Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PERGERAKAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biopsikologi

Dosen Pengampu:

Emilliana Luh Damayanti, S.Kep,Ners.,M.Psi.

Oleh:

KEZIA MAYUMI MATAHATI

(1512300179)

KELAS D BIOPSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas individu ini dalam
mata kuliah Biopsikologi. Dalam tugas ini, saya akan menyajikan sebuah tinjauan
tentang teori pergerakan dalam konteks biopsikologi, serta bagaimana teori ini
dapat berhubungan dengan pengalaman pribadi saya.
Teori pergerakan dalam biopsikologi mempelajari bagaimana sistem saraf
dan proses biologis lainnya memengaruhi dan mengontrol pergerakan tubuh
manusia. Salah satu teori yang relevan dalam hal ini adalah teori kontrol motor,
yang mencakup bagaimana otak menghasilkan sinyal untuk mengatur gerakan
tubuh.
Dalam pengalaman pribadi saya, saya telah mengamati bagaimana
pergerakan tubuh saya telah berkembang seiring bertambahnya usia. Saya akan
mencoba menghubungkan pengalaman pribadi saya dengan konsep teori
pergerakan. Saya juga menyadari bahwa pergerakan saya dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain, seperti stres atau gangguan kesehatan tertentu. Ini
memunculkan pertanyaan tentang bagaimana faktor-faktor psikologis dan biologis
dapat saling berinteraksi dalam mengatur pergerakan tubuh.
Dengan menyelidiki lebih dalam teori pergerakan dalam konteks
biopsikologi, saya berharap dapat memahami lebih baik bagaimana proses ini
terjadi secara biologis dan psikologis. Semoga tugas ini dapat memberikan
wawasan yang lebih dalam tentang pergerakan manusia dan bagaimana
pemahaman ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan ini untuk memahami
lebih dalam teori pergerakan dalam konteks biopsikologi dan menghubungkannya
dengan pengalaman pribadi saya. Saya berharap tugas ini dapat memberikan
wawasan yang lebih dalam tentang kompleksitas pergerakan tubuh manusia dan
hubungannya dengan proses biologis dan psikologis yang mendasarinya.

Surabaya, Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Kendali Pergerakan....................................................................................3
1. Otot dan Pergerakannya.........................................................................3
2. Satuan Pergerakan..................................................................................5
B. Mekanisme Otak Terkait Pergerakan......................................................7
1. Korteks Serebral......................................................................................7
2. Otak Kecil atau Cerebellum.................................................................12
3. Basal Ganglia.........................................................................................15
4. Area Otak dan Pembelajaran Motorik...............................................16
C. Gangguan Pergerakan..............................................................................17
1. Gangguan Neurologis............................................................................17
2. Lingkungan............................................................................................23
D. Pengalaman Pribadi..................................................................................24
1. Pengalaman Selama Pandemi..............................................................24
2. Berpelukan.............................................................................................26

BAB III PENUTUP..............................................................................................27


Kesimpulan.......................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergerakan adalah salah satu aspek dasar dalam kehidupan manusia. Dari
gerakan sederhana seperti mengangkat tangan untuk menyentuh sesuatu hingga
gerakan kompleks seperti berjalan, pergerakan merupakan manifestasi dari
interaksi yang rumit antara sistem biologis dan psikologis dalam tubuh
manusia. Pemahaman tentang mekanisme pergerakan telah menjadi fokus
utama dalam studi biopsikologi.
Teori pergerakan melibatkan pemahaman mendalam tentang sistem saraf,
otak, dan hubungannya dengan kontrol motorik. Bagaimana otak manusia
menyatukan informasi sensorik, memprosesnya, dan mengirimkan sinyal
motorik kepada otot-otot yang diperlukan untuk melakukan pergerakan
tertentu. Dan juga bagaimana berbagai gangguan dalam sistem ini dapat
mengakibatkan gangguan motorik dan pergerakan yang tidak normal. Teori-
teori dalam biopsikologi membantu kita dalam memahami kompleksitas
interaksi antara komponen biologis dan psikologis yang memengaruhi
pergerakan tubuh.
Penelitian dan pemahaman tentang pergerakan dalam biopsikologi
memiliki implikasi yang luas, baik dalam bidang kesehatan, rehabilitasi,
olahraga, maupun dalam pemahaman mengenai gangguan kelainan pada sistem
saraf. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih mendalam tentang teori
pergerakan dalam biopsikologi merupakan langkah penting dalam upaya kita
untuk memahami aspek vital dari kehidupan manusia.
Dengan memahami konsep-konsep dasar dan teori pergerakan dalam
biopsikologi, kita dapat mengaplikasikannya dalam berbagai konteks, termasuk
dalam pemecahan masalah fisik yang mungkin kita hadapi dalam kehidupan
sehari-hari, serta dalam pemahaman lebih lanjut tentang kompleksitas manusia
sebagai makhluk biopsikologis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem saraf dan otak manusia mengatur dan mengendalikan
pergerakan tubuh?
2. Bagaimana perkembangan biologis dalam tubuh manusia memengaruhi
kemampuan pergerakan dari masa anak-anak hingga usia dewasa?
3. Bagaimana gangguan dalam sistem saraf motorik dapat mempengaruhi
perilaku motorik manusia?
4. Bagaimana interaksi antara faktor biologis dan lingkungan eksternal
memengaruhi pergerakan dan perilaku motorik manusia?
5. Bagaimana pengalaman pribadi dalam menghadapi kendala atau
perubahan dalam pergerakan dapat diselidiki dan dihubungkan dengan
teori pergerakan biopsikologi?

1
C. Tujuan
1. Memahami mekanisme pergerakan.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab perkembangan.
3. Mempelajari perkembangan pergerakan.
4. Mempelajari gangguan kelainan pada sistem saraf.
5. Menghubungkan teori dengan praktik klinis.
6. Memahami peran pergerakan dalam kesehatan mental.
7. Menyelidiki pengalaman pribadi dalam konteks pergerakan.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Kendali Pergerakan
1. Otot dan Pergerakannya
Semua gerakan hewan bergantung pada kontraksi otot. Otot
vertebrata terbagi dalam tiga kategori:
a. Otot polos: Yang mengendalikan sistem pencernaan dan organ-
organ lainnya. Terdiri dari sel-sel yang panjang dan tipis.
b. Otot rangka atau otot lurik: Yang mengontrol gerakan tubuh dalam
kaitannya dengan lingkungan. Terdiri atas serat-serat silindris
panjang dengan garis-garis.
c. Otot jantung: Yang memiliki sifat menengah di antara otot-otot otot
polos dan otot rangka. Terdiri dari serat-serat yang menyatu di
berbagai titik. Karena perpaduan ini, otot jantung berkontraksi
bersama-sama, bukan secara independen.

(Sumber: Ilustrasi dari Starr & Taggart, 1989)

Setiap otot terdiri dari banyak serat individu, dan satu akson bisa
menginervasi beberapa serat otot. Percabangan akson memungkinkan
pengendalian yang lebih tepat, seperti pada otot mata yang memiliki
rasio satu akson per tiga serat otot, dibandingkan dengan otot bisep
yang memiliki rasio satu akson per lebih dari seratus serat. Perbedaan
ini memungkinkan mata untuk bergerak lebih tepat daripada otot bisep.
Persimpangan neuromuskuler adalah tempat di mana akson neuron
motorik bertemu dengan serat otot.

