Makalah Pengantar Manajemen
Makalah Pengantar Manajemen
MAKALAH
PENGANTAR MANAJEMEN
DISUSUN OLEH
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai sebagai pelaksanaan dari tugas yang diberikan oleh dosen
pembina. Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih pada dosen Pembina yang telah
meberikan tugas ini sehingga penulis paham dalam isi makalah juga paham dalam pembuatan
makalah.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya sebagai penyusun dan pengumpul materi merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................... 4
· LATAR BELAKANG............................................................................................................. 9
· RUMUSAN MASALAH..................................................................................................... 10
· TUJUAN...........................................................................................................................10
Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau
kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang
tersedia. Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan final. Keluarannya
bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu opini terhadap pilihan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu cara yang
digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang dapat menyelesaikan suatu masalah dengan
cara / teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak.
Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan
keputusan yang dapat digunakan yaitu :
1. Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat
5
2. Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan
praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat
diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang
memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan
tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini.
3. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat,
solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan
keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan
yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan
terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang
lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga
memiliki kelebihan dan kekurangan.
5. Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional
terhadap semua unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada
pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan
bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau
nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran
atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara logika
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
– Kejelasan masalah
6
Jenis keputusan dalam sebuah organisasi dapat digolongkan berdasarkan banyaknya waktu yang
diperlukan untuk mengambil keputusan tersebut, bagian mana organisasi harus dapat melibatkan
dalam mengambil keputusan dan pada bagian organisasi mana keputusan tersebut difokuskan.
Secara garis besar jenis keputusan terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Keputusan Rutin Keputusan Rutin adalah Keputusan yang sifatnya rutin dan berulang-
ulang serta biasanya telah dikembangkan untuk mengendalikannya.
2. Keputusan tidak Rutin Keputusan tidak Rutin adalah Keputusan yang diambil pada
saat-saat khusus dan tidak bersifat rutin.
Menurut George R.Terry (1989) faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan
sebagai berikut:
1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan
2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan
organisasi
3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan
kepentingan orang lain
7
Kemudian terdapat 6 faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu:
1. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau
kenikmatan. Ada kecendrungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak
senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
2. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada situasi secara
subjektif.
3. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatan informasi, memahami situasi
dan berbagai konsekuensinya.
4. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang
akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuannya dalam
bertindak.
8
5. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke
orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan
hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.
Proses Pengambilan Keputusan dalam partisipatif dalam organisasi sekolah Manajerial yang baik.
Rendahnya kemapuan kepala sekolah akan berpengaruh terhadap perolehan dukungan dari
masyarakat khususnya dukungan dalam mengambilan keputusan yang dikeluarkan sekolah terkait
dengan kebijakan dan rencana program pengembangan sekolah.
9
Etika adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat
tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Pada pengertian yang paling dasar,
etika adalah sistem nilai pribadi yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa
yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu, memutuskan apa yang konsisten dengan
sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Pengertian etika terkadang disebut
juga sebagai moralitas (morality) dan itu adalah aspek dari etika yang kita sebut sebagai
”integritas pribadi”.
Banyak perusahaan yang telah memenuhi standart etika berbisnis, baik dari dalam diri
perusahaan tersebut, maupun kepada masyarakat luas termasuk konsumen mereka.
Berbagai prinsip-prinsip etika juga telah diterapkan dengan baik, dengan berbagai
pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan tersebut,
sehingga dapat menciptakan suatu bisnis yang bermanfaat bagi keseluruhan.
Namun, tentu saja, tidak semua perusahaan berhasil memegang etika berbisnis dengan
baik. Beberapa faktor yang seharusnya tidak mereka lakukan masih saja ada, hingga
merugikan beberapa pihak. Beberapa cara pengambilan keputusan yang etis masih kurang
diterapkan, bahkan ada yang tidak menghiraukan sama sekali.
Maka dari itu, Penulis mencoba menjabarkannya dalam makalah ini, berupa pembahasan
tentang prinsip, pendekatan, pengambilan keputusan yang etis sesuai etika bisnis, sehingga
akan lebih membuka wawasan kita tentang bisnis yang baik, hingga dapat bermanfaat
kepada masyarakat luas.
10
Rumusan Masalah
Tujuan
Pembaca diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang prinsip-prinsip etika dan
pengambilan keputusan yang etis, terutama dari individu ke perusahaan.
11
Manajer harus kreatif dan berinovasi dalam solusi mereka sehingga bisa membantu
memecahkan masalah bisnis. Mereka harus benar-benar kreatif ketika menyangkut etika.
Para manajer harus menggunakan imajinasi moral mereka untuk menentukan alternatif
etika yang sama-sama menguntungkan (win-win solution). Artinya, keputusan haruslah
berdampak baik untuk individu, baik bagi perusahaan, dan baik untuk masyarakat.
