Anda di halaman 1dari 38

b.

Manfaat Praktis

Penulis diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang

berkepentingan diantaranya adalah :

1. Bagi Peneliti

Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambha

wawasan terutama da

Pengaruh Income Smoothing, Firm Size, dan Financial

Laverage terhadap

2. Bagi Perusahaan

Dapat menjadi informasi dan masukan positif agar perusahaan

bisa lebih maju lagi.

3. Bagi Pihak Lain

Penulis diharapka dapat member referensi, ide, penambahan

wawasan serta pengetahuan bagi pembaca, untuk mahasiswa,

maupun kalangan pihak lain yang ingin melakukan penelitian

dengan permasalahn yang sama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan

dan acuan. Selain itu untuk menghindari adanya kesamaan dengan

penelitian ini. Dengan ini penulis mencantumkan hasil penelitian terdahulu

sebagai berikut :

1. Rachman, J. N., Norisanti, N., & Samsudin, A. (2022). Dengan judul

moothing, Firm Size, Dan Financial Leverage,

Terhadap Company Performance. COSTING: Journal of Economic,

Business and Accounting, 5(2), 981-992.

Variabel X : income smoothing, firm size, financial leverage

Variabel Y : Company Performance

Hasil :

a. Terdapat pengaruh income smoothing secara positif dan signifikan

terhadap company performance.

b. Terdapat pengaruh dari Firm Size secara positif dan signifikan terhadap

company performance.

c. Tidak terdapat pengaruh dari financial leverage secara negatif dan

signifikan terhadap company performance.

d. Adanya pengaruh secara simultan variabel independen income smoothing,

firm size, dan financial leverage terhadap company performan.


Persamaan :

a. Peneliti menggunakan variabel independen Income Smoothing , Firm

Size, dan Financial Leverage

b. Peneliti menggunkan variabel dependen Company Performance

c. Menggunakan uji asumsi klasik, regresi linier berganda, uji hipotesis

secara parsial (Uji T), uji hipotesis secara simultan (Uji F), dan uji

hipotesis koefisien determinasi (R2)

Perbedaan :

a. Peneliti terdahulu menggunakan objek populasi pada perusahaan Sektor

industri barang konsumsi.

2. Owa, E., Purwanto, N., & Sari, A. R. (2019). Pengaruh

Income Smoothing, Firm Size, dan Financial Laverage Terhadap Nilai

Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) Periode 2016-2018 Jurnal Riset Mahasiswa

Akuntansi, 7(2).

Variabel X: Pengaruh Profitabilitas terhadap Income smoothing

Variabel Y : Nilai Perusahaan

Hasil :

a. Terdapat pengaruh secara Simultan pada variabel Profitabilitas,

Leverage, dan Income Smoothing terhadap Nilai Perusahaan pada


Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

Periode 2016 2018.

b. Terdapat pengaruh secara Parsial pada variabel Profitabilitas, Leverage,

dan Income Smoothing terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2016

2018.

Persamaan :

a. Peneliti terdahulu menggunakan Variabel independen Leverage dan

Income Smoothing

b. Pada variabel dependen dilihat dari rasio Price Book Value (PBV)

c. Menggunakan uji asumsi klasik, regresi linier berganda, uji hipotesis

secara parsial (Uji T), uji hipotesis secara simultan (Uji F), dan uji

hipotesis koefisien determinasi (R2)

Perbedaan :

a. Peneliti terdahulu menggunakan objek populasi pada perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

b. Tidak menggunakan variabel dependen Company Performance

c. Peneliti tidak mencantumkan profil perusahaan yang diteliti.

3. ESOP, leverage, and ukuran

perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan di bursa efek

Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, 15(1), 28-41

Variabel X : ESOP, Leverage, Ukuran perusahaan


Variabel Y : Kinerja Keuangan

Hasil :

a. Terdapat pengaruh negatif Financial leverage terhadap kinerja

perusahaan.

b. Terdapat pengaruh negatif Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja

Perusahaan.

Persamaan :

a. Peneliti terdahulu menggunakan variabel independen Leverage dan

Ukuran Perusahaan

b. Menggunakan uji asumsi klasik, regresi linier berganda, uji hipotesis

secara parsial (Uji T), uji hipotesis secara simultan (Uji F), dan uji

hipotesis koefisien determinasi (R2)

Perbedaan :

a. Menggunakan objek penelitian perusahaan yang terdafatar di Bursa Efek

Indonesia.

b. Tidak dicantumkan perusahaan yang diteliti

c. Pengukuran variabel Independen penggunakan rasio ROE, NPM, dan

ESOP

4.

kepemilikan manajerial dan manajemen laba terhadap kinerja perusahaan


Owner: Riset Dan Jurnal Akuntansi, 1(1).

Variabel X : Ukuran Perusahaan, Struktur Kepemilikan, menejerial, dan

manajemen laba

Variabel Y : Kinerja Perusahaan

Hasil :

a. Tidak adanya pengaruh secara simultan Ukuran Perusahaan dan

Manajemen Laba terhadap Kinerja Perusahaan.

b. Tidak adanya pengaruh secara parsial Ukuran Perusahaan dan

Manajemen Laba terhadap Kinerja Perusahaan.

