Doktrin Keselamatan
Doktrin Keselamatan
I) Soteriology.
ORDO SALUTIS adalah kata bahasa Latin yang berarti The Order of Salvation (=
urut-urutan keselamatan).
Dalam ajaran Reformed, ORDO SALUTISnya adalah sebagai berikut:
1. Calling & Regeneration (= Panggilan dan Kelahiran baru).
2. Conversion (Faith + repentance) [= Pertobatan (iman + pertobatan)].
3. Justification (= Pembenaran).
4. Adoption (= Pengangkatan sebagai anak).
5. Sanctification (= Pengudusan).
6. Perseverance (= Ketekunan).
7. Glorification (= Pemuliaan).
Dasar Kitab Suci dari ORDO SALUTIS: Kata ‘ORDO SALUTIS’ tidak ada dalam
Kitab Suci. Juga, dalam Kitab Suci tidak ada bagian / ayat yang menunjukkan ORDO
SALUTIS itu secara lengkap. Tetapi, ini tidak berarti bahwa ORDO SALUTIS tidak
ada dasar Kitab Sucinya!
Ada banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan ORDO SALUTIS ini sekalipun
cuma sebagian-sebagian, misalnya:
Roma 8:29-30 Calling - Justification - Glorification.
Roma 5:1-2 Faith - Justification - Glorification.
Roma 10:17 Calling - Faith.
Yoh 1:12 Faith - Adoption.
1Yoh 3:9 Regeneration - Sanctification.
Yoh 10:10 & Ef 2:1 menunjukkan bahwa manusia mati secara rohani dan ini secara
implicit menunjukkan bahwa harus ada Regeneration lebih dulu, baru manusia bisa
beriman.
Yang paling membingungkan dari urut-urutan keselamatan ini adalah: yang mana
yang lebih dulu, Regeneration atau Calling? Tetapi sebelum kita membahas mana
yang lebih dulu terjadi, kita harus mengetahui lebih dulu, apakah Calling dan apakah
Regeneration itu.
-o0o-
1
CALLING / PANGGGILAN
1) Kitab Suci tidak pernah memakai istilah ‘External Call’, tetapi dalam Kitab Suci
jelas ada panggilan yang tidak berbuah / tidak menghasilkan apa-apa karena
tidak ditanggapi oleh yang dipanggil.
Mat 28:19 Kis 1:8 Kis 17:18 menunjukkan bahwa Injil itu harus diberitakan
kepada semua orang. Ini jelas merupakan panggilan Allah bagi semua orang.
Tetapi fakta baik dari Kitab Suci maupun dari kejadian sehari-hari jelas
menunjukkan bahwa ada banyak orang yang menolak panggilan itu.
Mat 22:2-14 (khususnya perhatikan ayat 14!), dan bagian pararelnya yaitu
Luk 14:16-24, jelas menunjukkan adanya orang-orang yang dipanggil, tetapi
menolak.
Inilah External Call (= penggilan luar)!
3) Seharusnya, External Call ini tidak termasuk dalam ORDO SALUTIS, karena
ORDO SALUTIS ini membahas penerapan yang efektif dari keselamatan /
penebusan yang dikerjakan oleh Kristus bagi orang-orang pilihan.
4) Ada yang menganggap bahwa External Call bagi orang-orang yang tidak dipilih
(non elect) cuma pura-pura saja, bahkan merupakan suatu ejekan atau gurauan
dari Allah.
Alasan mereka adalah: Allah memanggil, tetapi Ia sendiri menentukan orang itu
binasa; jadi Ia tidak sungguh-sungguh menginginkan orang-orang itu datang /
menerima panggilanNya.
Jawab:
2) Berbeda dengan External Call yang bisa ditolak, maka Internal Call pasti
mempertobatkan orang yang dipanggil. Karena itu Internal Call ini juga disebut
Effectual Call (= panggilan yang efektif / pasti berhasil).
Bisa juga Internal Call itu merupakan Firman Tuhan yang ‘baru’ bagi orang itu.
Jadi bukan External Call yang dijadikan Internal Call, tetapi suatu panggilan yang
baru, dimana orang itu mendengar Firman Tuhan / Injil lagi, yang langsung
dipakai oleh Allah menjadi Internal Call.
-o0o-
5
REGENERATION / KELAHIRAN BARU
I) Apakah regeneration itu?
A) Arti yang salah dan arti yang benar dari regeneration.
Charles Hodge: “By a consent almost universal the word regeneration is now
used to designate, not the whole work of sanctification, nor the first stages of that
work comprehended in conversion, much less justification or any mere external
change of state, but the instantaneous change from spiritual death to spiritual life.
Regeneration, therefore, is spiritual resurrection; the beginning of a new life” [=
Dengan persetujuan yang hampir bersifat universal, kata ‘kelahiran baru’
sekarang digunakan untuk menunjuk, bukan pada seluruh pekerjaan
pengudusan, juga bukan pada tahap-tahap pertama dari pekerjaan yang
tercakup dalam pertobatan, lebih-lebih bukan pada pembenaran atau seadanya
perubahan keadaan yang bersifat lahiriah / luar, tetapi perubahan seketika /
sesaat dari mati rohani menjadi hidup rohani. Kelahiran baru, karena itu,
adalah kebangkitan rohani; permulaan dari hidup yang baru] - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 5.
1) Pembuahan.
6
a) Ini menunjuk pada saat pertama penanaman hidup yang baru dalam roh /
jiwa manusia.
b) Analogi dalam dunia jasmani: Pembuahan (saat sperma bertemu dengan
sel telur).
c) Ini bisa disebut Regeneration dalam arti sempit.
d) Di dalam theologia, kalau dibicarakan tentang Regeneration, biasanya
arti inilah yang dimaksudkan!
2) Kelahiran.
a) Di sini, hidup yang baru yang tadinya ada di dalam, mulai muncul ke
permukaan, sehingga bisa disadari oleh orangnya sendiri, bahkan
mungkin terlihat oleh orang lain.
b) Analogi dalam dunia jasmani: Kelahiran (saat bayi keluar dari
kandungan).
c) Ini bisa disebut sebagai Regeneration dalam arti yang luas.
John Murray: “There is one thing we must say in this connection, that in the matter of
the ‘new birth’ we must discount the distinction between ‘begetting’ and ‘being born’.
There is no warrant for positing a distinction between the divine begetting and the
divine birth. That would be a pure fancy without doctrinal or exegetical or biblio-
theological warrant. To be ‘begotten again’ and to be ‘born again’ are synonymous
terms” - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 178.
Saya condong pada pandangan Louis Berkhof. Pembedaan ini sangat penting,
karena dalam Kitab Suci ayat-ayat yang berhubungan dengan regeneration,
kadang-kadang menunjuk pada regeneration dalam arti pertama (misalnya Yoh
3:1-8), dan kadang-kadang menunjuk pada regeneration dalam arti kedua
(misalnya Yak 1:18 1Pet 1:23), sehingga kalau kita tidak membedakan kedua
arti itu, kita akan menjumpai hal-hal yang bertentangan dalam Kitab Suci.
Catatan: tentang Yak 1:18 dan 1Pet 1:23 lihat penjelasannya di bawah pada
point III (‘Regeneration dan Firman Tuhan’).
Charles Hodge: “It is God who regenerates. The soul is regenerated. In this sense
the soul is passive in regeneration, which (subjectively considered) is a change
wrought in us, and not an act performed by us” [= Allahlah yang
melahirbarukan. Manusia dilahirbarukan. Dalam arti ini manusia pasif dalam
kelahiran baru, yang (dilihat secara subyektif) adalah suatu perubahan dalam
diri kita, dan bukan merupakan suatu tindakan yang kita lakukan] -
‘Systematic Theology’, vol III, hal 31.
Dasar:
7
a) Yoh 1:13 - “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari
daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki,
melainkan dari Allah”.
Ini menunjukkan bahwa dalam persoalan kelahiran baru, hal-hal jasmani
(seperti darah, nafsu sex dsb) sama sekali tidak punya peranan.
Kelahiran baru merupakan pekerjaan Allah saja!
b) Yoh 3:6 - “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang
dilahirkan dari Roh adalah roh”.
Kalau ayat ini tidak jelas bagi saudara, lihat exposisi Yoh 3:1-8 di bawah
(point II).
c) ‘Dilahirkan’ merupakan kata kerja pasif (apalagi kalau bicara tentang
‘pembuahan’!). Semua manusia pasif pada waktu dilahirkan secara
jasmani, dan karena itu pada waktu dilahirkan secara rohani jelas
manusia juga pasif. Kitab Suci tidak secara sembarangan menggunakan
istilah ‘dilahirkan’ itu. Pasti ada analogi / persamaan antara kelahiran
jasmani dan kelahiran rohani.
d) Mengingat bahwa regeneration merupakan suatu kebangkitan rohani,
maka adalah sesuatu yang tidak masuk akal bahwa manusia bekerja
sama dengan Allah dalam melakukan regeneration. Ini sama seperti
berkata: ‘saya ikut bekerja sama dengan Allah untuk membangkitkan diri
saya sendiri yang mati’!
Jawab: kata ‘harus’ dalam Yoh 3:7 tidak menunjukkan bahwa itu adalah
suatu perintah, tetapi menunjukkan bahwa kelahiran baru adalah syarat
mutlak untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Illustrasi: kalau mau jadi ABRI, tinggi badan harus 170 cm, usia harus 21
tahun ke atas, berat badan harus diatas 60 kg. Kata ‘harus’ di sini tidak
berarti bahwa itu adalah perintah, tetapi menunjukkan bahwa itu adalah
syarat!
Dasar:
a) Analogi dalam dunia jasmani: bayi tidak menyadari saat ia dilahirkan,
apalagi saat pembuahan yang menjadikan dia!
b) Yoh 3:8 - “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar
bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia
pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.’”.
Bdk. Pkh 11:5 - “Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan
tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung,
demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan
segala sesuatu”.
Ini mencakup:
1. Intellect / pengetahuan / pengertian (secara rohani).
Bdk. 1Kor 2:14-15 - “(14) Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa
yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu
kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat
dinilai secara rohani. (15) Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu,
tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain”.
2. Feeling / emotion / perasaan (secara rohani).
Bandingkan dengan:
a. Mat 5:4 - “Berbahagialah orang yang berdukacita (ini adalah dukacita
karena dosa), karena mereka akan dihibur”.
b. 1Pet 1:8 - “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu
mengasihiNya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang
tidak melihatNya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan
yang tidak terkatakan”.
3. Will / kehendak (secara rohani).
Bdk. Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik
kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
9
Karena itu, maka orang yang sudah mengalami regeneration akan berubah,
baik dalam pemikiran, kehendak, maupun perasaan (secara rohani bukan
secara jasmani!).
Kalau seseorang berubah hanya sebagian (misalnya hanya intelek saja),
maka ia belum mengalami regeneration!
Yoh 2:23-25 - “(23) Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak
orang percaya dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang
diadakanNya. (24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka,
karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi
kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati
manusia.”.
Cerita dalam Yoh 3:1-8 ini berhubungan dengan bagian terakhir dari Yoh 2 yaitu
Yoh 2:23-25. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kesia-siaan orang yang menjadi
pengikut / murid Kristus (bdk. Yoh 3:2 yang menunjukkan bahwa Nikodemus
menyebut Yesus ‘Rabi’), hanya karena melihat tanda (bdk. Yoh 3:2b), karena tanpa
kelahiran baru semua tidak akan masuk surga. Jadi tujuan cerita ini adalah mengajar
bahwa untuk menjadi murid / pengikut Kristus yang sejati, seseorang harus
mengalami kelahiran baru.
Penerapan: Kalau saudara adalah orang yang merasa diri saudara baik / saleh,
maka sadarilah bahwa tanpa kelahiran baru, bagaimanapun salehnya saudara
hidup, saudara tidak akan masuk surga!
2) ‘dilahirkan kembali’.
11
Argumentasi yang mendukung arti ke 1:
Dalam Kitab Suci kata ANOTHEN hampir selalu diterjemahkan from
above (= dari atas). Satu-satunya yang diterjemahkan again (= lagi)
adalah Gal 4:9.
Terjemahan from above (= dari atas) cocok dengan konsep Yohanes
tentang kelahiran baru yang selalu menekankan kelahiran dari Allah /
Roh Kudus (Yoh 1:13 1Yoh 2:29 3:9 4:7 5:1,4,18).
c) Kelahiran baru.
Karena manusia itu rusak secara total (Total Depravity), maka yang
dibutuhkan bukanlah proses pembetulan sedikit demi sedikit bagian-
bagian yang salah dalam hidup kita (seperti yang dilakukan semua
agama lain), tetapi kelahiran baru.
Illustrasi: pakaian yang sobek memang bisa ditambal, tetapi kalau
pakaian itu hancur, atau sudah memet, maka tidak mungkin bisa ditambal
lagi, tetapi harus diganti baru!
Kelahiran baru adalah sesuatu yang harus terjadi lebih dulu sebelum
seseorang bisa mengerti dan menerima Injil dan percaya kepada Kristus.
Karena itu, maka kelahiran baru menjadi syarat mutlak supaya orang bisa
selamat / masuk surga (ay 3,5).
Adam Clarke: “Every man must have 2 births, one from heaven, the other
from earth - one of his body, the other of his soul: without the first he cannot
see nor enjoy this world, without the last he cannot see nor enjoy the kingdom
of God” (= Setiap manusia harus mempunyai 2 kelahiran, satu dari surga,
yang lain dari bumi - satu untuk tubuhnya, yang lain untuk jiwanya: tanpa
yang pertama ia tidak bisa melihat maupun menikmati dunia ini, tanpa
yang terakhir ia tidak dapat melihat maupun menikmati Kerajaan Allah).
Juga ada orang yang mengatakan: kalau kita dilahirkan 2 x maka kita
hanya akan mati 1 x, tetapi kalau kita dilahirkan hanya 1 x maka kita akan
mati 2 x!
kata ‘melihat’ dalam ay 3 sebetulnya sama saja dengan kata ‘masuk’ dalam
ay 5. Kalau ‘melihat’ saja tidak bisa apalagi ‘masuk’.
12
Ay 4: “Kata Nikodemus kepadaNya: ‘Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan,
kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan
lagi?’”.
2) Ada juga yang menganggap bahwa jawaban Nikodemus ini hanya menunjukkan
betapa tidak masuk akalnya kelahiran baru itu bagi Nikodemus.
Saya lebih setuju pada pandangan ke 2 ini.
Ay 5: “(5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak
dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.”.
Mereka yang menganggap bahwa ini adalah dasar dari ajaran yang
mengatakan bahwa baptisan itu melahirbarukan dan menyelamatkan
seseorang.
baptisan kristen belum ada pada saat itu. Sukar dibayangkan bahwa
Yesus berbicara kepada Nikodemus tentang sesuatu yang saat itu belum
ada.
