Pengolahan Air
Pengolahan Air
Oleh :
Ir. Martin Darmasetiawan, MSc.
Literatur mengenai pengolahan air dalam
bahasa Indonesia sangat terbatas, diharapkan
buku ini membantu anda dalam menerapkan
metoda dan sistem perencanaan instalansi
pemgolahan air. Penyajiannya sangat praktis.
Pembahasan mengenai kondisi air baku yang
ada di Indonesia serta teori dan contoh soal
dalam perancangan unit operasi pengolahan air
disajikan secara sistematik dan mudah
dipahami.
Diterbitkan oleh :
ISBN 979-98486-1-X
TEORI DAN PERENCANAAN
INSTALANSI PENGOLAHAN AIR
Disusun oleh :
Ir. Martin Darmasetiawan, M.Sc
Diterbitkan oleh :
Ekamitra Engineering
Jakarta
Cetakan ke-1, 2004
Kata Pengantar
Daftar Isi
I PENDAHULUAN
I.1 Umum …………………………………. .....................................I-1
I.2 Klasifikasi Air Permukaan Di Indonesia...................................I-1
I.2.1 Air permukaan dengan kekeruhan tinggi.................................I-2
I.2.2 Air permukaan dengan kekeruhan rendah sampai sedang .....I-3
I.2.3 Air permukaan dengan kekeruhan yang sifatnya temporer .....I-3
I.2.4 Air permukaan dengan warna sedang sampai tinggi...............I-4
I.2.5 Air permukaan dengan kesadahan yang tinggi .......................I-4
I.2.6 Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah...................I-5
I.3 Jenis jenis Proses Pengolahan Air..........................................I-5
I.3.1 Pemisahan zat padat dari air baku secara kimiawi..................I-6
I.3.2 Pemisahan zat padat dari air baku secara gravitasi ................I-8
I.3.3 Pemisahan zat padat dari air baku dengan penyaringan.........I-9
I.3.4 Denfinfeksi untuk mencegah terjadinya kontaminasi air........I-10
I.4 Penerapan Strategi Pengolahan Air Menurut Jenis Air .........I-11
I.5 Sistematika Penulisan ..........................................................I-17
REFERENSI
LAMPIRAN
1.1. Umum
Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh
manusia bersumber dari:
• air hujan
• air permukaan
• air tanah
Kontaminan utama terhadap air murni H20 adalah zat padat dengan
mineral-mineral yang terikut didalamnya. Sehingga apabila air
melalui permukaan tanah dengan tingkat organik yang tinggi, seperti
misalnya tanah gambut, maka kandungan organik akan tinggi.
Demikian juga halnya jika air tercemar oleh limbah atau dipakai
sebagai perkembangbiakan makhluk hidup.
Secara visual, karakteristik dan metode pengolahan air umumnya
tergantung dari tingkat kekeruhannya. Klasifikasi karakteristik air
baku permukaan yang ada di Indonesia secara umum dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan tinggi
2. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan rendah sampai sedang.
3. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang sifatnya temporer
4. Air permukaan dengan kandungan warna sedang sampai tinggi.
5. Air permukaan dengan kesadahan yang tinggi.
6. Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah.
H2O+X
Dimana :
X = Adalah kontaminan, yang dapat berupa:
− zat padat terlarut/suspendend solid untuk air golongan 1,2 dan 3
− Zat organik terlarut/suspendend solid untuk air golongan 4
− Ca dan Mg untuk air golongan 5
Kadar
No Parameter Satuan Keterangan
Maksimum
10 Karbon Dioksida mg/L 0 Sebagai CO2
Agresif
11 Kesadahan mg/L 500 Sebagai CaCO3
12 Kalsium mg/L 75-200 Sebagai Ca
13 Magnesium mg/L 30-150 Sebagai Mg
14 Besi Total mg/L 0,1-1,0 Sebagai Fe
15 Mangan mg/L 0,1 Sebagai Mn
+
16 Amonium mg/L 0,0 Sebagai NH4
-
17 Nitrit mg/L 600 Sebagai NO2
18 Angka Permanganat mg/L 10,0 Sebagai KmnO4
-
19 Nitrat mg/L 10,0 Sebagai NO3
-
20 Klorida mg/L 600 Sebagai Cl
-
21 Sulfat mg/L 400 Sebagai SO4
2+
22 Kromium mg/L 0,05 Sebagai CrO6
23 Kadnium mg/L 0,005 Sebagai Cd
24 Timbal mg/L 0,1 Sebagai Pb
25 Tembaga mg/L 1,0 Sebagai Cu
Dengan menambahkan atau mencampurkan zat kimia ke
dalam air baku, maka akan terjadi proses koagulasi, yang
secara harfiah dapat diartikan sebagai proses pembekuan
atau penggumpalan. Secara kimia, koagulasi merupakan
proses destabilisasi muatan pada zat padat yang terlarut oleh
zat kimia koagulan sehingga zat padat tersebut menggumpal
dan dapat mengendap.
Pada prinsipnya zat kimia atau koagulan yang dapat dipakai
adalah semua unsur dengan kation bervalensi dua keatas,
dengan daya elektrolit yang kuat, misalnya : Fe, Al, Ba.
Yang umum dipakai adalah:
♦ Jenis Aluminium (Al) dan turunannya yaitu:
- Aluminium Sulfat atau tawas (Al3(SO4)2.18H2O) dan
- Poli Aluminium Clhoride (PAC)
♦ Jenis logam besi (Fe) yaitu :
- Fero Sulfat (Fe(SO4))
- Feri Chloride (FeCl3)
Setelah proses koagulasi akan terbentuk bintik-bintik flok
kecil, yang untuk dapat diendapkan dengan mudah perlu
dibesarkan atau dikelompokkan menjadi flok yang lebih
besar. Proses ini yang kemudian disebut sebagai proses
flokulasi.
