Anda di halaman 1dari 137

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KITAB

TA’LIM MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ FI


ILMIL AKHLAQ

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Institut Studi Islam Fahmina


(ISIF) Untuk Memenuhi syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:
MUHAMMAD SALMAN KHANIF
NIM : 18310008

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT STUDI ISLAM FAHMINA (ISIF)


TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Jl. Swasembada No.15 Majasem – Karyamulya Cirebon Jawa Barat
45132
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI
Bismillahirrahmanirrahim

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KITAB TA’LIM


MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ FI ILMIL
AKHLAQ

Beserta seluruh isinya adalah benar - benar karya intelektual saya sendiri dan
saya tidak melakukan penjiplakan, plagiasi, ataupun pengutipan dengan cara -
cara yang tidak sesuai dengan etika akademis dan etika riset yang berlaku dalam
proses penelitian keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi apapun yang
dijatuhkan kepada saya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila di
kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atau klaim terhadap keaslian
karya intelektual ini.

Cirebon, 19 September
2022
Yang Membuat Pernyataan

materai 6000

Muhammad Salman
Khanif
NIM : 18310008
NOTA PENGESAHAN PROPOSAL
Proposal Skripsi berjudul:

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KITAB TA’LIM


MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ FI ILMIL
AKHLAQ

Disusun oleh:
Muhammad Salman Khanif
18310008
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah

telah diseminarkan pada Seminar Proposal Skripsi pada tanggal 29


Agustus 2022
dan dinyatakan LAYAK untuk dilanjutkan menjadi Skripsi.

Cirebon, 29 Agustus 2022

YANG MENGESAHKAN

Penguji

Nana Cahana, M. S.I

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Agama Islam
Sukma Hadi Wiyanto, M.Pd

NOTA PERSETUJUAN
Skripsi berjudul:

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KITAB TA’LIM


MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ FI ILMIL
AKHLAQ

Disusun oleh:
Muhammad Salman Khanif
18310008
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah

telah dilakukan:

1. Seminar Proposal Skripsi pada tanggal 29 Agustus 2022


2. Pembimbingan Skripsi, mulai tanggal 29 Agustus 2022 sampai tanggal 20
September 2022
3. Ujian Perspektif pada tanggal 01 Oktober 2022
Disetujui untuk diseminarkan dan dipertanggung jawabkan pada Seminar
Munaqasyah Skripsi.

Cirebon, 20 September
2022

Dosen Pembimbing Skripsi


Azwar Anas, M.Pd

NOTA PENDAFTARAN
Kepada Yth:
Dekan Fakultas Tarbiyah
Institut Studi Islam Fahmina (ISIF)
Cirebon
Assalamu’alaikum wr. wb.

Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap naskah


Skripsi berjudul:

“PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KITAB


TA’LIM MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ FI
ILMIL AKHLAQ”.

Yang disusun oleh:


Nama : Muhammad Salman Khanif
NIM : 18310008
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah

Saya berpendapat bahwa Skripsi tersebut dapat dan sudah layak


diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Institut Studi Islam Fahmina (ISIF)
Cirebon untuk diseminarkan dan dipertanggung jawabkan dalam Seminar
Munaqasyah Skripsi.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Cirebon, 20 September
2022

Dosen Pembimbing Skripsi


Azwar Anas, M.Pd

NOTA PENGESAHAN
Skripsi berjudul:

PENDIDIKAN KARAKTRER DALAM PERSPEKTIF KITAB TA’LIM


MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ FI ILMIL
AKHLAQ

Disusun oleh:
Muhammad Salman Khanif
18310008
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah

telah diseminarkan dan dipertanggungjawabkan pada Seminar


Munaqasyah Skripsi pada tanggal……………………………dan
dinyatakan.............
Cirebon,...................

YANG MENGESAHKAN

Dosen Pembimbing Skripsi Penguji I Penguji II

Azwar Anas, M.Pd


Mengetahui,
Ketua Program Studi
Pendidikan Agama Islam

Sukma Hadi Wiyanto, M.Pd

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi Sarjana ISIF yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di


perpustakaan Intitut Studi Islam Fahmina, dan terbuka untuk umum
dengan ketentuan hak cipta ada pada peneliti dengan mengikuti tata
aturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HakI) yang berlaku di Indonesia.
Referensi keputusan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin peneliti dan harus disertai
dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menertibkan sebagian atau seluruh skripsi harus


seizin peneliti dan pimpinan Institut Studi Islam Fahmina.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan kami bermacam nikmat, sehingga aktifitas hidup, ini banyak
diberikan keberkahan. Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd). Sholawat dan salam peneliti panjatkan senantiasa
tercurahkan kepada baginda kita, Nabi Muhammad SAW.

Ucapan terimakasih tidak lupa saya haturkan kepada orang tua


yang selalu mendukung dan memotivasi, para dosen, dosen pembimbing
dan juga teman-teman yang banyak membantu dalam penyusunan skripsi
ini.

Saya menyadari didalam penyusunan skripsi ini yang berjudul Pendidikan


Karakter Dalam Perspektif Kitab Ta’lim Muta’allim Dan Kitab Taisirul
Khollaq Fi Ilmil Akhlaq masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak
kekurangan yang harus di perbaiki baik dari segi tata bahasa maupun yang
lainnya. Oleh karena itu saya meminta maaf atas ketidak sempurnaanya
dan juga memohon kritik dan saran untuk saya agar bisa lebih baik lagi
dalam menulis skriapsi ini.
Harapan saya mudah-mudahan skripsi yang saya susun ini bisa
memberikan manfaat untuk diri sendiri, teman-teman serta orang lain. Dan
juga menjadi referensi bagi para peneliti selanjutnya untuk mengkaji lebih
dalam lagi masalah peranan orangtua dalam membina kecerdasan spiritual
anak tentunya dengan penelitian yang berbeda.

Cirebon, 20 September
2022

Muhammad Salman Khanif

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT.
Yang telah memberikan Rahmat-Nya kepada peneliti sehingga penulisan
skripsi ini telah selesai ditulis. Tak lupa ucapan terima kasih juga kepada
kedua orang tua yang telah mendoakan dengan ikhlas dan juga
mendukung dalam penelitian ini. Terima kasih juga kepada teman-teman
yang telah banyak membantu dan memberi motivasi.

Peneliti juga menyampaikan terima kasih kepada civitas akademis


Institu Studi Islam Fahmina (ISIF). Bapak rektok KH. Marzuki Wahid dan
juga kepada bapak Azwar Anas, M.Pd selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan atas komentar dan
bimbingan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

Peneliti sangat menyadari akan kesalahan dan kekurangan yang


terdapat dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu peneliti
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat
membantu dalam pengembangan wawasan, baik kepada akademisi Institut
Studi Islam Fahmina (ISIF) maupun yang lainnya.
Cirebon, 20 September 2022

Muhammad Salman Khanif

DAFTAR ISI
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI....................................................
NOTA PENGESAHAN PROPOSAL...............................................................
NOTA PERSETUJUAN.....................................................................................
NOTA PENDAFTARAN...................................................................................
NOTA PENGESAHAN......................................................................................
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI..........................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
UCAPAN TERIMAKASIH...................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
ABSTRAK..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................
D. Kegunaan Penelitian...............................................................................................
E. Tinjauan Pustaka.....................................................................................................
F. Kajian Teoritis........................................................................................................
G. Metodelogi Penelitian.............................................................................................
H. Sitematika Pembahasan..........................................................................................
BAB II PARADIGMA PENELITIAN..........................................................
A. Pengertian Pendidikan............................................................................................
B. Pengertian Karakter................................................................................................
C. Pengertian Pendidikan Karakter.............................................................................
D. Tujuan Pendidikan Karakter...................................................................................
E. Fungsi Pendidikan Karakter...................................................................................
F. Prinsip Pendidikan Karakter...................................................................................
1. Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Pendidikan Akhlaq............................
2. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter..................................................
3. Dasar-Dasar Pendidikan Karakter......................................................................
BAB III GAMBARAN KITAB DAN BIOGRAFI PENGARANG
A. Kitab Ta’lim Muta’allim........................................................................................
B. Kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq..................................................................
C. Biografi Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji................................................................
D. Riwayat Pendidikan Syekh Al-Zarnuji...................................................................
E. Situasi Pendidikan Pada Masa Syekh Al-Zarnuji...................................................
F. Hasil Karya Syekh Al-Zarnuji................................................................................
G. Biografi Syekh Hafidz Hasan Al-Mas’udi.............................................................
H. Hasil Karya Syekh Hafidz Hasan Al-Mas’udi.......................................................
I. Pendidikan Syekh Hafidz Hasan Al-Mas’udi.........................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Ta’lim Muta’allim .................................
B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Taisirul Khollaq......................................
C. Implementasi Pendidikan Karakter Ta’lim Muta’allim Bagi Guru PAI................
D. Relevan Pendidikan Karakter Taisirul Khollaq Bagi Guru PAI.............................
E. Persamaan Kajian Nilai Akhlaq Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim.........................
F. Perbedaan Kajian Nilai Akhlaq Dalam Kitab Taisirul Khollaq.............................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran ......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan yang berhubungan erat dengan masalah moral dan akhlaq

mendapat tantangan dengan merosotnya nilai-nilai moral, akhlaq, budi pekerti.

Bila kemerosotan akhlaq dan budi pekerti merambah di berbagai kalangan,

bukan tidak mungkin dunia pendidikan menjadi sasaran kesalahan. Padahal,

menurunnya nilai-nilai moral, akhlaq, budi pekerti ini memiliki banyak sebab

dan latar belakang.1

Namun, pendidikan pada dasarnya harus mempertimbangkan tiga faktor

penting, yakni efektif, psikomotortik dan kognitif, semua harus berjalan

bersama, penekanan salah satu unsur akan mengakibatkan kepincangan dalam

pendidikan.2

1
Tamyiz Burhanuddin, Akhlaq Pesantren (Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001), hlm. xi.
2
Ibid, hlm. xiii.
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai kondisi dominan

yang dipersyaratkan dalam memasuki era modern ini berkaitan erat dengan visi

dan misi pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu proses yang

komprehensif meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mengantarkan

peserta didik agar menjadi manusia yang survive pada zamannya.3

Pendidikan karakter ini memang menjadi isu utama dalam pendidikan.

Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlaq anak bangsa, pendidikan

karakter diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam meningkatkan derajat

dan martabat bangsa Indonesia. Di lingkungan Kementerian pendidikan

Nasional sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh

jenjang pendidikan yang dibinanya.

Alasan perlunya membangun karakter bangsa yakni keberadaan karakter

dalam bangsa merupakan pondasi. Bangsa yang memiliki karakter kuat, mampu

menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa

bangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang berkarakter adalah keinginan

kita semua.4

Kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq merupakan kitab karya Syaikh Al-

Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Taisurul Khollaq artinya kitab yang memudahkan

seseorang untuk melaksanakan Akhlaq dan memahami macam-macam Akhlaq

dan sebuah kitab yang ringkas dari bagian ilmu dan Akhlaq. Kitab ini disusun

3
Zurqoni dkk., Membumikan Pendidikan Karakter, (Depok: PT. RajaGrafindo Persada,
Cet. I, 2021), hlm. 4.
4
Kementerian Pendidikan Nasional, Desain Induk
Pendidikan Karakter (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional), 2010 hal, 1.
untuk para santri, pelajar yang mendalami ilmu-ilmu agama dan kitab ini juga

juga metengahkan Akhlaq yang dibutuhkan para santri maupun pelajar.5

Kitab Ta’lim Muta’allim sebagai kitab yang berisi tentang metode belajar,

meletakkan Akhlaq sebagai paradigma dasarnya. Karena itu dipesantren tidak

pernah terjadi unjuk rasa santri kepada Kyai, sedang disekolah non pesantren

terjadinya demo para siswa/mahasiswa kepada pimpinan sekolah/universitasnya

adalah kebiasaan yang mudah ditonton. Logis demikian, karena thoriqoh

ta’allumnya juga berbeda. Para santri akrab dengan ta’dhimul ilmi wa ahlihi,

barakatul ilmi wa ahlihi yang diperkenalkan dalam pesantren, sedangkan non

santri masih asing dengan kata-kata tersebut.6

Kitab Ta’limul Muta’allim merupakan kitab yang menekankan pada aspek

nilai adab, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah dalam pembelajaran.

Kitab ini mengajarkan bahwa, pendidikan bukan hanya transfer ilmu

pengetahuan dan ketrampilan (skiil). Artinya paling penting adalah transfer nilai

adab. Kitab yang popular di pesantren-pesantren di Indonesia ini memaparkan

konsep pendidikan Islam secara utuh. Latar belakang penyusunan kitab Ta’limul

Muta’allim yaitu diawali karena banyaknya para pencari ilmu yang tidak

mendapatkan ilmu atau dia mendapat ilmu tapi tidak mendapat kemanfaatan dari

ilmu tersebut, itu disebabkan karena kurangnya Akhlaq atau etika dalam

mencari ilmu.7

5
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Tt. Taisirul Kholaq Fi ‘Ilmil Akhlaq, Demak -Tt.Terjemah
H.M. Fadlil Sa’id An-Nadwi, (Surabaya: Al-Hidayah, 1997), hlm. 2.
6
Az-zarnuji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Terj. Ali As’ad, (Kudus:
Menara Kudus, 2007), hlm. x.
7
Aliy As’ad, Terjemah Ta’limu Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hlm. iv.
Kitab Ta’lim Muta’allim yang dikarang oleh Syeikh Az-zarnuji. Kitab

Ta’lim Muta’allim sangat populer di setiap pesantren, bahkan seakan menjadi

buku wajib bagi santri. Sedangkan di madrasah luar pesantren, apalagi

disekolah-sekolah negeri, kitab tersebut tidak pernah dikenal, dan baru sebagian

kecil mulai mengenalnya semenjak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Hal ini diperkuat dengan kenyataan adanya perbedaan sikap moral keilmuan

yang dimiliki oleh para alumni pesantren dengan alumni sekolah-sekolah non

pesantren. Sikap keilmuan para alumni pesantren rata-rata lebih moralis

dibandingkan dengan yang non pesantren, dikarenakan keilmuan alumni

pesantren sarat dengan nilai moral spiritual sebagaimana yang diajarkan dalam

Ta’lim Muta’allim.

Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi daripada pendidikan

moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang

salah melainkan menanamkan kebiasan (habituation) tentang yang baik

sehingga siswa didik menjadi paham, mampu merasakan, dan mau melakukan

hal yang baik.8

Secara Umum, karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan

dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang

terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan

norma-norma agama, hokum, tata karma, budaya dan adat istiadat. Karakter

dibangun berlandaskan penghayatan terhadap nilai-nilai tertentu yang dianggap

baik. Misalnya, terkait dengan kehidupan pribadi maupun berbangsa bernegara,


8
Lanny Octavia dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, Cet. I, (Jakarta
Pusat: Rumah Kitab, 2014), hlm. 15.
terdapat nilai-nilai universal Islam seperti toleransi (tasamuh), musyawarah

(syura), gotong royong (ta’awun), kejujuran (amanah) dan lainnya.9

Metode pembelajaran pesantren yang paling mendukung terbentuknya

pendidikan karakter para santri adalah proses pembelajaran yang integral

melalui metode belajar-mengajar (dirasah wa ta’lim), pembiasaan berprilaku

luhur (ta’dib), aktivitas spiritual (riyadhah), serta teladan yang baik (uswah

hasanah) yang dipraktikan atau dicontohkan langsung oleh kiai atau nyai dan

para ustadz. Selain itu, kegiatan santri juga dikontrol melalui ketetapan dalam

peraturan atau tata-tertib.10

Seorang manusia harus disiplin waktunya, sebagaimana diterangkan dalam

QS. An-Nisa ayat 59

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّرُسوَل َو ُأوِلي األْم ِر ِم ْنُك ْم َفِإْن َتَناَز ْع ُتْم ِفي َش ْي ٍء‬

‫ِإَلى ِهَّللا َو الَّرُسوِل ِإْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآلِخ ِر َذ ِلَك َخْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِو يال َفُر ُّد وُه‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, maka kembalikanlah dia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-

Nisa: 59)

9
Ibid, hlm. 11.
10
Lanny Octavia dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, Cet. I, (Jakarta
Pusat: Rumah Kitab, 2014), hlm. 11.
Dalam Ta’lim Muta’allim dikatakan “Sebaik-baiknya ilmu adalah tingkah

laku dan sebaik-baiknya amal adalah menjaga tingkah laku, yakni akhlaq

(menjaga dari kesia-siaan dan kerusakan).

Pengaruh yang tumbuh akibat adanya karakter yang ada di lingkungan

suatu masyarakat dapat dilihat dari segi moral, akhlaq, gaya hidup bahkan

perekonomian masyarakat sekitar pondok pesantren yang jelas berbeda dari

masyarakat yang tidak tinggal berdekatan dengan pondok. Religius atau bersifat

agamis didefiniskan sebagai perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain. Karakter

religius ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk menghadapi perubahan

zaman dan degradasi moral.

Dalam Agama Islam akhlaq menepati kedudukan yang istimewa, hal ini

berdasarkan kaidah bahwa Rasulullah SAW menepatkan penyempurnaan

Akhlaq sebagai misi pokok risalah Islam. Seperti dalam hadits Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

(‫إَّنَم ا ُبِع ْثُت ُألَتِّم َم َم َك اِرَم اَألْخ الِق )رواه بيحق‬

Artinya: “Sesugguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlaq” (Hr.

Baihaqi)11.

Pada dasarnya pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam sister

pendidikan Islam, sebab roh atau inti dari pendidikan Islam adalah pendidikan

karakter yang semula dengan pendidikan akhlaq. Pendidikan Islam sudah ada

11
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, Cet. I, (Jakarta: Amzah, 2002), hlm. 34.
sejak Islam mulai didakwah oleh Nabi Muhammad SAW kepada para

sahabatnya, seiring dengan penyebaran Islam, pendidikan karakter tidak pernah

terabaikan karena Islam yang disebarkan oleh nabi adalah Islam dalam arti yang

utuh, yaitu keutuhan dalam iman, amal shaleh dan akhlaq mulia. Kemudian

konsep pendidikan karakter sudah banyak dirumuskan oleh para tokoh

pendidikan dalam Islam yang telah mereka tulis dan rumuskan dalam karyanya

yang sering kita dengar dengan istilah kitab kuning, yang menjadi pedoman di

dalam pondok pesantren dan menjadi tradisi yang melekat pada pesantren.12

Krisis karakter yang semakin meningkat ini akan berpengaruh pada karakter

para generasi muda dimasa yang akan datang ketika mereka sudah menjadi

generasi penerus bangsa. Karena merekalah yang nantinya dapat menentukan

hancur atau utuhnya bangsa Indonesia. Sebagaimana Asy-Syauqani dalam

syairnya berkata “Suatu bangsa itu tetap hidup selama akhlaqnya tetap baik. Bila

akhlaq mereka sudah rusak, maka sirnalah bangsa itu”.13

Karena Indonesia saat ini kriris karakter, pendidikan karakter menjadi

sangat penting untuk dipelajari dan ditanamkan sejak dini ataupun ketika masih

sekolah. Dengan pendidikan karakter diharapkan dapat menciptakan manusia

yang unggul dan berjiwa kepemimpinan yakni menyiapkan sosok yang akan

ditiru dan di contoh keteladanannya bagi rakyat yang akan dipimpinnya kelak.

Apabila peserta didik di abaikan karakternya maka semakin dekat kegagalan di

negara ini. Karena kita ketahui bahwa semakin maraknya para koruptor di
12
Amien Hoedari, dkk, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004), hlm. 148.
13
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h. 104.
negara ini. Ini merupakan contoh betapa krisinya karakter di negara ini. Untuk

itu, pendidikan karakter haruslah ditanamkan sejak dini agar tidak terjadi lagi

dikemudian hari suatu hal yang sama.

Selanjutnya pada kasus remaja yang notabenya adalah sebagai status pelajar

yang juga semakin memprihatinkan dengan banyaknya penyimpangan akhlaq

seperti masalah narkoba, hubungan seksual pranikah, aborsi, perkelahian,

tawuran, dan kekerasan. Lebih parahnya lagi yaitu akibat dari kenakalan remaja

tersebut adalah banyaknya para korban yang luka-luka dan bahkan jiwa pun ikut

melayang. Berdasarkan fakta di Kalimantan Timur yaitu Samarinda akibat

kekerasan remaja pada tahun 2010 sampai pada 2012 telah terjadi 1418 kasus

yang diakibatkan oleh remaja.14

Fenomena inilah yang membuat dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat

menahan kemerosotan karakter yang terjadi. Ini merupakan akibat dari titik

berat pendidikan yang masih lebih banyak pada masalah kognitif saja. Penentu

kelulusan pun masih lebih banyak pada prestasi akademik dan kurang

memperhitungkan Akhlaq dan budi pekerti siswa. Bahkan jika dilihat dari sudut

global, munculnya banyak masalah yang mendera bangsa Indonesia adalah

akibat rendahnya moral dan karakter para pelaku kebijakan yang juga diikuti

oleh rendahnya etos kerja masyarakat. Sederhananya solusi yang tepat adalah

menerapkan pendidikan yang berlandaskan karakter.15

14
Agus Setiawan, Jurnal Dinamika Ilmu Prinsip Pendidikan Karakter Dalam Islam
(Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Burhanuddin Az-zarnuji), Vol. 14, No. 1, hlm. 7.
15
Ibid
Atas dasar inilah, pendidikan di Indonesia perlu di rekonstruksi ulang agar

dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan siap menghadapi

tantangan serta memiliki karakter yang mulia, yakni memiliki kepandaian

sekaligus kecerdasan, kreativitas tinggi, sopan santun dalam berkomunikasi,

kedisiplinan dan kejujuran, serta memiliki tanggung jawab yang tinggi.

Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban misi character

building atau pembentukan karakter sehingga para peserta didik dan para lulusan

lembaga pendidikan dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan dengan

baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulia. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskan oleh Manullang yang dikutip oleh Marzuki bahwa

tujuan akhir dari pendidikan adalah karakter, sehingga seluruh aktivitas

pendidikan semestinya bermuara kepada pembentukan karakter16.

Di Indonesia, penyelenggaraan pendidikan karakter sangat mendesak.

Menggambarkan keadaan masyarakat di Indonesia, bahkan keadaan pendidikan

di dunia, merupakan arus utama penyelenggaraan pendidikan kepribadian di

Indonesia. Memperhatikan perkelahian antara pelajar dan bentuk kenakalan

remaja lainnya terutama di kota-kota besar, pemerasan atau kekerasan

(bullying), kecenderungan dominasi lansia, wayang golek, penyalahgunaan

narkoba, pendidikan karakter di Indonesia sangat membutuhkan pembangunan,

dan lain-lain. Bahkan yang paling mengkhawatirkan adalah dibanyak sekolah,

keinginan untuk membangun integritas anak melalui kantin yang jujur telah

gagal, banyak di antaranya yang bangkrut akibat sikap jujur terhadap anak.

16
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 4.
Sementara itu, data "Narkotika Nasional" menunjukkan ada 3,6 juta pengguna

narkoba di Indonesia.

Karakter adalah sesuatu yang sangat penting, berkaitan dengan bisa

tidaknya mendapat cahaya pengetahuan dari Tuhan. Jika seseorang sering

melakukan maksiat, maka ia tidak akan bisa menerima cahaya dari Tuhan,

sebaliknya jika seseorang mempunyai akhlaq yang baik, ia akan mudah

menerima cahaya pengetahuan.

Dalam dua kitab ini dikupas metode pendidikan akhlaq yang telah

diterapkan di pesantren. Metode tersebut berasal dari kitab Ta’lim Muta’allim

dan Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq yang menjadi acuan dasar pendidikan

Akhlaq atau karakter di pesantren-pesantren.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pembelajaran tersebut dengan judul skripsi Pendidikan Karakter

Dalam Perspektif Kitab Ta’lim Muta’allim dan Kitab Taisirul Khollaq Fi

Ilmil Akhlaq.

A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam

Kitab Ta’lim Muta’allim dan Kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq

2. Bagaimana Implementasi pendidikan karakter di dalam Kitab

Ta’lim Muta’allim dan Kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq?

B. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter di dalam Kitab

Ta’lim Muta’allim dan Kitab Taisirul Khollaq Fil Ilmil Akhlaq.

2. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter dalam kitab

Ta’limul Muta’allim dan Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq.

C. Kegunaan penelitian

Bertitik tolak pada tujuan di atas diharapkan hasil penelitian ini memiliki

kegunaan sebagai berikut:

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi

dalam upaya pengembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan

Islam pada khususnya.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para

guru pendidikan agama Islam

D. Tinjauan Pustaka

Sebelum mengadakan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan

tinjauan pustaka untuk mengetahui apakah penelitian di bidang yang sama sudah

dilakukan penelitian atau belum, sekaligus untuk menghindari plagiasi ataupun

penjiplakan dalam penelitian ini. Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka,

dalam hal ini penulis menemukan beberapa judul skripsi yang fokus bahasannya

mengarah pada penelitian yang akan penulis teliti yakni kitab Ta’lim Muta’allim

dan Kitab Taisirul Khollaq Fil Ilmil Akhlaq, dintaranya sebagai berikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh saudara Fatwa Tajudin yang

berjudul “Pendidikan Anak Dalam Pembentukan Kepribadian Perspektif

Psikologi dan Islam” dari prodi PAI di IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2012.
Pada skripsi tersebut membahas mengenai tujuan pendidikan yang amat

mengutamakan terbentuknya peserta didik yang memiliki kepribadian baik

menurut pandangan Islam dibuktikan dengan memunculkan pengulangan tujuan

suatu pendidikan pendidikan itu sendiri dan materi-materi yang dapat menjadi

sumber pengetahuan. Persamaan dengan penelitian ini adalah samasama

membahas mengenai pendidikan karakter. Perbedaan dengan penelitian ini

terletak pada sumber referensi yang digunakan17.

