Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

TEKNOLOGI BATUBARA

Sub tema:
1) Pengembangan Batubara untuk Menghasilkan SNG, Amonia, dan Hidrogen
(H2)

2) Pengembangan Batubara untuk menghasilkan Produk Material Maju dan Logam


Tanah Jarang (LTJ)
3) Pemanfaatan Batubara untuk Kelistrikan

Dikerjakan oleh:
FRISKILA SUYANTI
NIM. D1101191010

Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura Pontianak
2023
Pengembangan Batubara untuk Menghasilkan SNG, Amonia,
dan Hidrogen (H2)

1. Definisi dan Manfaat SNG, Amonia, dan Hidrogen (H2)


a) SNG (Synthetic Natural Gas)
Gas alam sintetik merupakan jenis gas yang terbuat dari batu bara yang
berfungsi sebagai pengganti gas alam dan cocok untuk transmisi melalui pipa
gas alam . Pengganti gas alam ini harus mengandung minimal 95% metana.
Langkah perantara dalam proses pembuatan gas alam sintetik adalah produksi
gas sintesis , yang juga dikenal sebagai syngas. Gas alam sintetis dibuat melalui
konversi termo-kimia . Langkah pertama dalam konversi ini adalah gasifikasi
sumber karbon padat, baik itu batu bara atau biomassa (yang akan menghasilkan
Bio-SNG), dengan uap atau oksigen.
Bio-SNG diproduksi serupa dengan gas alam sintetik biasa, namun dibuat
melalui gasifikasi biomassa. Biomassa seperti sisa hutan atau tanaman energi
digunakan. Untuk membuat Bio-SNG, biomassa dikeringkan terlebih dahulu
dan melalui gasifikasi awal. Setelah itu, dilakukan pengondisian gas, sintesis
SNG, dan terakhir peningkatan gas.
Gas alam atau gas bumi memiliki manfaat dan peran penting bagi
kehidupan masyarakat Indonesia seperti mendukung perindustrian, pembangkit
listrik, komersil, dan untuk kehidupan sehari-hari.
b) Amonia
Amonia adalah gas yang tidak memiliki warna tapi memiliki bau yang
menyengat. Dalam pengertian kimia, amonia adalah zat yang dirumuskan
dengan NH3 karena terdiri dari satu atom nitrogen yang terikat dengan tiga atom
hidrogen melalui ikatan kovalen. Amonia adalah zat yang mudah larut dalam
air. Bahkan 1180 liter amonia dapat larut dalam 1 liter air. Selain mudah
mencair, amonia adalah zat yang dapat membeku di suhu -78 derajat celsius
menjadi cair di temperatur 30-40 derajat celcius dan mendidih di suhu -33
derajat celcius.
Amonia adalah zat yang memiliki sifat korosif di timah dan tembaga.
Selain itu, amonia juga memiliki sifat-sifat lain, di antaranya sebagai berikut:
• dalam suhu kamar wujudnya berupa gas (tidak berwarna) namun bau
menyengat,
• memiliki rasa seperti logam alkali atau sabun,
• jika dihirup, amonia bisa membuat mata mengeluarkan air mata,
• lebih ringan jika dibandingkan dengan udara sehingga amonia ini akan
bergerak ke atas jika dalam keadaan normal,
• gas amonia sering jatuh ke bawah setelah itu terakumulasi bersama
dengan air hujan
• gas amonia sangat mudah untuk dicairkan,
• amonia juga beracun, yang dapat manusia dan makhluk hidup lainnya.

Amonia adalah zat yang memiliki sifat beracun yang dapat


membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kendati demikian,
amonia juga memiliki sejumlah manfaat di berbagai bidang. Adapun
manfaat amonia antara lain adalah sebagai berikut:

• Industri pupuk

Di industri pupuk, amonia digunakan sebagai bahan baku dalam


pembuatan pupuk nitrogen. Proses Haber-Bosch digunakan untuk
mengubah nitrogen dari udara menjadi amonia yang kemudian
digunakan untuk membuat pupuk nitrogen seperti urea dan amonium
nitrat. Pupuk nitrogen diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan hasil pertanian.
• Pembuatan bahan kimia

Amonia adalah bahan baku penting dalam industri kimia.