3
Setiap akson dalam kerangka otot melepaskan zat kimia yang
disebut asetilkolin di persimpangan neuromuskuler, yang selalu
merangsang otot untuk berkontraksi. Otot hanya mampu melakukan
satu gerakan kontraksi, dan ini hanya dalam satu arah. Ketika tidak ada
rangsangan atau eksitasi, otot tersebut akan berada dalam keadaan
rileks, tetapi tidak akan bergerak secara aktif ke arah yang berlawanan.
Untuk melakukan gerakan yang berlawanan, seperti menggerakkan
kaki atau lengan dalam dua arah yang berbeda, diperlukan otot-otot
yang berlawanan. Otot-otot ini disebut otot-otot antagonis. Misalnya,
lengan memiliki otot fleksor yang melenturkan atau mengangkatnya,
dan otot ekstensor yang memanjangkan atau meluruskannya. Hal ini
menunjukkan bagaimana otot bekerja secara berpasangan untuk
menghasilkan berbagai gerakan yang kompleks dalam tubuh manusia.

Sepasang otot yang saling berlawanan. Bisep lengan adalah fleksor;


trisep adalah ekstensor. (Sumber: Starr & Taggart, 1989).
1.1 Otot Cepat dan Lambat
Aktivitas seperti berjalan, bertepuk tangan, dan gerakan
terkoordinasi lainnya membutuhkan kerja bergantian antara berbagai set
otot yang berkontraksi. Kekurangan asetilkolin atau reseptornya dalam

4
otot dapat mengganggu gerakan. Miastenia gravis adalah penyakit
autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang reseptor asetilkolin
pada persimpangan neuromuskuler, menyebabkan kelemahan otot
progresif dan cepat kelelahan. Pada individu dengan miastenia gravis,
setiap kali mereka merangsang serat otot tertentu beberapa kali berturut-
turut, potensial aksi selanjutnya pada neuron motorik yang sama
melepaskan lebih sedikit asetilkolin daripada sebelumnya. Karena orang
dengan kondisi ini telah kehilangan banyak reseptor mereka, bahkan
penurunan asetilkolin yang kecil pun dapat menyebabkan kelemahan
yang signifikan.
Jenis serat otot mencakup serat kedutan cepat yang kontraksinya
cepat tetapi cepat lelah, serta serat kedutan lambat yang kontraksinya
lebih tahan lama tanpa cepat lelah. Kita mengandalkan serat otot lambat
dan menengah untuk aktivitas yang tidak terlalu berat, seperti berbicara
atau berjalan dalam waktu lama. Namun, aktivitas yang lebih intens,
seperti berlari mendaki bukit dengan cepat, mengharuskan penggunaan
serat otot cepat yang akan menyebabkan kelelahan lebih cepat. Serat otot
lambat mampu beraktivitas dalam mode aerobik, menggunakan oksigen,
sementara serat otot cepat lebih cenderung beroperasi dalam mode
anaerobik, tanpa memerlukan oksigen pada saat itu.
Misalnya, dalam olahraga yang berkepanjangan, seperti bersepeda
dengan intensitas tinggi selama berjam-jam, otot-otot awalnya
menggunakan glukosa sebagai bahan bakar dalam mode aerobik. Ketika
persediaan glukosa mulai berkurang, otot-otot beralih ke penggunaan
asam lemak secara anaerobik sebagai bahan bakar. Ini dapat
menyebabkan kelelahan otot seiring berjalannya waktu. Jadi, jenis serat
otot yang digunakan dalam aktivitas fisik dapat berpengaruh pada tingkat
kelelahan dan tipe bahan bakar yang digunakan oleh tubuh selama
aktivitas tersebut. Orang memiliki persentase serat otot berkedut cepat
dan serat otot berkedut lambat yang berbeda-beda. Perbedaan individu
bergantung pada genetika dan latihan.
1.2 Pengendalian Otot Melalui Proprioreseptor
Proprioseptor adalah reseptor yang mendeteksi posisi atau
pergerakan otot. Proprioseptor otot mendeteksi peregangan dan
ketegangan otot, dan ketika otot diregangkan, sumsum tulang belakang
mengirim sinyal refleks untuk mengencangkannya. Salah satu jenis
proprioseptor adalah muscle spindle, yang merespons peregangan otot.
Ketika muscle spindle diregangkan, saraf sensoriknya mengirim pesan ke
neuron motorik di sumsum tulang belakang, yang pada gilirannya
mengirim pesan ke otot yang mengelilingi spindle, menyebabkan
kontraksi. Refleks ini memberikan umpan balik negatif, yaitu saat otot
dan spindlenya diregangkan, spindle mengirim pesan untuk
menghasilkan kontraksi otot yang berlawanan dengan peregangan.

5
Contohnya, saat melangkah di atas gundukan, proprioceptor mengenali
peregangan pada otot ekstensor kaki dan memicu kontraksi untuk
meluruskan kaki, sehingga Anda dapat menyesuaikan diri dengan
benturan di jalan.
2. Satuan Pergerakan
1.1 Gerakan Volunter dan Involunter
Refleks adalah respons otomatis terhadap rangsangan yang
konsisten. Refleks sering dianggap sebagai tindakan yang tidak disengaja
karena tidak dipengaruhi oleh dorongan, hukuman, atau motivasi. Salah
satu contoh refleks adalah refleks peregangan, di mana tubuh merespons
secara otomatis terhadap peregangan otot. Refleks lainnya termasuk
penyempitan pupil saat terpapar cahaya terang.
Meskipun manusia memiliki sedikit refleks dalam kehidupan
dewasa, bayi memiliki beberapa refleks yang tidak terlihat pada orang
dewasa. Misalnya, bayi akan meraih erat benda yang diletakkan di
tangannya (refleks menggenggam) atau mengipasi jempol kaki lainnya
jika telapak kakinya disentuh (refleks Babinski). Beberapa refleks,
seperti refleks rooting, tergantung pada stimulasi dan tingkat kelaparan
bayi.
Hanya sedikit perilaku yang dapat dianggap murni sukarela atau
benar-benar tidak disengaja. Misalnya, meskipun Anda dapat menelan
sukarela, hal ini terbatas dalam batas-batas tertentu. Cobalah menelan
sepuluh kali berturut-turut tanpa minum, dan Anda akan menyadari
bahwa tindakan tersebut menjadi sulit dan tidak menyenangkan. Bahkan
perilaku seperti berjalan juga mencakup elemen-elemen yang tidak
disengaja, seperti mengimbangi gundukan di jalan atau mengayunkan
lengan secara otomatis saat berjalan.
1.2 Gerakan yang Memiliki Sensitivitas Berbeda
Beberapa gerakan adalah gerakan balistik, sementara yang lain
dikoreksi melalui umpan balik. Gerakan balistik dilakukan sebagai satu
kesatuan: Setelah dimulai, gerakan tersebut tidak dapat diubah atau
dikoreksi selama dalam proses. Sebuah refleks, seperti refleks
peregangan atau kontraksi pupil sebagai respons terhadap cahaya, adalah
gerakan balistik. Gerakan yang sepenuhnya balistik jarang terjadi;
sebagian besar perilaku dapat dikoreksi melalui umpan balik. Sebagai
contoh, saat Anda menghujani benang ke dalam jarum, Anda melakukan
gerakan kecil, memeriksa arahnya, dan kemudian melakukan
penyesuaian. Demikian pula, seorang penyanyi yang mempertahankan
nada tunggal mendengar adanya perubahan nada dan mengoreksinya.
1.3 Urutan Perilaku

