Dosen Pengampu: Dr. Bambang Sriyanto, M.Th., M.M., Th.D.
Oleh Kondang Sri Tatanenegara NIM: 2019.5.108
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BERITA HIDUP
KARANGANYAR JUNI 2020 I. Penginjilan Masa Kini Penginjilan sering diartikan sebagai, “Usaha untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus dengan tujuan agar mereka dapat menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.” Pengertian ini memiliki kelemahan: 1. Peranan Allah dalam penginjilan diperkecil, sedangkan usaha manusia diperbesar. 2. Konsep penginjilan dari Perjanjian Lama tidak terwakili, 3. Ada mata rantai yang hilang dalam proses penginjilan yang sebenarnya, yaitu tidak adanya peranan Gereja dalam penginjilan. Penginjilan dapat didefinisikan secara utuh: “Penginjilan adalah rancangan dan karya Allah yang menghimpun bagi diri-Nya suatu umat untuk bersekutu, menyembah dan melayani Dia secara utuh dan serasi.” Dari definisi tersebut di atas, dapat diurutkan secara jelas hal-hal berikut: A. Penginjilan adalah Rancangan dan Karya Allah Sebagai rancangan, Allah telah merancang penginjilan sejak kekekalan (bd. Ef. 1:4-14), dan Allah sendiri telah melaksanakannya (bd. Gal. 3:8; Rm. 1:16-17; Kej. 4:4; 4:25-26; 5:24; 6:9; 12:1-3). B. Tujuan Allah dalam Rancangan dan Karya-Nya (penginjilan) ialah menghimpun, mencipta bagi diri-Nya suatu umat (umat Allah) – (bd. Kej. 1:28; Mat. 28:19-20; Kel. 19:5-6; 1Ptr. 2:9, 10;, Rm. 9:25- 26, Tit. 2:14; Ul. 7:6; 14:1-2; Yes. 43:8-21). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Bahwa Allah adalah Inisiator penginjilan, di mana penginjilan berpusat dan bersumber dari Allah. 2. Bahwa Allah adalah Pelaksana penginjilan yang memberikan dinamika bagi Karya-Nya. 3. Bahwa Allah adalah Pemberi Mandat penginjilan yang melibatkan umat-Nya dalam tanggung jawab untuk melaksanakan rancangan dan karya-Nya. 4. Bahwa Allah adalah Penggenap penginjilan. Penginjilan adalah berpusat pada Allah dan ini sekaligus merupakan jaminan bagi keberhasilan penginjilan itu.
II. Teologi Penginjilan Alkitabiah
Hubungan konsepsi penginjilan alkitabiah dapat dibandingkan sebagai berikut: A. Perjanjian Lama bersifat filosofis dalam menjelaskan tentang penginjilan, dan sekaligus menjadi dasar bagi Perjanjian Baru yang lebih bersifat praktis dalam menguraikan tentang penginjilan. B. Perjanjian Lama menekankan Allah sebagai Inisiator penginjilan, sedang dalam Perjanjian Baru Allah Konsumator penginjilan, walaupun peranan Allah dalam hal ini berjalan singkron. C. Peranan Umat Allah dalam penginjilan pada Perjanjian Lama bersifat implisit atau eksklusif Israel, sedangkan peranan Umat Allah dalam Perjanjian Baru dijelaskan sebagai bersifat eksplisit dan universal (meliputi semua bangsa) di muka bumi yang telah ditebus Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Perjanjian Lama merupakan dasar berpijak secara teologis filosofis bagi penginjilan dan sekaligus merupakan manifestasi penginjilan berdasarkan rancangan penyelamatan Allah yang kekal. 1. Pernyataan Allah sebagai Sumber dan Tumpuan Penginjilan Kajdian 1:1 melukiskan “Allah yang menyatakan diri dalam karya ciptaan-Nya.” Di sini Allah menyatakan diri sebagai Allah yang aktif dan dinamis. Keaktifan Allah ini dibuktikan dalam kegiataan penciptaan, dan kedinamisasian-Nya dibuktikan dalam kuasa penciptaan-Nya. Kebenaran ini mengungkapkan bahwa Allah adalah inisiator, dasar, dan titik tumpu bagi penginjilan, sehingga jelaslah bahwa Penginjilan bersumber dan berporos pada Allah Sang Pencipta (Teosentris). 2. Perjanjian Berkat Penciptaan Motif Penginjilan Dalam sabat penciptaan terdapat “janji berkat penciptaan” yang adalah penunjang vital bagi misi Allah. Sabat Penciptaan yang berisi perjanijian berkat penciptaan memberi kepastian bahwa Allah mengikatkan diri-Nya dan Adam (termasuk segala ciptaan- Nya) dalam berkat-Nya. Ini berarti bahwa misi Allah didasari, dimotori, dan ditandai oleh berkat Allah. Di pihak lain, sabat penciptaan itu mengikat Adam dan Allah dalam suatu kewajiban. Allah menjamin berkat bagi Adam dalam menjalankan misi-Nya da Adam diwajibkan taat sebagai pihak kedua dalam perjanjian Allah. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa “berkat Allah” menjadi tanda pengenal bagi misi Allah (penginjilan) yang diikat oleh Allah sendiri dalam suatu perjanjian sejak penciptaan. 3. Janji Penyelamantan Allah: Dinamika bagi Penginjilan Janji penyelamatan Allah didahului oleh kenyataan tentang dosa.Sebagai pemegang “mandat penginjilan yang dimandatkan oleh Allah,” Adam diikat kepada “Perjanjian Berkat” Allah dalam kewajiban taat sebagai perwujudan tanggung jawabnya dalam menjalankan karya Allah.Peristiwa di Firdaus menghadapkan Adam kepada batu ujian ketaatan. Pohon di tengah taman (Kej. 3:3 & 2:15-17) yang berfungsi Yuridis telah menjadi pedoman hukum bagi tindakan Adam (bdg. Yoh. 12:47-48). Sedangkan janji penyelamatan Allah mempunyai implikasi penting sebagai berikut: a. Keselamatan itu dari Allah. Sebagai pengucap janji penyelamatan, Allah bertanggungjawab melaksanakan kesempatan itu dengan demikian keselamatan itu bersumber pada Allah (Teosentris). b. Keselamatan itu menghancurkan setan dengan segala kuasanya. Kuasa yang membebaskan itu adalah kuasa Allah (Rm. 1:16-17, Yak. 5:20, Yud. 23). c. Keselamatan akan datang melalui seorang pengantara, Sang Mesias, Raja Damai. d. Keselamatan diperuntukan bagi semua manusia di dalam Adam segala “janji berkat penciptaan” datang kepada manusia. e. Keselamatan adalah fakta sejarah, sama seperti dosa adalah fakta sejarah. Kejatuhan Adam adalah fakta yuridis historis dan ditengah fakta ini janji penyelamatan diberikan oleh Allah. 4. Tantangan “Kuasa Dosa” Mengungkapkan “Kuasa Penyelamatan Allah” sebagai Dasar Konsumasi Penginjilan Kejadian 3 adalah momentum “dosa menguasai manusia” (Rm. 5:12) dan sejak saat itu mulailah dosa membuktikan keunggulannya atas manusia. Manusia secara total dikuasai oleh dosa dan mulailah dosa dimanifestasikan dalam tindak manusia baik dosa menguasai pribadi, menguasai rumah tangga, menguasai kebudayaan dan menguasai bangsa dan bangsa- bangsa. Namun Allah tetap menampakkan diri dalam kuasa menyelamatkan: a. Allah menanamkan kesadaran