Amonia digunakan dalam produksi berbagai bahan kimia seperti asam
nitrat, asam sulfat, plastik, resin, bahan peledak, dan obat-obatan.
Amonia juga digunakan dalam produksi produk-produk rumah tangga
seperti pembersih dan pewarna.

• Industri pendinginan

Amonia adalah bahan yang digunakan dalam sistem


pendinginan, terutama dalam industri makanan dan minuman. Amonia
bertindak sebagai agen pendingin dalam sistem refrigerasi dan
pendingin udara. Ini karena amonia memiliki kemampuan pendinginan
yang efisien dan ramah lingkungan.

• Pembersih rumah tangga

Amonia juga digunakan dalam produk pembersih rumah tangga


seperti pembersih kaca, pembersih lantai, dan pembersih serba guna.
Sifatnya yang basa membantu dalam menghilangkan noda dan kotoran
pada permukaan.

• Aplikasi laboratorium

Amonia juga digunakan dalam laboratorium sebagai zat pengisap


dalam reaksi kimia atau sebagai bahan kimia untuk analisis dan
penelitian.

• Produksi tekstil

Dalam industri tekstil, amonia digunakan dalam industri tekstil


untuk pencucian dan pemutihan serat alami seperti wol dan sutra.

c) Hidrogen
Hidrogen atau disimbolkan dengan H2 memiliki jumlah yang sangat
melimpah yakni pada presentase 75%. Sifat dari hidrogen sendiri mudah
terbakar karena memang klasifikasinya yang termasuk ke dalam gas diatomik.
Saat tekanan maupun suhu di atas normal, hal ini akan mempengaruhi sifat
hydrogen tersebut. Namun jika suhu dan tekanan berada pada level normal,
hydrogen tidak dapat kita lihat atau rasakan keberadaannya.
Hidrogen bermanfaat dalam kimia organik yaitu untuk reaksi hidrogenasi
berbagai senyawa organik, disini hidrogen melakukan perannya sebagai
mereduksi beberapa senyawa. Selain berguna untuk proses kimiawi, hidrogen
juga banyak digunakan dalam dunia industri. Salah satunya, hidrogen
digunakan industri pembuatan pupuk. Dalam bidang industri, hidrogen juga
menjadi sebagai bahan untuk meningkatkan tingkat kejenuhan minyak,
biasanya minyak goreng nabati. Untuk menghilangkan kadar sulfur atau zat
belerang pada bahan bakar minyak yang berasal dari fosil, digunakan hidrogen
sebagai bahan hidrodesulfurisasi. Proses hidrogenisasi pada bahan bakar ini
bertujuan untuk membuat hasil pembakaran dari bahan bakar tersebut memiliki
kadar polusi atau karbon dioksida yang rendah.
Tenaga listrik dalam jumlah besar dihasilkan oleh gas hidrogen,
contohnya seperti baterai yang berbahan bakar hidrogen. Selain mengandung
listrik gas ini dapat menggantikan gas alam lainnya seperti bensin dan berbagai
proses kimia lainnya, dan mengubah sampah menjadi metan dan eliten.

2. Potensi Batubara untuk Menghasilkan SNG, Amonia, dan Hidrogen (H2) di


Indonesia
Kebutuhan gas alam Indonesia terus meningkat sedangkan produksi dalam
negeri belum mencukupi. Beberapa wilayah yang tidak memiliki cadangan gas alam
besar sudah dan diproyeksikan akan terus mengalami kekurangan gas alam.
Kekurangan gas alam misalnya terjadi di wilayah Sumatera Selatan, Kepulauan Riau,
dan Jawa Barat yang mencapai sekitar 1.000 MMSCFD pada tahun 2024 dan sebesar
1.100 MMSCFD pada tahun 2030. Kekurangan gas alam juga terjadi di wilayah Jawa
bagian Tengah dan Timur sekitar 308 MMSCFD pada tahun 2024. Hal yang sama
terjadi di Papua, Sulawesi, dan Maluku sekitar 944 MMSCFD pada tahun 2024.
Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi cadangan batubara yang besar dan dapat
dimanfaatkan lebih lanjut yaitu menjadi menjadi SNG sebagai pengganti gas alam,
amonia, dan hidrogen (H2 ). Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengemukakan
cadangan batubara Indonesia saat ini mencapai 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata
produksi batubara sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan batubara masih
65 tahun apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru. Selain cadangan
batubara, masih ada juga sumber daya batubara yang tercatat sebesar 143,7 miliar ton.
Untuk itu, Pemerintah terus mendorong upaya pemanfaatan untuk memberikan
kesejahteraan ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