6
Banyak perilaku kita terdiri dari rangkaian gerakan cepat, seperti
berbicara, menulis, menari, atau bermain musik, yang dapat dihubungkan
dengan generator pola sentral dalam sistem saraf, seperti di sumsum
tulang belakang. Contoh-contohnya mencakup gerakan berkedut sayap
pada burung atau gerakan sirip pada ikan. Meskipun rangsangan dapat
memicu generator pola sentral ini, frekuensi gerakan tidak dikontrol oleh
rangsangan tersebut. Program motor dapat bersifat bawaan atau dipelajari
dan dapat berjalan secara otomatis tanpa pemikiran aktif.
Program motor bisa dipelajari atau dibangun dalam sistem saraf.
Sebagai contoh program yang dibangun, seekor tikus secara periodik
membersihkan dirinya sendiri dengan duduk, menjilat kakinya,
mengusapnya ke wajah, menutup mata saat kaki melewati mata, menjilati
kakinya lagi, dan seterusnya (Fentress, 1973). Setelah dimulai, urutan
tersebut tetap dari awal hingga akhir. Banyak orang mengembangkan
urutan motor yang dipelajari tetapi dapat diprediksi. Seorang ahli senam
akan menghasilkan pola gerakan yang akrab sebagai keseluruhan yang
halus dan terkoordinasi. Pola tersebut bersifat otomatis dalam arti bahwa
berpikir atau berbicara tentangnya akan mengganggu tindakan.
Perbandingan spesies memungkinkan pemahaman tentang
bagaimana program motor bisa muncul atau hilang dalam evolusi.
Sebagai contoh, ayam tetap memiliki program motor untuk mengibaskan
sayap saat jatuh, bahkan jika mereka tidak dapat terbang. Namun, spesies
seperti ostrich, emu, dan rheas yang tidak terbang selama jutaan generasi
telah kehilangan gen-gen yang mengendalikan gerakan penerbangan dan
tidak mengibaskan sayap saat dijatuhkan. Manusia juga memiliki
program motor bawaan, seperti menguap dan ekspresi wajah tertentu,
yang dapat terjadi dengan konsistensi yang tinggi.
B. Mekanisme Otak Terkait Pergerakan
1. Korteks Serebral
Sejak penemuan Eduard Hitzig pada tahun 1870, para ilmuwan saraf
telah menyadari bahwa merangsang langsung korteks motorik primer, yang
merupakan bagian dari korteks frontal yang terletak tepat di depan sulcus
sentral, dapat memicu gerakan. Meskipun korteks motorik tidak memiliki
koneksi langsung ke otot, axon-axonnya berjalan ke batang otak dan
sumsum tulang belakang, yang menghasilkan pola aktivitas yang
mengontrol otot-otot. Fungsi korteks serebral sangat penting dalam tindakan
kompleks seperti berbicara, menulis, atau gerakan tangan, sementara kurang
penting dalam tindakan seperti batuk, bersin, mual, tertawa, atau menangis.
Beberapa tindakan tersebut sulit dilakukan secara sukarela, mungkin karena
kurangnya kendali serebral.

7
Potongan Melintang Melalui Korteks Primer

Stimulasi pada titik manapun di korteks motorik primer paling


mungkin memicu gerakan di area tubuh yang ditunjukkan. Namun, hasil
sebenarnya biasanya lebih rumit daripada yang digambarkan pada: Sebagai
contoh, sel-sel individu yang mengendalikan satu jari mungkin bercampur
dengan sel-sel yang mengendalikan jari lainnya. (Sumber: Diadaptasi dari
Penfield & Rasmussen, 1950). Gambar diatas mengilustrasikan bagian
korteks motorik yang mengendalikan berbagai bagian tubuh. Namun, satu
titik di korteks motorik tidak hanya mengendalikan satu otot tunggal, tetapi
lebih berhubungan dengan hasil gerakan tertentu. Korteks motorik lebih
sering memberikan perintah terkait hasil gerakan dan membiarkan sumsum
tulang belakang dan area lain mengkoordinasikan kontraksi otot yang
diperlukan untuk mencapai hasil tersebut.
Seperti halnya korteks visual menjadi aktif ketika kita membayangkan
melihat sesuatu, korteks motorik aktif ketika kita membayangkan gerakan.
Contohnya, pemain piano berpengalaman mengatakan bahwa ketika mereka
mendengarkan musik yang sudah dikenal dan terlatih, mereka
membayangkan gerakan jari mereka dan bahkan seringkali mulai mengetuk
jari mereka seolah-olah mereka sedang memainkan musik tersebut.
Perekaman otak telah mengkonfirmasi bahwa area korteks motorik yang
mengendalikan jari aktif saat pemain piano mendengarkan musik yang
sudah dikenal, bahkan jika jari-jari mereka tetap diam. Neuron-neuron di
korteks parietal inferior juga aktif selama gerakan dan saat seseorang
mengamati gerakan yang sama dilakukan oleh orang lain, yang dikenal
sebagai neuron cermin. Studi pemindaian otak telah menunjukkan bahwa
manusia juga memiliki neuron cermin yang berfungsi serupa. Neuron
cermin ini memungkinkan pengamat untuk memahami dan mengidentifikasi

8
gerakan yang dilakukan oleh individu lain, menciptakan identifikasi dan
pemahaman terhadap perilaku sosial kompleks yang umum pada manusia
dan primata lainnya.
1.1 Koneksi dari Otak ke Sumsum Tulang Belakang
Koneksi antara otak dan sumsum tulang belakang dalam
mengendalikan gerakan tubuh. Ada dua jalur utama yang digunakan
dalam mengendalikan gerakan, yaitu:
a) Jalur dorsolateral, menghubungkan korteks motorik primer dan
area sekitarnya dengan otot-otot lengan dan ekstremitas perifer
seperti tangan dan jari.
b) Jalur ventromedial, menghubungkan banyak bagian korteks dengan
otot-otot leher, bahu, dan batang tubuh, yang mengendalikan
gerakan seperti berjalan, berputar, membungkuk, berdiri, dan
duduk.

Saluran dorsolateral dan ventromedial


(a) Jalur dorsolateral menyeberang dari satu sisi otak ke sisi
berlawanan dari sumsum tulang belakang dan mengontrol
gerakan ekstremitas yang tepat dan terpisah, seperti tangan, jari,
dan kaki.
(b) Jalur ventromedial menghasilkan kontrol bilateral dari otot-otot
batang tubuh untuk penyesuaian postur dan gerakan bilateral
seperti berdiri, membungkuk, berbelok, dan berjalan.
Kedua jalur ini berperan dalam mengatur gerakan tubuh, dan
hampir semua gerakan bergantung pada kombinasi keduanya. Selain itu,
menjelaskan mengapa setiap hemisfer otak mengendalikan sisi
kontralateral tubuhnya daripada sisi yang sama. Meskipun tidak diketahui
pasti, pola ini umum terjadi pada vertebrata, termasuk manusia.

9
Kerusakan pada korteks motorik primer dapat memengaruhi
kendali gerakan pada sisi tubuh yang berlawanan dan bagaimana otak
dapat menggunakan jalur alternatif untuk mencoba memulihkan sebagian
kendali gerakan tersebut. Contohnya adalah ketika seseorang mengalami
stroke pada hemisfer kiri otak dan kehilangan kendali gerakan di sisi
kanan tubuhnya. Orang tersebut mungkin dapat menggunakan jalur
ventromedial untuk mencoba menggerakkan tangan mereka dengan
menggerakkan bagian tubuh lain secara kasar. Karena adanya koneksi
antara setengah kiri dan kanan sumsum tulang belakang, gerakan normal
di satu sisi tubuh juga dapat memicu gerakan terkait di sisi lain dalam
tingkat yang terbatas.
1.2 Daerah-Daerah Dekat Korteks Motorik Primer
Di sekitar korteks motorik primer, terdapat beberapa daerah yang
juga berperan dalam mengendalikan gerakan dengan berbagai cara. Di
korteks parietal posterior, terdapat neuron-neuron yang merespons
terutama terhadap stimulus visual atau somatosensori, sementara yang
lain merespons gerakan saat ini atau yang akan datang, dan ada juga yang
merespons campuran antara stimulus dan respons yang akan datang.
Fungsi korteks parietal posterior bisa dianggap sebagai pengawas posisi
tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya.
a) Kerusakan pada korteks parietal posterior dapat menyebabkan
seseorang mampu dengan akurat menggambarkan apa yang mereka
lihat, namun mereka mengalami kesulitan dalam mengubah
persepsi tersebut menjadi tindakan.
b) Kerusakan pada korteks okipital atau temporal memiliki kesulitan
dalam menjelaskan apa yang mereka lihat, tetapi mereka tetap
dapat melakukan gerakan fisik seperti meraih objek.