13
Calvin menafsirkan bahwa kata ‘air dan Roh’ artinya adalah ‘air, yaitu Roh
Kudus’. Jadi, kata bahasa Yunani KAI yang biasanya diterjemahkan and (=
dan), oleh Calvin diartikan ‘yaitu’ (seperti dalam Ro 1:5).
Sebuah kamus Yunani - Inggris yang disusun oleh Barclay M. Newman, Jr.
mengatakan bahwa KAI bisa diartikan sebagai:
- and (= dan).
- also (= juga).
- but (= tetapi).
- even (= yaitu).
- that is (= yaitu).
- namely (= yaitu).
Jadi jelas bahwa ditinjau dari sudut bahasa Yunani, penafsiran Calvin
bukannya tanpa dasar.
2. ‘air dan Roh’ digabung dan dianggap menunjuk pada spiritual seed (=
benih rohani).
Jadi maksudnya, kalau ‘air’ menunjuk pada benih jasmani, maka ‘air dan
Roh’ menunjuk pada benih rohani. Dengan demikian istilah ‘air dan Roh’
sebetulnya sama saja dengan ‘Roh’ (bdk. ay 6,8).
Leon Morris lebih condong pada arti ke 2 ini.
Ay 6: “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang
dilahirkan dari Roh, adalah roh.”.
a) Kata ‘daging’ (bahasa Yunani: SARX) menunjuk pada manusia (bukan hanya
tubuhnya, tetapi juga termasuk jiwa / rohnya). Kadang-kadang, kata ‘daging’
ini digunakan tanpa mengandung arti negatif seperti dalam Yoh 1:14. Tetapi
14
di sini kata ‘daging’ itu jelas mengandung arti negatif (seperti dalam
Yoh 6:63). Jadi artinya adalah: manusia yang dikuasai dosa.
2) Adam Clarke mengatakan bahwa ay 6 ini diucapkan oleh Yesus untuk menjawab
kata-kata Nikodemus dalam ay 4. Jadi seakan-akan Yesus berkata: seandainya
seseorang bisa masuk ke dalam rahim ibunya untuk dilahirkan kembali, itu tidak
ada gunanya, karena ia tetap akan lahir sebagai ‘daging’, yaitu manusia yang
dikuasai oleh dosa.
Ada agama-agama yang percaya / mengajarkan bahwa kalau seseorang hidup
jelek, maka ia bisa memperbaikinya dalam hidup / reinkarnasi yang akan datang.
Tetapi ingat kata-kata Yesus di sini: apa yang dilahirkan dari daging adalah
daging! Karena itu, andaikata reinkarnasi itu memang ada (Catatan: ingat bahwa
kekristenan menolak adanya reinkarnasi - bdk. Ibr 9:27 yang mengatakan bahwa
manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali), tidak peduli berapa ribu kali
seseorang dilahirkan kembali (oleh manusia), ia akan tetap lahir sebagai
‘daging’!
Seorang yang bernama Hoskyns mengatakan: “There is no evolution from flesh to
spirit” (= tidak ada evolusi dari daging menjadi roh).
Memang, tanpa kelahiran baru dari Roh Kudus, tidak ada harapan bagi manusia,
baik dalam hal memperbaiki diri, maupun dalam hal keselamatan / masuk surga!
3) Ada juga yang berpendapat bahwa ay 6 ini diucapkan oleh Yesus karena orang
Yahudi beranggapan bahwa kelahiran mereka sebagai orang Yahudi secara
otomatis menyebabkan mereka masuk Kerajaan Allah / selamat. Jadi dengan
kata-kata ini Yesus mengatakan bahwa orang Yahudipun lahir sebagai daging /
manusia yang dikuasai oleh dosa, dan membutuhkan kelahiran baru dari Roh
Kudus supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah.
4) Ay 6 ini juga menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir, sudah adalah ‘daging’,
yaitu manusia yang dikuasai oleh dosa (bdk. Ayub 14:4 25:4 Maz 51:7 58:4).
Penerapan: Ini perlu diingat oleh setiap orang tua! Anak / cucu saudara,
sekalipun lucu dan mungil dan kelihatan tanpa dosa, tetapi ia tetap adalah orang
berdosa yang dikuasai dosa, yang membutuhkan kelahiran baru dari Roh Kudus,
dan iman kepada Yesus Kristus, supaya bisa diselamatkan dari murka Allah.
Karena itu banyaklah mendoakan keselamatannya dan memberitakan Injil
kepadanya!
5) Ay 6b: Orang yang dilahirkan oleh Roh, bukan lagi ‘daging’ (manusia yang
dikuasai dosa), tetapi ‘roh’ (manusia yang dikuasai oleh Roh Kudus). Ini jelas
menunjukkan bahwa orang yang sudah mengalami kelahiran baru pasti akan
mengalami penyucian / pengudusan.
Kalau saudara menganggap diri saudara sudah lahir baru / selamat, pikirkanlah:
apakah saudara sudah mengalami pengudusan dalam hidup saudara? Kalau
tidak, saudara mempunyai anggapan yang salah tentang keselamatan saudara!
15
Ay 7 ini bukanlah suatu perintah, tetapi hanya menunjukkan bahwa kelahiran
baru merupakan syarat mutlak yang sudah ditetapkan Allah supaya orang bisa
selamat / masuk surga.
William Hendriksen: “It does not refer to the realm of moral duty, but to that of the
divine decree” (= Itu tidak menunjuk pada kewajiban moral, tetapi pada ketetapan
ilahi).
Illustrasi: Kata-kata ‘untuk bisa jadi tentara tingginya harus 170 cm’, tentu tidak
memerintahkan seseorang supaya tingginya menjadi 170 cm. Ini hanya
merupakan syarat bagi setiap orang yang mau menjadi tentara.
Kelahiran baru adalah pekerjaan Roh Kudus secara mutlak, dan tidak ada hal
apapun yang bisa dilakukan oleh manusia supaya hal itu bisa terjadi [bandingkan
dengan buku tulisan Billy Graham yang berjudul ‘How to be born again’ (=
Bagaimana caranya supaya dilahirkan kembali) yang jelas menunjukkan
pengertiannya yang salah tentang kelahiran baru!], dan juga tidak ada hal yang
kita lakukan dalam peristiwa kelahiran baru itu! Sama seperti kita tidak
melakukan apapun pada saat kita dilahirkan secara jasmani, maka kitapun tidak
melakukan apapun pada saat kita dilahirkan kembali oleh Roh Kudus!
Karena itu tidak mungkin hal ini diperintahkan kepada kita! (beda dengan
kepenuhan Roh Kudus, yang sekalipun merupakan pekerjaan Roh Kudus, tetapi
ada hal-hal yang bisa kita lakukan supaya hal itu terjadi. Karena itu, hal itu
diperintahkan (Ef 5:18).
1) Terjemahan ay 8.
Kata ‘angin’ dalam ay 8a berasal dari kata bahasa Yunani PNEUMA. Kata ini
memang bisa berarti ‘roh’, ‘nafas’, ‘angin’. Mengapa bisa demikian? Karena
kalau nafas hilang, orangnya mati, nyawa / rohnya hilang. Juga nafas adalah
udara yang bergerak / angin. Karena itu digunakan 1 istilah / kata untuk
menyatakan ke 3 hal tersebut.
Ada yang berpendapat bahwa kata PNEUMA dalam ay 8a ini harus tetap
diterjemahkan ‘roh’, dengan alasan bahwa kata PNEUMA muncul 370 x dalam
Perjanjian Baru, dan tidak pernah diartikan ‘angin’ (kata ‘angin’ dalam Perjanjian
Baru biasanya berasal dari kata bahasa Yunani yang lain, yaitu ANEMOS). Jadi
menurut mereka ay 8a seharusnya diterjemahkan ‘The Spirit breathes where He
wills’ (= Roh bernafas / menghirup / bertiup kemana Ia mau).
16
dalam Ibr 1:7, yang merupakan kutipan dari Maz 104:4, kata ‘badai’
(diterjemahkan ‘winds’ oleh NIV / NASB), dalam bahasa Yunaninya adalah
PNEUMATA (bentuk jamak dari PNEUMA).
Jadi, kalau dikatakan bahwa dalam Perjanjian Baru kata bahasa Yunani
PNEUMA tidak pernah diterjemahkan sebagai ‘angin’, itu jelas merupakan
pernyataan yang salah.
b) Pekerjaan Roh Kudus dalam kelahiran baru itu tidak terlihat dan bersifat
misterius. Ini dinyatakan dengan kata-kata ‘engkau tidak tahu dari mana ia
datang, atau kemana ia pergi’. Bdk. Pengkhotbah 11:5 - “Sebagaimana engkau
tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang
perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui
pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu”.
c) Sekalipun kelahiran baru itu tidak terlihat dan bersifat misterius, tetapi
buahnya terlihat! Ini dinyatakan dengan kata-kata ‘engkau mendengar
bunyinya’.
Penerapan: Kita harus bersyukur dan memuji Tuhan atas hal ini, karena
seandainya kita bisa menolak pekerjaan Roh Kudus dalam melahirbarukan
kita, maka kita, sebagai orang berdosa yang condong kepada dosa, pasti
menolak kelahiran baru itu!
17
dipercaya bahwa dalam melaksanakan regeneration Allah menggunakan
‘creative word’, misalnya dengan berkata: ‘Hiduplah’!
Yang dimaksud dengan Firman Tuhan di sini adalah pemberitaan Injil / Firman
Tuhan dari Kitab Suci!
Jawab atas pertanyaan ini: Semua orang Reformed setuju bahwa Allah tidak
memakai Firman Tuhan dalam melaksanakan regeneration! Allah bekerja langsung!
Dasar:
1) Regeneration adalah sesuatu yang terjadi dalam alam bawah sadar manusia.
Manusia pasif total! Jadi, jelas bahwa regeneration dilakukan tanpa penggunaan
Firman Tuhan, karena kalau menggunakan Firman Tuhan:
tidak mungkin manusianya pasif total.
pasti terjadi dalam alam sadar!
2) Kitab Suci membedakan pengaruh / pekerjaan Roh Kudus dan pengaruh Kitab
Suci / Firman Tuhan, dan Kitab Suci menyatakan bahwa pengaruh / pekerjaan
Roh Kudus itu harus ada, supaya orangnya bisa menanggapi Firman Tuhan.
Kis 16:14 (NASB): ‘Lidya ......was listening, and the Lord opened her heart to
respond to the things spoken by Paul’ (= Lidia ... sedang mendengarkan, dan
Tuhan membuka hatinya supaya menanggapi hal-hal yang dikatakan oleh
Paulus).
Keberatan terhadap pandangan ini: Yak 1:18 dan 1Pet 1:23 jelas menunjukkan
bahwa Firman Tuhan dipakai dalam pelaksanaan regeneration.
Yak 1:18 - “Atas kehendakNya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman
kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara
semua ciptaanNya”.
KJV: ‘Of his own will begat he us with the word of truth, that we should be a kind of
firstfruits of his creatures’ (= Dari kehendakNya sendiri Ia memperanakkan kita
dengan firman kebenaran, supaya kita menjadi suatu jenis buah sulung dari
makhluk-makhluk ciptaanNya).
NIV: ‘He chose to give us birth through the word of truth, that we might be a kind of
firstfruits of all he created’ (= Ia memilih untuk memberi kita kelahiran melalui firman
kebenaran, supaya kita bisa menjadi suatu jenis buah sulung dari semua yang Ia
ciptakan).
1Pet 1:23 - “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi
dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal”.
Jawab:
Yak 1:18 dan 1Pet 1:23 menunjuk pada regeneration dalam arti luas, yang
mencakup conversion (faith + repentance), sehingga jelas Firman Tuhan dipakai
dalam pelaksanaannya.
1) Yoh 3:3,5,7 jelas menunjukkan perlunya regeneration, karena tanpa itu tidak ada
orang bisa masuk ke dalam Kerajaan Surga!
Yoh 3:3,5,7 - “(3) Yesus menjawab, kataNya: ;Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat
Kerajaan Allah.’ ... (5) Jawab Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika
18
seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan
Allah. ... (7) Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus
dilahirkan kembali”.
a) Ef 2:1 dan Yoh 10:10 menunjukkan bahwa manusia di luar Kristus itu mati
secara rohani.
Ef 2:1 - “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-
dosamu”.
Yoh 10:10 - “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan
membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan
mempunyainya dalam segala kelimpahan”.
b) Yer 6:10 dan 1Kor 2:14 menunjukkan bahwa manusia yang mati secara
rohani itu tidak akan mengerti / menghargai Firman Tuhan.
Yer 6:10 - “Kepada siapakah aku harus berbicara dan bersaksi, supaya mereka
mau memperhatikan? Sungguh, telinga mereka tidak bersunat, mereka tidak
dapat mendengar! Sungguh, firman TUHAN menjadi cemoohan bagi mereka,
mereka tidak menyukainya!”.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari
Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat
memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.
d) 1Yoh 2:29 3:9 4:7 5:18 Ef 2:10 menunjukkan bahwa manusia tidak bisa
taat tanpa mengalami regeneration.
1Yoh 2:29 - “Jikalau kamu tahu, bahwa Ia adalah benar, kamu harus tahu
juga, bahwa setiap orang, yang berbuat kebenaran, lahir dari padaNya”.
1Yoh 3:9 - “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab
benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia
lahir dari Allah”.
1Yoh 4:7 - “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi,
sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari
Allah dan mengenal Allah”.
1Yoh 5:18 - “Kita tahu, bahwa setiap orang yang lahir dari Allah, tidak
berbuat dosa; tetapi Dia yang lahir dari Allah melindunginya, dan si jahat tidak
dapat menjamahnya”.
Ef 2:10 - “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau,
supaya kita hidup di dalamnya”.
19
Sekalipun regeneration adalah pekerjaan Allah saja (monergistic), manusia pasif
total, dan karena itu kita tidak bisa menyuruh seseorang supaya ia dilahirkan
kembali, tetapi, bagaimanapun juga itu tidak berarti bahwa manusia tidak
mempunyai tanggung jawab sama sekali! Manusia tidak boleh menolak untuk
percaya kepada Kristus, dengan alasan ia belum mengalami regeneration!
John Murray: “We never know that we are regenerated until we repent and believe” (=
Kita tidak pernah tahu bahwa kita dilahirbarukan sampai kita bertobat dan percaya) -
‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 199.
Jadi, orang itu tetap punya tanggung jawab untuk percaya kepada Yesus!
Kesimpulan:
Karena regeneration adalah sesuatu yang tidak kita sadari, itu tidak boleh dijadikan
dasar kehidupan kita. Dasar kehidupan kita adalah kehendak Allah yang dinyatakan
dalam Kitab Suci, dan di situ jelas diperintahkan kepada kita untuk percaya kepada
Yesus. Jadi, kita bertanggung jawab untuk melakukan hal itu, tanpa mempersoalkan
apakah kita sudah mengalami regeneration atau tidak!
-o0o-
20
URUT-URUTAN
21
Dari kata-kata itu jelas bahwa John Murray berpendapat bahwa pada waktu
Allah memberi panggilan, karena Ia tahu bahwa manusia yang mati rohani itu
tidak mampu mengerti / menjawab panggilan itu, maka Ia juga memberikan
suatu kasih karunia yang menyertai panggilan itu, supaya manusia itu bisa
mengerti dan menanggapi panggilan itu. Dan kasih karunia itu adalah
regeneration.
Kesimpulannya: sekalipun regeneration letaknya berdekatan sekali (mepet /
dempet) dengan calling, tetapi bagaimanapun calling tetap mendahului
regeneration.
1) Ro 8:28-30.
Perhatikan khususnya ay 30. Ayat itu menunjukkan sebagian dari ORDO
SALUTIS, yaitu calling, justification (= pembenaran), dan glorification (=
pemuliaan).
Jadi ayat itu dimulai dengan calling dan diakhiri dengan glorification. Kalau
glorification adalah tahap yang terakhir dari ORDO SALUTIS, maka
rasanya aneh kalau calling bukanlah tahap pertama dari ORDO SALUTIS.
Keberatan saya: sekalipun argumentasi ini masuk akal, tetapi jelas tidak
mutlak / tidak pasti benar.
Tanggapan saya:
Saya berpendapat bahwa argumentasi-argumentasi ini tidak kuat sehingga
tidak meyakin-kan. Karena itu, saya lebih condong pada pandangan di bawah
ini, yaitu regeneration harus mendahului calling.
Dengan demikian, maka ORDO SALUTIS yang saya terima adalah sebagai
berikut:
1) Regeneration.
2) Calling.
3) Conversion (faith & repentance).
4) Justification.
5) Adoption.
6) Sanctification.
7) Perseverance.
8) Glorification.
-o0o-
23
CONVERSION
Dr. Kelly: dulu conversion dianggap sama dengan regeneration. Tetapi pada
akhir abad 16 lalu dibuat perbedaan, dimana regeneration dianggap sebagai
tindakan Allah dan conversion sebagai tanggapan manusia. Lalu sejak abad 17
teologia Reformed mendefinisikan conversion sebagai ‘a conscious turning of the
regenerate. It involves two elements: faith and repentance’ (= tindakan berbalik
secara sadar dari orang yang sudah dilahirbarukan. Ini mencakup 2 elemen: iman
dan pertobatan).
1) NACHAM.
Kata ini bertujuan untuk menyatakan perasaan yang mendalam, dan
sebetulnya bisa menunjuk baik pada kesedihan, maupun pada
penghiburan. Tetapi kalau kata ini digunakan untuk menunjuk pada
conversion, maka jelas kata ini menunjuk pada kesedihan, dan
biasanya disertai dengan adanya perubahan rencana dan tindakan
untuk masa yang akan datang.
Dalam Kitab Suci bahasa Inggris biasanya diterjemahkan ‘to repent’ (=
bertobat), tetapi dalam Kitab Suci Indonesia biasanya diterjemahkan
‘menyesal’.
Kata ini tidak dipakai untuk manusia saja, tetapi juga untuk Allah.
Contoh: Kej 6:6-7 Kel 32:14 1Sam 15:11.
2) SHUBH.
Artinya: ‘to turn, to turn about, to return’ (= berbelok, berpaling,
kembali).
William G.T. Shedd mendefinisikan conversion sebagai berikut:
“It is turning towards a certain point and away from a certain point” (= Itu
adalah berbelok menuju titik tertentu dan meninggalkan titik tertentu) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 529.
Tentu saja, tidak seadanya titik dalam kehidupan lama harus ditinggal-
kan! Hanya titik-titik yang menurut Kitab Suci adalah salahlah yang
harus ditinggalkan. Juga, kita tidak menuju pada seadanya titik, tetapi
pada titik yang benar menurut Kitab Suci.
24
Penerapan:
Kalau saudara sudah mengalami conversion, maka saudara pasti
mengalami 2 hal ini: saudara meninggalkan titik tertentu, dan saudara
berpaling menuju titik tertentu
Misalnya:
Berpaling dari berhala atau agama lain kepada Yesus /
kekristenan.
Berpaling dari diri sendiri kepada Allah & kemuliaanNya.
Berpaling dari dosa pada kekudusan.
Berpaling dari usaha diri sendiri untuk masuk surga pada pene-
busan yang Kristus lakukan.
Ada orang yang hanya berpaling menuju titik tertentu, tetapi ia tidak
mau meninggalkan titik tertentu. Misalnya:
ia menjadi orang yang beragama kristen, pergi ke gereja dsb, tetapi
ia tidak mau melepaskan agama yang lama / berhala.
sekarang ia berusaha melakukan kebaikan tertentu, tetapi ia tidak
mau membuang dosa.
Ini bukan conversion yang sejati!
Ada juga orang yang meninggalkan titik tertentu, tetapi ia tidak berpa-
ling menuju titik tertentu. Misalnya: ia membuang dosa-dosa tertentu /
berusaha menyucikan dirinya, tetapi tetap tidak mau ikut / datang
kepada Yesus.
Contoh yang lebih specific:
pencuri yang ‘bertobat’ (dalam arti ia tidak mau mencuri lagi), tetapi
ia tidak mau datang kepada Kristus!
meninggalkan berhala, tetapi tidak mau jadi kristen.
Ini juga bukan conversion yang sejati!
1) METANOIA.
Kata ini sebetulnya merupakan gabungan dari dua buah kata bahasa
Yunani, yaitu META dan NOUS.
META = ‘after, behind, change’ (= setelah, belakang, perubahan).
NOUS = ‘mind, reason, understanding’ (= pikiran, akal, pengertian).
Dari arti dua kata itu, maka bisa kita dapatkan bahwa METANOIA
mencakup banyak hal / arti, yaitu:
25
conversion.
Renungkanlah: apakah conversion saudara berhubungan dengan
pengetahuan Firman Tuhan / Injil?
Catatan: Dua hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam pelajaran-pelajaran
yang akan datang.
a) Allah.
Dasar Kitab Suci: Maz 85:5 Yer 31:18 Rat 5:21 Kis 11:18 2Tim 2:25.
Allah memakai:
hukum, untuk mengerjakan repentance (bdk. Ro 3:20).
Injil, untuk mengerjakan iman (bdk. Ro 10:13-15,17).
b) Manusia.
Manusia bekerja sama dengan Allah dalam terjadinya conversion.
Kalau dalam regeneration, manusia pasif secara mutlak, maka dalam
conversion manusia boleh dikatakan aktif dan pasif! Karena apa?
Karena sekalipun manusia bekerja sama dengan Allah, tetapi manusia
hanya bisa bekerja sama kalau Allah lebih dulu bekerja. Dan manusia
itu bisa dan mau bekerja sama itupun juga karena pekerjaan Allah
Keaktifan manusia dalam conversion bisa terlihat dari:
Dalam Perjanjian Lama, kata Ibrani SHUBH digunakan:
74 x menunjuk pada tindakan manusia.
27
15 x menunjuk pada tindakan Allah.
Dalam Perjanjian Baru, conversion digunakan:
26 x menunjuk pada tindakan manusia.
2-3 x menunjuk pada tindakan Allah.
Ayat-ayat Kitab Suci seperti: Yes 55:7 Yer 18:11 Yeh 33:11 Yeh
18:23,32 Kis 2:38 Kis 17:30.
Penerapan: dalam KKR, sering ada calling bagi orang yang mau percaya
dan terima Yesus. Banyak orang yang setiap kali ada calling (di KKR
manapun) untuk terima Yesus, lalu maju ke depan. Tindakan seperti ini
justru menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai keyakinan dan
belum mengalami conversion yang sejati
28
4) True conversion (= pertobatan yang benar / sejati).
ini terjadi karena adanya regeneration / kelahiran baru.
Seseorang mengatakan:
“A conversion that is not rooted in regeneration is no true conversion” (=
suatu pertobatan yang tidak berakar dalam kelahiran baru, bukanlah
pertobatan yang sejati / benar).
harus ada perubahan pikiran, pandangan, keinginan dan kemauan
ada keyakinan bahwa hidup yang lama itu salah, dan ada perubahan
dalam seluruh jalan kehidupan.
-o0o-
29
FAITH / IMAN
I) Object dari iman.
Dasar Kitab Suci untuk mengatakan bahwa iman harus berdasarkan Kitab
Suci / Firman Tuhan: Yoh 6:45 Yoh 17:20 Yoh 20:31 Ro 10:17.
Ada orang yang percaya pada object umum (Kitab Suci) dulu, dan setelah itu
baru percaya kepada object khusus (Kristus). Ada juga yang sebaliknya.
1) Iman adalah pemberian Allah (Mat 11:25-27 Mat 16:17 Yoh 6:44,65 Yoh
12:32 Yoh 17:6 Kis 11:18 1Kor 12:3 Ef 2:8-9 Fil 1:29).
Hanya kalau iman adalah pemberian Allah, maka keselamatan /
pembenaran kita bisa disebut sebagai anugerah gratis / cuma-cuma dari
Allah (bdk. Ro 3:24).
Ada illustrasi yang sangat populer yang sering dipakai dalam penginjilan:
31
ada orang yang mau memberikan uang (simbol dari Allah yang mau
memberi keselamatan), kepada seorang pengemis (simbol dari orang
berdosa). Tetapi supaya uang itu menjadi miliknya, pengemis itu harus
mau mengulurkan tangannya (simbol dari iman).
Kesalahan illustrasi ini adalah: iman tidak digambarkan sebagai
pemberian Allah, dan manusia sendiri bisa beriman
Komentar Herman Hoeksema, seorang ahli theologia Reformed, tentang
illustrasi ini: “The natural man has no hand whereby he is able to accept the
salvation of God in Christ Jesus” (= Manusia duniawi tidak mempunyai
tangan dengan mana ia dapat menerima keselamatan Allah dalam Yesus
Kristus) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 479.
a) Ajaran Pelagianisme.
Manusia sendiri, tanpa pertolongan Allah, bisa beriman (bahkan bisa
selamat tanpa Kristus!). Ajaran ini sudah dari dulu dikecam sebagai
ajaran sesat!
32
“He gives to them not only the choice of believing, but faith itself” (= Ia
memberi kepada mereka bukan hanya pemilihan untuk percaya tetapi
iman itu sendiri).
Penerapan:
Sebetulnya kita tidak lebih baik dari orang lain! Tetapi Allah memilih kita
dan menganugerahkan iman kepada kita sehingga kita selamat. Semua
ini seharusnya membuat kita senantiasa:
mengucap syukur kepadaNya dan memuji Dia.
mengasihi Dia dengan segenap hati, pikiran dan jiwa.
mengutamakan Dia di atas segala-galanya.
rela berkorban untuk Dia.
mau menyangkal diri dan hidup bagi Dia.
Sudahkah saudara melakukan semua ini? Maukah saudara melakukan-
nya?
John Murray: “Regeneration is the act of God and of God alone. But faith is
not the act of God; it is not God who believes in Christ for salvation, it is the
sinner. It is by God’s grace that a person is able to believe but faith is an activity
on the part of the person and of him alone” (= Kelahiran baru adalah
tindakan Allah dan hanya tindakan Allah saja. Tetapi iman bukanlah
tindakan Allah; bukan Allah yang percaya kepada Kristus untuk
keselamatan, tetapi orang berdosanyalah yang percaya kepada Kristus. Oleh
kasih karunia Allahlah seseorang bisa percaya tetapi iman adalah aktivitas
dari orang itu dan hanya dari dia saja) - ‘Redemption Accomplished and
Applied’, hal 106.
33
Dasar Kitab Suci bahwa iman adalah aktivitas manusia:
a) Tuhan memerintahkan kita supaya beriman (Yoh 6:29 Kis 16:31 1Yoh
3:23).
Perintah Tuhan ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai
tanggung jawab untuk beriman kepada Yesus! Di sini terlihat
perbedaan antara iman dan kelahiran baru. Kelahiran baru merupakan
pekerjaan Roh Kudus secara mutlak, dan dalam peristiwa kelahiran
baru itu kita pasif total! Kelahiran baru bukanlah tindakan ataupun
tanggung jawab kita, dan karena itu Tuhan tidak pernah memberikan
perintah kepada kita supaya dilahirbarukan! Karena itu pada waktu
rasul-rasul memberitakan Injil, mereka menyuruh orang percaya
kepada Yesus, bertobat dan dibaptis, tetapi mereka tidak pernah
menyuruh siapapun untuk dilahirbarukan!
Louis Berkhof:
“They (the reformers) regarded faith, primarily as a gift of God and only
secondarily as an activity of man in dependence on God” [= Mereka (tokoh-
tokoh reformasi) menganggap iman terutama sebagai pemberian Allah dan
baru setelah itu sebagai aktivitas manusia dalam ketergantungannya kepada
Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 497.
B) Kalau Allah memberikan iman kepada seseorang, bisakah orang itu lalu
menolak pemberian itu, sehingga ia tidak diselamatkan?
Arminianisme menjawab : bisa!
Tetapi Calvinisme / Reformed menjawab: tidak! Ini dinyatakan oleh point
34
ke 4 dari 5 perbedaan utama antara Calvinisme dan Arminianisme, yaitu
Irresistible Grace (= kasih karunia yang tidak bisa ditahan / ditolak).
Alasannya:
Allah hanya memberikan iman kepada orang yang telah Ia pilih untuk
diselamatkan (Predestinasi). Kalau orang itu bisa menolak iman yang
Allah berikan, maka itu berarti Predestinasi / Rencana Allah itu bisa
gagal, padahal Kitab Suci berkata bahwa Predestinasi / Rencana Allah
itu tidak mungkin berubah / gagal (Ayub 42:2 Maz 33:10-11 Yes
14:24,26,27 Yes 46:10-11).
Bandingkan dengan Kis 13:48b yang mengatakan: ‘semua orang yang
ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya’!
Allah hanya memberikan iman kepada orang yang telah Ia lahir
barukan. Dan orang yang telah dilahirbarukan, jelas telah mengalami
pembaharuan dalam kemauan / kehendaknya, sehingga tidak mungkin
ia menolak iman yang Allah berikan kepadanya.
Allah hanya memberikan iman kepada orang yang Ia panggil dengan
effectual / internal calling (= panggilan efektif / di dalam). Sesuai
dengan namanya, maka panggilan ini pasti efektif / pasti berhasil
mempertobatkan orang yang dipanggil itu. Jadi, tidak mungkin orang
itu menolak panggilan ini!
