Anda di halaman 1dari 29

TELAAH ARTIKEL HASIL PENELITIAN

TUGAS MK KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF


Dosen: Ns. Kristianus Triyaspodo, M. Kep., Sp. Kep. Jiwa

Nama Mahasiswa Erni Chaerani


NIM 2210238

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT CITRA INTERNASIONAL
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2
ARTIKEL PENELITIAN

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM


MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU
RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

PHENOMENOLOGICAL STUDY OF NURSES’ EXPERIENCE


IN PROVIDING PALLIATIVE CARE ON PATIENTS
WITH TERMINAL CASE IN INTENSIVE CARE UNIT

Cherley Fanesa Maria Leuna 1, Jenny Rantung2


Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Advent Indonesia
cherleyleuna@gmail.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Kebutuhan pasien akan perawatan paliatif di Indonesia semakin
meningkat sedangkan pelayanan perawatan yang diberikan oleh perawat
masih terbatas dan belum dapat diberikan secara menyeluruh. Tujuan: Tujuan
penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan paliatif pada pasien terminal. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi melalui
teknik wawancara mendalam yang melibatkan 6 orang perawat yang bekerja di
Ruang Perawatan Kritis ICU Rumah Sakit Advent Bandung, yang dipilih dengan
menggunakan metode purposive sampling. Analisa data hasil wawancara
mendalam dan semi struktur menggunakan tahap analisis menurut Collaizi.
Hasil: Hasil penelitian mendapatkan 5 tema yaitu: Koping Perawat, Adaptasi
Perawat, Hambatan dalam proses perawatan, Perilaku caring Perawat dan
development of self-efficacy. Diskusi: Saran bagi perawat agar dapat
mengikuti seminar – seminar, workshop ataupun pelatihan paliatif guna
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam perawatan paliatif. Saran
bagi bidang penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian tentang
pengalaman keluarga merawat pasien paliatif, atau tingkat pengetahuan
perawat dalam menerapkan perawatan paliatif.

Kata Kunci: Pasien terminal, Pengalaman perawat, Perawatan paliatif.

ABSTRACT
Introduction: Client needs in palliative nursing care in Indonesia is increased,
while the nursing care that given by a nurse still limited and cannot be given
thoroughly. Purpose: The purpose of this study was to explore the experience
of nurses in providing palliative care nursing in terminal patients. Method: This
research uses qualitative method with phenomenology approach through in-
depth interview technique that involved 6 nurses working in the Critical Care
Room in the Adventist Hospital of Bandung. The selected by using purposive
sampling method. Analysis of data result of in-depth interview and semi JURNAL
structure using analysis phase according Collaizi. Results: The results of the
research get 5 themes, namely: nurse helmets, nurse adaptation, barriers in the
process of care, caring behavior Nurse and development of self-efficacy.
SKOLASTIK
Discussion: Advice for nurses to equip themselves by attending seminars, KEPERAWATAN
workshops or palliative training to improve knowledge and skills in palliative Vol, 4, No. 2
care. Suggestions for the field of research may carry out other studies such as Juli – Desember 2018
family experience of caring for palliative patients, patient coping behavior in the
treatment process, factors that inhibit terminal patient care processes, the
relationship of nurse knowledge level in applying palliative care, caring behavior ISSN: 2443 – 0935
relationship to quality of life of terminal patients. Suggestions for subsequent E-ISSN 2443 - 16990

78 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

research are to conduct research on family experience of caring for terminal


patients or the nurse knowledge level in applying palliative care.

Keywords: Patient terminal, Experience nurse, Palliative care.

PENDAHULUAN Sejak tahun 2005, WHO mencanangkan


terapi holistik yang disebut sebagai
Dunia teknologi semakin maju dan perawatan paliatif (palliative care).
modern. Banyak penelitian telah Perawatan paliatif adalah sistem
dilakukan, terutama di bidang perawatan terpadu untuk meningkatan
kesehatan sendiri. Sehingga kualitas hidup, dengan meringankan
menghasilkan intervensi terbaru untuk nyeri, dan penderitaan lain,
pemecahan masalah yang terjadi. memberikan dukungan spiritual dan
Banyak penyakit menular dapat psikososial mulai sejak diagnosa
dicegah, penyakit lainnya dapat diobati, ditegakan sampai akhir hayat dan
sebagian dilakukan pembedahan dan dukungan terhadap keluarga yang
berbagai cara sesuai dengan kemajuan merasa kehilangan atau berduka.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang Kematian merupakan konsekuensi
ada. Tetapi belum ada pengobatan yang paling buruk yang dialami seorang
dapat memberi kesembuhan pada pasien dengan penyakit terminal.
pasien dengan penyakit terminal. Kondisi kritis menuju kematian
menjadi tahapan kehidupan yang paling
Pasien dengan penyakit terminal, tidak menakutkan bagi setiap orang (Benini,
dapat disembuhkan dengan perawatan 2008).
secara kuratif. Terapi kuratif dapat
membantu mengurangi tanda dan gejala Di Indonesia, perawatan paliatif telah
yang dirasakan. Kebutuhan pasien diperkenalkan ke dalam sistem
terminal adalah perawatan yang dapat pelayanan kesehatan di Indonesia sejak
membantu mengurangi penderitaan dari tahun 1989, melalui Peraturan Menteri
proses penyakit secara fisik, sosial dan Kesehatan No.
psikologi. 604/MENKES/SK/IX/1989 tentang
program pengendalian Kanker
Penyakit yang membutuhkan Nasional. Dengan peraturan ini,
perawatan paliatif yaitu: penyakit pemerintah menciptakan empat
kanker, penyakit degeneratif, penyakit kelompok kerja, salah satunya
paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, difokuskan pada pengembangan
stroke, Parkinson, gagal jantung/heart perawatan paliatif dan manajemen
failure, penyakit genetika dan penyakit nyeri untuk pasien kanker. Perawatan
infeksi seperti HIV/AIDS yang paliatif telah dimulai sejak tahun 1992
memerlukan perawatan paliatif, dan telah menjadi agenda pemerintah
disamping kegiatan promotif, preventif, Indonesia pada tahun 2007 dengan
kuratif, dan rehabilitatif. (Kepmenkes diterbitkannya Keputusan Menteri
RI Nomor: 812, 2007). Kesehatan Republik Indonesia
No.812/Menkes/SK/VII/2007 tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif.

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 79


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

Di Indonesia Rumah sakit yang mampu Pihak yang terlibat dalam pelayanan
memberikan pelayanan perawatan perawatan paliatif salah satu
paliatif masih terbatas di lima ibu kota diantaranya adalah perawat. Pelayanan
propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, yang diberikan berupa asuhan
Surabaya, Denpasar dan Makassar. keperawatan secara langsung kepada
Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien (individu dan keluarga) sesuai
pasien, jumlah dokter yang mampu dengan kriteria dan kompetensi modul
memberikan pelayanan perawatan pelatihan yang terstandar. Dengan
paliatif juga masih terbatas. Keadaan harapan bahwa perawat dapat
sarana pelayanan perawatan paliatif di mengetahui lebih jauh mengenai
Indonesia masih belum merata kesehatan pasien dan keluarga. Serta
sedangkan pasien memiliki hak untuk mampu mengidentifikasi, mengkaji,
mendapatkan pelayanan yang bermutu, memberikan dan mengelola sesuai
komprehensif dan holistik, maka asuhan keperawatan paliatif. (Asmadi,
diperlukan kebijakan perawatan paliatif 2008).
di Indonesia yang memberikan arah
bagi sarana pelayanan kesehatan untuk Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
menyelenggarakan pelayanan pada bulan Maret 2014 didapatkan data
perawatan paliatif. (Kepmenkes RI bahwa jumlah anak yang menerima
Nomor: 812, 2007). perawatan paliatif di Yayasan Rumah
Rachel pada tahun 2013 adalah
Penelitian Davies et al (2008) sebanyak 350 anak menderita kanker
menyatakan bahwa hambatan dalam dan HIV. Anak sebanyak 70% dari
memberikan paliatif yaitu akses penderita paliatif terminal tersebut
terbatas penyedia perawatan paliatif, meninggal dengan rasa nyaman.
ketidakpastian dalam prognosis dan
hasil pengobatan dan kurangnya METODE
komunikasi serta hambatan dari
pemberi perawatan. Banyak penelitian Desain yang digunakan dalam
telah mencatat bahwa kurangnya penelitian ini adalah metode penelitian
pendidikan dan pelatihan keterampilan studi fenomenologi. Metode kualitatif
adalah penghalang untuk perawatan digunakan untuk menggali karakteristik
paliatif. pengalaman perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan
Untuk pengembangan dan peningkatan paliatif pada pasien dengan penyakit
mutu perawatan paliatif diperlukan terminal. Pendekatan yang digunakan
pemenuhan sarana, prasarana dan seperti yang di atas yaitu, pendekatan
peralatan kesehatan dan non kesehatan, induktif fenomenologi. Fokus
pendidikan dan pelatihan yang penelitian adalah pada karakteristik
berkelanjutan/Continuing Professional pengalaman perawat dalam
Development untuk perawatan paliatif memberikan asuhan keperawatan
(SDM) untuk jumlah, jenis dan kualitas paliatif pada pasien dengan penyakit
pelayanan, menjalankan program terminal. Tujuan menggunakan
keselamatan pasien/patient safety. pendekatan induktif adalah menggali
(Kepmenkes RI Nomor: 812, 2007). fenomena karakteristik pengalaman

