Anda di halaman 1dari 5

Ledakan Tambang Batubara Sawahlunto Tewaskan 10 Pekerja,

Kasus Berulang, Bagaimana Proses Penyelidikan?


oleh Vinolia [Sawahlunto] di 20 December 2022

• Ledakan di lubang tambang batubara PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa Salak,
Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, terulang lagi pada 9 Desember
lalu. Sebanyak 14 pekerja dilaporkan tertimbun, 10 ditemukan tewas, tiga luka-luka
dan satu orang kritis. Ledakan tambang ini diduga karena kandungan gas
metana tinggi.
• Hendri M Sidik, Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Sumbar Kementerian
Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui keterangan pers mengatakan,
tim mereka mulai menginvestigasi kejadian itu. Hingga kini, belum bisa
menyimpulkan penyebab ledakan karena investigasi belum selesai.
• Ledakan atau kecelakaan tambang batubara di Sawahlunto bukan sekali ini
terjadi. Sejak 2009, setidaknya ada lima kejadian menewaskan sedikitnya 51 orang.
Khusus PT NAL, merupakan kejadian kedua. Pada 26 Juli 2016, juga terjadi ledakan
di lubang tambang yang dipicu gas metana yang menewaskan tiga pekerja dan
dua orang luka-luka.
• Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar,
mengatakan, analisis Walhi menunjukkan, korban kecelakaan tambang itu berbanding
lurus dengan buruknya tata kelola tambang, tanpa memperhatikan keselamatan
manusia dan lingkungan hidup.

Tragedi ledakan di lubang tambang batubara terulang lagi. Pada Jumat (9/12/22) itu ledakan
terjadi di lubang tambang batubara PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa Salak, Kecamatan
Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Sebanyak 14 pekerja dilaporkan tertimbun, 10
ditemukan tewas, tiga luka-luka dan satu orang kritis. Ledakan tambang ini diduga karena
kandungan gas metana tinggi.
Octavianto, Kepala Seksi Operasional Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kelas A
Padang, mengatakan, ledakan terjadi pukul 08.30 berlokasi di persimpangan lubang tambang
di kedalaman sekitar 280 meter dari permukaan.

Petaka terjadi sekitar 10-15 menit setelah 14 petambang mulai bekerja. “Seluruh korban, 14
orang berhasil dievakuasi. Sepuluh orang meninggal dan empat selamat,” katanya.

Data Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Padang, identitas korban meninggal, yaitu
Budiaman (40), Kaspion (50), Nori Indra (35), Asmidi (43), Guntur (37), Samidi, Robi Zaldi,
Eri Mario, M Aljina (52), dan Budiman (43). Adapun korban selamat, Aris Munandar (19),
Baasyir (50), Prono (50), dan Turisman (43).

Saat proses evakuasi, kata Octavianto, tim SAR gabungan menemukan kandungan gas metana
(CH) di seluruh lorong meskipun kadar tidak sebanyak saat terjadi ledakan. Di dalam lubang,
ada pula gas berbahaya lain seperti hidrogen sulfida (HS).

Hendri M Sidik, Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Sumbar Kementerian Energi


Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui keterangan pers mengatakan, tim mereka mulai
menginvestigasi kejadian itu. Hingga kini, belum bisa menyimpulkan penyebab ledakan
karena investigasi belum selesai.
“Empat orang Tim Inspektur Tambang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang
dipimpin Koordinator Inspektur Tambang Sumatera Barat telah melakukan pemeriksaan awal,
koordinasi evakuasi korban, dan investigasi kejadian ledakan itu,” katanya.

Hendri bilang, kalau ada unsur kelalaian perusahaan akan diberi sanksi. “Kami adakan
evaluasi, baik terhadap kepala teknik tambang, pejabat pengawas, dan lain-lain.”

“Seluruh operasional di site PT Nusa Alam Lestari sudah dihentikan sementara, sampai hasil
investigasi kecelakaan tambang ditindaklanjuti, dan, atau kegiatan operasional dapat
dilaksanakan dengan aman.”Kegiatan tambang ini mengantongi izin usaha pertambangan
batubara yang keluar 6 Juli 2020.

Dian Firdaus, Kepala Teknik Tambang PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Padang mengklaim,
sebelum kejadian sudah menjalankan standar prosedur operasi. Pengawas operasional sekitar
pukul 07.30 mengecek keamanan lubang, mulai dari kandungan gas berbahaya, sistem
penyangga, hingga sistem ventilasi. Dia klaim, semua dalam kondisi aman.