Juga, kalau kita melihat pada Ro 8:29-30, maka kita bisa melihat
adanya ‘rantai keselamatan’ yang tidak mungkin terputuskan! Orang
yang Allah tentukan untuk selamat, akhirnya pasti dimuliakan! Jadi, tak
mungkin ia menolak iman yang Allah berikan kepadanya!
Tetapi ada satu hal lain yang menarik yang bisa didapatkan dari ayat
ini, yaitu bahwa Ro 8:29-30 ini menggunakan kata-kata kerja dalam
bentuk lampau (past tense).
NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the
likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers.
And those he predestined, he also called; those he called, he also justified;
those he justified, he also glorified”.
Memang tidak aneh kalau ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu) dan
‘predestined’ (= dipredestinasikan) ada dalam bentuk lampau, karena
itu memang terjadi pada masa yang lampau, tetapi mengapa ‘called’ (=
dipanggil), ‘justified’ (= dibenarkan), dan ‘glorified’ (= dimuliakan), juga
ada dalam bentuk lampau? Loraine Boettner memberikan penafsiran
yang menarik tentang hal ini dimana ia berkata: “Paul has cast the verse
in the past tense because with God the purpose is in principle executed when
formed, so certain is it of fulfillment” (= Paulus telah melemparkan ayat
itu ke dalam past tense karena dengan Allah, maksud / tujuan / rencana
itu pada dasarnya dilaksanakan pada saat dibentuk, begitu pastinya
penggenapan tujuan itu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 85-86. Jadi, ayat ini menjamin keberhasilan dari Predestinasi
maupun panggilan effektif dari Allah.
35
sejarah dalam Kitab Suci.
Ini juga bukan iman yang didasarkan atas kesaksian sejarah.
Ini adalah jenis iman dimana pemiliknya menerima / mempercayai
kebenaran Kitab Suci / Injil dengan cara yang sama seperti ia
menerima / mempercayai pelajaran sejarah. Ia mempercayai Yesus
sama seperti ia mempercayai Napoleon atau Hitler dalam sejarah.
Iman seperti ini hanya bersangkutan dengan pengertian intelektual
belaka, dan sama sekali tidak berakar dalam hati, dan sama sekali
tidak mempunyai tujuan moral / rohani (tidak ada tujuan untuk hidup
lebih suci / mendekat kepada Allah).
Iman seperti ini jelas tidak bisa menyelamatkan!
Iman seperti ini bisa dihasilkan oleh tradisi (lahir dalam keluarga
kristen), pendidikan, pendapat umum, pemikiran bahwa ajaran Kitab
Suci itu indah, dsb.
36
into a mere expedient for bestowing impunity” (= Kecondongan dari
keegoisan manusia adalah selalu merendahkan pengorbanan Kristus
menjadi semata-mata suatu jalan yang berguna untuk memberikan
kebebasan dari hukuman) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal
601.
“No one rises above the faith of the stony-ground hearer, until he
desires and embraces Christ as a deliverer from depravity and sin as well
as hell” (= Tidak seorangpun mempunyai iman yang melebihi iman
dari pendengar golongan tanah berbatu, sampai ia menginginkan dan
memeluk Kristus sebagai seorang pembebas dari kebejadan dan dosa
maupun dari neraka) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 601.
Iman ini hanya bersifat sementara; pada saat ada penganiayaan /
penderitaan karena imannya, maka orangnya segera murtad (Mat
13:21)! Kalaupun ternyata iman ini bisa bertahan sampai orangnya
mati, jelas bahwa orangnya tidak akan selamat karena iman seperti ini.
Tidak akan ada buah dalam kehidupan orang yang mempunyai iman
seperti ini (Mat 13:20-21).
Contoh iman jenis ini: 1Tim 1:19-20 2Tim 2:17-18 1Yoh 2:19.
1) NOTITIA.
Kata bahasa Latin ini artinya sama dengan kata bahasa Inggris
'notice', yang berarti ‘informasi’.
Louis Berkhof:
“It is impossible to determine with precision just how much knowledge is
absolutely required in saving faith” (= adalah tidak mungkin untuk
menentukan dengan tepat berapa banyak pengetahuan yang
dibutuhkan secara mutlak dalam iman yang menyelamatkan) -
‘Systematic Theology’, hal 504.
Ada hal-hal yang pasti harus ada, misalnya orang itu harus tahu
bahwa:
Yesus adalah Allah yang telah menjadi manusia.
Yesus mati disalib untuk menebus dosanya.
Yesus bangkit dan menang atas dosa, maut, dan iblis.
Ia diselamatkan dengan beriman, bukan dengan berbuat baik.
38
Tetapi ada juga hal-hal lain yang belum tentu harus diketahui oleh
orang itu, seperti:
Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Dalam hidup saya sendiri, pada waktu saya mula-mula percaya
kepada Yesus sebagai Juruselamat saya, saya belum tahu
bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga dan saya
menyangka bahwa ada banyak jalan ke surga. Tetapi saat itu
saya sudah mempunyai keyakinan bahwa dengan saya percaya
kepada Yesus sebagai Juruselamat saya, saya sudah selamat.
Beberapa saat setelah itu barulah saya mendengar dan
mengerti bahwa Yesus bukanlah salah satu jalan ke surga,
tetapi satu-satunya jalan ke surga.
Yesus mati untuk semua dosa (dosa asal, dosa yang lalu, yang
sekarang dan yang akan datang).
Cukupkah bagi seseorang untuk tahu dan percaya bahwa
Yesus mati untuk menebus dosanya, atau haruskah ia tahu dan
percaya juga bahwa Yesus mati untuk menebus semua
dosanya, termasuk dosa yang akan datang? Saya tidak yakin
apa jawab atas pertanyaan ini.
Tetapi kalau saudara memberitakan Injil, maka jelas bahwa
saudara harus memberitakan bahwa Yesus adalah satu-satunya
jalan ke surga dan bahwa Yesus menebus semua dosa kita.
sampai sini
c) Dasar Kitab Suci:
pada pelajaran tentang CONVERSION, kita telah melihat
bahwa CONVERSION melibatkan tambahan pengetahuan (lihat
pada kata Yunani METANOIA). Karena iman tercakup di dalam
CONVERSION, maka tidak bisa tidak, iman juga harus
melibatkan tambahan pengetahuan.
Ayat-ayat seperti Mat 13:23 Yoh 6:45 17:20 20:31 Ro 10:13-
15,17 menunjukkan secara jelas bahwa iman tidak mungkin
bisa ada tanpa adanya tambahan pengetahuan / informasi dari
Firman Tuhan.
Ayat-ayat seperti Mat 13:10-17 2Kor 3:14 2Kor 4:4
menunjukkan bahwa kalau pikiran seseorang tumpul / dibutakan
/ tidak diberi pengetahuan oleh Tuhan, maka orang itu tidak
mungkin bisa beriman.
2) ASSENSUS.
Kata bahasa Latin ini artinya sama dengan kata bahasa Inggris
‘assent’, yang berarti ‘persetujuan’.
Ini juga merupakan suatu elemen yang harus ada pada iman yang
sejati! Jadi, tidak cukup seseorang hanya mendengar dan mengerti
Injil! Ia juga harus menyetujui Injil itu!
3) FIDUCIA.
Kata bahasa Latin ini mempunyai arti yang sama dengan kata bahasa
Inggris ‘fiducial’ atau ‘trust’ (to trust = mempercayakan diri)
J. C. Ryle: “I know that people are fond of talking about deathbed evidences. They will
rest on words spoken in the hour of fear and pain and weakness, as if they might take
comfort in them about the friends they lose. But I am afraid in ninety-nine cases out of a
hundred such evidences are not to be depended on. I suspect that, with rare exceptions,
42
men die just as they have lived” (= Saya tahu bahwa banyak orang senang
membicarakan bukti-bukti ranjang kematian. Mereka bersandar pada kata-kata yang
diucapkan pada saat ketakutan dan sakit dan kelemahan, seakan-akan mereka bisa
mendapatkan hiburan dalam kata-kata itu tentang sahabat mereka yang hilang / mati.
Tetapi saya takut / kuatir bahwa 99 kasus dari 100 bukti-bukti seperti itu tidak bisa
diandalkan. Saya menduga bahwa dengan perkecualian yang sangat jarang, orang mati
sama seperti mereka telah hidup) - ‘Holiness’, hal 40.
-o0o-
43
REPENTANCE / PERTOBATAN
Lihat R. L. Dabney, ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 651-dst.
Lihat Murray, ‘Redemption Accomplished and Applied’ hal 113.
A. H. Strong, hal 829-dst
2) By it, a sinner, out of the sight and sense not only of the danger, but also of
the filthiness and odiousness of his sins, as contrary to the holy nature, and
righteous law of God; and upon the apprehension of His mercy in Christ to
such as are penitent, so grieves for, and hates his sins, as to turn from them
all unto God, purposing and endeavouring to walk with Him in all the ways of
His commandments (= ).
3) Although repentance be not to be rested in, as any satisfaction for sin, or any
cause of the pardon thereof, which is the act of God’s free grace in Christ; yet
it is of such necessity to all sinners, that none may expect pardon without it (=
).
5) Men ought not to content themselves with a general repentance, but is every
man’s duty to endeavour to repent in his particular sins, particularly (= ).
6) As every man is bound to make private confession of his sins to God, praying
for the pardon thereof; upon which, and the forsaking of them, he shall find
mercy; so, he that scandalizeth his brother, or the Church of Christ, ought to
be willing, by a private or public confession, and sorrow for his sin, to declare
his repentance to those that are offended, who are thereupon to be reconciled
to him, and in love to receive him (= ).
Dr. Kelly:
“Repentance can be used to mean the same thing as conversion, when faith is
assumed” (= ) - hal 59
44
“Conversion is the broader act of turning in faith and repentance. Repentance
can refer to the ethical activity of the saved person, characterized by turning
away from sin and seeking after holiness” (= ) - hal 59.
Calvin sering berdoa: “Lord, help us to hate our sins enough to turn from them
and quit doing them” (= ) - hal 64
Dabney (hal 651) berkata bahwa dalam bahasa Yunani ada 2 golongan kata
yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, artinya sama-sama adalah
‘repentance’ (= pertobatan). Yang pertama adalah METAMELOMAI dan
METAMELEIA, yang kedua adalah METANOEO dan METANOIA. Yang pertama
artinya adalah ‘regret, a merely natural feeling’ (= penyesalan, semata-mata
perasaan alamiah). Yang kedua adalah ‘change of mind after conduct’ (=
perubahan pikiran setelah tingkah laku).
Dalam METAMELEIA ada rasa takut atau malu karena dosa, tetapi ini hanya
bersifat egois; sedangkan dalam METANOIA ada kesadaran akan kekotoran dari
dosa dan ada rasa benci / jijik terhadap dosa (Dabney, hal 653).
Kelly selesai.
Dabney sampai hal 654
45
UNION WITH / TO CHRIST
Dabney, hal 612.
A.A. Hodge, hal 482.
John Murray, ‘Redemption Accomplished and Applied’, hal 161.
AH Strong, hal 793.
Hanya ini yang bicarakan union with / to Christ!
46
Tanggal 21 Juli 1999
JUSTIFICATION / PEMBENARAN
I) Definisi / arti.
2) Kata bahasa Ibrani untuk ‘to justify’ (= membenarkan) adalah HITSDIK, dan kata
bahasa Yunaninya adalah DIKAIOO, yang biasanya berarti ‘menyatakan secara
hukum bahwa keadaan seseorang sesuai dengan tuntutan hukum’ (Kel 23:7 Ul
25:1 Amsal 17:15 Yes 5:23 Mat 12:37 Kis 13:39 Ro 5:1,9 Ro 8:30,33 1Kor
6:11 Gal 2:16 Gal 3:11).
Catatan:
Kis 13:39 - “Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh
pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum
Musa”. Ini salah terjemahan, karena ‘memperoleh pembebasan dari segala
dosa’ seharusnya adalah ‘dibenarkan’.
NIV: “Through him everyone who believes is justified from everything you could
not be justified from by the law of Moses” (= Melalui Dia setiap orang yang
percaya dibenarkan dari segala sesuatu dari mana kamu tidak dapat dibenarkan
oleh hukum Musa).
Kis 13:38b-39 (TB2-LAI): “Oleh hukum Musa kamu tidak dapat dibenarkan.
Sedangkan di dalam Dia setiap orang yang percaya dibenarkan”.
Charles Hodge: “An act of God’s free grace, wherein He pardoneth all our sins,
and accepteth us as righteous in his sight, only for the righteousness of Christ
imputed to us, and received by faith alone” (= Suatu tindakan dari kasih
karunia yang bersifat cuma-cuma dari Allah, dengan mana Ia mengampuni
semua dosa kita, dan menerima kita sebagai orang benar dalam
pandanganNya, hanya karena kebenaran Kristus diperhitungkan pada kita, dan
diterima hanya oleh iman) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 114. Ini dari Shorter
Catechism, (Q. 33).
Jadi arti dari ‘to justify’ (= membenarkan) bukanlah ‘menjadikan hidup orang itu
menjadi benar’. Juga ‘justification’ (= pembenaran) bukan berarti ‘to make holy’ (=
membuat jadi suci / menguduskan), tetapi hanya merupakan pernyataan hukum
yang membenarkan seseorang dalam hubungannya dengan hukum.
a) Ayat-ayat seperti:
Ul 25:1 [KJV: ‘justify the righteous’ (= membenarkan orang benar)].
47
Ayub 32:2 [NIV: ‘for justifying himself rather than God’ (= karena
membenarkan dirinya sendiri dan bukannya Allah)].
Amsal 17:15 - “Membenarkan orang fasik dan mempersalahkan orang
benar, kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN”.
Luk 7:29 [Lit: ‘justified the God’ (= membenarkan Allah)].
dimana kata-kata ‘membenarkan’ tidak mungkin diartikan ‘to make holy’ (=
membuat jadi suci / menguduskan), tetapi artinya adalah ‘membenarkan secara
hukum’.
Charles Hodge: “If to condemn does not mean to make wicked, to justify does
not mean to make good. And if condemnation is a judicial, as opposed to an
executive act, so is justification. In condemnation it is a judge who pronounces
sentence on the guilty. In justification it is a judge who pronounces or who
declares the person arraigned free from guilt and entitled to be treated as
righteous” (= Jika ‘menyatakan bersalah’ tidak berarti membuat jadi jahat,
maka ‘membenarkan’ tidak berarti membuat jadi baik. Dan jika ‘pernyataan
bersalah’ merupakan suatu keputusan pengadilan, bertentangan dengan suatu
tindakan pelaksanaan, begitu juga dengan ‘pembenaran’. Dalam ‘pernyataan
bersalah’ adalah hakim yang menyatakan hukuman kepada orang yang
bersalah. Dalam ‘pembenaran’ adalah hakim yang mengumumkan atau yang
menyatakan terdakwa bebas dari kesalahan dan diberi hak untuk diperlakukan
sebagai orang benar) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 122.