80 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

perawat dalam memberikan asuhan hanya 1 dokter saja yang bertugas


keperawatan paliatif. Sampel yang sebagai dokter penanggungjawab
digunakan pada penelitian adalah harian dan 1 perawat sebagai supervisor
perawat yang bekerja di Ruang ICU atau penanggung jawab mutu.
Rumah Sakit Advent Bandung, dan
memiliki pengalaman bekerja minimal 2. Gambaran Key Informant
tiga tahun di ICU dalam merawat pasien Penelitian
terminal.
Partisipan dalam penelitian ini adalah
Kriteria yang digunakan untuk memilih perawat yang bekerja di Ruang
sampel dalam penelitian ini adalah Perawatan Kritis ICU, Rumah Sakit
sampel merupakan perawat yang Advent Bandung. Karakteristik dari
bekerja di Ruang ICU Rumah Sakit masing-masing partisipan dalam
Advent Bandung. Dengan kriteria penelitian ini akan diuraikan sebagai
pendidikan minimal D3 Keperawatan, berikut:
memiliki pengalaman klinik minimal
tiga tahun dalam merawat pasien Tabel 1. Karakteristik Partisipan
terminal. Berdomisili di Bandung dan
berkewarganegaraan Indonesia serta Inisial Umur Pendidikan Tempat Pengalaman
Terakhir Bekerja Bekerja
bersedia dalam penelitian. Sampel
berjenis kelamin perempuan dan laki- Ibu A 32 D3 Kep ICU 7 tahun
laki. ( K1) Tahun
Bapak 31 S-1 Kep ICU 7 tahun
R Tahun Ners
(K2)
HASIL DAN PEMBAHASAN Ibu L 32 S-1 Kep HCU 5 tahun
(K3) Tahun Ners
Ibu E 50 D3 Kep ICCU 20 tahun di
1. Gambaran Tempat Penelitian (K4) Tahun ICU
Bapak 47 S-1Kep ICU 24 tahun
A (K5) Tahun Ners
Saat ini perawat di Ruang Perawatan Ibu H 39 S1 Kep ICCU 12 Tahun
ICU, Rumah Sakit Advent Bandung (K6) Tahun Ners

berjumlah 21 orang, terdiri dari 19


perawat yang telah bersetifikat dan Responden yang memenuhi kriteria
mendapatkan pelatihan keperawatan diberikan penjelasan tentang tujuan dan
kritis selama 3 bulan dianataranya manfaat penelitian, serta risiko yang
pelatihan ACLS dan BTCLS dimana mungkin dialami selama penelitian.
pelatihan ini memberikan pengetahuan Responden yang menyatakan bersedia
dan untuk ikut sebagai responden
meningkatkan ketrampilan perawat penelitian, diminta menandatangani
yang bekerja diruang perawatan kritis. informed consent.
Perawat S1 berjumlah 19 orang dan
perawat D3 berjumlah 2 orang. Selain Wawancara yang dilakukan oleh
itu staff di Ruang perawatan ICU Investigator kepada para Key
Rumah Sakit Advent Bandung sebagai Informant dilakukan dalam kurun
tenaga penunjang atau Nurse Aid 3 waktu 10-20 menit. Jumlah Key
orang, administrasi 1 orang dan teknisi Informant dalam penelitian ini adalah
1 orang,1dokter kepala instalasi dan enam orang, yang terdiri dari empat

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 81


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

wanita dan dua laki-laki yang memiliki


pengalaman kerja miminal 3 tahun 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
dalam merawat pasien terminal melalui
purposive Sampling. Hasil penelitian menemukan lima tema
utama yang menggambarkan
Pada wawancara tahap pertama diikuti pengalaman perawat dalam
oleh enam partisipan dan pada tahap memberikan asuhan keperawatan
kedua diikuti oleh lima partisipan. paliatif pada pasien terminal
Karena Key Informant kelima berdasarkan Teori from Novice To
mengundurkan diri dalam penelitian. Expert Benner, Teori Adaptasi Roy,
Key Informant disingkat sebagai KI. Teori Science of Caring Watson dan
Pengambilan data dilaksanakan di Teori Self-efficacy Bandura.
Ruang Perawatan Kritis ICU Rumah
Sakit Advent Bandung pada pada Beberapa teori keperawatan yang
tanggal 01 Maret 2018 sampai 05 April digunakan pada pembahasan hasil
2018. penelitian, sesuai dengan pengalaman
yang dialami oleh Key Informant.
Pada pengambilan data melalui metode Seperti Teori from Novice to Expert
wawancara semi struktur, dilakukan dari Benner, dimana teori ini
dengan rata–rata waktu selama 5–10 menggambarkan pengalaman Key
menit. Setelah peneliti mendapatkan Informant, sebagai perawat
semua data dari ke enam Key Novice/pemula pada pengalaman
Informant, peneliti melakukan FGD. pertama merawat pasien terminal dan
Focus Group Discussion (FGD), atau menjadi proficient/perawat yang cakap
yang disebut dengan Diskusi dalam pekerjaanya.
Kelompok Terarah dilakukan pada
tanggal 09 April 2018, jam 09.30 WIB Tema yang muncul sebagai hasil dari
di ruangan ICCU, lantai 2, Rumah Sakit penelitian adalah: Koping Perawat,
Advent Bandung. Jumlah Key Adaptasi Perawat, Hambatan dalam
Informant yang hadir dalam FGD proses perawatan, Perilaku caring
adalah sebanyak 4 orang, dan 1 orang Perawat dan development of self-
Key Informant dilakukan by phone efficacy. Bagian berikut diuraikan
(wawancara melalui telepon seluler), secara jelas masing-masing tema.
karena tidak dapat hadir saat dilakukan
FGD. Tujuan dari dilakukanya FGD 4. Koping Perawat
adalah untuk memfalidasi data yang
telah diperoleh dari Key Informant, Tema pertama yang muncul ini adalah
serta mengaklarifikasi setiap jawaban berdasarkan pengalaman terbanyak
dari Key Informant dan menuliskan yang dialami oleh Key Informant, dapat
data baru yang didapatkan saat terlihat pada tabel berikut:
melakukan FGD pada hasil transkrip
yang lengkap.

82 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

Tabel 2. Tema ke-1


Kanker
Penuhi kebutuhan
Sakaratul maut
Dukungan spiritual
Pasien terminal
Perawatan maksimal
Pendekatan pada
keluarga
Persiapan masa
berdukacita
Sesuai order &
keputusan keluarga
Kognator
Memberi motivasi
Emossional support Pengetahuan
Memberi penjelasan
(klarifikasi)
Mengurangi
penderitaan
Kognator
Takut, Biasa – biasa saja
sedih, kasihan, empati, Pengelolahan
merasa kehilangan, labil Emosi

Diskusi dengan
keluarga
Koping
keluarga Kognator Perawat
Membantu
Pengelolahan
memberikan solusi informasi &
pertimbangan
Membantu
menentukan pilihan

Sakit, Menangis,
melakukan tindakan Regulator
perawatan

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 83


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

Jawaban hasil wawancara penyakit genetika dan penyakit


Key Informant sehubungan infeksi seperti HIV/AIDS yang
dengan pengetahuan dan memerlukan perawatan paliatif,
pemahaman tentang perawatan disamping kegiatan promotif,
paliatif pada pasien terminal preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
adalah sesuai dengan pembahasan (Kepmenkes RI Nomor: 812,
pada bab dua, konsep dasar 2007).
keperawatan adalah paliatif.
Dari hasil wawancara didapati satu
Data yang didapat berdasarkan dari partisipan mengungkapkan
hasil wawancara, Key Informant perawatan paliatif cenderung untuk
menjawab bahwa perawatan pasien kanker, tiga partisipan lain
paliatif diberikan kepada pasien mengungkapkan tetap memberikan
kanker, tetap memenuhi kebutuhan perawatan yang maksimal sesuai
sampai sakaratul maut, order dokter dan keputusan
memberikan dukungan spiritual, keluarga sampai sakaratul maut,
memberikan perawatan yang satu partisipan mengungkapkan
maksimal sesuai dengan order pentingnya dukungan spiritual dan
dokter dan permintaan dari satu partisipan lain
keluarga, memberikan motivasi, mengungkapkan pasien paliatif
emossional suport, memberikan perlu diberikan motivasi,
penjelasan tentang kondisi pasien semangat, emossional support, dan
atau melakukan klarifikasi kepada memberikan penjelasan tentang
keluarga, mengurangi penderitaan kondisi selama proses perawatan.
pasien, melakukan pendekatan Berikut pernyataan
pada keluarga dan mempersiapkan partisipan, yaitu:
keluarga untuk masa berdukacita. “...paliatifkan sebenarnya dia
Hal ini sesuai dengan Kepmenkes cenderungnya untuk ya pasien
(2013), Perawatan paliatif yang kanker...
diperlukan karena: Setiap orang
berhak dirawat dan mati secara “...berikan kebutuhannya
bermartabat, menghilangkan nyeri: walaupun disaat – saat yang
fisik, emosional, spiritual dan sakaratul maut ya kita penuhi
sosial adalah hak asasi manusia, kebutuhan dia...”
perawatan paliatif adalah
kebutuhan mendesak seluruh dunia …pasien yang sudah jelek menuju
untuk orang yang hidup dengan sakaratul maut perlu di itu perlu
penyakit terminal lanjutan. dukungan spiritualnya juga…”

Penyakit yang membutuhkan “...paliatif itu ya pasien – pasien


perawatan paliatif yaitu: penyakit terminal ya? Perawatan pada
kanker, penyakit degeneratif, pasien – pasien terminal...”
penyakit paru obstruktif kronis,
cystic fibrosis, stroke, Parkinson,
gagal jantung/heart failure,

84 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

“...melakukan perawatan yang ini juga dikemukakan berdasarkan


semaksimal walaupun dia penelitian di Jerman (2008)
terminal...” tentang stess kerja, bahwa perawat
perlu mengenal sumber stress dulu
“...tetap memberikan e perawatan untuk terbebas dari
terapi sampai titik penghabisan, permasalahannya.
kecuali keluarga menolak...”
Hal ini juga sesuai dengan
“...pendekatan pada keluarga, penelitian dari De weerdt (2008)
untuk mempersiapkan e apa mengatakan ada pengaruh yang
mental mereka untuk menghadapi kuat dari tingkat lamanya
kematian...” pengalaman seseorang terhadap
kemampuan untuk mengatur
“...memberikan perawatan sesuai emosi. Pengaruh lamanya
order, sesuai keputusan keluarga pengalaman dapat bersifat
juga...” langsung maupun tidak langsung
terhadap pengaturan emosi.
“…ya kita dukung kita kasih Perawat yang tidak memiliki
motivasi, pasien semangat, kasih pengalaman pada lingkungan kerja
emosional support, tetap kita kasih yang baru memerlukan adaptasi
penjelasan… terhadap pengaturan emosi dan
stress saat melakukan pekerjaan.
“…nggak memperpanjang Dari hasil wawancara yang
penderitaanya…” dilakukan pada keenam Key
Informant didapati dua dari
Hasil wawancara berikutnya pada partisipan mengungkapkan
pengalaman yang dialami Key perasaan takut ketika pertama kali
Informant dalam pengelolahan merawat pasien tidak sadar, karena
emosi saat memberikan perawatan, lingkungan kerja yang baru dan
perawat mengalami stres kerja belum mengetahui cara
pada awalnya. Dimana Key mengoperasikan peralatan di ICU.
Informant merasakan takut saat Dua partisipan lain
pertama kali merawat pasien mengungkapkan perasaanya biasa
terminal, karena lingkungan kerja – biasa saja tidak ada rasa takut,
yang baru dan memerlukan saat pertama kali merawat pasien
adaptasi tentang penggunaan alat yang tidak sadar atau pasien kritis
dan perawatan pada pasien yang Tetapi dua dari partisipan ini
tidak sadar. merasa kasihan, empati, dan sedih
melihat kondisi yang dirasakan
Menurut Ashby (2009) bahwa pasien dan keluarga dan satu
stress dapat juga terjadi karena partisipan lain mengungkapkan
orang tersebut tidak merniliki memiliki perasaan yang labil
sumber daya dan ketrampilan yang ketika berkomunikasi dengan
bisa membantunya memecahkan keluarga yang labil atau panik saat
masalah yang dihadapi. Pendapat dihadapkan dengan pengambilan

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 85


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

keputusan. Berikut pernyataan “...karena mereka panik trus


partisipan, yaitu: keputusannya labil nah itu kadang
“...sebenarnya sih emang membuat kita juga jadi labil.”
awalnya e masuk ke ICU itu ya
takut sih untuk merawat pasien Selain itu didapatkan juga
yang nggak sadar...” pengalaman partisipan dalam
Pengelolahan informasi &
“...perasaanya mah biasa – biasa pertimbangan, yaitu: berdiskusi
aja, nggak ada rasa takut...” dengan keluarga tentang kondisi
kesehatan pasien, memberi jawab
“...yang pasti pertama itu ada rasa pada keluarga yang sering
takut, takut salah...” bertanya, membantu memberikan
solusi dan membantu keluarga
“...pertama pengalamanya ya menentukan dalam proses
sedih...” perawatan.
Hal ini tentu sesuai dengan hasil
“...selanjutnya ya masih sama penelitian yang dilakukan oleh
masih merasakan kasihan... Latour, dkk (2009), menyatakan
bahwa sebagian besar perawat
“...nggak ada rasa takut, biasa aja, intensive care Eropa terlibat dalam
paling kasihan, empati kita ya...” diskusi dengan keluarga tentang
akhir kehidupan dan proses
“...mengalami apa yang dia pengambilan keputusan oleh
rasakan...” keluarga.

“...semua pasien di ICU kasihan Salah satu peran perawat menurut


gua...” Potter dan Perry (2010) adalah
peran pemberi perawatan dimana
“...turut merasakan bagaimana perawat memfokuskan asuhan
rasa sakit yang dia rasakan setiap pada kebutuhan kesehatan pasien
hari...” secara holistik, meliputi upaya
mengembalikan kesehatan emosi,
“...merasa kehilangan banget...” spiritual dan sosial. Sejalan dengan
tujuan dari perawatan paliatif
“...yang pastinya perasaan sedih Pada tahap ini pengalaman Key
itu ada ya, kasihan...” Informant dikategorikan sebagai
proses adaptasi kognator, sesuai
“...pernah dulu dirawat di ICU, dengan teori yang dikemukakan
cuman ya saat dia meninggal ya oleh Roy, terdapat dua mekanisme
kita merasa itulah yang terbaik kontrol. Yang terbagi atas
buat dia, maksudnya sedih juga, ya regulator dan kognator yang
itu tadi empati...” merupakan subsistem.

Kognator merupakan gambaran


respon yang berkaitan dengan

86 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

perubahan kognitif dan emosi, denial atau menolak, tidak


termasuk didalamnnya persepsi, menerima maka partisipan
proses informasi, pembelajaran, menganjurkan untuk lebih banyak
membuat alasan dan emosional berdoa biar keluarga dapat lebih
(Wills, 2011). Menurut Roy, iklas. Berikut pernyataan
Stimulus untuk subsistem kognator partisipan, yaitu:
dapat secara eksternal maupun “...jadi memang ada keluarga
internal. Perilaku output dari yang menolak ya tinggal suruh aja
subsistem regulator dapat menjadi mereka tanda tangan tapi harus
stimulus umpan balik untuk diingetin bahwa udah kata sepakat
subsistem kognator. dari keluarga...”

Kognator kontrol proses “...keluarga yang menolak segala


berhubungan dengan fungsi otak sesuatu terapi yang diberikan dan
dalam memproses informasi, itu harus ditanda tangan di
penilaian dan emosi. Persepsi atau informed consent, e penolakan
proses informasi berhubungan rawat inap dengan terapi dan serta
dengan proses internal dalam yang lain – lainnya. Ada form
memilih atensi, mencatat dan penolakan disitu “
mengingat. Belajar berkorelasi
dengan proses imitasi, “...ada keluarga yang yang
reinforcement (penguatan) dan menerima ada yang tidak
insight (pengertian yang menerima, awal – awalnya mereka
mendalam). tidak menerima, misalnya banyak
Penyelesaian masalah dan bertanya, biasanya kita anjurkan
pengambilan keputusan adalah mereka banyak berdoa biar lebih
proses internal yang berhubungan iklas kan itu sih biasanya...”
dengan penilaian atau analisa.
Emosi adalah proses pertahanan Data berikut dari hasil wawancara
untuk mencari keringanan, didapatkan bahwa Key Informant
mempergunakan penilaian dan mengalami respon regulator.
kasih sayang. Respon regulator adalah respon
terhadap fisiologi tubuh, dimana
Dari hasil wawancara didapati dua hal ini dialami oleh perawat saat
dari partisipan mengungkapkan memberikan perawatan kepada
ada keluarga yang menolak pasien, perawat merasakan proses
memberikan tindakan perawatan empati yang membuat perawat
maka hal tersebut akan tidak hanya menangis tetapi juga
didiskusikan bersama keluarga bahkan bisa sampai jatuh sakit
untuk pengambilan keputusan karena memikirkan pasien yang
terkait dengan menandatangi dirawat.
informed consent atau form
penolakan, satu partisipan lain Menurut Roy, subsistem regulator
mengungkapkan ada juga pasien mempunyai komponen-
dan keluarga yang mengalami komponen:

