Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjau Teori


2.1.1. Definisi Low Back Pain
Pengertian menurut the international association for the study
of pain, nyeri didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak
menyenangkan merupakan pengalaman emosional yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan dan terkadang nyeri digunakan untuk
menyatakan adanya kerusakan jaringan. Nyeri punggung bawah
adalah nyeri yang terbatas pada region lumbal, tetapi gejalana lebih
merata dan tidak hanya terbatas pada suatu radiks saraf, namun secara
luas berasal dari discus intervertebralis lumbal (Melti Suriya, 2019).
2.1.2. Anatomi Sistem Muskuloskeletal
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah
sistem rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem otot,
dan lain-lain. Sistem-sistem tersebut saling terkait antara satu dengan
yang lainnya dan berperan dalam menyokong kehidupan manusia
(Melti Suriya, 2019).
2.1.2.1. Struktur
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar
menentukan elemen apa yang terganggu pada timbulnya
keluhan nyeri punggung bawah. Ruas tulang punggung
dikelompokan menjadi:
a. Cervical/leher 7 ruas
b. Thoracalis/punggug 12 ruas
c. Lumbalis/pinggag 5 ruas
d. Sakralis/kelangkang 5 ruas
e. Koksigeus/ekor 4 ruas

1
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.1.2.2. Fungsi
Low Back Region berfungsi untuk menegakan /
menopang postur struktur tulang belakang manusia. Postur
tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang
belakang lumbroskral (Melti Suriya, S.Kep, Ners, M.Kep dan
Zuriati, S.Kep, Ners, 2019).

Gambar 1. Tulang Belakang Dengan Lekukannya

Antar tulang belakang diikat oleh intevertebal, serta


oleh ligamen dan otot. Ikatan antar tulang yang lunak
membuat tulang punggung menjadi fleksibel. Sebuah unit
fungsi dari dua bentuk tulang yang berdekatan diperlihatkan
dari gambar di bawah ini.

2
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Gambar 2. Fungsi dasar tulang punggung

2.1.2.3. Komponen Punggung


 Otot punggung
Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan
tungkai yang kuat dan fleksibel. Semua otot ini berfungsi
untuk menahan agar tulang belakang dan diskus dalam
tetap posisi normal.
 Diskus
Merupakan bantalan tulang rawan yang berfungsi
sebagai penahan goncangan. Terdapat diantara vertebrae
sehingga memudahkan sendi-sendi untuk bergerak secara
halus. Tiap diskus megandung cairan yang mengalir ke
dalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai
pelumas sehingga memungkinkan punggung bergerak
bebas. Diskus bersifat elastis, mudah kembali ke bentuk

3
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
semula jika tertekan diantara kedua vertebra (Melti Suriya,
2019).
2.1.2.4. Otot-otot Punggung
 Spin erektor terdiri dari massa serat otot, berasal dari
belakang sakrum dan bagian perbatasan dari tulang
inominate dan melekat ke belakang kolumna vetebrae
atas, dengan serat yang selanjutnya timbul dari vetebrae
dan sampai ke tulang oksipital dari tengkorak. Otot
tersebut mempertahankan posisi tegak tubuh dan
memudahkan tubuh untuk mencapai posisinya kembali
ketika dalam keadaan fiksi.
 Lastimus dorsi adalah otot datar yang meluas pada
belakang punggung. Aksi utama pada otot tersebut
adalah menarik lengan ke bawah terhadap posisi
bertahan, gerakan rotasi lengan ke arah dalam, dan
menarik tubuh menjauhi lengan pada saat mendaki.
Pada pernafasan yang kuat menekan bagian posterior
dari abdomen (Melti Suriya, 2019).
2.1.2.5. Otot-otot Tungkai
Gluteus maksimus, gluteus medius dan gluteus minius
adalah otot-otot dari tungkai Otot-otot terebut semua timbul
dari permukaan sebelah luar ilium, sebagai gluteus
maksimum timbul dari sebelah belakang sekrum. Aksi utama
otot-otot tersebut adalah mempertahankan posisi gerak tubuh,
memperpanjang persendian panggul pada saat berlari,
mendaki dan saat menaiki tangga, dalam mengangkat tubuh
dari posisi duduk atau membungkuk, gerakan abduksi dan
rotasi lateral dari paha (Melti Suriya, 2019).

4
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.1.3. Klasifikasi Low Back Pain
Klasifikasi Low Back Pain ada 2 yaitu berdasarkan
patofisiologinya dan berdasarkan perjalanan kliniknya (Cik Imah
Widiyaningsih, 2015).

