu ditetapkan pada tanggungan /
rekening dari keturunannya sehingga mereka betul-betul ikut
mendapatkan hukuman yang diancamkan terhadap dosa itu; dan bahwa
dosa-dosa umatNya begitu ditetapkan pada tanggungan / rekening dari
Tuhan kita sehingga Ia memikul mereka dalam tubuhNya sendiri di kayu
salib, dan kebaikanNya begitu ditetapkan pada tanggungan / rekening
mereka sehingga oleh bilur-bilurNya mereka disembuhkan, seluruh
Kekristenan yang orthodox dalam sejarah bersatu dalam menegaskan /
mengesahkan) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 263,264.

John Murray: “If we say that the trespass of Adam is imputed to


posterity, all we can strictly and properly be regarded as meaning is
that the sin of Adam is reckoned by God as the sin also of posterity. ...
The parallel to the imputation of Adam’s sin is the imputation of Christ’s
righteousness” (= Jika kita berkata bahwa pelanggaran Adam
diperhitungkan kepada keturunannya, yang kita maksudkan secara
ketat dan benar adalah bahwa dosa Adam diperhitungkan oleh Allah
juga sebagai dosa dari keturunannya. ... Hal yang paralel dengan
perhitungan dosa Adam adalah perhitungan kebenaran Kristus) - ‘The
Imputation of Adam’s Sin’, hal 72,76.

Dalam Kitab Suci elemen positif ini sering digambarkan dengan pemberian
‘jubah / pakaian kebenaran’ (bdk. Maz 132:9,16 Yes 61:10 Zakh 3:1-5 Mat
54
22:11 Wah 3:18).

c) Elemen positif dan negatif ditinjau bersama-sama.


Zakh 3:4b jelas menunjukkan adanya elemen negatif dan elemen positif
dalam ‘justification’ (= pembenaran).
Zakh 3:4b - “Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan kesalahanmu dari
padamu! (ini elemen negatif) Aku akan mengenakan kepadamu pakaian
pesta (ini elemen positif)”.
Juga Kis 26:18b - “supaya mereka oleh iman mereka kepadaKu
memperoleh pengampunan dosa (ini elemen negatif) dan mendapat
bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan
(ini elemen positif)”.

Charles Hodge: “Our justification as a whole is sometimes referred to


the blood of Christ, and sometimes to his obedience. This is intelligible
because the crowning act of his obedience, and that without which all
else had been unavailing, was his laying down his life for us. It is,
perhaps, more correct to say that the righteousness of Christ, including
all He did and suffered in our stead, is imputed to the believer as the
ground of his justification, and the consequences of this imputation are,
first, the remission of sin, and secondly, the acceptance of the believer
as righteous” (= Pembenaran kita secara keseluruhan kadang-kadang
dihubungkan dengan darah Kristus, dan kadang-kadang dengan
ketaatanNya. Ini bisa dimengerti karena tindakan puncak dari
ketaatanNya, tanpa hal mana semua yang lain adalah sia-sia / tak
berguna, adalah penyerahan nyawaNya bagi kita. Mungkin lebih benar
untuk berkata bahwa kebenaran Kristus, termasuk semua yang Ia
lakukan dan derita untuk menggantikan kita, diperhitungkan kepada
orang percaya sebagai dasar pembenarannya, dan konsekwensi dari
perhitungan ini pertama-tama adalah pengampunan dosa, dan kedua
adalah penerimaan orang percaya sebagai orang benar) - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 161-162.

Satu hal yang ingin saya tambahkan di sini adalah: jika manusia
membenarkan orang berdosa / jahat, maka itu merupakan hal yang jahat di
mata Tuhan (Amsal 17:15 Yes 5:23). Allah sendiri mengampuni dan
membenarkan orang berdosa (Ro 4:5,22-25 bdk. Ro 3:19-24), tetapi ini bisa
terjadi hanya karena penebusan dosa dan kehidupan yang benar yang
dilakukan oleh Yesus Kristus. Seandainya tidak ada penebusan dosa dan
kehidupan yang benar yang dilakukan oleh Yesus Kristus, maka
pengampunan dan pembenaran terhadap orang berdosa akan merupakan
suatu ketidak-adilan dan ketidak-benaran yang bertentangan dengan
keadilan dan kesucian Allah. Tetapi karena adanya penebusan dosa dan
kehidupan yang benar yang dilakukan oleh Yesus Kristus, Allah bisa
melakukan hal ini, dan keadilan / kebenaran tetap dipenuhi. Bdk. Ro 5:17-19.
Seseorang yang tak dikenal (anonymous) berkata:
“The holiness of God excuses no sin, but the love of God forgives all
sin through Christ” (= Kekudusan / kesucian Allah tidak memaafkan /
mengabaikan / mengampuni dosa, tetapi kasih Allah mengampuni
semua dosa melalui Kristus) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’,
hal 409.

4) Syarat atau cara / jalan (means) untuk mendapatkan justification.


Tentang syarat atau cara / jalan (means) untuk mendapatkan justification, para
tokoh Reformasi menekankan bahwa manusia dibenarkan secara cuma-cuma
55
hanya oleh iman kepada Yesus Kristus (Ro 3:24,27-28 Gal 2:16 Ef 2:8-9 Fil
3:9).

Charles Hodge: “Faith is the condition of justification. ... God does not
impute the righteousness of Christ to the sinner, until and unless, he
(through grace), receives and rests on Christ alone for his salvation” [=
Iman adalah syarat dari pembenaran. ... Allah tidak memperhitungkan
kebenaran Kristus kepada orang berdosa, sampai dan kecuali, ia (melalui
kasih karunia), menerima dan bersandar hanya kepada Kristus untuk
keselamatannya] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 118.

Charles Hodge: “Faith is the condition on which God promises in the


covenant of redemption, to impute unto men the righteousness of Christ.
As soon, therefore, as they believe, they cannot be condemned. They are
clothed with a righteousness which answers all the demands of justice” (=
Iman adalah syarat di atas mana Allah menjanjikan dalam perjanjian
penebusan, untuk memperhitungkan kepada manusia kebenaran Kristus.
Karena itu, begitu mereka percaya, mereka tidak dapat dihukum /
dinyatakan bersalah. Mereka diberi pakaian dengan suatu kebenaran yang
memenuhi semua tuntutan keadilan) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 105.

William G. T. Shedd: “Faith unites with Christ, and union with Christ results
in justification” (= Iman mempersatukan dengan Kristus, dan persatuan
dengan Kristus menghasilkan pembenaran) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol II, hal 538.

Herman Bavinck: “The righteousness which justifies us, therefore, is not to


be separated from the person of Christ. It does not consists of a material or
spiritual gift which Christ can grant us apart from Himself or which we can
accept and receive apart from the person of Christ. There is no possibility
of sharing in the benefits of Christ without being in the fellowship with the
person of Christ, and the latter invariably brings the benefits with it. In
order to stand before the judgment of God, to be acquitted of all guilt and
punishment, and to share in the glory of God and eternal life, we must have
Christ, not something of Him, but Christ Himself” (= Karena itu, kebenaran
yang membenarkan kita tidak boleh dipisahkan dari pribadi Kristus. Itu
tidak terdiri dari karunia yang bersifat materi atau rohani yang bisa
diberikan oleh Kristus kepada kita terpisah dari diriNya sendiri, atau yang
bisa kita terima terpisah dari pribadi Kristus. Tidak ada kemungkinan untuk
ikut mendapatkan manfaat dari Kristus tanpa berada dalam persekutuan
dengan pribadi Kristus, dan persekutuan dengan pribadi Kristus selalu
membawa manfaat itu dengannya. Untuk bisa berdiri di depan
penghakiman Allah, dan dibebaskan dari semua kesalahan dan hukuman,
dan ikut mendapatkan kemuliaan Allah dan hidup yang kekal, kita harus
memiliki Kristus, bukan sesuatu dari Dia, tetapi Kristus sendiri) - ‘Our
Reasonable Faith’, hal 454-455.

Beberapa hal yang perlu disoroti tentang pembenaran oleh iman:

a) Karena semua orang berdosa / tidak benar (bdk. Ro 3:10,23), maka semua
orang membutuhkan ‘justification’ (= pembenaran). Bahwa dalam Kitab Suci
dikatakan ada orang benar, seperti Nuh (Kej 6:9 7:1) dan Ayub (Ayub 1:1,8
2:3), maka ini tidak menunjukkan bahwa mereka suci / tak membutuhkan
‘justification’ / ‘pembenaran’ (bdk. Kej 9:21 dimana Nuh mabuk dan
Ayub 13:26 dimana Ayub berbicara tentang kesalahan pada masa mudanya),
56
tetapi menunjuk pada ‘kebenaran relatif’ (dibandingkan dengan orang-orang
lain), atau pada ‘pembenaran oleh iman’.

b) Iman yang menyebabkan kita dibenarkan adalah iman kepada Kristus


sebagai Juruselamat / Penebus dosa. Dasar Kitab Suci:
 Ro 3:25 - ‘karena iman dalam darahNya’ [NIV: ‘through faith in his
blood’ (= melalui iman dalam darahNya)]
 Ro 5:9 - ‘dibenarkan oleh darahNya’.
 nama ‘Yesus’ diberikan ‘karena Dialah yang menyelamatkan umatNya
dari dosa mereka’ (Mat 1:21).
Karena itu kalau seseorang percaya kepada Yesus sekedar sebagai dokter /
penyembuh, pelaku mujijat, penolong dari problem duniawi, pemberi
kekayaan, dsb, ia belum dibenarkan. Bdk. 1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya
dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita
adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.