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 87


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

input-proses dan output. Input lain mengungkapkan


sebagai stimulus dapat berupa merasakasihan dengan kondisi
internal atau eksternal. Transmiter pasien, satu partisipan lain
subsistem regulator adalah kimia, mengungkapkan tetap
neural atau endokrin. Refleks menjalankan proses perawatan
otonom adalah respon neural brain sesuai permintaan keluarga
sistem dan spinal cord yang walaupun sudah tidak ada harapan
diteruskan sebagai perilaku output untuk sembuh. Berikut pernyataan
dari subsistem regulator. Banyak partisipan, yaitu:
proses fisiologis yang dapat dinilai “.... ikut merasakan apa yang e
sebagai perilaku subsistem pasien itu rasakan sih, jadi kadang
regulator. bisa e kebawa emosi, bisa sakit,
bisa nangis, bisa sampe nangis
Hasil penelitian Thomas et al gitu...”
(2009) yang mengatakan bahwa
dalam proses perawatan, perawat “...semua pasien di ICU kasihan
yang sering menunjukkan sikap gua, nafas – nafas aja nggak bisa,
caring dengan cara berbicara masih perlu dibantuin gitu, tensi
dengan ramah dan santun, aja itu dibantu bantu...”
mempunyai perhatian, penuh
minat dalam menolong klien, dan “...ada juga emang keluarga yang
membina hubungan yang saling sampe tidak ada harapanpun
menguntungkan dengan minta dibuatin maksimal ...”
penampilan yang relijius dalam
setiap melakukan tindakannya. 5. Proses Adaptasi
Dapat mengalami proses empati
yang dalam terhadap pasien. Tema kedua yang muncul adalah
Seperti menangis, merasa berdasarkan pengalaman kedua
kehilangan yang dalam terhadap terbanyak yang dialami oleh Key
pasien yang dirawat. Informant, dapat terlihat pada tabel
berikut:
Dari hasil wawancara didapati satu
dari partisipan mengungkapkan
merasakan empati yang dalam
sampai terbawa emosi yang bisa
membuatnya menangis dan bahkan
sampai sakit, dan satu partisipan

88 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

Tabel 3 Tema ke-2

Kode Kategori Tema

Pengalaman baru
Lingkungan kerja yang
baru
Takut
Butuh adaptasi Novice
Pengetahuan masih
Perawat Pemula
terbatas
Butuh ketrampilan
khusus perawatan
terminal

Sudah memiliki
pengalaman
sebelumnya pada
bidang yang sama
Terlibat dengan
keluarga dalam proses
perawatan
Memenuhi sesuai Proficient
kebutuhan Proses
Mengetahui kondisi Perawat Cakap, Adaptasi
berdasarkan proses memahami secara
penyakit holistik
Memberikan
perawatan secara
menyeluruh (holistik)
Inisiatif

Awal bekerja butuh


penyesuaian
Mampu beradaptasi
Mampu menghadapi
kondisi pasien & Adaptasi
keluarga
Merasa senang
merawat melakukan
perawatan

Data yang didapat berdasarkan kerja yang baru pertisipan merasa takut
wawancara, ditemukan pada dalam merawat pasien yang tidak sadar,
pengalaman pertama Key Informant merasa takut apabila salah
setelah mengalami rotasi tempatkan mengoperasikan peralatan, takut salah

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 89


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

ketika memberikan perawatan pada ketahui, sehingga dibutuhkan


pasien. peningkatan pengetahuan perawat
Tetapi ada juga yang merasa biasa – melalui kegiatan seminar atau
biasa saja karena menurut mereka pelatihan.
merawat pasien di ICU sama halnya Adhisty, dkk (2016) menyatakan bahwa
dengan merawat pasien pada Ruang tenaga kesehatan khususnya perawat
Perawatan biasa dan juga ada yang memiliki beberapa hambatan dalam
mengalami perasaan sedih karena melakukan perawatan paliatif ini antara
keluarga pasien yang mengalami lain terbatasnya pengetahuan perawat
perpisahan dengan orang terdekat mengenai bagaimana cara pemberian
mereka. perawatan paliatif yang berkualitas dan
bagaimana menyiapkan kepribadian
Berbeda dari pengalaman kerja perawat agar pelayanan paliatif dapat
ditempat sebelumnya, maka pada tahap dioptimalkan pemberiannya
ini perawat membutuhkan adaptasi Penelitian yang dilakukan oleh Ari dan
dengan lingkungan tempat kerja yang Insook (2013) menyatakan bahwa
baru, dengan proses perawatan yang perawat spesialis 2 (Expert) memiliki
kompleks, perlatan yang berbeda - beda persepsi yang lebih baik dalam
dan sebagai perawat ICU tentu dituntut penanganan dan pemberian perawatan
untuk dapat mengoperasikan peralatan dari pada perawat spesialis 1
tersebut dengan baik dalam (Competent/Proficient), perawat
memberikan perawat pada pasien. generalis (Novice/Advance Beginner),
dan perawat baru (New Nurse).
Berdasarkan teori from Novice to
Expert oleh Benner, maka pada Menurut Sitinjak (2008), Pelayanan
pengalaman pertama ini, Key Informant kesehatan yang bermutu ditentukan
digambarkan sebagai perawat novice. oleh kualitas sumber daya manusia
Novice adalah seorang pemula tanpa (SDM). Salah satu upaya meningkatkan
pengalaman dibidang yang sama. mutu pelayanan adalah dengan adanya
Menurut Benner, pada tahap ini pengembangan staf melalui
seseorang tanpa latar belakang pengembangan karir perawat.
pengalaman pada situasinya, maka Pengembangan karir perawat melalui
perintah yang jelas dan atribut yang jenjang karir terbukti dapat
obyektif harus diberikan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan
memandu penampilannya, disini peningkatan kinerja perawat.
perawat sulit untuk melihat situasi yang Hal ini didukung dengan penelitian Mc
relevan dan irrelevan, pada tahap ini Ilfatrick, Mawhinney, dan Gilmour
Benner mengklasifikasikan perawat (2010) mengatakan pendidikan dan
pada level novice, jika ditempatkan pelatihan sangat penting untuk
pada area atau situasi yang tidak meningkatkan kualitas paliatif dan
familiar dengannya. perawatan akhir hidup bagi pasien.
Pengembangan perawat profesional
Ferell, dkk. (2010) yang menyatakan perawatan paliatif memiliki potensi
bahwa perawat tidak dapat untuk mengatasi beberapa tantangan
mempraktikkan apa yang mereka tidak yang ada dalam pemberian perawatan

90 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

paliatif dan membantu menjembatani


kesenjangan antara spesialis juga “...pengalaman pertamanya ya sedih
generalis pada perawatan paliatif. ya, karena pasti keluarga akan merasa
Dari hasil wawancara didapati dua dari kehilangan e keluarganya ya...”
partisipan mengungkapkan, pada
pengalaman pertama bekerja di ICU “...boleh dikasih seminar ya soalnya
setelah mengalami rotasi mereka saya belum pernah sepertinya ya
merasa takut dan satu partisipan lain supaya lebih menambah wawasan...”
mengungkapkan mengalami perasan
yang sedih pertama kali merawat pasien Belajar dari pengalaman sebelumnya
karena merasa kehilangan. Dan kelima dengan lingkungan kerja yang sama,
partisipan ini setujuh bahwa mereka membuat Key Informant menjadi lebih
perlu diberikan seminar – seminar terbiasa dan semakin baik dalam
ataupun pelatihan paliatif guna memberikan perawatan pada pasien
meningkatkan pengetahuan dan terminal.
ketrampilan dalam melakukan Pada pada tahap ini perawat
perawatan paliatif. Berikut pernyataan menunjukkan kemampuan dalam
partisipan, yaitu: pengelolahan ketrampilannya sesuai
“...Sebenarnya sih emang awal dengan pengetahuan yang diperoleh,
awalnya masuk ke ICU itu, ya takut sih juga memberikan perawatan dengan
untuk merawat pasien yang nggak lebih menyeluruh atau holistik dan
sadar...” lebih banyak berkomunikasi serta
melibatkan keluarga dalam proses
“...takut sih, tapi mengambil sisi perawatan.
positifnya biar ilmunya juga bisa
bertambah, berkembang sama Hal ini sesuai dengan data yang
ketrampilannya...” diperoleh saat wawancara. Dimana Key
Informant memiliki pengalaman
“...belum pernah ikut seminar tentang beberapa tahun pada lingkungan kerja
paliatif, harusnya pelatihannya juga yang sama, melibatkan keluarga dalam
perlu sih, biar kita digali juga ilmunya proses perawatan, memenuhi sesuai
up to date...” yang kebutuhan pasien, mengetahui
kondisi yang terjadi berdasarkan proses
“...perlu juga difasilitasi dengan penyakit pasien, memberikan
seminar atau pelatihan pada SDM ya perawatan secara menyeluruh (holistik)
itu boleh biar lebih di asa...” dan inisiatif dalam melakukan
perawatan.
“...Yang pasti pertama itu masuk ada
rasa takut, karena yang pertama baru Pada tahap ini Key Informant
masuk ICU, ya takut, pasti takut digambarkan sebagai perawat
salah...” Proficient atau perawat cakap didalam
pekerjaanya. Ini didukung oleh teori
“.... seharusnya dibuka pelatihan yang Benner, bahwa perawat dikatakan
memang khusus supaya perawatnya sebagai Proficient ketika dia
bisa lebih caring...” menunjukkan kemampuan untuk

