Anda di halaman 1dari 64

REFERAT

Trauma Kolon

Disusun oleh
Lanny Burlian
130221220507

Pembimbing
dr. Tommy Ruchimat, Sp. B., Subsp. BD (K)

DIVISI BEDAH DIGESTIF DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN

1
RUMAH SAKIT HASAN

SADIKIN BANDUNG

2023

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma tumpul abdomen merupakan penyebab utama morbiditas


dan mortilitas pada semua kelompok umur. Identifikasi dari kelainan intra-
abdominal yang serius seringkali merupakan suatu hal yang menantang.
Banyak cedera- cedera yang tidak menimbulkan manifestasi selama periode
awal penilaian dan pengobatan. Mekanisme dari cedera seringkali
mengakibatkan hal lain yang berkaitan dengan cedera tersebut, sehingga
dapat mengalihkan perhatian dokter dari potensi kelainan intra-abdominal
yang dapat mengancam nyawa.
Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada
permukaann tubuh, tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi

jaringan atau organ di bawahnya 1.

Kebanyakan dokter menganggap bahwa ruptur organ abdomen yang

berongga atau perdarahan dari organ yang padat menyebabkan peritonitis


yang mudah dikenal, padahal penilaian terhadap penderita seringkali
terganggu karena intoksikasi alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang,
cedera otak atau saraf tulang belakang, atau cedera pada struktur yang
berdekatan seperti tulang iga, tulang belakang, atau tulang panggul. Hal-hal

tersebut merupakan penyebab utama luputnya diagnosa trauma abdomen 2.


Kejadian trauma tumpul abdomen merupakan kasus
kegawatdaruratan bedah yang harus ditangani dengan baik. Penanganan
yang cepat dan tepat akan menurunkan angka mortalitas dan mortalitas.
Pada kasus trauma tumpul abdomen didapatkan trauma pada duodenum

2
sekitar 5% dan colon sekitar 9%. Diperlukan keterampilan dari seorang ahli
bedah untuk penanganan yang tepat 3.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada
rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi
rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah

abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen 4.


Trauma tumpul abdomen merupakan trauma pada perut tanpa

penetrasi kedalam rongga peritoneum. 5. Benturan benda tumpul pada


abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi,

atau pada organ padat berupa perdarahan 1.

2.2. Insidensi
Satu tinjauan dari National Pediatric Trauma Registry oleh Cooper dkk
melaporkan bahwa 8% dari pasien (total = 25301) telah cedera abdominal.
83% dari cedera mereka disebabkan karena mekanisme trauma tumpul.

59% dari trauma tumpul tersebut berhubungan dengan kecelakaan mobil 6.

Tinjauan dari Singapura menjelaskan trauma sebagai penyebab


kematian terkemuka pada usia 1-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas, luka
bacokan, dan jatuh dari ketinggian merupakan penyebab terjadinya trauma

tersebut.Trauma abdomen tumpul menyumbang 79% kasus tersebut 6.

Jenis Kelamin Berdasarkan data dari nasional dan internasional angka


kejadian Pria dengan wanita adalah 60: 40. Usia Puncak insidensi terjadi

pada usia 14-30 tahun 6.

4
2.3. Etiologi
Data internasional yang didapat dari World Health Organization
mengindikasikan penyebab utama dari trauma tumpul pada abdomen adalah
jatuh dari ketinggian kurang dari 5 meter dan kecelakaan mobil.data ini
mencakup

5
semua jenis luka, bukan luka akibat trauma tumpul abdomen saja. Penyebab
tersering dari trauma tumpul abdomen akibat kecelakaan kendaraan
bermotor. Penyebab-penyebab umum lainnya termasuk terjatuh dan
kecelakaan industri atau rekreasi. Trauma tumpul abdomen dapat
disebabkan oleh: pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau

sabuk pengaman (set-belt) 5.

2.4. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati
ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam
beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat

6
oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman
yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur
dari organ padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat

menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler 4.

7
Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju)
biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul
velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ

padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. 7.

Cedera pada struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan menjadi

dua mekanisme utama yaitu kekuatan kompresi dan deselerasi 6.

Kekuatan kompresi dapat disebabkan dari aliran langsung atau


kompresi eksternal terhadap objek tetap (misalnya, putaran belt, tulang
belakang). Paling sering, kekuatan yang menghancurkan ini menyebabkan
perdarahan dan hematom subcapsular ke organ dalam yang padat.
Kekuatan ini juga dapat menyebabkan cacad pada organ berongga dan
meningkatkan tekanan intraluminal secara transient, sehingga menyebabkan
ruptur. Peningkatkan tekanan yang sementara ini merupakan mekanisme

trauma tumpul pada usus kecil7.