3. Tahapan Pengembangan Batubara untuk Menghasilkan SNG, Amonia, dan


Hidrogen (H2)
Road map program pengembangan batubara untuk menghasilkan SNG, amonia,
dan gas hidrogen (H2 ) terbagi dalam empat tahapan yang berlangsung dari tahun 2021
hingga tahun 2045.
Tahap pertama (2021-2025) akan berfokus pada penyiapan pengembangan
batubara untuk menghasilkan pasokan SNG, ammonia, dan hidrogen (H2 ). Pada tahap
ini, akan dilakukan kajian cost and benefit serta kajian supply-demand produksi SNG,
amonia, dan hidrogen dari batubara di Sumatera. Kajian ini diharapkan mampu
menghasilkan pra-FS SNG, amonia, dan hidrogen dari batubara hingga rekomendasi
wilayah potensial pengembangan serta promosi investasi pengembangan SNG, amonia,
dan hidrogen di Sumatera.
Setelah itu, akan disiapkan infrastruktur utama dan pendukung untuk
menginduksi pembangunan pabrik SNG, amonia, dan hidrogen dari batubara di
Sumatera. Regulasi baru dan insentif juga akan diterapkan untuk mendorong lebih jauh
program tersebut. Regulasi yang dimaksud antara lain regulasi mengenai harga SNG,
tata niaga produk, regulasi usulan proyek SNG, amonia, dan hidrogen pada KPBU,
serta regulari standardisasi produk dan infrastruktur. Adapun untuk insentif diusulkan
berupa insentif royalti batubara hingga 0% dan harga khusus batubara untuk gasifikasi.
Pada tahap kedua, fokus kajian akan dialihkan ke Kalimantan hingga dihasilkan
rekomendasi wilayah pengembangan SNG, amonia, dan hidrogen dari batubara serta
promosi investasi pengembangan SNG, amonia, dan hidrogen di Kalimantan. Tahapan
yang bergulir dari 2026 hingga 2030 juga akan fokus pada pembangunan dua pabrik di
Sumatera dengan masing-masing kapasitas sebesar 100 MMSCFD. Untuk mendukung
pembangunan pabrik tersebut akan disiapkan pula pengembangan infrastruktur jalur
distribusi di Sumatera.
Setelah pengembangan SNG, amonia, dan hidrogen berhasil di Sumatera dan
Kalimantan, tahapan ketiga fokus kajian akan beralih ke Sulawesi dan Papua. Kajian
tersebut diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi wilayah pengembangan SNG,
amonia, dan hidrogen dari batubara di Sulawesi dan Papua yang disertai dengan
promosi investasi yang intensif. Bersamaan dengan itu di wilayah Kalimantan akan
dilakukan pembangunan pabrik baru dengan kapasitas sebesar 100 MMSCFD. Tahap
terakhir yang dicanangkan pada 2036-2045 akan fokus pada updating database
karakterisasi batubara, pengembangan pemilihan prospek lokasi sesuai kebutuhan.
Selain itu, untuk pabrik SNG, amonia, dan hidrogen yang sudah berjalan akan
dilakukan optimalisasi infrastruktur.
Pengembangan Batubara untuk menghasilkan Produk Material
Maju dan Logam Tanah Jarang (LTJ)