Kedua, Penelitian yang dilakukan oleh saudari Dewi Rohmawati yang

berjudul “Akhlaq Pendidik Dan Peserta didik Dalam Kitab Taisirul Kholaq

Karya Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi” dari IAIN Salatiga tahun 2017. Pada

penelitian tersebut membahas mengenaideskripsi pentingnya akhlaq yang harus

dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik dalam rangka mencapai

keberhasilan dalam dunia pendidikan dan menganalisis akhlaq-akhlaq seorang

pendidik dan peserta didik yang terdapat dalam kitab Taisirul Kholaq. Kajian

yang dibahas terkait informasi bagaimana sebaiknya akhlaq pendidik peserta

didik yang baik menurut kitab Taisriul Kholaq dan relevansi akhlaq seorang

pendidik dan peserta didik yang terkandung dalam kitab Taisirul Kholaq.

Persamaan dengan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

pembahasan karakter pendidik dan peserta didik dalam kitab Taisirul Kholaq

karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Perbedaannya yaaitu terletak pada posisi cara

mengimplementasikannya18.

17
Fatwa Tajudin, Pendidikan Anak Dalam Pembentukan Kepribadian Perspektif
Psikologi dan Islam” Skripsi, prodi PAI di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2012, hlm. 13.
18
Dewi Rohmawati, “Akhlaq Pendidik Dan Peserta didik Dalam Kitab Taisirul Kholaq
Karya Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi” Skripsi, IAIN Salatiga, 2017, hlm. 18.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh saudari Tri Ardila yang berjudul

“Pengaruh Pendidikan Keluarga Terhadap Pembentukan Karakter Anak di

Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Way Halim Bandar Lampung” dari prodi

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung tahun 2016.

Pada penelitian tersebut membahas mengenai peningkatan perhatian pada anak

yang dapat berupa pemberian dorongan atau semangat dan motivasi pada anak-

anak, orang tua harus lebih terbuka dan bekerja sama dengan keluarga,

lingkungan, maupun sekolah untuk memantau perkembangan kemajuan anak.

Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti terkait

pembentukan karakter. Perbedaannya adalah terletak pada referensi acuan

sumber utama yang digunakan dan tempat yang di teliti19.

E. KAJIAN TEORITIS

Pendidikan berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan - akhiran,

yang maknanya sifat dari perbuatan membina atau melatih atau mengajar dan

mendidik itu sendiri. Oleh karena itu pendidikan merupakan pembinaan,

pelatihan, pengajaran, dan emua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia

untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilanya. Pendidikan secara

terminologis dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan,

pencerdasan pelatihan yang ditunjukan kepada semua anak didik secara formal

maupun nonformal dengan tujuan membentuk anak didik yang cerdas,

berkepribadian, memiliki keterampilan, atau keahlian tertentu sebagai bekal

19
Tri Ardila, “Pengaruh Pendidikan Keluarga Terhadap Pembentukan Karakter Anak
Di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Way Halim Bandar Lampung”, Skripsi, Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, 2016, hlm. 15.
dalam kehidupanya di masyarakat20. Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan

perbuatan (hal, cara, dan sebagainya), mendidik, dan berarti pula pengetahuan

tentang mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan,

batin dan sebagainya21. Dalam bahasa Arab istilah pendidikan digunakan untuk

berbagai pengertian, antara lain tarbîyah, tahdzîb, ta’lîm, ta'dîb, siyâsat,

mawâ’izh,'ada ta'awwudz dan tadrîb.

Secara bahasa kata pendidikan berasal dari istilah dalam bahasa Yunani kata

yaitu paedagogie. Kata paedagogi terdiri dari dua kata “paid” bermakna anak

dan “ogogos” yang berarti membina atau membimbing. Apa yang dipraktikan

dalam pendidikan selama ini adalah konsep pedagogi, yaitu secara harfiah adalah

seni membimbing anak22.

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Latin “educore” yang dapat diartikan

to lead forth atau pembimbingan berkelanjutan (Suhartono, 2006:77). Esensi

dari pendidikan adalah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan,

teknologi, ide-ide, dan nilai-nilai spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih

muda dalam setiap masyarakat atau bangsa23.

Istilah karakter berasal dari Bahasa Inggris character yang menurut John

M. Echols dan Hassan Shadily memiliki tiga arti, yaitu: (1) watak, karakter,

sifat, misalnya “dia berwatak baik”; (2) peran, hal ini biasa digunakan dalam
20
Hasan basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Pustaka setia, 2009),
Cet 1, h. 53
21
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),
Cet. 9, hlm. 333.
22
M.Sukarjo dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 7-8.
23
Dr. Arif Muzayin Shofwan, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Bandung,
Manggu Makmur Tanjung Lestari, 2021), hlm. 1.
permainan sandiwara, film dan sejenisnya; dan (3) huruf, misalnya “sebuah

artikel terdiri dari 6000 karakter”24.

Karakter itu sama dengan Akhlaq dalam pandangan Islam, Akhlaq dalam

pandangan Islam ialah kepribadian.25 Kepribadian itu komponennya tiga yaitu

tahu (pengetahuan), sikap dan perilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian

utuh ialah bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama dengan perilaku.

Pendidikan karakter adalah suatu pendidikan yang digunakan untuk

menanamkan dan mengembangkan karakter peserta didik sehingga mereka

memiliki karakter yang luhur kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-

hari baik di rumah, pesantren, sekolah dan masyarakat.26

Pendidikan karakter menjadi kunci sangat penting di dalam membentuk

kepribadian manusia. Selain di rumah, pendidikan karakter juga perlu diterapkan

di sekolah dan lingkungan sosial. Pada hakikatnya, pendidikan memiliki tujuan

untuk membantu manusia menjadi cerdas dan tumbuh menjadi insan yang

baik.27

Perspektif menurut arti adalah cara pandang suatu masalah yang terjadi.

Sedangkan pendidikan adalah suatu usaha yang terencana dan sarana untuk

mewujudkan suasana belajar guna meningkatkan kualitas potensi diri manusia

24
Dr. Arif Muzayin Shofwan, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Bandung,
Manggu Makmur Tanjung Lestari, 2021), hlm. 1
25
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, (Bandung,
PT. Remaja Rosdakarya, Cet, I, 2011), hlm. Iv.
26
Dr. Arif Muzayin Shofwan, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Bandung,
Manggu Makmur Tanjung Lestari, 2021), hlm. 5.
27
Zurqoni dkk., Membumikan Pendidikan Karakter, (Depok: PT. RajaGrafindo
Persada, Cet. I, 2021), hlm. 9.
di masa yang akan datang. Jadi dapat disimpulkan bahwa perspektif pendidikan

adalah suatu konsep yang dilihat dari sudut proses bahwa pendidikan adalah

proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan

diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan yang akan menimbulkan

perubahan pada dirinya, sehingga berfungsi sesuai kompetensinya dalam

kehidupan bermasyarakat.28

F. Metode Penelitian.

Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang digunakan dalam

mencari, menggali, mengolah, dan membahas data dalam suatu penelitian untuk

memperoleh kembali pemecahan terhadap permasalahan29. Kemudian untuk

lebih memudahkan metode penelitian ini, penyusun menggunakan sistematika

sebagai berikut:

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian.

 Jenis Penelitian.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)

yang bersifat kualitatif. Penelitian kepustakaan adalah teknik penelitian yang

mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam materi yang

dalam kepustakaan.30 Library research yaitu suatu cara kerja yang bermanfaat

untuk mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen tertentu atau berupa

literatur lain yang dikemukakan oleh para ilmuan terdahulu dan ilmuan dimasa

28
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm. 76.
29
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1994), hlm. 2.
30
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1994), hlm. 109.
sekarang. Metode ini digunakan untuk meneliti tentang nilai nilai pendidikan

akhlaq dalam kitab Ta’lim Muta’allim dan kitab Taisirul Khollaq Fil Ilmil

Akhlaq ditunjang dengan sumber tertulis lain seperti buku, majalah, jurnal, dan

lain-lain.

 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofi.

Pendekatan filosofis digunakan untuk mengkaji secara mendalam tentang nilai-

nilai pendidikan akhlaq dalam kitab Ta’lim Muta’allim dan kitab Taisirul

Khollaq Fil Ilmil Akhlaq. Selain itu pemecahan masalah tersebut diselidiki

secara rasional dengan melalui perenungan dan penalaran yang terarah,

mendalami dan mendasarkan tentang hakekat sesuatu yang ada dengan

menggunakan pola berfikir filsafat maupun dalam bentuk analisis sistematik

dengan memperhatikan hukum-hukum berfikir logika31.

2. Sumber Data Penelitian

Data berarti keterangan-keterangan suatu fakta. 32 Karena penelitian ini

tergolong penelitian kepustakaan yang bersifat kualitatif maka objek material

penelitian ini adalah kepustakaan dari kitab Ta’lim Muta’allim dan lebih

fokusnya ke terjemah kitab Ta’lim Muta’allim maupun dokumen-dokumen lain

yang berkaitan dengan nilai pendidikan Akhlaq yang ada pada kitab tersebut dan

31
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada Univer
Press, 1998), hlm. 62.
32
Talizuduhu Ndraha, Reseach: Teori, Metodologi II (Jakarta: Bina Aksara, 1981), hlm.
76.
buku-buku lain yang mendukung penelitian ini. Sumber data dalam penelitian

ini akan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Data primer, yaitu sumber data langsung yang dikaitkan dengan obyek

penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Ta’limul

Muta’allim dan kitab Taisirul Khollaq Fil Ilmil Akhlaq.

b. Data sekunder, yaitu sumber data yang mendukung serta melengkapi

sumber-sumber dari data primer. Misalnya kitab-kitab, buku-buku dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan kitab Ta’lim Muta’allim dan kitab Taisirul

Khollaq Fil Ilmil Akhlaq, pendidikan keluarga, pendidikan akhlaq, maupun

pemikiran-pemikiran mereka sendiri yang membahas masalah yang terkait

dengan penelitian ini. Sehingga hal ini dapat membantu memecahkan

permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini. Metode yang digunakan dalam

pengumpulan data-data tersebut adalah dengan metode dokumentasi, yaitu

mencari data atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, dan sebagainya.33

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dalam pengumpulan

datanya banyak diperoleh melalui pengumpulan data-data yang terdapat dari

berbagai literer. Literatur yang diteliti tidak terbatas pada buku-buku atau kitab

saja, melainkan juga diperoleh melalui bahan-bahan studi dokumentasi, majalah,

33
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1993), hlm. 202.
jurnal dan lain-lain.34 Karena merupakan studi pustaka, maka pengumpulan

datanya merupakan telaah dan kajiankajian terhadap pustaka yang berupa data

verbal dalam bentuk kata dan bukan angka. Sehingga pembahasan dalam

penelitian ini dengan cara mengedit, mereduksi, menyajikan dan selanjutnya

menganalisis.

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah penganalisaan terhadap data-data yang telah

diperoleh dari hasil penelitian.35 Dalam penelitian ini data yang diperoleh berupa

data deskriptif. Oleh karena itu, lebih tepat jika dianalisa menurut dan sesuai

dengan isinya saja yang disebut dengan content analysis atau biasa disebut

dengan analisis isi. Analisis isi adalah sesuatu teknik penelitian untuk membuat

rumusan kesimpulan-kesimpulan dengan mengidentifikasikan karakteristik

spesifik akan pesan-pesan dari suatu teks secara sistematik dan objektif. Analisis

ini dipakai, guna mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan

keadaan penulis dan masyarakatnya pada saat buku tersebut ditulis. Karena

keadaan dan situasi tersebut, sangat mempengaruhi corak pemikiran dan inti

pesan yang disampaikan oleh subjek.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka pembahasan dalam

laporan penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab yang masing-masing

34
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin,
2002), hlm. 45.
35
Anas Sudjono, Teknik Evaluasi Pendidikan Suatu Pengantar, (Yogyakarta: UD
Rama, 1996), hlm.30.
bab terdiri dari subjek-subjek bab yang saling berkaitan. Sistematika dalam

skripsi ini adalah:

Bab Pertama berisi pendahuluan, pada bab ini diberikan penjelasan secara

umum dan gambaran tentang isi skripsi ini. Sedang penyusunannya terdiri dari

latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, sistematika pembahasan. Bab pertama ini dimaksud untuk

memudahkan dalam memaparkan data.

Bab Kedua membahas mengenai pengertian pendidikan, karakter dan

pendidikan karakter, tujuan, fungsi, prinsip, dasar-dasar pendidikan karakter.

Bab Ketiga berisi tentang gambaran kitab Ta’lim Muta’allim, kitab

Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq dan Pengarang dari kitab-Nya.

Bab Keempat berisi tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam kitab

Ta’lim Muta’allim, kitab Taisirul Khollaq dan Implementasi pendidikan

karakter dari dua kitab tersebut.

Bab Kelima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran.

Kesimpulan disini yaitu menguraikan secara singkat hasil penelitian sesuai

dengan apa yang tertulis dalam rumusan masalah. berfungsi mempermudah para

pembaca dalam mengambil inti dalam skripsi ini dan berisi kesimpulan dan

saran.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan dalam literatur pendidikan Islam mempunyai banyak istilah.

Beberapa istilah yang sering digunakan adalah rabba-yurabbi (mendidik),

allama-yu’allimu (memberi ilmu), addaba-yu`addibu (memberikan teladan

dalam akhlaq), dan darrasa-yudarrisu (memberikan pengetahuan).36

Pendidikan berasal dari kata didik dan didikan. Didik berarti memelihara

dan memberikan latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenal akhlaq dan

kecerdasan pikiran. Sementara itu didikan adalah hasil dari mendidik.

Pendidikan secara bahasa dapat diartikan sebagai proses mengubah sikap dan

perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mendewasakan manusia

melalui pengajaran, pelatihan dan bimbingan. Pendidikan juga bisa berarti

proses pendidikan, metode dan tindakan.37

Secara istilah, dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai

upaya sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

36
Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadiri, Pendidikan Karakter
(Mengembangkan Karakter Anak yang Islami, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), hlm. 8.
37
Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002),
hal. 263.
kepribadian, bakat, dan Akhlaq yang mulia. Fashion dan diri mereka sendiri,

masyarakat, negara dan negara.38

Dari pengertian pendidikan tersebut, pendidikan setidaknya memiliki dua

fungsi. Salah satunya adalah fungsi progresif. Dalam fungsi ini, kegiatan

pendidikan dapat memberikan jejak pengetahuan dan perkembangan,

menanamkan nilai dan memberikan keterampilan untuk memprediksi masa

depan, sehingga generasi penerus bangsa mampu dan siap menghadapi

tantangan saat ini dan masa depan. Kedua, fungsi konservatif. Fungsi

pendidikan konservatif adalah bagaimana mewariskan dan memelihara cita-cita

sosial dan budaya kepada generasi penerus.39

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,

dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang

berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk

mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai

lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang.40

Pendidikan menurut Azyumardi Azra merupakan suatu proses penyiapan

generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi kehidupan dan

memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Bahkan menurut

beliau pendidikan sebagai suatu proses transfer ilmu, transfer nilai dan

pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.41 Maka,


38
Anwar Arifin, Memahami Pradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-
Undang Sisdiknas, (Jakarta: Depag RI, 2003), hlm. 34
39
Ahmad Janan Asifudin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam: Sebuah Tinjauan
Filosofis, (Yogyakarta: UIN Suka Press, 2010), hlm. 12.
40
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014,
hlm. 11.
41
AH. Choiron, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Psikologi Islam, Idea Pers,
Yogyakarta, 2010, hlm. 2.
banyak ahli membahas definisi pendidikan, tetapi dalam pembahasannya

mengalami kesulitan karena antara satu definisi dengan definisi yang lain sering

terjadi perbedaan.

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tak

pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda

mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa dianggap

sebagai proses yang terjadi secara tidak sengaja atau berjalan secara alamiyah.

Dalam hal ini, pendidikan bukanlah proses yang diorganisasi secara teratur,

terencana, dan menggunakan metode-metode yang dipelajari secara berdasarkan

aturanaturan yang telah disepakati mekanisme penyenggaraannya oleh suatu

komunitas masyarakat (negara), melainkan lebih merupakan bagian dari

kehidupan yang telah berjalan sejak manusia itu ada. Kedua, pendidikan bisa

dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja, direncanakan, didesain, dan

diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku terutama perundang-undangan

yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.42

B. Pengertian Karakter

Istilah karakter sudah tidak asing lagi di dengar dikalangan masyarakat.

Karakter dapat diartikan dengan akhlaq, tingkah laku, budi pekerti. Dalam

Islam, istilah karakter dikenal dengan akhlaq yang sama-sama bermakna atau

membahas tentang tingkah laku yang ada pada diri manusia.

Kata karakter diambil dari bahasa Yunani kharakter yang berakar dari diksi

“kharassein” yang berarti memahat atau mengukir. Sedangkan dalam bahasa

42
Fatchul Muìn, Pendidikan Karakter Kontruksi Teoritik & Praktik, (Yogayakarta:
ArRuzz Media, 2020), hlm. 287-288.
Latin karakter bermakna membedakan tanda. Dalam bahasa Indonesia, karakter

dapat diartikan sebagai sifat-sifat, kejiwaan/tabiat/watak.43

Suyanto mendefinisikan karakter sebagai cara berfikir dan berperilaku yang

menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam

lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter

baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung

jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Menurut Simon Philips, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju

pada suatu system yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang

ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema, memahami bahwa karakter sama

dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik, atau

gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

yang diterima dari lingkungan misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan

sejak lahir.44

Tabiat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu perangai

yang terdapat pada diri manusia dan tingkah laku yang selalu dilakukan 45. Jadi

dapat disimpulkan tabiat merupakan bawaan yang ada pada diri seseorang. Hal

ini senada dengan fitrah yang berarti suci atau Islam, yakni Allah telah

menciptakan manusia dalam keadaan fitrah.

Yang dimaksud dengan Fitrah Allah adalah bahwa manusia diciptakan

Allah memiliki nilai beragama, yaitu agama tauhid. Jika mereka tidak beragama
43
Sri Narwanti, (2011), Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk
Karakter Dalam Mata Pelajaran, Yogyakarta: Familia, hlm. 1.
44
Dani Koesoema A, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Grasindo, Jakarta,
2010, hlm. 80.
45
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, hlm. 65.
tauhid itu karena pengaruh lingkungannya, disini peranan pembiasaan,

pengajaran dan pendidikan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang

mempengaruhi anak dalam menemukan tauhid yang murni, keutamaan budi

pekerti, spiritual, dan etika agama yang lurus.46

Dengan akal, manusia juga mampu memilih dan memilah akidah dan

agama yang benar. Akidah yang batil akan dengan mudah diketahui dan

dibantah oleh akal manusia. Sebaliknya, akidah yang haq dan yang pasti tak

terbantahkan. Oleh karena itu, secara jelas manusia membutuhkan akidah dan

agama yang pasti sekaligus memuaskan akal. Agama Islam lah, agama yang

satu-satunya yang dapat memenuhi keingintahuan naluri beragama manusia.

Dengan demikian, Islam benar-benar dengan fitrah dan tabiat manusia.

Konsep fitrah dalam hubungannya dengan pendidikan karakter yaitu

mengacu pada perubahan tingkah laku, sikap kepribadian setelah seseorang

mengalami proses pendidikan. Dalam hal ini, faktor pendidikan yang baik akan

menentukan dan menjadikan seseorang tersebut tumbuh dengan sebagaimana

semestinya. Karena fitrahnya manusia adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah

Swt.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tabiat merupakan

tingkah laku diri manusia yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya

dan bersifat menetap dan untuk mengabdi kepada Allah haruslah struktur

jasmani dan rohaninya bisa dipakai untuk mengabdi kepada Allah. Rohani dan

jasmani yang baik pasti cocok dan pas dipakai untk beribadah. Sebaliknya, jika

46
Jamal AR, (2008), Mendidik Anak Menurut Rasulullah Usia 0-3 Tahun, Semarang:
Pustaka Nuun, hlm. 23.
jasmani dan rohani sering dipakai berbuat maksiat atau tidak berkarakter yang

baik pasti tidak nyaman, karena akan dijauhi oleh manusia bahkan Allah pun

akan menjauh karena seseorang tersebut sering melakukan maksiat dan

dipastikan akan ceopat rusak dan celaka. Untuk itu fitrah sangat penting dalam

identitas seseorang.

Sedangkan kata watak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

dengan sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah

laku.47 Karakter juga merupakan sifat pribadi yang relatif stabil pada diri

individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai

dan norma yang tinggi.48 Maksudnya, karakter itu dapat menjadi tolak ukur bagi

penampilan bagi manusia, apabila karakter seseorang itu baik maka akan dii

nilai dan norma yang tinggi, begitupun sebaliknya.

Menurut Haidar Daulay dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan

Karakter” mengatakan bahwa karakter adalah nilai-nilai kepribadian seseorang

yang telah melekat pada dirinya sebagai hasil dari pendidikan. Nilai-nilai

tersebut diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 49 Maksudnya ialah, pada

dasarnya setiap orang itu mempunyai potensi dan karakter yang baik yang ia

bawa dari ia dilahirkan. Seperti hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa

setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci).

C. Pengertian Pendidikan Karakter

Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an.

Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis


47
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 95.
48
Prayitno, Pendidikan Karakter, Jakarta: Grasindo,2011, hlm. 47.
49
Haidar Daulay, dkk, Pendidikan Karakter, Medan: Mashaji, 2016, hlm. 13-14.
buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul

bukunya, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and

Responsibility.50 Dalam Islam, pendidikan karakter telah dijelaskan terlebih

dahulu. Hanya saja pendidikan karakter dalam Islam disebut dengan pendidikan

Akhlaq.

Dalam karakter diri Rasulullah terdapat nilai-nilai Akhlaq yang mulia dan

agung. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.s Al-Ahzab ayat 21:

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْي َر ُسْو ِل هللا ُاْس َو ٌة َحَس َنٌة ِّلَم ْن َك اَن َيْر ُجوا َهللا َو اْلَيْو َم ااْل ِخَر َو َذ َك َر َهللا‬

ۗ‫َك ِثْيًرا‬

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.51

Karakter atau akhlaq memiliki peran penting pada saat ini, karena pada saat

ini kita telah menghadapi dan merasakan fenomena krisis moral. Untuk itu,

pendidikan karakter hendaklah dimulai dari diri sendiri sehingga karakter yang

baik timbul dari diri sendiri maka akan menyebar ke individu yang lainnya,

kemudian setelah jumlah individu yang tercerahkan secara banyak maka dengan

sendirinya karakter yang baik akan mewarnai masyarakat. Pendidikan karakter

selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga yang harus dilakukan dari

sejak kecil sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

50
Thomas Lickona, (1991), Educating for Character: How Our School Can Teach
Respect and Responsibility, (New York, Toronto, London, Sydney), Aucland: Bantam Books,
hal. 51.
51
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, hlm. 321.
Zubaedi (2011:17) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya

penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap dan

pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur yang

menjadi jati dirinya serta diwujudkan dalam interaksi dengan Tuhan, diri sendiri,

masyarakat, dan lingkungan.52

Sementara itu, Salahudin dan Alkrienciechie (2013:43) memaknai

pendidikan karakter sebagai pendidikan moral atau budi pekerti yang dapat

digunakan untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk berperilaku

baik dalam kehidupan sehari-hari.

Dari makna pendidikan karakter itu juga, setidaknya ada beberapa pakar

yang mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut53:

1. Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta

didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang ber-karakter dalam dimensi

hati, pikir, raga, rasa, dan karsa (Samani dan Hariyanto, 2013:45, Zusnani,

2012:155).

2. Pendidikan karakter adalah suatu pendidikan yang digunakan untuk

menanamkan dan mengembangkan karakter peserta didik sehingga mereka

memiliki karakter yang luhur kemudian menerapkan dalam kehidupan

sehari-hari baik di rumah, sekolah, dan masyarakat (Wibowo, 2013:40).

3. Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang dilakukan secara individu

dan sosial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan

kebebasan individu itu sendiri (Koesoema, 2010:194).


52
Dr. Arif Muzayin Shofwan, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Bandung,
Manggu Makmur Tanjung Lestari, 2021), hlm. 5.
53
Ibid
Rozi dan Mulyasa menyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah

mendorong peserta didik agar mampu secara mandiri meningkatkan dan

menggunakan pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasikan serta

mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlaq mulia sehingga terwujud

dalam perilaku sehari-hari.

Sedangkan Menurut Susilo Bambang Yudhoyono dalam buku karangan Sri

Narwanti yang berjudul Pendidikan Karakter Pengintegrasian Nilai Pembentuk

Karakter dalam Mata Pelajaran mengatakan ada lima dasar yang menjadi tujuan

Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. Gerakan tersebut diharapkan

menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang Ilmu Pengetahuan

dan teknologi. Kelima hal dasar tersebut adalah:54

1. Manusia Indonesia harus bermoral, berAkhlaq dan berprilaku baik. Oleh

karena itu, masyarakat diimbau menjadi masyarakat religius yang anti

kekerasan.

2. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional.

Berpengetahuan dan memiliki daya nalar tinggi.

3. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang Inovatif dan mengejar kemajuan

serta bekerja keras mengubah keadaan.

4. Harus bisa memperkuat semangat. Seberat apa pun masalah yang

dihadapi jawabannya selalu ada.

5. Manusia Indonesia harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa

dan negara serta tanah airnya.

54
Sri Narwanti, Op.Cit, hlm. 16.
Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan dapat menciptakan manusia

berprilaku positif baik itu untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Kemudian

tujuan pendidikan karakter ini menciptakan manusia yang bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, bersikap harmonis terhadap orang lain maupun untuk

dirinya sendiri sebagaimana yang terdapat pada nilai pendidikan karakter yakni

salah satunya bersifat religus dan bertanggung jawab.