Kekuatan deselerasi menyebabkan peregangan dan pemotongan linear


antara benda yang secara relatif tetap dan bebas. Pemotongan longitudinal
ini cenderung menyebabkan ruptur dari struktur penunjang pada
penghubung antara segmen bebas dan tetap. pencukuran pasukan ini
cenderung mendukung struktur perpecahan di persimpangan antara bebas
dan tetap segmen. Cedera deselerasi klasik meliputi perdarahan hepatik
sepanjang ligamentum teres dan cedera intima pada arteri-arteri ginjal.
Sebagai loop usus yang berjalanan dari perlekatan mesenterik mereka,
trombosis dan perdarahan mesenterik, cedera pembuluh darah splanchnic

dapat terjadi 7.

2.5. Klasifikasi

8
Cedera tumpul abdomen dibagi menjadi :
1. Benturan benda tumpul, dgn akibat :
Perforasi pada organ visera berongga.
Perdarahan pada organ visera padat.

9
2. Cedera kompresi, dgn akibat :
Robekan dan hematom pada organ visera padat.

Ruptur pada organ visera berongga, krn peningkatan tekanan intra


luminer.
3. Cedera perlambatan (deselerasi), dgn akibat :
Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/ penyokong8.

2.6. Komplikasi
Ruptur diaphragma

Kontusi bokong dan panggul

Kontusio abdomen, pinggang, dan inguinal


Kontusio perineum dan genital
Ekskoriasi, laserasi superficial-multiple di abdomen, pinggang, dan

panggul
Ruptur limpa
Ruptur pankreas

Ruptur hepar dan kandung empedu

Ruptur gaster, intestine, kolon, maupun rectum Hematoma


retroperitoneum
Ruptur atau kontusio ginjal

Ruptur kandung kemih, ureter, atau ginjal


Ruptur ovarium, tuba fallopi, atau uterus
Ruptur organ intrapelvis multiple
Ruptur kelenjar adrenal

Ruptur kelenjar prostat

Ruptur vesikula seminalis

10
Ruptur vas deferens 9.

11
2.7. Diagnosis
2.7.1.Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat seperti:
Trauma pada abdomen akibat benturan benda tumpul

Jatuh dari ketinggian

Tindakan kekerasan atau penganiayaan

Cedera akibat hiburan atau wisata 6.

Selain itu, AMPLE merupakan elemen penting yang harus ditanyakan


dalam anamnesis pasien:

6 .

2.7.2. Pemeriksaan Fisik


Inspeksi
Perhatikan abdomen pasien untuk melihat adanya tanda-tanda luka
luar, seperti abrasi dan atau ekimosis.
Perhatikan pola luka yang ada untuk menduga adanya trauma intra

abdominal.( ).

dari hasil pembelajaran berhubungan dengan


rupturnya usus halus dan meningkatkan insidensi dari luka pada
intra abdominal lainnya.

12
Observasi pernapasan pasien, karena pernapasan abdominal
mengindikasikan adanya trauma pada sistem spinal. Perhatikan
juga adanya tanda-tanda distensi dan perubahan warna pada
daerahabdomen.

13
(periumbilical ecchymosis) mengindikasikan perdarahan
retroperitoneal, namun biasanya tanda ini tidak langsung positif.
Jika ditemukan memar dan bengkak pada daerah panggul kita
harus curiga kearah trauma retroperitoneal.
Inspeksi daerah genitalia dan perineum untuk melihat adanya luka,

perdarahan, dan hematom pada jaringan ikat longgar6.


Auskultasi

Bising usus bias normal, menurun, atau hilang.

Abdominal bruit menandakan adanya penyakit sistem vaskuler


yang mendasari atau adanya traumatic arteriovenous fistula.
Bradikardia mengindikasikan adanya cairan bebas intraperitoneal

pada pasien dengan trauma abdomen6.

Palpasi
Palpasi seluruh permukaan abdomen dengan hati-hati sambil
melihat respon dari pasien. Perhatikan adanya massa abnormal,
tenderness , dan deformitas.
Konsistensi yang padat dan pucat dapat menunjukkan adanya
perdarahan intraabdominal.
Krepitasi atau ketidakstabilan dari rongga thoraks bagian bawah
mengindikasikan kemungkinan adanya cedera lien atau hepar yang
berhubungan dengan cedera costa bawah.
Instabilitas pelvis mengindikasikan adanya luka pada traktus
urinarius bagian bawah, seperti juga pada pelvic dan hematom
retroperitoneal. fraktur terbuka pelvis juga mengindikasikan
potensi cedera pada traktus urinarius bagian bawah cedera serta
hematom panggul dan retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka juga

14
berhubungan dengan angka mortalitas yang melebihi 50 %. Lakukan
pemeriksaan rektal dan pelvis vagina untuk
mengidentifikasi kemungkinan perdarahan atau cedera.

15
Lakukan pemeriksaan sensorik dari dada dan abdomen untuk
mengevaluasi kemungkinan terjadinya cedera saraf tulang
belakang. Cedera saraf tulang belakang dapat dinilai dengan akurat
dari abdomen melalui berkurangnya atau hilangnya persepsi nyeri.