1. Definisi dan Manfaat


a) Produk Material Maju (advanced materials)
Material Maju adalah material yang mempunyai sifat unggul tertentu
baik dalam sifat fisik, kimia, mekanik dan sifat lainnya. Material maju saat ini
sudah menjadi kebutuhan utama di berbagai industri maju, dan bahkan hal ini
menjadi salah satu indikator kemajuan industri suatu negara. Material maju
dihasilkan melalui modifikasi struktur material alamiah sehingga
karakteristiknya menjadi jauh lebih baik. Beberapa contoh material maju
adalah silikon amorf, besi amorf, komposit, katalis, dan polimer.
Secara keilmuan, material maju merupakan salah satu bidang garapan
Fisika Material di samping material elektronik, material optik, material
magnetik, fenomena kuantum dalam material, fisika nonequilibrium, dan
fisika material terkondensasi. Dengan berhasilnya modifikasi struktur material
alamiah, saat ini telah banyak diaplikasikan material maju pada berbagai
bidang teknologi, salah satunya adalah teknologi untuk memanen energi dari
sesuatu yang bergerak. Teknologi ini disebut energy harvester. Energi yang
berasal dari sesuatu yang bergerak seperti air sungai, angin, sistem
permesinan, dan gerakan bumi, adalah energi kinetik yang tersedia di
lingkungan sekitar kita yang belum digunakan secara optimal.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk menangkap energi bergerak
menggunakan material maju, termasuk bahan piezoelektrik dan carbon
nanotube. Namun efisiensi yang rendah, pita frekuensi yang rendah, dan
keandalan divais yang rendah masih merupakan kelemahan utama dari konsep
ini. Di antara penyebab yang mengurangi kinerja sistem energy
harvester adalah rendahnya fleksibilitas desain membran dan penggunaan
bahan yang kurang layak.

b) Logam Tanah Jarang


Logam Tanah Jarang (LTJ) atau Rare Earth Element (REE) merupakan
suatu komoditi yang strategis untuk beberapa dekade terakhir ini. Logam tanah
jarang terdiri dari 17 unsur pada tabel periodik, meliputi 15 unsur yang dimulai
dengan nomor atom 57 (lantanum) dan meluas sampai dengan nomor 71
(lutetium), serta dua unsur lain yang memiliki sifat serupa (yttrium dan
skandium).
Logam tanah jarang merupakan mineral yang bersifat magnetik dan
konduktif, banyak digunakan di perangkat elektronik seperti ponsel, tablet,
speaker, dan lain-lain. Selain itu, logam tanah jarang juga dimanfaatkan untuk
sektor lainnya, mulai dari bidang kesehatan, otomotif, penerbangan, hingga
industri pertahanan.

2. Keterdapatan di Indonesia
a) Produk Material Maju di Indonesia
Di Indonesia, kebutuhan akan material maju sangat besar. Material Maju
merupakan bagian paling penting untuk mendukung industri manufaktur di
Indonesia hingga masuk ke dalam 8 fokus pembangunan Iptek.
Terbukti dengan dicanangkannya 6 bidang fokus industri meliputi
material di bidang kesehatan dan obat, energi, pangan, teknologi informasi dan
komunikasi, transportasi, dan pertahanan dan keamanan di mana material jenis
ini sangat dibutuhkan. Selama ini, kebanyakan kebutuhan material tersebut
dapat dipenuhi dengan memesan lewat luar negeri. Padahal pembangunan
industri material maju ini bertujuan untuk memenuhi segala kebutuhan dasar
segala bidang teknologi.
Masalah utama dari Material Maju adalah belum adanya industri dalam
negeri yang mampu mengelola material dasar menjadi material menengah dan
material maju. Hal ini disebabkan karena pengembangan dan penerapan
teknologi masih belum maju. Sarana dan prasarana pun masih kurang
memadai. Dalam proses pengolahan, sarana dan prasarana penting sebagai
ujung tombak pengembangan material maju. Dan tidak ada kepastian
kebijakan oleh pemerintah bagi material maju dianggap sebagai kendala yang
membuat industri ini lambat berkembang.