Alternatif 1
Karena kekeruhan yang tinggi akibat besarnya kandungan
sedimen dalam air baku, maka urutan proses pengolahan yang
diusulkan adalah:
• prasedimentasi
• koagulasi-flokulasi
• sedimentasi
• filtrasi dan
• desinfeksi
Alternatif 2
Alternatif lain adalah pengolahan air dengan menggunakan
saringan pasir lambat. Sebelum proses penyaringan, terlebih
dahulu dilakukan proses pengendapan sampai kekeruhan
mencapai 50 mg/L SiO2. Contoh kasus IPA Kota Wates, Kulon
Progo.
• Koagulasi,flokulasi
• sedimentasi
• filtrasi dan
• desinfeksi
Alternatif 2
Alternatif lain adalah pengolahan air dengan menggunakan
saringan pasir lambat. Sebelum proses penyaringan, terlebih
dahulu dilakukan proses pengendapan sampai kekeruhan
mencapai 50 mg/L SiO2 . Contoh kasus : IPA Kota Purwakarta,
yang air bakunya diambil dari Waduk Jati luhur.
Alternatif 2
Pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan saringan
pasir lambat (filtrasi lambat) yang didahului dengan bak
pengendap. Pada tahap akhir dilakukan proses desinfeksi.
Contoh kasus : Kecamatan Babusalam, Aceh Tenggara.
Alternatif 3
Pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan saringan
pasir cepat dan dengan reservoir yang besar dan dengan waktu
tampung antara 6 jam sampai 24 jam (tergantung lamanya air
keruh). Rangkaian operasional pada jenis pengolahan ini sbb.:
• Pada saat air tidak keruh, air diolah dengan saringan pasir
cepat bertekanan (pressure filter).
• Pada saat air keruh, filter over load dan clogging (tidak
berfungsi). Untuk pelayanan dimanfaatkan air dari reservoir.
Contoh kasus: IPA Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, dengan
sumber air: Air terjun tingkat 7.
Jenis Air Sungai Air Sungai Air Sungai Di Rawa Air Sungai Danau
Sumber Air di Jawa Waduk di lereng di lereng alam
Gunung G. Kapur
Contoh SCengkareng Kedung Kali Kali Kecil S. Kapuas Kupang Danau
Sumber Air / S Brantas Ombo Di Gunung Pontianak Toba
Jati luhur Danau
Kerinci
Proses Pra
Pengolahan sedimentasi
Alternatif 1 Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi
Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi
Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi
Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan Saringan
Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir Cepat Pasir
Cepat
Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir
Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing
Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan Koagulan
Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing Dosing
Desinfeksi Desinfeksi Desinfeksi Desinfeksi Desinfeksi Desinfeksi
Alternatif 2 Pra
sedimentasi
Filtrasi
Reservoir
Dosing
Koagulan
Dosing
Desinfeksi
Pra Pra Pra
sedimentasi sedimentasi sedimen
tasi
Bab 1 Pendahuluan
Bab 3 Sedimentasi
Bab 4 Filtrasi
Bab 5 Desinfeksi
2.1. Umum
Pada tabel 2.1. dapat dilihat suatu contoh prosedur dari jar
test untuk suatu air baku.
Tabel 2.1.
Jartest : 1
Koagulan 1: Alum
Koagulan 2: Kapur Tohor 10 ppm
Parameter Satuan Air Dosis mg/L
No Yang diamati Baku 10 25 40 55
1 pH 7 6.8 6.8 6.7 6.7
2 Kekeruhan NTU 50 45 15 10 14
3 Warna TCU 25 20 13 5 2
Jartest : 2
Koagulan 1: Alum
Koagulan 2: Kapur Tohor 20 ppm
dN G × p × N1 × N 2 × (d1 + d 2 )
3
= ……………..…… … (2.1)
dt 6
Dimana :
N = jumlah tumbukan
N1= jumlah partikel dengan diameter d1
N2= jumlah partikel dengan diameter d2
D= diameter
G=Gradien kecepatan (dV/dz)
p= persentasi jumlah tumbukan
Persamaan 2.1. di atas menggambarkan tumbukan yang
terjadi per satuan waktu.
dN G × p × N1 × N 2 × d 3
≡ ……………..…………..….. (2.2)
dt 6
dN 1 GxpxN1 xV
= ………….………….………….……..(2.6)
dt π
Atau dapat dinyatakan sebagai
dN 1 GxpxVxdt
= ………….……...……………….……. .(2.7)
N1 π
Bila diintegrasikan maka :
GxpxVxt
Nt −
=e π
………….……..……………..…..……. ...(2.8)
No
Dimana :
No= Jumlah partikel mula-mula
Nt = Jumlah partikel setelah waktu t
A
V = ………….……..……………..….………….……. ………..(2.9)
S
Dan
N t Ct
= ……….……..……………..….………….……. ………..(2.10)
N o Co
pxGxAxt
−
Ct = Co e sxπ
……….……..……………..….………….……. ...(2.11)
Ct T
= 1 − KxVxGx ……..……………..….………….……..……..(2.12)
Co n
Dimana:
Co= konsentrasi mula mula
Ct=konsentrasi air yang tak terflokulasi
G= Gradien hidrolis
T= waktu
n=jumlah volume bak
V= Volume flok
Plat seluas A F
Vx
dy
y
dv
Gambar 2.1.
Sebuah Plat yang ditarik dengan F pada arah x
τ+δτ/δx.∆x
∆z
p
P+ δp/δ
x.∆x
∆y
∆x
τ
Gambar 2.2.