Charles Hodge menuliskan suatu petunjuk / pengarahan kuno bagi orang


yang mengunjungi orang sakit (mungkin yang dimaksud adalah orang yang
sakit berat dan hampir mati), yang berbunyi sebagai berikut:
“Dost thou believe that thou canst not be saved, but by the death of
Christ? The sick man answereth, Yes. Then let it be said unto him, Go
to, then, and whilst thy soul abideth in thee, put all thy confidence in
this death alone, place thy trust in no other thing, commit thyself wholly
to this death, cover thyself wholly with this alone, cast thyself wholly on
this death, wrap thyself wholly in this death. And if God would judge
thee, say, Lord, I place the death of our Lord Jesus Christ between me
and thy judgment; and otherwise I will not contend, or enter into
judgment with thee. And if He shall say unto thee, that thou art a sinner,
say, I place the death of our Lord Jesus Christ between me and my sins.
If He shall say unto thee, that thou hast deserved damnation, say, Lord,
I put the death of our Lord Jesus Christ between thee and all my sins;
and I offer his merits for my own, which I should have, and have not. If
He say that He is angry with thee: say, Lord, I place the death of our
Lord Jesus Christ between me and thy anger” (= Apakah engkau
percaya bahwa engkau tidak bisa diselamatkan, kecuali oleh kematian
Kristus? Orang sakit itu menjawab: ‘Ya’. Lalu biarlah dikatakan
kepadanya: ‘Kalau demikian, pergilah kepadaNya, dan sementara
jiwamu masih tinggal di dalam kamu, letakkanlah seluruh keyakinanmu
pada kematian ini saja, janganlah menempatkan kepercayaanmu pada
hal yang lain, serahkanlah / percayakanlah dirimu sepenuhnya pada
kematian ini, tutupilah dirimu sepenuhnya dengan kematian ini saja,
lemparkanlah dirimu sepenuhnya pada kematian ini, bungkuslah dirimu
sepenuhnya dalam kematian ini. Dan jika Allah menghakimimu,
katakanlah: Tuhan, aku meletakkan kematian Tuhan kami Yesus Kristus
antara aku dan penghakimanMu; dan kalau tidak aku tidak akan
melawan atau masuk ke dalam penghakiman dengan Engkau. Dan jika
Ia berkata kepadamu bahwa engkau adalah orang berdosa, katakanlah:
Aku meletakkan kematian Tuhan kami Yesus Kristus antara Engkau dan
dosa-dosaku; dan aku mempersembahkan jasa / kebaikanNya untuk
diriku sendiri, yang seharusnya aku miliki tetapi aku tidak memilikinya.
Jika Ia berkata bahwa Ia marah kepadamu: katakan: Tuhan, aku
menempatkan kematian Tuhan kami Yesus Kristus antara aku dan
kemarahanMu) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 154-155.

57
c) Ditinjau sebagai cara untuk mendapatkan ‘justification’ (= pembenaran),
maka ‘faith’ / ‘iman’ bertentangan dengan ‘works’ / ‘perbuatan baik’ (Gal 5:2-
4), dan karenanya sekalipun kita diperintahkan untuk beriman kepada Kristus
(Yoh 6:29 Kis 16:31 1Yoh 3:23a), tetapi ‘faith’ / ‘iman’ tetap tidak bisa
dianggap sebagai ‘works’ / ‘perbuatan baik’. Juga perlu diingat bahwa ‘faith’ /
‘iman’ adalah pemberian Allah (Fil 1:29 Ef 2:8-9).
Doktrin ‘justification by works’ (= pembenaran oleh perbuatan baik)
merupakan ajaran sesat yang bertentangan dengan ayat-ayat seperti
Kis 13:38-39 Ro 3:20 Ro 4:2 Ro 10:3-4 Gal 2:16,21 Gal 3:10-12 Gal 5:4
Ef 2:8-9 Fil 3:9, dan karenanya harus ditentang.
Cynddylan Jones mengomentari Ef 2:8-9 sebagai berikut:
“You might as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to
heaven by your own good works” (= Kamu bisa mencoba menyeberangi
Lautan Atlantik dalam sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke
surga dengan perbuatan-perbuatan baikmu sendiri).
Martin Luther: “The most damnable and pernicious heresy that has ever
plagued the mind of men was the idea that somehow he could make
himself good enough to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran
sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda
pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa
membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan
Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal
31-32.
Pembenaran oleh perbuatan baik ini bukan hanya bertentangan dengan
hukum Tuhan / Firman Tuhan tetapi juga bertentangan dengan hukum
negara / hukum duniawi. Contoh: seseorang ditangkap polisi karena
melanggar peraturan lalu lintas dan satu minggu setelahnya harus
menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak
berbuat baik untuk menebus kesalahannya. Ia menolong tetangga, memberi
uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua
orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada
waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’,
ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik
untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri,
kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu?
Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun
kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga
dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Juga perlu dicamkan bahwa baptisan dan pengakuan dosa termasuk dalam
‘perbuatan baik’, dan karenanya tidak boleh dianggap sebagai hal yang bisa
menyebabkan kita dibenarkan atau sebagai syarat mutlak bagi pembenaran.
Sedangkan doktrin ‘justification by faith alone’ (= pembenaran karena iman
saja) jelas merupakan doktrin yang Alkitabiah dan Injili, yang didukung oleh
ayat-ayat seperti Ro 3:24,27-28 Gal 2:16 Ef 2:8-9 Fil 3:9.
Memang dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang seolah-olah mengajarkan
‘pembenaran / keselamatan karena perbuatan baik’, seperti Mat 7:21
Mat 25:31-46 Yoh 5:29. Juga dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang seolah-
olah mengajarkan ‘pembenaran / keselamatan karena iman dan perbuatan
baik’, seperti Yak 2:21-22,24-25.
Tetapi kalau kita menafsirkan bahwa ayat-ayat ini betul-betul menunjukkan
bahwa kita dibenarkan / diselamatkan karena perbuatan baik kita atau
karena iman dan perbuatan baik kita, maka ayat-ayat ini akan bertentangan
dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa perbuatan baik kita tidak bisa
membenarkan / menyelamatkan diri kita dan juga bertentangan dengan ayat-
ayat yang menunjukkan pembenaran / keselamatan karena iman saja.
58
Ayat-ayat seperti itu ada dalam Kitab Suci karena iman selalu menghasilkan
perbuatan baik, atau dengan kata lain, perbuatan baik adalah bukti dari iman
(Yak 2:17,26), dan karenanya juga merupakan bukti dari pembenaran /
keselamatan. Tetapi apa yang menyebabkan kita dibenarkan, tetap adalah
iman saja.

Herman Bavinck: “This righteousness of Christ is so perfect and


adequate that it requires no completion or supplementation of our own.
As a matter of fact it can in no way be increased or amplified by us, for
it is an organic whole. ... This righteousness has not been put together
from piece or fragments. You either have all of it or none of it. We
cannot get a part of it and fill in the rest ourselves” (= Kebenaran
Kristus adalah begitu sempurna dan mencukupi sehingga itu tidak
membutuhkan pelengkapan / penyempurnaan atau penambahan dari
kebenaran kita sendiri. Dalam faktanya, itu tidak bisa dinaikkan atau
dikuatkan dengan cara apapun oleh kita, karena itu merupakan suatu
kesatuan organik yang utuh. ... Kebenaran ini tidak dikumpulkan dari
potongan atau pecahan-pecahan. Atau engkau memiliki seluruhnya
atau tidak sama sekali. Kita tidak bisa mendapatkan sebagian darinya
dan melengkapi / menyempurnakan sendiri sisanya) - ‘Our Reasonable
Faith’, hal 453.

d) Apakah ajaran ‘pembenaran oleh iman saja’ ini merupakan ajaran yang
berbahaya, karena bisa menyebabkan seseorang berbuat dosa seenaknya
sendiri?

John Murray: “It is an old and time-worn objection that this doctrine
ministers to licence and looseness. Only those who know not the power
of the gospel will plead such misconception. Justification is by faith
alone, but not by a faith that is alone. ... Faith alone justifies but a
justified person with faith alone would be a monstrosity which never
exists in the kingdom of grace. ... faith without works is dead (cf. James
2:17-20). No one has entrusted himself to Christ for deliverance from
the guilt of sin who has not also entrusted himself to him for
deliverance from the power of sin” [= Merupakan keberatan yang sudah
lama dan usang bahwa doktrin ini menyebabkan / mendukung
kebebasan yang berlebihan dan kelonggaran (untuk berbuat dosa).
Hanya mereka yang tidak mengenal kuasa injil yang akan menyatakan
konsep salah seperti itu. Pembenaran adalah oleh iman saja, tetapi
bukan oleh iman yang ada sendirian. ... Iman saja membenarkan, tetapi
seseorang yang dibenarkan yang hanya mempunyai iman merupakan
suatu hal yang mengerikan yang tidak pernah ada dalam kerajaan kasih
karunia. ... iman tanpa perbuatan adalah mati (bdk. Yak 2:17-20). Tidak
seorangpun yang telah mempercayakan dirinya kepada Kristus untuk
pembebasan dari kesalahan dari dosa yang tidak juga mempercayakan
dirinya kepadaNya untuk pembebasan dari kuasa dosa] - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 131.

Charles Hodge: “the very act of faith which secures our justification,
secures also our sanctification. It cannot secure the one without
securing also the other. ... If we are justified, we are sanctified. He,
therefore, who lives in sin, proclaims himself an unbeliever” (= tindakan
iman yang menjamin pembenaran kita, juga menjamin pengudusan kita.
Itu tidak bisa menjamin yang satu tanpa menjamin juga yang lainnya. ...
Jika kita dibenarkan, kita dikuduskan. Karena itu, ia yang hidup di
59
dalam dosa, memproklamasikan dirinya sendiri sebagai orang yang
tidak percaya) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 171.

Ajaran yang bagaimanapun benarnya bisa ditanggapi secara salah. Adanya


tanggapan yang salah tidak boleh menyebabkan kita mengubah ajaran itu.
Perlu saudara pikirkan bahwa kalau saudara mengubah ajaran ‘pembenaran
karena iman saja’ menjadi ‘pembenaran karena perbuatan baik’ atau
‘pembenaran karena iman dan perbuatan baik’, maka itu bukan saja berarti
bahwa saudara mengajarkan ajaran sesat, tetapi juga bahwa ajaran itu akan
menimbulkan akibat negatif yang lain, seperti tidak adanya keyakinan
keselamatan, dan karenanya tidak adanya damai dan sukacita. Karena itu
kita harus mempertahankan ajaran yang benar yaitu ‘pembenaran karena
iman saja’, dan kalau ada orang yang menanggapi secara salah, biarlah
orang itu bertanggung jawab sendiri kepada Tuhan!

60
Bagian di bawah ini belum diajarkan!

IV) Saat seseorang dibenarkan (the time of justification).


Ada 3 teori tentang kapan seseorang dibenarkan:

1) Kita (orang pilihan) dibenarkan sejak kekekalan.


Ini sering disebut dengan istilah ‘justification from eternity’ (= pembenaran sejak
kekekalan).
Louis Berkhof: “the advocates of a justification from eternity also speak of a
justification by faith. But in their representation this can only mean that
man by faith becomes conscious of what God has done in eternity” (= para
pendukung dari pembenaran sejak kekekalan ini juga berbicara tentang
pembenaran oleh iman. Tetapi dalam gambaran mereka, ini hanya bisa
berarti bahwa manusia oleh iman menjadi sadar tentang apa yang Allah
telah lakukan dalam kekekalan) - hal 519.

