Anda di halaman 1dari 9

“PENGINJILAN MASA KINI 1”

Y.Y. TOMATALA, MALANG: GANDUM MAS, 2000

Teologi Penginjilan dan Pemuridan


Dosen Pengampu:
Dr. Bambang Sriyanto, M.Th., M.M., Th.D.

Oleh
Kondang Sri Tatanenegara
NIM: 2019.5.108

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BERITA HIDUP


KARANGANYAR
JUNI 2020
I. Penginjilan Masa Kini
Penginjilan sering diartikan sebagai, “Usaha untuk memberitakan
kabar baik kepada orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus
dengan tujuan agar mereka dapat menerima Dia sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi.” Pengertian ini memiliki kelemahan:
1. Peranan Allah dalam penginjilan diperkecil, sedangkan usaha
manusia diperbesar.
2. Konsep penginjilan dari Perjanjian Lama tidak terwakili,
3. Ada mata rantai yang hilang dalam proses penginjilan yang
sebenarnya, yaitu tidak adanya peranan Gereja dalam penginjilan.
Penginjilan dapat didefinisikan secara utuh: “Penginjilan adalah
rancangan dan karya Allah yang menghimpun bagi diri-Nya suatu
umat untuk bersekutu, menyembah dan melayani Dia secara utuh dan
serasi.”
Dari definisi tersebut di atas, dapat diurutkan secara jelas hal-hal
berikut:
A. Penginjilan adalah Rancangan dan Karya Allah
Sebagai rancangan, Allah telah merancang penginjilan sejak
kekekalan (bd. Ef. 1:4-14), dan Allah sendiri telah
melaksanakannya (bd. Gal. 3:8; Rm. 1:16-17; Kej. 4:4; 4:25-26;
5:24; 6:9; 12:1-3).
B. Tujuan Allah dalam Rancangan dan Karya-Nya (penginjilan) ialah
menghimpun, mencipta bagi diri-Nya suatu umat (umat Allah) –
(bd. Kej. 1:28; Mat. 28:19-20; Kel. 19:5-6; 1Ptr. 2:9, 10;, Rm. 9:25-
26, Tit. 2:14; Ul. 7:6; 14:1-2; Yes. 43:8-21).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Bahwa Allah adalah Inisiator penginjilan, di mana penginjilan
berpusat dan bersumber dari Allah.
2. Bahwa Allah adalah Pelaksana penginjilan yang memberikan
dinamika bagi Karya-Nya.
3. Bahwa Allah adalah Pemberi Mandat penginjilan yang
melibatkan umat-Nya dalam tanggung jawab untuk
melaksanakan rancangan dan karya-Nya.
4. Bahwa Allah adalah Penggenap penginjilan.
Penginjilan adalah berpusat pada Allah dan ini sekaligus
merupakan jaminan bagi keberhasilan penginjilan itu.

II. Teologi Penginjilan Alkitabiah


Hubungan konsepsi penginjilan alkitabiah dapat dibandingkan sebagai
berikut:
A. Perjanjian Lama bersifat filosofis dalam menjelaskan tentang
penginjilan, dan sekaligus menjadi dasar bagi Perjanjian Baru yang
lebih bersifat praktis dalam menguraikan tentang penginjilan.
B. Perjanjian Lama menekankan Allah sebagai Inisiator penginjilan,
sedang dalam Perjanjian Baru Allah Konsumator penginjilan,
walaupun peranan Allah dalam hal ini berjalan singkron.
C. Peranan Umat Allah dalam penginjilan pada Perjanjian Lama
bersifat implisit atau eksklusif Israel, sedangkan peranan Umat
Allah dalam Perjanjian Baru dijelaskan sebagai bersifat eksplisit
dan universal (meliputi semua bangsa) di muka bumi yang telah
ditebus Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Perjanjian Lama merupakan dasar berpijak secara teologis filosofis
bagi penginjilan dan sekaligus merupakan manifestasi penginjilan
berdasarkan rancangan penyelamatan Allah yang kekal.
1. Pernyataan Allah sebagai Sumber dan Tumpuan Penginjilan
Kajdian 1:1 melukiskan “Allah yang menyatakan diri dalam karya
ciptaan-Nya.” Di sini Allah menyatakan diri sebagai Allah yang aktif
dan dinamis. Keaktifan Allah ini dibuktikan dalam kegiataan
penciptaan, dan kedinamisasian-Nya dibuktikan dalam kuasa
penciptaan-Nya. Kebenaran ini mengungkapkan bahwa Allah
adalah inisiator, dasar, dan titik tumpu bagi penginjilan, sehingga
jelaslah bahwa Penginjilan bersumber dan berporos pada Allah
Sang Pencipta (Teosentris).
2. Perjanjian Berkat Penciptaan Motif Penginjilan
Dalam sabat penciptaan terdapat “janji berkat penciptaan” yang
adalah penunjang vital bagi misi Allah. Sabat Penciptaan yang
berisi perjanijian berkat penciptaan memberi kepastian bahwa
Allah mengikatkan diri-Nya dan Adam (termasuk segala ciptaan-
Nya) dalam berkat-Nya. Ini berarti bahwa misi Allah didasari,
dimotori, dan ditandai oleh berkat Allah. Di pihak lain, sabat
penciptaan itu mengikat Adam dan Allah dalam suatu kewajiban.
Allah menjamin berkat bagi Adam dalam menjalankan misi-Nya da
Adam diwajibkan taat sebagai pihak kedua dalam perjanjian Allah.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa “berkat Allah” menjadi
tanda pengenal bagi misi Allah (penginjilan) yang diikat oleh Allah
sendiri dalam suatu perjanjian sejak penciptaan.
3. Janji Penyelamantan Allah: Dinamika bagi Penginjilan
Janji penyelamatan Allah didahului oleh kenyataan tentang
dosa.Sebagai pemegang “mandat penginjilan yang dimandatkan
oleh Allah,” Adam diikat kepada “Perjanjian Berkat” Allah dalam
kewajiban taat sebagai perwujudan tanggung jawabnya dalam
menjalankan karya Allah.Peristiwa di Firdaus menghadapkan
Adam kepada batu ujian ketaatan. Pohon di tengah taman (Kej.
3:3 & 2:15-17) yang berfungsi Yuridis telah menjadi pedoman
hukum bagi tindakan Adam (bdg. Yoh. 12:47-48). Sedangkan janji
penyelamatan Allah mempunyai implikasi penting sebagai berikut:
a. Keselamatan itu dari Allah. Sebagai pengucap janji
penyelamatan, Allah bertanggungjawab melaksanakan
kesempatan itu dengan demikian keselamatan itu bersumber
pada Allah (Teosentris).
b. Keselamatan itu menghancurkan setan dengan segala
kuasanya. Kuasa yang membebaskan itu adalah kuasa Allah
(Rm. 1:16-17, Yak. 5:20, Yud. 23).
c. Keselamatan akan datang melalui seorang pengantara, Sang
Mesias, Raja Damai.
d. Keselamatan diperuntukan bagi semua manusia di dalam
Adam segala “janji berkat penciptaan” datang kepada manusia.
e. Keselamatan adalah fakta sejarah, sama seperti dosa adalah
fakta sejarah. Kejatuhan Adam adalah fakta yuridis historis dan
ditengah fakta ini janji penyelamatan diberikan oleh Allah.