Keseimbangan gaya pada sebuah volume elemental dari fluida
P = F × v …………………………………………………………...(2.16)
v+ δ y . ∆ y τv + δ( τ v ). ∆ y
δy δy
v
τv
Gambar 2.3.
Keseimbangan daya pada sebuah volume elemental dari fluida
Nilai G dan td yang sesuai untuk diterapkan pada air yang akan
diolah dapat diperkirakan melalui simulasi jar test.
Idealnya, nilai besaran G dan td suatu instalasi pengolahan air, perlu
direncanakan dengan teliti. Namun sejak dilaksanakannya program
pembangunan massal instalasi pengolahan air, nilai G dan td diambil
sama untuk setiap daerah dan selain itu ada beberapa instalasi yang
dibangun dengan kriteria perencanaan yang sama untuk setiap jenis
air baku. Hal ini berakibat pada gagalnya sebagian instalasi dalam
mengolah air sesuai dengan debit rencananya, umumnya terjadi
pada sumber dengan air baku berwarna.
2.4.1. Umum
P = ρghQ ……………………………………………….………….(2.25).
Dimana:
P=daya (Watt)
g=percepatan gravitasi (9.81 m/dt2)
ρ=massa jenis air (pada suhu 30oC adalah 995,7 kg/m3)
Q=debit air (m3/dt)
h=kehilangan tekanan atau beda tinggi tekanan (m)
µVG 2
h= …………………………………………….…………….(2.26).
ρgQ
gambar 2.4.
Hubungan antara Ketinggian dan Gradien Pengadukan pada td tertentu
2.5
Ketinggian terjun (h = m )
2 td =30 dt
td = 60 dt
1.5
td= 90 dt
td = 120 dt
1
td = 180 dt
0.5 td 240 dt
0
100 200 300 400 500 600 700
Nilai G (1/dt)
Gambar 2.5.
Gradien Pengadukan vs Panjang Pipa pada kecepatan tertentu dan h=0,5 m
15
10
v = 1 m/dt
v = 1.5 m/dt
v = 2 m/dt
5 v = 2.5 m/dt
h = ………………………………(2.34)
( BH )53
atau
NLsQ 2 (B + 2 H ) n K
23 2
h= + …………………(2.36)
(BH )2 (BH )4 3 2 gLs
Zone 4
Zone 1 Zone 2 Zone 3
denah
Jawab:
Hasil perhitungan buffle channel untuk koagulasi pada masing-
masing zone dapat dilihat pada tabel berikut.
Ditanya:
tentukan dimensi buffle channel untuk flokulasi (untuk masing-
masing zone)
Jawab:
Hasil perhitungan buffle channel untuk flokulasi pada masing-masing
zone dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.4.
Hasil Perhitungan Flokulasi dengan buffle vertikal
Uraian satuan formula Zone Zone Zone Zone Zone Zone
1 2 3 4 5 6
H (tinggi air) m H2=H1-h1 3.00 2.50 2.20 2.05 1.95 1.90
B=L(lebar=panjang) m ditentukan 1.41 1.41 1.41 1.41 1.41 1.41
A (luas dasar) m2 ditentukan 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
h (beda tinggi) m ditentukan 0.50 0.30 0.15 0.10 0.05 0.03
G (gradien m Rumus 72.10 61.18 46.12 39.01 28.28 20.26
kecepatan) 2.38
v (Kecepatan) m/dt Q/(H.B) 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
td (waktu retensi) dt ditentukan 120.0 120.0 120.0 120.0 120.0 120.0
4 3 3 3 3 3 3
Gxtd total= 3.10 9.10 7.10 6.10 5.10 3.10 2.10
inlet
outlet
4.00
3.00
Lebar dengan lubang 30x30 Gambar 2.9. Flokulator melalui media berlubang
A=18 m 3 , D=4,7m
1m
Dimana,
ρs= massa jenis flok (+ 1 600 kg/m3)
ρw= massa jenis air (+ 1 000 kg/m3)
ε e= flok yang terapung/Volume cone
ε e= (v/vs)0,2
dengan:
v= kecepatan aliran vertikal ke atas (1-3 m/jam)
vs= kecepatan pengendapan flok (3-6 m/jam), maka
ε e= (1/3)0,25sampai dengan (1/2)0,25
G= ………….…………….(2.35)
ρ w (1 − ε c )υt d
atau,
g ( ρ s − ρ w )v
12
G= ………………………………..(2.35)
ρw(1 − ε c )υ
Gambar 2.11.
Koagulasi dengan motor pengaduk
vef adalah kecepatan efektif yang bekerja antara blade dengan air. vef
melaju lebih lambat dari pada vb (kecepatan blade) sebanyak k*vb.
Nilai k merupakan koefisien blade, yang nilainya disesuaikan
menurut jenis blade yang digunakan, yaitu:
- Untuk blade pada ujung tangkai; k=0,25
- Untuk blade jenis menerus; k=0-0,15
Nilai Cd adalah sebesar 1,8 sedangkan untuk luas blade
besarannya adalah 15 sampai 20% dari penampang basah air yang
diaduk.
Rumusan kecepatan efektif dari ujung pengaduk adalah sbb.:
Vef = Vb − k × Vb ……………………………………………..……...(2.48)
atau
Vef = Vb(1 − k ) ……………………………………………..…..…...(2.49)
Vef = (1 − k )
n
r ………………………………………………….....(2.52)
60
sedang rumusan Luas Blade (A) untuk lebar = dr adalah:
A = Hdr ……………………………………………………………...(2.53)
Dimana, H = tinggi blade
P =∫ ρCdH (1 − k ) r dr ….…………………………….…(2.56)
r1
60
Atau
3
n 1 4
P = ρCdH (1 − k ) ( )
r2 − r14 ………………………………(2.57)
60 4
P = ρCdH (1 − k ) r 4 …………………………………......(2.58)
60 4
Sehingga,
P1 3
n=
[ρCdH ((1 − k )/ 60) 1 4r ]
…………………………….….....(2.59)
3 4 13
P1 3
n=
[ρCdH ((1 − k )/ 60) 1 4r ]3 4 13
Gambar 2.12.