2.1.3.1. Berdasarkan Patofisiologinya


 Nyeri Punggung Spesifik (Spesifik Low Back Pain)
Adalah gejala yang disebabkan oleh mekanisme
patofisiologi yang spesifik, seperti hernia nucleus
pulposus (HNP), infeksi, osteoporosis, rheumatoid
arthritis, fraktur atau tumor. Dalam praktek klinis,
adanya bedera merah (red flag) merupakan indikasi
adanya proses patologi yang mendasari, termasuk
masalah akar saraf.
 Nyeri Punggung Non Spesifik (Non-spesifik Low Back
Pain) Adalah gejala tanpa penyebab spesifik yang jelas.
Sekitar 90% nyeri pinggang masuk dalam kategori ini.
Diagnosanya berdasarkan eksklusi dari patologi spesifik
(Cik Imah Widiyaningsih, 2015).
2.1.3.2. Berdasarkan Perjalanan Kliniknya
 Acute Low Back Pain adalah rasa nyeri yang menyerang
secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini
dapat hilang atau sembuh. Acute Low Back Pain dapat
disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan
mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat
kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak
jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon.
Pada kecelakaan yang serius, fraktur tulang pada daerah
lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai

5
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
saat ini penatalaksanaan awal nyeri pinggang akut
terfokus pada istirahat dan pemakaian analgetik.
 Chronik Low Back Pain adalah rasa nyeri yang
menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang
berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya
memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu
yang lama. Chronic Low Back Pain dapat terjadi karena
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, proses degenerasi
diskus intervertebralis dan tumor.

2.1.4. Etiologi
Penyebab utama LBP adalah strain pada otot atau jaringan
lunak seperti ligamen dan tendon yang berhubungn dengan tulang
belakang. Cedera otot dapat timbul akibat tekanan langsung oleh
karena trauma ataupun akibat ketegangan otot. Ketegangan otot dapat
bersifat akut ataupun kronis secara terus menerus menyebabkan nyeri
yang progresif. Jaringan otot akan mmengalmi kerusakan,
pembengkakan dan pendarahan. LBP dapat diderita oleh semua
kalangan dengan berbagai faktor penyebab misalnya pekerjaan dan
aktifitas yang dilakukan dengan tidak benar, seperti aktifitas
mengangkat barang yang berat, pekerjaan yang menuntut
pekerjaannya untuk duduk dalam waktu yang lama (Cik Imah
Widiyaningsih, 2015).

2.1.5. Patofisiologi
Struktur-struktur jaringan yang sering terlibat dalam nyeri
punggung bawah atau LBP antara lain otot, tendon, diskus, ligamen
dan sendi pada vetebrae lumbal sehingga struktur tersebut sering
mengalami inflamasi atau cidera pada kondisi dibawah tekanan
mekanik atau gerakan. Komponen struktural vertebra sangat sensitif
dan responsif terhadap stimuli nociceptive dalam hal ini nyeri seperti

6
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
pada peregangan ligamen, otot, fascia atau kapsul sendi secara terus
menerus yang dipengaruhi oleh beban mekanik baik secara statis
maupun dinamis. Nyeri terjadi jika saraf sensoriperifer, yang disebut
nociseptor terpicu oleh rangsang mekanik kimiawi maupun thermal
maka implus nyeri akan dihantarkan ke serabut-serabut aferen cabang
spinal, dari medula spinalis implus diteruskan ke otak melalui traktus
spinotalamikus kolateral. Selanjutnya akan memberikan respon
terhadap implus saraf tersebut. Respon tersebut berupa upaya untuk
menghambat atau mensupresi nyeri dengan pengeluaran substansi
peptidogen yang mempunyai sifat analgesik yaitu endorphin.
Disamping itu implus nyeri yang mencapai medulla spinalis,
akan memicu respon reflexpinal segmental yang meyebabkan spasme
otot dan vasokontriksi. Spasme otot yang terjadi disini adalah
merupakan suatu mekanisme proteksi, karena adanya spasme otot
akan membatasi gerakan sehingga dapat mencegah kerusakan lebih
berat, namun dengan adanya spasme otot, juga terjadi vasokontriksi
pembuluh darah yang menyebabkan ischemia dan sekaligus menjadi
titik picu terjadinya nyeri. Yang menimbulkan terjadinya gerakan
pada daerah lumbal, misal gerakan mengangkat, membungkuk,
memutar dan jongkok. Dalam hal ini otot yang berperan penting saat
berkontaksi terbagi menjadi 2 tipe otot yaitu tipe 1 (slow twich) atau
otot tonik disebut juga dengan red muscle karena berwarna lebih gelap
dari otot lainnya, lebih banyak mengandung hemoglobin dan
mitokondria sehingga lebih tahan lama terhadap tahanan yang berfugsi
untuk memertahankan sikap atau posisi.
Aktifitas fungsional yang menggunakan otot yang berlebihan
dapat terjadi pada tubuh mempertahankan posisi dalam jangka waktu
yang lama, dimana pada saat itu otot-otot daerah punggung bawah
akan berkotraksi secara terus menerus untuk mempertahankan postur
yang normal. Keadaan tersebut dapat terjadi pada saat melakukan
gerakan yang menimbulkan beban berlebihan di daerah punggung

7
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
bawah, misalnnya mengangkat berat dengan posisi yang salah atau
gerakan pada saat aktivitas atau olahraga yang menimbulkan cidera
seperti spasme, tightness, strain atau sprain lumba.
Penggunaan otot-otot punggung bawah secara berlebihan dapat
menimbulkan nyeri. Adanya nyeri spasme otot akan membuat seorang
takut menggunakaan otot punggungnya untuk melakukan aktivitas
fisik secara normal, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan
fisiologis pada otot-otot tersebut, yaitu berkurangnnya masa otot
(atropi) dan menurunya kekuatan otot (Melti Suriya, 2019).