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 91


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

melihat perubahan yang relevan pada didampingi dengan keluarga, iya


situasi, meliputi: pengakuan dan didoakan...”
mengimplementasikan respon
ketrampilan dari situasi yang “…penuhin kebutuhannya, kalau
dikembangkan, mereka misalnya pasiennya masih sadar ya
mendemonstrasikan peningkatan kita, bantu tanyain untuk BAB, BAK
percaya diri pada pengetahuan dan makanya kalau nggak bias ya kita
ketrampilannya, pada tingkat ini suapin, ya pokoknya kebutuhannya
perawat banyak terlibat dengan dailnya kita ini sih, kita penuhin…”
keluarga.
“...saat e mulai pasien, kita menilai
Hal ini didukung oleh penelitian yang saat kita masuk, apakah pasien dia
dilakukan oleh Ari dan Insook (2013) perlu perawatan paliatif apa tidak...”
menyatakan bahwa perawat spesialis 2
(Expert) memiliki persepsi yang lebih “...nafas – nafas aja nggak bisa, masih
baik dalam penanganan dan pemberian perlu dibantu, tensi aja itu dibantu...”
perawatan dari pada perawat spesialis 1
(Competent/Proficient), perawat “perawatan paliatif bukannya itu
generalis (Novice/Advance Beginner), secara keseluruhan, semua, itu
dan perawat baru (New Nurse). mencakup memberikan obat, e kita
semualah itu...”
Dari hasil wawancara didapati dua dari
partisipan mengungkapkan bahwa “...saat memberikan obat dan semua,
pasien yang membutuh perawatan ya karena kita pasti akan ada bersama
dinilai saat pertama kali masuk ICU, pasien terus selama jam kerja kita
dan tiga partisipan lain mengungkapkan ya...”
memberikan perawatan dengan cara
memenuhi kebutuhan secara “...walaupun dia terminal ya tetap
menyeluruh atau holistik. Baik itu saat memberikan e perawatan terapi sampai
memberikan obat, saat memberikan titik penghabisan, pendekatan dengan
bantuan nafas, memonitoring tensi, keluarga untuk mempersiapkan mental
berkomunikasi dengan keluarga, mereka untuk menghadapi kematian...”
menghadirkan pemuka agama,
memberi klarifikasi kepada keluarga “...hmp sebenarnya saat pasien masuk
melalui nomor telepon yang intensive kita udah ketahuan oh ini
ditinggalkan agar dapat dihubungi dan pasiennya apa...”
satu partisipan lain mengungkapkan
pada keadaan terminal lanjutan pasien “...tinggalkan nomor yang bisa
tidak perlu lagi diberikan tindakan dihubungi, nomor telepon keluarga
perawatan yang maksimal tetapi yang bisa dihubungi kalau misalnya
didampingi oleh keluarga dan terjadi sesuatu sama pasien...”
didoakan. Berikut pernyataan
partisipan, yaitu: “...kemudian hadirkan pemuka
“...kalo pasiennya misalnya sudah agama...”
tidak ada status kemajuan, bisa

92 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

“...saat kasih obat, saat panggil sedikit stres dibanding dengan


keluarga untuk memberitahu kondisi pengalaman pertama dalam bekerja.
pasien, disaat memang pasien butuh Dari hasil wawancara didapati tiga dari
untuk mendapatkan perawatan...” partisipan mengungkapkan setelah
beberapa tahun bekerja mereka dapat
Data berikutnya yang didapat adalah, menyesuaikan diri sehingga lebih
proses adaptasi yang dialami oleh Key terbiasa menghadapi situasi dalam
Informant. Dimana beberapa tahun tempat kerja, dan satu partisipan lain
bekerja pada lingkungan yang sama mengungkapkan takutnya berangsur–
Key Informant merasa senang, lebih angsur hilang dan semua partisipan
bisa dan terbiasa melakukan perawatan mengungkapkan merasa lebih senang
pada pasien dibandingkan pada awal dalam merawat pasien. Berikut
mereka melakukan perawatan pada pernyataan
pasien terminal. partisipan, yaitu:
“...lama – kelamaan ya takutnya
Dimana pada pengalama pertama berangsur – angsur jadi nggak takut
perawat pemula, mengalami rasa takut sih, jadi sudah terbiasa...”
dalam memberikan perawatan tetapi
perawat dapat menyesuaiakan diri “…senang – senang aja sih selama
dengan lingkungan kerja yang baru. ini…”
Menurut Roy, manusia sebagai Sistem
Adaptive (dapat menyesuaikan diri). “...pertama baru masuk di ICU, kan
Biasanya ketika mengalami stress atau harus penyesuaian, butuh penyesuaian
kelemahan/kekurangan mekanisme yang banyak...”
coping, biasanya manusia akan
berusaha untuk menanggulanginya “…kalo selanjut – selanjutnya mungkin
melalui cara dari pengalaman mereka. udah lebih terbiasa ya, kita udah tau
Menurut Supriyadi (2008), cara e maksudnya e gimana kita bisa
pengetahuan juga dapat diartikan menghadapi e pasien, merasa lebih
sebagai sekumpulan informasi yang terbiasa…”
dipahami, yang diperoleh dari proses
belajar selama hidup dan dapat “…merasa senang – senang…”
dipergunakan sewaktu-waktu sebagai
alat penyesuaian diri baik terhadap diri “…udah lebih terbiasa aja ya sama
sendiri maupun lingkungan. situasinya…”

Pengetahuan seseorang juga diperoleh “…pergumulan menghadapi mereka


dari pengalaman hidupnya. karena mereka panik, trus
Pengalaman membuat seseorang lebih keputusannya labil, tapi sampai sejauh
matang dalam mengambil keputusan ini sih nggak ya senang – senang aja
untuk memecahkan masalah atau sih…”
mengatasi stres.
Hal ini didukung oleh penelitian 6. Hambatan Dalam Proses
Danang (2010) yang menyimpulkan Perawatan
bahwa: Semakin lama bekerja semakin

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 93


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

Tema ketiga yang muncul adalah perawatan, dapat terlihat pada tabel
berdasarkan pengalaman hambatan berikut:
yang sering dialami selama proses
Tabel 4 Tema ke-3
Kode Kategori Tema

Kondisi pasien
Penyakit pasien
Vital sign
Stimulus
Penderitaan akibat
Konteksual
proses penyakit
Meninggal Hambatan
Dalam
Keluarga Proses
Sarana & prasana Perawatan
terbatas
Masalah keuangan
Persepsi pasien &
keluarga
Fase Denial
Pengobatan Stimulus
terhambat Residual
Pertimbangan
keluarga

Data yang diperoleh pada saat perawatan yaitu kondisi pasien dari
wawancara adalah hambatan yang proses penyakit. Sesuai dengan teori
dirasakan oleh Key Informant pada Roy hambatan ini kategorikan sebagai
pengalaman dalam memberikan asuhan stimulus kontekstual.
keperawatan paliatif pada pasien Stimulus kontekstual yaitu semua
terminal. Kondisi yang dialami pasien stimulus lain baik internal maupun
akibat dari proses penyakit, Vital sign eksternal yang mempengaruhi situasi
yang sering mengalami perubahan yang dan dapat diobservasi, diukur dan
signifikan, pasien sering menderita secara subyektif dilaporkan.
kesakitan akibat proses penyakit dan Rangsangan ini muncul secara
bahkan sampai meninggal dunia. bersamaan dimana dapat menimbulkan
Roy mengemukakan bahwa stimulus respon negatif pada stimulus fokal.
yang dapat menghambat di
kelompokkan menjadi tiga jenis Sumber stressor yang menjadi
stimulus, antara lain: stimulus fokal, hambatan bisa berasal dari orang yang
stimulus kontekstual, dan stimulus terkena stresor itu sendiri (internal
residual. Key Informant mengalami sources) atau dari luar (extemal
adanya hambatan dalam proses sources) yang bisa ada pada keluarga

94 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

dan lingkungan baik lingkungan kerja pasien dan keluarga tentang penyakit
maupun lingkungan sekeliling kita. yang dialami, pertimbangan dan
(Barbara, 2008). keputusan yang dilakkukan keluarga,
dan pengobatan yang terhambat
Pada pengalaman perawat keluarga
Dari hasil wawancara didapati empat sering kali mengambil keputusan
dari partisipan mengungkapkan kondisi bersama untuk menghentikan proses
pasien dalam proses penyakit menjadi perawatan ataupun memilih untuk
faktor yang menghambat. Berikut menghentikan penderitaan pasien dari
pernyataan partisipan, yaitu: proses penyakit. Tetapi keputusan yang
“...kadang – kadang kondisi pasien diambil keluarga, terkadang dilakukan
tersebut ya, kondisi pasien ya udah saat mereka sedang dalam kondisi yang
selesai, sering gitu...” tidak stabil sehingga keputusan yang
diambil sering berubah - ubah. Hal ini
“...jadi terhambat ya dari pasienya tentu menjadi hambatan dalam proses
juga, kondisinya...” perawatan.

“...yang menhambat mungkin dalam Karena keluarga adalah orang terdekat


kondisi pasien, misalnya tiba – tiba pasien yang mempunyai peran yang
pasien itu e vital signnya e kondisinya sangat besar dalam memilih ataupun
menurun...” menentukan dan memberikan
keputusan selama proses perawatan
“...pernah dulu dirawat di ICU dia saat pasien dalam keadaan yang kritis.
meninggal, ya kita merasa itulah yang Faktor financial problem keluarga serta
terbaik buat dia, nggak sarana dan prasana yang disediakan
memperpanjang penderitaanya...” oleh Rumah Sakit, sering kali juga
menjadi faktor eksternal yang dapat
Data berikut yang diperoleh adalah mengahambat dalam proses perawatan.
pengaruh eksternal dalam hal ini
stimulus residul. Menurut Roy, Sumber stressor yang menjadi
stimulus residual yaitu sikap, keyakinan hambatan bisa berasal dari orang yang
dan pemahaman individu yang dapat terkena stresor itu sendiri (internal
mempengaruhi terjadinya keadaan sources) atau dari luar (extemal
tidak sehat, atau disebut juga dengan sources) yang bisa ada pada keluarga
Faktor Predisposisi, dimana pengaruh dan lingkungan baik lingkungan kerja
eksternal dapat juga menyebabkan maupun lingkungan sekeliling kita.
terjadinya kondisi Fokal. (Barbara, 2008).

Dalam pengalaman perawat, ditemukan Dari hasil wawancara didapati tiga dari
bahwa pada awalnya keluarga dan partisipan mengungkapkan keluarga
pasien mengalami fase denial dimana menjadi faktor yang menghambat
mereka tidak menerima dan menolak dalam proses perawatan. Satu
proses penyakit, faktor lain yang partisipan lain mengungkapkan
mendukung stimulus residual adalah keterbatasan sarana dan prasarana serta
masalah keuangan keluarga, persepsi

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 95


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

kondisi financial dari keluarga.


Berikut pernyataan partisipan, yaitu: “...yang menghambat jika keluarga
“...kadang keluarga sih yang tidak siap...”
menghambat misalnya kita kadang mau
memberikan apa keluarga ada disitu “...kadang ada yang sudah terminal
jadi kan jadi menghambat...” gitu, sudah tidak mau diapa – apain...”

“...kadang eh prasarana juga kan suka “...keputusan keluarga nggak mau


terbatas kaya misalnya alkes atau apa, dilakukan apa – apa ya, kita jadi nggak
kalau misalnya dia pasien umum kalau mau lakuin ya...”
kita mau apa – apa kan harus, kalau
misalnya udah over balance kan harus “...kalau keluarga memutuskan untuk
keluarga suruh ke PBO atau apa jangan kasih ini lagi, sudah cukup
gitu...” begini tapi pengen dirawat disini, itu
kan jadi salah satu pertimbangan untuk
“...kadang – kadang dari penerimaan kita memberikan perawatan...”
pasien itu sendiri terhadap penyakit
dia...” 7. Perilaku Caring Perawat

“...pertamanya kan ada yang dia denial Tema keempat yang muncul adalah
dulu...” menggambarkan perilaku caring yang
diterapkan perawat pada pengalaman
“...keluarga yang memang betul – betul merawat pasien terminal, dapat terlihat
ini kan, yang maksudnya udah stres pada tabel berikut:
duluan...”
Tabel 5 Tema ke-4
“...pengobatan itu juga agak
terhambat...”

Kode Kategori Tema

Sukacita, Iklas, Melayani


Menganggap pasien sebagai
Perilaku Caring
saudara, Rasa kemanusiaan, Caring
Memberi Motivasi, Perawat
Emossional Support, memberi
dukungan spiritual
Hasil wawancara yang dilakukan Sesuai dengan hasil wawancara bahwa
kepada perawat didapati bahwa, dalam perawat berkomunikasi dengan pasien
memberikan asuhan perawatan paliatif dan keluarga, menempatkan pasien
pada pasien perawat juga memberikan sebagai keluarga sendiri yang sedang
caring, sesuai dengan teori yang dirawat, memenuhi kebutuhan spiritual
dikemukakan oleh Watson, tentang pasien, melayani dengan sepenuh hati,
perilaku Caring pada seorang perawat. iklas, memberikan dukungan
emossional support, motivasi, dan

96 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

semangat kepada pasien dan juga memberikan motivasi, emossional


keluarga. suport dan memberi dukungan spiritual
kepada pasien dan juga keluarga.
Kepmenkes (2013), perawatan paliatif Berikut pernyataan partisipan, yaitu:
lebih berfokus pada dukungan dan “...kalo itu mah dengan e maksudnya
motivasi ke penderita. Kemudian setiap dengan suka hati ya, bekerja dengan
keluhan yang timbul dari pasien iklas kan, karena kita melayani
ditangani dengan pemberian obat untuk berdasarkan Tuhan...”
mengurangi rasa sakit. Perawatan
paliatif ini bisa mengeksplorasi “...menganggap pasien itu sebagai
individu penderita dan juga saudara kita...”
keluarganya bagaimana perawat dapat
memberikan perhatian khusus terhadap “…perlu ditingkatkan ya mungkin
penderitaan, dan penanggulangannya kehadiran pemuka agama…”
serta kesiapan pasien dan keluarga
dalam menghadapi kematian. “…e sebenarnya dari hati nurani…”

Hasil penelitian dari Ardianas, dkk “…coba tempatkan diri kita kalau
(2010) ditemukan bahwa klien nggak keluarga kita, orang tua kita
mengharapkan perilaku caring yang diposisi seperti itu, harusnya kita lebih
holistik sehingga klien puas dengan perhatian ha a lebih care…”
pelayanan keperawatan. Dengan
kemampuan perawat memahami dan “…kemanusiaan aja, rasa
mendukung emosi orang lain (dalam kemanusiaan yang mendorong
hal ini pasien) maka dapat mendorong memberikan perawatan…”
perawat untuk menerima perasaan klien
baik positif maupun negatif sehingga “…ya kita dukung kita kasih motivasi,
akan tercipta hubungan saling percaya pasien semangat, kasih emosional
yang merupakan salah satu wujud support, anjurkan banyak berdoa biar
perilaku caring perawat. lebih iklas…” K6
Dari hasil wawancara didapati lima dari
partisipan menunjukkan perilkau caring 8. Development of self efficacy
yang baik kepada pasien dan keluarga
selama proses perawatan dimana Tema kelima yang muncul ini dapat
perawat menempatkan pasien sebagai terlihat pada tabel berikut:
keluarga mereka sendiri, melayani
dengan suka hati, iklas, serta senantiasa

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 97


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

Tabel 6 Tema ke-5


Kode Kategori Tema

Self Efficacy yang


tinggi Sehingga Development
mampu bereaksi yang Self Efficacy of self
positif terhadap situasi efficacy
yang alami