Menyadari perilaku yang baik, menjadi agen moral yang efektif, dan membawa nilai-nilai
ke dalam pekerjaan seseorang, semua memerlukan keterampilan selain kecenderungan
moral. Studi telah menemukan empat set keterampilan yang memainkan peran penting
dalam latihan keahlian moral.
Imajinasi Moral: Kemampuan untuk melihat situasi melalui mata orang lain. Imajinasi moral
yang mencapai keseimbangan antara menjadi hilang dalam perspektif orang lain dan gagal
untuk meninggalkan perspektif sendiri. Adam Smith istilah keseimbangan ini
“proporsionalitas,” yang bisa kita capai dalam empati.
Kreativitas Moral: kreativitas moral berkaitan erat dengan imajinasi moral, tetapi berpusat
pada kemampuan untuk membingkai situasi dengan cara yang berbeda.
12
Ketekunan: Ketekunan adalah kemampuan untuk memutuskan rencana aksi moral dan
kemudian untuk beradaptasi dengan setiap hambatan yang timbul dalam rangka untuk
terus bekerja menuju tujuan itu.
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara etis
adalah menentukan fakta-fakta dalam sebuah situasi. Memberikan upaya yang cukup
untuk memahami situasi tersebut, membedakan fakta-fakta dari opini belaka, adalah hal
yang sangat penting. Perbedaan persepsi (perceptual differences) dalam bagaimana
seseorang mengalami dan memahami situasi dapat menjelaskan banyak perbedaan etis.
Mengetahui fakta-fakta dan meninjau secara cermat keadaannya akan memberikan
kemudahan dalam memecahkan perselisihan pendapat mengenai tanggung jawab pada
tahap awal.
Sehubungan dengan pentingnya menentukan fakta-fakta, terdapat sebuah peran bagi ilmu
pengetahuan (dan alasan teoretis) dalam setiap studi mengenai etika. Penilaian etis yang
berdasarkan fakta akan lebih masuk akal daripada yang tidak berdasarkan fakta-fakta.
Seseorang yang bertindak sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah
bertindak dalam cara yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang yang
bertindak tanpa pertimbangan yang mendalam. Ilmu-ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
sosial dapat membantu kita dalam menentukan fakta-fakta seputar keputusan yang akan
kita ambil.
13
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan etis yang bertanggung jawab mensyaratkan
kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah
keputusan etis atau permasalahan etis. Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat
merupakan langkah selanjutnya dalam membuat keputusan bertanggung jawab.
Langkah ketiga dalam pengambilan keputusan yang etis melibatkan satu dari elemen
vitalnya. Para “pemegang kepentingan” mencakup semua kelompok dan/atau individu-
individu yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, kebijakan, atau operasi suatu
perusahaan atau seseorang. Mempertimbangkan isu-isu dari berbagai sudut pandang
orang lain selain sudut pandang diri sendiri, dan selain dari kebiasaan setempat, membantu
kita dalam membuat keputusan yang lebih masuk akal dan bertanggung jawab. Sebaliknya,
berpikir dan mempertimbangkan dalam sudut pandang yang pribadi yang sempit dapat
menyebabkan kita tidak sanggup memahami situasi yang dihadapi secara menyeluruh.
Langkah kedua dalam pengambilan keputusan etis yang bertanggung jawab mensyaratkan
kemampuan untuk mengenali sebuah keputusan atau permasalahan sebagai sebuah
keputusan etis atau permasalahan etis. Mengidentifikasi isu-isu etis yang terlibat
merupakan langkah selanjutnya dalam membuat keputusan bertanggung jawab.
Langkah ketiga dalam pengambilan keputusan yang etis melibatkan satu dari elemen
vitalnya. Para “pemegang kepentingan” mencakup semua kelompok dan/atau individu-
individu yang dipengaruhi oleh sebuah keputusan, kebijakan, atau operasi suatu
perusahaan atau seseorang. Mempertimbangkan isu-isu dari berbagai sudut pandang
orang lain selain sudut pandang diri sendiri, dan selain dari kebiasaan setempat, membantu
14
kita dalam membuat keputusan yang lebih masuk akal dan bertanggung jawab. Sebaliknya,
berpikir dan mempertimbangkan dalam sudut pandang yang pribadi yang sempit dapat
menyebabkan kita tidak sanggup memahami situasi yang dihadapi secara menyeluruh.
Setelah kita meninjau fakta-fakta, mengamati isu-isu etis yang terlibat, dan
mengidentifikasi para pemegang kepentingan, kita perlu mempertimbangkan alternatif-
alternatif yang tersedia. Kreatifitas dalam mengidentifikasi pilihan-pilihan—yang juga
disebut dengan “imajinasi moral (moral imagination)”—adalah satu elemen yang
membedakan antara orang baik yang mengambil keputusan etis dengan orang yang tidak
melakukan hal tersebut.