b) Logam Tanah Jarang di Indonesia


Logam tanah jarang tersebar luas dalam kerak bumi dengan konsentrasi
rendah. Keberadaan logam tanah jarang banyak tersebar di berbagai negara,
dengan sebaran terbanyak di Cina. Logam tanah jarang di Indonesia cukup
berpotensi namun masih dalam kategori belum layak di produksi besar-
besaran. logam tanah jarang Indonesia banyak ditemukan pada tailing timah
dan diproduksi sebagai produk sampingan komoditas induk. Produksi logam
tanah jarang Indonesia harus terus dikembangkan untuk mengurangi
ketergantungan impor pada Negara asing.
Indonesia adalah satu dari sedikit negara yang menguasai sumber daya
logam tanah jarang, meski jumlahnya relatif sedikit. Cadangan logam tanah
jarang banyak ditemukan di Bangka Belitung dan Kalimantan. Namun yang
perlu digarisbawahi, sambungnya, Indonesia tidak memiliki cadangan rare
earth yang melimpah. Selain itu, logam tanah jarang juga lebih banyak
terkonsentrasi di Bangka Belitung, Kalteng, dan Kalbar. Jadi meski
dioptimalkan sekalipun, produksi mineral tanah jarang di Indonesia tak terlalu
signifikan di pasar global. Dan kurang bisa dijadikan sarana diplomasi
sebagaimana nikel maupun timah ke negara lain.
Negara dengan cadangan tanah jarang terbesar yakni China yang
menguasai 44 juta metrix ton sumber daya tanah jarang. Negara dengan
cadangan tanah jarang paling besar yaitu Brasil 22 juta metrik ton, Vietnam 22
juta metrik ton, Rusia 12 juta metrik ton, dan India 6,9 juta metrik ton.
Sedangkan cadangan logam tanah jarang di Indonesia hanya sekitar 22.000
metrik ton. Selain itu, belum ada data cadangan baru yang ditemukan.
Ketergantungan impor pasokan bahan strategis dan perting bagi
pertahanan nasional memiliki resiko tersendiri terhadap keamanan nasional.
Salah satu solusi yang memiliki resiko rendah ialah memproduksi sendiri di
dalam negeri. Produksi mandiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri akan
mengurangi atau bahkan menghilangkan ketergantungan nasional terhadap
negara asing. Dalam hal produksi atau pemanfaatan secara maksimal logam
tanah jarang dalam negeri diperlukan suatu tindakan yang ketat agar
pemanfaatan cadangan logam tanah jarang dalam negeri benar-benar
dimanfaatkan untuk kemakmuran dan keselamatan rakyat serta tetap menjaga
kedaulatan dan keamanan nasional. Salah satu tindakan tegas tersebut dapat
berupa suatu kebijakan atau regulasi.
Berikut kebijakan atau regulasi yang telah diterapkan oleh beberapa
Negara maju dalam optimasilasai pemanfaatan logam tanah jarang :
a. Pemerintah melakukan pengembangan strategi keamanan nasional,
memastikan sumber bahan andal yang penting untuk keamanan nasional
dan mengurangi keberadaan resiko suku cadang palsu dalam rantai
pasokan.
b. Pengembangan daur ulang logam tanah jarang
c. Pemerintah mengadakan program penelitian lebih lanjut terkait elemen
kritis energy (logam tanah jarang)

3. Pengembangan Batubara
a) Produk Material Maju
Jalan panjang program ini dimulai dengan penyiapan data dan kelitbangan
pengembangan batubara untuk material maju pada lima tahun pertama (2021-
2025). Pada tahap ini ditargetkan data sumber bahan baku untuk material maju
telah tersedia, termasuk juga teknologi yang tepat serta adanya informasi
kebutuhan pasar terhadap material maju dari batubara. Secara regulasi, program
ini memerlukan dukungan KLHK terkait kemudahan pengolahan ter batubara
yang saat ini masih berstatus sebagai limbah
Pada tahap selanjutnya (2026-2030), strategi yang diambil adalah
memulai pembangunan industri batubara untuk menghasilkan material maju.
Untuk itu, ditargetkan pengembangan pilot plant di awal lima tahun kedua dapat
terlaksana teruskan dengan pembangunan industri material maju.
Kemudian tahap ketiga (2031-2045), optimalisasi pengembangan
batubara untuk material maju telah dapat dilaksanakan. Hal ini ditempuh
melalui peningkatan pembangunan industri material maju berbasis batubara.
Sedangkan terkait regulasi akan dilakukan evaluasi implementasi regulasi dan
perbaikan regulasi untuk mendukung pengembangan industri pembuatan
material maju berbasis batubara