Definisi pendidikan karakter yang lebih lengkap dikemukakan oleh Thomas

Lickona sebagai pencetusnya. Menurut Lickona, pendidikan karakter adalah

sebuah upaya yang disengaja untuk mengembangkan kebajikan yaitu sifat utama

manusia yang baik bagi dirinya sendiri juga baik untuk lingkungannya.

Kebajikan itu tidak datang secara tiba-tiba, tapi memerlukan usaha yang giat dan

kuat. Dalam prosesnya, pendidikan karakter merupakan upaya membentuk atau

mengukir kepribadian manusia melalui proses mengetauhi proses kebaikan

(knowing the good), mencintai kebaikan (laving the good), dan melakukan

kebaikan (acting the good) yaitu proses pendidikan yang melibatkan tiga ranah

yaitu pengetauhan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling/moral

loving), dan tindakan moral (moral acting/moral doing), sehingga perbuatan

mulia bisa terukir menjadi habit of mind, heart, and hands. Tanpa melibatkan

ketiga ranah tersebut pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif.55

D. Tujuan Pendidikan Karakter

Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah

untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam,

55
Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis keluarga, Ar-Ruzz Media,
Jogjakarta, 2016, hlm. 43.
Rasulullah Menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah

untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character).56

Berikutnya, ribuan tahun setelah itu, rumusan tujuan utama pendidikan

tetap pada wilayah serupa, yakni pembentukan karakter kepribadian manusia

yang baik. Tokoh pendidikan barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona,

Brooks, dan Goble seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan

Socrates dan Muhammad Saw. Bahwa moral, Akhlaq atau karakter adalah

tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan.

Tujuan dari pendidikan karakter adalah membentuk bangsa yang tangguh,

kompetitif, berAkhlaq mulia, bermoral, toleran, berjiwa patriotik, berkembang

dinamis, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi serta dijiwai iman

dan takwa kepada Tuhan berdasarkan Pancasila.

Begitu juga dengan Marthin Luther King menyetuji pemikiran tersebut

dengan mengatakan, “Intellegence plus character, that is the true aim of

education”. Kecerdasan ditambah karakter, itulah tujuan yang benar dari

pendidikan.

Pakar pendidikan Indonesia, Fuad Hasan, dengan tesis pendidikan yakni

pembudayaan, juga ingin menyampaikan hal yang sama dengan tokoh-tokoh

pendidikan diatas. Menurutnya, pendidikan bermuara pada pengalihan nilai-nilai

budaya dan norma-norma sosial, sementara Mardiatmadja menyebut pendidikan

karakter sebagai ruh pendidikan dalam memanusiakan manusia.57

56
Abdul Majid, S.Ag dan Dian Andayani, S.Pd, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
(Bandung, PT Remaja Rosdakarta, 2011), hlm. 30.
57
Dr. Arif Muzayin Shofwan, Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren, (Bandung,
Manggu Makmur Tanjung Lestari, 2021), hlm. 6.
Jadi, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta

didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,

pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,

yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

keputuusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan

itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat

pula dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik

mengenali, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik

berperilaku sebagai insan kamil. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai

sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang

meliputi komponen pengetauhan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia

insan kamil.

Adapun tujuan Pendidikan Karakter secara terperinci memiliki lima tujuan.

Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. Kedua,

mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan

dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketiga,

menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai

generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik

menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima,


mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa

kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).58

E. Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Cahyo dalam buku karangan Rohinah M. Noor yang berjudul

Mengembangkan Karakter Anak Secara Efektif di Sekolah dan di Rumah

mengatakan kegunaan pendidikan karakter yang berbasiskan pada

pengembangan karakter anak antara lain:59

1) Anak memahami susunan pendidikan budi pekerti dalam lingkup etika

bagi pengembangan dirinya dalam bidang ilmu pengetahuan.

2) Anak memiliki landasan budi pekerti luhur bagi pola perilaku sehari-hari

yang didasari hak dan kewajiban sebagai warga negara.

3) Anak dapat mencari dan memperoleh informasi tentang budi pekerti,

mengolahnya dan mengambil keputusan dalam menghadapi masalah nyata di

masyarakat.

4) Anak dapat berkomunikasi dan bekerja sam dengan orang lain untuk

mengembangkan nilai moral. Diantara fungsi pendidikan budaya dan karakter

bangsa adalah:

a) Pengembangan: pengembangan potensi pesrta didik untuk menjadi

pribadi berperilaku baik ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan

prilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.

58
Zubaedi, Op.Cit, hlm. 17.
59
Rohinah M. Noor, Op.Cit, hal. 41
b) Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung

jawab dalam penegembangan potensi peserta didik yang telah bermartabat.

c) Penyaring: untuk menyaring budaya bnsa sendiri dan budaya bangsa

lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang

bermartabat.

Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama. Pertama, fungsi

pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter berfungsi

membentuk dan mengenbangkan potensi peserta didik agar berperilaku baik,

berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.

Kedua, fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi

memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat,

dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam

pengembangan potensi warga negara dan pembangunan banga menuju bangsa

yang maju, mandiri, dan sejahtera. Ketiga, fungsi penyaring. Pendidikan

karakter berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan meyaring budaya bangsa

lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang

bermartabat. Ketiga fungsi dilakukan melalui: (1) pengukuhan Pancasila sebagai

falsafah dan ideologi negara, (2) pengukuhan nilai dan norma konstitusional

UUD 45, (3) penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI), (4) penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan

konsepsi Bhineka Tunggal Ika, dan (5) penguatan keunggulan dan daya saing

bagus untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Indonesia dalam konteks global.60


60
Zubaedi, Op.Cit,hal. 18-19
F. Prinsip Pendidikan Karakter

Untuk menuju pendidikan karakter holistik dan agar sampai pada tujuan

pendidikan karakter, maka tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip pendidikan

karakter. Karena prinsip adalah hal yang paling fundamental dan utama, hal yant

tidak boleh tak ada dalam bertindak. Prinsip merupakan roh dari sebuah

perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi pengalaman dan

pema’naan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.

Pengertian karakter ini banyak dikaitkan dengan pengertian budi pekerti,

Akhlaq mulia, moral dan bahkan dengan kecerdasan ganda (multiple

intelegence). Berdasarkan pilar yang disebutkan oleh Prof. Suyanto, Ph.D,

pengertian budi pekerti dan Akhlaq mulia lebih terkait dengan pilar sebagai

berikut, yaitu cinta Tuhan segenap ciptaannya, hormat dan santun, dermawan,

suka tolong-menolong atau kerja sama, baik, dan rendah hati. Itulah sebabnya

ada yang menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi

pekerti atau Akhlaq mulia PLUS.

Tidak ada petunjuk teknis yanh paling efektif untuk dilakukan dalam

menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter. Tidak terdapat juga

starategi pelaksanaannya yang bisa berlaku umum yang sesuuai dengan seluruh

kondisi lingkungan sekolah.61

Pertama, komunitas sekolah haruslah bersama-sama mengembangkan nilai-

nilai inti etika seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, pertanggung jawaban, dan

penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Disamping itu, mereka juga

61
Muhammad Yaumi, Op.Cit, hal. 11-15
mengembangkan nilai-nilai kinerja (kemampuan) yang mencakup ketekunan,

upaya terbaik, kegigihan, pikiran kritis, dan sikap-sikap positif.

Kedua, mendefinisikan karakter secara mendalam merupakan tugas yang

perlu dilakukan sekolah dalam membangun karakter peserta didik. Karakter

yang baik mencakup pemahaman, kepedulian, dan tindakan atas dasar nilai-nilai

inti etika dan nilai-nilai kinerja merupakan titik awal terbangunnya kapasitas

individu dalam memandang nilai-nilai hakiki yang harus menjadi pijakan dalam

setiap mengkaji dan memilih sesuatu.

Ketiga, membangun karakter yang baik perlu menggunakan pendekatan

proaktif dan terencana dalam mengakomodasi semua tingkatan kelas dalam

suatu satuan pendidikan. Dikatakan pendekatan proaktif karena dilakukan secara

intensif tanpa harus menunggu ada masalah yang timbul, tetapi langsung

bertindak baik dilakukan untuk memberi penguatan terhadap terbentuknya nilai-

nilai hakiki karakter maupun untuk mencegah timbulnya penyimpangan dari

karakter-karakter yang baik sebagai akibat dari berbagai pengaruh lingkungan.

Keempat, menciptakan kondisi sekolah yang perduli terhadap terbentuknya

pribadi-pribadi peserta didik yang bertanggung jawab, tekun, jujur, adil sesuai

dengan nilai-nilai hakiki.

Kelima, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk bertindak

secara etis. Dalam domain intelektual, peserta didik merupakan pemelajar

konstruktivis, dimana peserta didik belajat melalui tindakan nyata.

Keenam, mengingat keberadaan peserta didik dalam sekolah berasal dari

latar belakang, kemampuan dan ketrampilan, bakat dan minat, gaya dan
kebutuhan belajar yang berbeda-beda, program akademik seperti halnya

kurikulum dan kegiatan pembelajaran yang harus didesain untuk memenuhi

individu peserta didik. Oleh karena itu, sekolah seharusnya berperan dalam

mengembangkan program akademik sekolah yang memberikan tantangan yang

berarti dan sesuai kepada seluruh peserta didik.

Ketujuh, motivasi diri peserta didik harus menjadi prioritas dalam

mengembangkan pendidikan karakter, karena filosofi karakter itu sendiri adalah

melakukan sesuatu yang baik dan pekerja yang baik sekalipun tidak seorang pun

yang melihatnya.Untuk membangkitkan motivasi peserta didik, sekolah

seharusnya merayakan keberhasilan peserta didik di dalam melakukan sesuatu

yang mencerminkan nilai-nilai hakiki dari karakter dan memberikan

penghargaan yang bernilai daripada harus memberikan hadiah dalam bentuk

materi.

Kedelapan, sekolah sebagai komunitas belajar etika harus memprakarsai

terbangunnya kerja sama yang apik utamanya bagi seluruh staf seperti guru, staf

administrasi, kepala sekolah, pengawas, komite sekolah, para profesional,

psikolog atau bimbingan konseling sekolah, penggiat sosial yang membantu

pengembangan sekolah dan lainnya harus terlibat langsung dalam mepelajari,

mediskusikan sesuatu dan mengambil yang terkait dengan nilai-nilai karakter.

Kesembilan, sekolah yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan karakter

secara efektif memiliki pemimpin atau kepala sekolah yang memiliki visi yang

jelas dan membagi kepemimpinannya dengan sebuah stakeholder.


Artinya, kepala sekolah membangun visi bersama dan berpikir sistem, serta

membagi tanggung jawab dan kewenangan dengan semua komponen yang

terlibat dalam pendidikan karakter.

Kesepuluh, sekolah yang melibatkan keluarga dan memasukkan mereka

dalam upaya pembangunan karakter lebih dapat meningkatkan kesempatan

untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter daripada sekolah

lain yang tidak membagi program akademik sekolah dengan keluarga atau para

orang tua murid.

Kesebelas, efektivitas suatu program pendidikan karakter tergantung dari

sistem evaluasi yang secara terus-menerus dilakukan. Evaluasi dapat

menggunakan penekatan kualitatif dan kuantitatif dengan berbagai bentuk,

seperti skor tes akademik, fokus pada kelompok, atau dengan survei tergantung

dari variabel atau komponen yang diukur

Ending Mulyatiningsih, dosen FT UNY dalam penelitianya yang berjudul

Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia Anak-Anak, Remaja,

dan Dewasa mengutip 11 prinsip pendidikan karakter yang disusun oleh The

Character Education Partnership, sebagai berikut; (1) mempromosikan nilai-

nilai kode etik berdasarkan karakter positif; (2) mendefinisikan karakter secara

komprehensip untuk berpikir, berperasaan dan berperilaku; (3) menggunakan

pendekatan yang efektif, komprehensif, intensif dan proaktif; (4) menciptakan

komunitas sekolah yang penuh kepedulian; (5) menyediakan kesempatan kepada

siswa untuk melakukan dan mengembangkan tindakan bermoral; (6) menyusun

kurikulum yang menantang dan bermakna untuk membantu agar semua siswa
dapat mencapai kesuksesan; (7) membangkitkan motivasi instrinsik siswa untuk

belajar dan menjadi orang yang baik di lingkungannya; (8) menganjurkan semua

guru sebagai komunitas yang profesional dan bermoral dalam proses

pembelajaran; (9) merangsang tumbuhnya kepemimpinan yang transformasional

untuk mengembangkan pendidikan karakter sepanjang hayat; (10) melibatkan

anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam pendidikan karakter; (11)

mengevaluasi karakter warga sekolah untuk memperoleh informasi dan

merangcang usaha usaha pendidikan karakter selanjutnya.62

1. Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Pendidikan Akhlaq.

Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlaq, terlihat bahwa pendidikan

karakter mempunyai orientasi yang sama. Yaitu pembentukan karakter.

Perbedaan bahwa pendidikan akhlaq terkesan timur dan Islam, sedangkan

pendidikan karakter terkesan Barat dan sekuler, bukan alasan untuk

dipertentangkan.

Menurut T. Ramli dalam buku karangan Sri Narwanti mengatakan bahwa

pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan

moral dan pendidikan akhlaq. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak

suapaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang

baik.63

Dalam terminologi Islam, pengertian karakter memiliki kedekatan

pengertian dengan “akhlaq”. Kata akhlaq berasal dari kata khalaqa yang berarti

perangai, tabiat dan adat istiadat. Menurut pendektan etimologi, pendekatan


62
Mulyatiningsih, Endang. Analisis Model-Model Pendidikan Karakter untuk Usia
Anak-Anak, Remaja, dan Dewasa. Diambil dari, http:.//staff.uny.ac.id.
63
Sri Narwanti, Op.Cit, hal.15.
“akhlaq” berasal dari bahasa Arab jamak dari bentuk mufradnya “khuluqun”

yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kalimat ini mengandung segi-segi peresuaian dengan perkataan “khalkun” yang

berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “khalik” yang berarti pencipta

dan “makhluk” yang berarti yang diciptakan.

Akhlaq dalam Islam, disamping mengakui adanya nilai-nilai universal

sebagai dasar bentuk akhlaq, juga mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan

temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal. Menghormati kedua

orang tua merupakan akhlaq yang bersifat mutlak dan universal, sedangkan

bagaimana bentuk dan cara menghormati kedua orang tua sebagai nilai lokal dan

atau temporal dapat dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia yang

dipengaruhi oleh kondisi dan situasi tempat orang yang menjabarkan nilai

universal yang ada.64

Nilai-nilai universal agama yang dijadikan dasar dalam pendidikan karakter

justru penting karena keyakinan seseorang terhadap kebenaran nilai yang berasal

dari agamanya bisa menjadi motivasi yang kuat dalam membangun karakter.

Dalam hal ini, sudah tentu anak didik dibangun karakternya berdasarkan nilai-

nilai universal dari agama yang dipeluknya masing-masing. Dengan demikian,

anak didik akan mempunyai keimanan dan ketakwaan yang baik sekaligus

berakhlaq mulia.65

64
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hlm. 146.
65
Akhmad Muhamimin Azzet, (2011), Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia:
Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, cet. 1,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, hal. 18.
Pendapat lain yang menguatkan persamaan budi pekerti dan akhlaq adalah

pendapat Muslim Nurdin yang mengatakan bahwa akhlaq adalah seperangkat

nilai yang dijadikan tolak ukur untuk menentukan baik buruknya suatu

perbuatan atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan

manusia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang

mendasar antara Akhlaq dan karakter atau budi pekerti. Keduanya bisa

dikatakan sama, kendati pun tidak dimungkiri ada sebagian pemikir yang tidak

sependapat degan mepersaakan kedua istilah tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlaq

dan pendidikan karakter tidak jauh berbeda, karena keduanya sama sama

memfokuskan tentang prilaku seseorang.

2. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter.66

No Nilai Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku

yang patuh dalam

melaksanakan ajaran

agama yang

dianutnya, toleran

terhadap pelaksanaan

ibadah agama lain,

dan hidup rukun

dengan pemeluk
66
Zubaedi, Op.Cit, hal.74-76
agama lain.

2 Jujur Perilaku yang

didasarkan pada

upaya menjadikan

dirinya sebagai orang

yang selalu dapat

dipercaya dalam

perkataan, tindakan,

dan pekerjaan

3 Toleransi Sikap dan

tindakan yang

menghargai

perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat,

sikap, dan tindakan

orang lain yang

berbeda dari dirinya.

4 Displin Tindakan yang

menunjukkan

perilaku tertib dan

patuh pada berbagai

ketentuan dan

peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang


menunjukkan upaya

sungguhsungguh

dalam mengatasi

berbagai hambatan

belajar dan tugas,

serta menyelesaikan

tugasdengan sebaik-

baiknya.

6 Kreatif Berfikir dan

melakukan sesuatu

untuk menghasilkan

cara atau hasil baru

dari sesuatu yang

telah dimiliki.

7 Mandiri Sikap dan perilaku

yang tidak mudah

tergantung pada

orang lain dalam

menyelesaikan tugas-

tugas

8 Demokratis Cara berfikir,

bersikap, dan

bertindak yang
menilai sama hak dan

kewajiban dirinya

dan orang lain.

9 Rasa Ingin Tahu Sikap dan

tindakan yang selalu

berupaya untuk

mengetahui lebih

mendalam dan

meluas dari sesuatu

yang dipelajarinya,

dilihat, dan didengar.

10 Semangat Kebangsaan Cara berfikir,

bertindak, dan

berwawasan yang

menempatkan

kepentingan bangsa

dan negara di atas

kepentingan diri dan

kelompoknya

11 Cinta Tanah Air Cara berfikir dan

bersikap, dan berbuat

yang menunjukkan

kesetiaan,
kepedulian, dan

12 Menghargai Prestasi Penghargaan yang

tinggi terhadap

bahasa, lingkungan

fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik

bangsa. Sikap dan

tindakan yang

mendorong dirinya

untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna

bagi masyarakat, dan

mengakui, serta

menghormati

keberhasilan orang

lain

13 Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang

memperlihatkan rasa

senang berbicara,

bergaul, dan bekerja

sama dengan orang

lain

14 Cinta Damai Sikap, perkataan,


dan tindakan yang

meyebabkan orang

lain merasa senang

dan aman atas

kehadiran dirinya.

15 Gemar Membaca Kebiasaan

menyediakan waktu

untuk membaca

berbagai bacaan yang

memberikan

kebajikan bagi

dirinya

16 Peduli lingkungan Sikap dan

tindakan yang selalu

berupaya mencegah

kerusakan pada

lingkungan alam di

sekitarnya, dan

mengembangkan

upayaupaya untuk

memperbaiki

kerusakan alam yang

sudah terjadi.
17 Peduli Sosial Sikap dan

tindakan yang selalu

ingin memberi

bantuan pada orang

lain dan masyarakat

yang membutuhkan.

18 Tanggung Jawab Sikap dan perilaku

seseorang untuk

melaksanakan tugas

dan kewajibannya,

yang seharusnya

dilakukan terhadap

diri sendiri,

masyarakat,

lingkungan (alam,

sosial, dan budaya),

negara, dan Tuhan

yang Maha Esa.

Sementara itu menurut pakar pendidikan, Prof. Suyanto, Ph.D, terdapat

sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia.

Sembilan pilar karakter itu antara lain: (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya

(2) Kemandirian dan tanggung jawab (3) Kejujuran atau amanah (4) Hormat dan
santun (5) Dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong atau kerja sama

(6) Percaya diri dan pekerja keras (7) Kepemimpinan dan keadilan (8) Baik dan

rendah hati (9) Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

3. Dasar-Dasar Pendidikan Karakter

Dalam perspektif orang, karakter atau akhlaq mulia merupakan buah yang

dihasilkan dari proses penerapan syariah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi

oleh fondasi akidah yang kokoh. Ibarat bangunan, karakter atau akhlaq

merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan

bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin karakter mulia akan terwujud pada diri

seseorang jika ia tidak memiliki akidah dan syariah yang benar. Seorang muslim

yang memiliki akidah dan iman yang benar, pasti akan mewujudkannya pada

sikap dan perilaku sehari-hari yang didasari imannya.67

Keharusan menjunjung tinggi karakter mulia (akhlaqul karimah) lebih

dipertegas lagi oleh Nabi Muhammad Saw dengan pernyataan yang

menghubungkan Akhlaq dengan kualitas kemauan, bobot amal, dan jaminan

masuk surga. Berikut ini hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr, ia

berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

‫ِخَياُر ُك ْم َاَح ا ِس ُنُك ْم َاْخ َالًقا‬

Arti “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik Akhlaqnya.” (HR. Al-

Bukhori dan At-Tirmidzi)

Dalam hadist lain juga berkata:

‫اْك َم ُل اْلمْؤ ِمِنْيَن ِاْيَم اًنا َاْح َس ُنُهْم ُخ ُلًقا‬

67
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Amzah, Jakarta, 2015, hlm. 24.
Arti “Orang-orang beriman yang paling sempurna iman mereka adalah yang

paling baik Akhlaq mereka” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)68

Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa karakter dalam perspektif Islam

bukan hanya hasil pemikiran dan tidak berarti terlepas dari realutas kehidupan,

tetapi merupakan persoalan yang terkait dengan akal, ruh, hati, jiwa, dan tujuan

yang digariskan oleh akhlaq qur'aniyah. Dengan demikian karakter mulia

merupakan sistem perilaku yang diwajibkan dalam agama Islam melalui nash al-

Qur'an dan hadits.

Kewajiban yang dibebankan kepada manusia bukanlah kewajiban yang

tanpa makna dan keluar dari dasar fungsi penciptaam manusia. Al-Qur'an

menjelaskan masalah kehidupan dengan penjelasan yang realistis, luas, dan juga

telah menetapkan pandangan yang luas pada kebaikan manusia dan esensinya.

Makna penjelasan itu bertujuan agar manusia terpelihara kemanusiaannya

dengan senantiasa dididik akhlaqnya, diperlakukan dengan pembinaan yang baik

bagi hidupnya, serta dikembangkan perasaan kemanusiaan dan sumber

kehalusan budinya.69

68
Ibid, hlm. 7.
69
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Amzah, Jakarta, 2015, hlm. 28.
BAB III

GAMBARAN KITAB DAN BIOGRAFI PENGARANG-NYA

A. Kitab Ta’lim Muta’allim

Ta‘lim al-Muta‘allim Thariq al-Ta‘allum adalah sebuah kitab monumental

yang dikarang oleh seorang ulama’ besar yang bernama Burhanuddin al-Islam

Al-Zarnuji. Tidak ada kepastian mengenai tempat dan waktu dilahirkannya Al-

Zarnuji, sedangkan mengenai waktu wafatnya ada dua pendapat, pendapat yang

pertama mengatakan dia meninggal dunia pada tahun 1195 M. sedangkan

pendapat yang kedua pada tahun 1243 M.70

Dalam kitab Ta‘lim al-Muta‘allim Al-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan

menjadi dua macam, yang dibagi menurut kebutuhannya yaitu ilmu yang

hukumnya fardhu ‘ayn dan fardhu kifāyah.71 Dan dia menganjurkan peserta

didik agar sebelum belajar maka dia harus memilih ilmu, yaitu ilmu yang terbaik

bagi dirinya dan agamanya baru kemudian ilmu yang lain.


70
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: 2003), hlm. 103.
71
Burhanuddin Al-Zarnuji, Ta’līm Muta‘allim Tharīq al-Ta’allum (Surabaya: 1995),
hlm. 9.
Kitab Ta’lim Muta’allim merupakan satu-satunya karya monumental

Syaikh Al-Zarnuji yang menerangkan tentang metodologi menuntut ilmu. Kitab

ini disusun menjadi 13 pasal, antara lain:72

a. Pasal 1 tentang pengertian ilmu, fiqh dan keutamaannya. Pasal

ini menjelaskan tentang hukum menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban

bagi setiap individu seorang muslim dan ilmu yang harus dipelajari adalah

ilmu tentang keadaan diri sendiri seperti dalam keadaan sakit, perjalanan

ataupun tidak dan sebagiannya. Seorang muslim wajib mengetahui hal-hal

yang menjadi tuntutannya, karena semua hal selain ilmu bisa dimiliki

manusia dan binatang.

b. Pasal 2 tentang niat dalam menuntut ilmu. Pasal ini menjelaskan

tentang wajib adanya niat saat belajar, sebab niat itu menjadi pokok

disegala keadaan dan kondisi. Mengapa sangat penting niat saat belajar,

karena banyak amal perbuatan yang berbentuk amal dunia, lalu menjadi

amal akhirat karena bagusnya niat, dan banyak pula amal yang berbentuk

amal akhirat. Di waktu belajar hendaknya berniat mencari ridha Allah Swt,

kebahagiaan akhirat, memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum

bodoh, mengembangkan agama dan melanggengkan Islam sebab

kelanggengan Islam.

c. Pasal 3 tentang cara memilih ilmu, guru, dan teman serta

ketabahan dalam belajar. Pasal ini menjelaskan tentang penuntut ilmu

hendaknya memilih ilmu mana yang terbaik dan dibutuhkan dalam

kehidupan agamanya pada waktu itu dan ilmu yang dibutuhkan untuk
72
Al-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, (Jakarta: Al-Haramain, 2006), hlm. 4.
waktu yang akan datang. Dalam memilih guru hendaknya mengambil yang

lebih alim, wara’ dan juga lebih tua usianya. Sebaiknya pula seorang

penuntut ilmu memiliki hati yang tabah dan sabar dalam belajar kepada

sang guru dan dalam mempelajari suatu ilmu jangan sampai ditinggalkan

sebelum sempurna dipelajari.

d. Pasal 4 tentang menghormati ilmu dan ulama. Pasal ini

menjelaskan tentang mengapa harus menghormati ilmu dan juga ahlinya

atau ulama. Sesungguhnya seorang penuntut ilmu tidak akan memperoleh

kesuksesan sebuah ilmu dan kemanfaatan atas ilmu itu, terkecuali dengan

menghormati ilmu itu dan begitu pula ahli ilmu atau ulama. Dan termasuk

dari menghormati ilmu yaitu dengan memuliakan kitab.

e. Pasal 5 tentang ketekunan, kontinuitas dan cita-cita luhur. Pasal

ini menjelaskan tentang bahwasannya seorang penuntut ilmu juga harus

bersungguh hati dalam belajar serta tekun atau kontinyu (terus-menerus).