Dasar yang dipakai:


a) Kitab Suci berbicara tentang kasih karunia atau belas kasihan Allah yang ada
sejak kekekalan (Maz 25:6 Maz 103:17).
Jawab: bahwa Allah mempunyai kasih karunia / kasih atau belas kasihan
sejak kekekalan, tidak berarti bahwa hal itu diwujudkan dengan memberikan
justification (= pembenaran) pada saat itu. Itu diwujudkan dengan melakukan
election / pemilihan, rencana penebusan, dsb.
b) Dalam rencana penebusan, dosa-dosa orang pilihan diperhitungkan kepada
Kristus, dan kebenaran Kristus diperhitungkan kepada orang-orang pilihan,
dan orang-orang pilihan dibenarkan.
Jawab:
Ini mencampuradukkan justification (= pembenaran) dengan election / eternal
decree (= pemilihan / ketetapan kekal) atau mencampuradukkan Rencana
Allah dan pelaksanaan dari Rencana Allah tersebut. Dalam kekekalan Allah
hanya menetapkan hal-hal itu, tetapi pelaksanaan dari hal-hal itu itu belum
terjadi pada saat itu.
Louis Berkhof: “If this justification in the intention of God warrants our
speaking of a justification from eternity, then there is absolutely no
reason why we should not speak of a creation from eternity as well” (=
Jika pembenaran dalam maksud Allah ini membenarkan kita untuk
berbicara tentang pembenaran sejak kekekalan, maka tidak ada alasan
sama sekali mengapa kita tidak harus berbicara juga tentang
penciptaan sejak kekekalan) - hal 519.

2) Kita (orang pilihan) dibenarkan pada saat kebangkitan Kristus.


Dasar pandangan ini:
a) Pada saat Kristus mati dan bangkit semua tuntutan hukum untuk orang-
orang pilihan sudah dipuaskan, dan karena itu pada saat itu orang-orang
pilihan sudah dibenarkan.
Jawab:
Louis Berkhof: “But here too careful distinction is required. Even though
it be true that there was an objective justification of Christ and of the
whole body of Christ in His resurrection, this should not be confounded
with the justification of the sinner of which Scripture speaks. It is not
true that when Christ rendered full satisfaction to the Father for all His
people, their guilt naturally terminated. A penal debt is not like a

61
pecuniary debt in this respect. Even after the payment of a ransom, the
removal of guilt may depend on certain conditions, and does not follow
as a matter of course. The elect are not personally justified in the
Scriptural sense until they accept Christ by faith and thus appropriate
His merits” (=) - hal 519-520.
Ini membingungkan. Perbedaan objective justification dan subjective
justification (hal 517) membingungkan.

b) Ro 4:25 - “Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan


dibangkitkan karena pembenaran kita”.
NIV: ‘He was delivered over to death for our sins and was raised to life for our
justification’ (= Ia diserahkan kepada kematian untuk dosa-dosa kita dan
dibangkitkan untuk pembenaran kita).
Jawab: ini bisa diartikan bahwa kebangkitan Kristus terjadi supaya kita bisa
dibenarkan. Jadi tak berarti bahwa pembenarannya terjadi pada saat
kebangkitan Kristus.

Bavinck kelihatannya percaya pandangan no 1 atau 2 atau both!


Our Reasonable Faith, hal 459.

3) Kita dibenarkan pada saat kita beriman kepada Kristus.

‘Westminster Confession of Faith’, chapter XI, no 4:


“God did, from all eternity, decree to justify all the elect, and Christ did, in
the fulness of time, die for their sins, and rise again for their justification:
nevertheless, they are not justified, until the Holy Spirit doth, in due time,
actually apply Christ unto them” (= Sejak kekekalan Allah telah menetapkan
untuk membenarkan semua orang-orang pilihanNya, dan Kristus, setelah
genap waktunya, telah mati bagi dosa-dosa mereka, dan telah bangkit
kembali bagi pembenaran mereka; meskipun demikian, mereka masih
belum dibenarkan, sampai pada saat Roh Kudus, pada saat yang tepat,
betul-betul menerapkan Kristus kepada mereka).

Berkhof selesai.

-o0o-

62
ADOPTION / PENGANGKATAN SEBAGAI ANAK
R. L. Dabney: “Adoption cannot be said to be a different act or grace from
justification. Turettin devotes only a brief separate discussion to it, and
introduces it in the thesis in which he proves that justification is both pardon and
acceptance. Owen says that adoption is but a presentation of the blessings
bestowed in justification in new phases and relations. And this is evidently
correct; because adoption performs the same act for us, in Bible representations,
which justification does: translates us from under God’s curse into His fatherly
favour. Because its instrument is the same: faith. Gal 3:26, with 4:6,7; Titus 3:7;
Heb. 11:7; Jno. 1:12.” (=) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 627.

Loius Berkhof juga memasukkan adoption ke dalam elemen positif dari justification.

Kata Yunani untuk ‘adoption’ adalah HUIOTHESIA (Ro 8:15,23 Gal 4:5 Ef 1:5 Ro 9:4.

Ayat-ayat terpenting tentang adoption adalah Yoh 1:12-13 Ro 8:14-17 Gal 4:4-7 Ef 1:5
1Yoh 3:1-2,9-10

Ef 1:5 - “Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-
anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.
Ef 1:5 (NIV): ‘he predestinated us to be adopted as his sons through Jesus Christ, in
accordance with his pleasure and will’ (= Ia telah mempredestinasikan kita untuk
diadopsi sebagai anak-anakNya melalui Yesus Kristus, sesuai dengan kesenangan dan
kehendakNya).
Ef 1:5 (NASB): ‘He predestinated us to adoption as sons through Jesus Christ to
Himself, according to the kind intention of His will’ (= Ia telah mempredestinasikan kita
untuk pengadopsian sebagai anak-anak melalui Yesus Kristus bagiNya sendiri, sesuai
dengan maksud / tujuan yang baik dari kehendakNya).

Gal 4:5-7 - “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat,
supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah
telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya
Bapa!’. Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka
kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah”.
NASB: “in order that He might redeem those who were under the Law, that we might
receive the adoption as sons. And because you are sons, God has sent forth the Spirit of
His Son into our hearts, crying, ‘Abba! Father!’. Therefore you are no longer a slave, but
a son; and if a son, then an heir through God” (= supaya Ia bisa menebus mereka yang
ada di bawah hukum Taurat, sehingga kita bisa menerima pengadopsian sebagai anak-
anak. Dan karena kamu adalah anak-anak, Allah telah memberikan Roh AnakNya ke
dalam hati kami, yang berseru: ‘Abba! Bapa!’. Karena itu kamu bukan lagi hamba, tetapi
anak; dan jikalau kamu anak, maka kamu adalah ahli waris melalui Allah).

John Murray: “Adoption is an act of God’s grace distinct from and addition to the
other acts of grace involved in the application of redemption. ... It is particularly
important to remember that it is not the same as justification or regeneration. Too
frequently it has been regarded as simply an aspect of justification or as another
way of stating the privilege conferred by regeneration. It is much more than either
or both of these acts of grace” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 132.

Hubungan Adoption dengan Justification dan Regeneration:


John Murray: “Though adoption is distinct it is never separable from justification
63
and regeneration. The person who is justified is always the recipient of sonship.
And those who are given the right to become sons of God are those who, as John
1:13 indicates, ‘were born not of blood nor the will of the flesh nor the will of man
but of God.’” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 132-133.

John Murray: “Adoption is like justification, a judicial act. In other words, it is the
bestowal of a status, or standing, not the generating within us of a new nature or
character” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal

Orang yang diadopsi ke dalam keluarga Allah diberi Roh Adopsi, dengan mana ia
menyadari bahwa ia adalah anak (Gal 4:6 Ro 8:15-16).
John Murray: “The Spirit of adoption is the consequence but this does not in itself
constitute adoption” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 133.

Hubungan Adoption dengan Regeneration.


Louis Berkhof: “The sonship by adoption should be carefully distinguished from
the moral sonship of believers, their sonship by regeneration and sanctification.
They are not only adopted to be children of God, but are also born of God” (= ) -
hal 516.
Ini kelihatannya ditentang oleh Murray.

John Murray: “When God adopts men and women into his family he insures that
not only may they have the rights and privileges of sons and daughters but also
the nature or disposition consonant with such a status. This he does by
regeneration - he renews them after his image in knowledge, righteousness, and
holiness. God never has in his family those who are alien to its atmosphere and
spirit and station. Regeneration is the prerequisite of adoption” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 133.

John Murray: “Adoption, as the term clearly implies, is an act of transfer from an
alien family into the family of God himself. ... We would not dare to conceive of
such a grace far less to claim it apart from God’s own revelation and assurance. ...
It is only as there is the conjunction of the witness of revelation and the inward
witness of the Spirit in our hearts that we are able to scale this pinnacle of faith
and say with filial confidence and love, Abba Father” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 134.

John Murray: “The standard terms are however HUIOS and TEKNON. ... TEKNON is
derived from TIKTEIN which means to bear or bring forth. ... Since TEKNON is
derived from TIKTEIN we might readily suppose that the word TEKNA would
reflect upon divine parentage by generation. ... We must not, however, take for
granted that the word TEKNON, because of its derivation or because of other
assumptions which attach to its ordinary use, implies that we become children of
God by regeneration or that it expressly reflects upon sonship as constituted by
regeneration. Although it has been maintained in this connection that we become
children of God both by deed of adoption and by participation of nature, it is not
by any means so apparent that regeneration is to be co-ordinated with adoption
as the way by which we become sons of God. ... We may never think of sonship as
being constituted apart from the act of adoption. If we should think of sonship as
constituted by regeneration simply and solely then we should be doing serious
prejudice to the necessity and the fact and the distinctive grace of adoption. And
not only so. It is questionable if the generative act of God in regeneration is to be
construed as an aspect of God’s grace by which we are constituted sons of God.
One other consideration may be mentioned in this connection. As will be noted

64
later, it is to God the Father specifically and par excellence that the children of
God sustain this relationship. It is God the Father who is our Father in heaven. We
should expect then that it is by an action which is pre-eminently that of the Father
that this relation is constituted. But regeneration is pre-eminently the act of the
Holy Spirit. In any case, even if we allow that regeneration is to be co-ordinated
with adoption as an ingredient in the total action by which we become sons of
God, yet it is adoption thatmust be regarded as distinctive and definitive act by
which this relation is constituted. That is to say, that the privilege and status of
sonship is not acquired simply by a subjectively operative action but by what
must be called, by way of distinction, a judicial act that has its affinities with
justification rather than with regeneration and sanctification” (= ) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 226,227,228.
Catatan: kata-kata yang digarisbawahi itu, kelihatannya bertentangan dengan Ro 8:15b -
“tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah”. Tetapi ini
terjadi karena Kitab Suci bahasa Indonesia salah terjemahan. Bandingkan dengan Ro
8:15 versi NASB/Lit: ‘but you have received a spirit of adoption as sons’ (= tetapi kamu
telah menerima Roh adopsi sebagai anak-anak)

Ia menambahkan lagi:
“We may not, however, rule out the significance of regeneration in connection
with the sonship constituted by adoption. Regeneration it is that generates them
anew after the image of God so that the adopted may be imbued with the
disposition which is consonant with the responsibilities and privileges and
prerogatives belonging to the status of adoption” (= ) - ‘Collected Writings of John
Murray’, vol II, hal 228.
John Murray: “In John 1:12 he speaks of giving authority to become sons of God.
Sonship, he indicates, is instituted by the bestowment of a right and this is to be
distinguished from the regeneration spoken of in verse 13” (= ) - ‘Collected Writings
of John Murray’, vol II, hal 228.
John Murray: “by regeneration we become members of God’s kingdom, by
adoption we become members of God’s family” (= ) - ‘Collected Writings of John
Murray’, vol II, hal 229.
Kutipan terakhir ini saya tidak yakin. Mungkin berdasarkan Yoh 3 Murray berpendapat
bahwa orang yang mengalami regeneration sudah masuk ke dalam Kerajaan Allah,
tetapi bisa saja artinya adalah: regeneration adalah syarat untuk masuk Kerajaan Allah,
tetapi hanya regeneration, tanpa iman, seseorang belum masuk Kerajaan Allah.