Persamaan :

a. Menggunakan Variabel independen ukuran perusahaan dan manajemen

laba

b. Menggunakan Variabel dependen kinerja perusahaan

c. Peneliti terdahulu menggunakan objek perusahaan Subsektor Property

dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

d. Menggunakan uji asumsi klasik, regresi linier berganda, uji hipotesis

secara parsial (Uji T), uji hipotesis secara simultan (Uji F), dan uji

hipotesis koefisien determinasi (R2)

Perbedaan :
Dalam penelitian terdahulu tidak dicantumkan profil perusahaan dengan

lengkap.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Manajemen Keuangan

2.2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan

Dalam sebuah perusahaan pasti tidak terlepas dengan pemasukan

dana, pengeluaran dana, atau kegiatan keuangan, yang hasil akhirnya

disajikan dalam penyajian laporan tahunan, manajemen keuangan

merupakan masalah penting dari sudut pandang perencanaan perusahaan.

(Anggita Dwi Rahmatika et al., 2020), pengendalian dan penyimpanan

aset perusahaan kemudian dialokasikan seefisien mungkin untuk

memaksimalkan keuntungan. Manajemen keuangan yang tepat dan baik

sangat diperlukan oleh perusahaan agar keuangan perusahaan dapat

diatur atau dikelola dengan tepat, perusahaan juga dapat menerapkan

strategi yang tepat untuk menekan biaya dan resiko agar harapan dan

target perusahaan tercapai dengan baik (Pratiwi et al., 2020). Beberapa

pendapat para ahli mengenai pengertian manajemen keuangan adalah

sebagai berikut :

KD Wilson (2020:1) menjelaskan bahwa konsep manajemen

keuangan terutama melibatkan mengenai uang dan menggunakannya

secara efektif untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham.


Menurut Irham Fahmi (2018:2) menyatakan bahwa manajemen

keuangan adalah kombinasi ilmu dan seni yang mempertimbangkan,

mengkaji dan menganalisis bagaimana seorang manajer keuangan

menggunakan semua sumber daya perusahaan untuk menemukan,

mengelola dan mengalokasikan dana dengan tujuan menghasilkan

keuntungan atau kekayaan bagi pemegang saham dan sustainability

(keberlanjutan) usaha bagi perusahaan.

Konsep pengelolaan keuangan dapat diartikan sebagai pengelolaan

dana, yang mengacu pada efisiensi alokasi dana dalam berbagai bentuk

investasi serta upaya penghimpunan dana untuk membiayai investasi

atau konsumsi yang efisien. Pelaksana dari manajemen keuangan adalah

manajer keuangan. Meskipun tugas manajer keuangan mungkin tidak

sama di semua organisasi, namun tugas utama manajer keuangan pada

dasarnya adalah merencanakan, mencari dan menggunakan berbagai

peluang untuk memaksimalkan efisiensi (utilitas) operasi perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen keuangan adalah

aktifitas seorang manajemen tentang perencanaan atau analisis untuk

mengetahui kondisi keuangan perusahaan, manajemen bisnis yang

efesien akan berkaitan dengan manajemen keuangan yang efesien.


2.2.1.2 Fungsi Manajemen keuangan

Menurut Andri Feriyanto dan Endang Shyta Triana (2017:13)

terdapat beberapa fungsi manajemen yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan (Planning)

Proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk

mencapai tujuan tersebut, dan membuat rencana kerja organisasi.

Pada dasarnya perencanaan berarti memberikan jawaban atas

pertanyaan apa (what), mengapa (why) dan bagaimana (how). Oleh

karena itu, perencanaan adalah tugas seorang manajer, yang

berkaitan dengan pemilihan kegiatan dan definisi tujuan, kebijakan

dan program yang akan dilaksanakan.

b. Organisasi (Organizing)

Seluruh proses pengelompokan orang, alat, tugas, tanggung jawab

dan wewenang sedemikian rupa untuk menghasilkan suatu

organisasi yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan.

c. Penggerakan (Actuating)

Suatu kegiatan yang memastikan bahwa semua anggota kelompok

berusaha untuk mencapai sesuatu melalui perencanaan manajemen

dan upaya organisasi. Dengan cara yang sama, aktivasi yang

membuat orang menginginkan kerjasama atau sadar untuk secara

efektif mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini yang

dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership). Namun, menarik


orang untuk bekerja tidaklah mudah. Manajer harus memiliki

kemampuan dan seni untuk menggerakan mereka. Keterampilan

dan kemampuan ini yang disebut kepemimpinan (leadership).

d. Pengawasan (Controlling)

Kontrol merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah

perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan. Sebagai salah

satu fungsi manajemen, mekanisme pengendalian internal

organisasi sangat diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau

program tanpa adanya sistem pengawasan yang baik dan

berkesinambungan jelas akan mengakibatkan tidak tercapainya

tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

2.2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan

Dalam bisnis, maksimalisasi keuntungan seringkali merupakan

tujuan yang tepat untuk dikejar. Secara tradisional, tujuan bisnis adalah

untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, atau untuk

mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Menurut Irham Fahmi (2017:4) Tujuan dari manajemen keuangan

adalah untuk menikngkatkan nilai perusahaan, menjaga stabilitas

keuangan di bawah kendali setiap saat dan menekan risiko perusahaan

sekarang dan di masa depan.

