Awal
Cerita terusirnya orang kecil, petani, dan mereka yang tinggal dan bergantung pada hutan
dari raung hidunya di Indonesia bukan lah cerita baru. Ia telah berlangsung begitu lama.
Hanya saja, akhirakhir ini pengusiran orang dari ruang hidup tanpak masif dan frekuensi
yang semakin menjadijadi, dengan proses dan cara yang semakin beragam. Keragaman
proses dan mekanisme perampasan ini tidak cukup hanya difahami dengan kaca mata
hukum yang hanya melihat konflik atas ruang hidup sebagai pertentangan klaim hak atas
tanah. Ia butuh dilihat dengan cara pandang yang agak lebar, dengan cara meletakkan
sepetak ruang yang diperebutkan itu dalam relasinya dengan ruangruang yang lain.
Hubunganhubungan ini bisa melebar melampaui batasbatas administratif, bahkan sampai
skala pulau.
Jika diletakkan dalam ruang yang lebih luas, maka akan kelihatan siapa sebenarnya yang
dilayani oleh – sebagai contoh – 7000 polisi yang melawan +/ 500 petani di Karawang.
Mengapa perampasan ruang hidup itu harus terjadi? Apa hubungannya pendirian pabrik
semen dengan industri infrastruktur yang sedang gencargencaranya ini? Apa hubungan
infrastrukturinfrastruktur itu dengan akumulasi modal?
2. Orang yang tidak punya apaapa lagi kecuali tenaga kerja/Buruh yang harus bekerja
kepada kapitalis untuk betahan hidup.
Dalam sejarah, peristiwa pemisahan ini terjadi dengan mekanisme yang beragam, tidak
1
sama di semua tempat. Masingmasing negara, daerah, mempunyai kekhasannya sendiri
sendiri. Untuk memahami hal ini lebih baik kita pergunakan contoh: dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah mempromosikan (dengan UU Minerba)
pendirian smelter nikel di manamana, salah satunya di kabupaten Bantaeng Sulawesi
Selatan. Semelter nikel dibangun di sebuah kawasa industri yang dinamai dengan KIBA
(Kawasan Industri Bantaeng). Kawasan industri ini akan dibangun di tanah seluas 5000 ha
yang menghabiskan hampir 2/3 dari kecamatan Pa'jukukang. Di atas tanah ini ada sawah,
ada padang rumput tempat penggembalaan kuda, ada juga mereka yang membuat batu
bata. Sebuah kawasan industri tentu membutuhkan listrik, maka dibangunlah pembangkit
listrik tidak jauh dari kawasan ini. Pembangkit listrik akan dibuat dengan cara mengedam
sebuah sungai, yang artinya debit air di hilir dam akan berkurang, yang akhirnya akan
berakibat keringnya sawahsawah yang berada di hilir sungai tersebut. Sawah yang sudah
kering pasti tidak bisa lagi memberi pemiliknya makan, maka lambat atau cepat sawah itu
akan berpindah tangan kepada para pengembang perumahan, dll. Begitu juga pelabuhan.
Pelabuhan akan dibangun tidak jauh dari kawasan. Sampai saat ini, telah dilakukan
penggusuran petani rumput laut di sepanjang garis pantai yang akan dijadikan pelabuhan.
Dari kawasan ke pelabuhan tentu membutuhkan jalan. Dan jalan ini juga tentunya akan
menggusur mereka yang berada di atas tanah yang akan dilaluinya. Area laut yang
dijadikan pelabuhan atau yang akan dipadati oleh lalu lintas kapal pengangkut batu bara
dari daerah pomala ke KIBA pasti tidak bisa lagi menjadi sumber penghidupan nelayan
yang sudah lama menggantungkan hidupnya di situ.
Pertanyaannya: kemana mereka yang tergusur dari tanah 5000 ha tersebut? Kemana petani
yang sawahnya kering akan mencari hidup? Kemana petani rumput laut yang sudah
digusur itu? Kemana nelayan yang sudah tidak bisa melaut? Kemana perginya mereka yang
tanahnya sudah jadi jalan/jalan tol? Jawabannya: mereka akan terlempar ke pasar tenaga
kerja sebagai para pencari kerja. Sebagai buruh. Menjadi buruh di kawasan yang nantinya
akan dibangun, atau menjadi buruh di kawasankawasan lain yang sudah berkembang
seperti di Bekasi. Bisa juga dengan menjual tenaga kerja di negaranegara arab sebagai
pembantu rumah tangga atau di perkebunan sawit di malaysia. Sebagai buruh!
Pemisahan petani dari tanahnya adalah syarat utama produksi kapitalis. Karena jika tidak
demikian maka tidak akan ada buruh yang menjadi syarat utama beroperasinya pabrik
pabrik. Bangunan pabrik, mesin, bahanbahan mentah tidak akan berubah dengan
sendirinya menjadi ban mobil, sepatu, jaket dan lainlain kecuali kalau ada orang yang
mengerjakannya sebagai tenaga kerja upahan. Sebagai buruh!
2
1. Dengan kekerasan langsung. Yaitu dengan cara mengusir (benarbenar mengusir)
mereka yang hidup bergantung dengan tanah dari tanah yang sebelumnya menjadi
sumber penghidupan. Pengusiran ini dilakukan dengan undangundang (undang
undang pengadaan tanah, undangundang yang berhubungan dengan hutan, dll)
yang kemudian dipaksakan secara kejam oleh aparat kekerasan negara. Polisi dan
militer.
Kebutuhan hidup? Apakah semua kebutuhan hidup kita adalah sesuatu yang alami, sesuatu
fithri? Belum tentu! Manusia butuh karbohidrat (beras, atau semacam beras) itu benar
alami, tetapi bagaimana cara beras itu kita dapat itu tidaklah alami. Kita butuh sayuran,
tetapi bagaimana cara sayuran itu didapat tidaklah alami. Kita butuh kesehatan, tetapi
bagaimana kesehatan itu didapat tidaklah alami. Bahkan penyakit yang semakin hari
semakin bermacammacam model dan namanya itu tidaklah alami. Sebagian besar dari
penyakit adalah akibat dari sistem yang merusak alam demi pencipataan keuntungan
sebanyakbanyaknya bagi pemilik modal. Kebutuhan kita terhadap pendidikan pun
demikian. Bahwa ia adalah kebutuhan itu betul, tetapi sekolah yang semakin hari semakin
mahal adalah cerita yang berbeda. Ia adalah cerita di mana pendidikan sebagai barang
dagangan yang hanya bisa didapat dengan uang. Karena uang harus didapat dengan
menjual tenaga kerja, maka untuk memberikan pendidikan yang cukup buat anakanak
berarti sebagai orang tua kita dituntut untuk bekerja lebih banyak. Karenanya bekerja lebih
banyak, akhirnya, adalah kewajiban yang harus dijalani untuk memenuhi semua kebutuhan
hidup, yang ujungujungnya semakin banyaklah keuntungan yang bisa didapat oleh para
pemilik modal yang mengendalikan semua pabrik yang ada. Mengendalikan artinya:
menentukan apa yang dibuat/dikerjakan, menentukan berapa banyak barang yang
dibuat/dikerjakan, menentukan bagaimana mengerjakan, dan menentukan berapa lama
mereka yang mengerjakannya (buruh) harus bekerja.