Disusun Oleh :
Nim : 3192111001
MEI 2020
REVIEW/INTISARI
CHAPTER REPORT 1
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub- disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu
sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri, 2001) Social Scence Education
Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai
"Social Science Education" dan "Social Studies". Dengan kata lain, IPS mengikuti cara
pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu
politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Dalam bidang
pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social
Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang
di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama kali Social Studies dimasukkan dalam
kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad
setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga
manusia menjadi tenaga mesin. Latar belakang dimasukkannya Social studies dalam
kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi
yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam
ras diantaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari
Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-
perkebunan negara tersebut. Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak
menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau
yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun 1861-1865 dimana pada saat itu
Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena
penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa. Selain itu juga
adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan
pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi
merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan
memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada
1
tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional
dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social
studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah
Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari
mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Berkaitan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa,
Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk: (1) mengajarkan
konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis,
dan psikologis. (2) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan sosial (3) membangun komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan (4) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global. Sejalan
dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Sumaatmadja, 2006). adalah
"membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan kepedulian social yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan
negara" Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS
berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap
hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Hamalik, 1992).
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada
gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala
dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik
MI/SD. Pada jenjang pendidikan menengah, ruang lingkup kajian diperluas. Begitu juga pada
jenjang pendidikan tinggi: bobot dan keluasan materi dan kajian semakin dipertajam dengan
berbagai pendekatan. Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan pendekatan sistem
menjadi pilihan yang tepat untuk diterapkan karena IPS pada jenjang pendidikan tinggi
menjadi sarana mela-tih daya pikir dan daya nalar mahasiswa secara berkesinam-bungan.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari IPS adalah manusia sebagai
anggota masyarakat dalam konteks sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi: (a) substansi
materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan
peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus
2
diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang
akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali
materi-materi yang bersumber pada masyarakat, Dengan kata lain, pengajaran IPS yang
melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak
akan mencapai tujuannya.
CHAPTER REPORT 2
Salah satu arah pengembangan Pendidikan IPS untuk kalangan sekolah menengah,
menurut Numan Sumantri (2001: 44) dimaksudkan untuk:
Dari segi lingkup bahan pengijaran, Kurikuhum 1994 tetap menggunakan pendekatan
spiral (yakni pengajar yang dimulai dari lingkungan terdekat dan sederhana sampai
lingkungan yang semakin meluas dan kompleks) yang pada dasamya pendekatan ini
diterapkan pada Kurikulum 1994, 1968, 1975 dan 1986. Khusus untuk Sejarah Nasional
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan periodisasi yaitu pernyampaian bahan
pelajaran dimulai dari zurman kuno sampai dengan sejarah kotemporer. Dalam kurikulum
1994 materi sejarah nasional ditambah dengan Sejarah Lokal sedangkan dalam kurikulum
1986, 1975 dan 1968 pendekatan periodisasi tetap digunakan, hanya pada kurikulum 1986
materi Sejarah Nasional tidak seluas Kurikulum 1975 karena disamping Sejarah Nasional
terdapat pula bidang studi Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Dari segi materi
kurikulum, secara umum dapat dikatakan bahwa sejak kurikulum 1964 dengan kurikulum
1986 memperlihatkan perkembangan materi yang semakin padat dan sarat, namun pada
kurikulum 1994 materi mulai disederhanakan dan diserahkan kepada guru selaku
pengembang kurikulum untuk memperluas dan memperdalam materi. Hal ini terlihat hanya
terdapat 29 pokok bahasan, sedangkan dalam kurikulum 1986 terdapat 39 pokok bahasan.
Sebagai perbandingan jumlah pokok bahasan pada kurikulum 1964 sebanyak 18, Kurikulum
3
1968 sebanyak 19 dan Kurikulum 1975 sebanyak 29 pokok bahasan. Dari segi alokasi waktu
yang disediakan, pada dasamya antara Kurikulum 1986 dengan kurikulum 1994 jumlah
waktu yang disediakan tidak mengalami perbedaan yang berarti, namun dalam kurikulum IPS
2006 alokasi waktu relatif lebih sedikit yakni 3 jam dalam satu minggu (3 x 35 menit).