b) Logam Tanah Jarang


Tahap awal program (2021-2025) dimulai dengan penyiapan data dan
kelitbangan pengembangan batubara untuk LTJ. Inisiatif yang akan dilakukan
adalah kajian karakterisasi serta pendataan potensi sumber daya cadangan dan
pemilihan lokasi yang berpotensi sebagai batubara pembawa LTJ di Sumatera
Selatan dan Kalimantan.
Langkah berikutnya adalah melakukan pemodelan keterdapatan LTJ
dalam batubara dan abu pembakarannya, serta identifikasi proses yang tepat
untuk ekstraksi LTJ dari batubara dan abu batubara. Kajian keekonomian
diharapakan dapat mulai dilakukan setelah metoda ekstraksi LTJ yang tepat
sesuai genesa LTJ dalam batubara ditemukan.
Untuk tahap selanjutnya (2026-2030), strategi yang ditempuh adalah
memulai pembangunan fasilitas proses LTJ batubara untuk menghasilkan
oksida logam. Namun, kajian karakterisasi batubara pembawa LTJ juga tetap
dilanjutkan sekaligus pendataan potensi sumber daya cadangan dan pemilihan
lokasi batubara yang berpotensi LTJ dilanjutkan di wilayah lainnya di
Indonesia. Ekstraksi LTJ batubara skala pilot untuk menghasilkan oksida logam
LTJ juga akan dilakukan. Pada tahap ketiga (2031-2035) implementasi
pengembangan batubara untuk unsur berharga lainnya akan menjadi fokus
utama.
Tahap terakhir (2036-2045) dari program ini akan fokus pada optimalisasi
pengembangan batubara untuk menghasilkan LTJ. Pada tahap ini ditargetkan
fasilitas pemurnian oksida logam dari LTJ batubara menjadi logam telah
terbagun dengan baik sehingga optimalisasi pemanfaatan batubara untuk
menghasilkan LTJ dapat dilakukan.
Pemanfaatan Batubara untuk Kelistrikan

Dari total cadangan batubara sebesar 20,5 miliar ton, lebih dari setengahnya merupakan
batubara dengan kalori 3800 – 5200 kcal/kg yaitu sebesar 10,38 miliar ton. Batubara pada
rentang kalori tersebut sesuai dengan spesifikasi pembangkit PLTU non mulut tambang. Oleh
karena itu, dengan asumsi laju produksi batubara per tahun sebesar 500 juta ton, maka umur
cadangan batubara yang sesuai dengan spesifikasi pembangkit PLTU sekitar 21 tahun.

Sementara itu, potensi cadangan batubara dengan kalori di bawah 3800 kcal/kg masih
sangat besar yaitu sekitar 7,2 miliar ton. Oleh karena itu perlu upaya agar batubara ini dapat
dimanfaatkan dengan optimal. Teknologi coal drying dapat digunakan untuk meningkatkan
nilai kalori batubara. Kemudian, untuk menghasilkan batubara terspesifikasi sesuai kebutuhan
end user dapat memanfaatkan teknologi coal blending.

Dalam rangka mendukung ketahanan energi, terutama di bidang kelistrikan dan energi
baru (new energy) Indonesia di masa depan, maka perlu disusun program pembangunan
fasilitas blending dan cofiring batubara. Sistem blending dapat dilakukan antara batubara
peringkat rendah (lignit) dan batubara peringkat tinggi (bituminus) sesuai dengan spesifikasi
parameter kualitas batubara, terutama nilai kalor. Sedangkan cofiring merupakan proses
penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara di
PLTU dengan tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sesuai kebutuhan. PLN berencana
untuk dapat melakukan cofiring pada 52 lokasi PLTU batubara eksisting sampai dengan 2024.
Pada roadmap pemanfaatan batubara untuk kelistrikan, disusun tiga kegiatan yaitu (1)
penyiapan infrastruktur coal blending facility, (2), program cofiring biomassa pada PLTU, dan
(3) program optimalisasi pemanfaatan batubara dengan IGCC.