Charles Hodge: “The meritorious ground of justification is not faith; ... Nor
are our works of any kind the ground of justification. ... The ground of
justification is the righteousness of Christ, active and passive” (= Dasar
yang berjasa dari pembenaran bukanlah iman; ... Juga perbuatan baik
apapun dari kita bukanlah dasar dari pembenaran. ... Dasar dari
pembenaran adalah kebenaran Kristus, aktif dan pasif) - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 118.
Charles Hodge: “the Scriptures never say that we are justified ‘on account’
of faith (DIA PISTIN), but always ‘by,’ or ‘through’ faith (DIA or EK PISTEOS,
or PISTEI)” [= Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa kita dibenarkan
karena iman (DIA PISTIN), tetapi selalu oleh atau melalui iman (DIA atau EK
PISTEOS, atau PISTEI)] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 169.
Charles Hodge: “He, and not our faith, is the ground of our confidence” (=
Ia, dan bukan iman kita, merupakan dasar dari keyakinan kita) - ‘Systematic
Theology’, vol III, hal 169.
a) Elemen negatif.
Ini menunjuk pada pengampunan dosa dari orang yang percaya, yang
didasarkan pada penebusan oleh Kristus di kayu salib (ketaatan pasif dari
Kristus).
Pengampunan dosa ini mencakup semua / segala dosa (bdk. Yeh 36:25
Kol 2:13 Tit 2:14 1Yoh 1:7,9), dan ini harus diartikan sebagai dosa yang
lalu, sekarang, maupun yang akan datang, tanpa kecuali.
51
Charles Hodge: “The sins which are pardoned in justification include all
sins, past, present, and future. It does indeed seem to be a solecism
that sins should be forgiven before they are committed. Forgiveness
involves remission of penalty. But how can a penalty be remitted before
it is incurred? This is only an apparent difficulty arising out of the
inadequacy of human language. The righteousness of Christ is a
perpetual donation. It is a robe which hides, or as the Bible expresses it,
covers from the eye of justice the sins of the believer. They are sins;
they deserve the wrath and curse of God, but the necessity for the
infliction of that curse no longer exists. The believer feels the constant
necessity for confession and prayer for pardon, but the ground of
pardon is ever present for him to offer and plead. So that it would
perhaps be a more correct statement to say that in justification the
believer receives the promise that God will not deal with him according
to his transgressions, rather than to say that sins are forgiven before
they are committed” (= Dosa-dosa yang diampuni dalam pembenaran
mencakup semua dosa, yang lalu, sekarang dan yang akan datang.
Kelihatannya memang merupakan sesuatu yang salah bahwa dosa
diampuni sebelum dosa itu dilakukan. Pengampunan mencakup
pembatalan / pengampunan hukuman. Tetapi bagaimana suatu
hukuman bisa dibatalkan / diampuni sebelum hal itu ada? Ini hanya
kelihatannya saja merupakan suatu problem, yang muncul karena
ketidak-cukupan bahasa manusia. Kebenaran Kristus merupakan
sumbangan yang kekal / terus-menerus. Itu merupakan jubah yang
menyembunyikan, atau seperti Alkitab menyatakannya, menutupi dari
mata keadilan dosa-dosa orang yang percaya. Mereka itu adalah dosa-
dosa; mereka layak mendapat murka dan kutukan dari Allah, tetapi
keharusan untuk memberikan kutukan itu sudah tidak ada lagi. Orang
percaya merasakan kebutuhan yang terus-menerus untuk pengakuan
dan doa untuk pengampunan, tetapi dasar dari pengampunan selalu
ada baginya untuk dipanjatkan dan dimohonkan. Sehingga mungkin
merupakan pernyataan yang lebih benar untuk mengatakan bahwa
dalam pembenaran orang percaya menerima janji bahwa Allah tidak
akan memperlakukan dia menurut pelanggaran-pelanggarannya, dari
pada mengatakan bahwa dosa-dosa diampuni sebelum mereka
dilakukan) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 163-164.
John Murray: “there is a remission of all sin, past, present, and future in
justification. If this is so, how are we to explain the need and fact of
continued remission of sin? Perhaps the most satisfactory and proper
way to express the distinction is that the judicial condemnation of all
sin is removed in justification. Judicial wrath does not rest upon any
justified person for sin that resides in him or which he continues to
commit. This, however, does not make unreal the sin he commits nor
does it eliminates the displeasure of God. All sin is the contradiction of
God and so he must react against it with displeasure; he cannot be
complacent to it. The relationship of God to the justified differs,
however. And because of that new relationship, expressed particularly
in that of Fatherhood, it is the fatherly displeasure in the recurrent
remission that is administered in response to repentance and
confession. ‘God doth continue to forgive the sins of those that are
justified; and, although they can never fall from the state of justification,
yet they may, by their sins, fall under God’s fatherly displeasure, and
not have the light of His countenance restored unto them, until they
humble themselves, confess their sins, beg pardon, and renew their
52
faith and repentance’ (Confession of Faith XI, v). Justification
immediately and permanently changes the relation to God and to law
and justice. It includes remission of the penalty of all sin, that is, it
removes judicial, penal condemnation for past, present and future sins.
God is no longer a condemning Judge but a loving Father. Nevertheless
they by their sins fall under his fatherly displeasure and so they need
daily forgiveness - the removal of this displeasure and restoration to the
light of the divine countenance” [= ada pengampunan terhadap semua
dosa, yang lalu, sekarang dan akan datang dalam pembenaran. Jika
demikian halnya, bagaimana kita menjelaskan tentang kebutuhan dan
fakta tentang pengampunan dosa yang terus-menerus? Mungkin cara
yang paling memuaskan dan benar untuk menyatakan perbedaan ini
adalah bahwa penghukuman / pernyataan bersalah yang berhubungan
dengan pengadilan dari semua dosa disingkirkan dalam pembenaran.
Kemurkaan yang berhubungan dengan pengadilan tidak tinggal pada
orang yang dibenarkan yang manapun untuk dosa yang tinggal dalam
dia atau yang terus ia lakukan. Tetapi bagaimanapun hal ini tidak
membuat dosa yang ia lakukan itu tidak nyata, dan tidak menghapuskan
ketidak-senangan Allah. Semua dosa bertentangan dengan Allah, dan
dengan demikian Ia harus bereaksi menentangnya dengan ketidak-
senangan; Ia tidak bisa merasa puas / senang terhadapnya. Tetapi
hubungan Allah dengan orang yang dibenarkan, berbeda. Dan karena
hubungan yang baru itu, yang dinyatakan secara khusus dalam
keBapaan, maka adalah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan yang
dibangkitkan dan adalah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan
yang dihapuskan dalam pengampunan yang berulangkali yang
diberikan sebagai tanggapan terhadap pertobatan dan pengakuan dosa.
‘Allah terus-menerus mengampuni dosa-dosa dari mereka yang telah
dibenarkan; dan meskipun mereka tidak akan pernah terjatuh dari
status pembenaran ini, tetapi mereka, oleh dosa-dosanya, bisa jatuh ke
bawah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan dari Allah, dan sinar
wajahNya tidak akan dipulihkan kepada mereka, sampai mereka
merendahkan diri, mengaku dosa-dosa mereka, memohon
pengampunan, serta memperbaharui iman dan pertobatan mereka’
(Pengakuan Iman Westminster XI, v). Pembenaran secara langsung dan
secara permanen mengubah hubungan terhadap Allah, hukum dan
keadilan. Itu mencakup pengampunan / penghapusan dari semua dosa,
yaitu, itu menghapus hukuman yang bersifat pengadilan untuk dosa-
dosa yang lalu, sekarang dan akan datang. Allah bukan lagi merupakan
seorang Hakim yang menyalahkan / menghukum tetapi seorang Bapa
yang mengasihi. Tetapi bagaimanapun oleh dosa mereka mereka jatuh
di bawah ketidak-senangan yang bersifat kebapaan dan dengan
demikian mereka membutuhkan pengampunan setiap hari -
penghapusan dari ketidak-senangan ini dan pemulihan kepada terang
dari persetujuan / perkenan ilahi”] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol
II, hal 218-219.
Louis Berkhof: “Believers continue to sin after they are justified, ... the
justified man remains a sinner, though a justified sinner” (= Orang-
orang percaya terus berbuat dosa setelah mereka dibenarkan, ... orang
yang dibenarkan tetap adalah orang berdosa, sekalipun orang berdosa
yang dibenarkan) - ‘Systematic Theology’, hal 514.
b) Elemen positif.
Kebenaran Kristus diperhitungkan (imputed) kepada kita yang percaya, dan
53
ini didasarkan secara lebih khusus pada ketaatan aktif (kesucian hidup) dari
Kristus.
Dalam Kitab Suci elemen positif ini sering digambarkan dengan pemberian
‘jubah / pakaian kebenaran’ (bdk. Maz 132:9,16 Yes 61:10 Zakh 3:1-5 Mat
54
22:11 Wah 3:18).
Satu hal yang ingin saya tambahkan di sini adalah: jika manusia
membenarkan orang berdosa / jahat, maka itu merupakan hal yang jahat di
mata Tuhan (Amsal 17:15 Yes 5:23). Allah sendiri mengampuni dan
membenarkan orang berdosa (Ro 4:5,22-25 bdk. Ro 3:19-24), tetapi ini bisa
terjadi hanya karena penebusan dosa dan kehidupan yang benar yang
dilakukan oleh Yesus Kristus. Seandainya tidak ada penebusan dosa dan
kehidupan yang benar yang dilakukan oleh Yesus Kristus, maka
pengampunan dan pembenaran terhadap orang berdosa akan merupakan
suatu ketidak-adilan dan ketidak-benaran yang bertentangan dengan
keadilan dan kesucian Allah. Tetapi karena adanya penebusan dosa dan
kehidupan yang benar yang dilakukan oleh Yesus Kristus, Allah bisa
melakukan hal ini, dan keadilan / kebenaran tetap dipenuhi. Bdk. Ro 5:17-19.
Seseorang yang tak dikenal (anonymous) berkata:
“The holiness of God excuses no sin, but the love of God forgives all
sin through Christ” (= Kekudusan / kesucian Allah tidak memaafkan /
mengabaikan / mengampuni dosa, tetapi kasih Allah mengampuni
semua dosa melalui Kristus) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’,
hal 409.
Charles Hodge: “Faith is the condition of justification. ... God does not
impute the righteousness of Christ to the sinner, until and unless, he
(through grace), receives and rests on Christ alone for his salvation” [=
Iman adalah syarat dari pembenaran. ... Allah tidak memperhitungkan
kebenaran Kristus kepada orang berdosa, sampai dan kecuali, ia (melalui
kasih karunia), menerima dan bersandar hanya kepada Kristus untuk
keselamatannya] - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 118.
William G. T. Shedd: “Faith unites with Christ, and union with Christ results
in justification” (= Iman mempersatukan dengan Kristus, dan persatuan
dengan Kristus menghasilkan pembenaran) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol II, hal 538.
a) Karena semua orang berdosa / tidak benar (bdk. Ro 3:10,23), maka semua
orang membutuhkan ‘justification’ (= pembenaran). Bahwa dalam Kitab Suci
dikatakan ada orang benar, seperti Nuh (Kej 6:9 7:1) dan Ayub (Ayub 1:1,8
2:3), maka ini tidak menunjukkan bahwa mereka suci / tak membutuhkan
‘justification’ / ‘pembenaran’ (bdk. Kej 9:21 dimana Nuh mabuk dan
Ayub 13:26 dimana Ayub berbicara tentang kesalahan pada masa mudanya),
56
tetapi menunjuk pada ‘kebenaran relatif’ (dibandingkan dengan orang-orang
lain), atau pada ‘pembenaran oleh iman’.
57
c) Ditinjau sebagai cara untuk mendapatkan ‘justification’ (= pembenaran),
maka ‘faith’ / ‘iman’ bertentangan dengan ‘works’ / ‘perbuatan baik’ (Gal 5:2-
4), dan karenanya sekalipun kita diperintahkan untuk beriman kepada Kristus
(Yoh 6:29 Kis 16:31 1Yoh 3:23a), tetapi ‘faith’ / ‘iman’ tetap tidak bisa
dianggap sebagai ‘works’ / ‘perbuatan baik’. Juga perlu diingat bahwa ‘faith’ /
‘iman’ adalah pemberian Allah (Fil 1:29 Ef 2:8-9).
Doktrin ‘justification by works’ (= pembenaran oleh perbuatan baik)
merupakan ajaran sesat yang bertentangan dengan ayat-ayat seperti
Kis 13:38-39 Ro 3:20 Ro 4:2 Ro 10:3-4 Gal 2:16,21 Gal 3:10-12 Gal 5:4
Ef 2:8-9 Fil 3:9, dan karenanya harus ditentang.
Cynddylan Jones mengomentari Ef 2:8-9 sebagai berikut:
“You might as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to
heaven by your own good works” (= Kamu bisa mencoba menyeberangi
Lautan Atlantik dalam sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke
surga dengan perbuatan-perbuatan baikmu sendiri).
Martin Luther: “The most damnable and pernicious heresy that has ever
plagued the mind of men was the idea that somehow he could make
himself good enough to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran
sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda
pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa
membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan
Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal
31-32.
Pembenaran oleh perbuatan baik ini bukan hanya bertentangan dengan
hukum Tuhan / Firman Tuhan tetapi juga bertentangan dengan hukum
negara / hukum duniawi. Contoh: seseorang ditangkap polisi karena
melanggar peraturan lalu lintas dan satu minggu setelahnya harus
menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak
berbuat baik untuk menebus kesalahannya. Ia menolong tetangga, memberi
uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua
orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada
waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’,
ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik
untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri,
kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu?
Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun
kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga
dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Juga perlu dicamkan bahwa baptisan dan pengakuan dosa termasuk dalam
‘perbuatan baik’, dan karenanya tidak boleh dianggap sebagai hal yang bisa
menyebabkan kita dibenarkan atau sebagai syarat mutlak bagi pembenaran.
Sedangkan doktrin ‘justification by faith alone’ (= pembenaran karena iman
saja) jelas merupakan doktrin yang Alkitabiah dan Injili, yang didukung oleh
ayat-ayat seperti Ro 3:24,27-28 Gal 2:16 Ef 2:8-9 Fil 3:9.
