Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN

DENGAN KASUS SYOK KARDIOGENIK


DI RUANG ICU RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH PANGKAL PINANG
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH:
ANGGUN HAZAMI
23100038

Dosen Pembimbing Akademik:


Ns. Kgs. M. Faizal, M.Kep

Dosen Pembimbing Klinik :


Ns.Reza Pahlevi, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN 2022
2

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK KARDIOGENIK

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya
gangguan system sirkulasi yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan
oksigenasi untuk mempertahankan metabolism aerobic sel secara normal
(Rifki Az, 2013).
Syok dapat dibedakan menjadi :
a. Syok hipovolemik : disesbabkan kurang volume darah intravaskuler.
b. Syok kardiogenik : disebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah.
c. Syok sepsis : disebabkan oleh produksi toksin atau infeksi
d. Syok neurologic : disebabkan perubahan perubahan tegangan vaskuler
e. Syok anaphylactic : disebabkan reaksi imunologik
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda
hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload
dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan
tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah
(sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5
ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa
adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah
jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan
yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel
kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi
MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru,
kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Dari segi hemodinamik syok kardiogenik adalah kelainan jantung
primer yang mengakibatkan hal – hal berikut :
a. Tekanan arteri systole kurang dari 90mmHg ( hipotensi absolute ) atau
paling tidak 60 mmHg dibawah tekanan basal ( hipotensi relatif )
b. Gangguan aliran darah ke organ – organ penting ( kesadaran menurun,
vasokontriksi di perifer origuria ( urine kurang dari 30 ml/jam )
3

c. Tidak adanya ganguan preload atau proses nonmiokardial sebagai etiologi


syok (aritmia, asidosis, atau depresan jantung secara farmakologi maupun
fisiologik )
d. Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik.
Syok kardiogenik terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas
miokardium, sehingga jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk
mempertahankan curah jantung yang adekuat. Disfungsi ini dapat terjadi pada
saat sistolik atau diastolik atau dapat terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi
jantung. Terapi syok kardiogenik bertujuan untuk memperbaiki fungsi
miokardium dan sirkulasi. Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi
pada kondisi syok kardiogenik adalah CO↓, BP↓, SVR↑, dan CVP↑
(Worthley, 2000).
2. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan
mendadak fungsi jantung atau akibat penurunan fungsi kontraktil jantung
kronik. Secara praktis syok kardiogenik timbul karena gangguan mekanik atau
miopatik, bukan akibat gangguan elektrik primer. Syok kardiogenik
diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel kiri yang
ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
1. Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :
a. Gangguan ventrikular ejection
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik :
- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot papilaris
- Ruptur septum interventrikulorum
- Ruptur free wall
- Aneurisma ventrikel kiri
- Stenosis aorta yang berat
- Kardiomiopati Kontusio miokard
b. Gangguan ventrikular filling
1) Tamponade jantung
2) Stenosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Trombus ball valve pada atrium
5) Infark ventrikel kanan
4

2. Faktor Predisposisi
Dari berbagai penelitian dilaporkan adanya faktor-faktor predisposisi
timbulnya syok kardiogenik yaitu :
a. Umur yang relative lebih tua pada syok kardiogenik : umumnya lebih dari
60 tahun
b. Telah terjai payah jantung sebelumnya
c. Adanya infark yang lama dan baru
d. Lokasi pada dinding anterior lebih sering menimbulkan syok
e. IMA yang meluas secara progresif
f. Komplikasi mekanik IMA : septum sobek, insufisiensi mitral, disenergi
ventrikel
g. Gangguan irama dan nyeri hebat
h. Faktor ekstramiokardial : obat-obatan penyebab hipotensi atau
hipovolemia

4. Patofisiologi

Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi


patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke
organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan
oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya
terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan
adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin
dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke
jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk
mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk
mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan
bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif. Syok
kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi
penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility),
biasanya karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output dan
5

tekanan arteri (arterial pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi


miokardium dan iskemia lanjutan dan penurunan cardiac output.
Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama
dengan disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic
ventrikel kiri dan pulmonary capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg)
seperti pada kongesti paru. Jantung tidak mampu memusatkan secara sinkron
atau penekanan dan aliran darah ke aorta dihindarkan. LEVD (The Left
Ventrikular End – Diastolik Pressure) dan Arterial Pressure (LAP) meningkat
dari sistolik outflow yang tidak efisien. Pada akhirnya, tekanan arteri
pulmonary selaput interstisial dan alveoli menurunkan daerah permukaan
untuk pertukaran gas. Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu
pemburukan iskemia, disfungsi miokardium progresif, dan spiral menurun
yang cepat (rapid downward spiral), bilamana jika tidak diputus, seringkali
menyebabkan kematian.
Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari
edem paru (pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan
kemudian berkontribusi terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya
iskemia miokardium dan hipotensi. Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi
daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara endogen dan eksogen telah
diberi katekolamin (catecholamines). (Fauci AS, et al., 2008).
6

