Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT HUKUM EKONOMI SYARI’AH

TEMA: TAWABI’UL AHKAM


(NILAI WASATHIYAH DAN HARAKAH HUKUM ISLAM)

Oleh
Nazmi Nurul Fadilah (1223020116)
HES/3/C

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH & HUKUM
BANDUNG
2023
Tawabi’ul Ahkam
A. Pendahuluan
Hukum islam menghimpun antara hidup secara kolegial dengan hidup secara individual,
tanpa bertentangan antara fardiah dengan jama’iyah. Cirri-ciri hukum islam adalah syumul
(universal). Dengan ciri inilah hukum islam dibedakan dengan hukum yang lain yang
diketahui manusia dari agama, filsafat, dan aliran-aliran. Hukum islam meliputi segala bidang
kehidupan manusia, bidang ibadah, bidang mu’amalah, dan lain-lain.
Dengan perubahan zaman dan makan, hukum islam tetap memiki tabi’at sempurna. Artinya
bahwa hukum islam adalah lengkap, sempurna dan bulat, dimana berkumpul beragam
pandangan hidup. Dengan kesempurnaan hukum islam maka tidak ada pertentangan antara
usul dan furu’, akan tetapi saling melengkapi. Hukum islam ini adalah hukum yang
berkarakter , dia mempunyai ciri-ciri khas (watak-watak) yang mana lebih dikenal dengan
kata Tawabi’ul Ahkam dan karakter tersebut tidak berubah. Adapun ciri-ciri dan karakteristik
hukum islam ini menurut Hasbi Ash Shiddiqi ada tiga yaitu: Takamul (sempurna, bulat),
Wasathiyah (imbang, harmonis), dan Harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman).
Dengan semua ini, hukum islam tidak membatasi gerak-gerik manusia, selalu memberi
kebebasan mencari yang berpadanan. Hukum islam juga memberi perhatian kepada
kenyataan-kenyataan yang terjadi dan cita-cita maju yang berkembang hidup. Oleh karena
itu, hukum islam membolehkan mahdhurat ketika timbul darurat.
B. Subtansi Kajian
Watak-watak hukum islam lebih dikenal dengan “tawabi’ul ahkam” yang berarti
karakteristik-karakteristik yang khusus dimiliki hukum islam, dan karakteristik tersebut
selamanya tidak mengalami perubahan.
Jika ingin mengetahui dan mengenal pribadi seseorang, maka kita harus mengetahui sifat atau
karakteristiknya. Sama halnya dengan hukum islam ini adalah hukum yang berkarakter , dia
mempunyai ciri-ciri khas (watak-watak) yang mana lebih dikenal dengan kata Tawabi’ul
Ahkam dan karakter tersebut tidak berubah. Adapun ciri-ciri dan karakteristik hukum islam
ini ada tiga yaitu: Takamul (sempurna, bulat dan tuntas), Wasathiyah (imbang, harmonis), dan
Harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman).
Takamul (utuh)
Adapun yang dimaksud dengan Takamul adalah “lengkap, sempurna dan bulat, berkumpul
padanya aneka pandangan hidup. Hukum Islam membentuk umat adalah dalam suatu
kesatuan yang bulat walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlain-lainan suku. Didalam
menghadapi asas-asas yang umum, mereka padu, walaupun dalam segi-segi kebudayaan
mereka berbeda-beda.
Hukum-hukum Islam, walaupun masa berganti masa, namun dia tetap mempunyai karakter
yang utuh, harmonis dan dinamis. Hukum Islam menghimpun segala sudut dan segi yang
berbeda-beda di dalam suatu kesatuan. Karenanya hukum Islam tidak menghendaki adanya
pertentangan antara ushul dengan furu’, satu sama lain saling melengkapi, saling
menguatkan, ibarat sebatang pohon, semakin banyak cabang-cabangnya semakin kokoh dan
teguh batangnya, semakin subur pertumbuhannya, semakin segar kehidupannya.