Bagi seorang penuntut ilmu harus terus menerus dalam mempelajari

pelajarannya, serta mengulanginya dipermulaan malam dan akhir dari

malam itu. Dalam masalah bercita-cita luhur, dalam kitab ini mengutip

sabda Rasulullah Saw: “Sungguh, Allah Swt senang terhadap perkara-

perkara yang luhur dan membenci perkara-perkara yang hina”.

f. Pasal 6 tentang permulaan dan intensitas belajar serta tata

tertibnya. Pasal ini menjelaskan tentang permulaan belajar mengajar

seyogyanya dimulai pada hari rabu, karena hari rabu itu hari diciptakannya

cahaya dan hari itu pula merupakan hari sial (tidak diberkahi) bagi orang-
orang kafir yang berarti bagi orang mu’min merupakan hari berkahi. Dalam

hal intensitas, kadar batas ideal mengkaji atau belajar bagi pemula sebatas

kemampuan dengan menghafal dan mempelajari pelajarannya dengan

mengulanginya sebanyak dua kali dan menambah satu kalimat disetiap hari-

harinya sampai dia mampu menangkap pelajarannya dengan hanya

mengulangi sebanyak dua kali. Dan bagi para penuntut ilmu hendaknya

menambah materi yang dipelajarinya secara pelan-pelan dan tahap demi

tahap.

g. Pasal 7 tentang tawakkal kepada Allah. Pasal ini menjelaskan

tentang bagaimana seorang penuntut ilmu harus bertawakal dalam menuntut

ilmu. Jangan goncang atau susah karena masalah rezeki dan jangan sampai

hatinya terbawa kesana. Karena seorang penuntut ilmu yang hatinya telah

terpengaruh urusan rezeki baik makanan atau pakaian, maka sedikit sekali

kemauannya untuk mencapai budi luhur dan perkara-perkara mulia. Siapa

bersabar dalam menghadapi segala kesulitan di atas, maka akan

mendapatkan kelezatan ilmu yang melebihi segala kelezatan yang ada di

dunia.

h. Pasal 8 tentang waktu efektif dalam belajar. Pasal ini

menjelaskan tentang usia dan waktu efektif dalam memuntut ilmu. Ada

dikatakan masa menuntut ilmu itu sejak manusia bedara dalam buaian

hingga masuk ke liang kubur. Jadi tidak ada batasan usia untuk berhenti

belajar, selama ruh masih dikandung badan selama itulah waktu menuntut

ilmu terus berlangsung. Sedangkan waktu-waktu cemerlang yang


dianjurkan untuk menuntut ilmu adalah permulaan masa muda, waktu sahur

dan waktu yang berada di antara waktu maghrib dan isya.

i. Pasal 9 tentang kasih sayang dan memberi nasihat. Pasal ini

menjelaskan tentang hendaknya seorang penuntut ilmu memiliki rasa kasih

sayang, mau saling memberi nasihat serta jangan berbuat dengki. Selain itu

seorang penuntut ilmu hendaknya tidak berselisih dan bercecok dengan

orang lain, karena hal itu hanya membuat waktu menjadi terbuang sia-sia.

j. Pasal 10 tentang mengambil pelajaran. Pasal ini menjelaskan

tentang hendaknya seorang penuntut ilmu menggunakan waktunya untuk

belajar, terus menerus sampai memperoleh keutamaan. Sedangkan cara agar

terus bisa mengabil pelajaran dari setiap hal yaitu dengan selalu

menyediakan pena dan tinta untuk mencatat segala hal-hal ilmiah yang

didapatinya. Syahid Hisamuddin telah berwasiat kepada putranya agar

setiap hari menghafal sedikit ilmu dan sepatah hikmah, hal itu mudah

dilakukan dan dalam waktu yang singkat akan semakin banyak.

k. Pasal 11 tentang wara’ (menjaga diri dari yang haram dan

syubhat). Pasal ini menjelaskan tentang wara’, yaitu tetang menahan diri

atau menjaga diri dari perkara-perkara yang samar dalam agama. Dijelaskan

bahwa yang termasuk berbuat wara’ bagi penuntut ilmu yaitu kenyangnya

perut, terlalu banyak tidur dan banyak membicarakan hal yang tidak

manfaat. Karena barang siapa yang tidak berbuat wara’ saat menuntut ilmu

maka Allah Swt akan memberikan ujian dengan salah satu dari tiga perkara:

Allah Swt akan mencabut nyawanya dalam usia muda, Allah Swt akan
menempatkannya di perkampungan orang-orang bodoh atau Allah Swt akan

memberikan cobaan untuknya menjadi seorang pejabat.

l. Pasal 12 tentang penyebab hafal dan lupa. Pasal ini menjelaskan

tentang hal yang paling kuat menyebabkan mudahnya hafalan ialah

kesungguhan hati, ketekunan, menyedikitkan porsi makan dan shalat di

malam hari. Sedangkan hal-hal yang menyebabkan mudahnya lupa antara

lain adalah melakukan kemaksiatan, banyak dosa, gelisah dan susah dalam

keadaan dunia, banyaknya kesibukan dan banyaknya urusan.

m. Pasal 13 tentang masalah rezeki dan umur. Pasal ini menjelaskan

bahwa hanyalah doa yang dapat mengubah takdir dan hanyalah kebaikan

yang bisa menambah umur. Sesungguhnya seseorang akan terhalang dari

rezekinya sebab dosa yang ia lakukan.

Demikian pula tidur diwaktu subuh juga dapat mencegah rezeki. Sedangkan

di antara sebab usia menjadi panjang ialah berbuat baik, meninggalkan

perbuatan yang bisa menyakiti, menghormati orang yang lebih tua dan

bersilaturahim.

Dari tiga belas susunan bab dalam kitab Ta’lim Muta’alim sangat jelas

menunjukan bahwa adanya proses keterkaitan dan keterikatan pada setiap ajaran

yang tertulis dipasal-pasalnya yang saling mendukung dan memperkuat.

Artinya, dalam melaksanakan ajarannya akan saling bertaut atau berhubungan

dalam penerapannya selama proses belajar. Ta’limul Muta’allim dari segi materi

ajarannya itu mencakup berbagai aspek keilmuan yang luas (komprehensif dan

kontekstual) yang saling berkaitan dalam penerapannya oleh para penuntut ilmu.
Secara tidak langsung kitab ini seyogyanya dipahami secara menyeluruh dan

tidak terpotong-potong. Melainkan saling kuat menguatkan. Inilah yang unik

dan spesifik diantaranya apa yang terdapat di dalam kitab tersebut.

Dalam catatan sejarah, belum ada kejelasan tahun berapa tepatnya kitab

Talim Muta’allim ini ditulis. Di dalam syarah kitab yang ditulis oleh Syaikh

Ibrahim bin Ismail hanya memaparkan tentang latar belakang penelitian kitab

ini. Kitab ini di tulis oleh Syaikh Al-Zarnuji sebagai wujud dari keprihatinannya

terhadap keadaaan para penuntut ilmu di masanya. Ia melihat banyak orang yang

telah lama menuntut ilmu dan mempunyai banyak ilmu akan tetapi tidak dapat

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan ilmu tidak mempunyai

arti dalam kehidupan mereka.

Dalam hal ini dijelaskan oleh Syaikh Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim

Muta’allim sebagai berikut: “Ketika aku memperhatikan para pelajar dimasa

ku, sebenarnya mereka telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tapi

banyak dari mereka tidak mampu menggapai ilmu tersebut dan

menyebarkannya, yakni berupa pengalaman dari ilmu tersebut dan

menyebarkannya. Hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan

syarat-syaratnya mereka tinggalkan. Karena barang siapa salah jalan, tentu

tersesat tidak dapat mencapai tujuan, baik tujuan tersebut kecil atau besar.

Oleh karena itu dengan senang hati saya ingin menjelaskan kepada pelajar

cara mencari ilmu, menurut kitab-kitab yang saya baca dan menurut nasehat

nasihat para guru saya yang ahli ilmu dan hikmah”.73

73
Al-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, (Jakarta: Al-Haramain, 2006), hlm. 9.
Dari matan ini jelas sekali Syaikh Al-Zarnuji berkeinginan untuk membantu

para penuntut ilmu agar mereka mampu menggapai ilmu dan menyebarkannya.

Juga agar mereka tidak menuntut ilmu salah dan tidak meninggalkan syarat-

syarat menuntut ilmu. Seperti pesan Syaikh Al-Zarnuji “Karena barang siapa

salah jalan, tentu tersesat tidak dapat mencapai tujuan, baik tujuan tersebut

kecil atau besar”.

Dengan alasan-alasan tersebut Syaikh Al-Zarnuji mengarang kitab Ta’lim

Muta’alim agar bisa membantu mengarahkan para penuntut ilmu sampai pada

tujuan yang ingin dicapai dalam belajar, baik itu tujuan yang kecil atau besar.

Syaikh Al-Zarnuji dengan senang hati menjelaskan kepada penuntut ilmu cari

mencari ilmu dalam kitab Ta’lim Muta’alim yang merujuk pada kitab-kitab yang

pernah beliau pelajari dan dari nasihat para guru-guru ahli ilmu dan hikmah

yang pernah beliau menuntut ilmu pada mereka.

Pengertian kitab Ta’lim Muta’allim menurut Syekh Az-zarnuji adalah

sebuah kitab kecil yang mengajarkan tentang cara menjadi santri, siswa, guru

dan kiai yang baik. Kitab Ta’lim Muta’allim merupakan satu-satunya karya

Syekh Az-zarnuji yang sampai sekarang masih ada. Kitab ini telah diberi syarah

oleh Ibrahim bin Ismail yang diterbitkan pada tahun 996 H.

B. Kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Ahlaq

Kitab Taisirul Khollaq adalah kitab yang berisi tentang ringkasan ilmu

Akhlaq praktis yang sangat mendasar, sebuah petunjuk yang sangat diperlukan

oleh seorang muslim terlebih generasi muda yang seharusnya semenjak dini

haruslah diajarkan dengan nilai-nilai aqidah dan Akhlaq Islam di tengah


perkembangan zaman milenial yang seakan tidak memberi ruang akan adanya

kajian.74 Kitab ini berisi sebanyak 55 halaman dan 31 tema yang ringkas dan

mudah dipelajari, utamanya sangat cocok untuk dijadikan pembelajaran bagi

seorang pemula yang sedang mempelajari Akhlaq dan merupakan karya seorang

ulama’ bernama Hafidz Hasan Al Mas’udi.

Kitab kecil ini, sengaja disusun untuk siswa-siswa kelas satu Ma’had Al-

Azhar pada saat itu, berisi ilmu moral agama dengan menggunakan bahasa yang

sederhana, ringkas dan mudah dipahami, tetapi kandungan makna didalamnya

sangat menyeluruh yang disusun dalam bentuk per bab. Melihat dari sisi

tersebut, penulis beranggapan kitab ini tidak hanya dipelajari bagi kaum pelajar

saja, tetapi bisa dikaji bagi semua kalangan masyarakat, karena dalam kitab ini

tidak hanya membahas tentang Akhlaq seorang murid saja, akan tetapi

menyeluruh yang mana mengenai hal- hal yang kita lakukan di lingkup

masyarakat dalam kehidupan sehari- hari.75

Kitab Taisirul Kholaq adalah sebuah kitab yang isinya membahas mengenai

ilmu pengetahuan Akhlaq yang merupakan karya seorang ulama besar di Darul

Ulum, Al-Azhar Mesir, beliau yaitu Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Kitab ini berisi

ringkasan Ilmu Akhlaq untuk para pelajar tingkat dasar. Menurut Hafidz Hasan

Al- Mas’udi, ilmu Akhlaq ialah kumpulan kaidah untuk mengetahui kebaikan

hati dan semua panca indra lainnya. Yang mana tingkah laku menjadi objeknya.

Buah dari ilmu Akhlaq ialah kebaikan hati dan semua panca indra ketika di

74
Khoirul Anwar el-Rosyadi, Taisirul Khollaq Terjemah dan Makna Pesantren (Kediri:
Pustaka ISFA’ LANA, 2018), hlm. iii.
75
Hafidzh Hasan Al- Mas’udi, Akhlaq Mulia, terj. Achmad Sunarto (Surabaya: Al-
Miftah, 2012), hlm. 9.
dunia dan keberhasilan berupa memperoleh derajat yang mulia di akhirat

kelak.76

Isi dari kitab Taisirul Khollaq sendiri yaitu berisi penjelasan tentang Akhlaq

yang terdiri dari Akhlaq terpuji dan tercela. Adapun keseluruhan materi yang

dibahas sebanyak tiga puluh satu bab, antara lain: (1) Taqwa kepada Allah SWT,

(2) Adab Guru, (3) Adab Murid, (4) Hak dan kewajiban kepada orang tua, (5)

Hak dan kewajiban kepada sanak keluarga (6) Hak dan kewajiban kepada

tetangga, (7) Adab dalam pergaulan, (8) Kerukunan, (9) Persaudaraan, (10)

Adab dalam pertemuan, (11) Tata cara makan, (12) Tata cara minum, (13) Tata

cara tidur, (14) Adab masuk masjid, (15) Kebersihan, (16) Kejujuran dan

kebohongan, (17) Amanah, (18) Al-Iffah, (19) AlMuru’ah, (20) Kesabaran, (21)

Kedermawanan, (22) Tawadlu’, (23) Ketinggian jiwa, (24 )Dendam, (25) Hasud,

(26) Ghibah, (27) Adu Domba, (28) Takabbur, (29) Tertipu oleh perasaan diri

sendiri, (30) Dzalim, (31) Adil.

Dalam kitab Taisirul Khollaq ini, Syeikh Al- Mas’udi menyampaikan

bahwa ilmu Akhlaq adalah ilmu yang membahas perbaikan hati dan seluruh

indra seseorang. Motivasinya mengarang kitab ini adalah untuk menjalankan

segala moral yang baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Dan hasilnya

adalah untuk memperbaiki hati dan seluruh indra manusia di dunia sehingga

nantinya mendapatkan tingkat derajat tertinggi di akhirat.

C. Biografi Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji (Pengarang Ta’lim Muta’allim)

76
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Kholaq, Terj. M. Fadlil Sa’id An-Nadwi, Bekal
Berharga untuk menjadi anak mulia, lihat Bab Muqoddimah, Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H.
hlm. iv.
Seperti yang di kutip oleh Aliy As’ad, Yusuf Alyan Sarkis dalam kitabnya

Mu’jamul Mathbu’at mengatakan bahwa kata Syaikh adalah panggilan

kehormatan untuk pengarang kitab ini (Ta’lim Muta’allim). Sedang Al-Zarnuji

adalah nama marga yang diambil dari nama kota tempat beliau berada, yaitu

kota Zarnuj. Di antara dua kata itu ada yang menuliskan gelar Burhanuddin

(Bukti kebenaran agama), sehingga menjadi Syaikh Burhanuddin Al-Zarnuji.

Adapun nama person-nya, sampai sekarang belum ditemukan literatur yang

menulisnya secara jelas.77

Beberapa peneliti telah menyebutkan nama lengkap Al-Zarnuji dengan

nama yang berbeda-beda. Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sholeh dalam

literatur skripsinya, Khoeruddin al-Zarkeli menyebutkan nama Al-Zarnuji

adalah al-Nu’man bin Ibrahim bin Kholil Al-Zarnuji Tajuddin. 78 Sebagaimana

yang dikutip oleh Muhammad Amirin M. Ali Hasan Umar, dalam sampul buku

Al-Zarnuji, menyebutkan nama lengkap Al-Zarnuji adalah Syaih al-Nu’man bin

Ibrahim bin Ismail bin Kholil Al-Zarnuji. Disisi lain ia juga menyebutkan nama

lengkapnya adalah Syaikh Tajuddin Nu’man bin Ibrahim bin al-Kholil Al-

Zarnuji.79

Tanggal kelahirannya belum diketahui secara pasti. Mengenai tanggal

wafatnya, terdapat dua pendapat ada yang mengatakan beliau wafat pada tahun

591 H/1195 M, dan ada pula yang mengatakan beliau wafat pada tahun 840

77
Burhanuddin Al Zarnuji, Terjemah Ta‟limul Muta‟allim Bimbingan Bagi Penuntut
Ilmu Pengetahuan, terj: Aliy As’ad, (Kudus: Menara Kudus, 1978). Hlm. ii.
78
Ahmad Sholeh, Pembelajaran Kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim Implikasinya dalam
Pembentukan Akhlaq Santri di Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin “Aspir” Pesantren
Kaliwungu Kendal, Skripsi Semarang: IAIN Walisongo, 20060, hlm. 51.
79
Dwi Yuniarti, Konseptika dalam Pendidikan menurut Imam Al-Zarnuji, Skripsi,
Semarang: IAIN Walisongo ,2002, hlm. 33.
H/1243 M. Hidup beliau semasa dengan Ridha Al-Din Al-Naisari, antara tahun

500- 600 H.3 Dalam hubungan ini Mochtar Affandi dalam tesisnya yang

berjudul The Methode of Learning as Illustrated in al Zarnuji Ta’lim

AlMuta’alim mengatakan : “it is a city in Persia which was for maelly a capital

and city of Sadjistan to the south of heart (now Afganistan)”, Artinya yaitu

Zarnuj adalah salah satu daerah di wilayah Persia yang pernah menjadi ibu kota

Sidjistan yang terletak di sebelah selatan Herat suatu daerah yang kini dikenal

dengan nama Afghanistan.80

Pada sisi lain, ada juga yang berbeda pendapat bahwa menurut Al Quraisyi,

sebutan Az-zarnuji itu dinisbatkan (diambil) dari nama sebuah kampung

“Zarnuj”, yaitu sebuah pekampungan yang terletak di Turki, sedangkan Yaqut

Al Humawi menisbatkan kata Az-zarnuji kepada sebuah perkampungan pekerja

di Turkistan.81

D. Riwayat Pendidikan Syeikh Burhanuddin Az-zarnuji.

Mengenai riwayat pendidikannya dapat diketahui dari keterangan yang

dikemukakan para peneliti. Bahwa Az-zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan

samarkand, dua kota yang menjadi pusat keilmuan dan pengajaran. Masjid-

masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim,

yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marginani, Syamsuddin Abd Al-

Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd dan Al-Sattar Al-Amidi.

80
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo,
2001), hlm. 104
81
Marwan Qabbani, Ta'lim Al-Muta'allim (Solo: Pustaka Arafah, 2018), hlm. 10
Lebih lanjut ada beberapa peneliti mengatakan bahwa Az-zarnuji ahli

hukum dari sekolah Imam Hanafi yang ada di Khurasan dan Transoxiana.

Sayangnya tidak tersedia fakta yang mendukung informasi ini.82

Syeikh Burhanuddin Az-zarnuji belajar kepada para ulama’ besar waktu itu.

Antara lain, seperti disebut dalam kitab Ta’limul Muta’allim sendiri, adalah:

 Burhanuddin Ali bin Abu Bakar bin Abdul Jalil Al Farghani Al

Marghinani Al Rustami, ulama besar bermadzhab Hanafi yang

mengarang kitab Al Hidayah, suatu kitab fiqih rujukan utama

dalam madzhabnya. Beliau wafat tahun 593H/1197M.

 Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar. Populer dengan gelar

Khowahir Zadeh atau Imam Zadeh. Beliau ulama besar ahli Fiqih

bermadzhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair. Pernah menjadi

mufti di Bukhara dan sangat masyhur dengan fatwa-fatwanya.

Wafat tahun 573 H/ 1177 M.

 Syeikh Hammad bin Ibrahim. Seorang ulama ahli Fiqih

bermadzhab Hanafi, sastrawan dan ilmu kalam, wafat tahun 576 H/

1180M.

 Syeikh Fakhruddin Al-Kasyani, yaitu Abu Bakar bin Mas’ud Al-

Kasyani, ulama ahli fiqih bermadzhab Hanafi. Wafat 587 H / 1191

M.

 Syeikh Fakhruddin Al Hasan bin Mansur atau yang dikenal dengan

Syeikh Fakhruddin Qadli Khan Al Ouzjandi, ulama besar yang


82
Mochtar dan Maemonah Afandi, “Reward dan Punishment Sebagai Metode
Pendidikan Anak Menurut Ulama Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawih, Al-Ghozali Dan Al-
Zarnuji).” ((Semarang: Tesis Program Pasca Sarjana IAIN Walisongo; 2001), hlm. 52.
dikenal sebagai mujtahid dalam madzhab Hanafi dan banyak kitab

karangannya. Beliau wafat Ramadhan 592 H/1196M.

 Ruknuddin Al-Farghani yang digelari Al-Adib Al-Mukhtar

(sastrawan pujangga pilihan), seorang ulama ahli fiqih, sastrawan

dan syair, wafat tahun 594 H/ 1098 M.83

Jadi dari beberapa sumber yang ada dan berdasar keterangan tersebut dapat

didefinisikan bahwa pemikiran dan intelektualitasnya sangat dipengaruhi oleh

faham Fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham dikembangkan oleh

para gurunya, yakni fikih aliran Hanafiyah sebagaimana yang Syeikh terdahulu

yang beliau ambil ilmu-nya.

Sebagai seorang Filosof muslim Az-zarnuji lebih condong kepada al-

Ghozali, sehingga banyak jejak al-Ghozali dalam bukunya dengan konsep

epistimologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam Ihya Ulumuddin akan

tetapi Az-zarnuji memiliki sistem sendiri, yang mana pada setiap bab dengan

bab lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata

dengan setiap kata lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan

konfigurasi mozaik kepribadian Syekh Burhanuddin Az-zarnuji sendiri.84

Jadi telah jelas bahwa Syekh Burhanuddin Az-zarnuji sangat aktif sekali

dalam hal menimba ilmu pengetahuan bahwan tidak hanya ilmu agama saja

yang beliau pelajari tetapi beliau menjadikan segala sesuatu yag beliau dapatkan

dan ditelusuri oleh beliau itu merupakan suatu ilmu yang harus ada dalam setiap

diri dan pelajaran yag bisa diambil dari beliau kita tidak hanya bisa saja mencari
83
Marwan Qabbani, Ta'lim Al-Muta'allim (Solo: Pustaka Arafah, 2018), hlm. 27.
84
Hasan. Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21 (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 2003), hlm. 99.
guru dari golongan atau asal usul, baik, kaya ataupun sederhana saja tetapi

menjadikan apa saja yang orang lain dan hal itu baik beliau mengambil suatu

pengetahuan yang akan menjadikan suatu ilmu yang bisa beliau tuangkan nanti

kepada orang lain juga, dan terbukti dengan adanya suatu pengalaman dari

beliau menuntut ilmu beliau.

Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sholeh dari beberapa leteratur skripsinya,

al-Zarkeli tidak menyebutkan kapan beliau hidup, hanya saja disebutkan beliau

hidup pada masa Abbasiyah, sekitar abad ke-6 H, tetapi diantaranya masa

kemunduran dan kemajuan Bani Abasiyah. Masa ini disebut sebagai periode ke-

2 Daulat Abasiyah sekitar tahun 292 – 656 H jika disebutkan Imam Al-Zarnuji

menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand. Masjid-masjid dijadikan tempat

menuntut ilmu (pusat pendidikan) diantaranya ia diasuh oleh Burhanuddin al-

Marqhiani, Nijamuddin Burhanuddin al-Marqhiani dan Samsuddin Abd Wajdi

Muhammad bin Muhammad Abd Sattar al-Amiddi, kepada ulama-ulama itulah

Al-Zarnuji berguru.85

Berdasarkan informasi tersebut ada kemungkinan besar bahwa Al-Zarnuji

selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf, juga menguasai bidang –

bidang lain seperti sastra, fiqih, ilmu kalam dan lain sebagainya, sekalipun

belum diketahui dengan pasti bahwa dalam bidang tasawuf ia memiliki seorang

guru tasawuf yang masyhur.

Namun dapat diduga bahwa dengan memilki pengetahuan yang luas dalam

bidang fiqih dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam,

85
Ahmad Sholeh, Pembelajaran Kitab Ta’lim Al-Muta’allim, hlm. 53.
seseorang telah memperoleh akses (peluang) yang tinggi untuk masuk ke dalam

dunia tasawuf.

E. Situasi Pendidikan Pada Masa Az-zarnuji.

Dalam sejarah pendidikan Islam, terdapat lima tahap pertumbuhan dan

perkembangan pendidikan. Pertama, pendidikan pada masa nabi Muhammad

Saw (571–632 M). Kedua, pendidikan pada masa khulafaurrosiddin (632-661

M). Ketiga, pendidikan pada masa bani Umayyah di Damsyik (661– 750 M).

Keempat, pendidikan pada masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250

M). Kelima, pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan Khalifah di Baghdad

(1250- sekarang).86

Dari periodisasi di atas, Az- Zarnuji hidup pada masa keempat dari periode

pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam antara 750-1250 M. Dalam

catatan sejarah, periode ini merupakan zaman keemasan peradaban Islam

terutama dalam bidang pendidikan Islam. Pada masa itu kebudayaan Islam

berkembang pesat dengan ditandai oleh tumbuhnya berbagai lembaga

pendidikan, mulai tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi.

Diantaranya adalah Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al Mulk

(457 H/1106 M), Madrasah al Nuriyah al Kubra, didirikan oleh Nuruddin

Muhammad Zanki (563 H/1167 M), Madrasah al Mustansyiroh didirikan oleh

kholifah Abbasyiah al Mustansir Billah di Baghdad (631 H / 1234 M).

Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lembaga pendidikan Islam

yang tumbuh dan berkembang pesat pada zaman Al-Zarnuji. Dengan informasi

tersebut, tampak jelas bahwa beliau hidup pada masa ilmu pengetahuan dan
86
Zuhairini. Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1992. Cet III. hlm. 7.
kebudayaan Islam mengalami puncak kejayaan, yaitu pada masa Abbasyiah

yang ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir Islam ensiklopedik yang

sukar ditandingi. Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut sangat

menguntungkan bagi pembentukan al Zarnuji sebagai seorang ilmuwan atau

ulama yang luas pengetahuannya87

F. Hasil Karya Syekh Az-Zarnuji

Peneliti tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah kitab yang telah ditulis

oleh Syekh Az-zarnuji. Peneliti hanya mengetahui kitab Ta’limul Muta’allim

adalah satu-satunya karya Syekh Az-zarnuji yang dapat dijumpai sampai

sekarang dan tanpa keterangan tahun penerbitan. Peneliti juga berusaha mencari

reverensi yang sesuai, baik dari berbagsai literatur cetak, jurnal, buku maupun

dari internet, namun peneliti tidak menemukan karya Syaikh Az-zarnuji yang

masih ada sampai sekarang selain kitab Ta’limul Muta’allim ini.

Peneliti juga berusaha mencari reverensi yang sesuai, baik dari berbagai

literatur cetak, jurnal, buku maupun dari internet, namun peneliti tidak

menemukankarya Syaikh Az-zarnuji yang masih ada samapai sekarang. Kitab

karya Az-zarnuji ini telah menarik banyak perhatian yang sangat besar dari

berbagai ulama dan peneliti baik dari Islam sendiri maupun dari non Islam atau

Barat samapai sekarang.

Di antara ulama yang telah memberikan syarah atas kitab Ta’lim

Muta’allim ini adalah Ibrahim ibn Isma’il, Yahya ibn Ali Nasuh, Abdul Wahab

87
Hasan Langgulung. Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta: pusaka
alhusna.1989.cet I, hlm. 99.
al-Sya’rani, al-Qadhi, Zakari88al-Anșari, Ishaq Ibn Ibrahim al-Ansari, dan

Osman Fazari dan masih banyak ulama-ulama yang lainya.

Menurut informasi dari Gesechiehteder Arabschen Litteratur, yang biasa

dikenal dengan singkatan G.A.L karya Cart Brockelmann, menginformasikan

berdasarkan data yang berada di perpustakaan, bahwa kitab Ta’lim Muta’allim

pertama kali diterbitkan di Mursid abad pada tahun 1265 M, kemudian ditulis

tahun 1286, 1873, di Kairo 1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di Kasan

1898, selain itu kitab Ta’lim menurut G.A.L. telah diberi catatan atau komentar

(syarah), dalam tujuh penerbitan masing-masing atas nama: (a). Nau’i, tanpa

keterangan tahun penerbitan; (b). Ibrahim bin Isma’il pada tahun 996 H/1588;

(c). As-Sa’rani 710/711; (d). Ishaq ibn Ar-Rumi Qili 720 dengan judul Mir’atu

Atholibin; (e). Qadi B. Zakariya al-Anshari A’saf; (f). Otman Pazari 1986

dengan judul Tafhim al-Mutafahhim; dan (g). H.B. al-Faqir, tanpa keterangan

tahun penerbitan.89

Kitab Ta’lim al-Muta’allim dikaji dan dipelajari hampir setiap lembaga

pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan tradisional seperti pondok

pesantren, bahkan di pondok pesantren modern, karena pada dasarnya ada

beberapa konsep pendidikan Al-Zarnuji yang berpengaruh dan patut diindahkan,

yakni: (a). Motivasi dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan

ulama’; (b). Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama’; (c).

88
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), 32.
89
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015), cet. Ke-1. hlm. 365
Pendekatan-pendekatan teknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi

alamiyah maupun moral psikologis.

Kitab karya Az-zarnuji ini telah menarik banyak perhatian yang sangat

besar dari berbagai ulama dan peneliti baik dari Islam sendiri maupun dari non

Islam atau Barat. Di antara ulama yang telah memberikan syarah atas kitab

Ta’lim ini adalah Ibrahim ibn Isma’il, Yahya ibn Ali Nasuh, Abdul Wahab al-

Sya’rani, al-Qadhi, Zakariaal-Anșari, Ishaq Ibn Ibrâhim al-Ansarî, dan Osman

Fazari.90

Kepopuleran kitab Ta’limul Muta’allim terlihat dari tersebarnya buku ini

hampir ke seluruh penjuru dunia. Kitab ini telah di cetak dan diterjemahkan

serta dikaji di berbagai negara baik Barat maupun Timur.

G.Biografi Syekh Hafidz Hasan Al Mas’udi (Pengarang Taisirul Khollaq)

Nama sebenarnya Hafidh Hasan al-Mas’udi ialah Abu Al-Hasan Ali bin

Husayn bin ali-Mas’udi atau Abu Hasan Ali bin al-Hasyn bin Abdullah

almas’udi beliau dilahirkan di baghdad, iraq menjelag akhir abad ke-9 M. Beliau

meninggal dunia di fustat (mesir pada tahun 345/1956 M. Pernyataan ini sama

dengan pernyataan dalam al-Dhahabi dan surat tulisan al-mushabi yang

menyatakan al-mas’udi meninggalkan dunia dalam bulan jumadil akhir 345 M.

Beliau terkenal dengan sebutan al-mas’udi. Beliau berketurunan Arab yaitu

keturunan Abdullah bin mas’udi seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang

dihormati.

90
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992),
Cet.VII, hlm. 155.
Al-Mas’udi dilahirkan di kota Bagdad. Pada masa mudanya, dia sangat

menguasai warisan sastra pada zamannya dan juga berbagai ilmu pengetahuan

namun, bidang kajiannya yang hakiki ialah pengembaraanya yang luas di darat

dan di laut yang mencakup negeri India hingga lautan Atlantik, dari laut Merah

hingga laut Caspia. Bahkan ada kemungkinan dia telah mengembara ke Cina

dan kepulauan Melayu.91

Al-Mas’udi dikenal sebagai sejarawan dan ahli geografi Arab. Ia dilahirkan

di Bagdad, Irak, pada akhir abad XIX. Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan

Ali bin Husein Ibnu Ali al-Mas’udi. Setelah menyelesaikan pendidikan

dasarnya, al-Mas’udi tertarik mempelajari sejarah dan adat- 18 istiadat

masyarakat suatu tempat. Hal inilah yang mendorongnya untuk mengembara

dari satu negeri ke negeri lain, mulai dari Caspia, Tiberias, Damaskus, Mesir,

dan berakhir di Suriah. Dalam pengembaraannya, al-Mas’udi mempelajari

ajaran Kristen dan Yahudi, serta sejarah negara-negara Barat dan Timur.

Abul Hasan Ali ibn Husain al-Mas’udi dilahirkan di bagdad sebelum akhir

abad ke sembilan. Dia adalah keturunan Abdullah ibn Mas’udi, sahabat Nabi

yang dihormati. Dia seorang Arab Mu’tazilah yang menghabiskan sepuluh tahun

terakhir hidupnya di Syria dan Mesir, yang akhirnya meninggal di Kairo pada

tahun 957 M. Mas’udi juga penulis dan penjelajah dunia Timur. Dia masih muda

ketika berkelana melintasi Persia dan tinggal di Istakhar selama kurang lebih

setahun pada 915 M. Dari Bagdad ia pergi ke India (916 M), mengunjungi kota-

kota Multan, Mansuro. Kembali ke Persia setelah mengunjungi Kerman.

91
Ahmad amin, Husayn, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung:PT Remaja
Rosyada 2003), hlm. 15.
Menurut Husayn, Al-Mas’udi termasuk pembaharu dalam model tulisan

sejarah sekaligus model tulisan geografi. Dalam bidang sejarah, dia mengubah

tulisan kronologis per tahun yang dilakukan oleh pendahulunya, al-Thabari. Dia

tidak menuliskan sejarah dari tahun per tahun, tetapi dalam model tulisan satu

kisah bersambung, yang memiliki kelebihan dari segi sastranya. Dia tidak

memerlukan rangkaian mata rantai sumber sejarah yang ditilisnya. Dalam

tulisannya, ia jarang mencantumkan sumber-sumber atau rujukan sejarahnya.

Dia seperti halnya al-Ya’qubi melakukan pengecekan penulisan sejarah dari

sudut tinjauan agama, dan menjadikannya 19 sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Kalau sebelumnya al-Thabari mencurahkan perhatian kepada sejarah bangsa

Arab dan bangsa Persia kuno, al-Mas’udi memperluasnya dengan menambahkan

kajian sejarah Iran, sejarah Yunani, sejarah Romawi, sejarah Byzantium, bahkan

sejarah gereja Kristen.

Dalam geografi, al-Mas’udi juga menempati barisan kedelapan, tanpa ada

tandingannya pada abad kesepuluh Miladi. Karena, dia beralih dari tradisi

penulisan geografi yang hanya digunakan untuk kepentingan aturan pos dan

perhubungan, serta penarikan pajak. Dia menulis geografi seperti halnya bangsa

Yunani, yang memasukkan peta laut, sungai, bangsa Arab, Kurdi, Turki, dan

Bulgaria, serta perpindahan India dan Negro, serta pengaruh iklim terhadap

Akhlaq dan adat istiadat suatu bangsa. Bahkan, dia juga menulis dan berbicara

tentang pemikiran mengenai penyatuan berbagai bangsa yang telah maju,


beberapa abad sebelum pemikiran seperti ini muncul dan berkembang menjadi

teori ilmiah dan Eropa.92

H.Hasil Karya Syekh Hasan Al-Mas’udi.

Hafidz Hasan al-Mas’udi merupakan ulama’ yang ahli dalam berbagai

bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai ahli dalam bidang keagamaan.

Diantara karya-karya dalam bidang Akhlaq adalah kitab Taisirul Khollaq, dalam

ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul Minhah al-Mugis,

sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan kitab al-Ausat adalah karyanya dalam

bidang sejarah.93

Kitab Akhbar az-Zaman adalah salah satu karya al-Mas’udi yang terdiri dari

tiga puluh jilid. Buku ini berisi tentang uraian sejarah dunia. Karya lainnya

adalah kitab al-Ausat, yang berisi kronologi sejarah umum. Pada tahun 947,

kedua karya tersebut digabungkan menjadi satu dalam sebuah buku berjudul

Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin atau Meadows of Gold and Mines of Precious

Stones (Padang Rumput Emas dan Tambang Batu Mulia). Pada tahun 956, karya

ini direvisi kembali dan diberikan sejumlah tambahan oleh penulisnya. Muruj

adz-Dzahab wa Ma’adin dianggap sebagai buku yang memberikan dasar-dasar

teori evolusi. Dengan pertimbangan tersebut, buku ini diterbitkan kembali di

Kairo (1866) dan diterjemahkan dalam bahasa Perancis oleh C.B de Maynard

dan P. De Courteille. Hasil terjemahan itu kemudian dibagi menjadi sembilan

jilid dan dicetak di paris (1861-1877). 21 Buku jilid pertama sempat

92
Ahmad amin, Husayn, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung:PT Remaja
Rosyada 2003), hlm. 17.
93
Dinami Dian, Studi Komparasi Kitab Taisirul Khalaq Karya Hafidh Hasan Al-
Masudi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga 2013), hlm. 12
diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh A. Sprenger dan dicetak di London.

karya-karya yang lain diantaranya:

 Kitab Sirr al-Hayah (Sirr) (Rahasia Hidup) berisi informasi tentang

pandangan orang-orang Arab dan bangsa lain tentang tingkat jiwa

(Nafs), itu juga berisi informasi tentang keyakinan pada metempsikosis

(Tanaqqul al-Arwāḥ).

 Kitab al-Daʻawa al-Shaniʻah (al-Daʻawa) (The Disgusting Claims) yang

berisi informasi tentang keyakinan pada metempsikosis.

 Kitab al-Maqalat fi Usul al-Diyanat (al-Maqalat) (Pendapat tentang

Prinsip-prinsip Agama) berisi keyakinan orang-orang Arab tentang

karakteristik jin dan beberapa informasi tentang keyakinan ʻAbd al-

Muttalib, paman Nabi Muhammad Saw.

 Kitab Akhbar al-Zaman wa man Abadahu al-Hadathan min al-Umam

al-Madiyah wa al-Ajyal al-Khaliyah wa al-Mamalik alDathirah

(Akhbar) (The Accounts of Time and Ancient Nations, Past Generations,

and Vanished Kingdoms) dan Kitab al-Awsat (Awsat) (The

Intermediate) memiliki informasi tentang peramal di antara komunitas

Arab pra-Islam.

 Kitāb al-Istibsar fi al-Imamah (al-Istibsar) (Musyawarah tentang

Imamah) dan Kitab al-Safwah fi al-Imamah (al-Safwah) (The Epitome


of the Imamah) keduanya berisi informasi tentang keyakinan ʻAbd al-

Muttalib.94

Dari Basra kemudian pindah ke Fustat (Kairo Kuno) tempat ia menulis

karyanya yang bagus, Kitab Akhbar-uz-Zaman atau Murut-uz-Zaman (Cermin

Zaman) yang lebih dikenal dengan sebutan “Annals” (Catatan Tarikh), dalam 30

jilid dengan suplemen (lembaran ekstra), Kitab ul-Ausat, sketsa kronografis

mengenai sejarah umum. Karya besarnya ini diselesaikan pada tahun 956 M

sebagaian lagi masih disimpan. Karyanya yang lebih awal Muruj-uz-Zahab,

menyempurnakan isi dua bagian Murat-uz-Zaman. Karyanya terakhir ditulis

pada tahun kematiannya, yaitu kitab ut-Tanbih wal Ishraf (buku Indikasi dan

Revisi). Dalam buku ini ia membuat ikhtiar, mengoreksi dan melengkapi karya-

karyanya terdahulu. Buku ini diterbitkan di Leiden pada tahun 1894 SM dengan

penyunting M.J Goeje.95

Menurut Jamil, Mas’udi disebut sebagai “Heroditus dan Plinius” nya orang

Arab karena memperkenalkan metode secara orisinil 22 dalam penulisan

sejarah. Ia membuat revolusi dalam penulisan sejarah dengan memperkenalkan

studi kritis pada kejadian-kejadian historis, dan juga, tidak hanya

pengelompokan peristiwa menurut tahun, tapi malahan ia kumpulkan peristiwa-

peristiwa menurut dinasti-dinastinya, sebuah cara yang kemudian diikuti dan

dijelaskan oleh Ibn Khaldun. Pengetahuan yang mendalam mengenai muncul

dan jatuhnya dinasti-dinasti di dunia yang banyak sekaliitu dimilikinya dengan

baik dan secara kritisditeliti dalam karya-karya sejarah geografinya yang


94
Mohd Noh Abdul Jalil, Abu al-Hasan al-Mas’udi on pre-Islamic Arab Religios and
Belief, jurnal Intelektual, Vol. 25, 2017, hlm. 361
95
Ahmad Jamil, seratus Toko Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus 1994), hlm. 28
monumental seperti tertulis secara mendetail di atas. Mas’udi sadar akan

kebesarannya sebagai sejarawan. Ia berkata, “Saya belum pernah menemui

seorang sejarawan yang menggumuli sejarah dengan cara yang saya lakukan.

Sebuah perbandingan dari karya sejarah saya dengan karya-karya

pendahulu saya akan meyakinkan setiap pembaca akan benarnya pernyataan

saya”. Pandangan Mas’udi sangat luas dan dialah salah seorang yang pertama

kali menggunakan anekdot dalam sejarah. Dia telah melakukan karya-karya

wisata yang ekstensif, berkelana ke segenap penjuru dunia Islam dalam

usahanya mencari data dari tangan pertama. Ini yang memungkinkan ia menulis

karya-karya yang besar seperti; Muruz-uz-Zaman (Cermin Zaman). Karya

lainnya yang patut dicatat adalah Al Tanbih Wal Ishraf, yang mengetengahkan

teori evolusi.

Menurut Wahyu, selain Muruj adz-Dzahab wa Ma’adin, karya al-Mas’udi

lainnya adalah kitab At-Tanbih Wa Al-Isyraf (Book of Indication and Revision),

yaitu sebuah buku yang berisi ringkasan koreksi terhadap tulisannya yang lain.

Buku ini juga memaparkan garis besar pandangan filsafat al-Mas’udi tentang

alam dan sejumlah pemikiran evolusinya. Di kemudian hari, buku ini dietit oleh

M.J. de Geoje, sebelum kemudian diterjemahkan dalam bahasa Perancis oleh

Carra de Vaux pada tahun 1896.

I. Pendidikan Syekh Hafidh Hasan Al-Mas’udi

Al-Mas’udi lahir di Baghdad pada tahun 895 M. Setelah menyelesaikan

pendidikan pertama yang diterima dari ayahnya, Al-Mas'udi segera

merencanakan untuk mendalami sejarah, adat istiadat, kebiasaan, dan cara hidup
setiap negeri. Ia juga banyak mempelajari ajaran Kristen dan Yahudi, serta

sejarah Barat dan Timur yang berlatar belakang Kristen dan Yahudi.96

Pengembaraan Intelektualnya dimulai dengan mengunjungi negeri Iran

dan Kirman (915). Ia juga bermukim di Ushtukhar, Persia dan dari sana pergi ke

India, mengunjungi Multan dan al-Manshura. Bersama para pedagang, ia

melanjutkan pengembaraannya ke Ceylon (Srilanka) dan ia ikut mengarungi laut

Cina. Dalam perjalanan pulang ia mengelilingi Samudera Hindia dan kemudian

mengunjungi Oman, Zanzibar, Pesisir afrika Timur, Sudan, dan Madagaskar.

Mansura pada zaman Al-Mas'udi adalah kota yang paling maju di India

Barat dan menjadi ibu kota negeri bagian Sind dalam karyanya Muruj al-

Dhahab wa Ma'adin al-Jawahir, dia menceritakan bahwa kota tersebut terletak

di tepi Sungai Indus (dekat Hyderabad Slang). Nama kota itu diambil nama

Mansur bin Jumhur (Gubernur Pemerintahan Bani Umayyah di Sind). Ia dihuni

oleh sejumlah penduduk golongan sayid (pemimpin kabilah). Sebelum

pertapakan Islam, beberapa wilayah di sekitar lembah Sungai Indus dikuasai

oleh raja-raja Hindu. Namun, setelah terjadi dakwah oleh da'i-da'i Islam, raja-

raja Hindu tersebut telah terpengaruh dengan ajaran Islam dan menganggap

orang Islam sebagai lambang perdamaian dan kehidupan yang baik.

Di India al-Mas'udi juga melakukan penelitian tentang flora dan fauna.

Penelitian dilakukan di tepi laut dekat dengan Bombay. Antara bahan-bahan

penelitian Al Masudi adalah gajah, burung merak, burung kakatua, jeruk, kelapa

dan lain-lain. Kemudian al-Mas'udi bersama-sama dengan penjelajah lainnya

96
Al Mas'udi, Muruj az-Zahab wa Ma'adin al-Jawahir, Dar al-Fikr, Beirut, t.th, hal.
1083.
melanjutkan pelayaran melalui Bombay, Deccan dan Sri Lanka serta berlayar ke

Asia Tenggara, Indocina dan negeri Cina. Dalam perjalanan pulang dia singgah

di Madagaskar, Zanzibar, Oman dan sampai di Basrah. Di Basrah ia menetap

untuk beberapa waktu dan menulis karya besarnya yang berjudul Muruj al-

Dhahab. Buku ini menceritakan tentang pengalaman pribadi dia di berbagai

negara. Dalam buku ini dia menyebutkan beberapa tempat di Asia Tenggara,

termasuk di antaranya Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa. Dalam

tulisannya ia menyebutkan kekayaan dan kejayaan kerajaan Sribuza yang tak

lain adalah Sriwijaya. Digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar

yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang

tercepat dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh

pulau wilayahnya, ada kemungkinan ia sampai ke kawasan ini selama dalam

pelayarannya ke China.

Al-Mas’udi juga mengunjungi Pantai Laut Kaspia dan berkelana

menyusuri Asia Tengah dan Turkistan. Dia juga mengunjungi Tiberias, dan sini

ia memperoleh kesan relief-relief Gereja Kristen. Kemudian dia pergi ke Gujarat

(303H) dan menemukan Chamur, pelabuhan Gujarat dengan penghuni 10 ribu

orang Arab dan sisanya keturunan mereka. Di sini ia mendapat keterangan-

keterangan dari orang Yahudi, Persia, India dan uskup-uskup Kristen. Setelah

meninggalkan Basrah dan Suriah dia kembali ke Fustat (Khairo Kuno). Di sini

ia menyusun karya dia yang kedua berjudul Qoran al-Zaman (cerita-cerita

sejarah) yang terdiri dari 30 jilid. Dua puluh jilid antaranya ada tersimpan di

perpustakaan Aya Sofia (Istanbul), tetapi sejauh ini hanya satu jilid saja
ditemukan di Aleppo dan dibawa ke Wina. Namun, isi kitab ini, yang banyak

menyentuh sejarah dan geografis dunia, telah digariskan dalam kitab Muruj al-

Dhahab. Dalam buku ini dia menggabungkan ilmu geografis dengan sejarah dan

menceritakan kehidupan masyarakat di negara-negara yang pernah dilawatinya.

Karya sejarahnya yang abadi sangat membantu dalam menetapkan norma teori

penulisan sejarah masa kini. Sebuah laporan tentang karya-karya Mas’udi bisa

ditemukan dalam Memoirs de Sacy dan prakata Goeje pada edisi pertama Kitab

al-Tanbih wal Ishraf. Juga dalam The Tales of Caliph 23 (Dongeng-dongeng

Khalifah) tulisan C. Field, 1909, didasarkan pada karyakarya Al-Mas’udi.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN IMPLEMENTASI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB TA’LIM

MUTA’ALLIM DAN KITAB TAISIRUL KHOLLAQ

A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim

Paparan nilai-nilai pendidikan karakter di dalam kitab Ta’lim Muta’allim

karya Syekh Al-Zarnuji adalah hasil analisis peneliti dengan menggunakan teori

yang telah dirancang sebelumnya. Adapun nilai-nilai pendidikan karakter

tersebut bisa berupa kewajiban melakukan sesuatu, anjuran dan larangan.

Adapun nilai-nilai pendidikan karakter di dalam kitab Ta’lim Muta’allim karya

Syekh Al-Zarnuji adalah sebagai berikut:

I. Cinta Ilmu

‫َتَع ــــــَّلْم َفِاَّن ْالِع ْلَم َز ْيٌن َأِلْهِلِه ۞ َو َفْض ٌل َو ِع ْنَو اٌن ِلُك ِّل اْلَم َح اِمِد‬

Arti “Belajarlah ilmu pengetahuan, karena sesungguhnya ilmupengetahuan

itu merupakan hiasan bagi yang memilikinya, ilmu itu juga menjadi kelebihan

dan tanda bagi setiap sesuatu yang terpuji.

‫َو ُك ْن ُم ْسَتِفيًدا ُك َّل َيْو ٍم ِزَياَد ًة ِم َن اْلِع ْلِم َو اْس َبْح ِفي ُبُحوِر اْلَفَو اِئد‬

Arti “Carilah ilmu setiap hari, agar ilmu itu semakin bertambah, dan carilah

faedah-faedahnya, meskipun harus berenang di lautan faedah.


‫َاْفَض ُل اْلِع ْلِم ِع ْلُم اْلحَاِل وافضل اْلَع َمِل ِح ْفُض‬

‫اْلحَاِل‬

Arti “Ilmu yang paling utama ialah ilmu Hal, dan perbuatan yang paling

mulia adalah menjaga hal atau kondisi diri”. Diwajibkan bagi semua umat Islam

untuk mempelajari ilmunya sebuah hal yang terjadi pada kondisi muslim itu

dalam semua keadaan.

Menurut Syekh Al-Zarnuji, pengertian ilmu adalah suatu sifat yang dapat

dijadikan sarana menuju ke arah terang dan jelas bagi orang yang memilikinya,

sehingga mengetahui sesuatu itu dengan sempurna.97

Menuntut ilmu hukumnya sangat wajib bagi setiap muslim yang dikatakan

dalam Hadist:

‫َطَلُب اْلِع ْلِم َفِرْيَض ٌة َعلَى ُك ِّل ُم ْس ِلٍم ُم ْس ِلَم ٌة‬

Arti “Menuntut ilmu itu sangat wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun

muslimah. Al-Zarnuji menjelaskan, ilmu pengetahuan adalah segala hal yang

diketahui dan dipelajari. Al-Zarnuji menekankan pada proses akhir pencarian

ilmu penegatahuan. Proses akhir ini adalah pengalaman. Sebab, menurut Al-

Zarnuji tidak ada ilmu kecuali dengan diamalkan dan mengamalkannya adalah

meninggalkan tujuan duniawi untuk tujuan ukhrawi.98

II. Ketabahan dan Kesabaran Dalam Menuntut Ilmu

97
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim Muta’allim)
penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 8.
98
Ibid, hlm. 9.
Kesabaran dan ketabahan atau ketekunan adalah pokok dari segala urusan.