Korteks somatosensori primer berfungsi sebagai pusat utama


penerimaan informasi sentuhan dan informasi tubuh lainnya. Neuron-
neuron di area ini menjadi aktif terutama saat tangan melakukan tindakan
seperti meraih sesuatu dan merespons bentuk objek serta jenis gerakan
yang terjadi.
Selain itu, terdapat juga korteks prefrontal, korteks premotor, dan
korteks motor tambahan yang berperan dalam mempersiapkan dan
mengatur gerakan. Korteks prefrontal merespons terhadap berbagai
sinyal sensorik dan menghitung kemungkinan hasil dari berbagai
tindakan, sehingga merencanakan gerakan sesuai dengan hasil yang
diharapkan. Korteks premotor aktif saat persiapan gerakan dan sedikit
aktif saat gerakan itu sendiri terjadi, sementara korteks motor tambahan
penting dalam merencanakan dan mengorganisir urutan gerakan cepat,

10
seperti mendorong, menarik, dan memutar sesuatu dalam urutan tertentu.
Semua daerah ini berperan dalam mengkoordinasikan gerakan tubuh
dengan cara yang berbeda.
1.3 Keputusan Sadar dan Gerakan
Peran keputusan sadar dalam gerakan manusia dan bagaimana
penelitian telah mengungkapkan temuan yang mengejutkan tentang
hubungan antara keputusan sadar dan aktivitas otak yang memicu
gerakan.
Dalam sebuah eksperimen, peserta diinstruksikan untuk melipat
pergelangan tangan mereka kapan saja mereka mau, tanpa memilih
gerakan tertentu tetapi hanya memilih waktunya. Peneliti melakukan tiga
pengukuran: pertama, mereka mencatat aktivitas listrik di korteks
motorik dengan elektroda yang melekat di kulit kepala peserta; kedua,
mereka mencatat kapan tangan peserta mulai bergerak dengan sensor
yang melekat pada tangan; ketiga, peserta diminta untuk mengamati
sebuah jam dengan spot cahaya yang bergerak mengelilingi lingkaran
setiap 2,56 detik dan mencatat di mana letak spot cahaya pada saat
mereka membuat keputusan untuk bergerak.

11
Hasilnya menunjukkan bahwa secara rata-rata, keputusan sadar
peserta untuk bergerak terjadi sekitar 200 ms sebelum gerakan
sebenarnya terjadi. Namun, aktivitas otak yang bertanggung jawab atas
gerakan tampaknya dimulai lebih awal, yaitu sekitar 500 ms sebelum
gerakan. Ini menunjukkan bahwa keputusan sadar muncul setelah proses
otak yang memicu gerakan sudah dimulai sekitar 300 ms sebelumnya.
Meskipun hasil penelitian ini kontroversial dan menimbulkan
berbagai pertanyaan, mereka mengindikasikan bahwa apa yang kita
identifikasi sebagai keputusan sadar mungkin lebih merupakan persepsi
dari proses yang sedang berlangsung daripada penyebabnya.
Implikasinya adalah bahwa keputusan sukarela pada awalnya bersifat
tidak sadar dan perlu mencapai tingkat kekuatan tertentu sebelum
menjadi sadar. Studi pada pasien dengan kerusakan otak juga
memberikan wawasan tentang peran berbagai bagian otak dalam
kesadaran dan pengendalian gerakan.
2. Otak Kecil atau Cerebellum
Seseorang dengan kerusakan pada cerebellum mengalami kesulitan
dalam mengontrol gerakan mata. Mata yang sehat biasanya bergerak dari
satu titik fiksasi ke titik fiksasi lainnya dengan gerakan tunggal atau besar
dengan koreksi kecil di akhir gerakan. Namun, dalam kasus kerusakan
cerebellum, mereka memiliki kesulitan memprogram sudut dan jarak
gerakan mata. Ini menyebabkan mata melakukan banyak gerakan pendek
hingga mereka akhirnya menemukan titik yang dimaksud melalui percobaan
dan kesalahan.
Kerusakan pada korteks cerebellum juga mengakibatkan masalah
dalam gerakan awal yang cepat. Jari atau tangan bisa berhenti terlalu dini
atau pergi terlalu jauh, bahkan mungkin menabrak wajah. Jika inti
cerebellum tertentu rusak, seseorang mungkin mengalami kesulitan dalam
menahan gerakan, dengan jari mencapai titik di depan hidung dan kemudian
bergetar.

12
Gejala kerusakan pada cerebellum menyerupai gejala keracunan
alkohol, termasuk ketidakcanggungan, bicara terganggu, dan gerakan mata
yang tidak akurat. Ini mengapa petugas polisi yang menguji tingkat alkohol
dalam seseorang sering menggunakan uji seperti menyentuh jari ke hidung
karena cerebellum adalah salah satu area otak yang pertama kali terpengaruh
oleh alkohol.
2.1 Bukti Adanya Peran yang Luas
Terdapat bukti yang mendukung peran luas cerebellum dalam
berbagai fungsi kognitif dan motorik. Cerebellum adalah bagian dari otak
yang terletak di bagian belakang tengkorak, di bawah lobus occipital.
Fungsi tradisional cerebellum adalah mengatur dan mengkoordinasikan
gerakan tubuh, tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa peran
cerebellum jauh lebih luas daripada itu. Berikut adalah beberapa bukti
yang mendukung peran luas cerebellum:
1. Koordinasi Motorik: Cerebellum adalah pusat utama untuk
mengkoordinasikan gerakan tubuh. Ini membantu menjaga postur
tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerakan yang rumit seperti
berjalan, berlari, dan berbicara.
2. Pembelajaran Motorik: Cerebellum terlibat dalam pembelajaran
motorik, yang melibatkan memori motorik dan pengulangan gerakan
hingga menjadi otomatis. Ini terbukti dalam eksperimen dengan
hewan dan manusia yang menunjukkan bahwa cerebellum terlibat
dalam pembentukan dan penyimpanan keterampilan motorik.
3. Fungsi Kognitif: Penelitian juga telah mengungkapkan peran
cerebellum dalam fungsi kognitif, seperti pemrosesan informasi
sensorik, perencanaan tindakan, dan kognisi spasial. Cerebellum
berkontribusi pada kemampuan untuk memprediksi hasil tindakan dan
melakukan perubahan jika diperlukan.
4. Bahasa dan Kognisi Sosial: Beberapa studi mendukung keterlibatan
cerebellum dalam bahasa dan kognisi sosial. Cerebellum dapat
mempengaruhi produksi suara dan kemampuan untuk memahami
intonasi dalam bahasa. Selain itu, ada bukti bahwa cerebellum terlibat
dalam pemahaman emosi dan interaksi sosial.
5. Hubungan dengan Otak Lainnya: Cerebellum terhubung dengan
berbagai bagian otak lainnya melalui serat saraf yang disebut peduncle
cerebellar. Ini memungkinkan cerebellum berkomunikasi dengan
korteks motorik, korteks prefrontal, dan area lain dari otak,
memungkinkan koordinasi dan integrasi fungsi otak yang berbeda.

13
2.2 Peroganisasian Sel
Cerebellum menerima masukan dari sumsum tulang belakang, dari
setiap sistem sensorik melalui inti saraf kranial, dan dari korteks serebral.
Informasi tersebut akhirnya mencapai korteks cerebellar, permukaan
cerebellum.

