Anda di halaman 1dari 8

PARADIGMA PENDIDIKAN IPS DALAM PENGEMBANGAN

DAN PEMIKIRAN DI INDONESIA

Dr. Sumpana, M.Pd.


Dosen IKIP PGRI Wates

ABSTRAK
Pendidikan IPS merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan untuk
membangun warga negara yang baik. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, oleh karena itu harus mendapat perhatian yang lebih serius. Pendidikan
merupakan suatu sistem paradigma untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala
aspek pengembangan dan pemikiran kehidupan, sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai-nilai
budaya bagi kehidupan manusia. Melalui Pendidikan IPS diharapkan terbentuk Sumber Daya
Manusia (SDM) yang beradab, yakni SDM yang berpendidikan (berpengetahuan dan
berketerampilan) dan berbudaya (berkarakter kuat).
Kata kunci: Pendidikan IPS, Sumber Daya Manusia beradab.

Pendahuluan

Konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “social


studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang
dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Perkembangan pemikiran mengenai
bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain
dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS). Untuk pemikiran atau
konsep pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat susah karena
dua alasan. Pertama, di Indonesia belum ada lembaga professional bidang pendidikan IPS
setua dan sekuat pengaruh NCSS atau SSEC. Lembaga serupa yang dimiliki Indonesia, yakni
HISPIPSI (Himpunan Sarjana pendidikan IPS Indonesia) usianya masih sangat muda dan
produktivitas akademisnya masih belum optimal, karena masih terbatas pada pertemuan
tahunan dan komunikasi antar anggota masih insidental. Kedua, perkembangan kurikulum
dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat
tergantung pada pemikiran individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara
insidental untuk mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat pengembangan
Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (Puskur). Pengaruh akademis dari
komunitas ilmiah bidang ini terhadap pengembangan IPS tersebut sangatlah terbatas,
sebatas yang tersalur melalui anggotanya yang kebetulan dilibatkan dalam berbagai
kegiatan tersebut. Jadi, sangat jauh berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies
Curriculum Task Force-nya NCSS, atau SSEC di Amerika Serikat.

Oleh karena itu, perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di Indonesia


akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia persekolahan, dikaitkan
dengan yang relevan dalam bidang itu. Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang
dapat ditelusuri, untuk pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic
Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga
istilah yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social, studi
social, dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi masalah-masalah

29
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)

social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner dan
bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat dipahami siswa. Dengan demikian, para
siswa akan dapat menghadapi dan memecahkan masalah sosila sehari-hari. Pada saat itu,
konsep IPS tersebut belum masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana
akademis yang muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan
dengan munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis pendidikan
Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat dianggap sebagai pilar
pertama dalam perkembangan pemikiran tentang pendidikan IPS. Berbeda dengan
pemunculan pengertian social studies dari Edgar Bruce Wesley yang segera dapat respon
akademis secara meluas dan melahirkan kontroversi akademik, pemunsulan pengertian IPS
dengan mudah dapat diterima dengan sedikit komentar.

Pembahasan

Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun
1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP
Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan beberapa pakar yang menjadi pemikir
dalam Seminar Civic Education di Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman
Soemantri, Achmad Kosasih Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pada
pengembangan Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota tim pemnegmbang
kurikulum tersebut. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan
Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu. Penggunaan garis
miring nampaknya mengisyaratkan adanya pengaruh dari konsep pengajaran social yang
awalaupun tidak diberi label IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam
Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya
tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai
Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP tersebut,
konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. Penggunaan istilah Studi
Sosial nampaknya dipengaruhi oelh pemikiran atau penafsiran Achmad Sanusi yang pada
tahun 1972 menerbitkan sebuah manuskrip berjudul “Studi Sosial:

Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan tiga istilah


yakni:

1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera
untuk kelompok mata pelajaran social yang terdiri atas geografi, sejarah, dan
ekonomi sebagai amat pelajaran major pada jurusan IPS;

2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan

3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran major pada jurusan IPS.

Kurikulum PPSP tersebut dapat dianggap sebagai pilar kedua dalam perkembangan
pemikiran tentang pendidikan IPS, yakni masuknya kesepakatan akademis tentang IPS ke
dalam kurikulum sekolah. Pada tahap ini, konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam tiga
bentuk yakni:

1. Pendidikan IPS terintegrasi dengan nama Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial

2. Pendidikan IPS terpisah, dimana istilah IPS hanya digunakan sebagai patung untuk
mata pelajaran geografi, sejarah dan ekonomi.