Perbedaan yang esensi terletak pada jumlah pokok bahasan karena kurikulum 1986 padat dan
sarat dengan materi sehingga kedalaman dan keluasan materi diserahkan sepenuhnya kepada
guru pengembang kurikulum, semantara Kurikulum 2006 lebih simpel lagi.
CHAPTER REPORT 3
4
sosial, tetapi juga mengkorelasikan dengan masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan,
dan kenegaraan. Secara lebih tegas, bahwa Pendidikan IPS memuat tiga sub tujuan, yaitu;
Sebagai Pendidikan Kewarganegaraan; Sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam
disiplin ilmu-ilmu sosial; Sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan
nyata dalam masyarakat kemudian dikaji ecara reflektif (Soemantri, 2001).
Perbedaan antara ilmu sosial dengan pips bukanlah prinsipil, melainkan hanya perbedaan
gradual. Ilmu-ilmu sosial diorganisasikan secara sistematis dan dibangun melalui
penyelidikan ilmiah dan penelitian yang sudah direncanakan sedangkan pips terdiri atas
bahan pilihan yang sudah disederhanakan dan diorganisasikan secara psikologis dan ilmiah
untuk tujuan pendidikan.
4. Konsep Pembelajaran Terpadu dalam IPS dan Ciri-Ciri yang Melekat Padanya
5
sejumlah kader yang mengandung konsep saling beririsan atau tumpang tindih sehingga bila
dibelajarkan secara terpisah-pisah menjadi tidak efisien.
lebih lanjut Kemendikbud (2013), menjelaskan bahwa IPS terpadu di dalamnya memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :
CHAPTER REPORT 4
Untuk lebih jelasnya karakteristik pendiidkan IPS akan disimpulkan sebagai berikut:
a. IPS merupakan gabungan dari unsure-unsur geigrafi, sejarah, ekonomi, hukum dan
politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan
agama (Soemantri, 2001).
b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi,
sejarah, ekonomi dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
pokok bahasan atau topik tertentu.
c. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS menggunakan dimensi dalam mengkaji
dan memahami fenomenasosial kehidupan manusia secara keseluruhan.
6
Kajian social (social studies) pada dasarnya sama dengan ilmu pengetahuan social.
Dalam sejarahnya, social studies berasal dari Amerika yang berpenduduk multiras dan
budaya, sebagaimana halnya di Indonesia.
IPS bukan sekedar pengetahuan, tetapi merupakan ilmu pengetahuan yang disusun
dan diorganisasikan secara baik menurut kepentingan pendidikan dan pengajaran. IPS berada
di tengah-tengah antara ilmu-ilmu sosial dan pengetahuan sosial.
interaksi sosial
saling ketergantungan
kesinambungan dan perubahan
konflik
keragaman
pola
tempat
budaya, dsb.
Antara lain:
Prinsip keseimbangan materi, yaitu bahan IPS diambil dari berbagai sumber seperti
apa yang telah diterangkan dimuka.
Prinsip expanding environment, didalam menyusun urutan materi-materi maupun
ruang lingkup IPS, pengorganisasian IPS dapat menggunakan prinsip lingkungan
yang makin meluas, atau juga lingkungan masyarakat yang meluas.
Prinsip fleksibilitas, untuk keluasan atau kedalam suatu konsep yang sangat erat
hubungannya dengan lingkungan anak.
7
Prinsip pendalaman, karena pelajaran yang dangkal umumnya mudah dilupakan untuk
itu prinsip ini sangat penting.
Antara lain:
1) Subjek: mata pelajara terpisah, yang berarti bahan pelajaran diperoleh dari cabang
ilmu tertentu yang kemudian diajarkan secara tersendiri atau terpisah.
2) Korelasi
3) Konsentrasi
4) Fusi : dua subjek yang tergabug / bergabung membentuk konsep-konsep baru
(umpamanya geografi dan sejarah, ekonomi dengan geografi, sejarah dengan PKn).
Bahan pengajaran sosial di SD (IPS) biasanya memfusikan sejarah, geografi dan
civics.
5) Integrasi
6) Unifikasi : Tahap penyatuan kurikulum.