Gambar diatas menunjukkan jenis dan susunan neuron dalam


korteks cerebellar. Serat-serat paralel (warna kuning) mengaktifkan satu
sel Purkinje setelah yang lain. Sel-sel Purkinje (warna merah)
menghambat sel target di salah satu inti dari cerebellum. Semakin banyak
sel Purkinje yang merespons, semakin lama sel target tersebut dihambat.
Dengan cara ini, cerebellum mengontrol durasi dari sebuah gerakan.
Gambar ini kompleks, tetapi fokus pada beberapa poin utama berikut:

14
a. Neuron disusun dalam pola geometris yang tepat, dengan banyak
pengulangan unit yang sama.
b. Sel Purkinje adalah sel datar dalam berbagai lapisan.
c. Serat sejajar adalah akson yang sejajar satu sama lain dan tegak lurus
dengan lapisan sel Purkinje.
d. Potensial aksi dalam jumlah berbeda dari serat sejajar merangsang
satu sel Purkinje setelah yang lain. Setiap sel Purkinje kemudian
mengirimkan pesan yang menghambat sel-sel dalam inti cerebellum
(kluster sel dalam bagian dalam cerebellum) dan inti vestibular di
batang otak, yang selanjutnya mengirimkan informasi ke otak tengah
dan talamus.
e. Bergantung pada aktivitas serat sejajar yang mana dan berapa banyak
yang terlibat, akan memengaruhi durasi respons kolektif sel Purkinje
dalam konteks cerebellar. Jika hanya beberapa sel Purkinje awal yang
diaktifkan, responsnya akan singat, tetapi jika lebih banyak sel
Purkinje yang diaktifkan, respons akan berlangsung lebih lama.
Output dari sel Purkinje ini mengendalikan waktu gerakan, termasuk
kapan gerakan dimulai dan berakhir.
3. Basal Ganglia
Ganglia basal adalah sekelompok struktur besar di otak depan yang
termasuk nukleus kaudatus, putamen, dan globus pallidus. Ganglia basal
menerima input dari korteks serebral dan mengirimkan outputnya ke
talamus, yang kemudian menghubungkannya dengan berbagai bagian
korteks serebral, terutama area motorik dan korteks prefrontal.

Mayoritas output dari globus pallidus menghambat aktivitas talamus


dengan mengeluarkan neurotransmitter penghambat GABA. Ganglia basal
memainkan peran penting dalam menghentikan penghambatan gerakan
tertentu, dan jika terjadi kerusakan pada globus pallidus, seperti pada
penyakit Huntington, dapat menyebabkan gerakan yang tidak terkendali.
Sirkuit ganglia basal ini terutama penting untuk perilaku yang
dimulai secara sukarela, di mana ganglia basal memilih gerakan yang akan
dijalankan dengan menghentikan penghambatan terhadap gerakan tersebut.
Sebagai contoh, penelitian pada monyet menunjukkan bahwa ganglia basal
aktif ketika monyet tersebut harus memilih waktu mulai gerakan sendiri,

15
sedangkan ganglia basal kurang aktif saat monyet tersebut hanya harus
merespons sinyal yang menunjukkan kapan harus bergerak.
Dalam studi lain dengan manusia, aktivitas ganglia basal meningkat
ketika seseorang menggambar garis baru, tetapi tidak saat mereka mengikuti
garis yang sudah ada di layar. Ini menunjukkan bahwa ganglia basal terlibat
dalam memulai tindakan, terutama ketika tindakan tersebut dimulai secara
sukarela tanpa bimbingan stimulus.

4. Area Otak dan Pembelajaran Motorik


Neuron dalam korteks motor beradaptasi saat seseorang belajar
keterampilan motorik. Pada awalnya, gerakan lambat dan tidak konsisten,
tetapi seiring berjalannya waktu, neuron yang relevan dalam korteks motor
meningkatkan laju pelepasannya (D. Cohen & Nicolelis, 2004). Setelah
latihan yang berkelanjutan, pola gerakan menjadi lebih konsisten dari
percobaan ke percobaan, dan begitu juga pola aktivitas dalam korteks
motor. Dalam istilah teknis, korteks motor meningkatkan rasio sinyal
terhadap noise-nya (Kargo & Nitz, 2004).
Ganglia basal sangat penting dalam pembelajaran keterampilan
motorik, mengorganisir urutan gerakan menjadi satu kesatuan, dan
pembelajaran jenis yang sulit diungkapkan dengan kata-kata (Graybiel,
1998; Seger & Cincotta, 2005). Contohnya, saat belajar mengemudikan
mobil, awalnya Anda harus memikirkan setiap tindakan yang dilakukan.
Namun, setelah pengalaman yang cukup, Anda dapat melakukan banyak
tindakan sekaligus dalam satu gerakan yang mulus, seperti memberi isyarat

16
belok kiri, mengganti gigi, memutar kemudi, dan mengubah kecepatan. Jika
Anda mencoba menjelaskan tindakan tersebut dengan detail, mungkin akan
sulit. Hal serupa berlaku ketika Anda mencoba menjelaskan cara mengikat
dasi atau menggambar spiral kepada seseorang yang tidak tahu tanpa
menggunakan gerakan tangan. Orang yang mengalami kerusakan pada
ganglia basal akan kesulitan dalam belajar keterampilan motorik seperti ini
dan mengubah gerakan baru menjadi respons yang lancar dan otomatis
(Poldrack et al., 2005; Willingham, Koroshetz, & Peterson, 1996).
C. Gangguan Pergerakan
1. Gangguan Neurologis
1.1 Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson adalah gangguan sel saraf dimana sel saraf
tersebut mengalami kehilangan struktur atau fungsi sebenarnya secara
progresif. Terjadi ketika sel-sel saraf dopaminergik di area otak tertentu
mengalami kerusakan atau kematian. Hal ini mengakibatkan gangguan
pergerakan seperti tremor atau gemetar, kekakuan otot, gerakan lambat,
dan keterbatasan dalam bergerak. Orang dengan penyakit Parkinson
tidak mengalami kelumpuhan atau kelemahan, tetapi mereka
mengalami kesulitan dalam memulai gerakan spontan tanpa adanya
stimulus yang membimbing tindakan mereka.
Penyebab utama dari penyakit Parkinson adalah kematian progresif
dan bertahap dari neuron, terutama di substantia nigra, yang
mengirimkan akson yang melepaskan dopamine ke nukleus kaudatus
dan putamen. Orang dengan penyakit Parkinson kehilangan akson-
akson ini dan oleh karena itu kehilangan semua efek yang akan
dihasilkan oleh dopamine tersebut. Salah satu efek dari dopamine
adalah penghambatan nukleus kaudatus dan putamen, dan penurunan
penghambatan tersebut berarti bahwa nukleus kaudatus dan putamen
meningkatkan stimulasi terhadap globus pallidus. Hasilnya adalah
peningkatan penghambatan terhadap talamus dan korteks serebral.
Dengan singkat, hilangnya aktivitas dopamin menyebabkan kurangnya
stimulasi terhadap korteks motorik dan lambatnya onset gerakan (Parr-
Brownlie & Hyland, 2005).

