Anda di halaman 1dari 22

1

MAKALAH

PENGANTAR MANAJEMEN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERETIKA

DISUSUN OLEH

YUNIARKO NUGROHO 382241094

DOSEN PEMBINA : H. NONO SUGIONO SE,MM


PERGURUAN TINGGI INDONESIA MANDIRI STMIK INDONESIA MANDIRI DAN STIE STAN
INDONESIA MANDIRI JL. BELITUNG NO 07 BANDUNG
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai sebagai pelaksanaan dari tugas yang diberikan oleh dosen
pembina. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih pada dosen Pembina yang telah
meberikan tugas ini sehingga penulis paham dalam isi makalah juga paham dalam pembuatan
makalah.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya sebagai penyusun dan pengumpul materi merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

QATAR 30 JANUARI 2023


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................... 4

· DEVINISI PENGAMBILAN KEPUTUSAN.............................................................................. 4


· DASAR MENGAMBIL KEPUTUSAN......................................................................................
· JENIS JENIS PENGAMBIL KEPUTUSAN ORAGNISASI
· IMPLIKASI MANAJERIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN.........................................6
· FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN................................................... 7

BAB II PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BERETIKA.....................................................................9

· LATAR BELAKANG............................................................................................................. 9
· RUMUSAN MASALAH..................................................................................................... 10
· TUJUAN...........................................................................................................................10

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................................. 12

· KEPUTUSAN YANG BERETIKA......................................................................................... 12


- KRITERIA KEPUTUSAN UNTUK PERTIMBANGAN ETIKA............................................12
- TANGGUNG JAWAB MORAL.................................................................................... 16
· GAYA PENGAMBILAN KEPUTUSAN.................................................................................18
· Gaya Pengambilan Keputusan Etis Individu........................................................18

BAB III PENUTUP..........................................................................................................................21

· KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................................. 21


· DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 22
4

Definisi Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau
kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang
tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya
bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.

Definisi pengambilan keputusan menurut beberapa ahli:

· George R. Terry Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternative perilaku


(kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternative yang ada.

· Sondang P. Siagian Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis


terhadap hakikat alternative yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut
perhitungan merupakan tindakan yang paling cepaat.

· James A. F. Stoner Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk


memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu cara yang
digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan
cara / teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.

Dasar Pengambilan Keputusan

Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan
keputusan yang dapat digunakan yaitu :

1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat
5

subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan


intuisi ini mengandung beberapa keuntungan dan kelemahan.

2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan
praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat
diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang
memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan
tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini.

3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat,
solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan
keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan
yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.

4. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan
terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang
lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga
memiliki kelebihan dan kekurangan.

5. Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional
terhadap semua unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada
pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan
bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau
nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran
atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara logika
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
– Kejelasan masalah
6

– Orientasi tujuan : kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai


– Pengetahuan alternatif : seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya
– Preferensi yang jelas : alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria
– Hasil maksimal : pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang
maksimal.

Jenis-jenis Keputusan Organisasi

Jenis keputusan dalam sebuah organisasi dapat digolongkan berdasarkan banyaknya waktu yang
diperlukan untuk mengambil keputusan tersebut, bagian mana organisasi harus dapat melibatkan
dalam mengambil keputusan dan pada bagian organisasi mana keputusan tersebut difokuskan.

Secara garis besar jenis keputusan terbagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Keputusan Rutin Keputusan Rutin adalah Keputusan yang sifatnya rutin dan berulang-
ulang serta biasanya telah dikembangkan untuk mengendalikannya.

2. Keputusan tidak Rutin Keputusan tidak Rutin adalah Keputusan yang diambil pada
saat-saat khusus dan tidak bersifat rutin.

Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Menurut George R.Terry (1989) faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan
sebagai berikut:

1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan
2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan
organisasi
3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan
kepentingan orang lain
7

4. Jangan sekali ada 1 pilihan yang memuaskan


5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini
kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik
6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama
7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik
8. Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan
yang diambil itu betul
9. Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan
berikutnya.

Kemudian terdapat 6 faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu:

1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau
kenikmatan. Ada kecendrungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak
senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.