Memang dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang seolah-olah mengajarkan
‘pembenaran / keselamatan karena perbuatan baik’, seperti Mat 7:21
Mat 25:31-46 Yoh 5:29. Juga dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang seolah-
olah mengajarkan ‘pembenaran / keselamatan karena iman dan perbuatan
baik’, seperti Yak 2:21-22,24-25.
Tetapi kalau kita menafsirkan bahwa ayat-ayat ini betul-betul menunjukkan
bahwa kita dibenarkan / diselamatkan karena perbuatan baik kita atau
karena iman dan perbuatan baik kita, maka ayat-ayat ini akan bertentangan
dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa perbuatan baik kita tidak bisa
membenarkan / menyelamatkan diri kita dan juga bertentangan dengan ayat-
ayat yang menunjukkan pembenaran / keselamatan karena iman saja.
58
Ayat-ayat seperti itu ada dalam Kitab Suci karena iman selalu menghasilkan
perbuatan baik, atau dengan kata lain, perbuatan baik adalah bukti dari iman
(Yak 2:17,26), dan karenanya juga merupakan bukti dari pembenaran /
keselamatan. Tetapi apa yang menyebabkan kita dibenarkan, tetap adalah
iman saja.
d) Apakah ajaran ‘pembenaran oleh iman saja’ ini merupakan ajaran yang
berbahaya, karena bisa menyebabkan seseorang berbuat dosa seenaknya
sendiri?
John Murray: “It is an old and time-worn objection that this doctrine
ministers to licence and looseness. Only those who know not the power
of the gospel will plead such misconception. Justification is by faith
alone, but not by a faith that is alone. ... Faith alone justifies but a
justified person with faith alone would be a monstrosity which never
exists in the kingdom of grace. ... faith without works is dead (cf. James
2:17-20). No one has entrusted himself to Christ for deliverance from
the guilt of sin who has not also entrusted himself to him for
deliverance from the power of sin” [= Merupakan keberatan yang sudah
lama dan usang bahwa doktrin ini menyebabkan / mendukung
kebebasan yang berlebihan dan kelonggaran (untuk berbuat dosa).
Hanya mereka yang tidak mengenal kuasa injil yang akan menyatakan
konsep salah seperti itu. Pembenaran adalah oleh iman saja, tetapi
bukan oleh iman yang ada sendirian. ... Iman saja membenarkan, tetapi
seseorang yang dibenarkan yang hanya mempunyai iman merupakan
suatu hal yang mengerikan yang tidak pernah ada dalam kerajaan kasih
karunia. ... iman tanpa perbuatan adalah mati (bdk. Yak 2:17-20). Tidak
seorangpun yang telah mempercayakan dirinya kepada Kristus untuk
pembebasan dari kesalahan dari dosa yang tidak juga mempercayakan
dirinya kepadaNya untuk pembebasan dari kuasa dosa] - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 131.
Charles Hodge: “the very act of faith which secures our justification,
secures also our sanctification. It cannot secure the one without
securing also the other. ... If we are justified, we are sanctified. He,
therefore, who lives in sin, proclaims himself an unbeliever” (= tindakan
iman yang menjamin pembenaran kita, juga menjamin pengudusan kita.
Itu tidak bisa menjamin yang satu tanpa menjamin juga yang lainnya. ...
Jika kita dibenarkan, kita dikuduskan. Karena itu, ia yang hidup di
59
dalam dosa, memproklamasikan dirinya sendiri sebagai orang yang
tidak percaya) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 171.
60
Bagian di bawah ini belum diajarkan!
61
pecuniary debt in this respect. Even after the payment of a ransom, the
removal of guilt may depend on certain conditions, and does not follow
as a matter of course. The elect are not personally justified in the
Scriptural sense until they accept Christ by faith and thus appropriate
His merits” (=) - hal 519-520.
Ini membingungkan. Perbedaan objective justification dan subjective
justification (hal 517) membingungkan.
Berkhof selesai.
-o0o-
62
ADOPTION / PENGANGKATAN SEBAGAI ANAK
R. L. Dabney: “Adoption cannot be said to be a different act or grace from
justification. Turettin devotes only a brief separate discussion to it, and
introduces it in the thesis in which he proves that justification is both pardon and
acceptance. Owen says that adoption is but a presentation of the blessings
bestowed in justification in new phases and relations. And this is evidently
correct; because adoption performs the same act for us, in Bible representations,
which justification does: translates us from under God’s curse into His fatherly
favour. Because its instrument is the same: faith. Gal 3:26, with 4:6,7; Titus 3:7;
Heb. 11:7; Jno. 1:12.” (=) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 627.
Loius Berkhof juga memasukkan adoption ke dalam elemen positif dari justification.
Kata Yunani untuk ‘adoption’ adalah HUIOTHESIA (Ro 8:15,23 Gal 4:5 Ef 1:5 Ro 9:4.
Ayat-ayat terpenting tentang adoption adalah Yoh 1:12-13 Ro 8:14-17 Gal 4:4-7 Ef 1:5
1Yoh 3:1-2,9-10
Ef 1:5 - “Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-
anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.
Ef 1:5 (NIV): ‘he predestinated us to be adopted as his sons through Jesus Christ, in
accordance with his pleasure and will’ (= Ia telah mempredestinasikan kita untuk
diadopsi sebagai anak-anakNya melalui Yesus Kristus, sesuai dengan kesenangan dan
kehendakNya).
Ef 1:5 (NASB): ‘He predestinated us to adoption as sons through Jesus Christ to
Himself, according to the kind intention of His will’ (= Ia telah mempredestinasikan kita
untuk pengadopsian sebagai anak-anak melalui Yesus Kristus bagiNya sendiri, sesuai
dengan maksud / tujuan yang baik dari kehendakNya).
Gal 4:5-7 - “Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat,
supaya kita diterima menjadi anak. Dan karena kamu adalah anak, maka Allah
telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya
Bapa!’. Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka
kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah”.
NASB: “in order that He might redeem those who were under the Law, that we might
receive the adoption as sons. And because you are sons, God has sent forth the Spirit of
His Son into our hearts, crying, ‘Abba! Father!’. Therefore you are no longer a slave, but
a son; and if a son, then an heir through God” (= supaya Ia bisa menebus mereka yang
ada di bawah hukum Taurat, sehingga kita bisa menerima pengadopsian sebagai anak-
anak. Dan karena kamu adalah anak-anak, Allah telah memberikan Roh AnakNya ke
dalam hati kami, yang berseru: ‘Abba! Bapa!’. Karena itu kamu bukan lagi hamba, tetapi
anak; dan jikalau kamu anak, maka kamu adalah ahli waris melalui Allah).
John Murray: “Adoption is an act of God’s grace distinct from and addition to the
other acts of grace involved in the application of redemption. ... It is particularly
important to remember that it is not the same as justification or regeneration. Too
frequently it has been regarded as simply an aspect of justification or as another
way of stating the privilege conferred by regeneration. It is much more than either
or both of these acts of grace” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 132.
John Murray: “Adoption is like justification, a judicial act. In other words, it is the
bestowal of a status, or standing, not the generating within us of a new nature or
character” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal
Orang yang diadopsi ke dalam keluarga Allah diberi Roh Adopsi, dengan mana ia
menyadari bahwa ia adalah anak (Gal 4:6 Ro 8:15-16).
John Murray: “The Spirit of adoption is the consequence but this does not in itself
constitute adoption” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 133.
John Murray: “When God adopts men and women into his family he insures that
not only may they have the rights and privileges of sons and daughters but also
the nature or disposition consonant with such a status. This he does by
regeneration - he renews them after his image in knowledge, righteousness, and
holiness. God never has in his family those who are alien to its atmosphere and
spirit and station. Regeneration is the prerequisite of adoption” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 133.
John Murray: “Adoption, as the term clearly implies, is an act of transfer from an
alien family into the family of God himself. ... We would not dare to conceive of
such a grace far less to claim it apart from God’s own revelation and assurance. ...
It is only as there is the conjunction of the witness of revelation and the inward
witness of the Spirit in our hearts that we are able to scale this pinnacle of faith
and say with filial confidence and love, Abba Father” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 134.
John Murray: “The standard terms are however HUIOS and TEKNON. ... TEKNON is
derived from TIKTEIN which means to bear or bring forth. ... Since TEKNON is
derived from TIKTEIN we might readily suppose that the word TEKNA would
reflect upon divine parentage by generation. ... We must not, however, take for
granted that the word TEKNON, because of its derivation or because of other
assumptions which attach to its ordinary use, implies that we become children of
God by regeneration or that it expressly reflects upon sonship as constituted by
regeneration. Although it has been maintained in this connection that we become
children of God both by deed of adoption and by participation of nature, it is not
by any means so apparent that regeneration is to be co-ordinated with adoption
as the way by which we become sons of God. ... We may never think of sonship as
being constituted apart from the act of adoption. If we should think of sonship as
constituted by regeneration simply and solely then we should be doing serious
prejudice to the necessity and the fact and the distinctive grace of adoption. And
not only so. It is questionable if the generative act of God in regeneration is to be
construed as an aspect of God’s grace by which we are constituted sons of God.
One other consideration may be mentioned in this connection. As will be noted
64
later, it is to God the Father specifically and par excellence that the children of
God sustain this relationship. It is God the Father who is our Father in heaven. We
should expect then that it is by an action which is pre-eminently that of the Father
that this relation is constituted. But regeneration is pre-eminently the act of the
Holy Spirit. In any case, even if we allow that regeneration is to be co-ordinated
with adoption as an ingredient in the total action by which we become sons of
God, yet it is adoption thatmust be regarded as distinctive and definitive act by
which this relation is constituted. That is to say, that the privilege and status of
sonship is not acquired simply by a subjectively operative action but by what
must be called, by way of distinction, a judicial act that has its affinities with
justification rather than with regeneration and sanctification” (= ) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 226,227,228.
Catatan: kata-kata yang digarisbawahi itu, kelihatannya bertentangan dengan Ro 8:15b -
“tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah”. Tetapi ini
terjadi karena Kitab Suci bahasa Indonesia salah terjemahan. Bandingkan dengan Ro
8:15 versi NASB/Lit: ‘but you have received a spirit of adoption as sons’ (= tetapi kamu
telah menerima Roh adopsi sebagai anak-anak)
Ia menambahkan lagi:
“We may not, however, rule out the significance of regeneration in connection
with the sonship constituted by adoption. Regeneration it is that generates them
anew after the image of God so that the adopted may be imbued with the
disposition which is consonant with the responsibilities and privileges and
prerogatives belonging to the status of adoption” (= ) - ‘Collected Writings of John
Murray’, vol II, hal 228.
John Murray: “In John 1:12 he speaks of giving authority to become sons of God.
Sonship, he indicates, is instituted by the bestowment of a right and this is to be
distinguished from the regeneration spoken of in verse 13” (= ) - ‘Collected Writings
of John Murray’, vol II, hal 228.
John Murray: “by regeneration we become members of God’s kingdom, by
adoption we become members of God’s family” (= ) - ‘Collected Writings of John
Murray’, vol II, hal 229.
Kutipan terakhir ini saya tidak yakin. Mungkin berdasarkan Yoh 3 Murray berpendapat
bahwa orang yang mengalami regeneration sudah masuk ke dalam Kerajaan Allah,
tetapi bisa saja artinya adalah: regeneration adalah syarat untuk masuk Kerajaan Allah,
tetapi hanya regeneration, tanpa iman, seseorang belum masuk Kerajaan Allah.
John Murray: “This is very seldom stated in terms of God’s Fatherhood. But
since it appears in such passages as Acts 17:28,29; Hebrews 12:9; James
1:17,18, we shall have to reckon with the fact that it is not improper to speak of
God’s creative relationship in terms of Fatherhood. Since all three persons of
the Godhead were the agents of creation we cannot restrict this Fatherhood to
the first person of the Trinity but we must think of the Godhead as sustaining
this relation to angels and men” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II,
hal 223.
Dalam Mat 5:45-48 Allah tidak disebut sebagai Bapa dari semua orang. Ia disebut
sebagai Bapa dari para murid, dan sekalipun dikatakan bahwa Ia menurunkan hujan
untuk orang benar dan orang jahat, tetapi tidak dikatakan bahwa Ia melakukan hal
itu karena Ia adalah Bapa dari semua mereka.
Ef 4:6 kontexnya adalah orang kristen, jadi ayat ini tidak menunjuk pada universal
Fatherhood dari Bapa.
Mal 2:10: “Bukankah kita semua mempunyai satu bapa? Bukankah satu Allah
menciptakan kita?”. Ini juga tidak menunjuk pada universal Fatherhood, karena Mal
2:10b jelas berbicara tentang ‘perjanjian (covenant) nenek moyang kita’
Kalau dalam Luk 3:38 Adam disebut sebagai ‘anak Allah’, maka ini tetap tidak
menunjukkan universal Fatherhood dari Bapa, karena:
a) Adam diciptakan oleh Allah dengan cara yang berbeda dengan semua manusia
yang lain.
b) Mungkin Adam disebut anak Allah melalui penciptaan, sebelum ia jatuh ke dalam
dosa.
John Murray: “We might concede that Adam as created was a son of God
without conceding that all men since the fall are sons of God. We must
distinguish between Adam’s sonship and the sonship of adoption. The
latter entails a security that Adam did not possess” (= ) - ‘Collected Writings
of John Murray’, vol II, hal 225.
John Murray: “It is noteworthy, therefore, how infrequently the creative relation
is expressed in terms of fatherhood. Nowhere is God expressly called the
Father of all men. Hence the concept of universal fatherhood, if used at all,
must be employed with great caution and it is particularly necessary not to
confuse this rare use of the term Father with the frequent use of the same term
as it is applied to the redeemed” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II,
hal 224-225.
John Murray: “This doctrine of adoption is not only important in a positive way
as setting forth the apex of redemptive grace and privilege, but it is also
important negatively in that it corrects the widespread notion of the universal
fatherhood of God and provides against its devastating implications. Though
there is a sense in which the universal fatherhood may be maintained, yet to
confuse this with adoptive fatherhood is to distort and even eviscerate one of
66
the most precious and distinctive elements of the redemptive provision. For if
we do not distinguish at this point it means one of two things; the denial of all
that is specifically redemptive in our concept of the divine fatherhood, or the
importation into the relation that all men sustain to God by creation all the
privileges and prerogatives that adoption entails. On the former alternative
God’s fatherhood is emptied of all the rich content Scripture attaches to it. On
the latter alternative we shall have to espouse universalism and the final
restoration of all mankind” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal
233.
Cari tulisan Liberal yang menunjukkan semua orang = anak Allah.
4) KeBapaan Allah Bapa dalam hubungannya dengan orang-orang yang ditebus dan
diadopsi.
Ini berbeda dengan keBapaan dalam arti ke 3 (terhadap Israel), dan perbedaannya
dinyatakan secara jelas oleh Paulus dalam Gal 3:23-4:6.