30
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume 20, No. 2 Oktober 2021

3. Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.

Konsep pendidikan IPS tersebut kemudian memberi inspirasi terhadap Kurikulum


1975, yang memang dalam banyak hal mengadopsi inovasi yang dicoba melalui Kurikulum
PPSP. Di dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil, yakni:

1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai


suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadai tradisi citizenship transmission.

2. Pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar.

3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep
payung yang menaungi mata pelajaran Geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi

4. Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi, dan
ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG (Dep. P dan K,1975a;
1975b, 1975c; dan 1976).

Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam kurikulum 1984, yang
memang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975.
Penyempurnaan yang dilakukan khususnya dalam aktualisasi materi yang disesuaikan
dengan perkembangan baru dalam masing-masing disiplin, seperti masuknya Pedoman
Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) sebagai materi pokok Pendidikan Moral
Pancasila. Sedang konsep pendidikan IPS itu sendiri tidak mengalami perubahan yng
mendasar.

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, dalam wacana pendidikan IPS muncul dua bahan kajian kurikuler pendidikan
Pancasila dan pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian ketika ditetapkannya Kurikulum 1994
mnggantikan kurikulum 1984, kedua bahan tersebut dilembagakan menjadi satu pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Secara konseptual mata pelajaran ini
masih tetap merupakan bidang pendidikan IPS yang khusus mewadai tradisi citizenship
transmission dengan muatan utama butir-butir nilai Pancasila yang diorganisasikan dengan
menggunakan pendekatan spiral of concept development ala Taba (Taba:1967) dan
“expanding environment approach” ala Hanna (Dufty; 1970) dengan bertitik tolak dari
masing-masing sila Pancasila.

Di dalam Kuikulum 1994 mata pelajaran PPKn merupakan pelajaran social khusus
yang wajib diikuti oleh semua siswa setiap jenjang pendidikan (SD, SLTP, SMU). Sedangkan
mata pelajaran IPS diwujudkan dalam: pertama, pendidikan IPS terpadu di SD kelas III s/d
kelas VI; kedua, pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup materi geografi,
sejarah, dan ekonomi koperasi dan ketiga, pendidikan IPS terpisah-pisah yang mirip dengan
tradisi in social studies taught as social science menurut Barr dan kawan-kawan (1978). Di
SMU ini bidang pendidikan IPS terpisah-pisah terdiri atas mata pelajaran Sejarah Nasional
dan Sejarah Umum di kelas I dan II; Ekonomi dan Geografi di kelas I dan II; Sosiologi di
kelas II; Sejarah Budaya di kelas III Program Bahasa; Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara, Dan
Antropologi di kelas III Program IPS.

Dilihat dari tujuannya, setiap mata pelajaran social memiliki tujuan yang bervariasi.
Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum bertujuan untuk”.menanamkan
pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini,

31
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)

menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa bangga sebagai warga
bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia”
(Depdikbud, 1993: 23-24). Dimensi tujuan tersebut pada dasarnya mengandung esensi
pendidikan kewarganegaraan atau tradisi “citizenship transmission” (Barr, dan kawan-
kawan: 1978). Mata pelajaran Ekonomi bertujuan untuk memberikan pengetahuan konsep-
konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah
ekonomi yang dihadapinya secara kritis dan objektif (Depdikbud, 1993:29). Hal yang juga
tampak sejalan terdapat dalam rumusan tujuan mata pelajaran Sejarah Budaya yang
menggariskan tujuannya untuk menanamkan pengertian adanya keterkaitan perkembangan
budaya masyarakat pada masa lampau, masa kini dan masa mendatang sehingga siswa
menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan masa kini
(Depdikbud, 1993: 31). Demikian juga dalam tujuan mata pelajaran Antropologi yang
dengan tegas diorentasikan pada upaya untuk memberikan pengetahuan mengenai proses
terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan perwujudannya dalam kehidupan sehari-hari;
menanamkan kesadaran perlunya menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama
bangsa sendiri, dan pada akhirnya dimaksudkan juga untuk menanamkan kesadaran tentang
peranan kebudayaan dalam perkembangan dan pembangunan masyarakat serta dampak
perubahan kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat (Depdikbud, 1993: 33). Bila disimak
dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai
dengan dasawarsa 1990-an ini pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep
pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia yang diajarkan dalam tradisi
“citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi
social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP,
dan yang terintegrasi di SD.

Tujuan Pembelajaran IPS di Indonesia

IPS sebagai sebuah bidang keilmuwan yang dinamis, karena mempelajari tentang
keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak bisa terlepas dari perkembangan.
Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan
masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia dilatar belakangi
oleh beberapa hal

1. Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosialnya yang labil, memerlukan
masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang bulat.