manusia pada janji keselamatan-Nya yang akan digenapi. b. Allah menyelamatkan orang-orang yang telah ditetapkan, dipilih dan dipanggil kepada keselamatan itu. c. Allah menahan dosa dan kuasanya melalui penghukuman yang Ia berikan atas dosa. 5. Keselamatan Allah yang Dinyatakan dalam Panggilan Abraham: Wujud Penginjilan Kejadian 1-11 terdapat gambaran jelas konsistensi misi Allah yang bergerak secara dinamis yang membuktikan kesetiaan dan ketetapan sikap Allah memenuhi apa yang telah dirancang-Nya sejak kekekalan. Di dalam panggilan Abraham ada beberapa penerapan penting antara lain: a. Pola Penyelamatan Allah yang Jelas. Panggilan Allah terhadap Abraham mempertegas dan memperjelas yang nantinya akan menjadi pola yang terus berkesinambungan sampai puncak kosumasi misi Allah melalui Yesus Kristus. b. Lingkup Penyelamatan Allah yang Jelas. Ini meliputi Abraham secara pribadi dan kelompok orang (bangsa). Di sini terdapat jaminan, bahwa pekerjaan penyelamatan Allah ini bertumpu dan berkesinambungan melingkupi jumlah orang yang diselamatkan oleh Allah (Kej. 12:2-3). c. Tujuan Penyelamatan Allah yang Jelas. Tujuan ini bersifat pribadi dan kolektif di mana sasarannya ialah agar setiap pribadi dalam kelompok akan menikmati berkat penyelamatan itu. 6. Penginjilan Dinyatakan dalam Karya Penyelamatan Allah Melalui Israel Peristiwa keluarnya Israel dari tanah Mesir memberikan gambaran pola yang sama dengan panggilan Abraham. Panggilan Israel adalah panggilan Allah yang telah dirancang sebelumnya. Dalam Keluaran20:1-2 terlihat perjanjian Allah dengan Israel. Sebagai umat Allah Israel harus terlibat dalam misi Allah. Kesimpulannya adalah: a. Misi Israel adalah misi Allah (Yes. 43:21) b. Misi Israel berpusat pada Allah (Yes. 44:6-8; 45:5-6); diman Allah dinyatakan sebagai Juruselamat (Yes. 41: 22; 43:11; 44:7; 43:21; 46:10; 48:, 3, 5) c. Misi Israel ditunjukan kepada bangsa-bangsa (Yes. 40:5; 42:1, 6-7, 10; 45:22-23; 49: 6, 26; 51:10, 15 bd. Yoh. 4:22). 7. Roh Kudus dan Penginjilan dala, Perjanjian Lama a. Roh Kudus tetap aktif melaksanakan tugas penyelamatan Allah, walau Ia berperan di belakang layar (Meskipun peranan- Nya tidak dijelaskan secara terperinci dalam Perjanjian Lama tidak berarti bahwa Ia tidak aktif). b. Pekerjaan Roh Kudus dalam rancangan keselamatan Allah tetap sama dalam masa Perjanjian Lama sampai kepada Perjanjian Baru. Yang berbeda adalah menifestasi kerja dalam era pra-Yesus Kristus dan post-penyaliban kebangkitan dan kenaikan Yesus (sebelum Yesus Kristus dan sesudah pengorbanan dan kemenangan Yesus). Manifestasi kerja Roh Kudus di Perjanjian Lama bersifat diam-diam dan di Perjanjian Baru bersifat demonstrative, sesuai dengan rencana Allah. 8. Kerajaan Allah dan Penginjilan dalam Perjanjian Lama Berita Kerajaan Allah yang dikumandangkan oleh Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus Kristus, yaitu “Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat. 3:2; 4:17) merupakan isi berita Kerajaan Allah baik untuk Perjanjian Lama maupun untuk Perjanjian Baru, dan inilah berita suka cita dari Injil yang membebaskan itu.