Disisi lain hukum Islam bersifat syumul, dia dapat melayani golongan yang tetap bertahan
pada apa yang usang dan dapat melayani golongan yang menginginkan pembaharuan-
pembaharuan, dapat melayani ahli naqal dan ahli ‘aqal, dapat melayani ahlul kitab wa
sunnah, sebagaimana dapat melayani ahlul ra’yi dan qias dan mampu berasimilasi dengan
segala bentuk masyarakat serta tingkat kecerdasannya.
Di dalam berasimilasi, hukum Islam memberi dan menerima, menolak, dan membantah
menurut kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Dengan teguh dia memelihara kepribadiannya.
Namun demikian dia tidak membeku, tidak bertabiat jumud dan tidak pula berlebih-lebihan.
Teori syumul berwujud dalam kemampuannya menampung segala perkembangan dan segala
kecenderungan serta dapat berjalan seiring dengan perkembangan-perkembangan itu dan
menuangkannya dalam suatu acuan.
Hukum Islam juga bersifat elastis (lentur, luwes), ia meliputi segala bidang dan lapangan
kehidupan manusia, permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan
sesama mahluk dengan khaliq, serta tuntunan hidup manusia diakhirat terkandung
didalamnya. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik bidang muamalah,
ibadah, jinayah, dan lain-lain. Meski demikian, ia tidak memiliki dogma yang kaku dan
memaksa. Ia hanya memberikan kaidah-kaidah yang umum yang mesti dijalankan umat
manusia.
Islam disyari’atkan kepada nabi Muhammad dan pengikutnya merupakan penyempurna bagi
agama-agama sebelumnya, karena islam yang kini telah dipelajari oleh seluruh manusia yang
mengakuinya merupakan agama wahyu terakhir dan tidak akan berubah sampai hari kiamat
nanti. Firman Allah:
)3 :‫ََاليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم اإلسالم دينا (المائدة‬
Artinya:
“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu” . (QS. Al-Maidah :
3).
Hukum islam dapat dikatakan sempurna karena ia mencakup berbagai dimensi kehidupan,
yaitu:
1. Dimensi idiologi dan aqidah, yang merupakan titik tlak bagi semua kehidupan manusia.
Firman Allah:
)162 :‫ان صالتي ونسكي ومحياي ومماتي هلل رب العالمين (األنعام‬
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam” . (QS. Al-An’am : 162)
2. Dimensi politik dan ketatanegaraan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang
aman, sentosa, sejahtera, baik dan selalu mendapat ridho dari penciptanya. Firman Allah :
....... )15 :‫بلدة طيبة ورب غفور (سباء‬
Artinya:“……(Negerimu) dalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun. ” (QS. Saba’: 15)
3. Dimensi sosial-kemasyarakatan dengan cara menciptakan hidup rukun semua umat, antar
umat dan antar golongan. Dan hidup saling bantu membantu dalam segala kebijakan. Firman
Allah :
)2 :‫َو َتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على اإلثم والعدوان (المائدة‬
Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu
tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan” . (QS. Al-Maidah : 2).
4. Dimensi budaya yang bertujuan untuk menciptakan keagungan dan kmuliaan peradaban
manusia. Misalnya bergaul dengan orang tua, dengan istri dan anak, dengan kaum terpelajar ,
dengan penganut agama lain , atau juaga cara berpakaian, makan minum, bertempat tinggal.
Firman Allah :
)77 :‫وافعلوا الخير لعلكم تفلحون (الحج‬
Artinya: ”Dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”. (QS. Al-
Hajj : 77)
5. Dimensi pertahanan dan keamanan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas diri dalam
rangka mengabdi kepada Allah. Firman Allah :
‫واعدوا لهم مااستطعتم من قوة ومن رباط الخيل ترهبون به عدوهللا وعدوكم واخرين من دونهم التعلمونهم هللا يعلمهم‬
(60 : ‫)االنفال‬
Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggertakkan tamu Allah, muauhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya”. (QS. Al-Anfal : 60).