Menurut Dian Wijayanto (2018:233), Tujuan dari manajemen

keuangan adalah memaksimalkan kekayaan dan keuntungan.


Maksimalisasi keuntungan sering disebut sebagai pendekatan tradisional

dan sempit untuk tujuan manajemen keuangan. Tujuan utama dari setiap

bisnis adalah untuk menghasilkan keuntungan. Laba menunjukkan

efisiensi dan efektivitas perusahaan.

Tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan

kekayaan pemilik atau pemegang saham perusahaan. Dengan kata lain,

tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai

perusahaan.

2.2.2 Income Smoothing

2.2.2.1 Pengertian Income Smoothing

Income smoothing (perataan laba) merupakan suatu tindakan

dimana manajer secara sengaja mengurangi fluktuasi laba yang

dilaporkan agar mencapai tingkat laba yang diinginkan. Income

smoothing (perataan laba) merupakan salah satu bentuk dari

manajemen laba. Seperti halnya manajemen laba, konsep perataan laba

didasarkan pada teori keagenan, yang mengasumsikan bahwa prinsipal

(pemilik) dan agen (manajemen) tertarik untuk memaksimalkan utilitas

informasi yang tersedia bagi mereka, sehingga menciptakan konflik

yaitu adanya asimetri informasi. (Budiasih, 2017: 45).

Income Smoothing diterapkan jika perusahaan tidak mencapai

target yang diharapkan, tetapi jika laba yang dihasilkan tidak

menyimpang jauh dari target, maka kebijakan pemerataan pendapatan


tidak diterapkan. Income smoothing adalah langkah-langkah yang

dipilih oleh manajer perusahaan untuk menyusun laporan keuangan

agar perusahaan tampak kuat, stabil, dan berfungsi dengan baik tanpa

fluktuasi laba yang berlebihan.

Menurut Fatimah et al (2018)

pendapatan dari tahun tahun yang tinggi ke periode tahun yang kurang

tindakan yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan market

return

manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang

Dari sini dapat disimpulkan bahwa perataan laba berarti

mengurangi atau meningkatkan laba dalam satu periode sesuai dengan

tujuan perusahaan untuk mengurangi fluktuasi laba.

2.2.2.2 Tipe Income Smoothing

Menurut penelitian Eckel (1981) dalam Imam (2018:17) yang

berarti bahwa kebijakan pemerataan pendapatan dibagi menjadi dua

jenis : naturally smooth dan designed smoothing berikut penjelasan :

1. Naturally smooth (Perataan secara alami)


Pemerataan ini mempengaruhi sifat dari proses pemerataan

keuntungan itu sendiri, menciptakan aliran keuntungan yang stabil

dimana aliran keuntungan yang ada didistribusikan secara merata

tanpa campur tangan. Intentional atau designed smoothing

(Perataan yang disengaja) Perataan ini dikenal juga dengan

designed smoothing, perataan ini berbeda dengan naturally

smoothing yang terjadi secara alami. Pada designed smoothing,

perataan yang terjadi diakibatkan adanya intervensi atau campur

tangan dari pihak lain. Unsur-unsur laporan keuangan yang dapat

dijadikan sebagai sasaran dalam praktik perataan laba tipe designed

smoothing yaitu :

a. Unsur penjualan

Unsur penjualan bisa menjadi sasaran untuk melakukan

perataan laba meliputi : pembuatan faktur, yang diakui

sebagai penjualan periode sekarang meskipun sebenarnya

merupakan penjualan pada masa mendatang, pembuatan

pesanan atau penjualan fiktif., dan melakukan Downgrading

(penurunan produk), mengklasifikasikan produk yang tidak

rusak sebagai produk yang rusak dan melaporkan harga yang

lebih rendah dari harga sebenarnya.

b. Unsur Biaya

Elemen biaya juga dapat dikenakan praktik manajemen

perataan laba, meliputi : memecah-mecah faktur, faktur


pembelian dijadikan beberapa faktur dengan tanggal yang

berbeda dan dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi,

mencatat prepayment (biaya dibayar dimuka sebagai biaya)

dengan mengakui suatu biaya di bayar dimuka untuk tahun

depan sebagai biaya dalam tahun yang bersangkutan.

Tipe income smoothing yang digunakan para manajer

pastinya disesuaikan dengan kebutuhan perusahan dan disesuaikan

dengan strategi manajer masing-masing, karena manajer yang lebih

mengetahui kelemahan dan kekuatan perusahaan itu sendiri. Secara

singkat dapat disimpulkan Naturally smooth adalah laba yang

terjadi secara natural sedangkan Intentional atau designed

smoothing adalah keuntungan yang diambil manajemen sebagai

keputusan untuk mengurangi variabilitas hasil sesuai dengan tujuan

yang diinginkan. Intentional atau designed smoothing sangat

merugikan pihak pihak berkepentingan karena informasi laba hasil

manipulasi, untuk mengetahui perusahaan melakukan designed

smoothing perlu dilakukan audit ulang oleh organisasi atau badan

yang profesional, sehingga calon investor harus lebih berhati-hati

atas laba yang disajikan dalam laporan keuangan karena bisa jadi

laba yang rata menggunakan tipe designed smoothing.