Penginjilan dalam Perjanjian Baru menghasilkan teologi penginjilan
dengan pokok-pokok sebagai berikut: 1. Kedudukan Pengijilan dalam Perjanjian Baru dalam Hubungannya dengan Perjanjian Lama. a. Penginjilan Perjanjian Lama Bersifat filosofis dan Perjanjian Baru bersifat praktis. b. Perjanjian Lama merupakan dasar tumpuan teologi penginjilan dan Perjanjian Baru adalah penggenapannya. c. Perjanjian Lama menekankan fakta tentang Allah sebagai inisiator penginjilan dan Perjanjian Baru menekankan Allah sebagai konsumator. d. Perjanjian Lama berisi rentetan perjanjian yang menekankan dimensi eskatologis penggenapan janji itu dalam penginjilan, sedangkan Perjanjian Baru menekankan penggenapan perjanjian itu. e. Teologi Penginjilan Perjanjian Lama lebih menekankan kepada Allah, yaitu (reason & concept) dan teologi penginjilan Perjanjian Baru menekankan kepada Kristologi (pelaksanaan dan penerapan reason & concept). f. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menonjolkan penginjilan seperti aliran kuasa penyelamatan Allah yang aktif, dinamis dan berkesinambungan. Allah terus bekerja dalam menggenapkan rencana penyelamatan-Nya. 2. Pemahaman Terminologi Penginjilan dalam Perjanjian Baru a. Euangelizo artinya kegiataan menyampaikan berita kesukaan. b. Kerruso artinya tugas formal yang dipercayakan Tuhan kepada umat-Nya yaitu menyampaikan berita suka cita kepada manusia (2Kor. 5:17). c. Didasko artinya mengajar. d. Martureo – artinya kesaksian yang disampaikan berdasarkan apa yang telah dilihat dan dialami. Jika semua istilah dirangkaikan maka penginjilan dapat dijelaskan sebagai: mengkhotbahkan, memproklamirkan (secara formal), mengajar, dan bersaksi tentang kabar baik mengenai Yesus dan Karya Penyelamatan-Nya. 3. Penginjilan dalam Lingkup Perintah Agung Tuhan Yesus Ada perintah agung yang dicatat: Mat. 28:16-20, Mrk. 16:15-18, Luk. 24:44-49, Yoh. 20:19-23; 21:15-29 dan Kis. 1:6-8. Terjemahan yang tepat untuk pergilah seharusnya adalah “karena itu sementara pergi, jadikanlah murid.” Inilah mandat penginjilan yang digenapkan sebagai perwujudan kepastian rencana penyelamatan Allah itu. Di sini secara tegas Allah mewujudkan keterlibatan total umat-Nya dalam menjalankan misi-Nya. Penginjilan masih bersifat teosentris, dan yang jelas di sini ialah saat penggenapan mandat dimana di dalam mandate itu “Umat Allah” (para murid) diperintahkan untuk “menjadikan murid” (menghimpun bagi Allah suatu umat) melalui pergi, mengajar, dan membaptis. Pada bagian inilah dapat dilihat arti penginjilan secara “operasional objektif” yaitu penginjilan yang aktif dan dinamis dalam pelibatan umat Allah dengan tujuan pasti yaitu “menjadikan murid.”Dan inilah tujuan Allah bagi penginjilan itu. 4. Penginjilan dalam Hubungan dengan Ilmu Teologi Teologi yang benar harus berakhir pada penginjilan, dan penginjilan yang benar beranjak dari dasar teologi yang benar pula. 5. Penginjilan dalam Lingkup Eskatologi Pandangan Kristen tentang eskatologi atau doktrin tentang kedatangan Yesus Kristus yang kedua kalinya sangat mempengaruhi sikap terhadap penginjilan.Apabila gereja mempercayai bahwa penginjilan berhubungan dengan kedatangan Yesus Kristus, maka kedatangan Yesus Kristus menjadi dinamika bagi penginjilan. Sebaliknya, apabila hubungan keyakinan tentang penginjilan dan kedatangan Tuhan Yesus Kristus kabur, maka penginjilan jelas tidak memiliki daya dorong apa pun dari kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.