Pengadukan lambat dengan pengaduk mekanik
hf =
(ρ s − ρ )(1 − ε )L …………………………………………….....(2.62)
ρ
Dimana:
Hf= kehilangan tekanan (m)
ρs= massa jenis butiran media kerikil (1 600 kg/m3)
ρ = massa jenis air (1.000 kg/m3)
ε = porositas media kerikil
3.1. Umum
rendah
Klas 2
Klas 1
Kadar solid
Zone
Tinggi Kompresi
Gambar 3.1.
Penggolongan kadar solid dan bentuk partikel
Fg
Fa
Fj
Gambar 3.2.
Gaya gaya yang bekerja pada saat
sebuah benda jatuh di dalam air
Keterangan gambar :
• Fj adalah gaya jatuhnya partikel akibat gaya garvitasi yang arahnya ke bawah
• Fg adalah gaya gesekan yang bekerja pada permukaan bola yang arahnya ke atas
• Fa adalah gaya archimedes yaitu gaya ke atas yang besarnya sebanyak jumlah zat
cair yang dipindahkan.
Adanya variasi dalam ukuran, bentuk dan massa jenis partikel dalam air
menyebabkan masing-masing partikel mempunyai kecepatan endap
yang berbeda. Jadi sebenarnya kecepatan nilai endap dapat dihitung,
jika volume berat dan bentuk dari masing masing partikel suspensi
diketahui.
Gambar 3.3.
Distribusi Kecepatan Partikel
20
15
prosen partikel
10
Partikel yg
tdk mengendap
5
Partikel yg mengendap
0
0.069 0.093 0.139 0.185 0.231 0.278 0.324 0.37 0.416 0.462 0.508 0.556
Tabel 3.3
Hasil Percobaan Perhitungan Distribusi Partikel dalam Air
(H=1.00 m)
t (detik)
No Uraian 0 1800 3600 5400 7200 10800 14400
-3
1 Kecepatan (h/t) Vo (10 ) 0.556 0.278 0.185 0.139 0.093 0.069
2 Konsentrasi (C ) mg/L Co=70 68.3 23.4 5.4 2.0 0.3 0.0
3 C/Co Dist (%) 100 97.6 33.5 7.7 2.9 0.5 0.0
Komulatif
4 Distribusi (%) 2.4 64.1 25.8 4.8 2.4 0.5
frekuensi
H
P*
(
R = 1 − p* + ) ∑ Vtdp
Vo
….………………………………………………3.13.
Hal ini juga digambarkan pada gambar 3.4 (keterangan :r adalah fungsi
p(V) %).
C3 = C1 − C2 ……………………………………………..…………….3.15.
Atau
C2 = C1 − C3 ……………………………………………..…………….3.15
Dimana :
C3 = konsentrasi efluen/air yang keluar dari bak pengendap
Kec
Pengendapan
V
Waktu pengendapan t
Gambar 3.5.
Kecepatan Pengedapan Flok terhadap waktu
90 20 12 8 3
25 17 15 5
70
30 20 17 8
50
32 23 18 10
30
35 25 20 15
10
2400
1800 3600 5400 7200
Waktu (detik )
Gambar3.7.
Kurva iso-konsentrasi
Waktu pengambilan sampel adalah 1800, 3600, 5400, dan 7200 detik.
Konsentrasi yang diambil dari masing masing kedalaman dalam waktu
tersebut di atas, terinci dalam tabel 3.4 berikut.
Ditanya:
1. Berapa total konsentrasi yang terendapkan pada waktu 3600 detik
2. Berapa total konsentrasi yang terendapkan pada waktu 2400 detik
Jawab:
1. Total konsentrasi yang terendapkan pada t =3600 detik adalah:
C 3600 = 25 +
(0,9 + 0,7) (25 − 23) + (0,7 + 0,5) (23 − 20) + (0,5 + 0,3) (20 − 17 )
2.0,9 2.0,9 2.0,9
+ (17 − 12) +
(0,1 + 0) (12 − 0)
2.0,9
C 3600 = 25 + 1,78 + 2 + 1,33 + 1,11 + 0,66 = 31,88mg / l
C 2400 = 30 +
(0,9 + 0,7) (30 − 28) + (0,7 + 0,5) (28 − 25) + (0,5 + 0,3) (25 − 20)
2.0,9 2.0,9 2.0,9
+ (20 − 17 ) +
(0,1 + 0) (17 − 0)
2.0,9
C 2400 = 30 + 1,78 + 2 + 2,22 + 0,67 + 0,94 = 37,61mg / l
3.5.1. Umum
Q B Q
‘
Zone
Zone
L
bidang pengendapan
Zone
inlet outlet
DENAH
Q Vo Q
H
Vs
Zone Penampung Lumpur
POTONGAN
Gambar 3.8.
Bak Pengendap
1. Zone inlet
Pada zone inlet, air yang masuk diasumsikan langsung
merata pada potongan melitang/penampang bak pengendap
dan dengan tingkat kandungan SS (Suspended Solid) yang
homogen. Ketidak-merataan pada zone inlet ini dapat
menghasilkan turbulensi yang nantinya dapat meruntuhkan
atau menghancurkan flok yang telah terbentuk di flokulator.