4. Tantangan “Kuasa Dosa” Mengungkapkan “Kuasa Penyelamatan
Allah” sebagai Dasar Konsumasi Penginjilan
Kejadian 3 adalah momentum “dosa menguasai manusia” (Rm.
5:12) dan sejak saat itu mulailah dosa membuktikan
keunggulannya atas manusia. Manusia secara total dikuasai oleh
dosa dan mulailah dosa dimanifestasikan dalam tindak manusia
baik dosa menguasai pribadi, menguasai rumah tangga,
menguasai kebudayaan dan menguasai bangsa dan bangsa-
bangsa. Namun Allah tetap menampakkan diri dalam kuasa
menyelamatkan:
a. Allah menanamkan kesadaran manusia pada janji
keselamatan-Nya yang akan digenapi.
b. Allah menyelamatkan orang-orang yang telah ditetapkan, dipilih
dan dipanggil kepada keselamatan itu.
c. Allah menahan dosa dan kuasanya melalui penghukuman yang
Ia berikan atas dosa.
5. Keselamatan Allah yang Dinyatakan dalam Panggilan Abraham:
Wujud Penginjilan
Kejadian 1-11 terdapat gambaran jelas konsistensi misi Allah yang
bergerak secara dinamis yang membuktikan kesetiaan dan
ketetapan sikap Allah memenuhi apa yang telah dirancang-Nya
sejak kekekalan. Di dalam panggilan Abraham ada beberapa
penerapan penting antara lain:
a. Pola Penyelamatan Allah yang Jelas. Panggilan Allah terhadap
Abraham mempertegas dan memperjelas yang nantinya akan
menjadi pola yang terus berkesinambungan sampai puncak
kosumasi misi Allah melalui Yesus Kristus.
b. Lingkup Penyelamatan Allah yang Jelas. Ini meliputi Abraham
secara pribadi dan kelompok orang (bangsa). Di sini terdapat
jaminan, bahwa pekerjaan penyelamatan Allah ini bertumpu
dan berkesinambungan melingkupi jumlah orang yang
diselamatkan oleh Allah (Kej. 12:2-3).
c. Tujuan Penyelamatan Allah yang Jelas. Tujuan ini bersifat
pribadi dan kolektif di mana sasarannya ialah agar setiap
pribadi dalam kelompok akan menikmati berkat penyelamatan
itu.
6. Penginjilan Dinyatakan dalam Karya Penyelamatan Allah Melalui
Israel
Peristiwa keluarnya Israel dari tanah Mesir memberikan gambaran
pola yang sama dengan panggilan Abraham. Panggilan Israel
adalah panggilan Allah yang telah dirancang sebelumnya. Dalam
Keluaran20:1-2 terlihat perjanjian Allah dengan Israel. Sebagai
umat Allah Israel harus terlibat dalam misi Allah.
Kesimpulannya adalah:
a. Misi Israel adalah misi Allah (Yes. 43:21)
b. Misi Israel berpusat pada Allah (Yes. 44:6-8; 45:5-6); diman
Allah dinyatakan sebagai Juruselamat (Yes. 41: 22; 43:11;
44:7; 43:21; 46:10; 48:, 3, 5)
c. Misi Israel ditunjukan kepada bangsa-bangsa (Yes. 40:5; 42:1,
6-7, 10; 45:22-23; 49: 6, 26; 51:10, 15 bd. Yoh. 4:22).
7. Roh Kudus dan Penginjilan dala, Perjanjian Lama
a. Roh Kudus tetap aktif melaksanakan tugas penyelamatan
Allah, walau Ia berperan di belakang layar (Meskipun peranan-
Nya tidak dijelaskan secara terperinci dalam Perjanjian Lama
tidak berarti bahwa Ia tidak aktif).
b. Pekerjaan Roh Kudus dalam rancangan keselamatan Allah
tetap sama dalam masa Perjanjian Lama sampai kepada
Perjanjian Baru. Yang berbeda adalah menifestasi kerja dalam
era pra-Yesus Kristus dan post-penyaliban kebangkitan dan
kenaikan Yesus (sebelum Yesus Kristus dan sesudah
pengorbanan dan kemenangan Yesus). Manifestasi kerja Roh
Kudus di Perjanjian Lama bersifat diam-diam dan di Perjanjian
Baru bersifat demonstrative, sesuai dengan rencana Allah.
8. Kerajaan Allah dan Penginjilan dalam Perjanjian Lama
Berita Kerajaan Allah yang dikumandangkan oleh Yohanes
Pembaptis dan Tuhan Yesus Kristus, yaitu “Bertobatlah sebab
Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat. 3:2; 4:17) merupakan isi berita
Kerajaan Allah baik untuk Perjanjian Lama maupun untuk
Perjanjian Baru, dan inilah berita suka cita dari Injil yang
membebaskan itu.