2.1.6. Manifestasi Klinis


Ada tiga gejala utama yang termasuk dalam kelompok Low Back Pain:
2.1.6.1. Sindroma Postural
Biasanya dijumpai pada usia dibawah 30 tahun
terutama mereka yang pekerjaannya memerlukan posisi
duduk dan kurang berolahraga, nyerinya bersifat
intermitendan timbul akibat deformasi jaringan lunak, ketika
jaringan lunak sekitar segmen lumbal dalam posisi terengang
dalam waktu lama. Terlihat dalam posisi duduk yang salah
termasuk adanya forward head ounded shoulders dan fiksi
berlebihan dari punggung bawah.
2.1.6.2. Sindroma Disfungsi
Biasanya dijumpai pada usia diatas 30 tahun, kecuali
jika disebabkan oleh trauma sering dijumpai adanya postur
yang buruk dalam jangka waktu lama (lebih dari 10 tahun)
dan berupa hasil akibat spondylosis, trauma atau
derangement. Sindroma disfungsi adalah gejala kedua dimana
terjadinya adaptive sorthening dan hilangnya mobilitas yang
menyebabkan nyeri sebelum dapat mencapai gerakan akhir
secara penuh. Pada dasarnya, kondisi ini timbul karena
gerakan yang dihasilkan tidak cukup dilakukan pada saat

8
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
pendekatan jaringan lunak berlangsung. Disfungsi ini
dinamakan berdasarkan gerakan yang hilang atau dibatasi.
Misalnya, disfungsi fleksi akan membatasi kemampuan
individu untuk membungkuk ke depan di daerah tulang
belakang.

2.1.6.3. Sindroma Deragement


Biasanya dijumpai pada usia antara 20-55 tahun,
pasien mempunyai sikap duduk yang salah. Sindroma
deragement adalah situasi dimana posisi istirahat yang
normal dari 2 permukaan artikular vertebrae yang berdekatan
terganggu sebagai akibat dari perubahan posisi cairan
nukleus. Perubahan dalam sendi akan mempengaruhi
kemampuan permukaan sendi untuk bergerak dalam jalur
normal. Kondisi ini menjadi menyakitkan ketika terjadi
intrudes nukleus pada jaringan lunak yang sensitif terhadap
nyeri. Gejala cenderung tersentralisasi dan akhirnya
berkurang sebagai hasil dari relokasi diskus dan deformitas
jaringan sekitarnya berkurang (Melti Suriya, S.Kep, Ners,
M.Kep dan Zuriati, S.Kep, Ners, 2019)

Low Back Pain ditandai dengan gejala sebagai berikut :


 Nyeri terjadi secara intermiten atau terputus-putus.
 Sifat nyeri tajam atau meledak, dipengaruhi oleh sikap atau gerakan
yang bisa meningkatkan ataupun memperberat keluhan.
 Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk
setelah dilakukan untuk beraktifitas.
 Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerah-
merahan ataupun pembengkakan.
 Terkadang nyeri menjalar ke pantat atau paha.
 Terkadang ada nyeri morning stiffnes atau nyeri.

9
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
 Nyeri terkadang bertambah hebat bila bergerak ekstensi, side fleksi,
rotasi, berdiri, berjalan atau duduk.
 Nyeri berkurang bila berbaring atau tengkurap.

10
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang
dilakukan karena suatu indikasi tertentu guna memperoleh keterangan
lebih lengkap :
2.1.7.1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan sesuai
indikasi, berguna untuk melihat laju endap darah (LED),
morfologi darah tepi, kalsium, fosfor, asam urat, alkali
fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika
ditemukan kecurigaan metastasis karsinoma prostat) dan
elektroforesis protein serum (protein myeloma).
2.1.7.2. Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Rontgen
Foto rontgen merupakan tes yang sederhana, dan
sangat membantu untuk menunjukkan keabnormalan
pada tulang. Seringkali X-ray merupakan penunjang
diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung
bawah.Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior
(AP), lateral, dan bila perlu oblique kanan dan kiri.
b. MRI
MRI digunakan untuk melihat defek intra dan
ekstra dural serta melihat jaringan lunak.Pada
pemeriksaan dengan MRI bertujuan untuk melihat
vertebra dan level neurologis yang belum jelas,
kecurigaan kelainan patologis pada medula spinalis atau
jaringan lunak, menentukan kemungkinan herniasi
diskus pada kasus post operasi, kecurigaan karena infeksi
atau neoplasma.
c. CT
CT-Mielografimielografi merupakan alat
diagnostik yang sangat berharga untuk diagnosis LBP

11
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan
menentukan adanya sekuester diskus yang lepas dan
mengeksklusi suatu tumor.