2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada situasi secara
subjektif.

3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatan informasi, memahami situasi
dan berbagai konsekuensinya.

4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang
akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuannya dalam
bertindak.
8

5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke
orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.

6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan
hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

Implikasi Manajerial dalam Pengambilan Keputusan

Proses Pengambilan Keputusan dalam partisipatif dalam organisasi sekolah Manajerial yang baik.
Rendahnya kemapuan kepala sekolah akan berpengaruh terhadap perolehan dukungan dari
masyarakat khususnya dukungan dalam mengambilan keputusan yang dikeluarkan sekolah terkait
dengan kebijakan dan rencana program pengembangan sekolah.
9

BAB II PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BERETIKA


Latar Belakang

Etika adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat
tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Pada pengertian yang paling dasar,
etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa
yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu, memutuskan apa yang konsisten dengan
sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Pengertian etika terkadang disebut
juga sebagai moralitas (morality) dan itu adalah aspek dari etika yang kita sebut sebagai
”integritas pribadi”.

Banyak perusahaan yang telah memenuhi standart etika berbisnis, baik dari dalam diri
perusahaan tersebut, maupun kepada masyarakat luas termasuk konsumen mereka.
Berbagai prinsip-prinsip etika juga telah diterapkan dengan baik, dengan berbagai
pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan tersebut,
sehingga dapat menciptakan suatu bisnis yang bermanfaat bagi keseluruhan.

Namun, tentu saja, tidak semua perusahaan berhasil memegang etika berbisnis dengan
baik. Beberapa faktor yang seharusnya tidak mereka lakukan masih saja ada, hingga
merugikan beberapa pihak. Beberapa cara pengambilan keputusan yang etis masih kurang
diterapkan, bahkan ada yang tidak menghiraukan sama sekali.

Maka dari itu, Penulis mencoba menjabarkannya dalam makalah ini, berupa pembahasan
tentang prinsip, pendekatan, pengambilan keputusan yang etis sesuai etika bisnis, sehingga
akan lebih membuka wawasan kita tentang bisnis yang baik, hingga dapat bermanfaat
kepada masyarakat luas.
10

Rumusan Masalah

Bagaimana kriteria pengambilan keputusan yangg beretika?

Apa saja prinsip-prinsip etika?

Bagaimana cara pengambilan keputusan yang etis dalam kinerja perusahaan?

Tujuan

Pembaca diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang prinsip-prinsip etika dan
pengambilan keputusan yang etis, terutama dari individu ke perusahaan.
11

BAB III PEMBAHASAN


Kriteria Keputusan yang Beretika

Manajer harus kreatif dan berinovasi dalam solusi mereka sehingga bisa membantu
memecahkan masalah bisnis. Mereka harus benar-benar kreatif ketika menyangkut etika.
Para manajer harus menggunakan imajinasi moral mereka untuk menentukan alternatif
etika yang sama-sama menguntungkan (win-win solution). Artinya, keputusan haruslah
berdampak baik untuk individu, baik bagi perusahaan, dan baik untuk masyarakat.

Kemampuan untuk memikirkan isu-isu moral dan dilema, kemudian, membutuhkan


kesadaran seperangkat nilai-nilai moral dan etika; kapasitas untuk berpikir secara objektif
dan rasional tentang apa yang mungkin menjadi masalah emosional, kesediaan untuk
mengambil sikap untuk apa yang benar, bahkan dalam menghadapi oposisi, dan ketabahan
dan ketahanan untuk menjaga etika dan moral standar seseorang.

Menyadari perilaku yang baik, menjadi agen moral yang efektif, dan membawa nilai-nilai
ke dalam pekerjaan seseorang, semua memerlukan keterampilan selain kecenderungan
moral. Studi telah menemukan empat set keterampilan yang memainkan peran penting
dalam latihan keahlian moral.

Imajinasi Moral: Kemampuan untuk melihat situasi melalui mata orang lain. Imajinasi moral
yang mencapai keseimbangan antara menjadi hilang dalam perspektif orang lain dan gagal
untuk meninggalkan perspektif sendiri. Adam Smith istilah keseimbangan ini
“proporsionalitas,” yang bisa kita capai dalam empati.

Kreativitas Moral: kreativitas moral berkaitan erat dengan imajinasi moral, tetapi berpusat
pada kemampuan untuk membingkai situasi dengan cara yang berbeda.
12

Kewajaran: saldo kewajaran keterbukaan terhadap pandangan orang lain dengan


komitmen terhadap nilai-nilai moral dan tujuan penting lainnya. Artinya, orang yang wajar
terbuka, tapi tidak sejauh mana ia bersedia untuk percaya hanya apapun dan/atau gagal
untuk menjaga komitmen mendasar.

Ketekunan: Ketekunan adalah kemampuan untuk memutuskan rencana aksi moral dan
kemudian untuk beradaptasi dengan setiap hambatan yang timbul dalam rangka untuk
terus bekerja menuju tujuan itu.

Kriteria Keputusan untuk Pertimbangan Etika

Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam sebuah situasi. Memberikan upaya yang cukup
untuk memahami situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal
yang sangat penting. Perbedaan persepsi (perceptual differences) dalam bagaimana
seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menjelaskan banyak perbedaan etis.
Mengetahui fakta-fakta dan meninjau secara cermat keadaannya akan memberikan
kemudahan dalam memecahkan perselisihan pendapat mengenai tanggung jawab pada
tahap awal.

Sehubungan dengan pentingnya menentukan fakta-fakta, terdapat sebuah peran bagi ilmu
pengetahuan (dan alasan teoretis) dalam setiap studi mengenai etika. Penilaian etis yang
berdasarkan fakta akan lebih masuk akal daripada yang tidak berdasarkan fakta-fakta.
Seseorang yang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah
bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang yang
bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam. Ilmu-ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
sosial dapat membantu kita dalam menentukan fakta-fakta seputar keputusan yang akan
kita ambil.
13

Langkah kedua dalam pengambilan keputusan etis yang bertanggung jawab mensyaratkan
kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah
keputusan etis atau permasalahan etis. Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat
merupakan langkah selanjutnya dalam membuat keputusan bertanggung jawab.

Langkah ketiga dalam pengambilan keputusan yang etis melibatkan satu dari elemen
vitalnya. Para “pemegang kepentingan” mencakup semua kelompok dan/atau individu-
individu yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, kebijakan, atau operasi suatu
perusahaan atau seseorang. Mempertimbangkan isu-isu dari berbagai sudut pandang
orang lain selain sudut pandang diri sendiri, dan selain dari kebiasaan setempat, membantu
kita dalam membuat keputusan yang lebih masuk akal dan bertanggung jawab. Sebaliknya,
berpikir dan mempertimbangkan dalam sudut pandang yang pribadi yang sempit dapat
menyebabkan kita tidak sanggup memahami situasi yang dihadapi secara menyeluruh.

Kenyataannya bahwa banyak keputusan bisnis melibatkan kepentingan berbagai


pemegang kepentingan membantu kita memahami tantangan utama dalam pengambilan
keputusan yang etis. Tiap alternatif akan membebankan biaya bagi pemegang kepentingan
tertentu dan memberikan keuntungan bagi pemegang kepentingan yang lain.

Langkah kedua dalam pengambilan keputusan etis yang bertanggung jawab mensyaratkan
kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah
keputusan etis atau permasalahan etis. Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat
merupakan langkah selanjutnya dalam membuat keputusan bertanggung jawab.

Langkah ketiga dalam pengambilan keputusan yang etis melibatkan satu dari elemen
vitalnya. Para “pemegang kepentingan” mencakup semua kelompok dan/atau individu-
individu yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, kebijakan, atau operasi suatu
perusahaan atau seseorang. Mempertimbangkan isu-isu dari berbagai sudut pandang
orang lain selain sudut pandang diri sendiri, dan selain dari kebiasaan setempat, membantu
14

kita dalam membuat keputusan yang lebih masuk akal dan bertanggung jawab. Sebaliknya,
berpikir dan mempertimbangkan dalam sudut pandang yang pribadi yang sempit dapat
menyebabkan kita tidak sanggup memahami situasi yang dihadapi secara menyeluruh.