Hasil pengecekan kondisi udara di lubang pada Jumat pagi itu antara lain kadar oksigen (O2)
20,09% atau normal (minimal 19,5%), kandungan karbon dioksida (CO2) 0%, metana (CH4)
0%, dan hidrogen sulfida (H2S) 0%. Detektor gas juga dipastikan berfungsi dan dikalibrasi
sekali enam bulan. Begitu pula sistem penyangga dan sistem transportasi juga aman.

Setelah dipastikan aman, kata Dian, pengawas mempersilakan pekerja masuk ke lubang. Ada
14 pekerja masuk dengan dua lori, yaitu lori pertama delapan orang dan kedua enam orang.
Berselang 10-15 menit kemudian terjadi ledakan di dalam tambang. Empat pekerja bisa keluar
menyelamatkan diri dengan lori pertama, sisanya, tertinggal.

“Kami bingung kenapa bisa terjadi (ledakan). Karena hasil pengukuran sebelumnya aman.
Sehari sebelumnya, 8 Desember, kondisi juga aman. Kami sedang investigasi mencari apa
penyebabnya,” kata Dian.

Di lokasi tambang batubara NAL, ada 21 bukaan pintu lubang tambang. Sejak kejadian itu,
semua operasional tambang setop sampai hasil investigasi selesai. Adapun perusahaan ini
mempekerjakan 342 karyawan.

Dwi Sulistyawan,Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar, mengatakan,


sejauh ini, polisi sudah memeriksa delapan saksi dalam insiden di perusahaan ini, termasuk
pekerja yang selamat.

Sejauh ini, katanya, belum ada indikasi kelalaian. Namun, kepala teknik tambang menjelaskan,
ledakan di dalam lubang kemungkinan terjadi karena ada pertemuan percikan api dan gas
metana. Di lokasi tambang itu, memang banyak gas metana.

“Kami sedang mengecek, sumber apinya dari mana. Apakah memang ada tindakan di luar SOP
atau ada kelalaian dari petugas tambang termasuk pegawainya,” kata Dwi seperti dikutip
dari Kompas.id.

Perkiraan sementara, kata Dwi, percikan api berasal dari alat tambang. Adapun gas metana
muncul belakangan, diperkirakan terjadi saat aktivitas pengambilan batubara sedang
berlangsung. “Kami akan jerat dengan sanksi pidana jika ditemukan unsur kelalaian,” ujar Dwi.
Lubang tambang Batubara yang meledak milik PT Nusa Alam Lestari (NAL) di Desa Salak,
Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

Berulang

Ledakan atau kecelakaan tambang batubara di Sawahlunto bukan sekali ini terjadi. Sejak 2009,
setidaknya ada lima kejadian menewaskan sedikitnya 51 orang. Data dari Kompas, Khusus
NAL, merupakan kejadian kedua. Pada 26 Juli 2016, juga terjadi ledakan di lubang tambang
yang dipicu gas metana yang menewaskan tiga pekerja dan dua orang luka-luka.

Selain NAL, ledakan atau kecelakaan tambang pernah terjadi di perusahaan lain. Pada 16 Juni
2009, lubang tambang batubara milik CV Perdana di perbatasan Kecamatan Talawi,
Sawahlunto, dan Kecamatan Koto Tujuah, Sijunjung, meledak dipicu gas metana. Sebanyak
31 pekerja tewas.

Kemudian, 24 Januari 2014, lubang tambang milik PT Dasrat Sarana Arang Sejati di Desa Batu
Tanjung, Kecamatan Talawi, runtuh dipicu ledakan gas metana di kedalaman 100 meter. Empat
pekerja tewas dan satu pekerja hilang.

Pada 12 September 2020, lubang tambang batubara milik CV Tahiti Coal di Desa Sikalang,
Kecamatan Talawi, runtuh pada kedalaman 150 meter dari permukaan. Tiga pekerja tewas dan
satu pekerja luka berat.

Walhi Sumbar mencatat selama 2009-2022, ada sekitar 50 orang meninggal dan belasan orang
luka-luka karena kecelakaan dan ledakan di tambang batubara di Sawahlunto.
Deri Asta, Wali Kota Sawahlunto, mengatakan, kecelakaan tambang di NAL menjadi pelajaran
bagi semua pihak untuk bekerja ekstra hati-hati. Perusahaan tambang mesti meningkatkan lagi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan karyawan mematuhi SOP. Apalagi, batubara di
Sawahlunto memiliki kalori tinggi hingga biasa ada gas metana.