III. Teologi Penginjilan dalam Konsep Yesus
Janji penyelamatan Allah dalam Kejadian 3:15 “melalui seorang pengantara” (Mediator) yang adalah juga “Mesias” (Kristus yang diurapi) telah terbukti genap di dalam diri Yesus Kristus (Gal. 4:4). Ini ditegaskan pula dalam Bilangan 23:19 yang dengan tegas berkata bahwa Allah yang telah “berjanji itu Dia pasti menggenapi-Nya” dan segala perjanjian yang telah dirancang-Nya secara pasti Dia sendiri telah menggenapi-Nya (Yes. 46:9, 10 – bandingkan Yes. 46: 3, 5; Rm. 1: 2-4) dan janji Mesias (Kej. 3:15) telah digenapkan dalam Yesus Kristus. Pemahaman tentang pribadi Yesus dan misi-Nya dapat dilihat dari: 1. Yesus melihat diri-Nya sebagai “Pemberita yang Diurapi Allah” (Pemberita Mesias) dengan tugas Mesianik (Luk. 4:18) yang datang untuk melakukan pekerjaan sebagai Imam Raja, Imam Besar (pemberi berkat); imam yang mengorbankan diri sebagai korban. 2. Yesus melihat diri-Nya sebagai “Pemberita yang Diutus” dengan suatu berita (Pemberita Rasul/Apostle) dengan tugas pokok Apostolik. 3. Yesus melihat diri-Nya sebagai Penyataan Kerajaan/Pemerintahan Allah. Di sini Ia melihat diri-Nya sebagai “tanda” bagi manifestasi kerajaan itu (Luk. 17:20-21). Kehadiran Yesus di bumi adalah sebagai tanda bahwa kerajaan Allah memenuhi babak pembebasan secara baru di bumi (Mat. 16:21-28; Mrk. 8:31 - 9:1; Luk. 9:22-27).
IV. Teologi Penginjilan dalam Konsep Modern
Di era modern diperkenalkan konsepsi Body Evangelism yang dipelopori oleh Gerakan Pertumbuhan Gereja dengan Donald A. McGavran sebagai inspirator. 1. Body Evangelism berorientasi kepada tujuan yang jelas yang dapat dijangkau sesuai dengan kemampuan dan situasi untuk melaksanakan dan menjangkau tujuan yang telah ditargetkan tadi. 2. Body Evangelism menekankan perlunya suatu strategi Penginjilan yang baik. 3. Body Evangelism ini berorientasi kepada metode kontekstual dengan cara menggali dari konteks-konteks sosial budaya setempat sehingga dapat menemukan metode yang paling tepat untuk mendekati penduduk setempat dalam usaha penginjilan. 4. Body Evangelism berorientasi kepada target khusus yang harus dicapai yaitu mendirikan gereja lokal baru.
V. Teologi Penginjilan dalam Konsep Antar Budaya
Penginjilan antar budaya ialah penginjilan yang dilaksanakan antara satu budaya ke budaya yang lain. Penginjilan akan selalu berorientasi antar atau lintas budaya. Sedangkan bentuk budaya, pola dan prosesnya dapat dijelaskan demikian: 1. Bentuk budaya yang dapat diamati baik yang bersifat materi maupun non materi. 2. Setiap bentuk budaya melayani fungsi tertentu. Fungsi bentuk budaya ada yang bersifat umum dan khusus. 3. Fungsi terpenting dari bentuk budaya ialah untuk menyatakan arti budaya kepada orang yang ikut ambil bagian dalam kebudayaan itu. 4. Fungsi dan arti budaya menjelaskan bagaimana suatu bentuk budaya dipergunakan. Hal ini bergantung pada bagaimana hal itu digunakan oleh manusia. Sedangkan prinsip dasar komunikasi Injil dapat dijelaskan seperti di bawah ini: 1. Tujuan komunikasi ialah untuk membuat pendengar mengerti suatu berita yang disampaikan oleh Pembicara dan selanjutnya mendorong si pendengar agar bertindak sesuai dengan keinginan si pembicara. 2. Apa yang dapat dimengerti setidak-tidaknya bergantung kepada bagaimana pendengar menerima berita. 3. Pembicara menyampaikan berita melalui lambang budaya yang memberi ransangan kepada pikiran pendengar sesuai dengan tanggapan atau pengertian pendengar terhadap lambang/simbol budaya itu. Dalam hal itu perlu diinga bahwa pengertian itu tidak dapat dipindahkan, dan yang dapat dipindahkan hanyalah berita. 