Untuk menghindarkan turbulensi ini, aliran air harus
mempunyai kecepatan aliran yang tidak melebihi 0,3 m/detik
serta digiring secara stream line masuk dalam bidang
pengendapan.
Pipa Inlet
Gambar 3.9
Potongan Memanjang bak sedimentasi
L2
H’
L w
α
B
L1
Vo H
w
α
A
Vs Gambar 3.10
Asumsi Pengendapan pada
Plate Settler Aliran Miring
Fr = ….……………………..……….…3.42.
sin 2 α × g × w
Saluran pembawa
B=4,20 m
20 cm 30 cm
30 cm
Penampang saluran
Pembawa
Gambar 3.11
Zone Outlet
α
dQ1 = (2 gh ) 2 tan hdh ……………………..……3.50.
12
2
Dengan demikian
α
Q1 = ∫ Cd .dQ =∫ ohCd (2 gh ) 2 tan hdh ………..…3.51.
12
2
α
5
Cd (2 g ) 2 tan h 2 ………………………....3.52.
2
Q1 =
12
3 2
Untuk weir jenis ini, nilai Cd yang diambil adalah 0,6. Dan
apabila Q total adalah N.QI, dimana N adalah jumlah V
notch; maka N=Q/QI. Berdasarkan kondisi ini maka
rumusan jumlah V Notch adalah:
Q
N= ………………..……...3.53.
α
5
Cd (2 g ) 2 tan h 2
2 12
3 2
Sedangkan rumusan untuk mencari ketinggian air pada V
Notch, dapat digunakan persamaan 3.54.
2
Q 5
h= N …………………...…….3.54.
2 Cd (2 g )1 2 2 tan α
3
2
3 2
Tinggi efektif V notch = (2-4) x h
Tinggi efektif V notch = 3h = 3 x 3cm = 9 cm
Lebar 1 V notch = 3h = 3 x 3cm = 9 cm
• Dimensi saluran pembawa
Ac = Q/V = (5 x 10-2)/0.8 = 0.0625 m2
Ac = Lebar x Tinggi
Lebar = 0.3 m
Tinggi = 0.21 m
h dh h dh
α
Gambar 3.12.
Pelimpah dengan gerigi V Notch
Gambar 3.12
Pelimpah dengan gerigi V notch
4.1. Umum
Ada dua jenis filtrasi atau penyaringan, ditinjau dari segi desain
kecepatan filtrasi yaitu :
• Saringan pasir cepat
• Saringan pasir lambat
Filter yang telah dipakai beberapa saat apabila tidak dibersihkan, dapat
menjadi tersumbat. Untuk menghindari terjadinya penyumbatan,
dilakukan pembersihan dengan cara:
• Pencucian dengan udara
• Pencucian dengan air yaitu:
a. Pencucian permukaan filter dengan penyemprotan
b. Pencucian dengan aliran balik (backwash)
Nilai 10% ini dipakai pertama kali oleh Hazen tahun 1892. Asumsi
yang digunakan dalam nilai 10% adalah bahwa kehilangan
tekanan hidrolis dianggap tidak berpengaruh banyak terhadap
variasi ukuran diameter butir, sepanjang ukuran yang meloloskan
10% dari baku pasir tidak berubah. Sedangkan Uniformity
Coefficient menggambarkan keadaan diameter butiran 50% di
atas diameter yang meloloskan 10%.
d 60 = UCxd 10 …………………………………………………(4.4)
Atau
v= x x s …………………….…………...(4.10).
3 cd ρw
Teori dan Perencanaan Pengolahan Air IV- 6
BAB IV : Filtrasi
Contoh Soal 4.1.
Diketahui :
Sebuah contoh pasir digambarkan dalam grafik seperti pada
gambar 4.1. dan tabel 4.3. Spesifikasi pasir yang diinginkan
adalah ES (d10) adalah 0,05 cm dan UC adalah 1,4.
Ditanya: d60; stok pasir yang dapat dipakai; stok pasir yang terlalu
kecil; stok pasir yang terlalu besar;
Jawab:
1. Ukuran d60 berdasarkan persamaan 4.4.
d60 = UC.d10 = 1,4.0,05 cm
d60 = 0,07 cm
2. Stock pasir yang dapat dipakai adalah:
Puse = 2.( 60% - 30%) = 60%
3. Prosentase pasir yang terlalu kecil adalah:
Pf = Pst10 – 10%. Puse = 30% – 10%. 60%
Pf = 24%
Dengan demikian pasir yang harus dikeluarkan adalah pasir
dengan ukuran yang lolos 24% atau lebih kecil dari ukuran
0,044 cm.
4. Ukuran pasir yang terlalu kasar (besar) yang harus
dikeluarkan adalah :
Pc = 100%- 60%- 24%
Pc = 16%
Dengan demikian pasir yang harus dikeluarkan adalah pasir
yang ukuran lolos 100%-16%=84% atau dengan ukuran lebih
besar dari 0,85 cm.
100
80
60
% Komulatif
pasir stoc k
pasir tlh dipilah
40
20
0
0 .1 1 10
Ukuran butir (cm)
4.3.1. Operasional
Secara umum kondisi hidrolis yang perlu diketahui pada saat
operasional adalah kehilangan tekanan (headloss) pada :
• media filter
• under drain
• perpipaan
Gambar 4.2.
Head= Kehilangan tekanan pada filter dari
konstan mulai Filtrasi sampai Jenuh
ho
.ho=kehilangan tekanan pada saat mulai filtrasi
air .h1=kehilangan tekanan pada saat t=1
h3
.h2=kehilangan tekanan pada saat t=2
.h3=kehilangan tekanan pada saat filter jenuh
.hneg=kehilangan tekanan negatif
pada kedalaman dimana terakumulasi
zat padat terbanyak
∆L=20cm
hnegatif media
pasir
tebal=L
Tinggi ambang
Oh3 hf3 hfo
β=ctg((L-ho)/L)α=45
o
Q=
Konstan h1 ho
h3 h2
luas area
R=
perimeter basah
Dan untuk bidang bulat
πD 2 D
R= = ……………………………………………...(4.13).