6. Dimensi perekonomian yang bertujuan untuk menjaga eksistensi kelangsungan hidup
manusia. Karena itu disyariatkan hokum jual beli, keharaman riba, kewajiban zakat, anjuran
shodaqoh, waris mewaris, waqaf, hibah dan sebagainya. Firman Allah :
)752 :‫انما البيع مثل الربو واحل هللا البيع وحرم الربو (البقرة‬
Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba” . (QS. Al-Baqarah : 275).
7. Dimensi kependudukan, karena itu disyari’atkan nikah, hokum talaq, ruju’, hijrah, keluarga
bencana dan sebagainya. Firman Allah :
‫وال تقتلوا أوالدكم من إمالق نحن نرزقكم واياهم‬............
)151 : ‫وال تقتلوا النفس التي حرم هللا اال بالحق (االنعام‬
Artinya: ”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami
akan memberi rizqi kepadamu dan kepada mereka….dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan oleh Allah melainkan segan suatu (sebab) yang benar”. (QS. Al-An’am :
151).
8. Dimensi perindustrian, karena itu disyari’atkan hokum ijarah, etika kerja yang baik, kerja
sama (syirkah).
9. Dimensi pertambangan, maka disyari’atkan zakat emas, perak, serta zakat pendaman.
10. Dimensi kepariwisataan, karena disyari’atkan ibadah haji ke mekkah untuk menunaikan
ibadah dengan cara melihat secara langsung bangunan ka’bah yang mempunyai nilai
keaJaiban dari tujuh keajaiban dunia.
11. Dimensi kesehatan, karena disyari’atkan puasa setiap setahun sebulan “Shumu tashihhu”
(puasalah supaya kamu sehat), dilarang homoseksual yang mengakibatkan penyakit aids, dan
sebagainya.
12. Dimensi kehakiman, maka disyari’atkan hukum jinayah madaniyah, murafaat (acara)
serta syarat-syarat untuk terciptanya hakim yang adil.
13. Dimensi pertanian, maka disyari’atkan zakat hasil tani, bila pertanian itu dibantu air hujan
maka zakatnya 10% tetapi jika menggunakan pompa mesin maka cukup 5%.
2. Wasathiyah ( harmoni, tengah-tengah)
Diantara Hukum Islam yang paling menonjol adalah al-tawazun (keseimbangan) atau dengan
kata lain moderat (al-washatiyah). Sedangkan yang dimaksud dengan keseimbangan dalam
pandangan Yusuf Qardlawi adalah keseimbangan diantara dua jalan atau dua arah yang saling
bertentangan, dimana antara dua jalan itu tidak berpengaruh dengan sendirinya dan
mengabaikan yang lain. Juga salah satu dari dua arah tersebut tidak dapat mengambil banyak
dan melampaui yang lain. Diantara Hikmah Allah menentukan tawazun dalam hukum ini
adalah sebagai bukti bahwa hukum Islam sesuai dengan seluruh aspek kehidupan manusia
yang memerlukan keseimbangan dan mengantisipasi ekstrimitas.
Hukum Islam menempuh jalan tengah, jalan wasathah, jalan yang imbang tidak terlalu berat
ke kanan mementingkan kejiwaan dan tidak berat ke kiri mementingkan kebendaan dengan
istilah lain al-tawazun (keseimbangan). Inilah yang diistilahkan dengan teori washatiyah,
menyelaraskan di antara kenyataan dan fakta dengan ideal dari cita-cita. Hal ini tergambar di
banyak tempat dalam Al-Qur’an.