Beberapa macam ‘keBapaan’ / ‘Fatherhood’ dari Allah Bapa.

1) KeBapaan Allah Bapa di dalam Tritunggal.


Ini adalah keBapaan dari Pribadi pertama dari Allah Tritunggal dalam hubunganNya
dengan Pribadi kedua dari Allah Tritunggal.
John Murray: “This applies only to God the Father in his eternal and necessary
relation to the Son and to the Son alone. It is unique and exclusive. No one
else, not even the Holy Spirit, is the Son in this sense. It does not apply to
angels or men” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 134.
John Murray: “This is the only Fatherhood that obtains in the OPERA AD INTRA
and to think of it as belonging to the OPERA AD EXTRA would deny its
immanent and eternal character” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II,
hal 223.
Contoh: ayat-ayat yang menunjukkan Yesus sebagai ‘the only begotten Son’ seperti
Yoh 3:16. Juga ayat-ayat seperti Yoh 20:17b.

2) KeBapaan Allah Bapa dalam hubunganNya dengan semua manusia secara


universal.
65
John Murray: “It is true that there is a sense in which God may be said to be the
Father of all men. Creatively and providentially he gives to all men life and
breath and all things. In him all live and move have their being. It is this
relation that is referred to in such passages as Acts 17:25-29; Hebrews 12:9;
James 1:18.” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 134-135.
Bahas Yak 1:18. Dalam KS Indonesia ‘anak sulung’, tetapi dalam NIV/NASB: ‘first
fruits’.
Ibr 12:9 - ‘Bapa segala roh’.
Kis 17:25-29 - perhatikan kata ‘keturunan Allah’ dalam ay 28-29.

John Murray: “This is very seldom stated in terms of God’s Fatherhood. But
since it appears in such passages as Acts 17:28,29; Hebrews 12:9; James
1:17,18, we shall have to reckon with the fact that it is not improper to speak of
God’s creative relationship in terms of Fatherhood. Since all three persons of
the Godhead were the agents of creation we cannot restrict this Fatherhood to
the first person of the Trinity but we must think of the Godhead as sustaining
this relation to angels and men” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II,
hal 223.

Dalam Mat 5:45-48 Allah tidak disebut sebagai Bapa dari semua orang. Ia disebut
sebagai Bapa dari para murid, dan sekalipun dikatakan bahwa Ia menurunkan hujan
untuk orang benar dan orang jahat, tetapi tidak dikatakan bahwa Ia melakukan hal
itu karena Ia adalah Bapa dari semua mereka.
Ef 4:6 kontexnya adalah orang kristen, jadi ayat ini tidak menunjuk pada universal
Fatherhood dari Bapa.

Mal 2:10: “Bukankah kita semua mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah
menciptakan kita?”. Ini juga tidak menunjuk pada universal Fatherhood, karena Mal
2:10b jelas berbicara tentang ‘perjanjian (covenant) nenek moyang kita’

Kalau dalam Luk 3:38 Adam disebut sebagai ‘anak Allah’, maka ini tetap tidak
menunjukkan universal Fatherhood dari Bapa, karena:
a) Adam diciptakan oleh Allah dengan cara yang berbeda dengan semua manusia
yang lain.
b) Mungkin Adam disebut anak Allah melalui penciptaan, sebelum ia jatuh ke dalam
dosa.
John Murray: “We might concede that Adam as created was a son of God
without conceding that all men since the fall are sons of God. We must
distinguish between Adam’s sonship and the sonship of adoption. The
latter entails a security that Adam did not possess” (= ) - ‘Collected Writings
of John Murray’, vol II, hal 225.

John Murray: “It is noteworthy, therefore, how infrequently the creative relation
is expressed in terms of fatherhood. Nowhere is God expressly called the
Father of all men. Hence the concept of universal fatherhood, if used at all,
must be employed with great caution and it is particularly necessary not to
confuse this rare use of the term Father with the frequent use of the same term
as it is applied to the redeemed” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II,
hal 224-225.
John Murray: “This doctrine of adoption is not only important in a positive way
as setting forth the apex of redemptive grace and privilege, but it is also
important negatively in that it corrects the widespread notion of the universal
fatherhood of God and provides against its devastating implications. Though
there is a sense in which the universal fatherhood may be maintained, yet to
confuse this with adoptive fatherhood is to distort and even eviscerate one of
66
the most precious and distinctive elements of the redemptive provision. For if
we do not distinguish at this point it means one of two things; the denial of all
that is specifically redemptive in our concept of the divine fatherhood, or the
importation into the relation that all men sustain to God by creation all the
privileges and prerogatives that adoption entails. On the former alternative
God’s fatherhood is emptied of all the rich content Scripture attaches to it. On
the latter alternative we shall have to espouse universalism and the final
restoration of all mankind” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal
233.
Cari tulisan Liberal yang menunjukkan semua orang = anak Allah.

3) KeBapaan Allah dalam hubunganNya dengan Israel sebagai bangsa pilihanNya.


Kel 4:22-23 Ul 1:31 Ul 14:1-2 Ul 32:5-6,20 Yes 1:2 Yes 63:16 Hos 11:1-4 Mal
1:6 Mal 2:10 Ro 9:4.
John Murray: “This is not the exclusive property of the first person” (= ) -
‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 225.

4) KeBapaan Allah Bapa dalam hubungannya dengan orang-orang yang ditebus dan
diadopsi.
Ini berbeda dengan keBapaan dalam arti ke 3 (terhadap Israel), dan perbedaannya
dinyatakan secara jelas oleh Paulus dalam Gal 3:23-4:6.
John Murray: “The term ‘Father’ as applied to God and the title ‘son of God’ as
applied to men are all but uniformly in Scripture reserved for that particular
relationship that is constituted by redemption and adoption” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 135.
John Murray: “To substitute the message of God’s universal fatherhood for that
which is constituted by redemption and adoption is to annul the gospel; it
means the degradation of this highest and richest of relationship to the level of
that relationship which all men sustain to God by creation. In a word, it is to
deprive the gospel of its redemptive meaning. And it encourages men in the
delusion that our creaturehood is the guarantee of our adoption into God’s
family” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 135-136.
Contoh:
Mat 6:9 (doa Bapa kami) Yoh 1:12 Ro 8:15 1Yoh 3:1-2,9-10.
Dalam 1Yoh 3:1 ada kata-kata ‘And that is what we are’ (= Dan itu adalah apa
adanya kita sekarang) dan dalam 1Yoh 3:2 ada kata-kata ‘now we are children of
God’ (= sekarang kita adalah anak-anak Allah). Bentuk present ini menunjukkan
bahwa ini bukanlah sekedar suatu harapan untuk masa yang akan datang, tetapi
suatu kenyataan sekarang ini.

Bagi kita yang sudah diadopsi, siapa yang dianggap sebagai Bapa kita? Apakah itu
adalah Allah Tritunggal atau hanya Allah Bapa? John Murray menjawab: Allah Bapa.
John Murray: “God becomes the Father of his own people by the act of adoption. It
is specifically God the Father who is the agent of this act of grace” (= ) -
‘Redemption accomplished and applied’, hal 136.
Alasan-alasannya:
1) Sebutan ‘Bapa’ merupakan sebutan dari Pribadi pertama dari Allah Tritunggal.
2) Yesus disebut saudara (sulung) dari orang-orang percaya (Ro 8:29 Ibr 2:11-12)
3) Dalam Yoh 20:17 dikatakan: “Kata Yesus kepadanya: ‘Janganlah engkau
memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada
saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan
pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu’.”.
Jelas bahwa yang disebut ‘Bapa’ di sini adalah Allah Bapa.
John Murray: “the important observation for our present purpose is that the
same person whom Jesus calls ‘my father’ he also calls the Father of the
67
disciples; the Father to whom Jesus was about to ascend is not only his
Father but also the Father of the disciples. It is the same person of the Father,
though the distinctness of the relationship to the Father is jealously guarded
by our Lord. He does not say ‘I ascend to our Father’ but rather ‘I ascend to my
Father and your Father and my God and your God.’” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 137-138.
John Murray: “The relation of God as Father to the Son must not be equated, of
course, with the relation of God as Father to men. Eternal generation must not
be equated with adoption” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 139.
Dalam mengajar ‘doa Bapa kami’, Yesus mengajar mereka (Ia sendiri tidak
tercakup) menaikkan doa itu. Ini terlihat dari Mat 6:9 - “Karena itu berdoalah
demikian” [KJV/Lit: ‘After this manner therefore pray ye’ (= Karena itu berdoalah
kamu dengan cara ini)].
John Murray: “But though the relation of Fatherhood differs, it is the same
person who is the Father of the Lord Jesus Christ in the ineffable mystery of
the trinity who is the Father of believers in the mystery of his adoptive grace”
(= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 140.

John Murray: “The grace of adoption embraces not only the bestowment of the
status and privilege of sons but also the witness of the Spirit to the fact (Rom
8:15,16; Gal 4:6)” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 229.

Lihat Berkhof, hal 515-516.

Yang sudah selesai:


 John Murray, ‘Redemption accomplished and applied’.
 John Murray, ‘Collected Writings of John Murray’.