4πD 4
Apabila diketahui :
V = volume media filter
Vv = volume rongga
VTp = volume partikel total = N.Vp; dimana N jumlah partikel
dan Vp adalah volume per satu partikel.
ATp adalah luas permukaan partikel total = N.Ap; dimana N
jumlah partikel dan Ap adalah luas permukaan per satu
partikel.
e adalah tingkat porositas dari media yang didefinisikan
sebagai :
Vol rongga NxVv
e= =
Vol filter V
Atau
Vol partikel NxV p
1− e = =
Vol filter V
Maka dengan menggunakan pengertian di atas, rumusan
volume media filter dan volume rongga adalah sebagai berikut:
NxV p
V= …………………………………………………..(4.16).
1− e
Dan
exNxV p
Vv = ………………………………………………..(4.17).
1− e
ho 3 (1 − e)v 2
= fx x ……………………………………….(4.19).
L 4 e.g.d .Ψ
Q
vs = ………………………………………………..…....(4.20).
As
Dan,
v s = e.v ………………………………………………….…..(4.21).
ho (1 − e) v s2
= ff x 3 …………………………………....(4.22).
L e Ψ.g.d
Dalam persamaan di atas, ff adalah faktor gesekan yang
merupakan fungsi dari bilangan Reynold. Berdasarkan
percobaan laboratorium yang dilakukan Ergun (1957),
diperoleh rumusan faktor gesekan (ff) sbb.:
(1 − e)
f f = 150 x + k ……………………..………..……...(4.23).
N Re
Dimana nilai k = 1.75 dan rumusan untuk bilangan Reynold
yaitu :
ρv s Ψ
N Re =
µ
Ditanya :
Berapa ketinggian muka air di dalam reservoir penampung
maksimum terhadap permukaan filter supaya menghasilkan
debit operasional filter yang optimal. (lihat gambar 4.2).
(1 − e) v 2
x
• ho = LΣF f i x i
s
e Ψ. g
3
di
ho = 0.035 m = 3.5 cm
FD
= Le ( ρ s − ρ ) g (1 − ee ) ……………………………...(4.28).
As
Dimana :
FD = Gaya gesek
As. = luas permukaan filter
Le = ketebalan filter
Apabila
FD
= ρghL e ……………………………………………...(4.29)
As
Maka,
ρghL e = Le ( ρ s − ρ )g (1 − ee ) …………………………...(4.30)
Karena berat partikel pada waktu terekspansi sama dengan
berat partikel sebelum terekspansi maka:
L ( ρ s − ρ )g (1 − e ) = Le ( ρ s − ρ )g (1 − ee ) ……….……..(4.31)
Dengan demikian:
Le ( ρ s − ρ )g (1 − ee )
hLe = ………………….…….……..(4.32)
ρ
Atau,
L(ρ s − ρ )g (1 − e )
hLe = ………………….…….………..(4.33)
ρ
Tinggi ekspansi adalah:
Le
=
(1 − e ) ……………………….…….…….………...(4.34)
L (1 − ee )
Atau,
Le = L
(1 − e ) ……………………….…….…….……....(4.34)
(1 − ee )
Untuk media filter dengan diameter butiran bervariasi berlaku
:
Xi
Le = L(1 − e )Σ ……………….…….…….……....(4.34)
(1 − ee )
vl = x x s
3 cd ρw
n = 0,22 untuk pasir atau 0,4-0,5 (Amirharajah, 1978) untuk
pasir dalam media filter
Le = L(1 − e )Σ
Xi
(1 − ee )
Le = 0.66 m = 66.28 cm
Dengan menggunakan hasil tinggi ekspansi di atas, dapat
ditentukan sebagai berikut:
(1 − e) v s2 x
ho = LΣ F f i i
e 3
Ψ.g di
HL = 0.60 m
Head total yang dibutuhkan untuk back wash adalah 0,6 m + 0,30
m = 0,9 m.
Reservoir
hf backwash
Media filter
Under drain
/nozzle
Perpipaan
.hf= headloss media filter
.hud= headloss under drain
Gambar 4.4.
hpipa= headloss pd perpipaan
Headloss pada Backwash
Filter cepat tediri dari filter bertekanan dan filter terbuka. Pada filter cepat,
titik berat proses ada pada proses pengayakan (straining). Loading
(kecepatan filtrasi) adalah berkisar antara 7-10 m/jam sedangkan untuk
filter bertekanan dapat mencapai 15 – 20 m/jam. Ilustrasi mengenai filter
cepat ini dapat dilihat pada gambar 4.5 dan 4.6).
gambar 4.5
Filter bertekanan
Gambar 4.6
Filter gravitasi
Sedangkan pada filter lambat atau saringan pasir lambat didominasi oleh
proses mikrobiologis yang ada di permukaan filter sampai kedalaman 5
cm. Dengan adanya proses ini diharapkan terjadi flokulasi antar butir.
Loading rate dari filter jenis ini adalah 0,1- 0,3 m/jam. Dibandingkan
dengan loading pada filter cepat yang mencapai 10 kali lipatnya
menyebabkan filter lambat memakan atau membutuhkan tempat yang
besar sekali. Sebagai perbandingan, 1 L/dt memerlukan luas lahan 10
sampai 30 m2. Karena besarnya luas lahan yang dibutuhkan maka filter
jenis ini jarang sekali dipakai.