)129 :‫فال تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة (النساء‬
Artinya: ”Jaganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung”. (QS. An- Nisa’: 129)
Penetapan syariat Islam yang menunjukkan tawazun sebagai contoh berikut:
1. Keseimbangan Hukum dalam penghalalan dan pengharaman bukanlah sebagai teologi
Yahudi yang berlebihan dalam pengharaman, sehingga banyak hal yang diharamkan bangsa
Israel terhadap dirinya, dan apa yang diharamkan oleh akibat kezaliman dan kebandelan
mereka. Sebagaimana firman Allah:
‫ واخذهم الربوا وقد نهو عنه واكلهم‬.‫فبظلم من الذين ها دوا حرمنا عليهم طيبات احلت لهم وبصدهم عن سبيل هللا كثيرا‬
)161-160 :‫اموال الناس بالبطل (النساء‬
Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan
riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil”. (QS. An- Nisa’: 160-161)
2. Syariat Islam merupakan sistem yang adil dalam masalah-masalah usrah (keluarga). Islam
mensyariatkan pernikahan poligami dengan syarat mampu untuk menikah dan memberi
nafkah serta dapat berbuat adil terhadap para istri. Kalau khawatir tidak bisa adil, maka
hendaknya cukup dengan satu istri saja. Sebagaimana firman Allah:
)3 :‫فان خفتم اال تعدلوا فواحدة (النساء‬
Artinya: ”Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja”. (QS. An- Nisa’: 3)
3. Islam dalam hal talak, bukanlah sebagaimana kaum yang mengharamkan talak. Islam
mensyariatkan talak ketika semua bentuk ilaaj (perbaikan) telah menemui kegagalan,
demikian pula tahkiim (perundingan antara kedua belah pihak)
4. Islam dalam tatanan sosial bukanlah sebagaimana kaum liberalis atau kapitalis yang
sengaja memanjakan individu dalam masyarakat, dengan banyak memberikan kewajiban
yang harus dijalankan dan dimintakan pertanggungjawaban atasnya.
Wasath dalam Al-Quran senantiasa dipergunakan pada kedudukan pada kedudukan yang
paling baik diantara 3 kedudukan, yaitu: ifrath, itidal dan tafrith
Keseimbangan hukum Islam nampak terlihat dan tergambar antara lama dan baru, antara
Barat dan Timur, tidak goncang dan berubah, tetapi cabang dan ranting senantiasa
berkembang. Hukum Islam tiadak beku dan cair, terletak antara keduanya. Hukum Islam
terletak antar pikiran-pikiran manusia yang cenderung kepada kebendaan dengan pikiran-
pikiran yang cenderung kepada kejiwaan. Hukum Islam tidak bersifat marxistis, tidak terlalu
mementingkan individu, sebagimana tidak terlalu mementingkan rohaniyah. Oleh karenanya,
kebudayaan dan kesenian dalam Islam tidak boleh menyalahi agama dan norma akhlak
karena tabiat syumul dan takamul tidak membolehkan adanya pertentangan-pertentangan
antara yang satu dengan yang lain. Takamul adalah keimbangan. Dialah asas hukum Islam
dalam menghadapi kehidupan dan problema manusia, sebagaimana hukum Islam terletak di
tengah-tengah, di antara kecenderungan maddiyah dengan kecenderungan rohaniyah.
Banyak kita dapati hukum islam yang selalu mengambil jalan tengah, jalan yang imbang
tidak memberatkan salah satunya, menyelaraskan antara yang ideal dengan fakta, yang
empirik dan mataempirik, jasmani dan rokhani, dan sebagainya. Indikasi-indikasi watak
wasatiah dalam hukum islam adalah sebagai berikut :
1. Hukum tidak memihak hukum nashrani dan hukum yahudi tetapi mengambil jalan tengah.
Misalnya orang yahudi tidak mau bergaul dengan istrinya waktu haidl, baik berhubungan
seks, makan, minum, tidur bahkan mengusirnya. Sebaliknya kaum nashrani memperbolehkan
hubungan seks dengan istrinya haidl. Kehadiran islam mengambil jalan tengah yaitu
diperbolehkan bergaul dengan istri sesuka hati kecuali berhubungan seks (jima’). Allah
berfirman:
)143 :‫وكذلك جعلناكم امة وسطا (البقرة‬
Artinya: ”Dan demikianlah kami telah menjadikan kamu umat (Islam) yang wasth”. (QS. Al-
Baqarah: 143 )
2. Hukum Islam menempatkan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya. Misalnya bagi
suami yang berpoligami diharuskan adil membagi nafkahnya.