Gal 3:26 - “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman dalam Kristus
Yesus”.
Yoh 1:12
1Yoh 3:1-10

68
SANCTIFICATION / PENGUDUSAN
Louis Berkhof:
Doktrin Sanctification dalam sejarah (hal 529).
Sebelum Reformasi.
Tulisan bapa-bapa gereja yang mula-mula hanya berbicara sedikit sekali tentang
sanctification. Keselamatan dianggap didapatkan melalui iman dan perbuatan baik.
Asceticism dianggap sebagai sangat penting. Juga ada kecenderungan untuk
mencampuradukkan justification dan sanctification. Augustine adalah orang pertama
yang mengembangkan gagasan tertentu tentang sanctification.
Setelah Reformasi.
Para tokoh Reformasi membuat pembedaan yang jelas tentang justification dan
sanctification. Yang pertama dianggap sebagai tindakan hukum dari kasih karunia,
mempengaruhi status dari manusia, sedangkan yang terakhir dianggap sebagai
pekerjaan moral yang mengubah manusia dari dalam. Tetapi sekalipun mereka
membedakan kedua hal itu, mereka juga menekankan bahwa kedua hal itu mempunyai
hubungan yang tidak terpisahkan.
Louis Berkhof: “While deeply convinced that man is justified by faith alone, they also
understood that the faith which justifies is not alone. Justification is at once followed by
sanctification, since God sends out the Spirit of His Son into the hearts of His own as soon as
they are justified, and that Spirit is the Spirit of sanctification” (= ) - ‘Systematic Theology’,
hal 530.

Sanctification dianggap sebagai pekerjaan Roh Kudus terutama melalui Firman, dan
secara sekunder melalui sakramen, melalui mana Ia membebaskan kita secara
bertahap dari kuasa dosa, dan memempukan kita untuk berbuat baik.

Louis Berkhof: “In Pietism and Methodism great emphasis was placed on constant fellowship
with Christ as the great means of sanctification. By exalting sanctification at the expense of
justification, they did not always avoid the danger of self-righteousness. Wesley did not merely
distinguish justification and sanctification, but virtually separated them, and spoke of entire
sanctification as a second gift of grace, following the first, of justification by faith, after a
shorter or longer period. While he also spoke of sanctification as a process, he yet held that the
believer should pray and look for full sanctification at once by a separate act of God” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 530.

Di bawah pengaruh dari Rationalisme dan moralisme dari Kant, maka sanctification tidak
lagi dianggap sebagai pekerjaan supranatural dari Roh Kudus dalam memperbaharui
orang berdosa, tetapi dianggap sebagai perbaikan moral oleh kekuatan alamiah dari
manusia.

Louis Berkhof: “A man may boast of great moral improvement, and yet be an utter stranger to
sanctification. The Bible does not urge moral improvement pure and simple, but moral
improvement in relation to God, for God’s sake, and with a view to the service of God. It insists
on sanctification. At this very point much ethical preaching of the present day is utterly
misleading; and the corrective for it lies in the presentation of the true doctrine of
sanctification” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 532.

Sifat (nature) dari sanctification.

1) Sanctification merupakan suatu pekerjaan supranatural dari Allah.


69
Louis Berkhof: “It is essentially a work of God, though in so far as He employs means,
man can and is expected to co-operate by the proper use of these means” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 532.
Louis Berkhof: “It should never be represented as a merely natural process in the spiritual
development of man, nor brought down to the level of a mere human achievement, as is
done in a great deal of modern liberal theology” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 533.

Kitab Suci menunjukkan secara jelas sifat supranatural ini dalam beberapa cara.
a) Kitab Suci menggambarkan sanctification sebagai pekerjaan Allah (1Tes 5:23
Ibr 13:20-21).
b) Kitab Suci menggambarkan sanctification sebagai buah dari persatuan kita
dengan Yesus Kristus (Yoh 15:4 Gal 2:20 Gal 4:19).
c) Kitab Suci menggambarkan sanctification sebagai pekerjaan yang dikerjakan
dari dalam diri manusia, dan karena itu tidak mungkin merupakan pekerjaan
manusia (Ef 3:16 Kol 1:11).
d) Kitab Suci menyatakan sanctification sebagai buah Roh Kudus (Gal 5:22-23).

2) Sanctification terdiri dari 2 bagian, yaitu:

a) Mortification terhadap manusia lama / tubuh dosa. Ini digambarkan dengan


penyaliban terhadap manusia lama (Ro 6:6 Gal 5:24).

b) Penghidupan (the quickening) dari manusia baru, diciptakan dalam Kristus


Yesus untuk perbuatan baik.

Kalau yang pertama bersifat negatif, maka yang kedua bersifat positif. Kedua bagian
dari sanctification ini tidak dilakukan secara berurutan, tetapi secara berbarengan.
Louis Berkhof: “The old structure of sin is gradually torn down, and a new structure of
God is reared in its stead. These two parts of sanctification are not successive but
contemporaneous. Thank God, the gradual erection of the new building need not wait until
the old one is completely demolished. If it had to wait for that, it could never begin in this
life. With the gradual dissolution of the old the new makes its appearance” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 533.

3) Sanctification mempengaruhi seluruh manusia, tubuh maupun jiwa, intelek,


perasaan maupun kehendak. Bdk. 1Tes 5:23 2Kor 5:17 Ro 6:12 1Kor 6:15,20.
Pengertian (Yer 31:34 Yoh 6:45).
Kehendak (Yeh 36:25-27 Fil 2:13)
Perasaan (Gal 5:24).
Hati nurani (Tit 1:15 Ibr 9:14).

4) Ini merupakan pekerjaan Allah dimana manusia ikut bekerja sama.


Ini tak boleh diartikan bahwa manusia adalah agen yang independent dalam
pekerjaan pengudusan ini, sehingga membuat sanctification merupakan sebagian
pekerjaan manusia dan sebagian merupakan pekerjaan Allah.
Louis Berkhof: “God effects the work in part through the instrumentality of man as a
rational being, by requiring of him prayerful and intelligent co-operation with the Spirit”
(= ) - ‘Systematic Theology’, hal 534.
Bahwa manusia ikut bekerja sama terlihat dari:
a) Adanya banyak peringatan terhadap hal-hal yang jahat / pencobaan, yang
secara implicit menunjukkan bahwa kita harus aktif dalam menghindari hal-hal
tersebut. Bdk. Ro 12:9,16,17 1Kor 6:9,10 Gal 5:16-23.
b) Adanya banyak perintah untuk hidup kudus. Mikha 6:8 Yoh 15:2,8,16 Ro
8:12,13 Ro 12:1,2,17 Gal 6:7,8,15.

70
Louis Berkhof: “Though man is privileged to co-operate with the Spirit of God, he can do
this only in virtue of the strength which the Spirit imparts to him from day to day. The
spiritual development of man is not a human achievement, but a work of divine grace. Man
deserves no credit whatsoever for that which he contributes to it instrumentally” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 535.

Louis Berkhof: “The very fact that it is based on justification, in which the free grace of
God stands out with the greatest prominence, excludes the idea that we can ever merit
anything in sanctification” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 536.

5) Sanctification merupakan proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak pernah
selesai dalam hidup ini.
Kitab Suci mengajarkan bahwa dalam hidup ini tidak mungkin ada orang yang bisa
mencapai kesucian yang sempurna (1Raja 8:46 Amsal 20:9 Ro 3:10,12 Yak 3:2
1Yoh 1:8.
Orang baru disempurnakan dalam sanctification pada saat mati atau sesaat setelah
mati. Ibr 12:23 Wah 14:5 - ‘without blemish’ Wah 21:27.

The means of sanctification.

1) Firman Allah.
Ini dikatakan oleh L. Berkhof sebagai ‘the principal means’.
Louis Berkhof: “The truth in itself certainly has no adequate efficiency to sanctify the
believer, yet it is naturally adapted to be the means of sanctification as employed by the
Holy Spirit” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 535.
Dasar: Maz 119:9 Yer 23:29 Yoh 15:3.

2) Sakramen.
Gereja Roma Katolik menganggap ini sebagai yang terutama, tetapi gereja
Protestan menganggap ini sebagai cara yang lebih rendah dari Firman Tuhan.

3) Pimpinan dari providence of God.


Yang dimaksudkan adalah hajaran atau ujian atau kesabaran Allah.
Bandingkan dengan Maz 119:71 - “Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku
belajar ketetapan-ketetapanMu”.
Ro 2:4 Ibr 12:10.

Perfectionisme
Sifat tidak sempurna dari sanctification (>< Perfectionism).
Louis Berkhof: “When we speak of sanctification as being imperfect in this life, we do not
mean to say that it is imperfect in parts, as if only a part of the holy man that originates in
regeneration were affected. It is the whole, but yet undeveloped new man, that must grow into
full stature. A new-born child is, barring exceptions, perfect in parts, but not yet in the degree
of development for which it is intended. Just so the new man is perfect in parts, but remains in
the present life imperfect in the degree of spiritual development. Believers must contend with
sin as long as they live” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 537.

Orang-orang yang menolak sifat tidak sempurna dari pengudusan ini disebut
Perfectionist. Mereka menganggap bahwa dalam hidup ini adalah mungkin bagi seorang
kristen untuk mencapai kekudusan yang sempurna. Ajaran ini diajarkan dalam banyak
bentuk oleh orang-orang yang menganut Pelagianisme, Roma Katolik, Semi-
71
Pelagianisme, Arminianisme, Wesleyans, dan juga oleh para ahli theologia Oberlin,
seperti Charles Gospel Finney (Berkhof, hal 537-538).
Louis Berkhof: “They all agree, however, in externalizing sin” (= ) - ‘Systematic Theology’,
hal 538.
Louis Berkhof: “the Pelagians, in distinction from all the rest, denying the inherent corruption
of man” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Louis Berkhof: “They all agree, however, in externalizing sin” (= ) - ‘Systematic Theology’,
hal 538.
Louis Berkhof: “the Arminians, including the Wesleyans, differing from all the rest in holding
that this is not the original moral law, but the gospel requirements or the new law of faith and
evangelical obedience” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Louis Berkhof: “The Roman Catholics and the Oberlin theologians maintain that it is the
original law, but admit that the demands of this law are adjusted to man’s deteriorated powers
and to his present ability” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Louis Berkhof: “It is very significant that all the leading perfectionist theories (with the sole
exception of the Pelagian, which denies the inherent corruption of man) deem it necessary to
lower the standard of perfection and do not hold man responsible for a great deal that is
undoubtedly demanded by the original moral law. And it is equally significant that they feel the
necessity of externalizing the idea of sin, when they claim that only conscious wrong-doing can
be so considered, and refuse to recognize as sin a great deal that is represented as such in
Scripture” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.