2.2.2.3 Dimensi Income Smoothing

Dimensi perataan pada dasarnya adalah cara atau alat yang

digunakan untuk menyelesaikan perataan angka pendapatan. Menurut

Andriani (2017) berbagai cara yang digunakan dalam perataan laba

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan

transaksi melalui kebijakan manajemen itu sendiri (accrual).

Misalnya: biaya riset dan pengembangan. Selain itu, banyak

perusahaan juga menerapkan kebijakan diskon dan kredit yang

dapat menyebabkan peningkatan piutang dan penjualan pada

akhir bulan terakhir setiap kuartal, membuat laba stabil selama

periode waktu tertentu.

2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu.

Manajer memiliki wewenang untuk mengalokasikan

pendapatan atau pengeluaran selama suatu periode. Misalnya,

jika penjualan meningkat, manajemen dapat membebankan

biaya penelitian dan pengembangan dan menghapuskan

goodwill selama periode tersebut untuk menstabilkan laba.

3. Perataan melalui klasifikasi.

Manajemen perusahaan memiliki wewenang dan kebijakan

sendiri untuk mengklasifikasikan pendapatan ke dalam kategori

yang berbeda. Misalnya, jika pendapatan operasional sulit

ditentukan, menejer dapat mengklasifikasikan item tersebut


sebagai pendapatan operasional atau pendapatan nonperasional.

Dalam hal ini, dapat digunakan kapan saja untuk menyamakan

keuntungan, sehingga dapat melihat situasi pendapatan untuk

periode tersebut.

2.2.2.4 Indikator Income Smoothing

Menurut Eckel (1981) Indeks Eckel Indikator yang digunakan

untuk membedakan antara perusahaan yang melakukan perataan laba

dan yang tidak melakukan perataan laba. Model eckel (1981) telah

digunakan oleh beberapa penelitian terdahulu. Rumus indeks eckel

sebagai berikut:

Keterangan :

CV : Koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dibagi dengan

nilai yang diharapkan

Dimana

Keterangan :
-rata perubahan laba

n = Banyaknya tahun diamati

Keterangan :

-rata perubahan penjualan (S)

n = Banyaknya tahun diamati

perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba (Andalawestyas &

Ariyati, 2019).

2.2.3 Firm Size

2.2.3.1 Pengertian Firm Size

Setiap perusahaan dapat dihitung dalam kategori perusahaan

besar,sedang, kecil, atau mikro salah satunya melalui besarnya total aktiva

perusahaan. Menurut Jogiyanto (2018:685) mengatakan bahwa "ukuran

perusahaan adalah ukuran perusahaan yang dapat diukur dengan nilai total

aset atau omset atau nilai modal saham." Perusahaan yang tergolong besar
memiliki keunggulan dibandingkan perusahaan yang tergolong kecil.

Perusahaan besar yang ditandai dengan tingkat asset yang besar lebih

mudah memperoleh dana dari pasar modal, dan pandangan dalam hal

return yang diperoleh investor lebih banyak dan juga menghasilkan laba

lebih tinggi. Perusahaan besar lebih memperhatikan pihak eksternal dalam

operasionalnya, sehingga perusahaan lebih cermat menjaga laporan

keuangannya.

Bukan hanya memiliki peluang lebih besar untuk mendapat sumber

pendanaan dari investor, perusahaan besar juga lebih mudah untuk

mendapatkan pinjaman dana melalui kreditor, karena perusahaan dengan

ukuran besar memiliki image yang cukup baik atas pengembalian dana

baik terhadap investor maupun kreditor, sehingga perusahaan dengan

ukuran besar memiliki kesempatan lebih besar untuk memenangkan

persaingan atau bertahan dalam industri. Menurut hasil penelitian (Susanty

& Bastian, 2017) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap

return saham. Semakin besar perusahaan, semakin besar keuntungan bagi

investor, sehingga investor memperhatikan ukuran perusahaan.

Perusahaan dengan asset besar memberikan pandangan bahwa

tingkat pertumbuhan perusahaan lebih besar dan berdampak pada besarnya

tingkat (return) perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan

pendanaan dan kepercayaan investor. Menurut penelitian (Selviana &

Badjra, 2018) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap

keputusan keuangan, yaitu semakin besar perusahaan maka semakin besar


pinjaman yang dibutuhkan, untuk kebutuhan tersebut perusahaan

membutuhkan pembiayaan dari luar, misalnya hutang. Perbedaan antara

perusahaan besar dengan perusahaan kecil juga terlihat dari tingkat return

saham, tingkat return perusahaan besar lebih besar dibandingkan

perusahaan kecil, karena tingkat pertumbuhan perusahaan besar relatif

lebih besar dibanding perusahaan kecil.

2.2.3.2 Klasifikasi Firm Size

Klasifikasi Ukuran Perusahaan (Size Firm) menurut UU No. 20

Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan menjadi empat

kategori, klasifikasi ukuran perusahaan didasarkan pada jumlah total aset

yang dimiliki, dan omset tahunan perusahaan tersebut terbagi menjadi

empat kategori diantaranya usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah,

dan usaha besar.