2.1.8. Penatalaksanaan
2.1.8.1. Penatalaksanaan Keperawatan
Informasi dan edukasi.
NPB akut : Imobilisasi (lamanya tergantung kasus),
pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas,
modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase, traksi
(untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik
sepeda, berenang (tergantung kasus), alat bantu (antara
lain korset, tongkat).
NPB kronik : psikologik, modulasi nyeri (TENS,
akupuntur, modalitas termal), latihan kondisi otot,
rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan posisi
tubuh dan aktivitas.
2.1.8.2. Medis
a. Formakoterapi.
NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant,
opioid (nyeri berat), injeksi epidural (steroid,
lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler.
NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin)
antikonvulsan (gabapentin, karbamesepin,
okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker (klonidin,
prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan).
b. Invasif non bedah.
• Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati).
• Neurolitik (alkohol 100%, fenol 30 % (nyeri
neuropatik punggung bawah yang intractable).

12
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
c. Bedah.
HNP (Hernia Nukleus Pulposus), indikasi operasi:
• Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari
empat minggu: nyeri berat / intractable / menetap /
progresif.
Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan
pemeriksaan neurofisiologik dan radiologik.

2.2. Nyeri
2.2.1. Definisi
Nyeri adalah segala hal yang dikatakan oleh orang yang
mengalami nyeri dan terjadi kapan saja orang tersebut mengatakan
bahwa ia merasakan nyeri. Ada 4 atribut pasti dalam pengalaman
nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan
suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan
(Prasetyo, 2010).

2.2.2. Patofisiologi
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku.
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan
membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni:
resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis.
Terdapat pesan nyeri yang dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak
atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus
nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas

13
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan
yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan
nyeri.
2.2.2.1. Resepsi
Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima
stimulus nyeri tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor).
Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf yang bebas, tidak
bermielin atau sedikit bermielin dari neuron aferen.
Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat
pada struktur- struktur yang lebih dalam seperti pada visera,
persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu.
Nosiseptor memberi respon terhadap stimuli yang
membahayakan seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau
mekanis. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan
pembuluh darah yang menjadi anoksia. Pembengkakan
jaringan menjadi nyeri akibat tekanan (stimulus mekanis)
kepada nosiseptor yang menghubungkan jaringan.
2.2.2.2. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang
terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan ke talamus dan
otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan
nyeri ke berbagai area otak. Setelah transmisi saraf berakhir
di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan
mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi yang
kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi
dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan
nyeri.
2.2.2.3. Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis
dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri.
Reaksi terhadap nyeri meliputi beberapa respon antara lain:

14
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
a. Respon fisiologi
Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga
sedang dan nyeri yang superfisial akan menimbulkan
reaksi “flight or fight”, yang merupakan sindrom adaptasi
umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis dan sistem saraf
parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.
b. Respon Perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah
yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan
gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur
tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang
menyeringai. Seorang klien mungkin menangis atau
mengaduh dan gelisah. Namun kurangnya ekspresi tidak
selalu berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri.
Mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:
• Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu
untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya.
• Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu
bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-
beda, tergantung toleransinya.
• Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai
yang diyakini seseorang. Fase akibat terjadi ketika
nyeri berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih
memerlukan perhatian perawat. Jika klien mengalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka
respon akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang
berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol
dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.

15
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Karena nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak
faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Perawat
mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi klien yang
merasakan sakit. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan
bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam
pengkajian dan perawatan klien yang mengalami nyeri.
2.2.3.1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi
nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan dan
perkembangan yang ditemukan di antara kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia
bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai
kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan
perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang
belum dapat mengucapkan kata-kata juga mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas
kesehatan. Secara kognitif, anak- anak toodler dan prasekolah
tidak mampu mengingat penjelasan tenatang nyeri atau
mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat
terjadi di berbagai situasi. Dengan memikirkan pertimbangan
perkembangan ini, perawat harus mengadaptasi pendekatan
yang dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji
nyeri yang dirasakan anak-anak (termasuk apa yang akan
ditanyakan dan perilaku yang akan diobservasi) dan
bagaimana mempersiapkan seorang anak untuk prosedur
medis yang menyakitkan.
Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan
yang tidak dapat dihindari. Pada lansia yang mengalami
nyeri, perlu dilakukan pengkajian, diagnosis, penatalaksanaan

16
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
secara agresif. Namun, individu yang berusia lanjut memiliki
resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka
merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih lama,
mereka kemungkinan lebih tinggi mengalami kondisi
patologis yang menyertai nyeri. Sekalipun klien yang berusia
lanjut menderita nyeri, maka ia dapat mengalami gangguan
status fungsi yang serius. Mobilisasi, aktivitas perawatan diri,
sosialisasi di lingkungan luar rumah, dan toleransi aktivitas
dapat mengalami penurunan.
2.2.3.2. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespons terhadap nyeri. Diragukan apakah
hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam
pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin (misal, menganggap bahwa
seorang laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama). Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi
subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan
tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu
tanpa memperlihatkan jenis kelamin.
2.2.3.3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana beraksi terhadap nyeri. Petugas
kesehatan seringkali berasumsi bahwa cara yang mereka
lakukan dan apa yang mereka yakini adalah sama dengan
cara dan keyakinan orang lain. Dengan demikian, mereka
mencoba mengira bagaimana klien akan berespons terhadap