2. Laju perkembangan pendidikan, teknologi, dan budaya Indonesia memerlukan


kebijakan pendidikan dan pengajaran yang seirama dengan laju perkembangan
tersebut.

3. Agar output pendidikan persekolahan benar-benar lebih relevan dengan tuntutan


masyarakat yang ia akan menjadi bagiannya dan materi yang dimuat dalam kurikulum
atau dipelajari peserta didik dapat bermanfaat. Segi lain yang menyebabkan
dikembangkannya kurikulum IPS sebagai mata pelajaran wajib bagi setiap anak didik
adalah menyiapkan mereka kelak apabila terjun ke dalam kehidupan masyarakat.

Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai kurikulum 1968, program


pengajaran ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara (pendekatan) tradisional. Ilmu
sosial seperti sejarah, geografi (ilmu bumi) dan ekonomi masih disajikan secara terpisah.
32
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume 20, No. 2 Oktober 2021

Sejumlah ahli menyadari bahwa sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan.
Terkait dengan pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada
IKIP Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut social studies
yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola pengajaran social
studies pada sekolah percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya. Dalam penerapannya, guru-
guru social studies di sekolah-sekolah tersebut di samping diberi pedoman pelatihan
keterampilan secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah,
geografi dan ekonomi. Dalam lingkup nasional, ide-ide untuk menerapkan pengajaran social
studies mulai ramai diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972.

Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah, barulah pendidik dapat
menentukan usaha apa yang akan dilakukannya dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya
diberikan kepada anak didiknya. Demikian juga di dalam negara kita telah dirumuskan
tujuan pendidikan nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan
UUD 1945, seperti digariskan dalam GBHN. Berdasarkan pada falsafah negara tersebut,
maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-undang Nomer 20
Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945. Berkaitaan dengan hal tersebut,
kurikulum 2013 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS
dalam kurikulum 2013)

1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan


kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.

2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan


masalah, dan keterampilan sosial

3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang


majemuk, baik secara nasional maupun global.

Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:

a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga,
sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan
berbagai permasalahannya.

b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi,


komunikasi, transportasi.

c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang
terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.

d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai


dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan
kejadian-kejadian yang besar.

e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian,
permainan, keluarga.
33
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)

Dengan demikian masyarakat dan lingkungannya, selain menjadi sumber materi IPS
sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Pengetahuan konsep, teori-teori IPS yang diperoleh
anak di dalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus diterapkan dalam
kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Pembahasan tentang pendidikan IPS tidak bisa
terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat Indonesia dengan sistem dan
praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi fungsional di sini adalah bagaimana
perkembangan masyarakat mengimplikasi terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya
bagaimana tubuh pengetahuan pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor
sosial dan warga negara yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan
konstribusi yang bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia. Dalam mengkaji
perubahan dalam masyarakat, perlu diawali dengan postulat yang telah diterima secara
umum, bahwa dalam kehidupan ini perubahan merupakan suatu keniscayaan karena tidak
ada yang tetap kecuali perubahan. Untuk memahami semua gejala krisis dalam konteks
kehidupan global yang sistemik diperlukan cara pandang yang utuh dan menyeluruh yang
oleh Capra dalam dalam Udin S. Winataputra3) disebut sebagai cara memandang situasi
“…dalam konteks evolusi budaya manusia”. Dengan merujuk pada teori perubahan
“tantangan dan tanggapan” (challenge and response) dari Toynbee, yang pada dasarnya
meneorikan “Tantangan dari lingkungan alam dan sosial memancing tanggapan kreatif dari
suatu masyarakat, atau kelompok sosial, yang mendorong masyarakat itu untuk memasuki
proses peradaban, Capra dalam Udin S. Winataputra3) mengemukakan adanya “Irama
berulang dalam pertumbuhan budaya”, yang pada dasarnya merupakan siklus interaktif
antara dua kekuatan yang saling mempengaruhi.

Kondisi internal masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, seperti dianalisis oleh
Soedijarto (1999) teridentifikasi adanya berbagai faktor yang diperkirakan mempengaruhi
kondisi kehidupan bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
sampai dengan saat ini.

Simpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi serta
Mata Pelajaran Sosial lainnya berfungsi untuk menyiapkan peserta didik agar mampu
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta
warga dunia yang cinta damai.