Tapi jarang sekali orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut, sebagaimana

dalam kata syair:

‫ وَلِكْن َع ِز ْيٌز فِى الَّرجَاِل‬، ‫ِلُك ٍّل إلى شأِو الُعلَى َح َر كَاُت‬

‫َثبَاُت‬

Arti “Setiap orang pasti mempunyai hasrat memperoleh kedudukan atau

martabat yang mulia, namun jarang sekali orang yang mempunyai sifat sabar,

tabah, tekun dan ulet”. Ada juga yang berkata bahwa keberanian adalah

kesabaran menghadapi kesulitan dan penderitaan. Oleh karena itu, seorang

pelajar harus berani bertahan dan bersabar dalam menuntut ilmu duniawi

khususnya akhirwi yang harus bersabar dalam mengaji dan dalam membaca

sebuah kitab. Tidak meninggalkannya sebelum tamat atau selesai. Tidak

berpindah – pindah dari satu guru ke guru yang lain, dari satu ilmu ke ilmu yang

lain. Padahal ilmu yang dia pelajari belum dikuasai, dan tidak pindah- pindah

dari satu daerah ke daerah yang lain, supaya waktunya tidak terbuang sia – sia.99

Sebaiknya pula, pelajar selalu memegangi kesabaran hatinya dalam

mengekang kehendak hawa nafsunya. Seorang penyair berkata: “Sungguh hawa

bafsu itu rendah nilainya, barang siapa terkalahkan oleh hawa nafsunya bearti

dia terkalahkan oleh kehinaannya.” Seorang pelajar mestinya harus tabah dalam

menghadapi ujian dan cobaan. Sebab ada yang mengatakan bahwa gudang ilmu

itu selalu diliputi dengan cobaan dan ujian. Ali bin Abi Thalib berkata:

99
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 14.
“Ketahuilah, kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan hal enam

perkara, yaitu befikir, semangat, sabar, memiliki bekal, petunjuk atau

bimbingan guru dan waktu yang lama ataupun menetap”.

III. Memilih Guru

Dalam memilih guru, ada tiga kriteria utama yang harus dijadikan panduan,

yaitu aspek keilmuan, aspek ubudiyah dan Akhlaq, dan aspek umur. Idealnya,

pilih guru yang paling luas ilmunya, paling bersih ibadah dan Akhlaqnya, dan

paling tua umurnya. Imam Abu Hanifah misalnya, dia memilih Imam Hammad

bin Sulaiman karena beliau guru yang tertua, berpengalaman, rajin, teliti,

penyabar, cerdik, bijaksana, dan suka bermusyawarah. Musyawarah menjadi

Akhlaq tersendiri yang penting dimiliki oleh guru juga pelajar.100 Tentang

bermusyawarah ini, Imam Ja’far Shadik berkata pada Shekh Sufyan atsauri:

“Bermusyawarahlah anda bersama orang-orang yang bertaqwa kepada Allah

swt.” Rasullulah Saw suka bermusyawarah dan memerintahkan untuk selalu

bermusyawaroh dalam segala perkara, padahal dalam kenyataan tidak ada yang

lebih cerdas, cerdik, dan istimewa daripada Rasullulah saw, tapi beliau tetap

suka bermusyawarah baik dalam urusan politik, peperangan, ekonomi, atau

keluarga. Bahkan Rasulullah memerintahkan dan mencontohkan bagaimana

musyawarah dilakukan. Dalam ha+l memilih ilmu dan guru, musyawarah ini

pun menjadi metode tersendiri dalam menentukan pilihan. Bermusyawarahlah

dengan para ulama untuk menentukan mempelajari apa dan berguru kepada

100
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 22.
siapa.

: ‫ وقال‬، ‫َو قَاَل ابْو َحِنْيَفَة رحمه هللا تعالى َو َج ْد ُتُه َش ْيخًا وُقْو ًرا َح ِلْيمًا َص ُبْو ًرا‬

‫َثَبُّت ِع ْنَد َح مًا ِد ْبِن َابى ُس َلْيماَن َفَنَبُّت‬

Abu Hanifah berkata: “Beliau adalah seorang guru berakhlaq mulia,

penyantun dan penyabar. Aku bertahan mengaji kepadanya hingga aku seperti

sekarang ini.” Begitulah kurang-lebih perkataan Abu Hanifah tentang gurunya

setelah memikirkan dengan matang sebelum menjatuhkan pilihannya kepada

Hammad bin Abu Sulaiman sebagai gurunya. Berdasarkan cerita Abu Hanifah

tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa, dalam memilih guru bagi seorang

penuntut ilmu juga perlu diperhatikan, seperti yang dikatakan Abu Hanifah, guru

tersebut haruslah berAkhlaq mulia, penyabar dan bijaksana. Akan lebih baik kita

memilih guru yang sudah berumur atau sudah tua, sifatnya yang waro’ dan

‘alim.

IV. Menghormati Guru

Al-Zarnuji mengatakan bahwa seorang peserta didik tidak akan dapat

meraih ilmu dan memanfaatkan yang ia dapat kecuali dengan menghormati ilmu

dan ahlinya serta menghormati dan mengagungkan gurunya. Dikatakan pula

bahwa, “Penghormatan lebih baik daripada ketaatan”.

Di antara wujud penghormatan pada ilmu adalah menghormati guru. Ali bin

Abi Thalib berkata:101

101
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 64.
‫َأنَا َعْبد َم ْن َع َّلَم ِنى حْر فًا واِح ًدا إْن َش اَء َب اَع َو ِإْن َش اَء الْس َتَر َق َو ِإْن َش اَء‬

‫َأْعَتَق‬

Arti “Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang telah mengajarkan satu

huruf kepadaku. Jika dia menginginkan, maka dia bebas melakukan apapun

terhadapku, menjualku, memperbudakku atau memperdekakanku”.

Sayyidina Ali membuat syair mengenai masalah memuliakan guru, yaitu:

‫ َو َأْو َجَبُه ِح ْفًظا َع َلى ُك ِّل‬، ‫َر َأْيُت َاَح َّق اْلَح ِّق َح َّق اْلُمَع ِّلِم‬

‫ُم ْس ِلم‬

Arti “Aku tahu bahwa seorang guru itu harus diindahkan melebihi segala

hak, dan lebih wajib dijaga oleh setiap orang muslim”. Menghormati guru

diantaranya adalah tidak berjalan di depannya, tidak menduduki tempatnya,

tidak mengajak berbicara kecuali dengan seizinya, tidak banyak berbicara di

dekatnya, dan tidak menanyakan sesuatu ketika sedang letih. Seorang penuntut

ilmu harus mencari waktu yang tepat dan menahan diri untuk tidak mengetuk

pintu sang guru, menunggu dan bersabar sampai ia keluar.

Intinya seorang pelajar harus mencari ridha guru, menjauhi murkanya dan

mentaati perintahnya selama bukan untuk bermaksiat pada Allah. Tidak boleh

ada ketaatan pada makhluk untuk bermaksiat dan membangkang pada Allah

Swt.

V. Bersungguh-sungguh

Implementasi dari nilai karakter bersungguh-sungguh diantaranya adalah

susah payah dalam mencari ilmu, tidak banyak tidur malam, menggunakan
waktu sebagai kendaraan untuk mengejar segala harapan, mempunyai waktu

belajar tertentu (untuk mengulang-ngulang pelajaran), membuat catatan sendiri

mengenai pelajaran yang telah dipahaminya dan diulangi berkali-kali, berusaha

memahami pelajaran dari guru (menganalisa, memikirkan, dan sering

mengulangi), selalu berdoa kepada Allah serta mempunyai cita-cita luhur. Hal

ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh firman Allah Swt dalam al-Qur’an:

‫َيا َيْح َي ُخ ِذ اْلِكَتاِب ِبُقَّوٍة‬

Arti “Wahai Yahya, ambillah Kitab itu (Taurat) itu dengan sungguh-

sungguh”. (QS. Maryam 19:12).

Orang yang mencari ilmu itu hendaknya rajin, bersungguh-sungguh dan

tetap (kontinyu). Peserta didik harus sungguh-sungguh di dalam belajar dan

mampu mengulanginya pelajaranya secara kontinyu sesuai dengan anjuran yang

Allah firmankan dalam surat al-Ankabut ayat 69:

‫واَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا َلَنْهِد َيَّنُهْم ُسُبْو َلَنا ؛ َو إَّن هللا َلَم َع اْلُم ْح ِس ِنْيَن‬

Arti “Dan orang-orang yang berjihad untuk kami, kami akan tunjukkan

kepada mereka jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta

orang-orang yang berbuat baik”.

Ayat di atas menunjukkan bahwa menjadi seorang penuntut ilmu itu harus

bersungguh-sungguh. Barang siapa yang menghendaki sesuatu disertai

ketekunan, tentu akan kesampaian apa yang diharapkan. Dan barang siapa yang

mengetuk pintu, kemudian terus maju, maka ia akan sampai ke dalam.102

102
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 82.
Az-Zarnuji mengatakan waktu yang baik untuk mengulang-ulang pelajaran

ialah diawaktu anatar waktu maghrib dan isya serta waktu sahur karena waktu

ini adalah waktu yang diberkahi.103

Az-Zarnuji juga mengatakan dalam Kitāb Ta’līm Al-Muta’aallim Thariq

At-Ta’allum yakni Bagi seorang pelajar haruslah mempunyai citacita yang tinggi

dalam belajar. Karena sesungguhnya manusia itu terbang dengan cita-citanya,

seperti halnya burung yang terbang menggunakan kedua sayapnya.

Apabila seseorang memiliki sifat bersungguh-sungguh dan serius dalam

belajar maka akan tumbuh dalam dirinya karakter yang bertanggung jawab dan

kerja keras. Karena kerja keras merupakan perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam menggapai sesuatu atau yang diharapkannya

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pendidikan bukan hanya proses

transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan, bahkan yang terpenting adalah

pembentukan karakter pada peserta didik.

Untuk membentuk peserta didik yang berkarakter dan bermartabat, maka

pendidikan islam harus mengarahkan peserta didik pada nilai-nilai pendidikan

karakter yang harus dimilikinya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang harus

dimiliki peserta didik menurut Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim

sebagai berikut:

1. Musyawarah

Musyawarah adalah suatu sikap mau berdiskusi kepada orang lain untuk

mengambil suatu keputusan. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan

103
Syeikh Burhanuddin Az-Zarnuji, Matan Kitāb Ta‟līm Al-Muta‟allim Tharīq At-
Ta‟allum, hal.32
dengan memandang hak dan kewajiban antara diri pribadi dan orang lain sama

(Deni Damayanti, 2014:43). Nilai pendidikan karakter ini perlu kiranya dimiliki

oleh seorang pelajar. Sebab, dengan bermusyawarah seorang pelajar akan

mendapatkan keputusan terbaik dan tidak ada penyesalan dengan keputusan

yang diambilnya. Sebagaiman ungkapan Al-Zarnuji (2007:61) “Musyawarah,

adanya untuk mencari kebenaran”.

Dalam hal ini, ulama mengatakan, “Ada tiga golongan orang yang berkaitan

dengan musyawarah. Pertama, orang yang sempurna yaitu orang yang memiliki

pendapat benar dan mau bermusyawarah. Kedua, orang yang setengah sempurna

yaitu orang yang memiliki pendapat benar tetapi tidak mau bermusyawarah.

Ketiga, orang yang tidak sempurna yaitu orang yang tidak mempunyai pendapat

tetapi juga tidak mau bermusyawarah”.

Dari pendapat di atas menunjukan bahwa musyawarah adalah hal yang

penting sebelum bertindak dan bersikap. Oleh karena itu, Allah memerintahkan

kepada manusia untuk sesalau bermusyawarah dalam segala hal. Dalam Surat

Ali Imron ayat 159, Allah berfirman.

“Bermusyawarahlah bersama mereka didalam perkara.”

Adapun faidah bermusyawarah di jelaskan Ar-Rozi dalam kitab Mafatih al-

Ghaib secara ringkas sebagai berikut:

a. Menunjukan ketinggian derajat seseorang.

b. Mencari keputusan yang terbaik untuk kemaslahatan.

c. Sebagai teladan.

d. Mencerminkan sikap cinta dan ihlas terhadap sesuatu yang utama.


2. Sabar dan Tabah dalam Belajar

Sabar adalah suatu sikap yang senantiasa betah untuk menahan diri pada

kesulitan yang dihadapinya. Namun, bukan berarti menyerah tanpa upaya untuk

melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi. Oleh karena itu, sabar yang

dimaksud adalah sikap yang diawali oleh ihtiyar dan ikhlas dengan segala

cobaan yang ditimpakan kepadanya. Sabar merupakan ketangguhan dalam

bersikap dan berperilaku pantang menyerah atau tidak mudah putus asa ketika

menghadapi kesulitan dalam melaksanakan aktifitas, sehingga dapat mengatasi

kesulitan itu dan mencapai tujuan.

Bagi seorang pelajar wajib kiranya mempunyai karakter sabar. Karena

kesabaran merupakan kunci mencapai kesuksesan. Sebagaimana Al-Zarnuji

menyebutkan dalam kitab Ta’lim Muta’allim sebagai berikut;

“Ketahuilah! Sabar dan bertahan adalah pokok dari segala hal, namun

jarang sekali orang yang bisa melakukannya.”

Dalam hadist juga disebutkan bahwa sabar adalah sebagian dari iman.

Hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim ini penulis kutip dari

artikel Zulkifli yang berjudul “Sabar Bukan Berarti Sikap Orang Yang Lemah”

berbunyi sebagai berikut:

“Sikap sabar merupakan sebagian dari iman, yang kedudukanya

sebagaimana kepala dari sebagian jasad. (H.R. Bukhori dan Muslim dari Abi

Sa’id)”.

Tidak mudah untuk menjaga diri untuk tetap bersabar. Bagi seorang pelajar

hendaknya dalam belajar memulai dari hal yang mudah dan mudah dipahami,
serta menambah pelajaran sedikit demi sedikit. Sebagaimana Al-Zarnuji

(2007:58) mengutip imam Abu Hanifah dari cerita Amr bin Abu Bakar Al-

Zarnuji,

Sebaiknya bagi seorang pemula belajar sebanyak pelajaran yang dapat

dipahami dan dihafalnya serta menambah sedikit demi sedikit, sehingga setelah

masa yang lama dan banyak yang telah dipelajari masih dapat menghafal dan

paham. 104

Sikap untuk tetap bersabar juga ditunjukan dalam al Qur‟an, salah satunya

dalam surat al Baqoroh:45:

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat bagi orang-orang yang khusuk”. (al-

Baqoroh:45)

3. Waro’

Waro’ secara sederhana dapat didefinisikan meninggalkan perkara haram

dan subhat. Menurut Ibrahim bin Adhama waro’ adalah meninggalkan perkara

subhat dan berlebihan (Abi Qosim Abdil Karim bin Hawazin al Qusyairiyah,

tth:110).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat

berharga pada Abu Hurairah:

104
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 418
‫َيا َأَبا ُهَر ْيَر َة ُك ْن َو ِر ًعا َتُك ْن َأْع َبَد الَّناِس َو ُك ْن َقِنًعا َتُك ْن َأْش َك َر الَّناِس َو َأِح َّب ِللَّناِس َم ا‬

‫ُتِح ُّب ِلَنْفِس َك َتُك ْن ُم ْؤ ِم ًنا َو َأَح ِس ْن ِج َو اَر َم ْن َج اَو َر َك َتُك ْن ُم ْس ِلًم ا َو َأِقَّل الَّض ِح َك َفِإَّن َك ْثَر َة‬

‫الَّض ِحِك ُتِم يُت اْلَقْلَب‬105

Arti “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, maka engkau akan

menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah (selalu merasa

cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-

benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika

ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang

baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim

sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.”

(HR. Ibnu Majah)

Sifat wara’ dalam nilai pendidikan karakter adalah hal yang sama dengan

nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia yaitu nilai religius.

Nilai religius adalah sikap dan perilaku yang taat dan patuh kepada agama yang

dianut.

Pentingnya sikap wara’ dalam belajar yaitu: (a). Menjaga tata krama dan

memperbanyak sholat (b). Tidak sampai kenyang saat makan (c). Semakin

wara’ penuntut ilmu, semakin bermanfaat ilmunya (d). Tidak bergaul dengan

ahli maksiat (e). Menghadap kiblat saat belajar106

105
Abdul Majid, Lc, Kitab Ta’lim Muta’allim Pedoman Etika dan Metode Islami
Dalam Menuntut Ilmu, (Jakarta Selatan, PT Rene Turos, 2021), hlm. 164.
106
Abdul Majid, Lc, Kitab Ta’lim Muta’allim Pedoman Etika dan Metode Islami
Dalam Menuntut Ilmu, (Jakarta Selatan, PT Rene Turos, 2021), hlm. 163.
Dari hal di atas, al-Zarnuji menjelaskan bahwa waro’ berarti menjaga diri

dari segala sesuatu yang tidak berguna menurut agama, baik sesuatu itu mubah,

makruh, maupun haram. Oleh karena itu, hendaknya seorang pelajar selalu

memperhatikan segala hal yang berkaitan dengan belajarnya mengenai hukum

halal dan haramnya. Dengan demikian sesuai dengan sikap religiusnya yang

selalu patuh terhadap ajaran agamanya yang berkaitan tentang larangan terhadap

hal-hal yang dilarang agama.

Salah seorang ulama fikih yang zuhud berwasiat kepada seorang penuntut

ilmu, “Kamu harus menjauhkan dari ghibah dan majelis orang-orang yang

banyak bicara tak faedah”. Beliau kemudian mengingatkan, “Sesungguhnya

orang yang banyak berbicara, akan mencuri umurmu dan membuang waktumu”.

Al-Zarnuji juga menjelaskan bahwa pelajar yang memiliki sifat waro’

ilmunya akan bermanfaat, belajar lebih mudah, dan memiliki faidah yang

banyak. Dengan ilmu yang bermanfaat seorang pelajar akan mendapatkan

kedudukan dan derajat yang tinggi. Selain itu, sifat waro’ juga akan

mendekatkan diri kepada Allah dengan banyak beribadah.

4. Hormat dan Hidmad

Hormad dan hidmad merupakan nilai pendidikan karakter yang perlu

dikembangkan di dunia pendidikan. Sikap menghargai, menyayangi, serta

persahabatan akan ditunjukkan oleh seorang pelajar, bila mereka memiliki sifat

hormat dan hidmad. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

adalah sikap tahu dan mengerti akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.

Sehingga, dengan hormat dan hidmad seorang pelajar akan lebih mudah dalam
belajar karena tercipta lingkungan yang nyaman, aman dan damai. Sebagaimana

Al-Zarnuji (2007:34), karakter hormat dan hidmad perlu dimiliki oleh seorang

pelajar. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim, Beliau menyebutkan;107

“Seorang pelajar tidak akan mendapatkan ilmu dan manfaatnya kecuali dengan
memulyakan ilmu, ahlinya, serta menghormati guru”.
Dikatakan dalam sebuah ungkapan, “tidaklah akan sampai seseorang pada
sesuatu yang dituju kecuali dengan memulyakan”

Makna menghormati guru menurut Al-Zarnuji adalah mencari ridho guru,

menghidari murkanya, dan melaksanakan perintahnya yang tidak mengandung

maksiat. Sedangkan makna menghormati ilmu adalah selalu bersikap rasa ingin

tahu pada ilmu dan hikmah.

5. Tekun

Tekun merupakan kesungguhan hati untuk tetap bekerja keras dalam

memeroleh sesuatu, meskipun mengalami hambatan, kesulitan, dan rintangan.

Tekun merupakan nilai berorientasi pada tindakan untuk mewujudkan gagasan

menjadi tindakan nyata. Sebagai seorang pelajar, sifat tekun dapat diwujudkan

dengan semangat belajar yang berkesinambungan dan tidak kendur dalam

menghadapi kesulitan-kesulitan dalam belajar semisal, tetap belajar meskipun

tidak akan menghadapi ujian.

Sifat tekun dalam al-Qur’an disebutkan dalam surat al Ankabut:69 yang

berbunyi;

‫َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا َلَنْهِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَناۗ َو ِاَّن َهّللا َلَم َع اْلُم ْح ِس ِنْيَن‬

107
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 89.
Arti “Orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhoaan-Ku,

niscaya Aku akan menunjukan jalan menuju-Ku” (al Ankabut:69)

Dalam surat al Isro:84 juga disebutkan;

‫ُقْل ُك ٌّل َيْع َم ُل َع َلى َش اِكَلِتِهۦ َفَر ُّبُك ْم َأْع َلُم ِبَم ْن ُهَو َأْهَدى َس ِبيًال‬

Arti “Katakanlah! Setiap orang berbuat menurut keadaannya

masingmasing, maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar

jalanya” (al Isro’:84)

Sementara dalam hal ini, Al-Zarnuji mengutip sebuah ungkapan tentang

tekun sebagai berikut:108

“Barang siapa mencari sesuatu dengan bersungguh-sunggu, maka ia akan

mendapatkanya, barang siapa mengetuk pintu berusaha untuk memasuki, maka

ia akan memasukinya”.

Dengan demikian, sikap tekun adalah salah satu modal dalam mencapai

kesuksesan dalam berbagai bidang sebagaimana yang telah diimpikan. Denagn

sikap tekun sesuatu yang mungkin sulit untuk diperoleh akan menjadi lebih

mudah.

6. Cita-cita Luhur

Cita-cita atau impian hendaknya dimiliki oleh seorang pelajar. Citacita

adalah nilai berpikir, berpikir dan melakukan cara sesuatau untuk menghasilkan

cara atau hasil yang baru nyata. Cita-cita merupakan suntikan motivasi agar

selalu bersemangat dan bekerja keras dalam memeroleh apa yang dimaksud.

108
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 47.
Cita-cita luhur merupakan pokok dari segala sesuatu. Sebagaimana Al-Zarnuji

menyebutkan dalam kitab Ta’lim Muta’allim sebagai berikut;109

Hal pokok dalam memeroleh segala sesuatu adalah bersungguhsungguh

dan cita-cita luhur.

Dengan cita-cita luhur yang telah tertanam dalam hati, seorang pelajar akan

fokus dan bersemangat dalam mewujudkan cita-citanya. Meski sering kali, cita-

cita luhur adalah sesuatu yang tinggi dan sulit untuk diraih. Dengan demikian,

seorang pelajar akan mantab dan teguh pendirian untuk meraih kesuksesan.

Bagi seorang pelajar hendaknya jangan berpatah arang utuk bercitacita

setinggi mungkin. Asalkan mau untuk berusaha untuk mewujudkannya, niscaya

apa yang diimpikan akan diraih. Sebagaimana dalam al-Qur’an:

“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah) bawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan orang yang

berdo’a apabila ia berdo’a kepda-Ku, maka hendaklah mereka itu beriman

kepada-Kuagar mereka selalu berada dalam kebenaran”

Dalam bab ini juga Syekh Az-Zarnuji mengatakan Jadikanlah malam-

malam mu sebagai kendaraan, maka kamu akan menemukan cita-citamu. Dan

hendaknya bagi seorang pelajar jangan pernah katakan tidak bisa ataupun tidak

mau dalam mengulang-ulang pelajaran, untuk itu waktu yang baik bagi pelajar

untuk mengulangi pelajarannya lebih baik pada permulaan malam yakni antara

maghrib dan isya dan juga diwaktu sahur.

7. Menghargai (Respek) Diri Sendiri

109
Ibid, hlm. 84.
Salah satu karakter yang harus dimiliki pelajar tehadap diri sendiri adalah

respek terhadap diri sendiri. Sebagai pelajar yang hari harinya disibukkan

dengan belajar, sudah barang tentu mengalami kepayahan dan kebosanan. Maka

disaat mereka sedang merasa payah, mereka harus menghibur diri dengan cara

yang positif.

Dalam kitabnya, Al-Zarnuji seorang pelajar tidak diperkenankan untuk

memaksa diri dalam belajar ketika sudah kepayahan, karena hal itu akan

menyebabkan berhentinya belajar.110

Hendaknya seorang pelajar giat dan bersemangat dalm belajar. Jangan

memaksa diri yang dapat menyebabkan berhenti beljar. Sebaikbaiknya suatu

perkara adalah tengah-tengahnya.

8. Usaha Sekuat Tenaga

Hendaklah pelajar bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu sampai terasa

letih guna mencapai kesuksesan dan tak kenal berhenti, dan dengan cara

menghayati keutamaan ilmu. Mereka hendaknya berusaha sema ksimal

mungkin, namun jangan sampai memforsir diri jika sudah merasa letih.

Usaha yang maksimal merupakan karakter yang harus dimiliki oleh seorang

yang menuntut ilmu. Karena hal itu termasuk sifat yang pantang menyerah

terhadap sesuatu. Menuntut ilmu itu adalah hal yang sulit dan sangat

melelahkan. Maka dari itu, hendaknya dihadapi dengan penuh kesabaran dan

kesungguhan agar kita dapat mencapai hasil yang maksimal.

110
Syekh Az-zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemah Ta’lim
Muta’allim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah), hlm. 69.
Dalam belajar, seorang pelajar dituntut berperan aktif dalam pembelajaran,

dituntut untuk berpikir kritis dan mengulang-ulang pelajaran. sebagaiman Al-

Zarnuji menjelaskan;

Hendaknya seorang pelajar mencurahkan kemampuanya untuk memahami

pelajaran dari guru atau denagn memahami sendiri, mengkaji dan mengulang

berulangkali.