17
Koneksi dari substantia nigra:
(a) Otak normal
(b) Otak pada penyakit Parkinson
Jalur rangsang ditunjukkan dengan warna hijau. Jalur penghambat
berwarna merah. Akson substantia nigra menghambat putamen.
Hilangnya akson meningkatkan komunikasi rangsang ke globus
pallidus.
Hasilnya adalah peningkatan penghambatan dari globus pallidus ke
talamus dan penurunan eksitasi dari thalamus ke korteks serebral.
Orang dengan penyakit Parkinson menunjukkan penurunan inisiasi
gerakan, gerakan lambat dan tidak akurat, dan psikologis depresi.
(Sumber: Berdasarkan Wichmann, Vitek, & DeLong, 1995)
Para peneliti memperkirakan bahwa rata-rata orang di atas usia 45
tahun kehilangan neuron substantia nigra dengan tingkat hampir 1% per
tahun. Sebagian besar orang memiliki cukup banyak neuron ini, tetapi
beberapa orang mungkin memulai dengan jumlah yang lebih sedikit
atau kehilangannya lebih cepat. Ketika jumlah neuron substantia nigra
yang tersisa turun di bawah 20% hingga 30% dari normal, gejala
Parkinson mulai muncul (Knoll, 1993). Gejala ini menjadi lebih parah
seiring berlanjutnya kerugian sel-sel tersebut.
1.1.1 Kemungkinan Penyebab Penyakit Parkinson
Menurut buku JW Kalat, penyebab penyakit Parkinson
adalah kematian progresif dan gradual dari neuron, terutama yang
terletak di substantia nigra. Neuron ini mengirimkan akson yang
melepaskan dopamine ke nukleus kaudatus dan putamen. Orang
yang menderita penyakit Parkinson kehilangan neuron ini,
sehingga kehilangan semua efek yang biasanya dihasilkan oleh

18
dopamine. Salah satu efek penting dari dopamine adalah
penghambatan nukleus kaudatus dan putamen. Ketika
penghambatan ini menurun akibat kekurangan dopamine, nukleus
kaudatus dan putamen meningkatkan stimulasi terhadap globus
pallidus. Akibatnya, terjadi peningkatan penghambatan terhadap
talamus dan korteks serebral, yang merupakan salah satu
karakteristik utama dari penyakit Parkinson.
1.1.2 Pengobatan L. Dopa
L-dopa adalah pengobatan utama untuk penyakit Parkinson.
Ini adalah prekursor dopamine yang dapat melewati hambatan
darah-otak dan, ketika dikonsumsi dalam bentuk pil harian,
mencapai otak di mana diubah menjadi dopamine oleh neuron.
Meskipun efektif bagi sebagian besar pasien, L-dopa memiliki
beberapa kekurangan, yaitu:
a) Tidak efektif untuk beberapa pasien, terutama yang dalam
tahap penyakit yang lanjut.
b) L-dopa tidak menghentikan kerugian berkelanjutan dari
neuron, dan ada bukti bahwa terlalu banyak dopamine dapat
merusak sel-sel yang mengandung dopamine.
c) L-dopa dapat menyebabkan efek samping seperti mual,
gelisah, masalah tidur, tekanan darah rendah, gerakan
berulang, halusinasi, dan khayalan. Intensitas efek samping
ini cenderung meningkat seiring dengan keparahan gejala
penyakit Parkinson pada pasien.
1.1.3 Terapi Selain L. Dopa
Para peneliti telah mencari alternatif dan suplemen untuk
mengatasi keterbatasan L-dopa dalam pengobatan penyakit
Parkinson. Beberapa kemungkinan solusi yang menjanjikan
mencakup:
a. Penggunaan obat antioksidan untuk mengurangi kerusakan
lebih lanjut.
b. Penggunaan obat yang merangsang reseptor dopamine secara
langsung.
c. Penggunaan neurotrophins untuk mempromosikan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan neuron yang tersisa.
d. Penggunaan obat-obatan yang mengurangi apoptosis (kematian
sel yang terprogram) pada neuron yang tersisa.
e. Stimulasi listrik dengan frekuensi tinggi pada globus pallidus
atau inti subthalamic, terutama efektif untuk menghentikan
gejala gemetar.

19
Salah satu kemungkinan lain adalah mentransplantasikan
jaringan otak dari janin yang diaborsi ke otak pasien Parkinson.
Meskipun beberapa pasien mengalami manfaat dari prosedur ini,
terutama mereka dengan gejala ringan, banyak juga yang tidak
mengalami perubahan signifikan atau bahkan memburuk setelah
operasi. Salah satu tantangan utama adalah kelangsungan hidup
sel yang ditransplantasikan dan pembentukan sinaps yang efektif,
terutama pada pasien yang lebih tua.
Pendekatan lain adalah menumbuhkan sel dalam kultur
jaringan, mengubah genetik mereka untuk menghasilkan L-dopa
dalam jumlah besar, dan kemudian mentransplantasikannya ke
otak. Pendekatan ini menjadi menarik jika sel yang ditanam
adalah sel punca, yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai
jenis sel tergantung pada kebutuhan. Meskipun terdapat beberapa
manfaat yang terlihat, metode ini juga hanya menghasilkan
perbaikan yang terbatas.
Penelitian juga menunjukkan bahwa transplantasi otak
bisa merangsang pertumbuhan akson dan dendrit di otak
penerima, meskipun jaringan yang ditransplantasikan mungkin
tidak bertahan. Ini memberikan kemungkinan lain untuk
pengobatan penyakit Parkinson melalui pelepasan neurotrophins
yang merangsang pertumbuhan sel-sel otak penerima. Para
peneliti juga sedang mencari cara untuk mengirimkan
neurotrophins ke otak karena zat ini tidak dapat melewati
penghalang darah-otak.
1.2 Penyakit Huntington
Penyakit Huntington adalah gangguan genetik yang menyebabkan
kerusakan otak progresif. Gejala utama meliputi gangguan pergerakan
involunter, seperti gerakan yang tidak terkendali, serta masalah kognitif
dan psikologis. Gangguan ini disebabkan oleh mutasi genetik dan
biasanya muncul pada usia pertengahan hingga akhir kehidupan.

20
Otak orang normal (kiri) dan orang dengan penyakit Huntington
(kanan). Sudut potongan melalui otak normal membuat ventrikel lateral
terlihat lebih besar di foto ini daripada yang sebenarnya. Meskipun
demikian, perhatikan seberapa besar ukurannya pada pasien dengan
Penyakit Huntington. Ventrikel membesar karena karena hilangnya
neuron.
Penyakit Huntington merupakan gangguan yang disebabkan oleh
kerusakan otak progresif, terutama di nukleus kaudatus, putamen,
globus pallidus, dan korteks serebral. Penderita penyakit ini juga
mengalami gangguan psikologis seperti depresi, gangguan ingatan,
kecemasan, halusinasi, penilaian yang buruk, alkoholisme,
penyalahgunaan obat, dan masalah seksual. Gangguan psikologis ini
kadang-kadang muncul sebelum gejala motorik, dan kadang-kadang
penyakit ini disalahdiagnosis sebagai skizofrenia pada tahap awal.
Penyakit Huntington biassanya muncul antara usia 30 hingga 50
tahun, tetapi dapat terjadi pada usia apapun, mulai dari masa kanak-
kanak hingga usia lanjut. Gejala penyakit ini semakin memburuk
seiring berjalannya waktu, dan semakin awal serangannya, semakin
cepat kemundurannya. Saat ini, belum ada pengobatan yang efektif
untuk mengendalikan gejala atau melambatkan perkembangan penyakit
ini. Namun, penelitian pada tikus menunjukkan bahwa lingkungan yang
merangsang dapat menunda permulaan atau serangan gejala.
1.2.1 Pewarisan Karakteristik dan Pengujian Prasimtomatik
Peneliti telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk
menemukan tes presimptomatik yang akurat untuk memprediksi
siapa yang akan mengembangkan penyakit Huntington. Pada
tahun 1980-an, mereka menemukan bahwa gen yang terkait
dengan penyakit ini terletak pada kromosom nomor 4, dan pada
tahun 1993, gen itu sendiri berhasil diidentifikasi. Sekarang,
pemeriksaan kromosom dapat dengan sangat akurat menentukan
apakah seseorang akan mengalami penyakit Huntington.
Meskipun tidak semua orang yang berisiko tinggi untuk penyakit
ini ingin menjalani tes, banyak yang memilih untuk
melakukannya.
Tes kromosom ini melibatkan pengecekan jumlah
pengulangan urutan basa C-A-G pada gen tertentu. Jumlah
pengulangan ini berkaitan dengan risiko terkena penyakit. Orang
dengan jumlah pengulangan C-A-G hingga 35 dianggap aman
dari penyakit Huntington. Mereka dengan 36 hingga 38
pengulangan mungkin dapat mengalami penyakit ini, tetapi
biasanya terjadi pada usia tua atau bahkan tidak sama sekali.
Orang dengan 39 atau lebih pengulangan memiliki risiko tinggi

21
untuk mengembangkan penyakit ini, kecuali mereka meninggal
karena penyebab lain sebelumnya. Semakin banyak pengulangan
C-A-G yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
mereka akan mengembangkan penyakit ini, dan ini dapat
diprediksi dengan akurat dengan menggunakan tes kromosom.