Penginjilan dalam Perjanjian Baru menghasilkan teologi penginjilan


dengan pokok-pokok sebagai berikut:
1. Kedudukan Pengijilan dalam Perjanjian Baru dalam Hubungannya
dengan Perjanjian Lama.
a. Penginjilan Perjanjian Lama Bersifat filosofis dan Perjanjian
Baru bersifat praktis.
b. Perjanjian Lama merupakan dasar tumpuan teologi penginjilan
dan Perjanjian Baru adalah penggenapannya.
c. Perjanjian Lama menekankan fakta tentang Allah sebagai
inisiator penginjilan dan Perjanjian Baru menekankan Allah
sebagai konsumator.
d. Perjanjian Lama berisi rentetan perjanjian yang menekankan
dimensi eskatologis penggenapan janji itu dalam penginjilan,
sedangkan Perjanjian Baru menekankan penggenapan
perjanjian itu.
e. Teologi Penginjilan Perjanjian Lama lebih menekankan kepada
Allah, yaitu (reason & concept) dan teologi penginjilan
Perjanjian Baru menekankan kepada Kristologi (pelaksanaan
dan penerapan reason & concept).
f. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menonjolkan penginjilan
seperti aliran kuasa penyelamatan Allah yang aktif, dinamis dan
berkesinambungan. Allah terus bekerja dalam menggenapkan
rencana penyelamatan-Nya.
2. Pemahaman Terminologi Penginjilan dalam Perjanjian Baru
a. Euangelizo artinya kegiataan menyampaikan berita kesukaan.
b. Kerruso artinya tugas formal yang dipercayakan Tuhan kepada
umat-Nya yaitu menyampaikan berita suka cita kepada
manusia (2Kor. 5:17).
c. Didasko artinya mengajar.
d. Martureo – artinya kesaksian yang disampaikan berdasarkan
apa yang telah dilihat dan dialami.
Jika semua istilah dirangkaikan maka penginjilan dapat
dijelaskan sebagai: mengkhotbahkan, memproklamirkan
(secara formal), mengajar, dan bersaksi tentang kabar baik
mengenai Yesus dan Karya Penyelamatan-Nya.
3. Penginjilan dalam Lingkup Perintah Agung Tuhan Yesus
Ada perintah agung yang dicatat: Mat. 28:16-20, Mrk. 16:15-18,
Luk. 24:44-49, Yoh. 20:19-23; 21:15-29 dan Kis. 1:6-8.
Terjemahan yang tepat untuk pergilah seharusnya adalah “karena
itu sementara pergi, jadikanlah murid.” Inilah mandat penginjilan
yang digenapkan sebagai perwujudan kepastian rencana
penyelamatan Allah itu. Di sini secara tegas Allah mewujudkan
keterlibatan total umat-Nya dalam menjalankan misi-Nya.
Penginjilan masih bersifat teosentris, dan yang jelas di sini ialah
saat penggenapan mandat dimana di dalam mandate itu “Umat
Allah” (para murid) diperintahkan untuk “menjadikan murid”
(menghimpun bagi Allah suatu umat) melalui pergi, mengajar, dan
membaptis. Pada bagian inilah dapat dilihat arti penginjilan secara
“operasional objektif” yaitu penginjilan yang aktif dan dinamis
dalam pelibatan umat Allah dengan tujuan pasti yaitu “menjadikan
murid.”Dan inilah tujuan Allah bagi penginjilan itu.
4. Penginjilan dalam Hubungan dengan Ilmu Teologi
Teologi yang benar harus berakhir pada penginjilan, dan
penginjilan yang benar beranjak dari dasar teologi yang benar
pula.
5. Penginjilan dalam Lingkup Eskatologi
Pandangan Kristen tentang eskatologi atau doktrin tentang
kedatangan Yesus Kristus yang kedua kalinya sangat
mempengaruhi sikap terhadap penginjilan.Apabila gereja
mempercayai bahwa penginjilan berhubungan dengan kedatangan
Yesus Kristus, maka kedatangan Yesus Kristus menjadi dinamika
bagi penginjilan. Sebaliknya, apabila hubungan keyakinan tentang
penginjilan dan kedatangan Tuhan Yesus Kristus kabur, maka
penginjilan jelas tidak memiliki daya dorong apa pun dari
kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.