Nilai-nilai pendidikan karakter di atas dapat dirumuskan dalam tabel

sebagai berikut:

No. Nilai karakter Keterangan

1. Musyawarah Sikap senantiasa utuk bermusywarah


dalam mengambil suatatu keputusan
terbaik agar tidak ada penyesalan.
2. Sabar dan tabah Sikap selalu sabar dan tabah dalam
menuntut ilmu, menghadapi cobaan
dan melawan hawa nafsu.
3. Wara’ Sikap selalu menjaga diri dari segala
sesuatu yang tidak berguna menurut
agama, baik sesuatu itu mubah,
makruh maupun haram.
4. Hormat dan khidmad Perilaku untuk selalu menghormati
guru, teman, serta ilmu itu sendir.
5. Tekun Sikap untuk selalu memilki semangat
dan ketekunan dalam menuntut ilmu.
6. Cita-cita luhur Sikap bagi santri untuk memiliki cita-
cita luhur dalam menuntut ilmu dan
berfikir jauh ke depan.
7. Menghargai (respek) Perilaku untuk tidak selalu memforsir
diri dalam menuntut ilmu sehingga ia
diri sendiri tidakan terlalu merasa payah dan
bosan. Jadi ia perlu menghibur diri
dengan cara yang positi.
8. Usaha sekuat tenaga Sikap untuk selalu berusaha
semaksimal mungkin dalam menuntut
ilmu dengan cara menghayati
keutamaan ilmu.
Bentuk dari pendidikan karakter perlu direalisasikan peserta didik guna

mancapai tujuan kesuksesan memperoleh ilmu. Terdapat empat bentuk

pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam proses pendidikan, antara

lain:

a. Pendidikan berbasis nilai religius yaitu pendidikan karakter yang

berlandaskan kebenaran wahyu (konversi moral).

b. Pendidikan karakter berbasis nilai kultur yang berupa budi pekerti,

pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para

pemimpin bangsa.

c. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan).

d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil

proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk

meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).

Pendidikan berbasis nilai religius meliputi nilai syukur dan tawakal. Di

dalam kitab Ta’lim Muta’allim implementasi dari nilai syukur adalah dengan

selalu mengucap syukur “Alhamdulillah” setiap memahami ilmu dan hikmah,

karena dengan selalu bersyukur maka ilmu akan semakin bertambah atau

berkembang. Nilai syukur seharusnya dilakukan peserta didik dengan

menyatakan di dalam hati bahwa sesungguhnya semua kenikamatan adalah

datangnya dari Allah Swt.

Kemudian peserta didik mengucapkan rasa syukurnya melalui lisannya

dengan selalu mengucapkan “Alhamdulillah”, baik dalam keadaan sedih atau

senang, mendapat nilai bagus atau tidak bagus, mendapatkan uang saku atau
tidak, diberi kesehatan atau kesakitan, diberi kemudahan dalam menyerap ilmu,

maka semua hal itu harus selalu disyukuri. Namun, implementasi syukur tidak

hanya di dalam hati dan lisan saja, tetapi harus diaktualiasasikan dengan

perbuatan. Dengan cara menjaga kenikmatan kesehatan yang diberikan Allah

kepada peserta didik dengan tujuan agar dapat mencari ilmu dengan lancar,

karena jika peserta didik dalam keadaan sakit, pasti akan ada banyak masalah

ketika proses belajar berlangsung.111

Selanjutnya, bentuk dari karakter tawakal yang dikatakan Al-Zarnuji dalam

kitabnya adalah peserta didik tidak perlu merasa susah karena masalah rizki dan

tidak menyibukkan diri dengan urusan tersebut. Karena orang yang mencari

ilmu itu akan dicukupi oleh Allah dengan sendirinya, sehingga peserta didik

tidak perlu memikirkan biaya dahulu yang penting yang diprioritaskan terlebih

dahulu adalah mencari ilmu. Tawakal bukan berartihanya pasrah kepada Allah,

tetapi tawakal adalah berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha.

Peserta didik ketika akan ada ulangan harian, belajar dahulu sebelum ulangan,

setelah itu hasilnya biarkan Allah yang menentukan. Pendidikan karakter

berbasis nilai kultur meliputi nilai demokratis dan tawadlu’.

Demokratis dalam kitab Ta’limul Muta’allim diimplementasikan dengan

musyawarah saling mengingatkan pelajaran (mudzakarah), berdiskusi

(munadzarah) dan memecahkan masalah bersama (mutharahah). Peserta didik

dalam kegiatan pembelajan seharusnya diarahkan pada kegiatan yang membuat

dirinya aktif dan berinteraksi, saling tukar pikiran dengan sesamanya. Kegiatan

111
Qori Ratna, 100 Ilmuwan Muslim Para Pelopor Sains Modern, (Klaten: Galmas
Publisher, 2014), hlm. 70
ini biasanya sudah diaktualisasikan di dalam kegiatan pembelajaran dengan cara

kerja kelompok, tugas diskusi, tanya jawab, dan permainan-permainan yang

membutuhkan kerjasama dan interaksi antara peserta didik. Nilai selanjutnya

adalah tawadlu’. Al-Zarnuji mengatakan bahwa bentuk dari tawadlu’ adalah

menghormati ilmu dan menghormati guru. Diantara menghormati ilmu adalah

peserta didik hendaknya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci.

Demikian pula dalam belajar, hendaknya dalam keadaan suci. Al-Zarnuji

menyarankan kepada peserta didik yang akan memulai belajar dengan

berwudhu. Kemudian bentuk dari menghormati ilmu selanjutnya adalah selalu

menulis dengan rapi dan jelas, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.

Peserta didik harus mempunyai dan membeda-bedakan buku sesuai mata

pelajaran masing-masing disertai tulisan yang rapi di dalam buku agar

mempermudah dalam belajar. Disamping itu, peserta didik hendaknya selalu

memperhatikan secara seksama terhadap ilmu yang disampaikan padanya,

sekalipun telah diulang seribu kali penyampaiannya.

Kemudian diantara menghormati guru yang dikatakan Al-Zarnuji adalah

tidak berjalan di depannya, duduk di tempat duduknya, memulai bicara kecuali

mendapat izin darinya, banyak bicara, dan tidak mengajukan pertanyaan ketika

guru sedang dalam keadaan tidak enak, menjaga waktu, tidak mengetuk pintu

rumahnya, tetapi sabar menunggu hingga pendidik itu keluar dari rumahnya,

melaksanakan perintah-perintahnya kecuali perintah maksiat, menghormati

putera dan semua orang yang ada hubungan dengannya. Hal mengenai
menghormati guru tersebut di atas intinya mengajarkan kepada peserta didik

terhadap sopan santun kepada guru.

Di era sekarang ini, sopan santun kepada guru sudah menurun secara

drastis. Seharusnya peserta didik selalu sopan santun terhadap guru karena guru

adalah orang yang memberikan ilmu kepada kita. Peserta didik dapat

mengaktualisasikan menghormati guru dengan mengucapkan salam ketika

bertemu, bersalaman dengan guru, tidak membicarakan keburukannya,

mematuhi segala perintahnya kecuali perintah yang jelek, berbicara yang sopan

kepada guru, tidak berbicara seperti layaknya bicara kepada teman, mengikuti

kegiatan pembelajaran dengan seksama atau memperhatikan guru ketika

menjelaskan dan tidak bergurau sendiri.Pendidikan karakter berbasis lingkungan

meliputi nilai cinta damai, bersahabat atau komunikatif, dan husnuzhan

(berprasangka baik).

Cinta damai dalam kitab Ta’limul Muta’allim berbentuk tidak mempelajari

ilmu debat. Dalam hal ini, peserta didik seharusnya menjauhi segala macam hal-

hal yang menimbulkan permusuhan antar sesama. Ketika mengikuti lomba,

kerja kelompok, dan diskusi harus bisa menempatkan diri dan menahan rasa

egois masing-masing. Tempat duduk di kelas diciptakan bergantian untuk

menghindari permusuhan antara peserta didik. Bentuk dari bersahabat atau

komunikatif, berkomunikasi dengan cara musyawarah kepada orang setempat

atau sekeliling ketika akan memilih guru. Ketika menjadi peserta didik

seharusnya ketika akan memilih sekolah harus bermusyawarah dengan orang tua
atau guru. Karena dengan musyawarah maka akan menemukan jalan keluar

yang baik.

Musyawarah akan menciptakan suasana yang interaktif sehingga terjalin

hubungan yang komunikatif dan bersahabat. Dalam proses pembelajaran

seharusnya guru tidak lepas dari mangajarkan nilai musyawarah kepada peserta

didik. Peserta didik juga seharusnya menjalin hubungan baik dan bersahabat

dengan peserta didik yang lain dengan tanpa membeda-bedakan, tetapi

diusahakan berteman dengan teman yang rajin, pandai, baik, dan berperilaku

baik. Diadakan dalam program belajar mengajar yang menggunakan metode

berkelompok, sehingga siswa bisa saling menghargai satu sama lain dan

memupuk persahabatan.

Husnuzhan yang dimakasud di dalam kitab Ta’limul Muta’allim adalah

tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, diantaranya adalah membiarkan

orang yang berbuat jelek kepada kita dan tidak usah membalasnya, dan

memperbanyak atau melipat gandakan perbuatan baik kepada seseorang.

Pendidikan karakter berbasis potensi diri meliputi nilai cinta ilmu, bersunguh-

sungguh, rajin, sabar, dan wara’. Cinta ilmu dalam kitab Ta’limul Muta’allim

diimplementasikan dengan peserta didik belajar dan mencari ilmu pengetahuan

setiap hari dan menggunakan seluruh waktunya untuk membiasakan

merenungkan kedalaman ilmu, dan tidak pernah malu mengambil pelajaran,

serta tidak pelit untuk memberikan pelajaran kepada orang lain.

Bentuk dari cinta ilmu adalah dengan semangat menuntut ilmu setiap hari,

berniat mencari ilmu hanya untuk mendapat ridho Allah, tidak pernah mengeluh
ketika mendapatkan kesulitan dalam belajar, berusaha bagaimana agar dirinya

dapat menyerap ilmu dengan baik. Cinta terhadap ilmu dapat juga ditunjukkan

peserta didik dengan perilaku diantaranya: (a) Senang membaca buku-buku

pengetahuan sebagai bukti cinta ilmu (b) Bersikap sopan saat belajar dan selalu

menghargai dan menghormati guru (c) Senang mendatangi guru untuk meminta

penjelasan tentang ilmu pengetahuan (d) Selalu menyeimbangkan ilmu

pengetahuan yang dimilikinya dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah

SWT.

Selanjutnya bentuk dari bersungguh-sungguh dalam kitab Ta’lim

Muta’allim ketika mencari ilmu adalah tidak banyak tidur malam, menggunakan

waktu seagai kendaraan untuk mengejar segala harapan, mempunyai waktu

belajar tertentu (untuk mengulang-ngulang pelajaran), membuat catatan sendiri

mengenai pelajaran yang telah dipahaminya dan diulangi berkali-kali, berusaha

memahami pelajaran dari guru (menganalisa, memikirkan, dan sering

mengulangi), dan selalu berdo’a kepada Allah, serta mempunyai cita-cita luhur.

Sedangkan dalam konteks saat ini bersungguh-sungguh dapat ditunjukkan

peserta didik dengan perilaku rajin belajar, tidak mengeluh dalam mencari ilmu,

berusaha bagaimana agar dirinya dapat menyerap ilmu dengan baik. Al-Zarnuji

mengatakan bahwa bentuk dari rajin.

Rajin kontinyu atau terus menerus dalam belajar, dan menghindari sebab-

sebab yang menjadikan malas. Peserta didik seharusnya setiap hari belajar

meskipun dengan waktu yang sedikit asalkan kontinyu, selalu mengerjakan PR

dari guru, dan tidak bermalas-malasan baik ketika di rumah.


B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Kitab Taisirul Khollaq

Nilai berasal dari bahasa latin vale’re yang artinya berguna, mampu akan,

berdaya berlaku, sehingga nilai diartiakan sebagai sesuatu yang dipandang baik,

bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok

orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai,

diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang

menghayatinya menjadi bermartabat.

Steeman menyatakan, nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada

hidup, yang memberi acuan, titik tolak, dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu

yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.

Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan

tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika. 112Jadi

nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek,

bukan objek pada itu sendiri, sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau

kualitas yang melekat pada sesuatu itu.

Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab Taisirul Khollaq yaitu:113

1. Al-Haya’ (malu)

Keadaan jiwa yang dipandang terpuji disamping dan merupakan rangkaian

dari sifat al-iffah adalah al-haya’. Kedua sifat tersebut merupakan suatu

kemampuan di dalam jiwa setiapinsane yang dapat berfungsi sebagai

penghalang bagi seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela,

112
Ibid
113
Hafidz Hasan Al-Mas’udi, (1418) Taisir Al-Khallaq, Terj. M. Fadlil Sa’id An-
Nadwi, Bekal Berharga Untuk Menjadi Anak Mulia, Al-Hidayah, Surabaya, 1418
perbuatan-perbuatan yang dapat mendegradasikan nilai-nilai kemanusiaannya

sendiri karena merusak norma-norma agama, sosial dan kesusilaan.

2. Al-‘Iffah (memelihara kesucian diri)

Termasuk salah satu sifat yang terpuji baik dari segi nilai illahiyah maupun

kemanusiaan. Sifat tersebut ialah al-‘iffah.Sifat al-‘iffah pada hakikatnya

merupakan keadaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari perbuatan jahat.

3. Ar-rahmah (kasih sayang)

Kasih sayang merupakan pembawaan naluri setiap orang, kasih-sayang

dalam etika Islam termasuk salah satu sifat yang baik. Perbuatan kasih sayang

dapat dilakukan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. Al-‘Iqtishad (berlaku hemat)

Hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, yangberarti pula

perbuatan tersebut merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan

dengan sebaik-baiknya dengancara yang wajar.

5. Qana’ah dan Zuhud

Salah satu sifat yang membuat hati tenang adalah qana’ah dan zuhud. Jika

ditilik dari sumbernya, maka bagi orang-orang yang beriman kepada Allah,

qana’ah dan zuhud yang hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati

sanubari karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Illahi yang secara

metafisik berada di balik segala keadaan.

Kitab Taisirul Khalaq adalah kitab yang berisi tentang ringkasan ilmu

Akhlaq untuk para pelajar tingkat dasar. Karena pada dasarnya mempelajari
Akhlaq harus dimulai dan ditanamkan dari sejak dini. Adapun nilai-nilai

pendidikan karakter di dalam Kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq karya

Syekh Hafidz Hasan Al-Mas’udi adalah sebagai berikut:

 Adab guru dan murid.

‫َالُمَع ِّلُم َد ِلْيُل اِّتْلِم ْيِذ اَلى َم ا َيُك ْو ُن ِبِه َك َم ا ُلُه ِم َن الُع ُلْو ِم َو اْلَم َع اِرِف‬114

Di dalam kitab tersebut, guru yaitu orang yang mengajar atau orang yang

menunjukan murid kepada ilmu dan pengalaman yang menjadi sebab murid tadi

menjadi orang yang sempurna, maka dari itulah yang namanya guru harus

mempunyai sifat yang terpuji. Kemudian dari situ, pengarang kitab menjelaskan

sesuatu yang harus ada pada guru diantaranya adalah; taqwa kepada Allah,

rendah diri, tidak sombong, ramah, supaya hati para murid bisa condong kepada

guru dan bisa ilmu yang diberikan bisa bermanfaat.115

Guru, ustadz atau kiai adalah orang yang alim. Mereka disebut alim karena

memiliki ilmu yang memadai di bidangnya. Kewajiban orang alim antara lain

adalah mengamalkan dan menyebarkan ilmunya kepada masyarakat, dalam

interaksinya dengan masyarakat terutama pada murid-murid sendiri, seorang

guru hendaknya memperhatikan adab-adab tertentu sebagaimana dijelaskan oleh

Imam al-Ghazali sebagai berikut:

”Adab orang alim (guru), yakni: tidak berhenti menuntut ilmu, bertindak

dengan ilmu, senantiasa bersikap tenang, tidak takabur dalam memerintah atau

114
Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Taysirul Kholaq Fi Ilmil Akhlaq. Semarang: Musyawwir
Anwar. 1436. hlm. 32.
115
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2012), cet,1, h.56.
memanggil seseorang, bersikap lembut terhadap murid, tidak membanggakan

diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban

berpikirnya, merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu’, bersedia

menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan

berpikirnya masih terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan

menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan”.116

Diterangkan oleh pengarang kitab tersebut seorang murid harus mempunyai

tata krama yang meliputi; (1) tata krama yang ada dalam diri murid seperti,

meninggalkan kesombongan, merendahkan diri, dan jujur, (2) tata krama dengan

guru seperti, murid harus memiliki I’tiqod, merendahkan diri di depan guru dan

duduk dengan sopan, (3) tata krama dengan sesama teman seperti, menghargai,

menghormati sesama saudara atau teman dan tidak menghina dan merendahkan,

serta tidak boleh bersuka ria apabila ada sebagian saudaranya ada yang dicela

guru.

 Adab Seorang Anak Terhadap Orang Tua-Nya.117

Sebagai seorang anak, berbakti kepada kedua orang tua sudah menjadi hal

yang wajib. Hal ini juga sudah diperintahkan dalam al-Qur’an dan Hadist. Salah

satu bentuk berbakti kepada kedua orang tua adalah dengan memperhatikan

etika dan adab antara anak kepada orang tuanya.

Mengenai adab seorang anak kepada orang tuanya juga pernah dibahas oleh

Imam Al-Ghazali dalam risalah yang berjudul Al-Adab Fiddin yang terdapat

116
Abi Kafa Bihi HSB, Terjemah Taisirul Khollaq, (Jawa Barat, Mu’jizat, 2021), hlm.
22
117
Ibid, hlm. 44-45.
dalam buku Majmu’ah Rasail. Dalam tulisan tersebut disebutkan beberapa adab

seorang anak kepada orang tuia yang perlu diperhatikan, yaitu:

a) Mendengarkan kata-kata orang tua

Seorang anak perlu mendengar dengan baik saat orang tua berbicara,

khususnya jika pembicaraan tersebut adalah pembicaraan serius atau nasihat.

Jika seorang anak berencana untuk memotong omongan orang tua, akan lebih

baik jika anak meminta izin terlebih dahulu.

b) Berdiri ketika orang tua berdiri

Selain sebagai bentuk sopan santun, hal ini juga menunjukkan kesigapan

anak untuk membantu. Jika sewaktu-waktu orang tua membutuhkan bantuan,

maka anak bisa segera memberi bantuan. Sebaliknya, jika orang tua sudah

duduk, maka sebaiknya anak juga ikut duduk, kecuali jika tidak ada lagi kursi

yang tersedia.

c) Memenuhi perintah orang tua

Selama orang tua memberikan perintah yang tidak bertentangan dengan

aturan Agama, maka wajib untuk mengikutinya. Selain itu, jika perintah orang

tua melebihi kemampuan anak, maka seorang anak perlu berusaha semampunya

atau menolak dengan cara yang baik jika memang benar-benar terpaksa harus

menolak.

6. Al Hilm (Kesabaran)

Al Hilm adalah menahan diri dari marah dan balas dendam terhadap orang

yang menyakitinya, meskipun ia mampu melakukannya. Adapun sebabnya


adalah karena merasa sayang kepada orang yang berlaku bodoh tidak mau

memakinya, tidak mau membalas kejahatan karena malu, tidak ingin menyakiti

orang yang menghinanya, karena menjaga nikmat yang lalu dan tidak mau

berbuat makar atau menggunakan kesempatan. Seseorang yang tidak mau

membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan yang serupa hanyalah seorang

yang berhati dan kemauan yang mulia.

7. Tata Krama Makan

Sebelum makan, seorang harus mencuci tangan terlebih dahulu, meletakkan

makanan di bawah dan duduk di bawah serta niat takwa untuk ibadah dan

meninggalkan makan ketika telah kenyang. Hendaknya puas dengan makanan

yang ada dan tidak mencelanya. Mengajak orang lain untuk makan bersama

dengannya. Hendaknya ia mengucapkan basmalah dengan suara yang jelas agar

mengingatkan yang ikut makan bersamanya. Makan dengan tangan kanan,

memperkecil makanannya dan mengunyah sebaik-baiknya. Tidak mengulurkan

tangannya ketempat orang lain sebelum ia selesai. Hendaknya makan yang ada

di depannya, kecuali buah-buahan. Tidak bernafas di dalam makanan, tidak

memotong makanan dengan pisau, tidak mengusap tangannya dengan makanan.

Tidak mengumpulkan buah kurma dengan bijinya dalam satu wadah.

Hendaknya ia tidak minum air, kecuali jika diperlukan dan setelah selesai

makan. Segera berhenti makan sebelum kekenyangan. Membasuh kedua tangan

setelah makan dan mengucap hamdalah.

C. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Ta’lim

Muta’allim
Kitab Ta’lim Muta’allim ialah karya yang paling monumental dan

merupakan satu-satunya karya populer Al-Zarnuji yang dapat diketahui dan

masih ada sampai sekarang. Ta'lim Muta’allim merupakan salah satu dari

beberapa kitab kuning yang banyak dipelajari dan menjadi pedoman pelajar

(santri) di pesantren. Di pesantren-pesantren Jawa, kitab-kitab klasik keagamaan

karya ulama-ulama terdahulu (sebut kitab kuning) telah lama menjadi literatur

pokok dalam pembelajaran agama. Kajian kitab kuning telah menjadi tradisi

pesantren selama berabad-abad (Muslim Abdul Rohman, 1997:53).

Implementasi pendidikan karakter haruslah berdasar kepada nilai religius,

bukan tanpa nilai religius. Pemahaman umum yang diyakini kebanyakan

pendidik, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu

yangmelibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan, dan menepikan

nilai agama. Pengertian pendidikan karakter seperti itu masih menyisakan

problem. Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, Syeikh al-Zarnuji merumuskan

sejumlah metode penting dalam pembentukan karakter, yang mencakup adab

batin dan lahir.118

Pertama, metode ilqa’ al-nasihah (pemberian nasehat). Nasihat yang

dimaksud diberikan berupa penjelasan tentang prinsip haq dan batil. Penjelasan

ini merupakan pemasangan parameter ke dalam jiwa setiap pelajar sehinggaa

bisa menjadi paradigma berpikir. Untuk itu, disyaratkan guru harus terlebih

dahulu membersihkan diri dari sifat-sifat tercela agar nasihat yang diberikan

118
Chodijah, S. (2019). Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kitab Ta’lim Al-
Muta’allim Karya Al-Zarnuji Di Mushola Al-Hidayah Blok Lojok Rt/Rw 08/03 Desa Kondangsari
Kec. Beber Kab. Cirebon Tahun 2018.
membekas dalam jiwa anak didik. Pemberian nasehat harus dengan kesan yang

baik, bijak, dan bahasa yang mudah dimengerti.

Kedua, metode mudzakarah (saling mengingatkan). Al-Zarnuji memberi

rambu-rambu agar ketika mengingatkan murid tidak melampaui batas karena

bisa menyebabkan murid tidak menerimanya. Oleh sebab itu, al-Zarnuji

memberi arahan kepada setiap pendidik agar memiliki sifat lemah lembut,

menjaga diri dari sifat pemarah.

Ketiga, strategi pembentukan mental jiwa. Dalam metode iniditekankan

beberapa aspek yaitu; niat, menjaga sifat wara’, istifadah (mengambil faedah

guru), dan tawakkal. Syeikh al-Zarnuji menjelaskan, sukses dan gagalnya

pendidikan Islam tergantung dari benar dan salahnya dalam niat belajar.

Pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim dalam pembentukan karakter

manusia terdapat nilai-nilai pembentukan karakter dapat diidentifikasi dari nilai-

nilai keagamaan, dan sosial yaitu sebagai berikut:

1. Nilai-Nilai Keagamaan

Nilai keagamaan yang didapat oleh orang yang memperoleh kuntungan dari

ilmu itu terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’allim. Sedangkan penjelasan dalam

kitab Ta’lim Muta’allim bahwasannya mencari ilmu itu wajib hukumnya. dalam

pembahasan lain dijelaskan kewajiban menuntut ilmu seperti yang ada dalam

kitab Ta’lim Muta’allim sebagai berikut:

، ‫ ِبَأَّنُه َاليْفَتَر ُض على ُك ِّل ُم ْس ِلٍم َطَلُب ُك ِّل ِع ْلٍم َو إَّنَم ا ُيْفَتَر ُض َع َلْيِه َطَلُب اْلِع ْلِم اْلَح اِل‬، ‫ِاْع َلْم‬

‫ َو َاْفَض ُل اْلِع ْلِم ِع ْلُم اْلحَاِل وافضل اْلَع َمِل ِح ْفُض اْلحَاِل‬: ‫َك ما َقاَل‬

Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan
perempuan tidak untuk sembarang ilmu, tetapi terbatas pada ilmu agama, dan

ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama

manusia. Sehingga ada yang berkata “ilmu yang paling utama adalah ilmu hal’.

Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku yang dimaksud ilmu

hal adalah ilmu agama Islam, tentang Shalat lima waktu, ini sangat ditekankan

bagi pencari ilmu dalam kitab Ta’lim Muta’allim dijelaskan bahwa:

‫ َفِإَّنُه َالُبَّد َل َلُه ِم َن الَّصالِة‬، ‫َو ُيْقَتَر ُض َعلَى اْلُم ْس ِلم َطَلُب َم ا َيَقُع َلُه فِى َح اِلِه فِى َاِّي حاٍل َك اَن‬

‫َفُيْفَتَر ُض َع َلْيِه ِع ْلُم َم ا َيَقُع َلُه ِفى َص َالِتِه ِبَقْد ِر َم ا ُيَؤ ِّدى بِه َفْر ُض الَّص َالِة‬

Oleh karena itu setiap orang Islam wajib mengerjakan shalatmaka mereka

wajib mengetahui rukun-rukun dan syarat-syaratnya shalat, supaya

melaksanakan shalat dengan sempurna.119

Setiap orang Islam wajib mempelajari atau mengetahui rukun maupun

shalat amalan ibadah yang akan dikerjakanya. Untuk memenuhi kewajiban

tersebut, karena suatu perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari

wasilah atau perantara tersebut hukumnya wajib, ilmu agama adalah sebagai

wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama hukumnya wajib. Misalnya ilmu

tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu dan disamping itu

juaga di dalam kitab Ta’lim Muta’allim juga mempelajari tentang ahklaq:

“Setiap orang Islam juga wajib mengetahui atau mempelajari ahklaq yang

terpuji dan yang tercela, seperti watak murah hati, kikir, penakut, pemberani,

merendah diri, congkak, menjaga diri dari keburukan, israf (berlebihan) bakhil,

terlalu hemat, dan sebagainya, sifat sombong, kikir, penakut, israf hukumnya
119
Syaikh Ibrahim bin Isma’il, Syarah Ta’lim Al-Muta’allim, (Solo: ZamZam, Cet.IV,
2015), hlm. 7.
haram, dan tidak mungkin bisa terhindar dari sifat-sifat itu tanpa mengetahui

kriteria sifat-sifat tersebut serta mengetahui cara menghilangkan nya. Oleh

karena itu orang Islam wajib mengetahuinya.”