Dasar yang dipakai oleh penganut Perfectionism:


a) Adanya perintah untuk hidup kudus / sempurna, meneladani Yesus (1Pet 1:16 Mat
5:48 Yak 1:4 1Pet 2:21-dst), merupakan sesuatu yang tidak masuk akal kalau hal
itu tidak bisa dilaksanakan.
Jawab: Kitab Suci menuntut kesempurnaan bagi orang kristen maupun kafir, karena
Allah memang menuntut kesucian sejak semula, dan tuntutan itu tidak pernah
dibuang. Jika karena adanya tuntutan / perintah seperti itu disimpulkan bahwa orang
kristen bisa hidup suci, maka itu juga harus diberlakukan untuk orang kafir.
Louis Berkhof: “The measure of our ability cannot be inferred from the Scriptural
commandments” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
b) Belum selesai, Berkhof hal 538 bawah
Kalau dalam Kitab Suci disebutkan ada orang yang tak bercela dsb (Kej 6:9 Ayub 1:1
1Raja 15:14), itu hanya dalam perbandingan. Ini harus ditafsirkan dengan melihat Ro
3:23 Amsal 20:9 1Yoh 1:8,10.
1Yoh 3:6,8,10 juga tidak berarti bahwa orang kristen bisa suci. Yang dimaksud oleh
ayat-ayat ini adalah kebiasaan berdosa, atau terus-menerus berbuat dosa.
Louis Berkhof: “Moreover, the Perfectionist cannot very well use these passages to prove his
point, since they would prove too much for this purpose. He does not make bold to say that all
believers are actually sinless, but only that they can reach a state of sinless perfection. The
Johannine passage, however, would prove, on his interpretation, that all believers are without
sin. And more than that, they would also prove that believers never fall from tha state of grace
(for this is sinning); and yet the Perfectionists are the very people who believe that even perfect
Christians may fall away.” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 539.

Cara pengudusan yang salah.

‘Streams in the Desert’, vol 3, August 3:


“‘Christ in you, the hope of glory’ (Col. 1:27). The greatest thing that any of us can do is not to
72
live for Christ but to live Christ. What is holy living? It is Christ life. It is not to be Christians,
but Christ-ones. It is not to try to do or be some great thing but simply to have Him and let Him
live His own life in us; abiding in Him and He in us, and letting Him reflect His own graces,
His own faith, His own consecration, His own love, His own patience, His own gentleness, His
own words in us, while we ‘show forth the virtues of Him whi hath called us out of darkness
into His marvelous light.’ This is at once the sublimest and the simplest life that it is possible to
live. It is a higher standard than human perfection, and yet it is possible for a poor, sinful,
imperfect man to realize it through the perfect Christ who comes to live within us. God help us
so to live, and thus to make real to those around us the simplicity, the beauty, the glory and the
power of the Christ life.” (= ).

Juga cara Watchman Nee, dalam buku ‘penghidupan orang kristen yang normal’.

William G. T. Shedd: “David’s experience during his backslidings was fearful in the extreme”
(= ) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 546.
Bdk. Ps 32:4 42:7 116:3.

J. C. Ryle kutip John Owen:


“I do not understand how a man can be a true believer unto whom sin is not the greatest
burden, sorrow and trouble” (= Saya tidak mengerti bagaimana seseorang bisa merupakan
orang percaya yang sejati jika bagi dia dosa bukanlah beban, kesedihan dan kesukaran /
problem yang terbesar) - ‘Holiness’, hal 38.
J. C. Ryle: “I fear it is sometimes forgotten that God has married together justification and
sanctification. They are distinct and different things, beyond question, but one is never found
without the other. All justified people are sanctified, and all sanctified are justified. What God
has joined together let no man dare to put asunder” (= Saya takut / kuatir bahwa kadang-
kadang dilupakan bahwa Allah telah menikahkan pembenaran dan pengudusan. Tidak
diragukan lagi bahwa mereka adalah 2 hal yang berbeda, tetapi yang satu tidak pernah ada
/ ditemukan tanpa yang lain. Semua orang yang dibenarkan juga dikuduskan, dan semua
yang dikuduskan juga dibenarkan. Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh
diceraikan oleh manusia) - ‘Holiness’, hal 46.

J. C. Ryle: “A ‘saint’, in whom nothing can be seen but worldliness or sin, is a kind of
monster not recognized in the Bible” (= ‘Orang suci / kudus’, dalam siapa tidak ada
apapun bisa dilihat kecuali keduniawian atau dosa, adalah sejenis monster yang
tidak dikenal dalam Alkitab) - ‘Holiness’, hal 19.

J. C. Ryle: “Sound Protestant and evangelical doctrine is useless if it is not


accompanied by a holy life. It is worse than useless: it does positive harm. It is despised
by keensighted and shrewd men of the world, as an unreal and hollow thing, and
brings religion into contempt” (= Doktrin / ajaran Protestan yang sehat dan injili
tidak ada gunanya jika itu tidak dibarengi dengan hidup yang kudus. Itu bahkan
lebih buruk dari tidak berguna: itu memberikan kerugian positif. Itu dihina oleh
orang dunia yang bermata tajam / teliti dan cerdik, sebagai sesuatu yang tidak
nyata dan kosong / palsu, dan menyebabkan agama dihina) - ‘Holiness’, bagian
‘Introduction’.

Spurgeon: “the nearer a man lives to God the more intensely he has to mourn over his own
evil heart; and the more his Master honors him in His service, the more the evil of the flesh
vexes and teases him day by day” (= makin seseorang hidup dekat dengan Allah, makin
hebat ia berkabung atas hatinya sendiri yang jahat; dan makin Tuannya menghormatinya

73
dalam pelayananNya, makin kejahatan dari daging menjengkelkan dan menggodanya hari
demi hari) - ‘Morning and Evening’, July 5, morning.

Charles Haddon Spurgeon: “Nothing is more deadly than self-righteousness, or more


hopeful than contrition” (= Tidak ada yang lebih mematikan dari pada perasaan bahwa diri
sendiri itu benar, atau lebih berpengharapan dari pada perasaan sedih karena kesadaran
dosa) - ‘Morning and Evening’, September 29, morning.

J. C. Ryle: “Let us not expect too much from our own hearts here below. At our best
we shall find in ourselves daily cause for humiliation, and discover that we are needy
debtors to mercy and grace every hour. The more light we have, the more we shall see
our own imperfection. Sinners we were when we began, sinners we shall find ourselves
as we go on: renewed, pardoned, justified, yet sinners to the very last” (= Janganlah
kita berharap terlalu banyak dari hati kita sendiri di sini di bawah / di dunia.
Sebaik-baiknya kita, kita tetap akan menemukan dalam diri kita sendiri hal-hal
yang memalukan setiap hari, dan menemukan bahwa kita adalah orang berhutang
yang membutuhkan belas kasihan dan kasih karunia setiap jam. Makin banyak
terang yang kita miliki, makin kita melihat ketidaksempurnaan kita. Kita adalah
orang berdosa pada waktu kita mulai, kita akan mendapatkan diri kita sebagai
orang berdosa pada waktu kita berjalan: diperbaharui, diampuni, dibenarkan,
tetapi tetap adalah orang berdosa sampai akhir) - ‘Holiness’, hal 31.

J. C. Ryle: “Many appear to forget that we are saved and justified as sinners, and only
sinners, and that we never can attain to anything higher, if we live to the age of
Methuselah. Redeemed sinners, justified sinners and renewed sinners doubtless we
must be - but sinners, sinners, sinners, we shall be always to the very last” (= Banyak
orang kelihatannya lupa bahwa kita diselamatkan dan dibenarkan sebagai orang
berdosa, dan bahwa kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih tinggi,
bahkan jika kita hidup sampai pada usia Metusalah. Tidak diragukan lagi bahwa
kita adalah orang berdosa yang telah ditebus, orang berdosa yang telah dibenarkan
dan orang berdosa yang telah diperbaharui - tetapi kita akan selalu adalah orang
berdosa, orang berdosa, orang berdosa, sampai saat terakhir) - ‘Holiness’, hal 113.

Pulpit Commentary: “God’s holiest servants feel their unworthiness the most; they are
conscious, not only of many great sins in the past, but of much frailty and inconstancy
always. There are strange inconsistencies and vacillations and falterings, even in the
holiest lives” (= Pelayan-pelayan Allah yang paling kudus paling merasakan
ketidak-layakan mereka; mereka menyadari bukan hanya tentang banyak dosa-
dosa besar di masa yang lalu, tetapi juga tentang selalu adanya banyak kelemahan
dan ketidak-teguhan / ketidak-setiaan. Ada ketidak-konsistenan dan kebimbangan
dan kegoyahan yang aneh, bahkan dalam kehidupan yang paling kudus) - ‘1Peter’,
hal 19.

Allah menghendaki pengudusan kita (1Tes 4:3).

J. C. Ryle: “A truly sanctified person may be so clothed with humility that he can see
in himself nothing but infirmity and defects” (= Orang yang benar-benar telah
dikuduskan bisa dipakaiani dengan kerendahan hati sedemikian rupa sehingga ia
tidak melihat apapun dalam dirinya sendiri kecuali kelemahan dan cacat) -
‘Holiness’, hal 18.
Bdk. Mat 25:37 - domba tak merasa berbuat baik.
74
Doa adalah cara / jalan untuk mendapatkan sanctification.
Mat 6:13 Mat 26:41.

Sanctification tak berarti bebas dari inward spiritual conflict. bdk. Gal 5:17.
Sanctification tidak membenarkan manusia, tetapi menyenangkan Allah.

J. C. Ryle: “He and sin must quarrel, if he and God are to be friends” (= Ia dan dosa
harus bertengkar, jika ia dan Allah mau menjadi teman) - ‘Holiness’, hal 68.

J. C. Ryle: “A single day in hell will be worse than a whole life spent in carrying the
cross” (= Satu hari dalam neraka lebih jelek dari pada seluruh hidup dihabiskan
untuk memikul salib) - ‘Holiness’, hal 75.

I) Apakah mortification itu?

Dalam Ro 8:13 ini istilah mortification ini digambarkan dengan kata-kata


‘mematikan perbuatan-perbuatan tubuh’.

1) ‘Tubuh’.
Kata ‘tubuh’ dalam ay 13b artinya sama dengan kata ‘daging’ dalam
ay 13a.
Jadi, ‘perbuatan tubuh / daging’ ini bisa disamakan dengan ‘kehidupan
manusia lama’, yang menunjuk pada semua dosa dalam hidup kita.

2) ‘Mematikan’ (= to mortify).

a) ‘To mortify sin’ (= mematikan dosa) tidak berarti menutup-nutupi dosa,


berpura-pura saleh, kesalehan lahiriah dsb.

John Owen:
“When a man on some outward respects forsakes the practice of any sin,
men perhaps may look on him as a changed man. God knows that to his
former iniquity he hath added cursed hypocrisy, and is got in a safer path to
hell than he was in before. He hath got another heart than he had, that is
more cunning; not a new heart, that is more holy” (= Pada waktu
seseorang kelihatan dari luar meninggalkan praktek dari suatu dosa,
mungkin orang akan melihatnya sebagai orang yang tetah berubah.
Tetapi Allah tahu bahwa terhadap dosanya yang semula ia telah
menambahkan kemunafikan yang terkutuk, dan ia telah mencapai jalan
yang lebih aman menuju neraka dari pada sebelumnya. Ia telah
mendapatkan hati yang lain yang lebih licik dari hatinya semula, bukan
hati yang baru, yang lebih suci / kudus) - ‘The Works of John Owen’, vol
6, ‘Temptation and Sin’, hal 25.

