TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2.2. Fungsi
Low Back Region berfungsi untuk menegakan /
menopang postur struktur tulang belakang manusia. Postur
tegak juga meningkatkan gaya mekanik struktur tulang
belakang lumbroskral (Melti Suriya, S.Kep, Ners, M.Kep dan
Zuriati, S.Kep, Ners, 2019).
2.1.4. Etiologi
Penyebab utama LBP adalah strain pada otot atau jaringan
lunak seperti ligamen dan tendon yang berhubungn dengan tulang
belakang. Cedera otot dapat timbul akibat tekanan langsung oleh
karena trauma ataupun akibat ketegangan otot. Ketegangan otot dapat
bersifat akut ataupun kronis secara terus menerus menyebabkan nyeri
yang progresif. Jaringan otot akan mmengalmi kerusakan,
pembengkakan dan pendarahan. LBP dapat diderita oleh semua
kalangan dengan berbagai faktor penyebab misalnya pekerjaan dan
aktifitas yang dilakukan dengan tidak benar, seperti aktifitas
mengangkat barang yang berat, pekerjaan yang menuntut pekerjaannya
untuk duduk dalam waktu yang lama (Cik Imah Widiyaningsih, 2015).
2.1.5. Patofisiologi
Struktur-struktur jaringan yang sering terlibat dalam nyeri
punggung bawah atau LBP antara lain otot, tendon, diskus, ligamen dan
sendi pada vetebrae lumbal sehingga struktur tersebut sering
mengalami inflamasi atau cidera pada kondisi dibawah tekanan
mekanik atau gerakan. Komponen struktural vertebra sangat sensitif
dan responsif terhadap stimuli nociceptive dalam hal ini nyeri seperti
pada peregangan ligamen, otot, fascia atau kapsul sendi secara terus
menerus yang dipengaruhi oleh beban mekanik baik secara statis
maupun dinamis. Nyeri terjadi jika saraf sensoriperifer, yang disebut
2.1.8. Penatalaksanaan
2.1.8.1. Penatalaksanaan Keperawatan
Informasi dan edukasi.
NPB akut : Imobilisasi (lamanya tergantung kasus),
pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas,
modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase, traksi
(untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik
sepeda, berenang (tergantung kasus), alat bantu (antara lain
korset, tongkat).
NPB kronik : psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur,
modalitas termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi
vokasional, pengaturan berat badan posisi tubuh dan
aktivitas.
2.1.8.2. Medis
a. Formakoterapi.
NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant,
opioid (nyeri berat), injeksi epidural (steroid,
lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler.
NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin)
antikonvulsan (gabapentin, karbamesepin,
okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker (klonidin,
prazosin), opioid (kalau sangat diperlukan).
b. Invasif non bedah.
• Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati).
• Neurolitik (alkohol 100%, fenol 30 % (nyeri
neuropatik punggung bawah yang intractable).
c. Bedah.
HNP (Hernia Nukleus Pulposus), indikasi operasi:
• Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari
empat minggu: nyeri berat / intractable / menetap /
progresif.
Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan
pemeriksaan neurofisiologik dan radiologik.
2.2. Nyeri
2.2.1. Definisi
Nyeri adalah segala hal yang dikatakan oleh orang yang
mengalami nyeri dan terjadi kapan saja orang tersebut mengatakan
bahwa ia merasakan nyeri. Ada 4 atribut pasti dalam pengalaman nyeri,
yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu
kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (Prasetyo,
2010).
2.2.2. Patofisiologi
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku.
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan
membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni:
resepsi, persepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat
pesan nyeri yang dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor,
mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau
ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri
mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri
a. Respon fisiologi
Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang
dan nyeri yang superfisial akan menimbulkan reaksi
“flight or fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis dan sistem saraf
parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.
b. Respon Perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang
mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi,
memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh
membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.
Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh dan
gelisah. Namun kurangnya ekspresi tidak selalu berarti
bahwa klien tidak mengalami nyeri.
Mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:
• Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu
untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya.
• Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu
bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-
beda, tergantung toleransinya.
• Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai
yang diyakini seseorang. Fase akibat terjadi ketika
nyeri berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih
memerlukan perhatian perawat. Jika klien mengalami
serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon
akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat membantu klien memperoleh kontrol dan
harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan
kemungkinan pengalaman nyeri.
Nyeri
Https://www.scribd.com/doc/127767728/WOC-HNP1
Universitas Muhammadiyah Sukabumi
27
2.2.2.3. Antropometri
BB : Berat badan.
TB : Tinggi badan.
2.2.2.4. Sistem Pengindraan
Mata : lapang pandang.
Hidung : kemampuan penciuman.
Telinga :keadaan telinga dan kemampuan pendengaran.
2.2.2.5. Sistem pernapasan
Pernapasan, bersihan jalan nafas, kualitas, suara,dan bunyi
tambahan ronchi, wheezing.
2.2.2.6. Sistem kardiovaskuer
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi,
bunyi jantung.
2.2.2.7. Sistem gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan dan minum,
peristaltik usus dan eliminasi.
2.2.2.8. Sistem integumen
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, dan warna permukaan
kuku.
2.2.2.9. Sistem muskuloskletal
Bentuk kepala, ekstermitas atas dan ekstermitas bawah.
2.2.2.10. Sistem endokrin
Keadaan kelenjer tiroid, suhu tubuh, frekuensi urine.
2.2.2.11. Sistem reproduksi
Nilai keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem
reproduksi.
5. Berikan makanan
sering tapi sedikit
pada klien.
2.3.6. Implementasi.
Implementasi adalah suatu serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kedalam suatu kamus kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2012).
2.3.7. Evaluasi.
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap keberhasilan
rencana keperawatan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien. Tahap
ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan.