ABSTRAK
Pendidikan IPS merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan untuk
membangun warga negara yang baik. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, oleh karena itu harus mendapat perhatian yang lebih serius. Pendidikan
merupakan suatu sistem paradigma untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala
aspek pengembangan dan pemikiran kehidupan, sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai-nilai
budaya bagi kehidupan manusia. Melalui Pendidikan IPS diharapkan terbentuk Sumber Daya
Manusia (SDM) yang beradab, yakni SDM yang berpendidikan (berpengetahuan dan
berketerampilan) dan berbudaya (berkarakter kuat).
Kata kunci: Pendidikan IPS, Sumber Daya Manusia beradab.
Pendahuluan
29
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)
social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan
bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat dipahami siswa. Dengan demikian, para
siswa akan dapat menghadapi dan memecahkan masalah sosila sehari-hari. Pada saat itu,
konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana
akademis yang muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan
dengan munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis pendidikan
Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar
pertama dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan
pemunculan pengertian social studies dari Edgar Bruce Wesley yang segera dapat respon
akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik, pemunsulan pengertian IPS
dengan mudah dapat diterima dengan sedikit komentar.
Pembahasan
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun
1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP
Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi pemikir
dalam Seminar Civic Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman
Soemantri, Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pada
pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota tim pemnegmbang
kurikulum tersebut. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan
Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu. Penggunaan garis
miring nampaknya mengisyaratkan adanya pengaruh dari konsep pengajaran social yang
awalaupun tidak diberi label IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam
Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya
tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai
Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP tersebut,
konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. Penggunaan istilah Studi
Sosial nampaknya dipengaruhi oelh pemikiran atau penafsiran Achmad Sanusi yang pada
tahun 1972 menerbitkan sebuah manuskrip berjudul “Studi Sosial:
1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera
untuk kelompok mata pelajaran social yang terdiri atas geografi, sejarah, dan
ekonomi sebagai amat pelajaran major pada jurusan IPS;
2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan
3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran major pada jurusan IPS.
Kurikulum PPSP tersebut dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan
pemikiran tentang pendidikan IPS, yakni masuknya kesepakatan akademis tentang IPS ke
dalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini, konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam tiga
bentuk yakni:
2. Pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai patung untuk
mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi.
30
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume 20, No. 2 Oktober 2021
3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep
payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi
4. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan
ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG (Dep. P dan K,1975a;
1975b, 1975c; dan 1976).
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum 1984, yang
memang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975.
Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi materi yang disesuaikan
dengan perkembangan baru dalam masing-masing disiplin, seperti masuknya Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) sebagai materi pokok Pendidikan Moral
Pancasila. Sedang konsep pendidikan IPS itu sendiri tidak mengalami perubahan yng
mendasar.
Di dalam Kuikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan pelajaran social khusus
yang wajib diikuti oleh semua siswa setiap jenjang pendidikan (SD, SLTP, SMU). Sedangkan
mata pelajaran IPS diwujudkan dalam: pertama, pendidikan IPS terpadu di SD kelas III s/d
kelas VI; kedua, pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi,
sejarah, dan ekonomi koperasi dan ketiga, pendidikan IPS terpisah-pisah yang mirip dengan
tradisi in social studies taught as social science menurut Barr dan kawan-kawan (1978). Di
SMU ini bidang pendidikan IPS terpisah-pisah terdiri atas mata pelajaran Sejarah Nasional
dan Sejarah Umum di kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di
kelas II; Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara, Dan
Antropologi di kelas III Program IPS.
Dilihat dari tujuannya, setiap mata pelajaran social memiliki tujuan yang bervariasi.
Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum bertujuan untuk”.menanamkan
pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini,
31
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)
menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa bangga sebagai warga
bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia”
(Depdikbud, 1993: 23-24). Dimensi tujuan tersebut pada dasarnya mengandung esensi
pendidikan kewarganegaraan atau tradisi “citizenship transmission” (Barr, dan kawan-
kawan: 1978). Mata pelajaran Ekonomi bertujuan untuk memberikan pengetahuan konsep-
konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah
ekonomi yang dihadapinya secara kritis dan objektif (Depdikbud, 1993:29). Hal yang juga
tampak sejalan terdapat dalam rumusan tujuan mata pelajaran Sejarah Budaya yang
menggariskan tujuannya untuk menanamkan pengertian adanya keterkaitan perkembangan
budaya masyarakat pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang sehingga siswa
menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan masa kini
(Depdikbud, 1993: 31). Demikian juga dalam tujuan mata pelajaran Antropologi yang
dengan tegas diorentasikan pada upaya untuk memberikan pengetahuan mengenai proses
terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari;
menanamkan kesadaran perlunya menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama
bangsa sendiri, dan pada akhirnya dimaksudkan juga untuk menanamkan kesadaran tentang
peranan kebudayaan dalam perkembangan dan pembangunan masyarakat serta dampak
perubahan kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat (Depdikbud, 1993: 33). Bila disimak
dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai
dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep
pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia yang diajarkan dalam tradisi
“citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi
social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP,
dan yang terintegrasi di SD.
IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang dinamis, karena mempelajari tentang
keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan.
Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan
masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia dilatar belakangi
oleh beberapa hal
1. Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosialnya yang labil, memerlukan
masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang bulat.
Sejumlah ahli menyadari bahwa sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan.
Terkait dengan pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada
IKIP Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut social studies
yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola pengajaran social
studies pada sekolah percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya. Dalam penerapannya, guru-
guru social studies di sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan
keterampilan secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah,
geografi dan ekonomi. Dalam lingkup nasional, ide-ide untuk menerapkan pengajaran social
studies mulai ramai diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972.
Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah, barulah pendidik dapat
menentukan usaha apa yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya
diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga di dalam negara kita telah dirumuskan
tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan
UUD 1945, seperti digariskan dalam GBHN. Berdasarkan pada falsafah negara tersebut,
maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-undang Nomer 20
Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945. Berkaitaan dengan hal tersebut,
kurikulum 2013 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS
dalam kurikulum 2013)
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga,
sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan
berbagai permasalahannya.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang
terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian,
permainan, keluarga.
33
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)
Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi sumber materi IPS
sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS yang diperoleh
anak di dalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus diterapkan dalam
kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Pembahasan tentang pendidikan IPS tidak bisa
terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan
praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi fungsional di sini adalah bagaimana
perkembangan masyarakat mengimplikasi terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya
bagaimana tubuh pengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor
sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan
konstribusi yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Dalam mengkaji
perubahan dalam masyarakat, perlu diawali dengan postulat yang telah diterima secara
umum, bahwa dalam kehidupan ini perubahan merupakan suatu keniscayaan karena tidak
ada yang tetap kecuali perubahan. Untuk memahami semua gejala krisis dalam konteks
kehidupan global yang sistemik diperlukan cara pandang yang utuh dan menyeluruh yang
oleh Capra dalam dalam Udin S. Winataputra3) disebut sebagai cara memandang situasi
“…dalam konteks evolusi budaya manusia”. Dengan merujuk pada teori perubahan
“tantangan dan tanggapan” (challenge and response) dari Toynbee, yang pada dasarnya
meneorikan “Tantangan dari lingkungan alam dan sosial memancing tanggapan kreatif dari
suatu masyarakat, atau kelompok sosial, yang mendorong masyarakat itu untuk memasuki
proses peradaban, Capra dalam Udin S. Winataputra3) mengemukakan adanya “Irama
berulang dalam pertumbuhan budaya”, yang pada dasarnya merupakan siklus interaktif
antara dua kekuatan yang saling mempengaruhi.