Dapat disimpulkan isi dari UU No. 20 Tahun 2008 ada empat

klasifikasi diantaranya:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan

/atau badan usaha perorangan total asetnya maksimal 50 juta tidak

termasuk aset tanah dan bangunan, dan pendapatan atau penjualan

tahunan sebesar maksimal 300 juta

2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha, aset yang

dimiliki usaha kecil yaitu lebih dari 50 juta sampai 500 juta tidak
termasuk aset tanah dan bangunan, dan pendapatan atau penjualan

tahunannya lebih dari 300 juta sampai dengan 2,5 Milyar.

3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha

yang aset dimilikinya yaitu lebih dari 500 juta sampai dengan 10

milyar, tidak termasuk aset tanah dan bangunan, dan pendapatan

atau penjualan tahunannya lebih dari 2,5 milyar sampai dengan 50

milyar.

4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh

baduan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan lebih besar dari usaha menengah, aset yang dimiliki lebih

dari 10 milyar tidak termasuk aset tanah dan bangunan, dan

penjualan tahunannya lebih dari 50 milyar, meliputi usaha nasional

milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang

melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Table 1.2 Kriteria Ukuran Perusahaan menurut UU

Kriteria

Aset (tidak
Ukuran
termasuk tanah Penjualan
Perusahan
dan bangunan Tahunan

tempat usaha

Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta

Usaha Kecil 50 500 juta 300 juta 2,5


Milyar

Usaha 500 juta 10 2,5 Milyar 50

Menengah milyar Milyar

Usaha Besar 10 milyar 50 Milyar

Sumber : UU No 20 Tahun 2008 Pasal 1

2.2.3.3 Dimensi Firm Size

Menurut Jogiyanto (2017:685) dimensi ukuran perusahaan antara

lain :

1. Total asset, terdiri dari asset lancar dan asset tetap, semakin tinggi

jumlah asset yang dimiliki perusahaan maka perusahaan tersemut

dikategorikan perusahaan besar.

2. Total penjualan, hasil dari kegiatan operasional yang telah

dijalankan perusahaan dalam satu periode, meliputi penjualan tunai

maupun penjualan secara kredit.

3. Nilai ekuitas, nilai ekuitas harus lebih besar dibanding dengan nilai

liabilitas atau jumlah kewajibannya.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur

ukuran perusahaan tidak hanya dilihat dari tinggi rendahnya total asset,

namun dapat dilihat dimensi lainnya.

2.2.3.4 Indikator Firm Size


Perusahaan besar atau kecil dapat diukur dengan total aktiva

perusahaan, jika total aktiva prusahaan tinggi maka perusahaan tersebut

dikatakan perusahaan besar, beberapa ahli berpendapat sebagai berikut

Menurut Jogiyanto (2019 dari ukuran

perusahaan menggunakan logaritma naturan total aset seperti dibawah ini

Saat menentukan ukuran perusahaan, maka dapat disimpulkan

bahwa metrik jumlah total banyak digunakan, jika jumlah total neraca

besar, maka perusahaan tersebut termasuk dalam kategori perusahaan

besar dan sebaliknya. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan

logaritma natural dari total aset suatu perusahaan dimensi lain karena

didasarkan pada pemikiran bahwa total aset merupakan sumber kekayaan

yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya.

2.2.4 Financial Leverage

2.2.4.1 Pengertian Financial Leverage

Sumber pendanaan perusahaan dapat melalui modal sendiri,

investor atau kreditor, dalam memilih pendanaan tersebut harus

menggunakan perhitungan yang matang, dalam hal ini financial

leverage juga salah satu hal yang menjadi perhatian investor dan

pemberi pinjaman karena mengindikasikan risiko di masa depan.


adalah rasio yang menggambarkan seberapa banyak hutang perusahaan

digunakan dalam modal perusahaan

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan financial leverage adalah

alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar suatu perusahaan

dibiayai dengan hutang dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajiban tetapnya. Hutang yang besar tidak hanya menghilangkan

kepercayaan kreditur untuk meminjamkan uang, tetapi juga mengurangi

minat calon investor untuk menanamkan modalnya, karena membayar

hutang tepat waktu mengharuskan perusahaan mengalokasikan dana

sekaligus menyimpan keuntungan. Besarnya tingkat hutang perusahaan,

akan mengurangi tingkat deviden, menurut hasil penelitian (Latibo,

2019) bahwa financial leverage berpengaruh signifikan terhadap

deviden payout ratio.

Perusahaan yang memiliki hutang, maka perusahaan wajib

membayar bunga, sehingga perusahaan harus memperoleh laba yang

lebih besar dari biaya bunganya. Oleh karena itu, analisis leverage

keuangan berfokus pada hasil setelah pajak yang dihasilkan dari

perubahan laba operasi, hasil penelitian mengungkapkan (Pratama,

2019) menunjukan financial leverage yang diproksikan dengan DER

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba.


2.2.4.2 Tujuan Financial Leverage

Pengertian yang sudah dipaparkan diatas semakin jelas bahwa

Financial leverage sangat penting di perhatikan oleh investor, sehingga

manajemen perusahaan harus berhati-hati.

Ada beberapa tujuan dan manfaat Financial leverage dalam

perusahaan yang jelaskan oleh Kasmir dalam bukunya yaitu :

Menurut Kasmir (2017:153), terdapat beberapa tujuan perusahaan

menggunakan financial leverage yaitu:

1. Untuk Memperjelas kedudukan perusahaan dalam hubungannya

dengan pihak lain (kreditur).

