1. Latar Belakang Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia
Pengetahuan sosial yang terdapat dalam diri seseorang terbentuk dari segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sebagai manusia yang bersifat sosial. Kehidupan sosial manusia terdiri dari berbagai aspek baik ekonomi, sosial budaya, politik sejarah, geografi, dan psikologi. Sapriya mendefinisikan pendidikan IPS sendiri sebagai suatu penyederhanaan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora dan berbagai kegiatan dasar yang dilakukan manusia yang kemudian disusun dan disajikan secara ilmiah dengan tujuan pembelajaran. Adanya pembelajaran IPS di sekolah dasar bertujuan untuk membuat peserta didik memiliki wawasan yang luas mengenai konsep-konsep dasar sosial dan humaniora. Selain itu, siswa juga diharapkan unttuk dapat memiliki kepekaan ataupun kesadaran terhadap masalah-masalah sosial yang ada di dalam lingkungannya serta memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan maslah-masalah tersebut. IPS dalam pembelajarannya lebih menekankan pada proses pendidikan dengan tujuan untuk melatih sikap, moral, nilai dan keterampilan dirinya. Dalam pasal 37 UU NO 5 tahun 2003 sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
2. Isi Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia
Paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuan mengenai apa yang menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari oleh satu cabang ilmu pengetahuan tertentu. Dalam kegiatan belajar, perkembangan ilmu sosial banyak sekali dibahas dimana ilmu sosial ini telah menjadi dasar ontology dari berbagai sistem pengetahuan terpadu. NCSS memotori perjalanan pemikiran dalam kurun waktu 60 tahun sejak tahun 1935. Pemikiran-pemikiran tersebut tertuang dalam suatu gagasan yang disebut dengan “social studies” Edgar Bruce Wesley 1935 hingga gagasan terbaru yang 1994 yang dikemukakan oleh NCSS (National Council for the Social Studies). Konsep pendidikan IPS yang ada di Indonesia banyak sekali dipengaruhi oleh pemikiran “Social studies” yang ada di Amerika Serikat sebagai suatu Negara yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan pemikiran ini yang tentunya dapat kita lihat dari berbagai karya yang dikeluarkan oleh NCSS. Perkembangan pemikiran pendidikan IPS di Indonesia secara historis epistimologis sangat sulit. Beberapa hal menjadi penyebabnya seperti masih belkum adanya lembaga professional dalam bidang pendidikan IPS dengan pengaruh seperti NCSS dan perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS yang masih memiliki ketergantungan terhadap pemikiran seseorang atau pakar-pakar yang ditugaskan pada pusat pengembangan kurikulum dan sarana pendidikan. Untuk lembaga professional bidang IPS yang dimiliki oleh Indonesia adalah HISPIPSI atau Himpunan Sarjana Pendidikan IPS Indonesia. Lembaga ini memiliki usia yang masih mudah dan karya yang dihasilkanpun masih belum bisa disebut optimal. Perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di Indonesia akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia persekolahan, dikaitkan dengan beberapa konten pertemuan ilmiah dan penelitianyang relevan dalam bidang itu. Ilmu Pengetahuan sosial pertama kali dijumpai pada Seminar Nasional Civic Education pada tahun 1972 di tawangmangu Solo. Terdapat 3 istilah yang digunakan pada seminar tersebut yaitu pengetahuan sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial. Ketiga kata tersebut diartikan sebagai permasalahan sosial yang terpilih dan kemudian dikembangkan dengan menggunakan suatu pendekatan agar dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Hal ini tentunya akan dapat memecahkan suatu permasalahan yang terkait dengan kehidupan sosial yang ada di dalam lingkungan sekitarnya. Pada seminar tersebut, IPS disepakati sebagai pilar pertama dalam konsep pendidikan IPS dan pengertian IPS ini lebih mudah dipahami dan diterima daripada kemunculan social studies yang dikemukakan oleh Edgar Bruce Wesley. Pada 1972-1973, konsep IPS pertama kali masuk ke persekolahan yang termuat dalam Kurikulum Proyek Sekolah Pembangunan (PPSP) yang ada di IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu. Sedangkan dalam kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun digunakan tiga istilah yaitu studi social (mata pelajaran inti dan kelompok mata pelajaran social yang terdiri dari geografi, sejarah, dan ekonomi), Pendidikan Kewargaan Negara (Mata pelajaran inti semua jurusan), dan Civics dan hukum (Mata pelajaran major jurusan IPS). Adanya garis miring diantara kewarganegaraan Negara dengan studi soaial tentunya memperlihatkan suatu pengaruh dari konsep pengajaran sosial yang meskipun tidak berlabel IPS, telah diadopsi dalam Kurikulum SD tahun 1968. Istilah yang digunakan dalam kurikulum tersebut adalah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP tersebut, konsep IPS diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. Pemikiran achmad sanusi rupanya mempengaruhi penggunaan istilaah studi sosial pada tahun 1972 dan menerbitkan manuskrib berjudul “Studi Sosial”: 1. IPS sebagai tranmisi kewarganegaraan, dimana pendidikan IPS berhubungan dengan nama pendidikan kewargaan Negara/ studi sosial. Pendidikan kewargaan Negara merupakan suatu bentuk pendidikan IPS yang khusus sehingga konsep ini memberikan inspirasi terhadap kurikulum 1975. 2. IPS sebagai ilmu sosial, dimana istilah Ilmu Pengetahuan Sosial ini dijumpai untuk pertama kalinya pada Seminar Nasional tentang Civic Education di Tawangmangu Solo pada tahun 1972. 3. IPS Sebagai Reflektif Inquiry, merupakan tradisi dalam pembelajaraan yang mengharuskan siswa dengan guru bekerja sama dalam mengidentifikasi dan memahami suatu permasalahan yang didalamnya memuat fenomena perubahan sosial yang cepat, kelompok yang bertentangan dan ledakan ilmu pengetahuan. 4. IPS sebagai Transformasi Sosial, merupakan suatu perubahan yang terjadi secara berkala didalam masyarakat baik dalam bentuk sifat, watak, struktur dan interaksi baik individu maupun antar kelompok. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, I. K., & Amri, S. (2011). Mengembangkan Ips Terpadu. Jakarta: Prestasi Utama.
Endayani, H. (2018). Sejarah dan Konsep Pendidikan IPS. Jurnal Ittihad, 117- 127.
Sapriya. (2017). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, d. (2016). MATERI DAN PEMBELAJARAN IPS SD.
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri