Disusun Oleh :
1. Annisa Rima Patimbang
2. Nadya Laviolita L
3. Yuli Wulandari
KELAS 2A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN 2017/2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga
dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui.
Dalam kesempatan ini saya selaku penyusun mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah membimbing saya, teman-teman yang
telah memberi dukungan terhadap saya sehingga makalah ini selesai tepat pada
waktunya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan keterbatasa, oleh karena itu kritik dan saran dara para pembaca
maupun dosen pemvimving sangat diharapkan demi pervaikan untuk masa
yang akan datang.
Akhir kata penyusun ycapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
penyusun
2
DAFTAR ISI
JUDUL....................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
C. Tujuan Penulisan................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor Psikologi yang Mempengaruhi Masa Nifas dan Menyusui....6
B. Masa Adaptasi Ibu dalam Masa Nifas................................................8
C. Keadaan Abnormal Psikologi Pada Ibu Nifas....................................9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................20
B. Saran......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah persalinan wanita akan mengalami masa puerperium, untuk dapat
mengembalikan alat genitalia internakedalam keadaan normal, dengan
tenggang waktu sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari.
(Ilmui kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Manuaba, hal
195).
Masa nifas akan menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan pada
organ reproduksi. Begitupun halnya dengan kondisi kejiwaan ( psikologis ) ibu,
juga mengalami perubahan. Dari yang semula belum memiliki anak, kemudian
lahirlah seorang bayi mungil nan lucu yang kini mendampingi ibu. Menjadi
orangtua merupakan suatu krisis tersendiri dan ibu harus mampu melewati
masa transisi. Secara psikologi, seorang ibu akan mengalami gejala – gejala
psikiatrik setelah melahirkan.
Menurut Levine (2005) menjadi orang tua sesungguhnya merupakan
proses yang dinamis. Situasi keluarga acap kali berubah. Tidak ada yang
bersifat mekanis dalam proses tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa
kepribadian mengaktifkan energy, mengembangkan langkah demi langkah,
serta menyadari semua implikasi setiap langkah terhadap diri anak, para orang
tua secara perlahan akan mampu menumpuk rasa percaya diri pada diri anak.
Selanjutnya, Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian orang tua
akan berpengaruh terhadap cara orang tua tersebut dalam mendidik dan
membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga berpengaruh pada
kepribadian si anak tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apasajakah faktor psikologi yang mempengaruhi masa nifas dan
menyusui?
2. Bagaimanakah masa adaptasi ibu dalam masa nifas?
3. Bagaimanakah keadaan abnormal psikologi pada ibu nifas?
4
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui faktor psikologis yang mempengaruhi masa nifas dan
menyusui?
2. Memahami masa adaptasi ibu dalam masa nifas?
3. Mengetahui keadaan abnormal psikologi pada ibu nifas?
5
A. Faktor Psikologi yang Mempengaruhi Masa Nifas dan Menyusui
1. Perubahan Peran
Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran
anak.Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka
sejak masa kehamilan.Perubahan peran ini semakin meningkat setelah
kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai
diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan
adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil,
memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah
raga, dan sebagainya.
Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas
dan tanggung jawab baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku.
Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu
arah yang bisa diramalkan.
Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya
bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya.
Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih
sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan.
Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga
sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran
negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).
6
(suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan
kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas merawat bayi
dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi.Periode
berlangsung kira-kira selama 2 bulan.
3. Tugas dan tanggung jawab orang tua
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak
yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari
kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan anak.
Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan
menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila
perasaan kecewa tersebut tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu
yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan
harapan tersebut.
Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka,
yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda
komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta
bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.
Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap
bayinya, antara lain :
a. Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus
terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak
idealnya. Hal ini berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis
kelamin, temperamen dan status fisik anaknya.
b. Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang
pdibadi yang terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki
banyak kebutuhan dan memerlukan perawatan.
c. Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk
aktivitas merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang
dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang diperlukan dan member
respon yang cepat
7
d. Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat
dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan
pada bayi.
e. Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam
keluarga. Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir,
semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran mereka dalam
menerima kedatangan bayi.
Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua
akan tumbuh bersama dengan meningkatnya kemampuan merawat atau
mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan perlu memberikan bimbingan kepada
si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu mengangkat
harga dirinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi
orang tua pada masa post partum adalah :
a. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
b. Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
c. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
d. Pengaruh budaya
8
Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya selera makan ibu
menjadi bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu
proses masa nifas.
2. Fase independent
Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari
pertama setelah melahirkan, maka pada hari kedua sampai keempat mulai
muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di
satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain tetapi disisi lain ia
ingin melakukan aktivitasnya sendiri. Dengan penuh semangat ia belajar
mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase
ini sebagai fase taking hold.
Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang
ketrampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui,
memandikan dan memasang popok. Pada masa ini ibu agak sensitive dan
merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tsb, cenderung menerima
nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan
dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan penting
memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.
Pada beberapa wanita yang sulit menyesuaikan diri dengan
perannya, sehingga memerlukan dukungan tambahan. Hal ini dapat
ditemukan pada :
a. Orang tua yang baru melahirkan untuk pertama kali dan belum pernah
mempunyai pengalaman mengasuh anak
b. Wanita karir
c. Wanita yang tidak mempunyai keluarga atau teman dekat untuk membagi
suka dan duka
d. Ibu dengan anak yang sudah remaja
e. Single parent
9
3. Fase interdependent
Periode ini biasanya terjadi “after back to home” dan sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
Ibu akan mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ia harus
beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
Pada fase ini, kegiatan-kegiatan yang ada kadang-kadang melibatkan
seluruh anggota keluarga, tetapi kadang-kadang juga tidak melibatkan salah
satu anggota keluarga. Misalnya, dalam menjalankan perannya, ibu begitu
sibuk dengan bayinya sehingga sering menimbulkan kecemburuan atau rasa
iri pada diri suami atau anak yang lain.
Pada fase ini harus dimulai fase mandiri (letting go) dimana masing-
masing individu mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri, namun tetap dapat
menjalankan perannya dan masing-masing harus berusaha memperkuat
relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.
10
h. Merasa kurang menyayangi bayinya
Post partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan. Oleh sebab itu, sering tidak diperdulikan sehingga tidak
terdiagnosis dan tidak ditindak lanjuti sebagaimana seharusnya. Jika hal ini
dianggap enteng, keadaan ini bisa menjadi serius dan bisa bertahan dua
minggu sampai satu tahun dan akan berlanjut menjadi depresi dan psikosis
post partum. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa saat setelah
melahirkan. Mereka merasakan ada hal yang salah namun mereka sendiri
tidak mengetahui penyebabnya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan post partum blues, antara lain :
a. Faktor hormonal
Perubahan kadar estrogen dan progesterone yaitu terjadi fluktuasi
hormonal dalam tubuh. Kadar hormone kortisol (hormone pemicu stress)
pada tubuh ibu naik hingga mendekati kadar orang yang mengalami
depresi. Disaat yang sama, hormone laktogen dan prolaktin yang memicu
produksi ASI sedang meningkat. Sementara pada saat yang sama kadar
progesterone sangat rendah. Pertemuan kedua hormone ini akan
menimbulkan keletihan fisik pada ibu dan memicu depresi.
b. Faktor demografik, seperti faktor usia yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pengalaman proses kehamilan dan persalinan. Latar belakang psikososial
wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan
sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari
lingkungannya (suami, keluarga dan teman).
c. Faktor psikologis
Berkurangnya perhatian keluarga, terutama suami karena semua
perhatian tertuju pada anak yang baru lahir.Padahal usai persalinan si ibu
yang merasa lelah dan sakit pasca persalinan membuat ibu membutuhkan
perhatian. Kecewa terhadap penampilan fisik bayi karena tidaksesuai
dengan harapannya juga bisa memicu baby blues.
d. Faktor fisik
11
Kelelahan fisik karena aktifitas mengasuh bayi, menyusui,
memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan
tidak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga. Apalagi jika tidak
ada bantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain.
e. Faktor sosial
Si ibu merasa sulit menyesuaikan dengan peran baru sebagai ibu.
Apalagi kini gaya hidupnya akan berubah drastis. Ibu merasa dijauhi oleh
lingkungan dan merasa kaan terasa terikat terus pada si kecil.
Peran Bidan
Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya
menjalin kasih sayang dengan bayinya
Hal ini merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak di masa
yang akan datang.
Waspada terhadap reaksi negatif yang menonjol dari orang tua, seperti :
1) Perilaku negatif orang tua
2) Sikap verbal dan nonverbal
3) Interaksi yang tidak mendukung (tidak menyentuh bayinya)
4) Ucapan kekecewaan/merendahkan
Upaya memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti
menggendong, mengajak bayinya bercerita, dan sebagainya). Mendorong orang
tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar positif tentang
bayinya.
Berikan anjuran-anjuran/advice pada ibu dan keluarga :
1) Anjurkan pada ibu untuk melepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-
tahan. Ingin menangis, marah, lebih baik dekspresikan saja.
12
2) Usahakan agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada
kesempatan gunakan untuk tidur, walaupun hanya 10 menit).
3) Berikan motivasi pad ibu, agar ibu menyadari badai pasti berlalu. Rasa
sakit setelah melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal
memberi ASI pasti akan hilang, teror tangis bayi lambat laun akan berubah
menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan, bayi yang
“menjengkelkan”, beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang
menakjubkan, dan lain-lain.
4) Minta bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu
mengurus si kecil.
5) Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh instirahat dan tidur yang
cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama
setelah melahirkan, bisa mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang
seolah terkuras habis.
6) Hindari makan manis serta makanan dan minuman yang mengandung
kafein, karena kedua makanan ini berfungsi untuk memperburuk depresi.
7) Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat
dan segar.
8) Coba berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan
dari mereka bisa membantu mengurangi depresi.
2. Depresi postpartum
Depresi postpartum dialami 20% ibu yang baru melahirkan, menurut
Boback & Jensen (1993). Depresi dapat digambarkan sebagai perasaan
sedih, galau, tak bahagia, susah atau kehilangan semangat hidup.
Kebanyakan dari kita merasakan hal seperti ini pada suatu periode singkat di
dalam suatu waktu. Biasanya gejala akan tampak pada bulan pertama
setelah melahirkan, bisa hingga bayi berumur satu tahun.
Penyebab depresi
Penyebabnya belum diketahui secara pasti.Banyak alasan yang dapat
dikemukakan sebagai penyebab perempuan menderita depresi. Perubahan
13
hormone atau kejadian di dalam kehidupan yang menimbulkan stress seperti
saat kematian keluarga, menyebabkan perubahan kimiawi di dalam otak
yang mengarah menuju depresi. Setelah melahirkan perubahan hormonal
yang terjadi dalam tubuh perempuan dapat memicu terjainya depresi.Selama
kehamilan terjadi lonjakan jumlah estrogen dan progesterone. Dalam jangka
waktu 24 jam setelah melahirkan, jumlah estrogen dan progesterone
kembali normal seperti saat sebelum kehamilan.
Gejala depresi :
a. Perasaan sedih, tidak berdaya dan galau
14
b. Sering menangis
c. Tidak ada energy dan motivasi hidup
d. Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit
e. Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
f. Sulit untuk fokus, mengingat atau mengambil keputusan
g. Rasa tidak berharga dan bersalah
h. Kehilangan semangat atau kenyamanan dalam beraktifitas
i. Menjauhkan diri dari teman atau keluarga
j. Sakit kepala, nyeri di dada, jantung berdebar-debar dan nafas cepat
Setelah melahirkan, gejala lain dari depresi dapat termasuk ketakutan
untuk menyakiti bayi dan dirinya sendiri (rasa ingin bunuh diri) dan tidak
ada ketertarikan pada bayi.
Peran Bidan:
a. Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya
menjalin kasih sayang dengan bayinya
b. Berikan dukungan emosional dan spiritual
c. Lakukan kolaborasi untuk perawatan depresi :
1) Terapi bicara, adalah sesi bicara dengan terapis, psikolog atau pekerja
sosial untuk mengubah apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan
oleh ibu akibat menderita depresi.
2) Obat medis. Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter. Sebelum
mengkonsumsi obat anti depresi sebaiknya didiskusikan benar, obat
mana yang tepat dan aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu
menyusui.
d. Berikan advice :
1) Banyak istirahat sebisanya (tidurlah selama bayi tidur).
2) Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri.
Kerjakan apa yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah.
Biarkan pekerjaan yang tersisa dilakukan kemudian.
3) Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan
pemberian makan pada waktu malam hari. Mintalah pada suami untuk
15
mengangkat bayinya untuk disusui saat malam hari sehingga ibu dapat
menyusui di tempat tidur tanpa harus banyak bergerak. Bila
memungkinkan, carilah tenaga bantuan dari teman, keluarga atau tenaga
professional untuk membantu selama diperlukan.
4) Bicarakan dengan suami, keluarga,dan teman mengenai perasaan yang
dimiliki.
5) Jangan sendirian dalam jangka waktu lama. Berdandan dan keluarlah
dari rumah. Pergilah atau jalan-jalan ke suatu tempat untuk merubah
suasana hati.
6) Bicaralah dengan orang tua (ibu) agar dapat bertukar pikiran dansharing
pengalaman.
7) Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastic, seperti pindah
kerja, pindah rumah, ganti pasangan hidup, dan lain-lain.
8) Bila ada perubahan drastic yang tidak dapat dielakkan, buatlah
persiapan yang matang.
16
dilakukan, alternatif terbaik berikutnya adalah memerah ASI selama 10-20
menit tiap 2 hingga 3 jam sekali.
17
2) Anger (kemarahan)
Marah pada apa yang sedang terjadi, emosi tidak stabil dan mungkin
menyalahkan semua pihak yang terlibat di dalamnya (seperti tenaga
kesehatan yang menolong ataupun dari pihak keluarganya sendiri.
3) Bargaining (tawar menawar)
Terkesan seperti menerima apa yang telah terjadi tetapi tahap ini merupakan
tahap pendek atau singkat dan tidak mungkin dinyatakan oleh pasien.
Pasien tetap berharap, itu tidak terjadi.
4) Depression (depresi)
Fase ini merupakan fase yang berlangsung cukup lama, bisa berlangsung
dalam beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun.Gejala yang tampak;
perasaan depresi, bersalah, kehilangan, kesepian, panic dan menangis
tanpa sebab yang jelas.
5) Acceptance (menerima)
Kematian merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan atau dihindari,
kesedihan akibat kematian akan mulai berkurang seiring dengan
berjalannya waktu, ibu dan keluarga mulai menerima kenyataan.
Duka cita
Duka cita adalah suatu respon fisiologis terhadap kehilangan.
Ada beberapa tahapan proses duka cita :
a. Tahap shock, merupakan respon awal individu terhadap kehilangan.
1) Manifestasi perilaku dan perasaan
18
Penolakan ketidak percayaan, keputusasaan, marah, takut, ansietas,
merasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesedihan, kesepian, isolasi,
kekakuan, menangis, kebencian/kepahitan, keterasingan, kehilangan
inisiatif, merasa dihianati, frustasi, memberontak dan kehilangan
konsentrasi.
2) Manifestasi fisik
Keluhan kehilangan berat, anoreksia, tidur gelisah, keletihan,
kurang istirahat,kurus, sesak nafas, mengomel sakit dada, kelemahan
internal, kelemahan umum dan kelemahan kaki.
b. Tahap penekanan / fase realitas
Tahap ini terjadi penerimaan fakta kehilangan dan penyesuaian
terhadap realita yang membebani.Contoh : orang yg mengalami duka cita
akan menyesuaikan dengan lingkungan tanpa kehadiran orang yang
dicintainya atau menerima fakta dan membuat penyesuaian yang perlu
dalam kehidupannya.
Peran Bidan
Dalam upaya membantu klien yang bersedih dan berduka, bidan dapat
memfasilitasi penerimaan mereka pada :
a. Kehilangan bayi :
1) Mengajak untuk melihat, menyentuh dan memegang bayi yang
meninggal
2) Memberi harapan kepada mereka dengan memberi nama bayi,
memberi satu set jejak kaki, memberi foto
3) Memberi harapan untuk mendapatkan beberapa bentuk bantuan
pemakaman
19
4) Menghindari lingkungan yang memfasilitasi hal yang negatif yng mereka
rasakan
5) Menghindari penolakan terhadap bayinya
Contoh kasus
Ketika Melanie Stove menjadi hamil, dia memiliki segalanya. Dia adalah
seorang dokter sukses bahagia menikah dengan manajer penjualan farmasi. Dia
memiliki keluarga yang mendukung. Dia adalah seorang wanita hamil berseri-
seri, ingin memiliki anak dan memulai kehidupan barunya sebagai seorang ibu.
Pada tanggal 23 Februari 2001, Summer Moose lahir dengan keadaan tidak
normal, yaitu cacat Down Syndrom yang baru diketahui setelah melahirkan.
Tapi ibu Melanie, Carol, menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan
putrinya. Melanie, seperti tidak mau menerima keberadaan bayinya. Melani
meyakinkan dirinya bahwa bayinya seharusnya lahir dengan keadaan atau
kondisi yang normal karena dia adalah seorang tenaga kesehatan yang
seharusnya tahu bagaimana cara merawat kehamilannya. Melani mengalami
masalah psikis atau mental yaitu tekanan yang mendalam pada kenyataannya
bahwa dia adalah seorang dokter yang lalai menerapkan ilmu kesehatan.
Melani sangat depresi, malu, dan tidak percaya diri lagi karena pernyataan
orang-orang disekitarnya yang menganggap dia adalah seorang dokter yang
tidak professional. Melani masih tidak dapat menerima kondisi anaknya.
Ketika Summer berumur satu bulan, depresi Melanie menjadi begitu parah
sehingga ia berhenti makan dan minum dan tidak bisa lagi menelan. Dia mulai
memiliki pikiran paranoid tentang orang lain - dia berpikir bahwa tetangganya
di seberang jalan semua membicarakannya karena mereka pikir dia adalah ibu
yang buruk. Dia menjadi kurus dan merasa ingin berhenti dari pekerjaannya
sebagai seorang dokter. Lalu, ia mulai mencari cara untuk mengakhiri
hidupnya. Melanie dirawat di rumah sakit tiga kali dalam tujuh minggu. Dia
diberi empat kombinasi anti-psikotik, anti-kecemasan, dan obat anti-depresan.
Namun keluarganya sudah dapat menerima kondisi anak Melani, walaupun
Melani sebagai ibunya sendiri belum dapat menerima kondisi anaknya.
20
Pemecahan masalahnya :
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan terbatas, yang terjadi akibat adanya
jumlah kromosom 21 yang berlebih. Anak yang mengalam sindrom down
umumnya mengalami kelemahan otot, mulut yang terbuka, lidah yang terjulur,
ukuran telinga yang abnormal, gangguan pendengaran, mengalami gangguan
penglihatan, dan sebagainya. Intervensi dini yang kita lakukan adalah jika anak
tersebut misalnya: mengalami gangguan pendengaran, dapat melakukan
pemeriksaan telinga sejak awal kehidupan dilakukan test pendengaran secara
berkala, atau jika anak mengalami kelainan mata dapat dilakukan pemeriksaan
yang rutin ke dokter mata. Memberikan lingkungan yang baik bagi anak,
memberikan aktivitas motorik kasar dan halus dengan bermain dengan teman
sebayanya, dan peran orang tua sangat dibutuhkan. Dari kasus ini, ibu Melani
harus diberi banyak dukungan dan pengertian dari orang-orang terdekatnya
seperti suami, keluarga, maupun orang-orang disekitarnya, bahwa kelalaian
adalah manusiawi. Sebagai sesama tenaga kesehatan kita sebagai bidan harus
saling menguatkan dengan memberi penyuluhan tentang penyakit-penyakit
yang dapat terjadi di saat masa kehamilan sampai masa nifas, memberi tahu
disekitar lingkungan masyarakat ibu Melani tentang sebenarnya down sindrom
itu sendiri tidak diketahui selama kehamilan, maka sepenuhnya hal ini tidak
harus menjadi beban psikis bagi ibu, karena memang bukan kesalahannya..
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri dokter Melani, kita bisa membantu dia
dengan memberikan konseling dan membantu memantau perkembangan
anaknya dan tentunya memberi semangat pada dokter Melani untuk
melanjutkan pekerjaannya sebagai dokter tanpa terus-terusan menyalahkan diri
sendiri.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor psikologi yang mempengaruhi masa nifas dan menyusui yaitu
perubahan peran, peran menjadi orang tua setelah melahirkan, tugas dan
tanggung jawab orang tua.
Masa adaptasi ibu dalam masa nifas terdiri dari tiga fase yaitu fase
dependent, fase independent, fase interdependent.
Keadaan abnormal psikologi pada ibu nifas yaitu baby blues (post partum
blues), depresi postpartum, post partum psikosis, dan duka cita.
B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan hendaknya bisa lebih berperan dalam
membantu ibu mengatasi masalah psikologinya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
(Halaman: 63-69)
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonata, 2002. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (Halaman:U-6 s/d U-7)
Ambarawati, Eny Ratna dan Wulandari, Diah. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Suherni et al. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarata: Fitramala.
Vivian Nanny Lia Dewi, Tri Sunarsih.2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.
23