2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban tetap sehingga perusahaan dapat mengelola utangnya.

3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva dengan modal

4. Untuk memfasilitasi pengambilan keputusan tentang penggunaan

dana masa depan.

Pihak manajemen harus pandai mengatur angka financial leverage

agar mengetahui kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajibannya sehingga manajer keuangan dapat menerapkan

kebijakan yang tepat untuk menyeimbangkan modal.


2.2.4.3 Dimensi Financial Leverage

Menurut Kasmir (2016:155) terdapat beberapa dimensi atau cara

untuk mengukur besar kecilnya Leverage, yaitu:

Debt Ratio

Debt Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk

mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva,

artinya seberapa besar kekayaan atau asset perusahaan yang

dibiayai oleh utang

Debt to Asset Ratio =

Debt to Equity Ratio

Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk

menilai utang dengan ekuitas. Dengan kata lain, rasio ini

berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang

dijadikan untuk jaminan utang, semakin tingggi nilai Debt to

Equity Ratio semakin tinggi pula resiko perusahaan sulit

membayar utang yang dipinjam, pada intinya rasio ini dapat

menunjukan tentang kelayakan dan resiko keuangan perusahaan

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Debt to equity ratio =

Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER)

LTDtER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan

modal sendiri. Tujuannya adalah untuk menegtahui setiap rupiah


modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang. Long

Term Debt to Equity Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

LTDtER =

Time Interest Earned

Yaitu rasio untuk mengukur tingkat pendapatan mampu

membayar biaya bunga tahunannya, dengan menghitung jumlah

kali perolehan bunga atau times interest earned. Semakin tinggi

rasio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan akan mampu

membayar bunga pinjaman dan menjadi sarana untuk memperoleh

pinjaman baru dari kreditur.Times Interest Earned dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Time Interest Earned =

Fixed Charge Coverage (FCC)

Fixed charge coverage yaitu rasio yang dilakukan apabila

perusahaan memperoleh utang jangka panjang atau menyewa

aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract). Rasio ini untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar semua biaya

tetap dengan laba sebelum bunga dan pajak. Fixed charge

coverage dapat dirumuskan sebagai berikut:

FCC =
2.2.4.4 Indikator Financial Leverage

Untuk mengukur Financial Leverage mengginakan rasio leverage

yaitu debt to equity ratio

digunakan dalam mengukur financial leverage yaitu Debt to Equity

Ratio antara hutang

DER = x 100%

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan rumus debt to

equity ratio (DER) sebagai indikator financial leverage. Karena debt

equity to ratio (DER) rasio yang menunjukan perbandingan antara

seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas

perusahaan, sehingga dapat mengetahui jumlah dana yang disediakan

peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan dan mengetahui setiap

rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang perusahaan.

2.2.5 Company Performance

2.2.5.1 Pengertian Company Performance

Peningkatan kinerja juga harus dijaga oleh perusahaan agar situasi

perusahaan tetap stabil dan tidak mengalami kebangkrutan. (Firhan Dwi

Januar et al., 2020) Keefektivan dan keefesienan suatu perusahaan akan

menggambarkan kinerja keuangan perusahaan itu sendiri dalam


mencapai tujuannya, baik efektif dalam memilih langkah-langkah yang

tepat adan efesien mengatur pemasukan atau pengeluaran secara

optimal (Halimah et al., 2019). Company Performance (Kinerja

perusahaan) perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi untuk

mengetahui rencana yang diimplementasikan mampu meminimalisir

resiko permasalahan yang besar yang akan terjadi.

Informasi kinerja perusahaan menjadi perhatian bagi investor,

informasi kinerja perusahaan akan memutuskan keputusan investor

apakah investasi pada perusahaan tersebut akan dipertahankan atau

mengambil keputusan alternatif lain. Sehingga informasi kinerja

perusahaan akan memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki

kredibilitas yang baik dimata pihak eksternal terutama investor.

Dalam sebuah perusahaan, maksimalisasi keuntungan seringkali

menjadi tujuan yang tepat. Secara tradisional, tujuan bisnis adalah

untuk mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, atau untuk

mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Menurut Irham Fahmi (2018:4) Tujuan dari manajemen keuangan

adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan, menjaga stabilitas

keuangan tetap terkendali dan meminimalkan risiko perusahaan

sekarang dan di masa depan.

Menurut Dian Wijayanto (2017:233), tujuan manajemen keuangan

adalah memaksimalkan kekayaan dan keuntungan. Memaksimalkan

keuntungan sering disebut sebagai pendekatan tradisional dan sempit


dari tujuan manajemen keuangan. Setiap perusahaan memiliki tujuan

utama untuk mendapatkan keuntungan. Laba menunjukkan efisiensi dan

efektivitas perusahaan. Tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk

memaksimalkan kekayaan pemilik atau pemegang saham perusahaan.

Dengan kata lain, tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk

memaksimalkan nilai perusahaan. perusahaan digunakan untuk

mengevaluasi atau perbaikan diatas kegiatan operasional perusahaan

agar dapat bersaing dengan perusahaan lain.