17
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap yang terkait dengan
nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman
tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu
perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan
untuk klien yang mengalami nyeri.
2.2.3.4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara
dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut.
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-
beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan.
2.2.3.5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya
pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian
yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya penglihatan (distraksi) dihubungkan dengan
respons nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah
satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, tekhnik imajinasi
pembimbing dan masase. Dengan memfokuskan perhatian
dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat
menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya
hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat,
khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama
waktu distraksi.
2.2.3.6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat
kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri,
tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.

18
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas.
Sulit untuk memisahkan dua sensasi. Suatu bukti bahwa
stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya
ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi
terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan
nyeri.
2.2.3.7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa
kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi
masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit
dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,
maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi.
Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami
suatu periode tidur yang lelap dibanding pada akhir hari yang
melelahkan.
2.2.3.8. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri.
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa
individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah
pada masa yang akan. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh
atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan
rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu
mengalami nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang,
tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan,
akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan
sensasi nyeri. Akibatnya klien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri.

19
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
20
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.2.3.9. Gaya koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik
sebagaian maupun keseluruhan atau total. Klien seringkali
menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping
terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Penting untuk
memahami sumber-sumber koping klien selama ia
mengalami nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi
dengan keluarga pendukung, melakukan latihan atau
menyanyi dapat digunakan dalam asuhan keperawatan untuk
mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai tingkat
tertentu.
2.2.3.10.Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon
nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan
bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu dari
kelompok sosial-budaya yang berbeda memiliki harapan
yang berbeda tentang orang tempat mereka menumpahkan
keluhan mereka tentang nyeri. Individu yang mengalami
nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau
perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran
orang yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan
ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan.
Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang
sedang mengalami nyeri.

2.2.4. Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

21
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran
nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.
Jenis pengukuran nyeri adalah sebagai berikut:
2.2.4.1. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale,
VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama
di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk
memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat
juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih
sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.

Gambar 3, Pengukuran Skala VDS.

2.2.4.2. Pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST


a. Provoking Incident: merupakan hal-hal yang menjadi
faktor presipitasi timbulnya nyeri, biasanya berupa
trauma pada bagian betis dan tungkai bawah.
b. Quality of Pain: merupakan jenis rasa nyeri yang dialami

22
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
klien. Fraktur tibia biasa menghasilkan sakit yang
bersifat menusuk.

c. Region, Radiation, Relief: Area yang dirasakan nyeri


pada klien terjadi di area betis atau tungkai bawah yang
mengalami patah tulang. Imobilisasi atau istirahat dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan agar tidak
menjalar atau menyebar.
d. Scale of Pain: Biasanya klien fraktur tibia akan menilai
sakit yang dialaminya dengan skala 5 - 7 dari skala
pengukuran 0 - 10.
e. Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan
muncul dan dalam kondisi seperti apa nyeri bertambah
buruk. Klien fraktur akan merasa lebih nyeri saat bagian
yang mengalami fraktur dilakukan pergerakan.

23
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Pathway Low Back Pain
Trauma Stresfisik Degenarasi

Kompresi dan Ligamen longitudinal Respon Kadar


fraksinuklues postolateral menyempit beban protein dan
berat air nucleus
Annulus fibrosusrobek pulposus
Pemisahan lempeng
tulang rawan
Nukleus lumer Peningkatan intradistal
Serabut annulus robek
Rupturpada annulus
Nukleuskeluar
Nuklues pecah
LBP
Servikal Lumbal

Menekan spinal Gangguan saraf


Gangguan saraf Gangguan saraf
cord sensorik
motorik motorik

Syok spinal, Mati rasa, hilang


tetraplegi kelumpuhan
spasme otot sensitivitas
leher
Gangguan mobilitas cemas Gangguan
fisik
mobilitas fisik
Nyeri pada leher,
bahu Kurang pengetahuan
Blok sarafsimpatis Gangguan
Nyeri saraf otonom
Kelumpuhan otot
pernafasan Menekan
spinal cord Gangguan
fungsi rectum
Kesulitan bernafas dan kandung
Syok spinal
kemih
Pola nafas tidakefektif Skiatika, nyeri
punggung bawah Gangguan pola
sampai kaki eliminasi