2. Pendidikan IPS yang terwujudkan dalam Kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an
mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: pertama, pendidikan IPS di Indonesia
yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; kedua, pendidikan
IPS yang diajarkan dalam tradisi social science dalam bentuk pendidikan IPS terpisah
dari SMU, yang terkonfederasi di SLTP, dan yang terintegrasi di SD.

3. Pendidikan IPS tidak bisa terlepas dari interaksi fungsional perkembangan masyarakat
Indonesia dengan sistem dan praksis pendidikannya. Yang dimaksud dengan interaksi
fungsional di sini adalah bagaimana perkembangan masyarakat mengimplikasi
terhadap tubuh pengetahuan IPS, dan sebaliknya bagaimana tubuh pengetahuan
pendidikan IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor sosial dan warga negara

34
AKADEMIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, Volume 20, No. 2 Oktober 2021

yang cerdas dan baik, yang pada gilirannya dapat memberikan konstribusi yang
bermakna terhadap perkembangan masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

A.M. Sardiman. 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Ani Widayati, Metode Mengajar Sebagai Strategi dalam mencapai Tujuan Belajar Mengajar,
dalam jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Volume
IIINomor1,hlm67.Diaksesdarihttp://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/view/
836

Bahri S. & Zain A. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bahri S. & Zain A. (2013). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Barr, Robert., James L. Barth dan Samuel Shermis. 1978. Konsep Dasar Studi Sosial.
Bandung: Sinar Baru.

Barr, Robert., James L. Barth dan Samuel Shermis. 1978. Konsep Dasar Studi Sosial.
Bandung: Sinar Baru.

Cheppy HC. tt. 2015. Strategi Ilmu Pengetahuan Sosial. Surabaya: Karya Anda. Fatimah, Siti.
Pembelajaran IPS. Padang: UNP.

D. Sudjana, 2005. Metoda dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung:Falah Production.

Djamarah, Syaiful Bahridan Aswan Zain, 2013. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka
Cipta.

Fatimah, Siti. 2015. Pembelajaran IPS. Padang: UNP. Gunawan Heri. 2012. Penddidikan
Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Gunawan Heri. 2012. Penddidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Hidayah, L. F. (2015). Media Pembelajaran IPS Interaktif. Jurnal Penelitian dan
Pendidikan IPS, Vol. 9 (2), 1125-1131. http://ejournal.unikama.
ac.id/index.php/JPPI/article/view/1655/1342 diakses 3 Juni 2018.

Hartomo dan Arnicum Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayah, L. F. (2015). Media Pembelajaran IPS Interaktif. Jurnal Penelitian dan Pendidikan
IPS, Vol. 9 (2), 1125-1131. http://ejournal.unikama.
ac.id/index.php/JPPI/article/view/1655/1342 diakses 3 Juni 2018.

Husamah. (2013). Pembelajaran Luar Kelas: Outdoor Learning. Jakarta: Pustaka Karya.
Hartomo dan Arnicum Aziz. 1990. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Husamah. (2013). Pembelajaran Luar Kelas: Outdoor Learning. Jakarta: Pustaka Karya.

Ischak, dkk. 2005. Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Kartini, Tien. (2007). Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat Siswa
dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan
Cileunyi Kabupaten. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5 (8), 1-5.
http://jurnal.upi.edu/factum/view/101/penggunaan-metode-role-playing-

35
Paradigma Pendidikan IPS Dalam Pengembangan dan Pemikiran di Indonesia
(Sumpana)

untukmeningkatkanminat-siswa-dalam-pembelajaranpengetahuan-sosial-di-kelas-v-
sdncileunyi-ikecamatan-cileunyi-kabupaten-bandung.html diakses 24 Mei 2018

Kartini, Tien. (2007). Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat Siswa
dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan
Cileunyi Kabupaten. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 5 (8), 1-5.
http://jurnal.upi.edu/factum/view/101/penggunaan-metode-role-playing-
untukmeningkatkanminat-siswa-dalam-pembelajaranpengetahuan-sosial-di-kelas-v-
sdncileunyi-ikecamatan-cileunyi-kabupaten-bandung.html diakses 24 Mei 2018

Katiran. (2017). Pengaruh Penerapan Metode Diskusi dan Penggunaan Media Pembelajaran
Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Pada Siswa SDN Pudak Wetan
Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan IPS, vol.
11 (1), 12-25.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JPPI/article/download/1725/1396 diakses 2
Juni 2018.

Muhammad Numan Soemantri. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung:


Remaja Rosdakarya

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya

Udin S. Winataputra. 2009. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka

36

Anda mungkin juga menyukai