Menurut Gitman (1994) (dalam Khoiriyah, 2018) Hal ini

menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mengukur hasil dari strategi

yang diterapkan perusahaan. Strategi untuk menghasilkan kinerja baik

untuk kegiatan pemasaran seperti volume penjualan, pangsa pasar dan

rasio pertumbuhan penjualan serta hasil keuangan menggunakan rasio

keuangan seperti rasio utang, rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan

efisiensi dan rasio penilaian.

Pengertian Kinerja Keuangan menurut Fahmi (2017 Kinerja

keuangan menggambarkan keberhasilan suatu perusahaan dalam

menjalankan berbagai fungsi yang dilakukan dalam berbagai kegiatan

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan

perusahaan dapat menggunakan rasio keuangan, rasio keuangan terbagi

beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut :


1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)

3. Rasio Aktifitas (Activity Ratio)

4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

5. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio)

6. Rasio Penilaian (Valuation Ratio)

Beberapa rasio keuangan tersebut memiliki tujuan, kegunaan, dan

arti yang berbeda yang dapat diinterprestasikan oleh pihak manajemen

perusahaan dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan

menetapkan kebijakan perusahaan.

Secara fundamental, menurut Tryfino (2009: 9) (dalam Mulia &

Nurdhiana, 2017), metode analisis fundamental yang cukup efektif

digunakan sehingga nantinya akan mempengaruhi harga saham, yaitu:

Price to Book Value (PBV), Earnings Per Share (EPS) dan Price

Earning Ratio (PER).

2.2.5.2 Dimensi Company Performance

Kinerja perusahaan (company performance) dapat diukur melalui

nilai harga saham di pasar, rasio ini merupakan tolak ukur yang

menghubungan antara harga pasar saham biasa dengan pendapatan

perusahaan dengan nilai buku saham tersebut, sehingga rasio ini

memberikan petunjuk kepada mnajemen perusahaan bagaimana para


investor menilai kinerja perusahaan dan prospek yang diperkirakan di

masa yang akan datang berdasarkan terbentuknya harga saham

perusahaan di pasar, yang merupakan refleksi penilaian oleh publik

terhadap kinerja keuangan perusahaan secara riil.

Adapun jenis-jenis pengukuran nilai perusahaan menurut Irham

Fahmi, (2018:138) adalah sebagai berikut:

1. Earning Per Share (EPS)

Earning Per share atau pendapatan per lembar saham adalah bentuk

pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang

saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. Dengan rumus :

EPS =

2. Price Earning Ratio (PER)

Price Earning ratio (rasio harga terhadap laba) adalah perbandingan

antara market price per share( harga pasar per lembar saham )

dengan earning per share (laba per lembar saham). Bagi para

investor semakin tinggi price earning ratio maka pertumbuhan laba

yang diharapkan juga mengalami kenaikan. Rumus Price Earning

ratio adalah :

PER =
3. Price Book Value (PBV)

Rasio ini menggambarkan seberapa besar nilai pasar terhadap

nilai buku saham suatu perusahaan. Rumus Price Book value

dinyatakan sebagai berikut :

PBV =

2.2.5.3 Indikator Company Performance

Nilai perusahaan dapat diukur dengan Price to Book Value (PBV)

yaitu perbandingan harga saham dengan nilai buku persaham (Brigham

dan Gapenski, 1996), PBV menggambarkan seberapa besar nilai pasar

terhadap nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasionya,

semakin yakin pasar terhadap prospek perusahaan. PBV juga

menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai

perusahaan yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan.

Untuk perusahaan-perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya

rasio ini mencapai diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar

saham lebih besar dari nilai bukunya. Semakin tinggi rasio PBV,

semakin tinggi nilai investor perusahaan relatif terhadap aset yang

ditanamkan di perusahaan. Rumus yang digunakan untuk mengukur

Price to Book Value (PBV) adalah sebagai berikut:


PBV =

Dimana :

Nilai Buku per Lembar BVPS =

Jika nilai PBV sebesar 1x, artinya harga saham sudah tumbuh

sebesar satu kali lipat dibandingkan kekayaan bersih suatu perusahaan.

Umumnya calon investor disarankan untuk mencari saham dengan PBV

yang rendah karena akan menunjukkan harga saham yang semakin

murah (Tiorifah Rahel Agustina, 2017).

2.2.6 Pengaruh Income Smoothing, Firm Size, dan Financial Leverage

terhadap Company Perfomance

Income Smoothing meningkatkan kinerja perusahaan yang optimal

dalam memperoleh laba sehingga dapat memberikan kepercayaan

investor dalam menanamkan modalnya, tindakan income smoothing

juga bukan hanya untuk menarik investor dan menguntungkan pihak

manajemen agar citra perusahaan semakin baik dimata pihak

eksternal baik itu investor, kreditur, dan masyarakat. Tapi juga posisi

manajerakan mendapatkan bonus karena dianggap berpresatasi dalam

meningkatkan kinerja perusahaan sehingga hal ini Income Smoothing


mempengaruhi Company Performance dengan indikator Price Book

Value (PBV) hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Owa(2019).