4. Agar pembicara dapat mengkomunikasikan berita secara efektif, maka ia haruslah berorientasi kepada pendengar. 5. Bila berita itu ditunjukkan untuk mempengaruhi pendengar maka berita itu harus disampaikan sedemikian rupa sehingga memperoleh imapk yang memadai; dalam hal ini bentuk komunikasi yang digunakan harus sesuai dengan keinginan/pengertian pendengar. 6. Impak komunikasi yang luar biasa akan terjadi dalam interaksi antar pribadi. 7. Komunikasi akan sangat efektif bila pembicara, berita-berita dan pendengar berinteraksi dalam konteks yang sama, dalam situasi dan pemahaman yang sama terhadap bentuk/arti budaya. 8. Komunikasi akan lebih efektif bila pembicara telah memiliki kredibilitas (kepercayaan) atau sebagai orang yang dihormati dalam suatu lingkup budaya tertentu. 9. Komunikasi akan lebih efektif bila berita dapat dimengerti oleh pendengar yaitu berita yang berhubungan dengan kehidupan di mana pendengar berada. 10. Komunikasi akan lebih efektif bila pendengar mampu berpartisipasi dalam komunikasi itu dan menemukan relevansi berita itu dalam hidup dan lingkup hidupnya.
VI. Teologi Penginjilan dalam Konsep Kontekstualisasi
Teologi Kontekstualisasi memiliki prinsip kerja konsep kontekstualisasi yang berhubungan erat dengan sifat teologi situasional. Maksudnya ialah bahwa kontekstualisasi berhubungan erat dengan refleksi teologi yang mengkaitkan teks (Alkitab) dengan konteks (situasi kehidupan). Hubungan ini adalah suatu suatu interaksi dinamis yang daripadanya muncullah “suatu teologi kontekstualisasi.” Model dan Pola Kontekstualisasi yaitu: 1. Model Akomodasi (Kis. 17:28) Akomodasi adalah sikap menghargai dan terbuka terhadap kebudayaan asli yang dilakukan dalam sikap, kelakuan, dan pendekatan praktis dalam tugas misionari baik secara teologi maupun secara ilmiah. Model ini akan memunculkan sikap positif terhadap Injil yang didasarkan atas pandangan bahwa anugerah Allah (Injil) tidak menghancurkan budaya manusia, tetapi justru melengkapi dan menyempurnakannya. 2. Model Adaptasi Perbedaan adaptasi dan akomodasi terletak pada cara pendekatannya. Model adaptasi tidak mengasimilasi unsur budaya dalam mengekspresikan Injil, tetapi menggunakan bentuk dan ide budaya yang dikenal. Contohnya ketika Yohanes menggunakan ide Logos untuk menjelaskan kebenaran inkarnasi. Tujuan adaptasi ialah mengekspresikan dan menterjemahkan Injil dalam istilah setempat (indigeneousterms), sehingga menjadi relevan dalam situasi budaya tersebut. 3. Model Prossesio Prossesio adalah sikap yang menanggapi budaya secara negatif. Proses prossesio terjadi melalui seleksi, penolakan, reinterpretasi dan rededikasi. Kelompok prossesio melihat kebudayaan sebagai sesuatu yang sudah rusak oleh dosa, dan tidak ada kebaikan yang muncul di dalamnya. 4. Pola Transformasi Allah di atas budaya; dan melalui budaya itu pula, Allah menggunakan kebudayaan berinteraksi dengan manusia. Bila seseorang diperbaharui Allah, maka inti kebudayaannya juga dibaharui (2Kor. 5:17). 5. Model Dialektik Ini adalah interaksi dinamis antara teks dengan konteks. Konsep ini didukung oleh perkiraan yang kuat bahwa perubahan pasti ada dalam setiap kebudayaan. Untuk setiap kurun waktu, perubahan itu terjadi secara dinamis. Dengan demikian gereja haurs menggunakan peran kenabiannya untuk menganalisa, menginterpretasi dan menilai setiap keadaan.