Dapat juga dilanjutkan dengan Panduan, yaitu bagaimana kita membahasa kasus ini dengan
orang lain yang terkait. Dapatkah kita mengumpulkan berbagai opini dan perspektif
15
tambahan, serta adanya petunjuk, aturan, atau sumber eksternal lain yang dapat
membantu menyelesaikan dilema ini.
Selanjutnya adalah Penilaian, dimana kita membuat mekanisme untuk menilai keputusan
dan membuat modifikasi yang mungkin dilakukan jika diperlukan. Memastikan bahwa kita
mempelajari setiap keputusan dan menggunakan pengetahuan ini ketika menghadapi hal
yang sama dimasa depan.
Menentukan fakta-fakta:
- Konsekuensi-konsekuensi
Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan
kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek
merugikan yang telah diketahui ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas b. Yang
gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu
Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan
tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;
· Ketidaktahuan · Ketidakmampuan
Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari
tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat
menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas
dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan
ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah
ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui
persoalan tertentu.
Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang
menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan
melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan
atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik
terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga
mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab
17
karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang
melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan
seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu,
adalah keliru menyalahkan orang itu.
Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan
ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang
karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan
tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang
memperingan mencakup :
Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang
apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru
yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.
Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau
yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang
gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan
ketidakmampuan
18
Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang
mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-
hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan
kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga factor
pertama tadi dapat meringankan.
Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar
mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak
pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain
berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan
secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.
Sebagai respons terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, juga perlu
adanya kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk
pengambilan keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk
profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting
dan yang baru-baru ini dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk
meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan:
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (EDM) melihat etikalitas keputusan atau
tindakan yang dibuat dengan melihat:
· Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya · Hak
dan kewajiban yang terkena dampak
· Teori Deontologi (tindakan berlaku umum & wajib dilakukan dalam situasi normal karena
menghargai: Norma yang berlaku, Misal kewajiban melakukan pelayanan prima kepada
semua orang secara obyektif)
Etika merupakan pertimbangan etis yang seharusnya suatu kriteria yang pentingdalam
pengambilan keutusan organisasional. Terdapat tiga kriteria dalam pengambilan
keputusan:
20
a. Kriteria utilitarian, dimana keputusan – keputusan diambil semata – mata atas dasar hasil
atau konsekuensi mereka. Tujuannya memberikan kebaikan yang terbesar untuk jumlah
yang terbesar.
c. Kriteria keadilan, kriteria ini menerapkan aturan – aturan secara adil dan tidak berat
sebelah sehingga ada pembagian manfaat dan biaya yang pantas. Kriteria ini membenarkan
pembayaran upah yang sama kepada orang –orang untuk pekerjaan tertentu tanpa
memerhatikan perbedaan kinerja dan senioritas.
21
Pengambilan Keputusan Dalam Hadapi Etik/Moral antara lain Teori Utilitariansme, Teori
Deontologi, Teori Hedonisme, dan Teori Eudemonisme.
Peranan tanggung jawab sosial dari perusarahaan dapat berupa CSR, yang meliputi
pelanggan, karyawan, pemegang saham (investor), kreditor, lingkungan, dan komunitas.
Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat
dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya, yaitu Manajemen
Immoral, Amoral, dan Moral.
Saran
Dalam sebuah hubungan bisnis memang perlu adanya etika didalamnya. Ini karena orang-
orang memiliki karakter yang berbeda dan kadang mereka ingin menang sendiri. Dalam
beretika, maka akan muncul peraturan yang menata cara berbisnis dan bekerja sama antar
pebisnis dengan semestinya, sehingga hal-hal negatif yang tidak diinginkan dalam bisnis
dapat dikurangi, bahkan dihilangkan.
Sayang, tidak semua perusahaan paham akan etika berbisnis. Beberapa dari mereka masih
melakukan beberapa pelanggaran, baik dari dalam perusahaan atau untuk masyarakat luas,
bahkan negara. Pemerintah seharusnya memberikan ketegasan hukum bagi para pelanggar
22
etika bisnis yang merugikan tersebut. Namun semua juga tidak lepas dari peran masyarakat
sekitar, guna mengoptimalisasikan kenirja pemerintah dalam bidang ini.
Bagi para pembaca, pengumpulan beberapa kasus akan lebih melengkapi masalah yang
sedang penulis bahas pada makalah ini. Sehingga, data-data dalam kasus serupa dari
berbagai sumber akan lebih melengkapi dan memperinci permasalahan yang penulis
ungkap, serta menemukan solusi yang lebih tepat untuk semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Hartman, Laura P. Joe Desjardins. 2008. Etika Bisnis. Jakarta: Penerbit Erlangga Brooks,
Leonard J. Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis & Profesi. Jakarta: Salemba Empat Sridianti.com.
2015. 4 Komponen Perilaku Moral menurut Lynn W. Swaner, (online),