Firm Size merupakan cerminan total aset yang dimiliki oleh suatu

perusahaan. Ukuran Perusahaan sendiri di bagi menjadi dua kategori,

perusahaan berskala besar dan berskala kecil. Perusahaan yang

berskala besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sedang

bertumbuh sehinga mempengaruhi profitabilitas perusahaan, profit

yang meningkat cenderung akan menarik minat investor yang

kemudian akan menarik minat investor yang kemudian membuat

permintaan saham perusahaan meningkat, sehingga harga saham

perusahaan melambung tinggi yang nantinya juga akan berimbas

dengan tingginya nilai perusahaan. jadi ukuran perusahaan (Firm

Size) secara tidak langsung mempengaruhi nilai dan hasil perusahaan.

Peningkatan nilai perusahaan ditunjukkan dengan total aset

perusahaan yang mengalami peningkatan dan lebih besar dari total

hutang perusahaan. (Pratama dan Wiksuana, 2018).

Tingkat laba yang dapat menarik pihak eksternal terutama investor

adalah laba yang stabil dari tahun ke tahun karena berpengaruh pada

stabilnya terhadapa kebijakan dividen investor dan dapat

memudahkan dalam memprediksi laba yang akan diperoleh dimasa

yang akan datang. Laba yang relatif stabil meningkatkan minat

investor untuk menanamkan modalnya sehingga mempengaruhi harga


saham perusahaan. (Chen et al., 2017) ini membuat manajemen

perusahaan termotivasi untuk menjaga laporan keuangan agar terlihat

baik dan stabil di mata pihak eksternal yaitu investor dengan

melakukan Income Smoothing. Income Smoothing dilakukan dengan

sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan, yang

mengurangi risiko pasar saham suatu perusahaan, yang pada

gilirannya dapat meningkatkan harga saham. Pengertian perataan laba

adalah upaya sadar untuk meminimalkan fluktuasi tingkat pendapatan

yang dianggap normal bagi suatu bisnis.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur pengaruh

Income Smoothing, Firm Size, dan Financial Leverage terhadap Company

Performance. Manajemen keuangan sebagai grand theory pada penelitian

semua fungsi yang berkaitan dengan perencanaan, pengarahan,

pemantauan, pengorganisasian dan pengendalian sumber daya keuangan

perusahaan

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel independen yaitu Income

Smoothing, Firm Size, dan Financial Leverage dan satu variabel dependen

yaitu Company Performance.

Variabel independen yang pertama adalah income smoothing, yang

dapat didefinisikan sebagai menaikan atau menurunkan laba agar laba


terlihat stabil dari periode ke periode untuk mengurangi fluktuasi laba

berlebih, indikator income smoothing yaitu dengan indeks eckel.

Variabel independen yang kedua adalah firm size (ukuran

seberapa besar suatu organisasi yang berfungsi sebagai pemberi manfaat

firm size (ukuran perusahaan) menurut

Jogiyanto (2017:685) ada 3 dimensi yang biasa dipakai untuk menentukan

ukuran perusahaan yaitu total aset, total penjualan, dan nilai ekuitas.

Indikator yang digunakan penulis adalah total asset, sesuai yang disajikan

oleh beberapa ahli salah satunya menurut Menurut Jogiyanto (2017:685)

tuk menghitung ukuran perusahaan adalah logaritma total asset

firm size (ukuran

perusahaan) menggunakan logaritma dari total aktiva perusahaan, ukuran

perusahaan = Ln Total Aktiva.

Variabel independen yang ketiga adalah financial leverage,

Financial leverage adalah rasio

yang menggambarkan seberapa banyak hutang suatu perusahaan

digunakan dalam modal perusahaan

leverage yaitu menggunakan rasio leverage debt to equity, menghitung

hutang dengan modal pemilik perusahaan, jika hutang lebih besar dari

modal pemilik perusahaan, maka nilai financial leverage akan tinggi, dan

akan mengurangi kepercayaan investor dan kreditor akan modal yang


diinvestasikan atau yang dipinjamkan, khawatir perusahaan tidak dapat

menutupi hutang te rsebut dengan hasil yang diperoleh perusahaan.

Variabel dependen yang digunakan penulis pada penelitian ini

adalah company performance, menurut Irham Fahmi (2018 Hasil

keuangan merupakan gambaran keberhasilan perusahaan dalam

melakukan berbagai kegiatan

Nilai perusahaan dapat dijelaskan bahwa nilai perusahaan

merupakan kinerja perusahaan yang dikaitkan dengan harga saham atau

persepsi dari pihak eksternal terhadap perusahaan, jika nilai perusahaan

meningkat berdampak pula pada harga saham yang tinggi. Nilai

perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada

kinerja perusahaan saat ini namun juga prospek perusahaan di masa depan.

Indikator nilai perusahaan yaitu Price to Book Value (PBV). Dari

pemaparan diatas maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai

berikut :
INCOME SMOOTHING (X1)

Menurut Adriani (2017)

Perataan melalui waktu adanya kejadian

Perataan melalui alokasi

Perataan melalui kalsifikasi.

FIRM SIZE(X2)

Menurut Jogiyanto (2017:685)


COMPANY PERFORMANCE (Y)
Total Aset
Menurut Irham Fahmi (2018)
Total Penjualan

Nilai Ekuitas

FINANCIAL LEVERAGE (X3)

Menurut Kasmir (2016:155)

DAR

DER

LTDtER

Times Interest Earned

Fixed Charge Coverage

Anda mungkin juga menyukai