Deri menyebut, Pemerintah Sawahlunto tidak lagi punya wewenang untuk mengawasi
tambang. Semua kewenangan ditarik ke pemerintah pusat. Untuk menjalankan pengawasan,
pemerintah pusat menempatkan inspektur tambang di tingkat provinsi.

Deri meyakini, kemampuan inspektur tambang melakukan pengawasan terbatas karena mesti
mengawasi 19 kabupaten/kota di Sumbar. Karena itu, dia berharap, pemerintah pusat
menambah pengawas.

Khusus di daerah-daerah lokasi tambang, seperti Sawahlunto, mestinya ada kantor perwakilan
atau unit pelaksana teknis sebagai tempat koordinasi perusahaan dengan inspektur tambang.

“Sekarang memang kesulitan koordinasi. Memang (koordinasi) hanya melalui telepon dan
segala macamnya. Tapi tidak kami salahkan, memang petugas/inspektur itu sangat terbatas,
sedangkan kawasan yang dikelolanya sangat luas,” katanya Kompas.id..

Tambang batubara seolah tak dapat terpisah dari kehidupan masyarakat Sawahlunto.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020, kontribusi sektor pertambangan
terhadap produk domestik regional bruto Sawahlunto mencapai 4,82%.

Deri bilang, tambang batubara penting sebagai penopang perekonomian masyarakat. Pemkot
Sawahlunto mencatat, ada sekitar 3.000 warga Sawahlunto bekerja di perusahaan tambang.
Selain itu, tambang batubara di kota ini juga menyuplai PLTU Ombilin.

Dengan kondisi itu, kata Deri, tambang batubara di Sawahlunto masih perlu. Meskipun begitu,
agar tak lagi timbul korban, perlu evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola tambang.

Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, mengatakan,
analisis Walhi menunjukkan, korban kecelakaan tambang itu berbanding lurus dengan
buruknya tata kelola tambang, tanpa memperhatikan keselamatan manusia dan lingkungan
hidup.

“Sejumlah pelanggaran perusahaan tambang sering kali tidak mendapat penanganan serius
pemerintah, bahkan cenderung diabaikan,” ujar Tommy.

Buntutnya, eksploitasi energi tak terbarukan ini terus menuai beragam persoalan dan menabur
bencana bagi pekerja, masyarakat sekitar, dan lingkungan hidup.

Belum lagi ditambah UU Undang Nomor 3/2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memberi ruang beragam persoalan tambang
langgeng.

“Undang-undang baru ini sangat sentralistik, [juga] jjadi celah baru baru ’lepasnya’ tanggung
jawab pemerintah daerah dalam memastikan operasional tambang yang sesuai aturan.”
Rudiansyah, warga Sawahlunto prihatin karena masyarakat selalu jadi korban. “Pemerintah
dan perusahaan semestinya lebih memperhatikan keselamatan warga, mendengar dan
menindaklanjuti laporan-laporan warga, tidak menakut-nakuti warga. Kami hanya ingin
tambang batubara tidak lagi memakan korban, baik bagi karyawan, ataupun masyarakat
sekitar,” katanya.

Dia sarankan, pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan atau ekonomi alternatif yang lebih
aman dan tak merusak lingkungan.

Harapannya, tragedy serupa tak terulang lagi dan jadi titik tolak perbaikan tata kelola tambang.

Diki Rafiqi, Kepala Bidang Sumber Daya Alam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang
menduga, NAL berupaya ‘cuci tangan’ dengan menyatakan pekerjaan sudah sesuai SOP di
tengah proses investigasi sedang berlangsung.

“Perusahaan terlihat membentuk opini publik bahwa tidak bersalah, telah menjalankan SOP.
Jika sudah menjalankan SOP, pertanyaannya, kenapa masih terjadi ledakan?”

Ledakan di lubang tambang NAL sudah dua kali. Karena itu, LBH Padang menduga kuat tak
ada penegakan hukum efektif hingga kejadian serupa terulang. Dia mendesak, Menteri ESDM
tegas dalam penjatuhan sanksi, begitu pun Polda Sumbar segera memintai pertanggungjawaban
hukum.

“Jangan sampai kasus menguap begitu saja padahal sudah banyak nyawa melayang yang tak
akan bisa dikonversi uang sebanyak apapun.”

Anda mungkin juga menyukai