CHAPTER REPORT 5
a. Pengertian Nilai
Pengertian nilai merurut Dictionary of Sasciology and Related Scienees dalam Kaclan
M.S. (2008: 87), dikemukakan bahwa nilai adalal kmampuan yang dipercaya yang ada pada
suatu benda untuk memuasknn manusia. Sifat suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok, (The believed capacity of ary object to statis a human desire). Jadi
nilai itu pada hakekatnya adalah sifat atau kaualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu
itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada objek tersebut Dengan
8
demikian nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan
lainnya.
b. Hierarki Nilai
Notonagoro dalam Kaelan M.S. (2008: 89) membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
I) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia, atau kebutuhan
material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang bermanfaat bagi manu-sia untuk dapat
diselenggarakan kegiatan atau beraktivitas.
3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi umat manusia, nilai kerohanian
dibedakan atas empat macam: a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio, budi,
cipta) manusia; b) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada nilai moral,
ketidak kehendak (kehendak, serigala, karsa) manusia; d) Nilai perasaan (esthetis, gevoel,
rasa) manusia; c) Nilai kebaikan atau nilai moral, unsur kehendak (will,wolen,karsa)
manusia ; d) Nilai religous, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai
religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
c. Pengertian Norma
Norma menurut kamus besar bahasa Indonesia atau KBBI, berarti aturan atau
ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat dipakai sebagai panduan,
tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan diterima. Norma juga merupakan
sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat yang pada kelanjutannya disebut
norma sosial karena menjaga hubungan dengan masyarakat titik norma pada dasarnya adalah
bagian dari kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah interaksi antara
9
manusia pada kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut
norma. Setiap warga masyarakat harus menaati norma yang berlaku titik dengan menaati
norma, maka tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara menjadi tertib, aman
rukun dan damai. Masyarakat yang taat terhadap norma yang berlaku dapat membentuk suatu
kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, tim Abdi guru (2006:2).
Antara lain:
Norma Agama. Norma agama adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang
disampaikan melalui utusan-Nya (Rasul/Nabi), yang berisi perintah, larangan atau
anjuran-anjuran. Norma agama bersifat abadi dan universal karena berasal dari wahyu
Tuhan dan diberlakukan untuk alam semesta. Pelanggar norma agama mendapat
sanksi secara tidak langsung, artinya hukuman atau sanksinya diterima diakhirat nanti,
berupa siksaan di neraka.
Norma Kesusilan. Norma kesusilan adalah norma yang bersumber dari hati nurani
manusia tentang baik buruknya suatu perbuatan. Sanksi bagi pelanggar kesusilaan
tidak tegas karena hanya diri sendiri yang merasakannya, yakni merasa bersalah,
menyesal, malu dan sebagainya.
Norma Kesopanan. Norma kesopanan adalah peraturan hidupyang timbul dari hasil
pergaulan sekelompok manusia yang ada di dalam masyarakat dan dianggap sebagai
tuntunan pergaulan seharihari oleh masyarakat itu. Norma kesopanan dan norma
kesusilan bersifat relative, artinya apa yang dianggap orang sebagai norma kesopanan
dan norma kesusilan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan atau waktu. Sanksi
bagi yang melanggar noma kesopanan tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh
masyarakat berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan dari
pergaulan.
Norma Hukum. Norma hukum adalah pedoman hidup yang dibuat oleh lembaga
negara atau lembaga politik suatu masyarakat atau bangsa. Hukum sebagai system
norma berfungsi untuk menertibkan dan menstabilkan kehidupan sosial. Disebut
norma hukum karena keberadaannya diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang
sah dan ada penegak hukum sebagai pihak yang berwenang untuk memberikan sanksi
atas pelanggaran.
10
e. Pengertian Moral
Moral dalam KBBI berarti: ajaran, baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dsb: akhlak, budi pekerti, susila Moral adalah hal-hal yang
sesuai dengan ide-ide yang diterima umum tentang tindakan manusia, mana yang baik dan
mana yang wajar.
Moral adalah ajaran baik buruk atau tingkahlaku baik dan buruk atau benar salah.
Dari noma tersebut kita bisa mengukur moral seseorang apakah yang di lakukan oleh
seseorang itu suatu hal yang baik atau tidak, benar atau salah dengan berpatokan pada norma.
Dengan patuh dan taat pada norma yang berlaku sudah pasti bermoral baik, dengan moal
yang baik tentu suja akan mendapat nilai yang balk dalamn pandangan masyarakat dalam
kehidupan baik secara pribadi maupun bermasyarakat Nilai, norma dan moral tidak dapat
dipisahkan dan saling terkait satu sama lain, yang mana ketiganya selalu berubungan dan
mempengaruhi kehidupan manusia.
Untuk mewujudkan ketiga hal diatas dipertukan pendidikan sejak anak berusia muda.
Sekarang ini sedang digalakkan pendidikan karakter untuk membangun moral bangsa, dan
hal itu sudah menjadi salah satu i tujuan pendidikan khususnya di Indonesia.
Dengan pendidikan nilai, norma dan moral, kita berharap manusia akan menjujung
tinggi nilai-nilai kermanusizn serta menghargai kemampuan dan karya orang lain lebih
bertanggung jawab, adil, santun penuh toleran dalam bersikap dan bertindak sehingga dapat
mengembangkan diri dalam bidangnya.
2. Hakikat Nilai
Dalam hubungan ini, Fraenkel (dalam Gulo, 2002) mengemukakan corang beberapa
ciri tentang nilai sebagai berikut:
a. Nilai adalah suatu konsep yang tidak berada di dalam dunia empirik, tetapi di dalam
pikiran manusia. Studi tentang nilai biasanya berada dalam lapangan estetika dan etika.
Estetika berhubungam dengan apa yang indah, yang enak dinikmati, sedangkan etika
berhubungan dengan bagaimana seharusnya orang berprilaku, apa yang benar dan apa yang
salah.
b. Nilai adalah standar perilaku, ukurang yang menentukan apa yang indah ana yang efisien,
apa yang berharga yang ingin dipelihara dan dpertahankan. Sebagai standar, nilai merupakan
11
pedoman untuk menentukan pilihan. Antara lain menentukan jenis tindakan atau perbuatan
apa yang patut dilakukan. Standar perbuatan seperti itu disebut nilai-nilai moral yang
menuntun seseorang untuk berbuat sesuatu tentang apa yang dianggap benar dan layak.
c. Nilai itu direfleksikan dalam perbuatan atau perkataan. Nilai itu sangat abstrak dan menjadi
konkret apabila seseorang bertindak dengan cara tertentu.
Nilai itu merupakan abstraksi atau idealis manusia tentang apa yang dianggap paling penting
dalam hidup mereka. Karena itu, nilai dapat dibandingkan, dipertentangkan, dianalisis dan
didiskusikan serta digeneralisasikan pada pihak lain, nilai juga memiliki dimensi emosional.
Nilai tidak hanya sesuatu yang idealis, tetapi juga merupakan komitmen emosional yang kuat.
a. Jenis-Jenis Nilai
Antara lain:
5. Nilai teoritik, nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam memikirkan
dan membuktikan kebenaran sesuatu.
6. Nilai ekonomis, nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untung rugi.
7. Nilai estetik, menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan keharmonisan.
8. nilai sosial, yaitu nilai tertinggi yang terdapat pada nilai ini adalah kasih sayang antar
manusia.
9. nilai politik, nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan dengan keadaan nilainya
yang bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pada pengaruh yang
tinggi atau otoriter.
10. nilai agama, nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan.
b. Manfaat Nilai
Manfaat nilai dalam wilayah filsafat, yaitu sebagai rujukan dalam menentukan cara
hidup suatu masyarakat atau bangsa.
Manfaat nilai dalam Wilayah Ilmu Pengetahuan, dalam ilmu pengetahuan sosial dan
humaniora, nilai dapat kita temukan bukan saya sebagai nilai logis, tetapi juga sebagai
nilai estetis dan nilai estetis.
Manfaat nilai dalam dunia spritual, menjadi rujukan bagi mereka dalam bertindak.
3. Makna Karakter
1. Pengertian Karakter
12
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti "to mark atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah lakn, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
diatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perlakurya sesuai dengan kaidah
moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah "bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, pernlakau, pernsonalitas sifat, tabiat, temperamen, watak". Adapun
berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak.
2. Nilai-Nilai Karakter
Sebagai berikut:
Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, yaitu religius, pikiran, perkataan
dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai
ketuhanan dan atau ajaran agamanya.
Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri:
Jujur
Bertanggung jawab
Bergaya hidup sehat
Disiplin
Kerja keras
Percaya diri
Berjiwa wirausaha
Berpikir logis, kritis dan inovatif
Mandiri
Ingin tahu
Dan cinta ilmu.
13
pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi dan
berbangsa hal terkait lainnya.
Karakter baik merupakan persyaratan agar kompetensi yang dmikd seseorang dipakai
secara bijaksana. Kompetensi hanya akan menjadi kekayaan dan membawa maslahat bagi
orang banyak apabila kompetensi eryebut disertai dengun karakter boalk Sebalikrya orang
yang bekompctansi tinggi nanun karakterya tidk baik cenderung akan memakai
kompctensirya untuk hal-hal yang merugikan masyarakat.
Dengan demikian, apabila dalam satu masyarakat kerusakan karakter mehuas, maka
bangsa tersebut akan diggrogoti sendiri oleh wargarryn, atau dengan kata lain masyaralkatrya
akan melakukan tindakan merusak diri sendiri. Sebuah peradaban akan menurun apabila
terjadi demoralisasi pada masyarakatrya. Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang
mengatakan bahnwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus dibangun terlebith
dahulu agar bisa membantu sebuah masyarakat yang tertib aman dan sejahtera.
Thomas Lickona memandang bahwa karakter warga negara melputi beberapa aspek
yang melibatkan pengstahuan (moral knowing), erasaan (moral feeling), dan tindakan (moral
action).
a) Moral awarness (kesadaran moral), saat ini kesadaran moral merupakan kelemahan moral
yang melanda hampir semua i manusia dari segala jenis usia.
b) Knowing moral values (pengctahuan nilai-nilai moral), nilainila moral seperti rasn bornat
tertadap khdupan dan kebebasan tangung jawab terhadap orang lan, keruuran, keadhan,
tolerars sopan-santun, disiplin dir, integrtas, kebaikan, dan keberanian secara kescluruhan
menunjukan sifat-sifat orang yang baik. Resemuanya itu merupakan warisan dari gencrasi
masa lalu bagi kehidupan masa depan.
c) Persepective taking, adalah kemampuan untuk mengambil pelajaran dar peristiwa yang
menimpa atau teradi pada orang lain, melihat suatu keadaan scbagaimana mereka melihatnya,
mengimajinasikan bagamana mereka berpikir, bereaksi, dan merasa-kannya.
14
d) Monal rasonng (alasan moral), meliputi pemahaman mengena apu tu pertuatan moral dan
mengapa arus melakuoan perbuntan moal Misanya, mengpa penting untuk mencputi jani?
Mengpa harus melakukan yang terbaik?.
f) Self knowledge (mengetahui diri sendir), menjadi orang yang bermoral memerukan
kerarmpuan untuk melhat perlaku din sendir dan mengevaluasinya secara kritis.
Ada beberapa prinsip dalam mengembangkan nilai dan karakter bangsa, yaitu:
15
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan nilai dan karakter dilakukan oleh kepala sekolah,
guru, dan tenaga kependidikan atau konselor secara bersama-sama sebagai suatu komunitas
pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini:
CHAPTER REPORT 6
Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
16
jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai penerus bangsa.
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (puskur, 2010).
Nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dikembangkan dengan bersumber
pada: agama, pancasila dan budaya.
Proses pembelalajaran IPS, harus dibangun sebagai sebuah proses transaksi kultural
yang harus mengembangkan karakter sebagai bagian tak terpisahkan dari pengembangan
IPTEK pada umumnya. Pelaksanaan pendidikan IPS saat ini yang lebih didominasi oleh
praktik pendidikan di tingkat individual yang cenderung kognitif-intelektualistik, perlu di-
arahkan kembali sebagai wahana pembelajaran masyarakat, wahana pengembangan
pendidikan karakter bangsa, sebagai proses pembangunan kecerdasan, akhlak dan
kepribadian warga belajar secara utuh sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam
mendesain kurikulum pendidikan IPS, termasuk dalam proses pembelajarannya, harus juga
berangkat dari hakikat dan karakter peserta didik, bukan berorientasi pada materi semata
(Wayan Lasmawan, 2010: 2). Pendekatan esensialisme sudah saatnya untuk dimodifikasi
dengan teori rekonstruksi sosial yang mengacu pada teori pendidikan interaksional (Nana
Syaodih Sukmadinata, 1996: 6).
Beberapa strategi dalam pembangunan karakter atau tradisi nilai tersebut antara lain:
17
(c) intervensi (pembelajaran) dan habituasi (pembiasaan) secara terintegrasi dengan mata
(f) kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang mendukung penanaman tradisi nilai yang
baik.
Sesungguhnya dalam rumusan pendidikan nasional sudah cukup terjabar dengan baik
tentang karakter yang perlu dimiliki anak. Di antara rumusan tersebut adalah bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan memben-tuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembangunan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata dalam bentuk aksi
nasional dalam rangka memantapkan landasan spiritual, rmoral, dan etika pembangunan
bangsa sebagai upaya untuk menjag jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa dalam naungan NKRI. Pembangunan karakter bangsa harus dilakukan
melalui pendekatan sistematik, integratif dan berkelanjutan. Strategi pembangunan karakter
dapat dilakukan melalui sosialisasi. enkulurasi dan internalisasi melalui berbagai institusi
dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat serta pendekatan
multidisiplin yang tidak menekankan pada indoktrinasi.
Tanpa bemaksud mengucilkan arti institusi yang lain, pendidikan sebagai institusi
masih dinilai layak sebagai wahana sistemik dalam membangun karakter anak bangsa.
Namun sayang, puluhan tahun kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan (baca:
pendidikan formal) sebagai wahana sistemik pembangunan karakter belum memberikan
luaran optimal terhadap pembentukan karakter peserta didik. Hal ini diduga pendidikan saat
ini lebih cenderung mementingkan capaian kompetensi akademik ketimbang capaian
kompetensi karakter. Untuk itu usulan adanya pendidikan karakter yang teraktualisasikan
secara integralistik sebagai wahana sistemik pengembangan kecerdasan moral (building
18
moral intelligence) perlu mendapat dukungan berbagai pihak dalam enghasilkan luaran
peserta didik yang memiliki kompetensi kecerdasan plus moral.
(e) posisi guru sebagai transfer knowledge harus juga pada pemberian moral.
1. Moral knowing:
2. Moral feeling:
19
Conscience
Self esteem
Empathy
Loving the good
Self control
Humility.
3. Moral action:
Competence
Will
Habit.
Menurut Lickona (1991: 187-189; 220-221), ada sebelas prinsip agar pendidikan
karakter dapat terlaksana secara efektif:
(2) mendefenisikan karakter secara komprehensif yang mencakup aspek pikiran, perasaan
dan perilaku;
(5) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan tindakan moral;
20
(9) menumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral;
(11) amenaevalussi karakter sekolah baik terhadap staf sekolah sebagai pendidik karakter
maupun peserta didik dalam memanifestasikan karakter yang baik.
VCT dinilai pas dalam menerapkan pembelajaran nilai, dan dapat dimodifikasi secara
kreatif oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan moral peserta didik, seperti pada contoh
di bawah ini:
Menginformasikan topik;
langkah kegiatan, dengan langkah-langkah, seperti:
memberi contoh masalah/kasus yang bertentangan dengan topik mengkaji nilai yang
terkait dengan esensi contoh kasus +Menguji komitmen peserta didik terhadap suatu
nilai tertentu memberikan penguatan terhadap komitmen peserta didik;
peserta didik mengemukakan contoh-contoh perbuatan yang mencerminkan sikap
sesuai topik dari media massa, ilustrasi, dan pengalaman;
Menugaskan peserta didik menganalisis kasus dengan menunjukkan berbagai nilai
yang terkait;
Menugaskan peserta didik mendiskusikan nilai yang terkait dengan suatu kasus;
dan melaporkan hasil diskusi dengan menggunakan format model analisis nilai.
CHAPTER REPORT 7
Metode secara harfiah berati "cara". Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan
sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata
"pembelajaran" berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar
pada diri siswa. Jadi, metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran
yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa dalam upaya untuk
mencapai tujuan (Sutikno, 2009: 88). Dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang
21
memegang peranan penting dalam proses pembelajaran adalah keterampilan memilih metode.
Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha- usaha dalam menampilkan
pembelajaran yang sesuai dengan guru situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan
pembelajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar
untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu
komponen bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran yang sama pentingrya dengan
komponen-komponen lain dalam kesehuruhan komponen pendidikan (Sutikno, 2009: 88).
Jadi guru memilih untuk menetapkan suatu metode dalam pembelajaran, yaitu:
ini seseuai dengan pokok bahasan, dalam makna lebih menjadi mencapai sasaran dan
tujuan instruksional.
ini menjadi kegiatan peserta didik dalam belajar kemandirian dan meningkatkan
motivasi atau semangat belajar.
Metode ini memperjelas dasar, kerangka, isi dan tujuan dari pokok bahasan, sehingga
pemahaman peserta didik makin jelas.
Metode dipilih guru dengan asas di atas berdasarkan pertimbangan praktis, rasional
dikuatkan oleh kiat dan pengalaman guru mengajar.
Metode yang berdayaguna, belum tentu tunggal, jadi suatu metode dapat digunakan secara
kombinasi (sintesis terpadu) dan dilengkapi dengan media tertentu, bahkan multi-media.
22
c. Sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan siswa.
(7) Menampilkan suara dan warna sesuai aslinya (Abd. Gafur, 2003 c:31).
Maka dari itu, dalam memilih media pembelajaran, perlu disesuaikan dengan
kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing. Dengan perkataan lain, media yang terbaik
adalah media yang ada. Terserah kepada guru bagaimana ia dapat mengembangkannya secara
tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik siswa untuk menentukan media
pembelajaran tersebut.
17. Penggunaan media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memilki
fungsi tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang
lebih efektif;
18. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari keselunuhan proses
pembelajaran, hal ini mengandung pengertian bahwa media pembelajaran sebagai
salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dengan
komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi belajar yang diharapkan;
19. Media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan dengan kompetensi yang
ingin dicapai dan isi pembelajaran itu sendiri, fungsi ini mengandung makna bahwa
penggunaan media dalam pembelajaran harus selalu melihat kepada kompetensi dan
bahan ajar,
23
20. Media pembelajaran bukan berfungsi sebagai alat hiburan, dengan demikian tidak
diperkenankan menggu-nakannya hanya sekedar untuk permainan atau memancing
perhatian peserta didik;
21. Media pembelajaran berfungsi untuk mempercepat proses belajar, fungsi ini
mengandung arti bahwa media pembelajaran peserta didik dapat menangkap tujuan
dan bahan ajar lebih mudah dan lebih cepat;
22. Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar,
pada umumnya hasil belajar peserta didik dengan menggunakan media pembelajaran
akan tahan lama mengendap sehingga kualitas pembelajaran memiliki nilai yang
tinggi;
23. Media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir, oleh karena
itu dapat mengurangi terjadinya penyakit verbalisme.
Supaya pemilihan dan penentuan media dalam pembelajaran bisa efektif maka perlu
mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain:
Obyektifitas. Dalam memilih media perlu meminta saran atau pendapat dari teman
sejawat, bukan berdasar kesenangan pribadi guru.
Progaram pembelajaran, Penentuan media bisa menunjang pencapaian tujuan program
pembelajaran atau sesuai dengan pokok bahasan yang akan disampaikan.
Sasaran program, Sasaran program ini adalah siswa yang mengikuti proses
pembelajaran, pada usia tertentu mereka memiliki kemampuan intelektual tertentu
pula.
Situasi dan kondisi, Situasi dan kondisi ini berkaitan dengan sarana dan prasarana
sekolah atau kelas (ukuran ruangan, bangku, ventilasi dil) dan situasi kondisi siswa
(jumlah siswa,motivasi, dll).
CHAPTER REPORT 8
“PENDIDIKAN IPS DALAM KURIKULUM 2013”
Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
(KI) kelas dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
24
Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi
dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang
harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap
kelas melalui pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran
siswa aktif.
Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk
suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS,
SMA/MA, SMK/MAK.
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar di jenjang pendidikan menengah diutamakan
pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah pada kemampuan
intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar
yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapaikompetensi
dalam kompetensi inti.
A. Proses Pembelajaran
3) Proses pembelajaran didasarkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menguasai
Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti pada tingkat yang memuaskan (excepted).
25
24. Kurikulum bukan hanya merupakan sekumpulan daftar mata pelajaran karena mata
pelajaran hanya merupakan sumber materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi.
25. Kurikulum didasarkan pada standar kompetensi lulusan yang ditetapkan untuk satu
satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan
kebijakan pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi
Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus
dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun.
26. Kurikulum didasarkan pada model kurikulum berbasis kompetensi. Model kurikulum
berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap,
pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas
dalam berbagai mata pelajaran.
27. Kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kompetensi Dasar dapat
dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaidah
kurikulum berbasis kompetensi.
28. Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.