Distensi abdomen dapat merupakan akibat dari dilatasi sekunder


gaster yang berhubungan dengan ventilasi atau menelan udara
Tanda-tanda peritonitis segera setelah cedera memberi kesan
adanya kebocoran isi usus. Peritonitis karena perdarahan

intraabdominal dapat berkembang setelah beberapa jam6.

Perkusi
Percussion tenderness merupakan tanda peritoneal

Tenderness mandates further evaluation and probably

surgical consultation.

Tenderness mengindikasikanevaluasi lebih lanjut dan kemungkinan


konsultasi bedah
Perkusi region thoraks bagian bawah bias normal, redup, atau timpani.
Pekak hati bias positif maupun negatip. Nyeri
ketok dinding abdomen.

Tes undulasi atau bisa positip maupun negatip6.

2.7.3. Pemeriksaan Penunjang


2.7.3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang umumnya direkomendasikan meliputi glukosa darah,
kimia darah, amylase serum, urinalisis,
pemeriksaan koagulasi, tipe golongan darah, etanol darah, analisa gas

16
darah, dan tes kehamilan (untuk wanita-wanita usia reproduksi) 6.

Kadar hemoglobin dan hematokrit yang normal tidak menyingkirkan


adanya perdarahan. Sampai volume darah diganti dengan cairan
kristaloid atau efek hormonal ( seperti hormon drenocorticotropic

17
[ACTH], aldosterone, antidiuretic hormone [ADH]) dan terjadi
pengisian transkapiler, anemia tidak akan terjadi. Jangan tidak
memberi transfusi pada pasien yang hasil hematokritnya relatif
normal (>30%) tetapi ada bukti klinis shock, cedera serius (contoh:
fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan
secara terus menerus.
Penggunaan transfuse platelet untuk mengobati pasien dengan
thrombocytopenia platelet count <50,000/mL) dan perdarahan terus
menerus.
Bedside diagnostic testing with rapid hemoglobin or hematocrit
machines may quickly identify patients who have physiologically
significant volume deficits and hemodilution. Reported hemoglobin from
ABGs also may be useful in identifying anemia.
Beberapa penelitian telah menhubungkan hematoktrit awal yang

rendah (<30%) dengan cedera yang signifikan6.


Tes Fungsi hepar

LFT mungkin berguna untuk pasien dengan trauma tumpul


abdomen, namu tes ini juga bisa tinggi akibat penggunaan alkohol.
Kenaikan kadar aspartate aminotransferase (AST) or alanine
aminotransferase (ALT) lebih dari 130 U menandakan adanya
perlukaan di hepar.

Lactate dehydrogenase (LDH) and kadar bilirubin tidak spesifik

untuk indikator pada trauma hepar6.


Pemeriksaan Kadar amilase
Masih kontroversi tentang penting atau tidaknya untuk dilakukan
pemeriksaan kadar amilase pada trauma tumpul abdomen.

18
Kenaikan kadar amilase dalam waktu 3-6 jam post trauma biasanya
lebih akurat untuk menentukan adany perlukaan pada pankreas.

Walaupun trauma pada pankreas dapat tidak ditemukan dengan CT


scan segera setelah trauma,namun dpat diidentifikasi jika dilakukan

scan ulang 36-48 jam kemudian6.

19
Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis diperlukan untuk membantu diagnosa


termasuk pada trauma abdomen dan atau pelvis, gross hematuria,
mikroskopik hematuria, dan penurunan output urine.
Dapat dilakukan contrast nephrogram dengan utilizing intravenous
pyelography (IVP) atau CT scan dengan kontras intravenous
Gross hematuria mengindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut, termasuk dengan cystography dan IVP atau CT scan

memakai kontras dari abdomen6.

Periksa kadar serum atau pada wanita dengan

masa subur6.
Faktor pembekuan darah

Biaya-efektivitas dari rutin waktu prothrombin (PT) / activated

partial thromboplastin time (aPTT) penetapan terhadap admisi


dapat dipertanyakan.
Mendapatkan PT / aPTT pada pasien yang memiliki riwayat darah

dyscrasia (misalnya, hemofilia), yang memiliki masalah sintetis


(misalnya, sirosis), atau yang mengambil obat anticoagulant

(misalnya, warfarin, heparin) 6.

Golongan darh, skrining, dan crossmatch.

Skrining dan jenis darah dari semua pasien yang diduga cedera
trauma tumpul abdomen. Jika cedera sudah diidentifikasi, praktik
ini sangat mengurangi waktu yang diperlukan untuk crossmatch.

20
Lakukan crossmatch awal minimum 4-6 unit bagi pasien tersebut
dengan bukti yang jelas dari cedera abdominal dan ketidakstabilan
hemodinamik.

21
Sampai crossmatched darah tersedia, memanfaatkan O-negatif atau

jenis darah yang spesifik6.