John Murray: “The term ‘Father’ as applied to God and the title ‘son of God’ as
applied to men are all but uniformly in Scripture reserved for that particular
relationship that is constituted by redemption and adoption” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 135.
John Murray: “To substitute the message of God’s universal fatherhood for that
which is constituted by redemption and adoption is to annul the gospel; it
means the degradation of this highest and richest of relationship to the level of
that relationship which all men sustain to God by creation. In a word, it is to
deprive the gospel of its redemptive meaning. And it encourages men in the
delusion that our creaturehood is the guarantee of our adoption into God’s
family” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 135-136.
Contoh:
Mat 6:9 (doa Bapa kami) Yoh 1:12 Ro 8:15 1Yoh 3:1-2,9-10.
Dalam 1Yoh 3:1 ada kata-kata ‘And that is what we are’ (= Dan itu adalah apa
adanya kita sekarang) dan dalam 1Yoh 3:2 ada kata-kata ‘now we are children of
God’ (= sekarang kita adalah anak-anak Allah). Bentuk present ini menunjukkan
bahwa ini bukanlah sekedar suatu harapan untuk masa yang akan datang, tetapi
suatu kenyataan sekarang ini.
Bagi kita yang sudah diadopsi, siapa yang dianggap sebagai Bapa kita? Apakah itu
adalah Allah Tritunggal atau hanya Allah Bapa? John Murray menjawab: Allah Bapa.
John Murray: “God becomes the Father of his own people by the act of adoption. It
is specifically God the Father who is the agent of this act of grace” (= ) -
‘Redemption accomplished and applied’, hal 136.
Alasan-alasannya:
1) Sebutan ‘Bapa’ merupakan sebutan dari Pribadi pertama dari Allah Tritunggal.
2) Yesus disebut saudara (sulung) dari orang-orang percaya (Ro 8:29 Ibr 2:11-12)
3) Dalam Yoh 20:17 dikatakan: “Kata Yesus kepadanya: ‘Janganlah engkau
memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada
saudara-saudaraKu dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan
pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu’.”.
Jelas bahwa yang disebut ‘Bapa’ di sini adalah Allah Bapa.
John Murray: “the important observation for our present purpose is that the
same person whom Jesus calls ‘my father’ he also calls the Father of the
67
disciples; the Father to whom Jesus was about to ascend is not only his
Father but also the Father of the disciples. It is the same person of the Father,
though the distinctness of the relationship to the Father is jealously guarded
by our Lord. He does not say ‘I ascend to our Father’ but rather ‘I ascend to my
Father and your Father and my God and your God.’” (= ) - ‘Redemption
accomplished and applied’, hal 137-138.
John Murray: “The relation of God as Father to the Son must not be equated, of
course, with the relation of God as Father to men. Eternal generation must not
be equated with adoption” (= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 139.
Dalam mengajar ‘doa Bapa kami’, Yesus mengajar mereka (Ia sendiri tidak
tercakup) menaikkan doa itu. Ini terlihat dari Mat 6:9 - “Karena itu berdoalah
demikian” [KJV/Lit: ‘After this manner therefore pray ye’ (= Karena itu berdoalah
kamu dengan cara ini)].
John Murray: “But though the relation of Fatherhood differs, it is the same
person who is the Father of the Lord Jesus Christ in the ineffable mystery of
the trinity who is the Father of believers in the mystery of his adoptive grace”
(= ) - ‘Redemption accomplished and applied’, hal 140.
John Murray: “The grace of adoption embraces not only the bestowment of the
status and privilege of sons but also the witness of the Spirit to the fact (Rom
8:15,16; Gal 4:6)” (= ) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 229.
Gal 3:26 - “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman dalam Kristus
Yesus”.
Yoh 1:12
1Yoh 3:1-10
68
SANCTIFICATION / PENGUDUSAN
Louis Berkhof:
Doktrin Sanctification dalam sejarah (hal 529).
Sebelum Reformasi.
Tulisan bapa-bapa gereja yang mula-mula hanya berbicara sedikit sekali tentang
sanctification. Keselamatan dianggap didapatkan melalui iman dan perbuatan baik.
Asceticism dianggap sebagai sangat penting. Juga ada kecenderungan untuk
mencampuradukkan justification dan sanctification. Augustine adalah orang pertama
yang mengembangkan gagasan tertentu tentang sanctification.
Setelah Reformasi.
Para tokoh Reformasi membuat pembedaan yang jelas tentang justification dan
sanctification. Yang pertama dianggap sebagai tindakan hukum dari kasih karunia,
mempengaruhi status dari manusia, sedangkan yang terakhir dianggap sebagai
pekerjaan moral yang mengubah manusia dari dalam. Tetapi sekalipun mereka
membedakan kedua hal itu, mereka juga menekankan bahwa kedua hal itu mempunyai
hubungan yang tidak terpisahkan.
Louis Berkhof: “While deeply convinced that man is justified by faith alone, they also
understood that the faith which justifies is not alone. Justification is at once followed by
sanctification, since God sends out the Spirit of His Son into the hearts of His own as soon as
they are justified, and that Spirit is the Spirit of sanctification” (= ) - ‘Systematic Theology’,
hal 530.
Sanctification dianggap sebagai pekerjaan Roh Kudus terutama melalui Firman, dan
secara sekunder melalui sakramen, melalui mana Ia membebaskan kita secara
bertahap dari kuasa dosa, dan memempukan kita untuk berbuat baik.
Louis Berkhof: “In Pietism and Methodism great emphasis was placed on constant fellowship
with Christ as the great means of sanctification. By exalting sanctification at the expense of
justification, they did not always avoid the danger of self-righteousness. Wesley did not merely
distinguish justification and sanctification, but virtually separated them, and spoke of entire
sanctification as a second gift of grace, following the first, of justification by faith, after a
shorter or longer period. While he also spoke of sanctification as a process, he yet held that the
believer should pray and look for full sanctification at once by a separate act of God” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 530.
Di bawah pengaruh dari Rationalisme dan moralisme dari Kant, maka sanctification tidak
lagi dianggap sebagai pekerjaan supranatural dari Roh Kudus dalam memperbaharui
orang berdosa, tetapi dianggap sebagai perbaikan moral oleh kekuatan alamiah dari
manusia.
Louis Berkhof: “A man may boast of great moral improvement, and yet be an utter stranger to
sanctification. The Bible does not urge moral improvement pure and simple, but moral
improvement in relation to God, for God’s sake, and with a view to the service of God. It insists
on sanctification. At this very point much ethical preaching of the present day is utterly
misleading; and the corrective for it lies in the presentation of the true doctrine of
sanctification” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 532.
Kitab Suci menunjukkan secara jelas sifat supranatural ini dalam beberapa cara.
a) Kitab Suci menggambarkan sanctification sebagai pekerjaan Allah (1Tes 5:23
Ibr 13:20-21).
b) Kitab Suci menggambarkan sanctification sebagai buah dari persatuan kita
dengan Yesus Kristus (Yoh 15:4 Gal 2:20 Gal 4:19).
c) Kitab Suci menggambarkan sanctification sebagai pekerjaan yang dikerjakan
dari dalam diri manusia, dan karena itu tidak mungkin merupakan pekerjaan
manusia (Ef 3:16 Kol 1:11).
d) Kitab Suci menyatakan sanctification sebagai buah Roh Kudus (Gal 5:22-23).
Kalau yang pertama bersifat negatif, maka yang kedua bersifat positif. Kedua bagian
dari sanctification ini tidak dilakukan secara berurutan, tetapi secara berbarengan.
Louis Berkhof: “The old structure of sin is gradually torn down, and a new structure of
God is reared in its stead. These two parts of sanctification are not successive but
contemporaneous. Thank God, the gradual erection of the new building need not wait until
the old one is completely demolished. If it had to wait for that, it could never begin in this
life. With the gradual dissolution of the old the new makes its appearance” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 533.
70
Louis Berkhof: “Though man is privileged to co-operate with the Spirit of God, he can do
this only in virtue of the strength which the Spirit imparts to him from day to day. The
spiritual development of man is not a human achievement, but a work of divine grace. Man
deserves no credit whatsoever for that which he contributes to it instrumentally” (= ) -
‘Systematic Theology’, hal 535.
Louis Berkhof: “The very fact that it is based on justification, in which the free grace of
God stands out with the greatest prominence, excludes the idea that we can ever merit
anything in sanctification” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 536.
5) Sanctification merupakan proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak pernah
selesai dalam hidup ini.
Kitab Suci mengajarkan bahwa dalam hidup ini tidak mungkin ada orang yang bisa
mencapai kesucian yang sempurna (1Raja 8:46 Amsal 20:9 Ro 3:10,12 Yak 3:2
1Yoh 1:8.
Orang baru disempurnakan dalam sanctification pada saat mati atau sesaat setelah
mati. Ibr 12:23 Wah 14:5 - ‘without blemish’ Wah 21:27.
1) Firman Allah.
Ini dikatakan oleh L. Berkhof sebagai ‘the principal means’.
Louis Berkhof: “The truth in itself certainly has no adequate efficiency to sanctify the
believer, yet it is naturally adapted to be the means of sanctification as employed by the
Holy Spirit” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 535.
Dasar: Maz 119:9 Yer 23:29 Yoh 15:3.
2) Sakramen.
Gereja Roma Katolik menganggap ini sebagai yang terutama, tetapi gereja
Protestan menganggap ini sebagai cara yang lebih rendah dari Firman Tuhan.
Perfectionisme
Sifat tidak sempurna dari sanctification (>< Perfectionism).
Louis Berkhof: “When we speak of sanctification as being imperfect in this life, we do not
mean to say that it is imperfect in parts, as if only a part of the holy man that originates in
regeneration were affected. It is the whole, but yet undeveloped new man, that must grow into
full stature. A new-born child is, barring exceptions, perfect in parts, but not yet in the degree
of development for which it is intended. Just so the new man is perfect in parts, but remains in
the present life imperfect in the degree of spiritual development. Believers must contend with
sin as long as they live” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 537.
Orang-orang yang menolak sifat tidak sempurna dari pengudusan ini disebut
Perfectionist. Mereka menganggap bahwa dalam hidup ini adalah mungkin bagi seorang
kristen untuk mencapai kekudusan yang sempurna. Ajaran ini diajarkan dalam banyak
bentuk oleh orang-orang yang menganut Pelagianisme, Roma Katolik, Semi-
71
Pelagianisme, Arminianisme, Wesleyans, dan juga oleh para ahli theologia Oberlin,
seperti Charles Gospel Finney (Berkhof, hal 537-538).
Louis Berkhof: “They all agree, however, in externalizing sin” (= ) - ‘Systematic Theology’,
hal 538.
Louis Berkhof: “the Pelagians, in distinction from all the rest, denying the inherent corruption
of man” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Louis Berkhof: “They all agree, however, in externalizing sin” (= ) - ‘Systematic Theology’,
hal 538.
Louis Berkhof: “the Arminians, including the Wesleyans, differing from all the rest in holding
that this is not the original moral law, but the gospel requirements or the new law of faith and
evangelical obedience” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Louis Berkhof: “The Roman Catholics and the Oberlin theologians maintain that it is the
original law, but admit that the demands of this law are adjusted to man’s deteriorated powers
and to his present ability” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Louis Berkhof: “It is very significant that all the leading perfectionist theories (with the sole
exception of the Pelagian, which denies the inherent corruption of man) deem it necessary to
lower the standard of perfection and do not hold man responsible for a great deal that is
undoubtedly demanded by the original moral law. And it is equally significant that they feel the
necessity of externalizing the idea of sin, when they claim that only conscious wrong-doing can
be so considered, and refuse to recognize as sin a great deal that is represented as such in
Scripture” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 538.
Juga cara Watchman Nee, dalam buku ‘penghidupan orang kristen yang normal’.
William G. T. Shedd: “David’s experience during his backslidings was fearful in the extreme”
(= ) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 546.
Bdk. Ps 32:4 42:7 116:3.
J. C. Ryle: “A ‘saint’, in whom nothing can be seen but worldliness or sin, is a kind of
monster not recognized in the Bible” (= ‘Orang suci / kudus’, dalam siapa tidak ada
apapun bisa dilihat kecuali keduniawian atau dosa, adalah sejenis monster yang
tidak dikenal dalam Alkitab) - ‘Holiness’, hal 19.
Spurgeon: “the nearer a man lives to God the more intensely he has to mourn over his own
evil heart; and the more his Master honors him in His service, the more the evil of the flesh
vexes and teases him day by day” (= makin seseorang hidup dekat dengan Allah, makin
hebat ia berkabung atas hatinya sendiri yang jahat; dan makin Tuannya menghormatinya
73
dalam pelayananNya, makin kejahatan dari daging menjengkelkan dan menggodanya hari
demi hari) - ‘Morning and Evening’, July 5, morning.
J. C. Ryle: “Let us not expect too much from our own hearts here below. At our best
we shall find in ourselves daily cause for humiliation, and discover that we are needy
debtors to mercy and grace every hour. The more light we have, the more we shall see
our own imperfection. Sinners we were when we began, sinners we shall find ourselves
as we go on: renewed, pardoned, justified, yet sinners to the very last” (= Janganlah
kita berharap terlalu banyak dari hati kita sendiri di sini di bawah / di dunia.
Sebaik-baiknya kita, kita tetap akan menemukan dalam diri kita sendiri hal-hal
yang memalukan setiap hari, dan menemukan bahwa kita adalah orang berhutang
yang membutuhkan belas kasihan dan kasih karunia setiap jam. Makin banyak
terang yang kita miliki, makin kita melihat ketidaksempurnaan kita. Kita adalah
orang berdosa pada waktu kita mulai, kita akan mendapatkan diri kita sebagai
orang berdosa pada waktu kita berjalan: diperbaharui, diampuni, dibenarkan,
tetapi tetap adalah orang berdosa sampai akhir) - ‘Holiness’, hal 31.
J. C. Ryle: “Many appear to forget that we are saved and justified as sinners, and only
sinners, and that we never can attain to anything higher, if we live to the age of
Methuselah. Redeemed sinners, justified sinners and renewed sinners doubtless we
must be - but sinners, sinners, sinners, we shall be always to the very last” (= Banyak
orang kelihatannya lupa bahwa kita diselamatkan dan dibenarkan sebagai orang
berdosa, dan bahwa kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih tinggi,
bahkan jika kita hidup sampai pada usia Metusalah. Tidak diragukan lagi bahwa
kita adalah orang berdosa yang telah ditebus, orang berdosa yang telah dibenarkan
dan orang berdosa yang telah diperbaharui - tetapi kita akan selalu adalah orang
berdosa, orang berdosa, orang berdosa, sampai saat terakhir) - ‘Holiness’, hal 113.