Dari hasil wawancara didapatkan mudah merasa cemas dan mudah


bahwa seluruh Key Informant menyerah dalam menghadapi
mempunyai effikasi diri yang tinggi hambatan. Mereka tidak akan
sehingga mampu untuk bereaksi yang melakukan upaya apapun untuk
positif tehadap situasi yang dialami mengatasi hambatan yang ada, karena
selama proses perawatan. percaya bahwa tindakan yang mereka
lakukan tidak akan membawa pengaruh
Menurut Octary (2008), seorang apapun.
perawat yang memiliki keyakinan yang
tinggi bahwa ia mampu melaksanakan Rachmawati (Khotimah, 2010),
tugas dengan baik, akan memiliki menyebutkan hasil survei yang
kepercayaan diri yang tinggi pula dilakukan Persatuan Perawat Nasional
dalam melaksanakan pekerjaannya Indonesia (PPNI) tahun 2006,
sehingga ketika menghadapi situasi menunjukkan sekitar 50,9% perawat
kurang kondusif. Perawat dapat mampu yang bekerja di empat profinsi di
menanggulangi situasi tersebut secara Indonesia mengalami stres kerja.
efektif tanpa terlihat ragu-ragu dan Perawat sering mengalami pusing,
cemas. lelah, tidak bisa istirahat karena beban
kerja yang tinggi dan menyita waktu.
Self efficacy yang tinggi membantu Tidak berbeda jauh, hasil data yang
individu untuk menyelesaikan tugas dihimpun PPNI pada Mei 2009 di
dan mengurangi beban kerja secara Makassar juga menunjukkan 51%
psikologis maupun fisik. Rutinitas perawat mengalami stres kerja, pusing,
pekerjaan yang memiliki tingkat lelah, kurang istirahat karena beban
kesulitan yang tinggi dan jam kerja kerja yang terlalu tinggi.
yang cukup panjang, seorang perawat
yang memiliki self efficacy tinggi tidak Angka ini hanya menunjukkan
akan mudah mengalami stres dalam sebagian kecil dari keseluruhan jumlah
pekerjaanya. perawat yang mangalami stres kerja di
beberapa wilayah di Indonesia. Apabila
Perawat yang merasa tidak yakin survei tersebut dilakukan di seluruh
dengan kemampuannya cenderung wilayah Indonesia maka jumlahnya

98 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

tentu sangat besar. Hal ini tentu saja “…jadi keluarga juga terharu sih, e
akan mengganggu kualitas pelayanan benar – benar mengucapkan
yang diberikan oleh rumah sakit, terimakasih ke kita, karena sudah e
khususnya oleh perawat itu sendiri. mambantu dan merawat itu dengan
baik dan menjaga…”
Apabila perawat terus menerus
mengalami kecemasan karena merasa “…perasaannya mah biasa aja nggak
tidak mampu dalam menjalankan ada perasaan takut…”
tugasnya dengan baik maka ia rentan
mengalami stres kerja. Hal ini sesuai “…merasa lebih terbiasa dan juga
dengan pendapat dari Bliese, dkk setidaknya pelayanan yang kita berikan
(dalam Mariza, 2011), yang juga itu, jadi lebih berkualitas gitu…”
menyatakan bahwa pekerjaan pun
dapat benar-benar menjadi ancaman “…kalau saya tidak merasa ada
dan sumber stres bagi individu yang pengalaman yang tidak menyenangkan
tidak memiliki keyakinan dan self ya, merasa senang – senang saja
efficacy tinggi. selama ini…”

Teori Self Efficacy pertama kali “.... sebagai pegawai dan perawat pasti
dikembangkan oleh Bandura (dalam memberikan sesuai dengan profesi kita
Ghufron, 2010). Ia menyatakan bahwa dan tanggung jawab kita dalam
self efficacy adalah keyakinan individu pekerjaan dan pelayanan kita, tetap
mengenai kemampuan dirinya dalam harus diberikan sesuai dengan
melakukan tugas atau tindakan yang prosedur yang sudah ada...”
diperlukan untuk mencapai hasil
tertentu. “…tentunya mereka bisa terima kita
lah ya karena kita ada
Dari hasil wawancara didapati lima dari disampingnya…”
partisipan menunjukkan hasil yang
positif. Dimana partisipan memiliki “…perasaanya sama seperti merawat
Self Efficacy yang tinggi, dan mampu pasien yang lain, nggak ada rasa takut
memberikan respon yang baik dalam sih, biasa aja…”
memberikan perawatan serta memiliki
managament stress yang baik dalam “…ya tetap kita harus melakukan
pekerjaan. Berikut pernyataan kewajiban kita, tetap harus kita kasih
partisipan, perawatan…”
yaitu:
“…lama kelamaan ya takutnya “…melihat penderitaan ya gitu kitapun
berangsur – angsur jadi nggak takut sih ikut merasaitu yang terbaik untuk dia
jadi sudah terbiasa…” iya kan nggak memperpanjang
penderitaanya…”
“…merasa senang – senang saja sih
selama ini…” “…sampai sejauh ini nggak ada
pengalaman yang tidak

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 99


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

menyenangkanya, senang – senang aja sarana dan prasana yang terbatas, tetapi
sih…” keluarga memiliki pengaruh yang besar
dalam pengambilan keputusan.
KESIMPULAN DAN SARAN 4. Perilaku caring perawat pada
pengalaman perawat dalam
Kesimpulan yang diperoleh dari memberikan asuhan perawatan paliatif
penelitian yang telah dilakukan pada ditemukan hasil bahwa walaupun tidak
keenam Key Informant, dengan judul memahami secara utuh perawatan
“Studi Fenomenologi Pengalaman paliatif tetapi perawat mampu
Perawat Dalam Memberikan Asuhan menerapkan perilaku caring yang baik
Keperawatan Palaitif Pada Pasien selama melakukan proses perawatan.
Dengan Penyakit Terminal Diruang 5. Development of self-efficacy pada
ICU Rumah Sakit Advent Bandung, pengalaman perawat dalam
didapatkan 5 tema antara lain : memberikan asuhan perawatan paliatif
1. Koping perawat pada pengalaman ditemukan hasil bahwa perawat
perawat dalam memberikan asuhan memiliki effikasi diri yang tinggi
perawatan paliatif ditemukan hasil sehingga mampu bereaksi yang positif
bahwa perawat memiliki mekanisme selama melakukan proses perawatan.
koping yang baik dalam pengaturan
stres selama melakukan proses Saran
perawatan dan dalam menghadapi Peneliti memberikan saran dari hasil
keluarga. penelitian yang dapat berguna bagi
2. Adaptasi perawat pada pengalaman perawat, rumah sakit, dan bagi bidang
perawat dalam memberikan asuhan penelitian.
perawatan paliatif ditemukan hasil
bahwa perawat mengalami proses Perawat
adaptasi yang baik. Perawat mengalami Hasil penelitian ini dapat menjadi
peningkatan yang progresif. Dari masukan bagi perawat dalam
novice atau perawat pemula menjadi memberikan asuhan keperawatan pada
perawat proficient atau perawat yang pasien terminal sesuai dengan kode etik
cakap dalam pekerjaannya yang dapat perawat dan panduan perawatan
memberi pelayanan perawatan secara paliatif.
menyeluruh atau holistik serta mampu Serta perawat dapat memperlengkapi
melibatkan keluarga dalam perawatan. diri dengan mengikuti seminar –
3. Hambatan dalam proses perawatan seminar, workshop ataupun pelatihan
pada pengalaman perawat dalam paliatif guna meningkatkan
memberikan asuhan perawatan paliatif pengetahuan dan ketrampilan dalam
ditemukan hasil bahwa terdapat dua perawatan palaitif
stimulus yang menjadi hambatan dalam
memberikan perawatan, yaitu stimulus Rumah Sakit
kontekstual, stimulus ini berasal dari Hasil penelitian ini dapat menjadi
kondisi pasien akibat proses penyakit. masukan dan pertimbangan bagi
Kedua adalah stimulus residual, Rumah Sakit khususnya untuk
stimulus eksternal dalam hal ini memenuhi dan meningkatkan proses
keluarga, masalah keuangan, juga

100 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

perawatan paliatif pada pasien terminal Sadjito Yogyakarta.


yang secara menyeruluh. Tesis.etd.repository.ugm.ac.id/...
/95916/.../S2-2016-352965-
Berdasarkan hasil penelitian didapati abstract.pdf
bahwa untuk meningkatkan proses
perawatan paliatif Rumah Sakit perlu Ari, M., & Insook, K. (2013).
memberikan seminar – seminar tentang Relationship of perception of
perawatan paliatif, serta membuka clinical ladder system with
pelatihan paliatif yang dapat diikuti professional self concept and
oleh setiap tim kesehatan khususnya empowerment based of nurses’
mereka yang bekerja pada Ruang clinical career stage. Journal of
Perawatan Kritis sehingga dapat Korea Academy of Nursing
memberikan pengetahuan dan Administration, 19 (3), 254–264.
ketrampilan yang sesuai dengan
kebutuhan pada perawatan paliatif. Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The
Serta menghadirkan pemuka agama Exercise of Control. USA: W.H.
diluar agama advent untuk memenuhi Freemen dan Company
kebutuhan spiritual dan agama pasien
yang sedang dirawat maupun juga Barbara, JS, (2008) . Adaplation and
keluarga pasien. Membuat ruangan Growth Growth Psyhiatric
khusus untuk perawatan paliatif dan Mental Health Nursing,Fourth
menempatkan perawat serta tim edition, Lippincott.
kesehatan lainnya yang secara khusus
untuk perawatan paliatif apabila terjadi Campbell, M. L. (2013). Nurse to
peningkatan kebutuhan pasien akan nurse: perawatan paliatif.
perawatan paliatif di Rumah Sakit Diterjemahkan oleh Daniaty, D.
Advent. Jakarta: Salemba Medika