Kadar Analisis Gas Darah (ABG)

Kadar ABG dapat memberikan informasi penting pada korba


trauma. Selain informasi tentang oksigenasi (contoh: PO2, SaO2) dan
ventilasi (PCO2), tes ini memberikan informasi berharga tentang
pemberian oksigen melalui perhitungan gradient A-a.
Setelah awal masuk rumah sakit, menduga metabolik acidemia ke

hasil dari asidosis laktat yang menyertai shock.

Defisit dasar sedang (yakni, lebih dari -5 mEq) menunjukkan

perlunya resusitasi yang agresif dan penetapan yang etiologi.

Attempt to improve systemic oxygen delivery by ensuring an

adequate SaO2 (ie, >90%) and by acquiring volume resuscitation


with crystalloid solutions and, if indicated, blood.
Usaha untuk meningkatkan penyaluran oksigen sistemik dengan

memastikan SaO2 yang adekuat (yakni,> 90%) dan memperoleh volume


resusitasi dengan kristaloid dan, jika diindikasikan, darah.
ABG memberi tahukan kadar hemoglobin total lebih cepat daripada

CBC6.
Skrining obat dan alkohol
Lakukan skrining obat dan alcohol pada pasien-pasien trauma yang

memiliki penurunan kesadaran


Pemeriksaan afas atau darah dapat mengukur kadar alkohol 6.

22
2.7.3.2. Pemeriksaan Imaging
1. Foto Rontgen
Pada penderita dengan hemodinamik normal maka

pemeriksaan roentgen abdomen dalam keadaan terlentang

dan berdiri (sambil

23
melindungi tulang punggung) mungkin berguna untuk mengetahui
udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah

diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomy segera2.

Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow) juga


menandakan adanya cedera retroperitoneum.
Bila foto tegak dikontraindikasikan karena nyeri atau patah
tulang punggung, dapat digunakan foto samping sambil tidur
(left lateral decubitus) untuk mengetahui udara bebas

intraperitoneal (ATLS, 1997) 2.


2. Diagnostic peritoneal lavage (DPL)
Cepat, tetapi invasive, dan sangat berperan dalam menentukan
pemeriksaan berikut yang perlu dilakukan kepada penderita
dan 98% dianggap sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum
Keistimewaannya dapat dilakukan pada situasi:

perubahan sensorium-cedera kepala, intoksikasi alcohol,


penggunaan obat terlarang
perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakang
cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul,
tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)
pemeriksaan fisik yang meragukan
Kontraindikasi mutlak: bila ada indikasi untuk laparotomy
(celiotomy).

Kontraindikasi relatif: operasi abdomen sebelumnya,


kegemukan yang tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan

koagulopati yang telah ada sebelumnya2.

24
Gambar 1. Peritoneal Lavage 10

3. Ultrasonografi atau Sonogram


(FAST) telah digunakan dalam evaluasi pasien trauma di
Eropa lebih dari 10 tahun dan semakin mendapatkan
penerimaan di Amerika Serikat. Akurasi diagnostic FAST’ s
umumnya sama dengan 13ensitive13 selaput lavage (dpl). Studi
di Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir telah
menunjukkan sonografi sebagai pendekatan yang noninvasive
untuk mengevaluasi hemoperitoneum dengan cepat. Studi
menunjukkan tingkat ketergantungan operator, namun
beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dengan struktur
sesi belajar, bahkan novice operator dapat mengidentifikasi
cairan bebas intra-abdominal, terutama jika jumlah cairan lebih

dari 500 mL 6.

Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen yang terisolasi

dan cedera multisistem, ultrasonografi yang dilakukan oleh

25
seorang sonographer berpengalaman dapat dengan cepat
mengidentifikasi cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas
untuk cedera organ solid yang tidak berkapsul adalah sedang
dalam penelitian. Cedera

26
viscus berongga jarang diidentifikasi, namun bebas cairan
dapat dilihat dalam kasus ini. Untuk pasien-pasien dengan
nyeri yang persisten atau tenderness atau bagi berkembang
menjadi gejala peritoneal, pertimbangkan FAST sebagai

pengukur komplementer untuk CT scan, dpl, atau eksplorasi 6.


Evaluasi FAST abdomen yang terdiri dari visualisasi dari
kantong jantung (dari gambaran subxiphoid), ruang
splenorenal dan hepatorenal (misalnya, kantung Morison),
paracolic gutters, dan kantung Douglas pada panggul.
Gambaran kantung Morison telah paling 14ensitive, terlepas

dari etiologi dari cairan 6.

27
28
Gambar 2.

Ultrasonic imaging for fluid in Morison's pouch has proven to be a reliable


method for detecting intra-abdominal hemorrhage. . normal image. . This image
demonstrates a fluid stripe between the right kidney and liver; this is
considered a positive study. Fluid may also be detected between loops of
bowel, as in , or in the pelvis, as in 10

Cairan bebas, umumnya dianggap darah pada trauma


abdomen, tampak sebagai garis hitam. Cairan bebas pada
pasien yang secara hemodinamik tidak stabil menunjukkan
perlunya laparotomy yang mendadak; Namun, CT scan dapat

29
lebih jauh mengevaluasi pasien yang stabil dengan cairan bebas.
Sensitivitas dan spesifisitas dari studi ini berkisar antara 85-95% 6.