Pulpit Commentary: “God’s holiest servants feel their unworthiness the most; they are
conscious, not only of many great sins in the past, but of much frailty and inconstancy
always. There are strange inconsistencies and vacillations and falterings, even in the
holiest lives” (= Pelayan-pelayan Allah yang paling kudus paling merasakan
ketidak-layakan mereka; mereka menyadari bukan hanya tentang banyak dosa-
dosa besar di masa yang lalu, tetapi juga tentang selalu adanya banyak kelemahan
dan ketidak-teguhan / ketidak-setiaan. Ada ketidak-konsistenan dan kebimbangan
dan kegoyahan yang aneh, bahkan dalam kehidupan yang paling kudus) - ‘1Peter’,
hal 19.
J. C. Ryle: “A truly sanctified person may be so clothed with humility that he can see
in himself nothing but infirmity and defects” (= Orang yang benar-benar telah
dikuduskan bisa dipakaiani dengan kerendahan hati sedemikian rupa sehingga ia
tidak melihat apapun dalam dirinya sendiri kecuali kelemahan dan cacat) -
‘Holiness’, hal 18.
Bdk. Mat 25:37 - domba tak merasa berbuat baik.
74
Doa adalah cara / jalan untuk mendapatkan sanctification.
Mat 6:13 Mat 26:41.
Sanctification tak berarti bebas dari inward spiritual conflict. bdk. Gal 5:17.
Sanctification tidak membenarkan manusia, tetapi menyenangkan Allah.
J. C. Ryle: “He and sin must quarrel, if he and God are to be friends” (= Ia dan dosa
harus bertengkar, jika ia dan Allah mau menjadi teman) - ‘Holiness’, hal 68.
J. C. Ryle: “A single day in hell will be worse than a whole life spent in carrying the
cross” (= Satu hari dalam neraka lebih jelek dari pada seluruh hidup dihabiskan
untuk memikul salib) - ‘Holiness’, hal 75.
1) ‘Tubuh’.
Kata ‘tubuh’ dalam ay 13b artinya sama dengan kata ‘daging’ dalam
ay 13a.
Jadi, ‘perbuatan tubuh / daging’ ini bisa disamakan dengan ‘kehidupan
manusia lama’, yang menunjuk pada semua dosa dalam hidup kita.
2) ‘Mematikan’ (= to mortify).
John Owen:
“When a man on some outward respects forsakes the practice of any sin,
men perhaps may look on him as a changed man. God knows that to his
former iniquity he hath added cursed hypocrisy, and is got in a safer path to
hell than he was in before. He hath got another heart than he had, that is
more cunning; not a new heart, that is more holy” (= Pada waktu
seseorang kelihatan dari luar meninggalkan praktek dari suatu dosa,
mungkin orang akan melihatnya sebagai orang yang tetah berubah.
Tetapi Allah tahu bahwa terhadap dosanya yang semula ia telah
menambahkan kemunafikan yang terkutuk, dan ia telah mencapai jalan
yang lebih aman menuju neraka dari pada sebelumnya. Ia telah
mendapatkan hati yang lain yang lebih licik dari hatinya semula, bukan
hati yang baru, yang lebih suci / kudus) - ‘The Works of John Owen’, vol
6, ‘Temptation and Sin’, hal 25.
75
Mortification bukan cuma kesalehan di luar yang disebabkan karena
karakter / kepribadian yang tenang, tidak mudah marah, sopan dsb.
Kalau hatinya tetap penuh dengan kebencian, iri hati, percabulan dsb,
maka di sini tidak ada mortification.
Penerapan:
Apakah saudara hanya mempunyai kesalehan lahiriah (seperti pergi
ke gereja, dibaptis, dsb), tetapi mempunyai hati yang tidak percaya
dan jahat?
1) Orang yang diberi kewajiban ini adalah ‘kamu’ (Ro 8:13), yaitu orang
kristen di Roma kepada siapa Paulus menuliskan surat ini. Ini terlihat lebih
jelas lagi dari Kol 3:5, karena kalau dilihat Kol 3:1-4 terlihat bahwa ini
ditujukan kepada orang percaya.
2) Ada bahayanya kalau kita menyuruh orang yang belum percaya untuk
melakukan mortification, yaitu ia tidak akan datang kepada Yesus,
sebaliknya merasa diri bisa melakukan perbaikan hidup. Dan pada saat ia
gagal melakukan mortification itu, ia bisa berpandangan bahwa kek-
ristenan itu salah, membuang dosa itu sia-sia dsb. Ini menyebabkan ia
makin menyerah kepada dosa.
Karena itu, terhadap orang yang belum percaya, kita hanya menginjilinya
menyuruhnya datang kepada Yesus, sedangkan terhadap orang percaya
kita menyuruhnya melakukan mortification.
John Owen:
“When sin lets us alone we may let sin alone; but as sin is never less quiet than
when it seems to be most quiet, and its waters are for the most part deep when
they are still, so ought our contrivances against it to be vigorous at all times and
in all conditions, even where there is least suspicion” (= Kalau dosa
membiarkan kita / tak mengganggu kita, maka kita boleh membiarkan dosa;
76
tetapi karena dosa itu tidak pernah diam, dan airnya biasanya dalam pada
waktu sedang tenang, maka usaha kita menentangnya harus bersemangat
setiap saat dan dalam setiap kondisi, bahkan pada saat ada kecurigaan yang
paling kecil) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal
11.
2) Dosa bukan hanya akan terus bekerja / bertindak, tetapi kalau didiamkan /
kalau tidak terus dimatikan, dosa itu akan melahirkan dosa-dosa yang
hebat, yang oleh Owen dikatakan sebagai ‘cursed, scandalous, soul-
destroying sins’ (= dosa-dosa terkutuk, memalukan, mernghancurkan
jiwa).
John Owen:
“Every unclean thought or glance would be adultery if it could; every covetous
desire would be oppression, every thought of unbelief would be atheism, might
it grow to its head” (= Setiap pikiran / pandangan mata yang najis akan
menjadi perzinahan kalau memungkinkan; setiap keinginan yang tamak
akan menjadi penindasan, setiap pikiran tentang ketidakpercayaan akan
menjadi atheisme, kalau hal itu bisa tumbuh sampai puncaknya) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 12.
Bandingkan dengan:
Ibr 3:13. Gal 5:19-21.
1Sam 11 Daud mula-mula melihat Batsyeba, tetapi lalu berzinah
dengan Batsyeba, membunuh Uria dsb.
John Owen:
“It is modest, as it were, in its first motions and proposals, but having once got
footing in the heart by them, it constantly makes good its ground, and presseth
on to some farther degrees in the same kind” (= Pada gerakan dan usul mula-
mula dosa itu sopan, tetapi sekali mendapat tempat berpijak dalam hati kita,
dosa itu merperkokoh posisinya, dan terus menekan ke tingkat yang lebih
jauh) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 12.
Penerapan:
Kalau perzinahan itu mau menguasai saudara bisa saja mula-mula ia
datang dengan sopan, dan mengajak saudara untuk ‘mengagumi
keindahan ciptaan Tuhan’, tetapi lalu membawa saudara ke dalam
perzinahan dalam hati (Mat 5:28), dan akhirnya ke dalamn perzinahan
fisik. Karena itu hati-hatilah dengan ‘sikap sopan’ dari dosa pada waktu ia
pertama kali datang kepada saudara!
77
dan sifat yang sama) dalam diri orang lain] - ‘The Works of John Owen’, vol
6, ‘Temptation and Sin’, hal 29.
John Owen juga memberi petunjuk tentang dosa yang sudah berkembang
sampai pada taraf berbahaya:
a) Kalau dosa itu sudah mendarah daging untuk waktu yang lama.
Renungkan: apa dosa / kelemahan saudara yang sudah ada sejak
kecil? Zinah? Sombong? Dusta? Pemarah? Pendendam? Malas?
Suka ngaret?
b) Kalau kita menyetujui dosa itu, dan tak ada usaha untuk
membunuhnya, atau usaha untuk membenarkan diri sekalipun ada
dosa.
c) Atau kalau kita hibur diri bahwa untuk dosa inipun Kristus sudah mati
dan tebus, lalu kita teruskan dosa itu.
bdk. Naaman dalam 2Raja-raja 5:18 - mau teruskan masuk ke kuil
Rimon bersama rajanya, dan minta Tuhan ampuni.
bdk. Yudas 4: 'menyalahgunakan kasih karunia Allah untuk
melampiaskan hawa nafsu!
bdk. Ro 6:1-2.
d) Kalau kita senang / mencintai dosa itu (sekalipun kita tak melaku-
kannya).
a) John Owen:
“Every unmortified sin will certainly do two things: - [1] It will weaken the
soul, and deprive it of its vigour. [2] It will darken the soul, and deprive it of
its comfort and peace” [= Setiap dosa yang tidak dimatikan pasti akan
melakukan 2 hal: (1) Dosa itu akan melemahkan jiwa, dan mencabut /
menghilangkan semangat / kekuatannya.(2) Dosa itu akan menggelapkan
jiwa, dan mencabut / menghilangkan penghiburan dan damai darinya] -
‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 22.
Contoh:
Daud dalam Maz 38:4,9 Maz 40:13 (KJV: I am not able to look up).
Juga 1Yoh 2:15 1Yoh 3:17 - kehilangan kasih Allah.
Tentang ‘kehilangan damai’ lihat:
Im 26:17b,36-37a Amsal 28:1.
1Raja2 8:38 - ‘apa yang merisaukan hatinya sendiri’ jelas
menunjukkan bahwa dosa menghancurkan damai / sukacita.
Illustrasi:
Ini seperti tanaman yang ditanam tanpa disiangi tanahnya, sehingga
tumbuh banyak semak, rumput dsb disekelilingnya. Tanaman itu
mungkin saja bisa tetap hidup, tetapi tidak akan bagus / sehat.
John Owen:
“Mortification from a self-strength, carried on by ways of self-invention, unto
the end of a self-righteousness, is the soul and substance of all false religion in
the world” (= Tindakan mematikan dosa dengan kekuatan sendiri, dilakukan
dengan cara-cara yang ditemukan sendiri, menuju kebenaran diri sendiri,
adalah jiwa dan zat / inti dari semua agama palsu dalam dunia) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 7.
John Owen:
79
“He works in us and with us, not against us or without us” (= Ia bekerja di
dalam kita dan bersama kita, bukan menentang kita atau tanpa kita) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 20.
2) Kita tak boleh mengecilkan / meremehkan dosa itu. Kita harus mempunyai
pengertian yang benar tentang kesalahan, bahaya, dan jahatnya dosa itu.
Tidak adanya hal ini menyebabkan kita terus ada dalam dosa itu. Contoh:
2Raja2 5:18 - Naaman adalah contoh orang yang meremehkan dosa.
Amsal 7:23b - tidak sadar bahwa hidupnya terancam.
Bdk. juga dengan Roma Katolik yang mengajarkan tentang venial sins (=
dosa kecil), yang bahkan tidak perlu diakui.
Kita memang percaya adanya tingkat-tingkat dosa, tetapi kita tidak
percaya adanya dosa yang boleh diremehkan! Setiap dosa yang
bagaimanapun kecilnya, upahnya adalah maut. Setiap dosa yang
bagaimanapun kecilnya, menimbulkan murka Allah / menjauhkan manusia
dari Allah. Setiap dosa yang bagaimanapun kecilnya, menyebabkan
Kristus harus mati di atas kayu salib.
3) Kita tak boleh melakukan mortification itu hanya pada dosa-dosa tertentu
saja, tetapi pada semua dosa (bdk. 2Kor 7:1 - marilah kita menyucikan diri
dari semua pencemaran jasmani dan rohani). Mengapa?
a) biasanya orang memilih untuk membunuh dosa yang menyebabkan
hidupnya tidak damai, tidak enak, dsb, tetapi membiarkan dosa yang
tidak menyebabkan hal-hal itu. Ini menunjukkan bahwa mortification
yang ia lakukan didasarkan pada self-love (= kasih pada diri sendiri)!
b) Bisa saja dosa-dosa yang mau kita buang itu tidak bisa mati, justru
karena adanya dosa-dosa yang kita biarkan.
c) Allah sering menghukum satu dosa dengan membiarkan orang itu
jatuh ke dalam dosa-dosa lain (Maz 81:12-13 Ro 1:24,26,28). Jadi,
dosa yang satu bisa berhubungan dengan dosa yang lain.
d) dosa yang dibiarkan itu akan merusak persekutuan kita dengan Allah,
dan rusaknya persekutuan dengan Allah ini menyebabkan kita tidak
punya kekuatan untuk membuang dosa yang ingin kita buang.
Renungkan: dosa apa yang saudara biarkan dalam diri saudara?
John Owen:
“Cease not a day from this work; be killing sin or it will be killing you” (=
jangan berhenti satu haripun dari pekerjaan ini; bunuhlah dosa atau dosa
itu akan membunuhmu) - ‘The Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation
and Sin’, hal 9.
81
kalau saudara mempunyai keinginan menyeleweng, saudara justru
harus mendekat kepada istri saudara dan menunjukkan kasih saudara
kepadanya.
Renungkan:
Kelemahan apa yang ada pada diri saudara, dan hal apa yang
bertentangan dengannya yang harus saudara lakukan?
John Owen:
“This is a folly that possesses many who have yet a quick and living sense of
sin. They are sensible of their sins, not of their temptations, - are displeased
with the bitter fruit, but cherish the poisonous root” (= Ini adalah kebodohan
yang merasuk / menguasai banyak orang yang mempunyai perasaan yang
cepat dan hidup tentang dosa. Mereka peka terhadap dosa mereka, tidak
terhadap pencobaan mereka; tidak senang dengan buah yang pahit, tetapi
menyayangi / memelihara / memberi makan akar yang beracun) - ‘The
Works of John Owen’, vol 6, ‘Temptation and Sin’, hal 118.
Adalah sesuatu yang kurang ajar kalau kita berdoa supaya ‘jangan dibawa
ke dalam pencobaan’ (Mat 6:13a), tetapi kita terus menerus menyenangi
dan mendatangi pencobaan!
Penerapan:
kalau kelemahan saudara adalah perzinahan, maka saudara harus
menjauhi film yang merangsang, buku / bacaan yang porno /
membangkitkan nafsu, dan juga teman-teman yang omongannya
erotis / cabul / membangkitkan nafsu, lebih-lebih teman yang
mengajak untuk berzinah.
kalau kelemahan saudara adalah dalam hal menonton TV,
sumbangkan TV saudara ke gereja!
kalau kelemahan saudara adalah merokok, jauhi teman yang merokok.
Renungkan:
Apa kelemahan saudara, dan apa yang harus saudara lakukan untuk
menjauhkan pencobaan yang menarik saudara ke dalam dosa itu?
-AMIN-
83