Nilai keagamaan yang didapat oleh orang yang memperoleh keuntungan

dari ilmu itu, tidak hanya didunia ini saja, namun juga akhiratnya. Karena itu

untuk menghasilkan ilmu yang bermanfaat, tidak hanya peranan dari pencari

ilmu. Peranan Allah dan peranan perantara guru dimana orang berhasil

mandapatkan ilmu.

Karakter yang terkandung dalam nilai keagamaan yaitu taqwa kepada Allah

SWT, hormat dan santun, dermawan, suka tolong menolong atau kerja sama,

baik, dan rendah hati. Itulah sebabnya ada yang menyebutkan bahwa

pembentukan karakter adalah pendidikan budi pekerti atau akhlaqul karimah.

Seperti yang terkandung di dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 yaitu:

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)

hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab: 12)

Manusia dapat menjalankan dalam penguatan nilai-nilai keberagaman

sesuai dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, dan penguatan keunggulan dan

daya saing yang tinggi untuk keberlanjutan kehidupan karakter tergantung dari

sistem evaluasi yang secara terus-menerus dilakukan bermasyarakat berbangsa,

dan bernegara Indonesia dalam konteks global.

Memang pada dasarnya sifat batin adalah sifat bathini, karenanya tidak

transparan. Tampilannya bisa beberapa bentuk sesuai dangan keadaan. Keadaan


mu'adhdhim dan mu'adhdhom itu sendiri, latar belakang keduanya dan

seterusnya dan pada tempatnya pula dia bersikap ta'dhim terhadap apa dan siapa

yang diharapkannya akan memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada

dirinya, dunia dan akhirat.

Manusia harus sadar bahwa dia adalah hamba ciptaan Allah. Kehadirannya

di muka bumi ini karena sifat Iradahnya, kelak kembali kepada-Nya, dan

bertanggung jawab dihadapan-Nya atas segala yang diperbuatnya. Maka dari itu,

manusia harus membangun hubungan yang harmonis dengan Allah. Dan

hubungan yang harmonis kepadaNya adalah dengan ibadah yang berkarakter,

dialah insan yang yang beribadah kepada Allah. Ibadah bagi manusia adalah

penilaiain dari sisi lahiriah.

2. Nilai-Nilai Sosial

Sedangkan dalam kitab Ta’lim Muta’allim pun para pendidik diajarkan

tentang sosial diantaranya yaitu tentang bermusyawarah, memilih teman dalam

bergaul sehari-hari sebagaiman dijelaskan dalam kitab Ta’lim Muta’allim yaitu:

‫َسِم ْع ُت َحِكْيًم ا ِم َن الُح َك َم اِء الَّس َم ْر َقْنِد ى قاَل ؛ ِاَّن واِح ًدا ِم ْن‬، ‫َو َقاَل َاُبْو َحِنْيَفَة َر ْح َم ُةهللا َع َلْيِه‬

‫ َو َك اَن َقْد َع َز َم َعلَى الَّذ َهاِب ِالَى ُبَخاَر ى ِلَطْلِب الِع ْلِم‬، ‫َطَلَبِة الِع ْلِم َش اِوَر ِنى فى َطَلِب الِع ْلِم‬

Arti “Abu Hanifah berkata: saya mendengar salah satu ahli hikmah

samarokon dia berkata: anda salah satu pelajar yang mengajakku

bermusyawarah, mengenai masalah-masalah mencari ilmu, sedang ia sendiri

bermaksud ke buhara untuk menuntut ilmu disana.”120


120
Syaikh Ibrahim bin Isma’il, Syarah Ta’lim Al-Muta’allim, (Solo: ZamZam, Cet.IV,
2015), hlm. 13.
Dalam pengertian sosial yang lain juga dijelaskan tentang dan bagaimana cara

memilih teman yang baik, jujur, amanah, dan wara’:

، ‫ َفَيْنَبِغ ى َاْن ُيْخ َتاَر اْلَمِج َد َو اْلوَر اَع َو َص اَح َب الَّطْبِع الُم ْسَتِقْيِم اْلُم َتَفِّهِم‬، ‫َو َاّم َا ِاْح ِتَياُر الَّش ِرْيِك‬

‫َو َيِفُّر ِم َن الَكْس َالِن َو اْلُم ْع ِط ِل َو اْلُم ْك ثاِر َو الُم ْفِس ِد َو اْلِفَتاِن‬
Tentang memilih teman, hendaklah memilih yang tekun, wara’, bertabiat

jujur serta mudah memahami masalah, menghindari orang pemalas,

pengangguran, banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah.

Karakter manusia yang sesuai dengan kajian dari kitab Ta’lim Muta’allim

salah satunya adalah mencakup akhlak terhadap guru. Penjelasan ini terdapat

pada fasal tiga, empat, sembilan dan sepuluh. Pada fasal yang ketiga, yaitu

dikemukakan perlunya selektif dalam memilih ilmu, guru dan teman

bermusyawarah sebelum terjun kedalam ilmu. Karakter pendidik dalam nilai

nilai sosial sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an Surat Al-Maidah

Ayat 2 yaitu sebagai berikut:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan

bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

(Q.S Al-Maidah:2)

Nilai sosial keharusan menjaga minat dan sikap, konsistensi dan tabah

dalam tekun terhadap ilmu yang dipelajari dan dialami. Karena memang ilmu

yang dipelajari, guru yang mengajar, dan teman yang bersamanya mendalami

ilmu itu, dipilihnya sendiri secara selektif.121

121
Muhammad Ali, Ringkasan Kitab Ta’lim, (Bandung: PT Angkasa, 2009), hlm. 91.
Karakter yang didapat oleh manusia dari nilai sosial yaitu manusia bersikap

dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat

yang membutuhkan dan bersungguh-sungguh mencari sesuatu niscaya akan

menemukannya. Seseorang akan mendapat sesuatu yang dicarinya sesuai

dengan usaha yang dilakukannya. Dalam menuntut ilmu dibutuhkan

kesungguhan hati tiga pihak, yaitu pelajar, guru dan ayah jika ia masih hidup.

Karakter yang baik mencakup pemahaman, kepedulian, dan tindakan atas

dasar nilai-nilai inti etika dan nilai-nilai kinerja merupakan titik awal

terbangunnya kapasitas individu dalam memandang nilai-nilai hakiki yang harus

menjadi pijakan dalam setiap mengkaji dan memilih sesuatu. Dikatakan

pendekatan proaktif karena dilakukan secara intensif tanpa harus menunggu ada

masalah yang timbul, tetapi langsung bertindak baik dilakukan untuk memberi

penguatan terhadap terbentuknya nilai-nilai hakiki karakter maupun untuk

mencegah timbulnya penyimpangan dari karakter-karakter yang baik sebagai

akibat dari berbagai pengaruh lingkungan.

Nilai sosial tercermin pada kewajiban ta'dhim terhadap ilmu itu sendiri dan

ahli ilmu kepada sesamanya. Bagi orang yang mencari ilmu tidak akan

memperoleh ilmu atau ilmunya tidak bermanfaat kecuali dengan memuliakan

ilmu dan pemiliknya. Hormat kepada guru dapat dilakukan dengan cara: jangan

berjalan di depannya, jangan duduk di tempatnya, jangan mendahului bicara

kecuali dengan seizin guru, jangan banyak bicara di depannya, jangan bertanya

sesuatu ketika guru bosan, menjaga waktu, tidak membuka pintu sehingga sabar

sampai guru keluar, memuliakan anak dan keluarganya.


D. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Taisirul Khollaq

Kitab Taisirul Kholaq Fi Ilmil Akhlaq bukanlah kitab yang baru dalam

dunia pendidikan. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar yaitu Hafidh Hasan

Al-Mas’udi yang dapat dijadikan pedoman dalam berperilaku bagi manusia

untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yang menarik

adalah kitab ini menekankan pada pendidikan akhlaq yang mesti dipatuhi dalam

kehidupan sehari-hari, yang terkadang kita-pun lupa tentang pentingnya

menjaga Akhlaq dan perilaku, sehingga kita sering terjerumus melaksanakan

akhlaq yang bernilai buruk, baik pada zaman, tempat dan kondisi tertentu. 122

Akhlaq merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan

manusia dalam sepanjang sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang

diabadikan dalam al-Qur’an seperti kaum samud, madyan dan, saba maupun

yang terdapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan

kokoh apabila akhlaqnya kokoh, dan sebaliknya apabila suatu bangsa akan

runtuh apabila akhlaqnya rusak. Agama tidak akan sempurna manfaatnya,

kecuali dibarengi dengan akhlaq yang mulia.123


124
Implementasi pendidikan karakter dalam kitab Taisirul Khollaq yaitu

Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan

pengenalan nilai-nilai, pengintegrasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta

didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam

maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan

122
Ibrahim, Membangun Akidah dan Akhlak, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2002), h. 189.
123
Masan al Fat, Aqidah Akhlak, (Semarang: Adi Cita, 1994), hlm. 126
124
Abi Kafa Bihi HSB, Terjemah Taisirul Khollaq, (Jawa Barat, Mu’jizat, 2021), hlm. 44
pembelajaran selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi

(materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan

peserta didik mengenal, menyadari atau peduli, dan mengintegrasikan nilai-nilai

dan menjadikannya perilaku.

Berkaitan dengan itu, seorang peserta didik harus memiliki sifat iffah

(menjaga diri dan menunjukkan harga diri) dan sabar menerimabimbingan

peserta didik. Dalam mencari ilmu, hendaknya pesert didik haruscinta ilmu dan

orang yang berilmu (pendidiknya), hormat padanya, menyayangi sesama pencari

ilmu, memanfaatkan waktu untuk menambah ilmu. Nilai-nilai adab dalam kitab

ini bisa menjadi solusi yang tepat dalam model pendidikan karakter. Bahwa,

pendidikan karakter itu harus berorientasi pada nilai adab. Pendidikan akhlak

yang ada dalam kitab Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq memiliki nuansa

pendidikan bathiniyyah yangmengedepankan etika rabbaniyah.

E. Persamaan Kajian Nilai Akhlaq Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim dan

Kitab Taisirul Khollaq.

Ta’lim Muta’allim Taisirul Khollaq

Membahas pendidikan akhlaq Membahas pendidikan akhlaq

Guru harus memiliki akhlaq Pendidik harus memiliki sifat terpuji

Menghormati ilmu dan ulama Antara guru dan murid saling

menghormati

Menghormati guru dan teman Memuliakan guru dan menghormati

teman belajar
Dari tabel tersebut, peneliti menemukan beberapa persamaan dalam kitab

Ta’lim Muta’allim dan Kitab Taisirul Khollaq. Beberapa persamaan antara lain:

a. Sama-Sama Membahas Pendidikan Akhlaq

Antara Ta’lim Muta’allim dan Taisirul Khollaq sama-sama menjelaskan

tentang bagaimana seharusnya karakter atau akhlaq yang seharusnya dimiliki

oleh setiap manusia. Bukan hanya erat kaitannya dengan proses belajar

mengajar di lingkungan sekolah, pesantren, akan tetapi bagaimana seseorang

berhubungan dengan masyarakat pada umumnya. Sehingga sesama manusia

mampu melakukan tugasnya sebagai makhluk humanis dan mampu

menyeimbangkan antara hak dan kewajibannya sebagai makhluk individu atau

sosial. Bukan hanya itu, pembahasan terkait pendidikan karakter atau Akhlaq

tersebut lebih utama ditujukan untuk meningkatkan ibadah yang hubungannya

dengan Tuhan YME dan hubungan sesama manusia.125

Sebagaimana yang digambarkan dalam kitab Ta’lim Muta’allim dan

Taisirul Khollaq, kajian tentang pendidikan Akhlaq sudah dimulai sejak Islam

masuk ke Indonesia. Orisinalitas kajian tersebut juga tidak banyak berubah dari

apa yang sudah ada pada kajian-kajian sebelumnya. Sehingga pembahasan yang

ada dalam kitab Ta’lim Muta’allim dan Taisirul Khollaq terkait pendidikan

Akhlaq dianggap relevan untuk diaplikasikan pada zaman modern dan teknologi

seperti sekarang.

b. Guru Memilih Akhlaq Mulia

Seperti pada pembahasan sebelumnya terkait pendidikan akhlaq,

kebanyakan masih membahas terkait guru dan murid. Hal demikian juga
125
Hafidh Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq, hlm. 3-4.
tercantum dalam kitab Ta’lim Muta’allim dan Taisirul Khollaq Dari penjelasan

kedua kitab tersebut, bukan hanya seorang peserta didik atau murid saja yang

perlu dididik. Akan tetapi juga guru yang akan, sedang dan telah menyampaikan

ilmu berupa pelajaran dalam kelas juga perlu memiliki akhlaq yang mulia.

Seperti yang dijelaskan dalam Taisirul Khollaq bahwa pendidikan akhlaq bagi

guru juga dianggap penting dan sangat dibutuhkan. Seorang guru juga harus

membersihkan jiwanya dan menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji dan

meninggkalkan sifat-sifat tercela, agar menjadi panutan yang baik untuk

muridnya.126 Hal tersebut erat kaitannya dengan bagaimana seorang murid atau

peserta didik menjadikan gurunya sebagai role model ketika seorang murid

berproses di dalam lingkungan kelas dan sekolah.

dijelaskan oleh Az-zarnuji dalam Ta’lîm al-Muta’allim:

“Sebaiknya bagi orang yang berilmu, janganlah membuat dirinya sendiri

menjadi hina lantaran berbuat tamak terhadap sesuatu yang tidak semestinya,

dan hendaknya menjaga dari perkara yang dapat menjadikan hinanya ilmu dan

para pemegang ilmu, sebaliknya, berbuatlah tawadhu’ (sikap tengah-tengah

antara sombong dan kecil hati) dan ‘iffah”. Jadi sudah jelas, dari penjelasan

terkait pendidikan akhlaq bagi guru atau pendidik dianggap penting untuk

diplikasikan sehingga mampu menciptakan korelasi yang baik bagi peserta didik

dan pendidik.

c. Guru dan Murid Saling Menghormati

Belajar sebagai sarana untuk memperoleh ilmu, haruslah melalui jalan dan

persyaratan yang benar. Karena jalan yang benar dan persyaratan yang terpenuhi
126
Hafidh Hasan Al-Mas’udi, Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq, hlm. 4-5.
dalam belajar adalah kunci untuk mencapai keberhasilan belajar. Dengan

pendidikan akhlaq yang ditujukan bagi seorang murid dan seorang guru,

diharapkan mampu menciptakan sebuah keharmonisan dalam proses kegiatan

belajar mengajar di dalam kelas. Sehingga bukan hanya saja murid yang harus

tunduk kepada guru untuk mendapatkan ilmu yang disampaikan, tetapi guru

harus menghormati seorang murid dengan cara memberikan kasih sayang dalam

menyampaikan ilmu. Dalam pembahasan yang ada dalam kedua kitab tersebut

lebih banyak membahas tentang bagaimana seorang murid menghormati seorang

gurunya. Seperti yang ada dalam Taisirul Khollaq dijelaskan bahwa cara bertata

krama dengan saudara-saudaranya, diantaranya: Hendaknya ia menghormati

saudara-saudaranya dan tidak menghina seorangpun dari mereka. Hendaknya ia

tidak bersikap sombong. Hendaknya ia tidak meremehkan kawannya yang

belum mengerti. Hendaknya ia tidak bergembira jika sang guru marah kepada

kawan-kawannya yang kurang mengerti, karena perbuatan itu dapat

menimbulkan marah dan permusuhan.127

d. Menghormati Guru dan Teman

Dalam proses belajar, seorang siswa bukan hanya akan bersosial dengan

guru saja. Ada komponen lain dalam lingkungan sekolah yang akan dihadapi

oleh seorang siswa. Komponen tersebut yakni teman. Memang di luar

lingkungan akan ada lebih banyak komponen yang akan dihadapi oleh seorang

siswa sebagai seorang peserta didik. Dalam kedua kitab tersebut tentunya hal

yang demikian sudah dikaji untuk membantu proses mencari ilmu dan

keberhasilan seorang siswa atas ilmunya. Sedangkan dalam pemilihan siapa-


127
Hafidh Hasan Al Mas’udi, Taisirul Khollaq Fi Ilmil Akhlaq, hlm. 6.
siapa saja yang seharusnya dijadikan teman dekat dijelaskan oleh Az-zarnuji

sebaiknya memilih teman yang rajin belajar, bersifat wara‘ dan berwatak

istiqamah (lurus) dan mudah paham (tanggap). Hindarilah orang yang malas,

penganggur, pembual, suka berbuat onar dan suka memfitnah.128

Anjuran tersebut tentunya bertujuan untuk memberikan wawasan dan dapat

dijadikan sebagai pengingat dalam memilih teman dan menghormatinya dalam

proses mencari ilmu. Dalam pengertian tersebut tentunya seorang teman juga

berperan dalam kesuksesan peserta didik dalam mencari ilmu. Teman dapat

dijadikan sebagai pendukung atau juga dapat menjadi penghambat atau malah

penghancur bagi masa depan seorang peserta didik.

Bukan hanya terdapat persamaan dari pembahasan kitab Ta’lim Muta’allim

dan Taisirul Khollaq. Terdapat pula perbedaan yang mendasar dari pembahasan

kedua kitab tersebut terkait pendidikan akhlaq. Bukan hanya tertuju hanya pada

nilai pendidikan akhlaq itu sendiri.

F. Perbedaan Kajian Nilai Akhlaq Dalam Kitab Ta’lim Muta’allim dan

Kitab Taisirul Khollaq

Ta’lim Muta’allim Taisirul Khollaq

Kajian lebih terfokus pada Lebih membahas terkait akhlaq atau

pembahasan metode dan proses karakter pendidik dalam kegiatan

kegiatan belajar mengajar belajar mengajar

Pembahasan lebih terperinci pada Pembahasan lebih ringkas

proses pelaksanaan kegiatan belajar

128
Syekh Ibrahim bin Ismail Az-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’allim, hlm. 31.
mengajar

Pembahasan lebih banya mengkaji Pembahasan bukan hanya terpaku

pada akhlaq dalam proses belajar pada nilai akhlaq guru dan murid

mengajar

Dari tabel tersebut, peneliti menemukan beberapa perbedaan dalam Ta’lim

Muta’allim dan Taisirul Khollaq. Beberapa perbedaantersebut antara lain:

1. Fokus Pembahasan

Dalam kajian kedua kitab tersebut pendidikan akhlaq, kitab Taisirul

Khollaq lebih banyak membahas tentang seluruh karakter yang seharusnya

dimiliki oleh seorang guru dan murid. Erat kaitannya dengan fitrah manusia

secara keseluruhan. Sehingga pembahasan terkait guru dan murid tidak dibahas

secara menyeluruh tentang bagaimana seharusnya guru dan murid dalam proses

belajar mengajar.

Sedangkan dalam Ta’lim Muta’allim lebih banyak membahas tentang

bagaimana seorang murid bersikap kepada gurunya dan beberapa hal yang

seharusnya dimiliki oleh seorang guru sebagai bekal melakukan proses transfer

knowledge di dalam kelas. Penjelasan juga menjelaskan secara lebih terperinci

pada metode dan proses belajar mengajar.

2. Isi Pembahasan

Dalam Ta’lim Muta’allim penjelasan terkait pendidikan akhlaq terkait guru

dan murid dijelaskan secara terperinci. Dalam hubungan ini Az-Zarnuji

mengingatkan, agar setiap penuntut ilmu jangan sampai keliru dalam


menentukan niat dalam belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari

pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan serta kedudukan

tertentu.

Sedangkan Dalam pemabahasan terkait nilai akhlaq guru dan murid dalam

kitab Taisirul Khollaq tidak menjelaskan lebih jauh tentang bagaimana seorang

guru dan murid seharusnya. Penjelasan hanya menjelaskan “cover” guru dan

seorang murid. Lebih jauh dikarenakan banyak penjelasan seputar pendidikan

akhlaq pada umumnya. Bukan terpaku pada pendidikan akhlaq guru dan murid

seharusnya.129

3. Nilai Yang Terkandung

Dalam Ta’lim Muta’allim bukan hanya terpaku pada penjelasan pendidikan

akhlaq bagi siswa, tetapi juga bagi pendidik dan metode belajarnya. Dalam

hubungan ini Az-Zarnuji mengingatkan, agar setiap penuntut ilmu jangan

sampai keliru dalam menentukan niat dalam belajar, misalnya belajar yang

diniatkan untuk mencari pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau

kehormatan serta kedudukan tertentu. Jika masalah niat ini sudah benar, maka ia

akan merasakan kelezatan ilmu dan amal, serta akan semakin berkuranglah

kecintaannya terhadap harta benda dan dunia.130

Sedangkan dalam Taisirul Khollaq Al-Mas’udi menuliskan dalam kitabnya

pengertian ilmu akhlaq yaitu: ilmu yang membahas perbaikan hati dan seluruh

indra seseorang. Motivasinya adalah untuk menjalankan segala moral yang baik

129
Abi Kafa Bihi HSB, Terjemah Taisirul Khollaq, (Jawa Barat, Mu’jizat, 2021), hlm.
10
130
Abdul Majid, Lc, Kitab Ta’lim Muta’allim Pedoman Etika dan Metode Islami
Dalam Menuntut Ilmu, (Jakarta Selatan, PT Rene Turos, 2021), hlm. 100.
dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Dan hasilnya adalah perbaikan hati

dan seluruh indra manusia di dunia dan mendapat tingkat tertinggi di akhirat.

Dari penjelasan tersebut memang kajian Taisirul Khollaq terfokus pada

seorang peserta didik untuk menjadi insan kamil. Sehingga penjelasan lebih

banyak membahas tentang bagaimana karakter atau akhlaq yang harusnya

dimiliki oleh seorang peserta didik. Sehingga kurang lebih detail memabahas

tentang bagaimana guru dalam bersikap dalam kegiatan belajar mengajar.


BAB V

PENUTUP

a) Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:

 Secara bahasa kata pendidikan berasal dari istilah dalam bahasa Yunani

kata yaitu paedagogie. Kata paedagogi terdiri dari dua kata “paid”

bermakna anak dan “ogogos” yang berarti membina atau membimbing.

Apa yang dipraktikan dalam pendidikan selama ini adalah konsep

pedagogi, yaitu secara harfiah adalah seni membimbing anak.

 Pendidikan menurut Azyumardi Azra merupakan suatu proses penyiapan

generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi kehidupan

dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Bahkan

menurut beliau pendidikan sebagai suatu proses transfer ilmu, transfer

nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang

dicakupnya.

 Definisi pendidikan karakter yang lebih lengkap dikemukakan oleh

Thomas Lickona sebagai pencetusnya. Menurut Lickona, pendidikan

karakter adalah sebuah upaya yang disengaja untuk mengembangkan

kebajikan yaitu sifat utama manusia yang baik bagi dirinya sendiri juga

baik untuk lingkungannya. Kebajikan itu tidak datang secara tiba-tiba,

tapi memerlukan usaha yang giat dan kuat. Dalam prosesnya, pendidikan
karakter merupakan upaya membentuk atau mengukir kepribadian

manusia melalui proses mengetauhi proses kebaikan (knowing the good),

mencintai kebaikan (laving the good), dan melakukan kebaikan (acting

the good) yaitu proses pendidikan yang melibatkan tiga ranah yaitu

pengetauhan moral (moral knowing), perasaan moral (moral

feeling/moral loving), dan tindakan moral (moral acting/moral doing),

sehingga perbuatan mulia bisa terukir menjadi habit of mind, heart, and

hands. Tanpa melibatkan ketiga ranah tersebut pendidikan karakter tidak

akan berjalan efektif.

 Dalam kitab Ta‘lim al-Muta‘allim Al-Zarnuji membagi ilmu

pengetahuan menjadi dua macam, yang dibagi menurut kebutuhannya

yaitu ilmu yang hukumnya fardhu ‘ayn dan fardhu kifāyah. Dan dia

menganjurkan peserta didik agar sebelum belajar maka dia harus

memilih ilmu, yaitu ilmu yang terbaik bagi dirinya dan agamanya baru

kemudian ilmu yang lain.

 Kitab Taisirul Khollaq adalah kitab yang berisi tentang ringkasan ilmu

Akhlaq praktis yang sangat mendasar, sebuah petunjuk yang sangat

diperlukan oleh seorang muslim terlebih generasi muda yang seharusnya

semenjak dini haruslah diajarkan dengan nilai-nilai aqidah dan Akhlaq

Islam di tengah perkembangan zaman milenial yang seakan tidak

memberi ruang akan adanya kajian. Kitab ini berisi sebanyak 55 halaman

dan 31 tema yang ringkas dan mudah dipelajari, utamanya sangat cocok

untuk dijadikan pembelajaran bagi seorang pemula yang sedang


mempelajari Akhlaq dan merupakan karya seorang ulama’ bernama

Hafidz Hasan Al Mas’udi.

b) Saran

Peneliti bermaksud memberikan saran-saran yang berkenaan dengan

judul skripsi, antara lain:

1. Dalam rangka pencapaian tujuan yang maksimal diharapkan kepada

pendidik agar lebih meningkatkan diri dan mengaplikasikan dengan sebaik

mungkin terhadap guru PAI

2. Kepada semua penuntut ilmu diharapkan lebih meningkatkan diri dalam

mempelajari nilai-nilai akhlak di berbagai kitab pada umumnya, dan 2 kitab

yang diteliti ini.

Anda mungkin juga menyukai