C. Struktur Kurikulum
26
pendekatan saintifik, karakteristik kompetensi sesuai jenjang. Untuk SD: tematik terpadu;
untuk SMP: tematik terpadu untuk IPA dan IPS, serta mapel; untuk SMA: tematik dan
Mapel; c) mengutamakan Discovery Learning dan Project Based Learning.
A. Pengertian IPS
Karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs antara lain sebagai berikut: 1) IPS
dibelajarkan dengan menggunakan geografi sebagai platform. 2) IPS merupakan gabungan
dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi,
bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001). 3)
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah,
ekonomi, dan sosiologi, yang sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau tema
tertentu.
Pada hakikatnya IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran dalam bentuk
integrated sciences dan integrated social studies. Muatan IPA berasal dari disiplin biologi,
fisika, dan kimia, sedangkan muatan IPS berasal dari sejarah, ekonomi, geografi, dan
sosiologi. Kedua matapelajaran tersebut merupakan program pendidikan yang berorientasi
aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan
pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam.
Jadi, tujuan pendidikan IPS menekankan pada pemahaman tentang bangsa, semangat
kebangsaan, patriotisme, dan aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
27
D. Konsep Pembelajaran Terpadu dalam IPS
Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu tema dari
suatu cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan
cabang-cabang ilmu yang lain. Tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan
permasalahan yang berkembang Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan
dipecahkan dan berbagai disiplin atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh,
potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modemisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai
disiplin ilmu-ilmu sosial.
F. Strategi Implementasil
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pe-ngembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang
28
memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive
reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning).
Menurut Permendikbud no. 81 A tahun 2013 lampiran IV, Proses pembelajaran terdiri
atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1) Mengamati;
2) Menanya;
3) Mengumpulkan informasi;
4) Mengasosiasi; dan
5) Mengkomunikasikan.
29
B. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
30
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Sebagai berikut:
Pada buku tersebut memiliki segi cover yang bisa dinilai oleh saya sebagai pembaca,
menurut saya segi cover karangan Dr. Deny Setiawan, M.Si memiliki cover yang bagus
karena sinkron dengan judul buku Pembelajaran Materi IPS Terpadu yaitu terdapat gambar
bangunan-bangunan pencakar langit dan rumah-rumah penduduk dan diatasnya ada dibuat
gambar peta atau globe dunia dan dibuat dengan perpaduan warna yang saya rasa sudah pas
yaitu ada warna biru, merah, kuning kecoklat-coklatan dsb.
Dalam segi aspek tulisan buku karangan Dr. Deny Setiawan, M.Si memiliki
kesempurnaan dalam letak tulisan yang sangat rapi dengan beberapa sumber pengutipan yang
sesuai dengan studi putaka sehingga dapat disimpulkan buku tersebut memiliki
kesempurnaan dalam aspek layout dan letak tulisan.
Pada buku tersebut menurut saya pada aspek isinya sudah cukup bagus dengan tema-
tema pembahasannya pada bab 1 mengenai “Konsep Pendidikan IPS”, bab 2 “Perkembangan
Pendidikan IPS”, bab 3 “Pendidikan IPS Terpadu”, bab 4 “Materi kajian dalam Pendidikan
IPS”, bab 5 “Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran IPS”, bab 6 “Pendidikan IPS dan
Pembangunan Karakter Bangsa”, bab 7 “Metode dan Media Pembelajaran IPS”, dan bab
yang terakhir yaitu bab 8 membahas tentang “Pendidikan IPS dalam Kurikulum 2013”.
Tetapi menurut saya pada isi buku tersebut ada pokok-pokok pembahasannya yang diulang-
ulang, seperti pengertian pendidikan IPS, tujuan pendidiokan IPS, dan juga IPS dalam
kurikulum 2013 pada materinya itu sudah dibahas di bahas di bab lalu kemudian beberapa
bab lagi muncul pokok-pokok materi pembahasan yang sudah saya sebut tadi yang diulang-
ulang tersebut. Tetapi dari segi isinya, buku tersebut sudah bagus hanya saja ada sedikit
pokok materi yang diulang-ulang pembahasannya.
31
Aspek Tata Bahasa
Pada aspek tata bahasa buku yang saya review memiliki keunggulan dalam aspek
bahasa buku memiliki bahasa yang sangat mudah untuk dimengerti dan bisa dipahami dengan
mudah, sehingga dapat disimpulkan buku tersebut memiliki kesempurnaan dalam aspek tata
bahasa.
32