III. Teologi Penginjilan dalam Konsep Yesus


Janji penyelamatan Allah dalam Kejadian 3:15 “melalui seorang
pengantara” (Mediator) yang adalah juga “Mesias” (Kristus yang
diurapi) telah terbukti genap di dalam diri Yesus Kristus (Gal. 4:4). Ini
ditegaskan pula dalam Bilangan 23:19 yang dengan tegas berkata
bahwa Allah yang telah “berjanji itu Dia pasti menggenapi-Nya” dan
segala perjanjian yang telah dirancang-Nya secara pasti Dia sendiri
telah menggenapi-Nya (Yes. 46:9, 10 – bandingkan Yes. 46: 3, 5; Rm.
1: 2-4) dan janji Mesias (Kej. 3:15) telah digenapkan dalam Yesus
Kristus. Pemahaman tentang pribadi Yesus dan misi-Nya dapat dilihat
dari:
1. Yesus melihat diri-Nya sebagai “Pemberita yang Diurapi Allah”
(Pemberita Mesias) dengan tugas Mesianik (Luk. 4:18) yang
datang untuk melakukan pekerjaan sebagai Imam Raja, Imam
Besar (pemberi berkat); imam yang mengorbankan diri sebagai
korban.
2. Yesus melihat diri-Nya sebagai “Pemberita yang Diutus” dengan
suatu berita (Pemberita Rasul/Apostle) dengan tugas pokok
Apostolik.
3. Yesus melihat diri-Nya sebagai Penyataan Kerajaan/Pemerintahan
Allah. Di sini Ia melihat diri-Nya sebagai “tanda” bagi manifestasi
kerajaan itu (Luk. 17:20-21). Kehadiran Yesus di bumi adalah
sebagai tanda bahwa kerajaan Allah memenuhi babak
pembebasan secara baru di bumi (Mat. 16:21-28; Mrk. 8:31 - 9:1;
Luk. 9:22-27).

IV. Teologi Penginjilan dalam Konsep Modern


Di era modern diperkenalkan konsepsi Body Evangelism yang
dipelopori oleh Gerakan Pertumbuhan Gereja dengan Donald A.
McGavran sebagai inspirator.
1. Body Evangelism berorientasi kepada tujuan yang jelas yang
dapat dijangkau sesuai dengan kemampuan dan situasi untuk
melaksanakan dan menjangkau tujuan yang telah ditargetkan tadi.
2. Body Evangelism menekankan perlunya suatu strategi Penginjilan
yang baik.
3. Body Evangelism ini berorientasi kepada metode kontekstual
dengan cara menggali dari konteks-konteks sosial budaya
setempat sehingga dapat menemukan metode yang paling tepat
untuk mendekati penduduk setempat dalam usaha penginjilan.
4. Body Evangelism berorientasi kepada target khusus yang harus
dicapai yaitu mendirikan gereja lokal baru.

V. Teologi Penginjilan dalam Konsep Antar Budaya


Penginjilan antar budaya ialah penginjilan yang dilaksanakan antara
satu budaya ke budaya yang lain. Penginjilan akan selalu berorientasi
antar atau lintas budaya. Sedangkan bentuk budaya, pola dan
prosesnya dapat dijelaskan demikian:
1. Bentuk budaya yang dapat diamati baik yang bersifat materi
maupun non materi.
2. Setiap bentuk budaya melayani fungsi tertentu. Fungsi bentuk
budaya ada yang bersifat umum dan khusus.
3. Fungsi terpenting dari bentuk budaya ialah untuk menyatakan arti
budaya kepada orang yang ikut ambil bagian dalam kebudayaan
itu.
4. Fungsi dan arti budaya menjelaskan bagaimana suatu bentuk
budaya dipergunakan. Hal ini bergantung pada bagaimana hal itu
digunakan oleh manusia.
Sedangkan prinsip dasar komunikasi Injil dapat dijelaskan seperti di
bawah ini:
1. Tujuan komunikasi ialah untuk membuat pendengar mengerti
suatu berita yang disampaikan oleh Pembicara dan selanjutnya
mendorong si pendengar agar bertindak sesuai dengan keinginan
si pembicara.
2. Apa yang dapat dimengerti setidak-tidaknya bergantung kepada
bagaimana pendengar menerima berita.
3. Pembicara menyampaikan berita melalui lambang budaya yang
memberi ransangan kepada pikiran pendengar sesuai dengan
tanggapan atau pengertian pendengar terhadap lambang/simbol
budaya itu. Dalam hal itu perlu diinga bahwa pengertian itu tidak
dapat dipindahkan, dan yang dapat dipindahkan hanyalah berita.
4. Agar pembicara dapat mengkomunikasikan berita secara efektif,
maka ia haruslah berorientasi kepada pendengar.
5. Bila berita itu ditunjukkan untuk mempengaruhi pendengar maka
berita itu harus disampaikan sedemikian rupa sehingga
memperoleh imapk yang memadai; dalam hal ini bentuk
komunikasi yang digunakan harus sesuai dengan
keinginan/pengertian pendengar.
6. Impak komunikasi yang luar biasa akan terjadi dalam interaksi
antar pribadi.
7. Komunikasi akan sangat efektif bila pembicara, berita-berita dan
pendengar berinteraksi dalam konteks yang sama, dalam situasi
dan pemahaman yang sama terhadap bentuk/arti budaya.
8. Komunikasi akan lebih efektif bila pembicara telah memiliki
kredibilitas (kepercayaan) atau sebagai orang yang dihormati
dalam suatu lingkup budaya tertentu.
9. Komunikasi akan lebih efektif bila berita dapat dimengerti oleh
pendengar yaitu berita yang berhubungan dengan kehidupan di
mana pendengar berada.
10. Komunikasi akan lebih efektif bila pendengar mampu berpartisipasi
dalam komunikasi itu dan menemukan relevansi berita itu dalam
hidup dan lingkup hidupnya.