3. Allah memberikan taklif kepada umat Muhammad seimbang dengan balasan yang
diterimanya. Misalnya umat Nabi Musa harus bunuh diri ketika bertaubat, tetapi ketika
meminta sesuatu maka Allah langsung memberinya, seperti makan “manna dan salwa”.
Sedangkan umat Nabi Muhammad bila bersalah cukup minta ampun tanpa harus bunuh diri
karena itu apa yang diminta selalu ditangguhkan. Jadi antara hak dan kewajiban selalu
seimbang. Firman Allah QS. Al-Fatihah:5
3. Harakah ( dinamis)
Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang,
mempunyai daya hidup, dapat membentak diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan.
Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam, yang memberikan kepada
kemanusiaan sejumlah hukum yang positif yang dapat di pergunakan untuk segenap masa
dan tempat.
Hukum Islam dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia, mempunyai kaidah
asasiyah, yaitu ijtihad. Ijtihadlah yang akan menjawab segala tantangan masa, dapat
memenuhi harapan zaman dengan tetap memilihara kepribadian dan nilai-nilai asasinya.
Teori takamul, wasathiyah, dan harakah itulah yang menjiwai sejarah perkembangan hukum
Islam dalam menghadapi perkembangan masyarakat.
Maka karenanya dalam menghadapi pergolakan zaman serba modern ini kita harus berusaha
dengan menggunakan teori takamul membetulkan paham-paham yang keliru dan harus
memautkan cabang dengan asalnya. Hukum Islam tidak memungkiri kenyataan segala
sesuatu yang terjadi, baik kenyataan pada diri pribadi seseorang, kehidupan dalam suatu
masyarakat, maupun keadaan yang menghayati kehidupan dalam suatu masa dengan tetap
memelihara pendirian pokok.
Hukum islam mempunyai kemampuan berkembang dan bergerak, mempunyai daya hidup
dan dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Ia memberikan
sejumlah hukum positif yang dapat digunakan untuk sekedap masa dan tempat, lagi pula
dinamikanya menyertai perkembangan manusia, mempunyai aqidah asasiyah yaitu ruh
ijtihad. Dengan ijtihad hukum islam mampu menjawab segala tantangan masa, dapat
memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara kepribadian dan nilai-nilai asasi.
Hukum islam yang bersifat qoth’i nilai-nilainya tidak akan berubah serta tidak mengikuti
dinamika manusia. Walaupun demikian para ulama’ belum dapat menentukan manakah ayat-
ayat yang termasuk qoth’i. sebagian ulama’ menentukan qoth’i tidaknya suatu ayat dilihat
dari segi tafshil (rinci)nya. Prinsip qoth’i hukum islam adalah keadilan itu sedang tafshilnya
merupakan indikasi-indikasi yang lazim dipakai manusia, bila ternyata tafshilnya tersebut
merupakn keadilan dalam suatu keluarga maka hal itu harus diterapkan tetapi jika tidak maka
ketentuan laki-laki dan wanita tidak sama. Hukum islam yang telah diinstitusikan pada
dasarnya dapat dibagi 2 macam, yaitu institusi yang permanen dan institusi yang berubah-
ubah.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Ali Al-Jurjawi, Hikatut Tasyri’ Wa Falsafatuhu, Bairut: Darul Fikr
Al-Qur’an dan terjemahannya, Yayasan PenyelenggarPenerjemahan/penafsir Al-Qur’an,
Depag. Republik Indonesia, Surabaya: Al-Hidayah, 2002.
Ash Shiddieqy, Fuad Hasbi. Falsafah Hukum Islam, Semarang: PT. Pustaka rizki putra.
Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos wacana ilmu, februari 1997.
Tamrin, Dahlan. Filsafat Hukum Islam, UIN MALANG PRESS, Februari 2007.
Usman, Muchlis. Hikmatus Syar’I, Malang: Unit penerbitan dan percetakan LBB YAN’S.
Oktober1

Anda mungkin juga menyukai