Seperti ketahui dalam sejarah Rosulullah SAW, sejak masih kontribusi terhadap ummat semakin
meningkat, juga kita melihat bahwa Rosulullah SAW dikelilingi oleh banyaknya sahabat yang masih
muda seperti halnya Sa’ad Bin Abi Waqqash yang masuk Islam di usia 7 tahun, Mush’ab Bin Umair
yang menjadi duta pertama diusianya yang masih sangat muda untuk mendakwahkan Islam di
Yatsrib, begitu halnya salah satu sahabat Rosul yaitu Usamah Bin Zaid yang memimpin peperangan
melawan pasukan Romawi di usianya 18 tahun.
Selain dari pada itu, dalam sejarah kemerdekaan Indonesia para pejuang yang memiliki karya-
karya besar, mereka adalah orang orang yang sudah memulainya dari usia muda. Seperti halnya
Muhammad Natsir, beliau adalah murid yang memiliki prestasi tinggi sehingga pernah ditawarkan
oleh pemerintah Hindia agar kuliah fakultas hukum di unversitas Leiden, atau menjadi pegawai
disalah satu kantor yang ada di Hindia Belanda dengan gaji yang besar. Akan tetapi beliau
meninggalkan tawaran tersebut dan kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang
mengintegrasikan antara pelajaran umum dan pelajaran agama, dan usianya saat itu adalah 19
tahun. Begitu juga dengan Rahmah Elyunusia, tokoh wanita yang memberikan kontribusinya di
bidang pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan berupa pondok pesantren yang
dikhususkan untuk wanita.
Dari uraian tersebut bisa dikatakan bahwa pemuda yang menjadi pelopor bangsa adalah dia yang
memiliki semangat kontribusi sebagai orang muda dari segi biologis dan ideologisnya.
Lalu, bagaimana agar anak anak muda Indonesia dapat turut berkontribusi dalam
membangun negeri saat memasuki era bonus demografi mendatang?
Seseorang yang bisa berkontribusi untuk negerinya adalah mereka yang memiliki visi yang jelas
dalam kehidupannya, sebagaimana visi tersebut dibuat, ditulis, kemudian dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-harinya. Selanjutnya, mereka adalah yang siap membekali dirinya dengan
ketaqwaan dan adab islami, apabila terjadi berbagai keadaan apapun nantinya maka nilai-nilai
agama dan moral tersebut harus tetap tersematkan pada tiap-tiap pribadi mereka, karena
sesungguhnya nilai-nilai agama yang telah Allah tetapkan (tsawabit) tidak boleh tergerus oleh
zaman. Seringkali hal itu terlupakan oleh pemuda, disaat dia ingin mengembangkan potensinya
akan tetapi dia meninggalkan nilai-nilai agama dan moral yang padahal dua nilai itu harus tetap
ada pada dirinya. Hal terpenting selain dari dua hal diatas, sebagai pemuda jangan pernah merasa
eksklusif dan menutup diri, maka dianjurkan bagi pemuda untuk mampu berkolaborasi dengan
seluruh elemen masyarakat untuk kemajuan agama, bangsa dan negara.