30
4. Computed Tomography (CT scan)
Meskipun mahal dan berpotensi menghabiskan waktu, CT
scan sering memberikan gambar yang detil dari kelainan
trauma dan dapat membantu dalam penentuan intervensi

pembedahan 2.

CT scan dapat tidak menemukan adanya cedera diafragma


dan perforasi dari GI tract, terutama bila CT scan dilakukan
segera setelah cedera. Cedera pancreas tidak dapat
diidentifikasi pada awal CT scan, tetapi biasanya ditemukan
pada pemeriksaanfollow up yang dilakukan pada pasien
berisiko tinggi. Untuk pasien tertentu, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dapat melengkapi CT scan

untuk menyingkirkan cedera duktus 2.

Keuntungan utama dari CT scan adalah spesifikasinya yang


tinggi dan digunakan sebagai pedoman pengelolaan

nonoperative pada cedera organ yang solid 2.

Drawbacks CT scan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk


transportasi pasien trauma dari wilayah resusitasi trauma dan
waktu tambahan yang diperlukan untuk melakukan CT scan
dibandingkan dengan FAST atau dpl. Gambaran CT yang
paling baik memerlukan kontras baik melalui mulut maupun

intravena 2.

31
32
Gambar 3.

. Parenchymal destruction of the posterior aspect of the right hepatic lobe


with extravasation of blood. The image in reveals a large subcapsular
hematoma. Both patients were successfully treated nonoperatively. . A blunt
splenic injury with parenchymal disruption and extravasation 10.

33
Tabel 1. Perbandingan Pemeriksaan DPL, USG, dan CT Scan Pada

Trauma Tumpul 2.

DPL USG CT Scan


Indikasi Menentukan Menentukan Menentukan
adanya cairan bila organ cedera
perdarahan BP bila BP
bila BP ↓ ↓ normal
Keuntungan - Diagnosis - Diagnosis - Paling
cepat dan cepat, tidak spesifik untuk
sensitive invasif, dan cedera
- Akurasi 98% dapat diulang - Akurasi 92-98%
- Akurasi 86-97%
Kerugian Invasive, gagal Tergantung Membutuhkan
untuk operator biaya dan
mengetahui distorsi waktu
cedera gas usus lebih lama

diafragma atau dan udara Tidak mengetahui


cedera retro- di cedera diafragma
peritoneum bawah usus, dan

kulit pankreas

Gagal

mengetahui cedera
diafragma usus,

34
da
n
pankreas

2.8. Penatalaksanaan
2.8.1. Survei Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5

menit2.

2.8.1.1 Airway

Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dgn bebas ?

35
Jika ada obstruksi, lakukan :
Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
2.8.1.2 Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan : Beri
oksigen
2.8.1.3 Circulation

Menilai sirkulasi/peredaran darah Hentikan


perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan2.

Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil


2.8.1.4. Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya
respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan
mengukur Glasgow Coma Scale

AWAKE A
RESPON BICARA (VERBAL) V
RESPON NYERI P
TAK ADA RESPONS U
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya dapat

dicari semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera
leher atau tulang belakang, maka immobilisasi in line harus

36
dikerjakan2.

37
Bagan 1. Manajemen Trauma Tumpul Abdomen pada Dewasa dan
Anak- Anak Dibawah 12 Tahun 10.

2.9. PENGELOLAAN JALAN NAFAS


Prioritas pertama adalah membebaskan jalan nafas dan
mempertahankannya agar tetap bebas2.

1. Bicara kepada pasien


Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan
nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan nafas
buatan dan bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar
umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera
kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trachea tulang leher

(cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line2.

2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung


3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas antara lain : Suara
berkumur
Suara nafas abnormal (stridor, dsb)

38
Pasien gelisah karena hipoksia
Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks

39
Sianosis
Waspada adanya benda asing di jalan nafas.
Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini.
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Indikasi tindakan ini adalah :
Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Apnea
Hipoksia
Trauma kepala berat
Trauma dada
Trauma wajah / maxillo-facial
2.

2.10. PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )


Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Adakah hal-hal berikut :
Sianosis
Luka tembus dada
Flail chest Sucking
wounds
Gerakan otot nafas
tambahan Palpasi / raba
(FEEL)
Pergeseran letak trakhea

40
Patah tulang iga
Emfisema kulit
Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau
pneumotoraks

41
Auskultasi / dengar (LISTEN)
Suara nafas, detak jantung, bising usus Suara
nafas menurun pada pneumotoraks Suara
nafas tambahan / abnormal 2.

2.10.1. Tindakan Resusitasi

Jika ada distres nafas maka rongga pleura harus dikosongkan dari
udara dan darah dengan memasang drainage toraks segera tanpa menunggu
pemeriksaan sinar X. Jika diperlukan intubasi trakhea tetapi sulit, maka

kerjakan krikotiroidotomi 2.