Bidang Penelitian Danang,P.(2009). Hubungan Stres


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi Kerja Dengan Adaptasi Pada
data dasar tentang perawatan paliatif Perawat DiInstalasi Gawat
serta dapat juga dikembangkan dalam Darurat Rsud Pandan Arang.
penelitian lain, seperti: pengalaman Diakses pada tangga 25 April
keluarga merawat pasien paliatif, atau 2018
tingkat pengetahuan perawat dalam darihttp://etd.eprints.ums.ac.id
menerapkan perawatan paliatif.
Effendi, F & Makhfudli. (2009).
DAFTAR PUSTAKA Keperawatan Kesehatan
Komunitas: Teori dan Praktek
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Dalam Keperawatan. Jakarta:
Keperawatan. Jakarta: EGC Salemba medika

Adhisty, Effendy, Setiyarini. (2016). Ferrell, B., Virani, R., Paice, J. A.,
Pelayanan Paliatif pada Pasien Coyle, N., & Coyne, P. (2009).
Kanker di RSUP Dr. Evaluation of palliative care

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 101


Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung 2

nursing education seminars. Psikologis dengan burn out pada


European Journal of Oncology Perawat RSU Budi Rahayu
Nursing, 14, 74-79 Pekalongan. Semarang: FPUNDIP.
Latour J. M., Fulbrook, P., & Albarran,
Ferrell, B.R., Virani R., Paice, J.A., J. W.(2009). EfCCNa survey:
Malloy, P., & Dahlin, C. (2010). European intensive care nurses’
Statewide efforts to improve attitudes and beliefs towards end-
palliative care. Critical Care of-life care. Nursing in Critical
Nurse. Diakses dari Care, 14 (3), 110–121.
http://www.ccnonline.org.
McIlfatrick, S., Mawhinney, A., &
Foster, George M. & Anderson, Gilmour, F. (2010). Assessing the
Barbara Gallatin. (2008). educational needs of palliative
Medical Antropology. New care link nurses. International
York: John Wiley & Sons, Inc. Journal of Palliative Nursing,
16(11).
Ghufron, M. Nur & Rini Risnawita .S.
(2010). Teori-teori Moleong, L. J. (2016) Metodologi
Psikologi.Jogyakarta: Ar-ruzz Penelitian Kualitatif, Penerbit PT
Media. Remaja Rosdakarya Offset,
Bandung.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi
Penelitian Kuantitatif. Jakarta: National Consensus Project for Quality
Salemba. Palliative Care. (2010). Clinical
Practice Guidelines Domain
Kemekes RI. (2007) Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi
Indonesia Nomor: Penelitian Kesehatan. Cetakan 3.
812 /Menkes/SK/VII/ Jakarta: Asdi Mahastya
2007 Tentang
Kebijakan Oktary, M. Anton. (2008). Hubungan
PerawatanPaliatif.Jakarta antara Self Efficacy dengan
Kecemasan pada Mahasiswa
Kemenkes RI. (2013). Pedoman Teknis yang sedang Mengerjakan
Pelayanan Paliatif Kanker. Skripsi. Depok: FPUI.
Jakarta.
Potter & Perry. (2010). Fundamental Of
Kemenkes RI . (2016). Panduan Nursing: Consep, Proses and
Asuhan Keperawatan Paliatif di Practice. Edisi 7. Vol. 3. Jakarta:
Rumah. Jakarta EGC

Khotimah, Kusnul. 2010. Hubungan Semiawan, R.(2010). Metode


antara Persepsi terhadap Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Lingkungan Kerja Grasindo.

102 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018


STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

Sitinjak, L. (2008). Pengaruh Wasis, (2006). Pedoman Riset Praktis


penerapan sistem jenjang karir Untuk Profesi Keperawatan.
terhadap kepuasan perawat di RS Jakarta: EGC
PGI ”Cikini” Jakarta. Tesis tidak
dipublikasikan. Depok: FIK UI Watson, J. (2008). Original center for
human caring.
Streubert, H, & Carpenter, D. (1999). http://www2.uchsc.edu Diakses
Qualitative Research in Nursing: 25 April 2018.
Advancing the Humanistic
Perspective (2nd ed.). Wills, Evelyn. (2011) . Theoretical
Philadelphia. Basis for Nursing.

Sugiyono (2011) . Metode penelitian World Health Organization (2011),


kuntitatif kualitatif dan R&D. Palliative Care For Older People:
Alfabeta Better Practices.Europe

World Health Organization. (2014).


Sujarweni,W. (2014). Global Atlas of Palliative Care at
MetodePenelitian.Yogyakarta: the End of Life. Europe
Pustaka Baru Press

Thomas, Linda, Finch, Schoenhofer,


dan Green (2009) J.D, Finch.L.P.,
Schoenhofer. S.O. (2005). The
caring relationship created by
nurse practitioners and
the ones nursed:
Implication for practice.
http://www.medscape.com
diperoleh 25 April 2018.

Wahyuni, R. (2014). Hubungan


Kesiapan Orang Tua Dengan
Kualitas Hidup
Anak Yang Menderita Penyakit
Terminal Dalam Perawatan
Paliatif Di Yayasan Rumah
Rachel. Jakarta: Universitas Esa
Unggul Jakarta.
Diakses pada 10
Desember 2017, dari
https://www.scribd.com/docume
nt/362182070/UEU-
Undergraduate-3425-BABI

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 103


TELAAH ARTIKEL

Merujuk artikel tersebut dengan Judul “Studi Fenomenologi Pengalaman Perawat Dalam
Memberikan Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal Di Ruang
ICU Rumah Sakit Advent Bandung” dapat ditelaah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan di RS Advent Bandung pada tahun 2018 dengan tujuan untuk
mengeksplorasi pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif
pada pasien terminal. Desain penelitian metode kualitatif dengan pendekatan study
fenomenologi melalui teknik wawancara mendalam yang melibatkan 6 orang perawat
yang bekerja di Ruang Perawatan Kritis ICU Rumah Sakit Advent Bandung, yang
dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling
2. Kebutuhan pasien akan perawatan paliatif di Indonesia semakin meningkat sedangkan
pelayanan perawatan yang diberikan oleh perawat masih terbatas dan belum dapat
diberikan secara menyeluruh. Pasien dengan penyakit terminal, tidak dapat
disembuhkan dengan perawatan secara kuratif. Terapi kuratif dapat membantu
mengurangi tanda dan gejala yang dirasakan. Kebutuhan pasien terminal adalah
perawatan yang dapat membantu mengurangi penderitaan dari proses penyakit secara
fisik, sosial dan psikologi. Pihak yang terlibat dalam pelayanan perawatan paliatif salah
satu diantaranya adalah perawat. Pelayanan yang diberikan berupa asuhan keperawatan
secara langsung kepada pasien (individu dan keluarga).
3. Hasil penelitian menjelaskan bahwa lima tema utama yang menggambarkan
pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada pasien
terminal yaitu Koping Perawat, Adaptasi Perawat, Hambatan dalam proses perawatan,
Perilaku caring Perawat dan development of self-efficacy. Pengalaman perawat dalam
memberikan asuhan perawatan paliatif ditemukan hasil bahwa perawat memiliki
mekanisme koping yang baik dalam pengaturan stres selama melakukan proses
perawatan dan dalam menghadapi keluarga. Adaptasi perawat dalam memberikan
asuhan perawatan paliatif ditemukan hasil bahwa perawat mengalami proses adaptasi
yang baik dalammemberi pelayanan perawatan secara menyeluruh atau holistik serta
mampu melibatkan keluarga dalam perawatan. Terdapat dua stimulus yang menjadi
hambatan dalam memberikan perawatan, yaitu stimulus kontekstual, stimulus ini
berasal dari kondisi pasien akibat proses penyakit. Kedua adalah stimulus residual,
stimulus eksternal dalam hal ini keluarga, masalah keuangan, juga sarana dan prasana
yang terbatas, tetapi keluarga memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan
keputusan. Perawat mampu menerapkan perilaku caring yang baik selama melakukan
proses perawatan walaupun tidak memahami secara utuh perawatan paliatif. Perawat
memiliki effikasi diri yang tinggi sehingga mampu bereaksi yang positif selama
melakukan proses perawatan.
4. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran perawat sangat penting dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien paliatif. Perawat sebagai garda terdepan
dalam pelayanan kesehatan harus memiliki mekanisme koping yang baik dan mudah
beradaptasi dalam segala kondisi. Begitupun perilaku caring dan efficacy diri menjadi
tuntutan perawat dalam setiap tindakan. Hambatan yang dihadapi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan paliatif dapat diminimalisir dengan kerja sama yang
baik dengan keluarga pasien. Begitupun support dari jajaran manajerial rumah sakit
dalam hal sarana prasarana ikut mendukung terciptanya pelayanan yang otimal.

Anda mungkin juga menyukai