1. Penyiapan Infrastruktur Coal Blending Facility


a) Definisi Coal Blending Facility
CBF merupakan teknologi yang paling strategis untuk menjamin
pasokan batu bara ke pembangkit dan membuat operasional pembangkit lebih
efisien. Pengembangan CBF itu membuat kepastian pasokan batu bara
dengan kalori yang ada cukup dan mampu diserap pembangkit lewat
pencampuran terlebih dahulu.
Melalui coal blending facility dapat memberikan value creation di mana
coal blending memungkinkan PLTU untuk mendapatkan spesifikasi batu bara
yang optimum sesuai dengan standar kebutuhan boiler. Dengan adanya CBF
ini, maka sumber batu bara low rank coal dari pemasok bisa diblending
dengan batu bara berkalori lebih tinggi sehingga didapatkan kalori yang
sesuai. Manfaat utama dengan adanya CBF di dekat dengan lokasi
pembangkit adalah memberikan rasa aman bagi PLTU baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.

b) Tahapan Penyiapan Infrastruktur Coal Blending Facility


Road map program penyiapan infrastruktur coal blending facility
ditempuh dalam tiga tahapan dengan target akhir terwujudnya iklim produksi
dan pemasaran batubara hasil coal blending dengan optimal.
Pada tahap pertama (2021-2025), strategi yang ditempuh adalah
menyiapkan infrastruktur coal blending dan menjalin kerja sama dengan
berbagai pihak untuk memastikan tersedianya jalur distribusi hasil coal
blending serta konstruksi pembangunan proyek coal blending. Adapun
program di tahap pertama ini adalah melakukan berbagai kajian dasar, pra-
FS, serta perumusan kebijakan yang mendukung.
Pada tahap kedua (2026-2035), dengan sudah tersedianya kajian yang
mumpuni dan kebijakan pendukung maka di tahap ini strategi yang diambil
adalah menambah infrastruktur coal blending.
Pembangunan fasilitas coal blending beserta infrastruktur jalur
transportasinya sudah dapat dilakukan di tahap ini. Kemudian di tahap ketiga
(2036-2045) diharapkan fasilitas coal blending yang telah dibangun mampu
memperkuat ketahanan energi nasional dengan optimal.
2. Program Cofiring Biomassa Pada PLTU
a) Definisi Cofiring Biomassa
Cofiring merupakan teknik substitusi dalam pembakaran Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU), dimana sebagian batubara yang dijadikan bahan
bakar diganti sebagian dengan bahan lainnya, yang dalam konteks ini adalah
biomassa. Teknik ini diklaim dapat mengurangi ketergantungan energi
Indonesia dari sumber yang tidak terbarukan, yakni batubara.
Cofiring biomassa dengan batu bara adalah pembakaran bahan bakar yang
berbeda. Karena bahan bakar dasarnya masih batu bara, sifat kimia dari
biomassa dan batu bara tersebut harus dipahami. Hal ini mencakup
pemahaman tentang perilaku bahan bakar organik dan anorganik serta
interaksi yang terjadi di antara bahan bakar tersebut.
Cofiring telah berhasil dibuktikan melalui berbagai pengujian dan
instalasi. Banyak masalah teknis yang terkait dengan penanganan dan
pengangkutan material serta masalah slagging dan fouling telah dipelajari dan
didokumentasikan dengan baik. Namun, setiap instalasi dan instalasi harus
dianalisis dan dipahami secara individual ketika mempertimbangkan cofiring
biomassa.
Penerapan dan peningkatan penggunaan cofiring biomassa sedang
dilakukan di Uni Eropa. Namun, bagi Amerika Serikat, harus ada peraturan
yang mendorong dan insentif ekonomi agar penggunaan cofiring biomassa
dapat meningkat. Penggunaan biomassa untuk meningkatkan pembangkitan
listrik secara teknis layak dilakukan dan mungkin akan meningkat di masa
depan, khususnya di dunia yang dibatasi karbon.