2.10.2. Catatan Khusus

Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil


Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera
dilakukan dengan jarum besar yang ditusukkan menembus rongga
pleura sisi yang cedera. Lakukan pada ruang sela iga kedua (ICS 2) di
garis yang melalui tengah klavikula.

Pertahankan posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.


Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan
krikotiroidotomi. Tentu hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga
medis yang ada dan
kelengkapan alat.
2.

42
2.11. PENGELOLAAN SIRKULASI

43
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar memadai. ‘ Syok’

adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Pada


pasien trauma keadaan ini paling sering disebabkan oleh hipovolemia.

Diagnosa syok didasarkan tanda-tanda klinis :


Hipotensi, takhikardia, takhipnea, hipothermi, pucat, ekstremitas dingin,
melambatnya pengisian kapiler (capillary refill) dan penurunan produksi

urine 2.

Langkah-langkah resusitasi sirkulasi:


Tujuan akhirnya adalah menormalkan kembali oksigenasi jaringan.
Karena penyebab gangguan ini adalah kehilangan darah maka resusitasi
cairan merupakan prioritas.
1. Jalur intravena yang baik dan lancar harus segera dipasang.
Gunakan kanula besar (14 - 16 G). Dalam keadaan khusus mungkin perlu
vena sectie
2. Cairan infus (NaCL 0,9%) harus dihangatkan sampai suhu tubuh
karena hipotermia dapat menyababkan gangguan pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang

golongan darah 2.

2.11.1. Urine
Produksi urine menggambarkan normal atau tidaknya fungsi sirkulasi
jumlah seharusnya adalah > 0.5 ml/kg/jam. Jika pasien tidak sadar dengan

syok lama sebaiknya dipasang kateter urine 2.

2.11.2. Transfusi darah

44
Penyediaan darah donor mungkin sukar, disamping besarnya risiko
ketidak sesuaian golongan darah, hepatitis B dan C, HIV / AIDS. Risiko
penularan penyakit juga ada meski donornya adalah keluarga sendiri.
Transfusi harus dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun
telah mendapat cukup koloid / kristaloid. Jika golongan darah donor yang
sesuai tidak tersedia, dapat digunakan darah golongan O (sebaiknya pack
red cel dan Rhesus negatif.

45
Transfusi harus diberikan jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus
berdarah
2
.

2.11.2.1 Prioritas pertama : hentikan perdarahan

Damage control laparatomy harus segera dilakukan sedini mungkin


bila resusitasi cairan tidak dapat mempertahankan tekanan sistolik antara
80-90 mmHg. Pada waktu DC laparatomy, dilakukan pemasangan kasa besar
untuk menekan dan menyumbat sumber perdarahan dari organ perut
(abdominal packing). Insisi pada garis tengah hendaknya sudah ditutup
kembali dalam waktu 30 menit dengan menggunakan penjepit (towel
clamps). Tindakan resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengan anestesia
ketamin oleh dokter yang terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah
sakit yang lebih kecil). Jelas bahwa teknik ini harus dipelajari lebih dahulu

namun jika dikerjakan cukup baik pasti akan menyelamatkan nyawa 2.

2.11.2.2 Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan, analgesia

dengan ketamin.

Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan

darah berlangsung paling baik pada suhu 38,5 C. Hemostasis sukar

berlangsung baik pada suhu dibawah 35 C. Hipotermia pada pasien

trauma sering terjadi jika evakuasi prarumah sakit berlangsung terlalu

lama (bahkan juga di cuaca tropis). Pasien mudah menjadi dingin tetapi

sukar untuk dihangatkan kembali, karena itu pencegahan hipotermia

46
sangat penting. Cairan oral maupun intravena harus dipanaskan 40-42 C.
Resusitasi cairan hipotensif : Pada kasus-kasus dimana penghentian
perdarahan tidak definitive atau tidak meyakinkan volume diberikan dengan
menjaga tekanan sistolik antara 80 - 90 mmHg selama evakuasi. Cairan koloid
keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru dengan

47
kelompok kontrol menemukan sedikit efek negatif dari penggunaan
koloid dibandingkan elektrolit untuk resusitasi cairan.
Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika
pasien masih memiliki gag reflex dan tidak ada cedera perut. Cairan yang
diminum harus rendah gula dan garam. Cairan yang pekat akan
menyebabkan penarikan osmotik dari mukosa usus sehingga timbullah
efek negatif. Diluted cereal porridges yang menggunakan bahan dasar
lokal/setempat sangat dianjurkan.
Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis
berulang 0,2 mg/kg. Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak
mengurangi gag reflex, sehingga sesuai untuk evakuasi pasien trauma

berat 2.

2.12. SURVEI SEKUNDER


Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali

mengulangi survei primer 2.

2.12.1. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)


uka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
asanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali
bila ada trauma wajah
eriksa dubur (rectal toucher), menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.

