DONGENG BUGIS
“MEONG PALO KARELLAE”
KELOMPOK 5
DISUSUN OLEH
* AULIA FIFTH JUFISA
* WINDI RADIKA DEWI
* ANINDYA PUTRI
* ASMAUL HUSNA
* SARIANTO GHASBI
KELAS X²
SMAN 9 LUWU UTARA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang cerita bugis meong Palo karellae
tepat waktu.
Makalah tentang cerita bugis meong palo karellae disusun guna memenuhi tugas guru
kami pada mata pelajaran bahasa daerah di sekolah kami. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang cerita bugis meong
palo karellae
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu selaku guru mata
pelajaran. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun, akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
CERITA BUGIS MEONG PALO KERRALAE DI DALAM BAHASA INDONESIA.
Ada suatu masa,di mana Sangiangseri (dewi padi) tidak lagi dihormati oleh masyarakat
di tanah Luwu. Tidak lagi didudukkan di tempat yang agung, tidak ada lagi masyarakat
yang menuruti pemali atau petuah orang terdahulu, padi dibiarkan dimakan oleh tikus di
malam hari, dan dipatuk ayam di siang harinya.
Meong Palo Karellae yang menghormati Sangiangseri, namun justru ia sering disiksa
oleh para penduduk. Sangiangseri seri kemudian merasa kasihan melihatnya sehingga ia
mengajak Meong Palo Karellae pergi meninggalkan tempat itu.
Ketika memasuki daerah Barru, mereka menemukan hal yang belum pernah ditemukan
sebelumnya. Sangiangseri dan Meong Palo Karellae disambut dengan baik, diagungkan
dan ditempatkan baik-baik di atas loteng. Semua masyarakatnya ramah, jujur dan berlaku
adil, sehingga Sangiangseri dan Meong Palo Karellae merasa nyaman tinggal di tempat
itu.
Pada waktu itu, Sangiangseri merasa sedih dan merasa lega ketika ia mengingat
kembali kisah perjalanannya yang penuh penderitaan sekaligus berbagai macam
perlakuan orang terhadap dirinya. Ia pun berpikir untuk meninggalkan dunia dan kembali
ke langit untuk bertemu dengan kedua orang tuanya di Boting Langi (sebutan untuk
tempat tinggalnya dewa-dewa di atas langit menurut kepercayaan Bugis).
Sangiangseri dan Meong Palo Karellae kemudian meninggalkan dunia dan naik ke atas
langit. Namun ketika mereka sampai di Boting Langi, mereka ternyata tidak diizinkan
untuk tinggal di sana karena mereka telah ditakdirkan untuk memberi kehidupan di dunia.
Sangiangseri dan Meong Palo Karellae kemudian kembali ke dunia. Tidak terasa sudah
tujuh hari tujuh malam Sangiangseri berada di Barru, mulailah ia memberi pesan -pesan,
nasihat, dan pemali, terutama yang berkaitan dengan tata cara menanam padi, serta
adat dalam memperlakukan tanaman padi sehingga masyarakat hidup dalam kebaikan.
Masyarakat kemudian percaya bahwa ketika mereka melaksanakan pesan dari
Sangiangseri, maka kehidupan mereka di dunia akan mendatangkan kebaikan,
juga Sangiangseri tidak akan meninggalkan mereka.
CERITA BUGIS MEONG PALO KERRALAE DI DALAM BAHASA BUGIS
Engka seuwa wettu, de’na naipakaraja Sangiangseri ri pabbanuae ri tana Luwu. De’na
naipatudang ri onrong marajae, de’na gaga pabbanua turu’i pammatoa,
appemmaliangnge, naanreni balawo riwennie, napitto manu riwellang kessoe.
Laleng naolae mappammula Enrekang lettu Lisu runtu sussa na pa’halang nasaba
panggaukeng rupa tau iya de’ naiminasai meong nasessa teppaja, Sangiangseri de’na
naitaro ri rakkeangnge. Napada malupu manenni naiyatopa dekka, pella iya mattoro’e
ri esso nampa cekke temmaka-maka cekke ri wennie. Pada lao salei onrongngero.