Kondisi internal masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, seperti dianalisis oleh
Soedijarto (1999) teridentifikasi adanya berbagai faktor yang diperkirakan mempengaruhi
kondisi kehidupan bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
sampai dengan saat ini.
Simpulan
1. Mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi serta
Mata Pelajaran Sosial lainnya berfungsi untuk menyiapkan peserta didik agar mampu
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta
warga dunia yang cinta damai.
2. Pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an
mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia
yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan
IPS yang diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah
dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.
3. Pendidikan IPS tidak bisa terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat
Indonesia dengan sistem dan praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi
fungsional di sini adalah bagaimana perkembangan masyarakat mengimplikasi
terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya bagaimana tubuh pengetahuan
pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan warga negara
34
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume 20, No. 2 Oktober 2021
yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan konstribusi yang
bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman. 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Ani Widayati, Metode Mengajar Sebagai Strategi dalam mencapai Tujuan Belajar Mengajar,
dalam jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Volume
IIINomor1,hlm67.Diaksesdarihttp://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/view/
836
Bahri S. & Zain A. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bahri S. & Zain A. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Barr, Robert., James L. Barth dan Samuel Shermis. 1978. Konsep Dasar Studi Sosial.
Bandung: Sinar Baru.
Barr, Robert., James L. Barth dan Samuel Shermis. 1978. Konsep Dasar Studi Sosial.
Bandung: Sinar Baru.
Cheppy HC. tt. 2015. Strategi Ilmu Pengetahuan Sosial. Surabaya: Karya Anda. Fatimah, Siti.
Pembelajaran IPS. Padang: UNP.
Djamarah, Syaiful Bahridan Aswan Zain, 2013. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka
Cipta.
Fatimah, Siti. 2015. Pembelajaran IPS. Padang: UNP. Gunawan Heri. 2012. Penddidikan
Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Gunawan Heri. 2012. Penddidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Hidayah, L. F. (2015). Media Pembelajaran IPS Interaktif. Jurnal Penelitian dan
Pendidikan IPS, Vol. 9 (2), 1125-1131. http://ejournal.unikama.
ac.id/index.php/JPPI/article/view/1655/1342 diakses 3 Juni 2018.
Hartomo dan Arnicum Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayah, L. F. (2015). Media Pembelajaran IPS Interaktif. Jurnal Penelitian dan Pendidikan
IPS, Vol. 9 (2), 1125-1131. http://ejournal.unikama.
ac.id/index.php/JPPI/article/view/1655/1342 diakses 3 Juni 2018.
Husamah. (2013). Pembelajaran Luar Kelas: Outdoor Learning. Jakarta: Pustaka Karya.
Hartomo dan Arnicum Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Husamah. (2013). Pembelajaran Luar Kelas: Outdoor Learning. Jakarta: Pustaka Karya.
Kartini, Tien. (2007). Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat Siswa
dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan
Cileunyi Kabupaten. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5 (8), 1-5.
http://jurnal.upi.edu/factum/view/101/penggunaan-metode-role-playing-
35
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)
untukmeningkatkanminat-siswa-dalam-pembelajaranpengetahuan-sosial-di-kelas-v-
sdncileunyi-ikecamatan-cileunyi-kabupaten-bandung.html diakses 24 Mei 2018
Kartini, Tien. (2007). Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat Siswa
dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan
Cileunyi Kabupaten. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5 (8), 1-5.
http://jurnal.upi.edu/factum/view/101/penggunaan-metode-role-playing-
untukmeningkatkanminat-siswa-dalam-pembelajaranpengetahuan-sosial-di-kelas-v-
sdncileunyi-ikecamatan-cileunyi-kabupaten-bandung.html diakses 24 Mei 2018
Katiran. (2017). Pengaruh Penerapan Metode Diskusi dan Penggunaan Media Pembelajaran
Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Siswa SDN Pudak Wetan
Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan IPS, vol.
11 (1), 12-25.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JPPI/article/download/1725/1396 diakses 2
Juni 2018.
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Udin S. Winataputra. 2009. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka
36