75
Mortification bukan cuma kesalehan di luar yang disebabkan karena
karakter / kepribadian yang tenang, tidak mudah marah, sopan dsb.
Kalau hatinya tetap penuh dengan kebencian, iri hati, percabulan dsb,
maka di sini tidak ada mortification.

Penerapan:
Apakah saudara hanya mempunyai kesalehan lahiriah (seperti pergi
ke gereja, dibaptis, dsb), tetapi mempunyai hati yang tidak percaya
dan jahat?

 Artinya sama dengan ‘menyalibkan manusia lama’ / membuang dosa /


semua yang tak sesuai dengan Firman Tuhan / kehendak Allah, bukan
hanya secara lahiriah, tetapi juga di dalam hati.
Memang manusia lama ini sudah disalibkan dengan Kristus (Ro 6:6).
Ini dimulai pada saat kelahiran baru (Ro 6:3-5). Tetapi ini harus
dilanjutkan / ditingkatkan sampai pada kesempurnaan. Sekalipun
memang dalam dunia ini kita tidak akan bisa mencapai kesempurnaan,
tetapi itu harus menjadi tujuan kita.

II) Siapa yang harus melakukan mortification?

1) Orang yang diberi kewajiban ini adalah ‘kamu’ (Ro 8:13), yaitu orang
kristen di Roma kepada siapa Paulus menuliskan surat ini. Ini terlihat lebih
jelas lagi dari Kol 3:5, karena kalau dilihat Kol 3:1-4 terlihat bahwa ini
ditujukan kepada orang percaya.

2) Ada bahayanya kalau kita menyuruh orang yang belum percaya untuk
melakukan mortification, yaitu ia tidak akan datang kepada Yesus,
sebaliknya merasa diri bisa melakukan perbaikan hidup. Dan pada saat ia
gagal melakukan mortification itu, ia bisa berpandangan bahwa kek-
ristenan itu salah, membuang dosa itu sia-sia dsb. Ini menyebabkan ia
makin menyerah kepada dosa.
Karena itu, terhadap orang yang belum percaya, kita hanya menginjilinya
menyuruhnya datang kepada Yesus, sedangkan terhadap orang percaya
kita menyuruhnya melakukan mortification.

II) Mengapa kita harus terus-menerus melakukan


mortification?

1) Karena dosa terus bertindak dalam diri kita menghasilkan perbuatan


daging.

John Owen:
“When sin lets us alone we may let sin alone; but as sin is never less quiet than
when it seems to be most quiet, and its waters are for the most part deep when
they are still, so ought our contrivances against it to be vigorous at all times and
in all conditions, even where there is least suspicion” (= Kalau dosa
membiarkan kita / tak mengganggu kita, maka kita boleh membiarkan dosa;

76
tetapi karena dosa itu tidak pernah diam, dan airnya biasanya dalam pada
waktu sedang tenang, maka usaha kita menentangnya harus bersemangat
setiap saat dan dalam setiap kondisi, bahkan pada saat ada kecurigaan yang
paling kecil) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal
11.

2) Dosa bukan hanya akan terus bekerja / bertindak, tetapi kalau didiamkan /
kalau tidak terus dimatikan, dosa itu akan melahirkan dosa-dosa yang
hebat, yang oleh Owen dikatakan sebagai ‘cursed, scandalous, soul-
destroying sins’ (= dosa-dosa terkutuk, memalukan, mernghancurkan
jiwa).

John Owen:
“Every unclean thought or glance would be adultery if it could; every covetous
desire would be oppression, every thought of unbelief would be atheism, might
it grow to its head” (= Setiap pikiran / pandangan mata yang najis akan
menjadi perzinahan kalau memungkinkan; setiap keinginan yang tamak
akan menjadi penindasan, setiap pikiran tentang ketidakpercayaan akan
menjadi atheisme, kalau hal itu bisa tumbuh sampai puncaknya) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 12.
Bandingkan dengan:
 Ibr 3:13. Gal 5:19-21.
 1Sam 11 Daud mula-mula melihat Batsyeba, tetapi lalu berzinah
dengan Batsyeba, membunuh Uria dsb.

John Owen:
“It is modest, as it were, in its first motions and proposals, but having once got
footing in the heart by them, it constantly makes good its ground, and presseth
on to some farther degrees in the same kind” (= Pada gerakan dan usul mula-
mula dosa itu sopan, tetapi sekali mendapat tempat berpijak dalam hati kita,
dosa itu merperkokoh posisinya, dan terus menekan ke tingkat yang lebih
jauh) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 12.

Penerapan:
Kalau perzinahan itu mau menguasai saudara bisa saja mula-mula ia
datang dengan sopan, dan mengajak saudara untuk ‘mengagumi
keindahan ciptaan Tuhan’, tetapi lalu membawa saudara ke dalam
perzinahan dalam hati (Mat 5:28), dan akhirnya ke dalamn perzinahan
fisik. Karena itu hati-hatilah dengan ‘sikap sopan’ dari dosa pada waktu ia
pertama kali datang kepada saudara!

John Owen menambahkan sebagai berikut:


“One lust, or a lust in one man, may receive many accidental improvements,
heightenings, and strengthenings, which may give it life, power, and vigour,
exceedingly above what another lust hath, or the same lust (that is, of the same
kind and nature) in another man” [= Satu nafsu, atau suatu nafsu dalam satu
orang, bisa menerima kemajuan, peningkatan dan penguatan, yang
memberinya hidup, kekuatan, dan semangat yang jauh melebihi yang
dipunyai oleh nafsu yang lain, atau nafsu yang sama (yaitu, nafsu dari jenis

77
dan sifat yang sama) dalam diri orang lain] - ‘The Works of John Owen’, vol
6, ‘Temptation and Sin’, hal 29.

John Owen juga memberi petunjuk tentang dosa yang sudah berkembang
sampai pada taraf berbahaya:
a) Kalau dosa itu sudah mendarah daging untuk waktu yang lama.
Renungkan: apa dosa / kelemahan saudara yang sudah ada sejak
kecil? Zinah? Sombong? Dusta? Pemarah? Pendendam? Malas?
Suka ngaret?
b) Kalau kita menyetujui dosa itu, dan tak ada usaha untuk
membunuhnya, atau usaha untuk membenarkan diri sekalipun ada
dosa.
c) Atau kalau kita hibur diri bahwa untuk dosa inipun Kristus sudah mati
dan tebus, lalu kita teruskan dosa itu.
 bdk. Naaman dalam 2Raja-raja 5:18 - mau teruskan masuk ke kuil
Rimon bersama rajanya, dan minta Tuhan ampuni.
 bdk. Yudas 4: 'menyalahgunakan kasih karunia Allah untuk
melampiaskan hawa nafsu!
 bdk. Ro 6:1-2.
d) Kalau kita senang / mencintai dosa itu (sekalipun kita tak melaku-
kannya).

3) Dosa memberikan banyak hal negatif.

a) John Owen:
“Every unmortified sin will certainly do two things: - [1] It will weaken the
soul, and deprive it of its vigour. [2] It will darken the soul, and deprive it of
its comfort and peace” [= Setiap dosa yang tidak dimatikan pasti akan
melakukan 2 hal: (1) Dosa itu akan melemahkan jiwa, dan mencabut /
menghilangkan semangat / kekuatannya.(2) Dosa itu akan menggelapkan
jiwa, dan mencabut / menghilangkan penghiburan dan damai darinya] -
‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 22.
Contoh:
 Daud dalam Maz 38:4,9 Maz 40:13 (KJV: I am not able to look up).
 Juga 1Yoh 2:15 1Yoh 3:17 - kehilangan kasih Allah.
 Tentang ‘kehilangan damai’ lihat:
 Im 26:17b,36-37a Amsal 28:1.
 1Raja2 8:38 - ‘apa yang merisaukan hatinya sendiri’  jelas
menunjukkan bahwa dosa menghancurkan damai / sukacita.
Illustrasi:
Ini seperti tanaman yang ditanam tanpa disiangi tanahnya, sehingga
tumbuh banyak semak, rumput dsb disekelilingnya. Tanaman itu
mungkin saja bisa tetap hidup, tetapi tidak akan bagus / sehat.

Sebaliknya, ada janji yang diberikan kalau kita melakukan kewajiban


ini, yaitu: ‘Engkau akan hidup’ (Ro 8:13).
Hidup disini dikontraskan dengan ‘mati’ dalam ay 13a atau ‘kebina-
saan’ dalam Gal 6:8.
Mungkin kata ‘hidup’ ini tidak hanya menunjuk pada hidup yang kekal,
tetapi juga pada kehidupan rohani yang kuat, penuh semangat dan
78
sukacita. Seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam 1Tes 3:8 -
‘Sekarang kami hidup kembali, asal saja kamu teguh berdiri’. Tentu
maksud Paulus bukan sekedar ‘hidup kekal biasa’ tetapi hidup rohani
yang penuh sukacita.
Jadi yang dijanjikan di dalam Ro 8:13 ini adalah: ‘Kamu akan
mempunyai kehidupan rohani yang baik, bersemangat / kuat, dan
menyenangkan saat ini, dan kamu akan menerima hidup kekal nanti’.

b) Doa yang tidak dijawab


Hos 5:13-15 - tidak dilepaskan dari penderitaan, sekalipun berdoa
dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, sampai mereka mengaku
bersalah (Hos 5:15 bdk. Zakh 7:8-14).
Bdk. Juga Yoh 9:31 Yes 59:1-2 Yes 1:15 Amsal 1:24-28.

c) Dosa sebabkan pelayanan kita tak diberkati / sia-sia.


Pelayanan tergantung pada doa. Kalau doa tak dijawab (no b) di atas,
maka jelas pelayanan akan sia-sia.
Bdk. juga 1Kor 15:58 2Tim 2:20-22.

d) Dosa menyebabkan kita dikeraskan hatinya (Ibr 3:12-13).


Kita menjadi tak takut kepada Allah, remehkan / kecilkan dosa itu dsb.

e) Adanya hukuman / hajaran Tuhan (Maz 89:31-33).


Bdk. Yunus ditelan ikan.

4) Dosa menyedihkan / mendukakan Roh Kudus (Ef 4:30).

III) Bagaimana caranya melakukan mortification?

1) Cara melakukan kewajiban itu adalah: ‘melalui Roh Kudus’.