Kenyataannya bahwa banyak keputusan bisnis melibatkan kepentingan berbagai


pemegang kepentingan membantu kita memahami tantangan utama dalam pengambilan
keputusan yang etis. Tiap alternatif akan membebankan biaya bagi pemegang kepentingan
tertentu dan memberikan keuntungan bagi pemegang kepentingan yang lain.

Setelah kita meninjau fakta-fakta, mengamati isu-isu etis yang terlibat, dan
mengidentifikasi para pemegang kepentingan, kita perlu mempertimbangkan alternatif-
alternatif yang tersedia. Kreatifitas dalam mengidentifikasi pilihan-pilihan—yang juga
disebut dengan “imajinasi moral (moral imagination)”—adalah satu elemen yang
membedakan antara orang baik yang mengambil keputusan etis dengan orang yang tidak
melakukan hal tersebut.

Terkadang para pakar etika meminta pengambil keputusan untuk mempertimbangkan


apakan ia akan merasa bangga atau malu jika keputusannya terpampang di halaman depan
koran. Namun konsekuensi-konsekuensi atau pembenaran-pembenaran bukanlah satu-
satunya cara dalam membandingkan alternatif. Beberapa alternatif mungkin
mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut prinsip-prinsip, hak-hak, dan kewajiban-
kewajiban yang mengesampingkan konsekuensi-konsekuensi.

Salah satu faktor tambahan dalam membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-


alternatif mengharuskan adanya pertimbangan akan dampak dari sebuah keputusan
terhadap integritas dan karakter kita sendiri.

Dapat juga dilanjutkan dengan Panduan, yaitu bagaimana kita membahasa kasus ini dengan
orang lain yang terkait. Dapatkah kita mengumpulkan berbagai opini dan perspektif
15

tambahan, serta adanya petunjuk, aturan, atau sumber eksternal lain yang dapat
membantu menyelesaikan dilema ini.

Selanjutnya adalah Penilaian, dimana kita membuat mekanisme untuk menilai keputusan
dan membuat modifikasi yang mungkin dilakukan jika diperlukan. Memastikan bahwa kita
mempelajari setiap keputusan dan menggunakan pengetahuan ini ketika menghadapi hal
yang sama dimasa depan.

Menentukan fakta-fakta:

· Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat.

· Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi dari sudut


pandang mereka.

· Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia (imajinasi moral)

· Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat mempengaruhi para pemegang


kepentingan, dibandingkan dan dipertimbangkan alternatif berdasarkan:

- Konsekuensi-konsekuensi

- Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip - Dampak bagi integritas dan karakter


pribadi

· Membuat sebuah keputusan · Memantau hasil


16

Tanggung Jawab Moral

Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan
kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek
merugikan yang telah diketahui ;

a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas b. Yang
gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu

dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.

Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan
tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;

· Ketidaktahuan · Ketidakmampuan

Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari
tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat
menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas
dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan
ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah
ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui
persoalan tertentu.

Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang
menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan
melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan
atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik
terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga
mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab
17

karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang
melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan
seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu,
adalah keliru menyalahkan orang itu.

Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan
ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang
karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan
tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang
memperingan mencakup :

Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang
apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)

Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari


melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)

Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan


seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan sampai dimana seseorang
benar-benar menyebabkan kerugian)

Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru
yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.

Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau
yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang
gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.

Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan
ketidakmampuan
18

Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :

· Ketidak pastian Kesulitan

Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang
mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-
hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan
kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga factor
pertama tadi dapat meringankan.

Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar
mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak
pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain
berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan
secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.

Gaya Pengambilan Keputusan Etis Individu

Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, juga perlu
adanya kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk
pengambilan keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk
profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting
dan yang baru-baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk
meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:

Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus


dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.

Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan


kedalam tindakan praktis.
19

Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) melihat etikalitas keputusan atau
tindakan yang dibuat dengan melihat:

· Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya · Hak
dan kewajiban yang terkena dampak

· Kesetaraan yang dilibatkan

· Motivasi atau kebijakan yang diharapkan

Teori Pengambilan Keputusan Dalam Hadapi Etik/Moral

· Teori Utilitariansme (tindakan dimaksudkan untuk memberikan kebahagiaan atau


kepuasan yang maksimal);

· Teori Deontologi (tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam situasi normal karena
menghargai: Norma yang berlaku, Misal kewajiban melakukan pelayanan prima kepada
semua orang secara obyektif)

· Teori Hedonisme (berdasarkan alasan kepuasan Yang ditimbulkannya): mencari


kesenangan, menghindari ketidaksenangan;

· Teori Eudemonisme (tujuan akhir untuk kebahagiaan)

Etika dalam pengambilan keputusan

Etika merupakan pertimbangan etis yang seharusnya suatu kriteria yang pentingdalam
pengambilan keutusan organisasional. Terdapat tiga kriteria dalam pengambilan
keputusan:
20

a. Kriteria utilitarian, dimana keputusan – keputusan diambil semata – mata atas dasar hasil
atau konsekuensi mereka. Tujuannya memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah
yang terbesar.

b. Kriteria pelindungan hak, kriteria ini mempersilahkan individu untuk mengambil


keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan mendasar seperti
dikemukakan dalam dokumen – dokumen HAM. Penekanan kriteria ini adalah
menghormati dan melindungi hak dan individu seperti hak keleluasaan pribadi dan
keleluasan berbicara.

c. Kriteria keadilan, kriteria ini menerapkan aturan – aturan secara adil dan tidak berat
sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Kriteria ini membenarkan
pembayaran upah yang sama kepada orang –orang untuk pekerjaan tertentu tanpa
memerhatikan perbedaan kinerja dan senioritas.
21

BAB III PENUTUP


Kesimpulan

Kriteria keputusan beretika yaitu menentukan fakta-fakta, mengidentifikasi,


mempertimbangkan alternatif yang tersedia (imajinasi moral), kewajiban-hak-prinsip,
dampak, membuat sebuah keputusan, dan memantau hasil.

Pengambilan Keputusan Dalam Hadapi Etik/Moral antara lain Teori Utilitariansme, Teori
Deontologi, Teori Hedonisme, dan Teori Eudemonisme.

Peranan tanggung jawab sosial dari perusarahaan dapat berupa CSR, yang meliputi
pelanggan, karyawan, pemegang saham (investor), kreditor, lingkungan, dan komunitas.

Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat
dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya, yaitu Manajemen
Immoral, Amoral, dan Moral.

Saran

Dalam sebuah hubungan bisnis memang perlu adanya etika didalamnya. Ini karena orang-
orang memiliki karakter yang berbeda dan kadang mereka ingin menang sendiri. Dalam
beretika, maka akan muncul peraturan yang menata cara berbisnis dan bekerja sama antar
pebisnis dengan semestinya, sehingga hal-hal negatif yang tidak diinginkan dalam bisnis
dapat dikurangi, bahkan dihilangkan.

Sayang, tidak semua perusahaan paham akan etika berbisnis. Beberapa dari mereka masih
melakukan beberapa pelanggaran, baik dari dalam perusahaan atau untuk masyarakat luas,
bahkan negara. Pemerintah seharusnya memberikan ketegasan hukum bagi para pelanggar
22

etika bisnis yang merugikan tersebut. Namun semua juga tidak lepas dari peran masyarakat
sekitar, guna mengoptimalisasikan kenirja pemerintah dalam bidang ini.

Bagi para pembaca, pengumpulan beberapa kasus akan lebih melengkapi masalah yang
sedang penulis bahas pada makalah ini. Sehingga, data-data dalam kasus serupa dari
berbagai sumber akan lebih melengkapi dan memperinci permasalahan yang penulis
ungkap, serta menemukan solusi yang lebih tepat untuk semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Hartman, Laura P. Joe Desjardins. 2008. Etika Bisnis. Jakarta: Penerbit Erlangga Brooks,
Leonard J. Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis & Profesi. Jakarta: Salemba Empat Sridianti.com.
2015. 4 Komponen Perilaku Moral menurut Lynn W. Swaner, (online),

Anda mungkin juga menyukai