48
asang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Setelah kondisi pernafasan dan hemodinamik stabil, maka
pertimbangkan apakah akan dilakukan terapi konservatf atau terapi operatif
2.

2.12.2. Terapi Konservatif:


Terapi konservatif dilakukan apabila tidak ada indikasi laparotomi segera
atau hasil pemeriksaan penunjang tidak mengungkapkan adanya cedera organ

49
intraabdomen yang nyata. Terapi konservatif dengan cara observasi, dapat
dilakukan sampai 2x24 jam 9.

2.12.3. Terapi Operatif:


Dilakukan laparotomi eksplorasi dengan insisi median. Indikasi laparotomi
eksplorasi:
Tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, yaitu adanya syok

hipovolemi dengan distensi abdomen yang progresif.


Tanda-tanda peritonitis generalisata
Pneumoperitoneum pada foto thoraks
Pada foto thoraks tampak gambaran hernia diafragmatika (Ruptur
diafragma)
Cairan lavase keluar melalui pipa drainase rongga pleura
Pada tidakan DPL, keluar darah >10 ml atau cairan usus > jumlah

eritrosit > 100.000/mm3 cairan lava sejumlah leukosit > 500/mm

cairan lavaseamilase > 20UI/L cairan lavase 9.

Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul


jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ;
prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ;
udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam

rongga perut) 5.

2.13. Pankreas
2.13.1. Anatomi

50
Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan

panjang ± 25 cm, dan berat 120 g 11.


Terdiri dari:

51
Proc uncinatus (bag caput yg menonjol ke bwh) 11.

Cap
ut
o Meliputi vena cava setinggi L2
o Bagian posterior bertetangga dengan ginjal kanan, v.renalis,
glandula adrenalis

o Bagian lateral berelasi ke bagian medial dari duodenum 11.


Ductus biliaris communis masuk dari bagian atas dan belakang dari caput

pankreas dan bermuara ke bagian kedua dari duodenum 11.


Aliran darah:
o A.coeliaca, A.mesenterica superior dan
cabang-cabang a.pancreaticoduodenalis memberi
darah untuk caput
o A.pancreatico dorsal memberi darah untuk leher dan corpus
o A.pancreatico caidalis memberi darah untuk cauda 11.

52
Gambar 4. Vaskularisasi Arteri Pankreas
10.

Jalannya vena mengikuti arteri dan bermuara ke vena porta

Autopsi : 70 – 80% memperkuat penemuan OPTE

53
Banyak variasi antara:

1. Ductus Santorini
2. Ductus Wirsungi

54
Umumnya ductus santorini < Ductus wirsungi

Ductus santorini mengairi bagian atas caput pankreas


Persarafan

1. Saraf-saraf simpatis
2. Cabang-cabang N.vagus
Nyeri oleh caput pankreas menyebar ke paramedia

kanan Nyeri oleh corpus pankreas menyebar ke

epigastrik

Nyeri oleh cauda pankreas menyebar ke seluruh abdomen kiri

seperti ikat pinggang 11.

2.13.2. Secara Mikroskopis


Ada 2 fungsi pankreas:

1.
2. Endokrin, terdiri dari 3 jenis sel:
a. α cell
o memproduksi glukagon
meningkatkan glukagon

55
menurunkan kadar glukosa
Hyperglycemic factor
o sel bulat dg dinding tipis
b. β cell

56
o memproduksi insulin
o Hypoglycemic factor
o bertentangan dengan sel α
menurunkan glukagon
meningkatkan glukosa
c. ∂ cell – belum diketahui
Ketiga macam sel ini terdapat di pulau-pulau langerhans: ± 200 rb – 2 juta sel

Bagian corpus dan cauda memiliki pulau langerhans lebih banyak

dibanding caput 11.

2.13.3. Fisiologis

Eksokrin

o Terdapat ± 9 enzim, jg ikut membentuk protein


o Mengandung banyak elektrolit
o Menghasilkan bikarbonat (menetralisir asam lambung yang
masuk ke duodenum) 11.

Ada 3 hormon untuk menstimulasi sekresi pankreas:

1. Sekretin
Dihasilkan oleh duodenum dan merangsang pengeluaran bikarbonat
2. Pancreozymin
Dihasilkan oleh duodenum dan mungkin juga oleh jejunum dan anthrum
di lambung

57
3. Gastrin
Merangsang asam lambung dan pankreas

58
Terdapat gastrin I dan II
Hormon yang lain adalah Cholecystokinin – menyebabkan relaksasi

sphincter pankreas dan ductus choledochus 11.

2.14. Trauma Pankreas

Tindakan operasi pada trauma pankreas merupakan paling


menantang diantara para dokter bedah. Pada awal 1903 Miculicz
menemukan kesulitan dalam operasi pankreas karena topographical dari
pankreas, masalahnya dalam mendiagnosis dan bahaya timbul masalah post
operasi.trauma pada pankreas jarang terjadi,, insidesi dari trauma

abdominal terbuka dan tertutup kurang lebih 1-2% 12.