John Owen:
“Mortification from a self-strength, carried on by ways of self-invention, unto
the end of a self-righteousness, is the soul and substance of all false religion in
the world” (= Tindakan mematikan dosa dengan kekuatan sendiri, dilakukan
dengan cara-cara yang ditemukan sendiri, menuju kebenaran diri sendiri,
adalah jiwa dan zat / inti dari semua agama palsu dalam dunia) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 7.

Dalam melakukan mortification ini harus ada kesadaran mendalam bahwa


kita tidak mampu, dan hanya Roh Kudus yang mampu. Ini membuat kita
harus bersandar kepada Dia dengan banyak berdoa! Tetapi bahwa Roh
Kudus yang menguduskan kita dan mematikan dosa dalam diri kita, tidak
berarti bahwa kita tak perlu berbuat apa-apa. Pengudusan / mortification
termasuk synergistic, yaitu suatu hal yang terjadi karena kerja sama dua
pihak, yaitu Allah / Roh Kudus dan manusia!

John Owen:

79
“He works in us and with us, not against us or without us” (= Ia bekerja di
dalam kita dan bersama kita, bukan menentang kita atau tanpa kita) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 20.

2) Kita tak boleh mengecilkan / meremehkan dosa itu. Kita harus mempunyai
pengertian yang benar tentang kesalahan, bahaya, dan jahatnya dosa itu.
Tidak adanya hal ini menyebabkan kita terus ada dalam dosa itu. Contoh:
 2Raja2 5:18 - Naaman adalah contoh orang yang meremehkan dosa.
 Amsal 7:23b - tidak sadar bahwa hidupnya terancam.
Bdk. juga dengan Roma Katolik yang mengajarkan tentang venial sins (=
dosa kecil), yang bahkan tidak perlu diakui.
Kita memang percaya adanya tingkat-tingkat dosa, tetapi kita tidak
percaya adanya dosa yang boleh diremehkan! Setiap dosa yang
bagaimanapun kecilnya, upahnya adalah maut. Setiap dosa yang
bagaimanapun kecilnya, menimbulkan murka Allah / menjauhkan manusia
dari Allah. Setiap dosa yang bagaimanapun kecilnya, menyebabkan
Kristus harus mati di atas kayu salib.

3) Kita tak boleh melakukan mortification itu hanya pada dosa-dosa tertentu
saja, tetapi pada semua dosa (bdk. 2Kor 7:1 - marilah kita menyucikan diri
dari semua pencemaran jasmani dan rohani). Mengapa?
a) biasanya orang memilih untuk membunuh dosa yang menyebabkan
hidupnya tidak damai, tidak enak, dsb, tetapi membiarkan dosa yang
tidak menyebabkan hal-hal itu. Ini menunjukkan bahwa mortification
yang ia lakukan didasarkan pada self-love (= kasih pada diri sendiri)!
b) Bisa saja dosa-dosa yang mau kita buang itu tidak bisa mati, justru
karena adanya dosa-dosa yang kita biarkan.
c) Allah sering menghukum satu dosa dengan membiarkan orang itu
jatuh ke dalam dosa-dosa lain (Maz 81:12-13 Ro 1:24,26,28). Jadi,
dosa yang satu bisa berhubungan dengan dosa yang lain.
d) dosa yang dibiarkan itu akan merusak persekutuan kita dengan Allah,
dan rusaknya persekutuan dengan Allah ini menyebabkan kita tidak
punya kekuatan untuk membuang dosa yang ingin kita buang.
Renungkan: dosa apa yang saudara biarkan dalam diri saudara?

4) Mortification harus dilakukan dengan terus menerus memerangi /


melemahkan dosa itu. Jangan hanya kadang-kadang, karena pada saat
kita berhenti memeranginya, ia bertumbuh / menguat.

John Owen:
“Cease not a day from this work; be killing sin or it will be killing you” (=
jangan berhenti satu haripun dari pekerjaan ini; bunuhlah dosa atau dosa
itu akan membunuhmu) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation
and Sin’, hal 9.

Tujuannya supaya dosa terus berkurang dalam kekuatannya, maupun


dalam seringnya muncul dalam diri kita. Dosa, khususnya yang telah lama
dipelihara dan menjadi kuat, harus dilemahkan / diperangi terus menerus
 ini yang disebut menyalibkan daging dengan segala keinginannya (Gal
5:24).
80
Perlu juga diketahui bahwa kalau seseorang disalibkan, maka biasanya
mula-mula ia berontak, berteriak dsb, tetapi lama-kelamaan akan
melemah dan mati. Demikian juga pada waktu kita menyalibkan dosa,
maka sering terjadi bahwa dosa itu lalu justru kelihatan tambah hebat.
Catatan:
Makin hebatnya dosa pada saat kita melakukan mortification sering
membuat kita putus asa, merasa gagal / sia-sia, sehingga kita berhenti
menyalibkan dosa itu, tetapi kalau penyaliban itu diteruskan, maka dosa
itu akan melemah dan mati.

5) Melakukan hal-hal yang ‘tidak menyenangkan’ / bertentangan dengan


dosa itu.
Contoh:
 kalau saudara suka ngaret, maka janganlah sekedar datang persis
pada waktunya, tetapi datanglah kepagian, bahkan sangat kepagian.
Ini adalah sesuatu yang sangat tidak menyenangkan bagi sifat ngaret
itu!
 kalau saudara medit / kikir, justru berikan uang kepada gereja / orang
yang layak dibantu.
 kalau saudara sering tidak memberikan persembahan persepuluhan,
justru berikan persembahan perlimaan, sekaligus untuk membayar
hutang saudara kepada Tuhan!
 kalau saudara tamak, justru tolak tawaran bisnis, sekalipun sebetulnya
memungkinkan untuk menerimanya!
 kalau saudara selalu hidup dengan pengelihatan / logika, justru
saudara harus berusaha untuk hidup dengan iman (bdk. 2Kor 5:7).
 kalau saudara sombong / senang dianggap hebat / disanjung, justru
buatlah supaya saudara direndahkan. Misalnya: pada waktu
berkumpul kumpul dengan teman-teman yang kaya, saudara pakai
pakaian sederhana / murah, tanpa perhiasan. Atau dengan berani
bertanya (sekalipun akan dianggap bodoh) pada waktu ada sesuatu
yang tidak saudara mengerti dalam pembicaraan.
 kalau TV menjadi ‘allah lain’ dalam hidup saudara, maka saudara
harus dengan sengaja tidak menonton acara yang saudara senangi
sekalipun sebetulnya ada waktu untuk menontonnya.
 kalau saudara tidak bisa bersekutu, justru harus mengadakan waktu
untuk bersekutu.
 kalau saudara malas melayani, justru saudara harus meminta
pelayanan yang merepotkan!
 kalau saudara membenci / mendendam kepada seseorang, saudara
justru harus mendoakan dia dan melakukan sesuatu yang baik
kepadanya (Mat 5:44).
 kalau saudara senang memfitnah / menjelekkan orang, saudara justru
harus membicarakan kebaikan orang.
 kalau saudara senang bersungut-sungut, saudara justru harus memuji
Tuhan / bersyukur kepada Tuhan.
 kalau pikiran saudara sering kotor / cabul, saudara justru harus
mengisinya dengan hal-hal yang baik, seperti Firman Tuhan (bdk.
Fil 4:8).

81
 kalau saudara mempunyai keinginan menyeleweng, saudara justru
harus mendekat kepada istri saudara dan menunjukkan kasih saudara
kepadanya.

Renungkan:
Kelemahan apa yang ada pada diri saudara, dan hal apa yang
bertentangan dengannya yang harus saudara lakukan?

6) Menjauhi pencobaan yang membawa kita pada dosa itu.


Perlu juga diketahui bahwa kalau dosa itu digambarkan seperti tanaman
yang menghasilkan buah yang pahit / beracun, maka tidak cukup bagi kita
untuk menghancurkan buahnya, tetapi seluruh tanaman beserta akarnya!
Pertama-tama kita harus mengenali dosa apa yang ada dalam diri kita,
lalu kita harus mempelajari cara-caranya / siasat yang ia pakai dalam
mengalahkan kita, situasi apa yang menguntungkan dia, dsb. Jadi, kita
betul-betul seperti perang, dimana kita harus menyelidiki kekuatan dan
kelemahan dan taktik dari musuh kita.

John Owen:
“This is a folly that possesses many who have yet a quick and living sense of
sin. They are sensible of their sins, not of their temptations, - are displeased
with the bitter fruit, but cherish the poisonous root” (= Ini adalah kebodohan
yang merasuk / menguasai banyak orang yang mempunyai perasaan yang
cepat dan hidup tentang dosa. Mereka peka terhadap dosa mereka, tidak
terhadap pencobaan mereka; tidak senang dengan buah yang pahit, tetapi
menyayangi / memelihara / memberi makan akar yang beracun) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 118.

Adalah sesuatu yang kurang ajar kalau kita berdoa supaya ‘jangan dibawa
ke dalam pencobaan’ (Mat 6:13a), tetapi kita terus menerus menyenangi
dan mendatangi pencobaan!

Penerapan:
 kalau kelemahan saudara adalah perzinahan, maka saudara harus
menjauhi film yang merangsang, buku / bacaan yang porno /
membangkitkan nafsu, dan juga teman-teman yang omongannya
erotis / cabul / membangkitkan nafsu, lebih-lebih teman yang
mengajak untuk berzinah.
 kalau kelemahan saudara adalah dalam hal menonton TV,
sumbangkan TV saudara ke gereja!
 kalau kelemahan saudara adalah merokok, jauhi teman yang merokok.

Renungkan:
Apa kelemahan saudara, dan apa yang harus saudara lakukan untuk
menjauhkan pencobaan yang menarik saudara ke dalam dosa itu?

7) Menghidupkan manusia baru (vivification).


Kalau mortification adalah mematikan manusia lama, maka vivification
adalah menghidupkan manusia baru. Kalau mortification adalah sesuatu
yang negatif, maka vivification adalah sesuatu yang positif. Kalau
82
mortification adalah berusaha untuk berhenti berbuat dosa, maka
vivification adalah berusaha berbuat baik.
Bdk. Kol 3:5-17! Bagian ini mengandung mortification maupun vivification!
Kedua hal ini harus dilakukan secara serentak!
Contoh dari vivification:
 berbakti dengan rajin.
Saudara hanya boleh tidak datang dalam kebaktian kalau saudara sakit,
atau hujan begitu lebat sampai banjir 3 meter!
 belajar Firman Tuhan melalui Pemahaman Alkitab, cassette khotbah,
buku makalah!.
 Berdoa, secara pribadi maupun dalam Persekutuan Doa di gereja.
 Melayani / memberitakan Injil.
 Melakukan semua hal yang baik / sesuai dengan Firman Tuhan,
seperti menolong orang, mengasihi istri, mentaati suami, dsb.

-AMIN-

83

Anda mungkin juga menyukai