Gambar diatas merupakan hubungan antara ulangan C-A-G


dan usia serangan penyakit Huntington. Pemeriksaan kromosom
dapat mengidentifikasi jumlah ulangan C-A-G dalam gen protein
huntingtin seseorang. Semakin banyak ulangan C-A-G, semakin
mungkin penyakit Huntington akan muncul pada usia yang lebih
muda. Individu dengan 36–38 ulangan mungkin atau mungkin
tidak akan mengembangkan penyakit ini, atau mungkin hanya
mengalaminya di usia lanjut. Usia yang diberikan adalah rata-rata,
dan prediksi untuk individu tertentu hanya dapat dibuat sebagai
perkiraan.

Gambar diatas merupakan hubungan antara ulangan C-A-G


dan usia serangan delapan penyakit. Grafik tersebut menunjukkan
hubungan antara jumlah ulangan C-A-G dan usia rata-rata onset

22
delapan penyakit, termasuk penyakit Huntington dan tujuh
lainnya. Empat garis yang tidak diberi label menggambarkan
empat jenis spinocerebellar ataxia yang berbeda. Kesimpulan
utama dari grafik ini adalah bahwa untuk setiap penyakit, semakin
banyak ulangan C-A-G, semakin awal kemungkinan timbulnya
gejala penyakit.
Ini berlaku juga untuk beberapa gangguan neurologis
lainnya, seperti penyakit Parkinson, di mana pengulangan gen
tertentu dapat mempengaruhi usia onset dan keparahan penyakit.
Faktor genetik memainkan peran yang kuat dalam onset penyakit
seperti Alzheimer, alkoholisme, depresi, dan skizofrenia, terutama
pada kasus onset dini. Namun, gen tidaklah menjadi satu-satunya
faktor yang memengaruhi onset dan perkembangan penyakit.
Faktor lingkungan dan pengaruh lain juga memiliki peran dalam
hasilnya.
Penemuan protein huntington yang abnormal dan
peranannya dalam sel telah membantu peneliti dalam mencari
obat yang dapat mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh
penyakit Huntington. Beberapa obat yang menjanjikan telah
ditemukan melalui penelitian pada model hewan. Beberapa dari
mereka menghambat penggumpalan rantai glutamin dalam
protein huntingtin, sementara yang lain memengaruhi RNA yang
mengatur ekspresi gen huntingtin. Meskipun tidak semua obat
yang berhasil dalam model hewan akan berhasil pada manusia,
penelitian ini telah membawa harapan bahwa obat-obatan yang
efektif untuk mencegah atau mengurangi penyakit Huntington
akan segera tersedia.
2. Lingkungan
Lingkungan memainkan peran penting dalam perkembangan
gangguan neurologis, dan beberapa contoh cara lingkungan dapat
memengaruhi gangguan neurologis termasuk:
a. Paparan Toksin: Paparan bahan kimia beracun dalam lingkungan seperti
timbal, pestisida, atau merkuri dapat menyebabkan kerusakan pada
sistem saraf dan memicu gangguan neurologis.
b. Nutrisi dan Malnutrisi: Gizi yang buruk selama perkembangan anak atau
kekurangan nutrisi tertentu seperti asam folat selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko gangguan neurologis pada bayi.
c. Infeksi: Infeksi virus atau bakteri tertentu dalam lingkungan dapat
mengakibatkan gangguan neurologis, seperti ensefalitis.
d. Trauma Kepala: Cedera kepala yang serius dapat menyebabkan
gangguan neurologis, terutama jika terjadi pada lingkungan yang berisiko
tinggi seperti tempat kerja atau aktivitas olahraga.

23
e. Stres dan Trauma Psikologis: Stres kronis atau trauma psikologis dapat
mempengaruhi kesehatan otak dan dapat berkontribusi pada gangguan
kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma.
f. Polusi Lingkungan: Paparan polusi udara dan zat kimia berbahaya dalam
lingkungan dapat meningkatkan risiko gangguan neurologis seperti
penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Sebagian besar gangguan neurologis melibatkan interaksi kompleks
antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor-faktor ini sering bekerja bersama-
sama dalam pengembangan gangguan tersebut, dan pemahaman yang lebih
baik tentang hubungan antara faktor-faktor lingkungan dan genetik dapat
membantu dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan gangguan neurologis.
D. Pengalaman Pribadi
1. Pengalaman Selama Pandemi
Saat awal mulainya kebijakan sosial dan perbatasan pergerakan, saya
sadar dan merasakan kalau tubuh saya ini mulai kurang sehat karena kurang
bergerak. Pembelajaran secara daring atau jarak jauh membuat saya semakin
malas bergerak dan lebih memilih untuk tiduran saja. Sebelum pandemi
dimulai, saya suka berolahraga seperti jogging, main bulu
tangkis/badminton, lari atletik, dan bahkan basket. Tapi semenjak pandemi
dimulai dan adanya protokol kesehatan yang harus diterapkan, untuk
berolahraga jadinya lumayan susah dan menjadi malas. Kurang lebih 2
tahun pandemi berlangsung, setiap hari saya semakin malas bergerak.
Tidak hanya itu saya semenjak pandemi berlangsung susah
berinteraksi dengan orang luar, dampaknya pada saat mulai masuk kembali
ke sekolah SMA kelas 11 saya kurang adanya niat untuk berinteraksi atau
bersosialisasi dengan orang lain. Saya dulu itu berteman tunggu ada yang
datang ke saya dulu untuk kenalan. Saya ada berinteraksi tapi sedikit yang
saya ajak kenalan. Karena saya masuk SMA pada saat pandemi dimulai.
Jadi saya kelas 10 itu tidak ada kenalan satu kelas, karena saya lebih senang
jika ketemu langsung daripada kenalan lewat daring. Dan saat mulai masuk
ke sekolah saya hanya diam di tempat duduk saya dan tidak berinteraksi
karena saya lihat mereka sudah punya teman masing-masing dan saya pikir
mereka tidak perlu teman lagi. Tetapi setelah kenal dengan mereka dalam
waktu beberapa bulan saya punya banyak teman. Karena setelah protokol
kesehatan tidak lagi se-ketat awal pandemi, saya bisa berinteraksi dengan
bebas dengan teman kelas saya bahkan sampai berteman dengan kelas
lainnya.
Saya juga mengikuti organisasi Palang Merah Remaja untuk mengisi
waktu selama pandemi walaupun pelatihannya masih dibatasi karena
pandemi. Dan juga sekolah saya bisa dibilang merupakan sekolah semi-
militer yang ajarannya keras dan selalu ada kegiatan fisik seperti push-up
dan latihan semi-militer lainnya. Tetapi karena pandemi, sekolah saya
mengurangi hal seperti pelatihan secara semi-militer. Karena siswa-siswi