Kekeruhan yang dapat diolah oleh jenis filter ini adalah dibawah 10 NTU.
Sedangkan pencuciannya dilakukan dengan cara mengeruk bagian atas
filter secara berkala 1-2 bulan sekali. Pengolahan air dengan filter jenis ini
sangat kecil biaya operasionalnya karena tidak memerlukan koagulan
untuk koagulasinya.
No Deskripsi Kriteria
0,5
1. Perhitungan Jumlah Filter N=1,2.Q , dimana :
N=jumlah filter (N minimal 2).
6 3
Q=Debit rencana (10 .m /hari)
2. Head loss Operasi 2,7 – 4,5 m
3. Kecepatan operasional 7 – 10 m/jam
4. Kecepatan backwash 20 – 30 m/jam
5. Pencucian dengan udara 24 – 36 m/jam
6. Head loss back wash dengan Head = 10 m
pompa
2
7. Luas setiap filter 25 – 100 m .
8. Lebar filter 3–6m
9. Lebar : Panjang 1:2 sampai 1:4
10. Ketinggian air diatas filter 2 –2,4 m
11. Ketebalan filter 0,5-0,7 m
12. Lapisan penyangga (kerikil) 0,3-0,45 m (4 lapis)
13. Ketinggian freeboard > 0,2 m
14. Ketinggian bak filter 3,2 - 6 m rata rata 4,5 m
15. Pasir filter:
Effective Size (ES) 0,4-0,8 mm
Uniformity Coeficient <2 , kurang lebih 1,5
16. Kerikil Filter (optional bila
tidak pakai nozzle)
Paling atas (lapis 1) 0,4 – 0,6 mm dengan kedalaman 5cm
Lapis 2 1,5 - 2,0 mm dengan kedalaman 5cm
Lapis 3 5 – 8 mm dengan kedalaman 5 cm
Paling bawah (Lapis 4) 15 – 25 mm dengan kedalaman 5 cm
5.1. Umum
5.2. Chlorinasi
Chlor adalah zat kimia dasar pembentuk chlorine yang digunakan dalam
proses chlorinasi. Secara fisik Chlor bewarna hijau kekuning-kuningan,
bersifat beracun dan memiliki berat yang lebih besar dibanding air.
Dalam bentuk cair, sejumlah Chlor dapat menguap menjadi gas dengan
volume 450 kali lebih besar dari volume cairnya.
Chlor yang terdapat dalam air dalam bentuk asam hipoklorit dan ion
hipoklorit didefinisikan sebagai chlor bebas dalam air.
Chlor didalam air bereaksi dengan amonia membentuk chloramines,
seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut.
Produk dari reaksi di atas sangat tergantung dari pH, suhu waktu dan
perbandingan kandungan chlor awal terhadap amonia. Monochloramine
dan dichloramine terbentuk pada pH antara 4,5 dan 8,5. Pada pH di
atas 8,5 umumnya hanya terbentuk monochloramine, tetapi pada pH
dibawah 4,4 terbentuk trichloramine. Penggabungan antara chlor yang
ada dalam air dengan Nitrogen Amonia atau Nitrogen Organik
didefinisikan sebagai penggabungan dari Chlor tersedia.
Dari grafik terlihat bahwa titik yang menghasilkan sisa chlor yang paling
kecil merupakan titik yang mempunyai daya pengikat chlor paling tinggi.
Grafik pembubuhan chlor ini berguna untuk mendapatkan dosis chlor
yang paling optimal.
an
hk
bu
bu
di
Residual Chlor
yg
or
hl
C
is
os
Daya Pengikat
D
Chlor
Residual bebas
Dosis Chlor
Gambar 5.1.
Grafik Pembubuhan Chlor
Bak 1
Bak 2
Penguras
Gambar 5.2.
Pembubuhan klor secara gravitasi
Membran Karet
Regulator
Gambar 5.3.
Pembubuhan Kaporit Proporsional
6.1. Umum
Selain perencanaan dari unit atau fungsi utama, suatu pengolahan air
juga perlu dilengkapi dengan perencanaan bangunan penunjang
seperti:
• Rumah Genset
• Ruang Pembubuh Bahan Kimia
• Gudang Kimia
• Ruang Panel dan Ruang Kontrol
• Rumah jaga dan kantor
Team Leader/
Teknik Lingkungan
Civil Engineer
Mekanikal- Arsitek/
Elektrikal Civil Engineer
Tenaga Pendukung:
•Draftman
•Surveyor
•dll
Gambar 6.1.
Struktur Organisasi Pelaksanaan
Perencanaan Instalasi Pengolahan Air
Debit?
Perencanaan
Kualitas Landscape &
Air Baku? Bangunan
Penunjang
Perencanaan
Dimensi Unit-unit Perencanaan
Pengolahan Air Struktur
Perencanaan
Gambar 6.2. Mekanikal &
Tahapan Perencanaan Pengolahan Air Elektrikal
Kriteria perencanaan disesuaikan dengan kualitas air yang ada pada air
baku. Untuk air baku yang berasal dari sumber air permukaan, seperti
telah dibahas pada bab sebelumnya, terdiri dari :
• Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi
• Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang rendah sampai
sedang
• Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang sifatnya temporer
• Air permukaan dengan kandungan warna yang sedang sampai
tinggi.
• Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah.