Nyeri
24
Https://www.scribd.com/doc/127767728/WOC-HNP1
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.3. Asuhan Keperawatan
2.3.1. Pengkajian
2.3.1.1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, alamat.
2.3.1.2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengatakan nyeri punggung akut maupun
kronis lebih dari 2 bulan, nyeri saat berjalan dengan
menggunakan tumit, nyeri menyebar kebagian bawah
belakang kaki.
2.3.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada klien sejak kapan keluhan dirasakan, kapan
timbulnya keluhan dan apakah menetap atau hilang timbul,
hal apa yang mengakibatkan terjadinya keluhan, apa saja
yang dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan,
tanyakan pada klien apakah klien sering mengkomsumsi obat
tertentu atau tidak.
2.3.1.4. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien dulu pernah menderita
penyakit yang sama sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami kecelakaan atau trauma, apakah klien pernah
menderita penyakit gangguan tulang atau otot sebelumnya.
2.3.2. Pemeriksaan Fisik
2.2.2.1. Keadaan umum
Meliputi : baik, jelek, sedang.
2.2.2.2. Tanda – tanda Vital
TD : Tekanan darah.
N : Nadi.
P : Pernapasan.
S : Suhu.

25
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.2.2.3. Antropometri
BB : Berat badan.
TB : Tinggi badan.
2.2.2.4. Sistem Pengindraan
Mata : lapang pandang.
Hidung : kemampuan penciuman.
Telinga :keadaan telinga dan kemampuan pendengaran.
2.2.2.5. Sistem pernapasan
Pernapasan, bersihan jalan nafas, kualitas, suara,dan bunyi
tambahan ronchi, wheezing.
2.2.2.6. Sistem kardiovaskuer
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi,
bunyi jantung.
2.2.2.7. Sistem gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan dan minum,
peristaltik usus dan eliminasi.
2.2.2.8. Sistem integumen
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, dan warna permukaan
kuku.
2.2.2.9. Sistem muskuloskletal
Bentuk kepala, ekstermitas atas dan ekstermitas bawah.
2.2.2.10.Sistem endokrin
Keadaan kelenjer tiroid, suhu tubuh, frekuensi urine.
2.2.2.11.Sistem reproduksi
Nilai keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem
reproduksi.

2.3.3. Pemeriksaan Penunjang.


2.2.3.1. Neurologik.
Eletromiografi (EMG), dilakukan bila dicurigai adanya
disfungsi radiks.

26
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
Somatosensory Evoked Potensial (SEP) berguna untuk
stenonosis kanal dan mielopati spinal.
2.2.3.2. Radiologik.
Foto polos, untuk mengesampingkan adanya kelainan
tulang.
Mielografi, Mielo-CT, CT-scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), untuk mencari penyebab nyeri antara
lain tumor, HNP perlengketan.
2.2.3.3. Laboratorium.
Laju Endap Darah, darah perifer lengkap, C-reactive
protein, faktor rheumatoid, alkalin fosfatase, kalsium
(atas indikasi).
Urinalisis, untuk penyakit non spesifik seperti infeksi.
Liquor Serebro spinalis (atas indikasi).

2.3.4. Diagnosa Keperawatan


2.2.4.1. Nyeri akut behubungan dengan trauma saraf, agen cedera.
2.2.4.2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, fisiologis.
2.2.4.3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kekaun
otot.
2.2.4.4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri.
2.2.4.5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui
sumber informasi.

27
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.3.5. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut berhungan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
dengan trauma saraf, tindakan keperawatan nyeri secara 3 x 24
agen cedera 3x24 jam nyeri hilang jam pasien tidak
atau berkurang. mengalami
Kriteria hasil : komprehensif.
– Nyeri berkurang. 2. Observasi reaksi non
– Mampu mengontrol verbal dari
nyeri. ketidaknyamanan.
3. Kontrol lingkungan
yang dapat Mampu
mengontrol nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
berkurang dengan
menggunakan
kebisingan.
4. Ajarkan teknik non
farmokologi : nafas
dalam, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat / dingin.
5. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan makanan.
kebutuhan tubuh 3x24 jam ketidak 2. Kaji intake dan
berhubungan dengan seimbangan nutrisi output klien.
faktor biologis. teratasi. 3. Tingkatkan intake
Kriteria Hasil : makan melalui :
– Albumim serum. Sajikan makanan
– Pre albumim serum. dalam kondisi
– Hematokrit. hangat.
– Hemoglobin. Selingi makan
– Total iron binding dengan minum.
capacity. Berikan makan
tapi sering.
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk

28
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
pasien.