Angka mortalitas kejadian trauma pankreas bervariasi antara 20-60%,
tergantung area pankeas yang terkena, kedalaman luka trauma yang terjadi, dan
penyebab dari trauma.trauma pada caput pankreas dua kali( 28%) lebih
mematikan daripada trauma pada corpus atau cauda pankreas( 16%)
apapun penyebabnya. Ada tiga hal yang menyebabkam masalah dari trauma
caput pankreas:
1. Luka pada ductus pankreaticus dapat menyebabkan ekstravasasi
cairan pankreas dan menyebabkan formasi fistula.
2. karena letaknya berdekatan dapat terjadi luka duodenum
3. Trauma pada vena porta, arteri mesenterica superior atau vena cava
inferior dapat menyebabkan kematian 12.
Manajemen dan terapi bila terjadi ruptur pada ductus pancreaticus
adalah:
1. Wide draignase, 2. Pancreatectomy distal, 3. Roux-en-Y
Pancreaticojejunostomy, 4. Pancreaticoduodenectomy. Simple draignase

59
dari luka pada caput pankreas hanya berguna untuk minor laceratum dan
ductus pancreaticusnya masih utuh, atau sebagai tindakan sementara pada
pasien dengan luka yang multiple sehingga mempermudah operasi dan tidak
memperpanjang masa operasi.formasi dari pankreatikus fistula memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pseudokista atau abses, hal ini
dapat mempengaruhi

60
gangguan elektrolit, excoriasi kulit, dan infeksi sekunder. Sedangkan
pancreatectomy distal merupakan manajejem bila trauma terjadi pada
corpus dan cauda pankreas.Pancreaticoduodenostomy tidak boleh dilakukan
pada bila trauma hanya di caput pankreas saja, tetapi perlu dilakukan paa
trauma hebat dimana terjadi kerusakan pada duodenum dan pankreas dan

terjadi gangguan pada aliran pembuluh darah didaerah tersebut 12.


trauma pancreas paling sering akibat langsung di epigastrium yang
menekan organ ini ke tulang belakang. Serum amylase yang normal bukan
berarti tidak ada trauma pancreas: sebaliknya, amylase dapat meningkat dari
sumber non pancreas. Bahkan CT kontras-dobelpun mungkin tidak
menunjukan tanda trauma pancreas yang berarti bila dilakukan segera setelah
cedera. Bila ada kecurigaan setelah CT yang meraguan.ERCP sito mungkin
dapat membantu.Walaupun letak terlindung, ternyata sering juga terkena

trauma dengan mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi 2.

10% pankreatitis akuta disebabkan oleh trauma pankreas ( baik tumpul


atau tajam peasca operasi
Trauma tembus

o Luka tembak, luka tusuk


o

Trauma tumpul

o Karena trauma di daerah epigastrium


o Misalnya olehkarena olahraga, kecelakaan lalu lintas
o Nyeri abdomen atas
o Timbul ileus paralitic, meteorismus, distensi abdomen

61
o Jika dibiarkan lama-lama nyeri abdomen menyeluruh,
leukositosis,

biasanya mengandung amilase >>, berwarna merah (<) 11.

2.14.1. DIAGNOSIS

Pada setiap pasien dengan nyeri perut bagian atas yang hebat timbul tiba-
tiba, perlu dipikirkan kemungkinan pankreatitis akut. Kriteria adanya
pankreatitis akut adalah sebagai berikut
1) Kenaikan kadar amilase serum atau urin atau kadar lipase dalam
serum sedikitnya tiga kali harga normal tertinggi.
2) Atau penemuan ultrasonografi yang sesuai dengan pankreatitis akut.
3) Atau penemuan operasi/autopsi yang sesuai dengan pankreatitis akut
11. Peningkatan amilase atau lipase serum merupakan kunci untuk
diagnosis.

Peningkatan amilase mencapai maksimum dalam 24-36 jam, kemudian menurun


dalam 48-72 jam. peningkatan lipase berlangsung lebih lama yakni 5-10
hari.Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjukkan pembengkakan pankreas
setempat atau difus dengan ekhoparenkim yang berkurang, pseudokista di
dalam atau di luar pankreas. Ultrasonografi juga sangat berguna untuk
menilai saluran empedu. Adanya batu di kandung empedu dan duktus

koledokus yang melebar mencurigakan adanya pancreatitis 11.

2.15. Prognosis
Prognosis keseluruhan untuk pasien yang menderita trauma tumpul abdominal

adalah baik

62
Tanpa data-data statistik yang menunjukkan bahwa jumlah kematian di
luar rumah sakit dan total jumlah pasien dengan trauma tumpul
perut, gambaran prognosis yang spesifik untuk pasien dengan lcedera
intra- abdominal adalah hal yang sulit.
Angka mortalitas untuk pasien-pasien di rumah sakit adalah sekitar
5-10%
6
.

63
64

Anda mungkin juga menyukai