b) Tahapan Program Cofiring Biomassa Pada PLTU


Program cofiring biomassa pada PLTU merupakan upaya alternatif
untuk mengurangi pemakaian batubara. Seiring dengan tren global bahwa
PLTU yang menggunakan batubara harus phase out, maka memanfaatkan
bahan bakar biomassa sebagai pengganti sebagian batubara merupakan salah
satu solusi yang dapat diterapkan. Terlebih lagi, sumber daya biomassa cukup
melimpah, namun potensi pemanfaatannya belum teridentifikasi dengan baik.
Program ini akan ditempuh dengan tiga tahapan. Pada tahap 1 (2021-
2025), strategi yang ditempuh adalah melakukan pengujian dan implementasi
cofiring biomassa di PLTU. Pada tahap 2 (2026-2030) peningkatan
implementasi cofiring biomassa di PLTU. Kemudian di tahap 3 (2031-2045)
melakukan evaluasi implementasi cofiring biomassa di PLTU.

3. Program Optimalisasi Pemanfaatan Batubara Dengan IGCC


a) Definisi IGCC
Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) adalah sistem tenaga
termal generasi mendatang dengan efisiensi pembangkit listrik yang
ditingkatkan secara signifikan dan kinerja lingkungan karena kombinasi dengan
gasifikasi batu bara dan sistem Gas Turbine Combined Cycle (GTCC). Sistem
IGCC tipe besar dapat meningkatkan efisiensi pembangkit listrik sekitar 15%
dan mengurangi CO2 dibandingkan dengan sistem tenaga panas berbahan bakar
batu bara konvensional (Harkin et al., 2011).
Penggunaan IGCC untuk produksi listrik berbasis pada lignite tidak hanya
memungkinkan pengurangan emisi CO2, tetapi juga memberi kesempatan untuk
mengurangi polusi udara dan bahan bakar. Seperti yang terlihat pada Gambar.
1, pembangkit listrik berbahan bakar batubara subkritis berproduksi sekitar 900
– 1.000 kg CO2/MWh, tetapi dalam banyak kasus, nilai ini menjadi lebih besar
karena kadar air bahan bakar tinggi atau operasi pada faktor beban rendah.
Angka yang lebih kecil dapat dicapai, misalnya sekitar 740 kg CO2/MWh untuk
pembangkit listrik superkritis dan berpotensi 600 kg CO2/MWh untuk teknologi
batu bara terbaru. Penangkapan karbon dan penerapan sistem penyimpanan bisa
menurunkan lebih lanjut emisi CO2, hingga 60 – 70 kgCO2/MWh (Atsonios et
al., 2015).

b) Tahapan Optimalisasi Pemanfaatan Batubara Dengan IGCC.


Batubara kalori rendah yang cukup banyak perlu dimanfaatkan dengan
baik yaitu melalui pemanfaatan untuk kelistrikan. Namun, pemanfataan
batubara untuk kelistrikan secara konvensional menemui tantangan lingkungan
hidup. Oleh karena itu diperlukan penggunaan teknologi bersih pada
pembangkit listrik dari batubara, yaitu teknologi Integrated Gasification
Combined Cycle (IGCC). Program ini akan ditempuh dalam tiga tahap.
Pada tahap pertama (2021-2025), strategi yang akan diambil adalah
Penyiapan Pemanfaatan IGCC pada Pembangkit Listrik dari Batubara. Adapun
program yang dijalankan adalah menyiapkan penerapan IGCC dengan
menyusun kajian cost & benefit IGCC dan kajian rekomendasi wilayah
potensial penerapan IGCC. Pada tahap kedua (2025-2030), dilanjutkan dengan
implementasi IGCC pada pembangkit listrik dari batubara. Di tahap terakhir
(2031-2045), strategi yang ditempuh adalah optimalisasi IGCC pada
pembangkit listrik dari batubara.

Anda mungkin juga menyukai