5. Berikan makanan
sering tapi sedikit
pada klien.

3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. Monitoring vital


berhubungan dengan tindakan keperawatan 3 sign sebelum dan
nyeri. x 24 jam gangguan sesudah latihan dan
mobilitas fisik teratasi. lihat respon pasien
Kriteria hasil : saat latihan.
– Mengerti tujuan dari 2. Koreksi tingkat
peningkatan kemampuan
mobilitas. mobilisasi.
– Melatih dan memberi 3. Bantu klien dalam
motivasi. perubahan gerak.
4. Observasi / kaji
– Memperagakan
terus kemampuan
penggunaan alat
gerak motorik, dan
mobilisasi.
keseimbangan.
5. Kolaborasi dengan
tim kesehatan lain
(fisioterapi untuk
pemasangan
konset).
4. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien
berhubungan dengan tindakan keperawatan untuk
nyeri. 3x24 jam menunjukan memaksimalkan
pasien keefektifan jalan ventilasi.
nafas. 2. Lakukan fisioterapi
Kriteria Hasil : dada jika perlu.
– Mendemonstrasikan 3. Keluarkan sekret
batuk efektif. atau batuk
– Menunjukan jalan menggunakan
nafas yang paten. suction.
– Tanda-tanda vital 4. Auskultasi suara
dalam batas normal. nafas, dan catat
suara tambahan.
5. Atur intake untuk
cairan efektif dan
suara nafas yang
mengoptimalkan

29
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
keseimbangan.

5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat


berhubungan dengan tindakan keperawatan pengetahuan pasien
tidak mengetahui sumber 3x24 jam pasien dan keluarga tentang
informasi. dan keluarga proses penyakit.
menyatakan pemahaman 2. Patofisiologi dari
tentang proses penyakit. penyakit dan
Kriteria Hasil : bagaimana hal ini
– Pasien dan keluarga berhubungan dengan
menyatakan anatomi fisisologi,
pemahaman tentang dengan cara yang
penyakit, kondisi, tepat.
prognosis dan 3. Gambarkan tanda
program pengobatan. dan gejala yang
– Pasien dan keluaraga biasa muncul pada
mampu menjelaskan penyakit, dengan
kembali apa yang di cara yang tepat.
jelaskan perawat / tim 4. Gambarkan proses
kesehatan. penyakit dengan
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit.
5. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan.

2.3.6. Implementasi.
Implementasi adalah suatu serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kedalam suatu kamus kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2012).

2.3.7. Evaluasi.
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap keberhasilan
rencana keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien.
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan.

30
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
2.4. Terapi Ice Massage
2.4.1. Definisi
Ice massage merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk membantu mengurangi kerusakan jaringan, dan
mencegah terjadinya inflamasi pada otot, tendon dan ligamen. Ice
massage sangat baik untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa
nyeri, dan rasa tidak nyaman yang disebabkan strain otot, proses
pembengkakan, yang terjadi setelah cedera dan ice massage dapat
diaplikasikan pada semua anggota tubuh. Ice massage dapat
diaplikasikan sewaktu waktu dan dapat digunakan sebagai metode
penanganan cedera akut tetapi tergantung dari tingkat cedera yang
dialami dari jaringan otot. Proses dari pemberian ice massage sangat
sederhana, posisi pasien yang nyaman sebelum terapi. Ice digerakkan
secara perlahan secara menyilang pada area yang terkena cedera atau
dengan gerakan menyilang dari kulit dan usahakan otot pasien dalam
keadaan rileks.
Ice massage dilakukan setelah terjadi cedera, rasa dingin dari
ice akan mengurangi terjadinya proses peradangan pada jaringan ikat
dan mengurangi terjadinya resiko bengkak. Efek dari massage dapat
memberikan efek rileksasi yang menimbulkan efek sedatif bagi
jaringan otot. Fisioterapi membantu mempercepat proses
penyembuhan, ketika metabolisme menurun saat diberikan ice
massage, dan darah akan kembali membawa nutrisi dan akan
mempercepat proses penyembuhan. Ice massage akan mengurangi
terjadinya kerusakan pada cedera dengan mengurangi terjadinya
bengkak dan menjaga peredaran darah (Cik Imah Widiyaningsih,
2015).

2.4.2. Manfaat Ice Massage


Kompres dingin digunakan untuk mengurangi nyeri,
peradangan, mencegah edema, menurunkan suhu tubuh dan

31
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
mengontrol pendarahan dengan meningkatkan vasokontriksi. Kompres
dingin tidak boleh digunakan pada area yang sudah terjadi edema,
karena efek vasokontriksi menurunkan reabsorpsi cairan. Kompres
dingin tidak boleh diteruskan apabila nyeri semakin bertambah atau
edema meningkat atau terjadi kemerah-merahan berat pada kulit.
Untuk mencapai hasil yang maksimal maka kompres idngin dipasang
ditempat selama 20 menit kemudian diambil, dan beri kesempatan
jaringan untuk hangat kembali Priharjo, 1993. Universitas Sumatera
Utara Potter Perry 2005 menyatakan efek terapi dingin sebagai
berikut: Respon fisiologis Keuntungan terapeutik Contoh kondisi yang
diobati Vasokontriksi Menurunkan aliran darah ke daerah tubuh yang
mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema, menurangi
inflamasi. Trauma langsung keseleo, ketegangan, fraktur, spasme otot,
luka tusuk, luka bakar minor, nyeri, penyuntikan, artrhritis dan trauma
sendi. Anastesi lokal Mengurangi nyeri lokal Metabolisme sel
menurun Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan Visikositas darah
meningkat Meningkatkan koagulasi darah pada temapat yang cidera.
Ketegangan otot menurun Menghilangkan nyeri. (Wisdanora, 2012)

2.4.3. Indikasi dan Kontraindikasi Ice Massage


2.4.2.1. Indikasi ice massage antara lain:
a. Cedera (sprain, strain, contusio).
b. Sakit kepala.
c. Gangguan temporo mandibular (TMJ disorder).
d. Nyeri post operasi.
e. Peradangan pada sendi.
f. Tendinitis dan bursitis.
g. Nyeri lutut, nyeri sendi, dan nyeri perut.
2.4.2.2. Kontraindikasi ice massage antara lain:
a. Open wounds.
b. Robekan pada otot.