24
harus menjaga kekebalan tubuh dan imunitas, sekolah tidak ingin membuat
siswa-siswi nya kelelahan dan menjadi mudah cape.
Selama pandemi juga membatasi keluarga saya untuk keluar seperti
mengunjungi saudara orang tua saya. Dari dulu keluarga saya sangat senang
untuk keluar rumah berkunjung ke rumah saudara ataupun ibadah di Gereja.
Dulu sebelum pandemi kami sering pergi ibadah ke Gereja, tetapi sejak
pandemi dan protokol kesehatan mulai berlaku kami hanya bisa ibadah
melewati siaran langsung di YouTube.
Dari awal pandemi, Mamah saya masih pergi ke kantor untuk
membantu ekonomi keluarga kami. Papah saya wiraswasta, semenjak
pandemi kesusahan untuk mendapatkan proyek. Jadinya kami hanya
berharap pada gaji mamah saja. Papah ada usaha sarang walet, tetapi tidak
setiap bulan ada sarang walet yang bisa dijual. Papah ada tabungan dan
berfikir untuk membuka usah ternak ayam potong. November 2020 kandang
ayam kami sedang dibangun, tetapi ternyata mamah tiba-tiba jatuh sakit.
Papah bawa mamah ke rumah sakit karena keadaan mamah semakin buruk.
Saat sampai di rumah sakit, ternyata mamah terkena stroke ringan. Badan
sebelah kiri mamah sudah kaku dan tidak bisa digerakkan lagi. Saat
mengetahui penyakit mamah, saya langsung menyalahkan diri saya karena
saya berpikir mamah saya sakit karena saya mulai menjadi pemalas dan
menyusahkan orang tua saya. Selama mamah di rawat inap, saya selalu
menangis diam-diam di kamar. Uang tabungan papah yang awalnya untuk
pembangunan kandang ayam, habis untuk perawatan mamah.
Sudah hampir 3 tahun, mamah masih belum bisa berjalan dengan
sempurna tapi sudah tidak pakai tongkat lagi untuk bantu jalan. Mamah
sering ikut terapi di rumah sakit. Saya jarang ikut antar mamah saya karena
jadwal terapi mamah selalu tabrakan dengan jam sekolah saya. Untuk
berbicara mamah sudah mulai lancar walaupun kadang sedikit susah.
Mamah sering bersih-bersih rumah padahal mamah sering sakit, saya selalu
mau menggantikan mamah saya bersih-bersih tapi mamah selalu menolak.
Mamah mau banyak gerak agar badannya tidak kaku katanya. Mulai akhir
tahun 2022 mamah mau kembali masuk kerja.
Puji Tuhan kandang ayam kami sudah selesai di bangun dan sudah
hampir 2 tahun usaha kandang ayam papah berjalan. Tetapi saya selalu
berpikir tentang kesehatan papah saya. Papah saya yang selalu bantu mamah
saya dan usaha kandang ayam ini jaraknya sekitar 12km sari rumah kami.
Papah harus bolak-balik antar mamah terapi, antar mamah kerja, dan pergi
untuk mengurus kandang ayam. Abang saya sering bantuin papah juga, tapi
gabisa sering karna abang ada kuliah juga.
Tahun 2022 abang saya berangkat ke jogja untuk kuliah setelah
perkuliahan selama daring. Selama abang saya tidak di rumah, saya sering
bantu mamah dan papah. Selama pandemi pada tahun 2022, kegiatan saya
tidak hanya di dalam rumah. Saya keluar rumah untuk beli bahan makanan
untuk masak, membelikan obat untuk mamah, membantu papah juga.

25
2. Berpelukan
Dulu sebelum pandemi saya sering sekali berpelukan dengan mamah
saya. Selama pandemi, kami di rumah mulai mengurangi kontak fisik dan
mematuhi protokol kesehatan. Saya sering berpelukan dengan sepupu-
sepupu saya. Pada saat saya ulang tahun, pelukan yang sangat saya suka
adalah pelukan dari papah, mamah, dan abang. Saya juga suka berpelukan
dengan anjing peliharaan saya.
Saya sangat menyukai berpelukan dengan orang yang saya kasihi.
Selama berpelukan saya selalu merasa tenang dan aman dalam pelukan dari
orang yang saya kasihi. Kapanpun dan dalam kondisi apapun, saya sangat
butuh pelukan karena saya suka berpelukan. Bahkan saya tidur dengan
boneka untuk saya peluk karena saya tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak
berpelukan.
3 Agustus 2023, saya operasi pengangkatan kista ovarium. Setelah
dari ruang operasi dan ruang pemulihan pasca-operasi, saya kembali ke
ruang rawat inap. Selama saya sakit, papah selalu bersama saya setiap saat.
Sesampainya di ruang rawat inap dan bertemu papah setelah operasi, saya
sangat ingin berpelukan dengan papah karena akhirnya penyakit saya sudah
diangkat. Tapi saat itu papah tidak bisa peluk saya, papah takut nyakitin
saya karena luka operasi saya panjangnya 20cm dan baru banget selesai
operasi. Alhasil kami berpegangan tangan saja saat itu sambil saya
menangis di pegangan tangan dengan papah. Pada saat itu saya menangis,
saya mau mengeluarkan rasa beban di hati saya selama sakit walau hanya
pegangan tangan sama papah.
1 September 2023, saya datang ke surabaya untuk kuliah. Papah juga
ikut untuk mengantarkan saya dan juga karna papah dulu pernah tinggal di
surabaya untuk kuliah. 3 September 2023, papah akan kembali ke palangka
raya. Pada saat berpisah dengan papah, saya sangat sedih karena tau akan
tidak bertemu secara langsung dengan papah dalam waktu yang lama. Papah
dan saya berpelukan, rasanya saya ingin berpelukan terus sama papah agar
papah tidak meninggalkan saya. Saya juga sangat kangen dengan pelukan
mamah, saat pulang nanti saya mau berpelukan dengan mamah terus
menerus saking kangennya.
Reaksi saya kalau ada yang menolak pelukan saya, saya merasa
sedih tapi disisi lain saya mencoba mengerti kenapa mereka tidak mau
dipeluk. Mungkin tidak nyaman kalau dipeluk atau tidak suka dipeluk.

26
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Dalam mata kuliah biopsikologi, kita mempelajari tentang keterkaitan
antara aspek psikologi dan biologi dalam pemahaman perilaku manusia. Teori
pergerakan menggambarkan bagaimana sistem saraf dan proses biologis
memainkan peran penting dalam mengendalikan gerakan tubuh manusia. Teori ini
membantu kita memahami keterkaitan antara aspek fisik dan psikologis dalam
interaksi kita dengan lingkungan sekitar.
Pergerakan merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu biopsikologi,
yang mempelajari keterkaitan antara proses biologis dan psikologi dalam perilaku
manusia. Teori-teori dalam bidang ini membantu kita memahami bagaimana
sistem saraf, otak, dan faktor-faktor psikologis lainnya berperan dalam
mengendalikan pergerakan tubuh.
Selama pandemi, kita mengalami perubahan besar dalam rutinitas dan
gaya hidup kita, termasuk pembatasan sosial dan isolasi. Pengalaman ini dapat
dihubungkan dengan teori pergerakan, karena perasaan kesepian dan keterbatasan
interaksi sosial dapat memengaruhi sistem saraf dan kesejahteraan psikologis kita.
Pengalaman pribadi berpelukan juga dapat dianalisis dari sudut pandang
teori pergerakan. Pelukan dan sentuhan fisik memiliki dampak positif pada
kesejahteraan emosional kita. Pelukan adalah salah satu bentuk pergerakan yang
mengandung makna psikologis yang dalam, seperti ekspresi kasih sayang dan
kenyamanan.
Dengan demikian, pemahaman tentang biopsikologi dan teori pergerakan
dapat membantu kita mengaitkan pengalaman pribadi kita selama pandemi dan
pengalaman pribadi dalam konteks pergerakan fisik, termasuk perasaan kesepian
dan keinginan untuk berpelukan. Ini menggambarkan bagaimana pentingnya
pemahaman aspek biologis dalam memahami perilaku manusia dan kesejahteraan
psikologis kita dalam situasi yang tidak biasa seperti pandemi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Kalat, J. W. (2010). Biopsikologi (edisi 9). Jakarta: Penerbit Salemba


Humanika.

28

Anda mungkin juga menyukai