Masing masing jenis air ini diolah melalui unit-unit pengolahan dengan
kriteria tertentu. Adapun jenis dan parameter operasional utama dari
unit-unit pengolahan tersebut meliputi :
1. Prasedimentasi
Parameter operasional dari unit prasedimentasi yang menjadi
kriteria utama untuk kegiatan perencanaan antara lain:
• Lamanya pengendapan atau waktu detensi (td)
• Loading Rate atau beban permukaan (m/jam)
2. Koagulasi
Parameter operasional dari unit koagulasi yang menjadi kriteria
utama untuk perencanaan antara lain:
• Dosis Bahan Kimia Koagulan (C)
• Gradien pengadukan (G)
• Lamanya pengadukan atau waktu detensi (td)
• Bilangan Reynold (Nre)
3. Flokulasi
Parameter operasional dari unit flokulasi yang menjadi kriteria utama
untuk perencanaan antara lain:
• Gradien pengadukan (G)
• Lamanya pengadukan atau waktu detensi (td)
• Bilangan Reynold (Nre)
5. Filtrasi
Parameter operasional dari unit filtrasi yang menjadi kriteria utama
perencanaan antara lain:
• Kriteria butiran media penyaring
• Loading Rate atau beban permukaan (m/jam)
• Head atau tekanan filtrasi (m)
6. Desinfeksi
Parameter operasional dari kegiatan desinfeksi yang menjadi kriteria
dalam perencanaan pengolahan air adalah:
• Dosis bahan kimia desinfektan (C)
• Lamanya kontak atau waktu detensi (td)
Rangkaian proses pengolahan secara diagramatis dapat dilihat seperti
pada gambar 6.3.
B Unit Pengolahan
1 Prasedimentasi
- Surface Loading 2-12 m/jam 2-12 m/jam
- Waktu detensi (1-3) jam (1-3) jam
- Kedalaman Bak (1-3) m (1-3) m
- Kondisi Aliran NRe<2000 NRe<2000
2 Koagulasi
- Dosing Koagulan
- Alum (Al3S04) 25-40 ppm 25-40 ppm 25-40 ppm 25-40 ppm
- PAC 5-10 ppm 5-10 ppm 5-10 ppm 5-10 ppm
- Kapasitas Perencanaan Qmaks harian Qmaks harian Qmaks harian
- Gradien Kecepatan 200-1000 (1/dt) 400-1000 (1/dt) 1000-
2000(1/dt)
- Kondisi Aliran Nre>10000 Nre>10000 NRe>10000
- Waktu Kontak Gxtd 10^4-10^6 10^4-10^6 10^4-10^6
- Mixer type impeler
- td = (1-3) menit (1-3) menit (1-3) menit
- G= 250-1000 (1/dt) 250-1000 (1/dt) 500-2000 (1/dt)
- Mixer type Statik
- td = <1 menit <1 menit <1 menit
3 3 3
- G= (2-30)10 1/dt) (2-30)10 1/dt) (4-30)10 1/dt))
3 Flokulasi
- Kap. Perencanaan Qmaks harian Qmaks harian Qmaks harian
- Gradien Kecepatan 10-100 ( 1 /dt) 10-100 ( 1 /dt) 10-100 (1/dt)
- Kondisi Aliran NRe>10000 NRe>10000 NRe>10000
- Waktu Kontak td 8 - 12 menit 8 - 12 menit 10 - 15 menit
4 Bak Sedimentasi
- Kap. Perencanaan Qmaks harian Qmaks harian Qmaks harian
- Surface Loading (Plate ) 4-5 m/jam 5-8 m/jam 4-5 m/jam
- Surface Loading (Plain ) 0,5-1 m/jam 1-3 m/jam 0,5-1 m/jam
- Waktu detensi (Plate) (0,5-1) jam (0,25-1) jam (0,5-1) jam
Diketahui :
Akan direncanakan sebuah pengolahan air untuk dapat mengolah air
dengan kekeruhan sampai 400 NTU dan warna sampai 50 PtCo. Debit
pengolahan adalah 25 L/dt.
Ditanya :
Hitung dimensi unit unit pengolahan air.
Jawab :
Debit air adalah 25 L/dt atau 90 m3/jam.
Tabel 6.6.
Perencanaan dan perhitungan pengadukan
No Uraian Satuan Besaran
1. Waktu detensi Menit 10
2. Gradien Hidrolik 1/detik G
-Tahap 1 Detik 131
-Tahap 2 Detik 33
-Tahap 3 Detik 19
Total Detik
3. Diameter (d) M 0.4
4. Porositas (e) 0.4
3
5. Massa jenis air (ρa) ton/m 2.8
3
6. Massa jenis butir (ρs) ton/m 1
Tingkat porositas (ψ) 1.4
7. Slope hidrolis (∆H/L) 2.2
8. Tinggi pasir M 0.2
Headloss M 0.44
Huisman. Sedimentation , Filtration Trough Solid Bed. TH. Delf, 1988. Comment:
Riwayat Hidup
Pengalaman Mengajar:
Penulis pernah mengajar di Teknik Sipil UI dan ISTN dari tahun
1987 sampai dengan tahun 1990 untuk mata kuliah Perencanaan
Pengolahan Air Bersih dan Perencanaan Sistem Distribusi Air
Bersih. Kemudian tahun 1995 sampai tahun 1996 mengajar di
Fakultas Ekonomi Trisakti untuk mata Kuliah Teknik Proyeksi
Bisnis. Dan hingga sekarang Penulis aktif mengajar di Institut
Teknologi Aditiawarman Bandung untuk mata kuliah Ekonomi
Lingkungan.
Pengalaman Profesional:
• Dari Tahun 1985 sampai Tahun 1987 Penulis bekerja di PT.
Firtasari Cendekia sebagai asisten Perencana,
• Dari Tahun 1987 sampai Tahun 1990 di PT. Infratama Yakti
sebagai Perencana.
• Dari Tahun 1991 sampai Tahun 1994 di PT. Perencana Djaja
sebagai Team Leader.
• Dari Tahun 1994 sampai sekarang di PT. Ekamitra Sugitama
sebagai Direktur Utama.