32
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
c. Robekan pada tendon.
d. Luka bakar.
e. Fraktur,
f. Dan lain-lain.

2.4.4. Efek Fisiologis Pemberian Ice Massage terhadap Jaringan


Ice massage yang dilakukan atau diaplikasikan langsung pada
kulit akan mempengaruhi penurunan suhu pada kulit. Aplikasi ice
massage selama 5 menit berpengaruh pada penurunan suhu 18,9
derajat celcius pada otot gastrok. Studi lain juga menyebutkan dengan
ice massage penurunan suhu di kulit sebesar 2,7 derajat celcius.
Adapun aplikasi ice massage selama 10 menit akan menurunkan suhu
kulit 26,6 derajat celcius pada kedalaman kulit sekitar 2 cm. Namun
ada penelitian menyebutkan penurunan suhu 15,9 derajat celcius
selama 5 menit dengan kedalaman 2 cm (Cik Imah Widiyaningsih,
2015)

Tabel 2.2 : Efek Fisiologis dan Terapetis Terapi Dingin.


Efek Fisiologis
Efek Fisiologis Lokal Efek Terapis
Sistemik
Vasokontriksi Vasokontriksi lokal Relaksasi otot
Piloereksi Desensitisasi akhiran saraf Menghambat
bebas pertumbuhan bakteri
Mengigil Penurunan refil kapiler Mencegah
Penurunan metabolism sel pembengkakan
Mengurangi nyeri
Mengurangi perdarahan

Pemberian ice massage ke pada kulit tidak hanya akan


mempengaruhi kecepatan konduksi dan nyeri sensorik pada saraf pada
serabut A delta dan C delta, tetapi juga dapat merangsang serabut A
delta. Serabut yang berdiameter besar akan mengaktifkan gerbang
kontrol nyeri dan akan menghambat munculnya sensasi nyeri karena

33
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
cedera. Derajat penurunan suhu akan meningkat dengan pemberian
ice massage yang lebih. Penelitian menunjukkan adanya penurunan
suhu kulit 7,4 derajat celcius akan berpengaruh terhadap kecepatan
konduksi saraf sebanyak 33%. Dengan pemberian ice massage
tersebut menunjukkan bahwa suhu akan menurun 26,6 derajat celcius
pada paha setelah diberikan ice massage selama 10 menit dimana suhu
kulit normal adalah 33 derajat celcius. Penurunan suhu dari 33 derajat
celcius menjadi 26,6 derajat celcius akan membuat suhu kulit menjadi
6,4 derajat celcius. Ini jauh di bawah 14,4 derajat celcius yang
merupakan batas terjadinya analgesik maksimum.

Tabel 2.3 : Respon Kulit pada Aplikasi Dingin.


Tahap Waktu Pemberian Respon
Aplikasi Dingin
1 0-3 menit Sensasi dingin
2 2-7 menit Rasa terbakar, nyeri
3 5-12 menit Anastesi relatif kulit

Respon terhadap cedera akut, ada vasokonstriksi pada tingkat


arteriola dan venula yang berlangsung 5 – 10 menit. Pemberian ice
massage akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang dapat
memperlambat terjadinya pendarahan dan memungkinkan trombosit
darah untuk melakukan perbaikan. Terjadi reaksi kimia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh. Vasodilatasi ini akan
membawa lebih banyak darah ke daerah yang mengalami cedera serta
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Reaksi kimia yang
memicu vasodilatasi ini membuang leukosit dan racun yang tertinggal
setelah cedera. Proses peredaran darah yang kembali lancar
memungkinkan untuk menghambat terjadinya proses peradangan.
Respon sel terjadi bersamaan dengan respon vaskular. Setelah trauma
terdeteksi mediator kimia memicu respon vaskular. Mediator kimia

34
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi
lainnya juga akan mengingatkan tubuh untuk mengirim leukosit yang
menggunakan fagositosis untuk membersihkan dan sel-sel ini
memainkan peran besar dalam perbaikan struktur yang menyebabkan
pembengkakan dan edema. Vaskular limfatik dan sistem vaskular
berperan untuk menghilangkan getah bening dan zat racun pada tubuh.
Pada fase ini aliran darah yang membaik akan membantu untuk
menghilangkan zat racun dan leukosit pada area yang cedera.

35
Universitas Muhammadiyah
Sukabumi

Anda mungkin juga menyukai