VI. Teologi Penginjilan dalam Konsep Kontekstualisasi


Teologi Kontekstualisasi memiliki prinsip kerja konsep kontekstualisasi
yang berhubungan erat dengan sifat teologi situasional. Maksudnya
ialah bahwa kontekstualisasi berhubungan erat dengan refleksi teologi
yang mengkaitkan teks (Alkitab) dengan konteks (situasi kehidupan).
Hubungan ini adalah suatu suatu interaksi dinamis yang daripadanya
muncullah “suatu teologi kontekstualisasi.” Model dan Pola
Kontekstualisasi yaitu:
1. Model Akomodasi (Kis. 17:28)
Akomodasi adalah sikap menghargai dan terbuka terhadap
kebudayaan asli yang dilakukan dalam sikap, kelakuan, dan
pendekatan praktis dalam tugas misionari baik secara teologi
maupun secara ilmiah. Model ini akan memunculkan sikap positif
terhadap Injil yang didasarkan atas pandangan bahwa anugerah
Allah (Injil) tidak menghancurkan budaya manusia, tetapi justru
melengkapi dan menyempurnakannya.
2. Model Adaptasi
Perbedaan adaptasi dan akomodasi terletak pada cara
pendekatannya. Model adaptasi tidak mengasimilasi unsur budaya
dalam mengekspresikan Injil, tetapi menggunakan bentuk dan ide
budaya yang dikenal. Contohnya ketika Yohanes menggunakan
ide Logos untuk menjelaskan kebenaran inkarnasi. Tujuan
adaptasi ialah mengekspresikan dan menterjemahkan Injil dalam
istilah setempat (indigeneousterms), sehingga menjadi relevan
dalam situasi budaya tersebut.
3. Model Prossesio
Prossesio adalah sikap yang menanggapi budaya secara negatif.
Proses prossesio terjadi melalui seleksi, penolakan, reinterpretasi
dan rededikasi. Kelompok prossesio melihat kebudayaan sebagai
sesuatu yang sudah rusak oleh dosa, dan tidak ada kebaikan yang
muncul di dalamnya.
4. Pola Transformasi
Allah di atas budaya; dan melalui budaya itu pula, Allah
menggunakan kebudayaan berinteraksi dengan manusia. Bila
seseorang diperbaharui Allah, maka inti kebudayaannya juga
dibaharui (2Kor. 5:17).
5. Model Dialektik
Ini adalah interaksi dinamis antara teks dengan konteks. Konsep
ini didukung oleh perkiraan yang kuat bahwa perubahan pasti ada
dalam setiap kebudayaan. Untuk setiap kurun waktu, perubahan
itu terjadi secara dinamis. Dengan demikian gereja haurs
menggunakan peran kenabiannya untuk menganalisa,
menginterpretasi dan menilai setiap keadaan.

Anda mungkin juga menyukai