5. Pathway

Gangguan Bedah pintas AMI Payah


mekanis akut kardiopulmonal jantung
kongestif

Necrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontraktilitas

miokardium

Disfungsi ventrikel kiri

Syok kardiogenik

Penurunan curah jantung

Darah ke pulmonal menumpuk


peningkatan secret bronkliolus

Dispnea

Bersihan jalan nafas


I.
Tidak efektif Gangguan pertukaran gas
7

6. Manifestasi Klinis

Beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul pada penderita syok kardiogenik
diantaranya yaitu :

a. Hypotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg


b. Nadi cepat/lemah  takipnea
c. Crackles/whezing  edema paru
d. Kulit: dingin, pucat, sianosis Kulit: dingin, pucat, sianosi
e. Status mental; letargi, koma
f. Edema , CVP meningkat, aritmia (tidak ada denyut nadi)
g. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak
pucat, dan apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
h. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
i. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis)
j. Distensi vena jugulari
k. Kardiogenik menyebabkan CO/MAP menurun kompensasi; HR
meningkat konsumsi oksigen miokard meningkat menurunkan perfusi
coroner  iskemia  nekrosis
l. Kegagalan jantung  tekanan ventrikel kiri dan tekanan diastolik
meningkat  edema paru
m. Retensi darah pada ventrikel kanan meningkatkan tekanan arteri kanan
menghambat aliran balik vena  distensi vena jugular
( Brunner & Suddart, 2002)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Electrocardiography (elektrokardiografi)
Hasil/pembacaan electrocardiogram menurut Fauci AS, et.al. (2008): Pada
pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV
failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada
multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari
setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan dengan syok
adalah anterior. Global ischemia karena severe left main stenosis biasanya
disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada multiple leads.
b. Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada
mulanya atau menunjukkan tandatanda gagal jantung kongestif akut (acute
congestive heart failure), yaitu: a.Cephalization karena dilatasi pembuluh
darah-pembuluh darah pulmoner. b.Saat tekanan diastolik akhir ventrikel
8

kiri (left ventricular end-diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan


interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B.
Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan (exuded)
ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
c. Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak
pada penderita syok kardiogenik:
1) Kardiomegali ringan

2) Edema paru (pulmonary edema)

3) Efusi pleura

4) Pulmonary vascular congestion

5) Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal


dari infark miokard yang

Ekokardiografi Ini berguna untuk menunjukkan:

1) Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).

2) Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).

3) Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.

Selain itu penting untuk menilai hipokinesis berat ventrikel difus atau
segemental (bila berasal dari infark miokard), efusi pericardial, katup
mitral dan aorta, rupture septum dan pintasan intrakardiak.
d. Kateterisasi jantung.
Umumnya tidak perlu kecuali pada kasus tertentu untuk mengetahui
anatomi pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan
bedah pintas koroner atau angioplasty koroner transluminasi perkutan.
Untuk menunjukkan defek mekanik pada septum ventrikel atau regurgitasi
mitral akibat disfungsi atauy rupture otot papilaris.
e. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah tetap diperlukan untuk
evaluasi secara keseluruhan meskipun tidak berguna di dalam
membuat diagnosis awal (initial diagnosis).

2) Pemeriksaan enzim jantung.

3) CBC and serum electrolyte panel.


9

4) Kadar kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN).

5) Gas darah arteri.

6) Studi koagulasi.

Penemuan laboratorium (Laboratory findings) menurut Fauci AS, et.al.


(2008):

1) Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.

2) Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya


normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat
secara cepat (rise progressively).

3) Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver


hypoperfusion).

4) Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat


menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar
asam laktat (lactic acid level).

5) Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan


hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh
respiratory alkalosis.

6) Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB


fraction-nya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

8. Komplikasi
Komplikasi Syok Kardiogenik diantaranya yaitu :
a. Cardiopulmonary arrest
b. Disritmi
c. Gagal multisistem organ
d. Stroke
e. Tromboemboli
9. Penatalaksanaan
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik.
Setiap disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan
atau berperan pada terjadinya syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga
atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume intravaskuler rendah. Pasien
harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi.
10

Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila
aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Farmakoterapi. Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan
curah jantung dan tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang
biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung meningkatkan beban
kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah
obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung
menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi,
sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume intravaskuler keperifer
dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini
biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu
memelihara tekanan darah yang adekuat.
Pompa Balon Intra Aorta. Terapi lain yang digunakan untuk
menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem
bantuan mekanis yang paling sering digunakan adalah Pompa Balon Intra
Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan
counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan
cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di
aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang
seirama dengan aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga
sangat penting untuk menentukan position sirkulasi pasien selama
penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama
sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan
menguatkan diastole,yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteria
koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi
beban kerja ventrikel.
Penatalaksanaan yang lain :
a. Istirahat
b. Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
c. Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena, dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau
terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema
11

perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan


muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama,
bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan
premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
d. Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak
menganggu istirahat pada malam hari, intake dan output pasien harus
dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah
pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari
turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi
e. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-
hati depresi pernapasan.
f. Pemberian Oksigen
g. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan)
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel

Hematnya, penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok


kardiogenik adalah sebagai berikut:
1. Infus cairan untuk memperbaiki sirkulasi
2. Inotropik
3. Apabila CO↓, BP↓, SVR↑, berikan dobutamine 5 μg/kg/min
4. Pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus diberi obat yang berefek
inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine Syok obstruktif terjadi
apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju jantung (venous
return) akibat tension pneumothorax dan cardiac tamponade.
5. Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif
adalah CO↓, BP↓, dan SVR↑.
Penanganan syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan sumbatan;
dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemberian cairan kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume
intravaskuler
1. Pembedahan untuk mengatasi hambatan/obstruksi sirkulasi.
12

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus pada :
1. Aktivitas
 Gejala : kelemahan, kelelahan
 Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit
kelembaban, kelemahan umum
2. Sirkulasi
 Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD,
diabetes mellitus.
 Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau
lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung
atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit  ;
dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada
punggung tangan dan kaki kolaps
3. Eliminasi
 Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
 Tanda : oliguri
4. Nyeri atau ketidaknyamanan
 Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal,
prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang,  wajah, tidak tentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas
chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada skala 1-
10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
 Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat, menarik
diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
5. Pernafasan
 Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen
atau medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
 Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
13

menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah


muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar
dengan crakles dari basilar dan mengi  peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak
atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload d.d Dispnea, tekanan darah
menurun, CRT > 3 detik, dan sianosis. (D.0008)
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d tidak mampu batuk,
sputum berlebihan, ronkhi, dan gelisah. (D.0005)
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d Dispnea,
PCO2 menurun, PH arteri meningat, dan penurunan kesadaran (D.0003)
14

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


No
Keperawatan SLKI SIKI
1 Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas (L.01001)
Manajmen jalan nafas (I.01011)
efektif(D. 0001)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3X24
Definisi : ketidakmampuan Observasi :
membersihkan sekret atau obstruksi jam, diharapkan bersihan jalan nafas mengikat
jalan nafas ubtuk mempertahan jalan 1. monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas )
dengan kriteria hasil :
nafas tetap paten. 2. monitor bunyi nafas tambahan (mis. wheezing,mengi,ronchi)
Penyebab :  Batuk efektif meningkat 3. monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
 Spasme jalan nafas
Terapeutik :
 Hipersekresi jalan nafas  Produksi sputum menurun
4. pertahankan kepatenan jalan napas
 Benda asing dalam jalan  Ronchi mrnurun 5. posisikan semi fowler/posisis nyaman pasien
nafas
 Dispnea membaik 6. berikan minuman hangat
 Adanya jalan nafas buatan
7. lakukan penghispaan lendir kurang dari 15 detik
 Sekresi yang tertahan  Sulit bicara membaik
8. lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Proses infeksi
 Sianosis membaik 9. berikan oksigen
 Respon alergi
 Efek agen farmakologi  Gelisah membaik
(mis.anastesi)
 Frekuensi nafas membaik
Tanda dan gejala :
mayor :  Pola nafas membaik
Edukasi :
 Batuk tidak efektik
10. anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Tidak mampu batuk
11. ajarkan teknik batuk efektif
 Sputum berlebihan Kolaborasi :
 Mengi,wheezing,ronchi 12. kolaborasi pemberian bronkodilator,jika perlu.
15

 Mekonium dijalan nafas


minor :
 Dispnea

 Sulit bicara

 Ortopnea

 Gelisah

 Sianosis

 Bunyi napas menurun

 Frekuensi nafas berubah


 Pola nafas berubah
16

2. Gangguan pertukaran gas (D.0003). Pertukaran gas (L.01003) Terapi Oksigen(I.01026)


Definisi : kelebihan atau kekurangan Observasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3X24
oksigenas atau eliminasi 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
karbondiaksida pada membran jam, diharapkan pertukaran gas meningakat 2. Monitor posisi alat terapi oksigen
alveolus-kapiler. 3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
dengan kriteria hasil : diberikan cukup
Tanda dan gejala mayor :  Tingkat kesadaran meningkat 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, AGS)
 dipsnea  Dispnea menurun 5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
 PCO2 mnerurun/meningkat 6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 PO2 menurun  Bunyi nafas tambahan menurun 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi dan atelektasis
 Takikardi  Gelisah menurun 8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 pH arteri 9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
meningkat/menurun  PCO2 membaik Terapeutik :
 bunyi napas tabahan 10. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
 PO2 membaik 11. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Tanda dan gejalan minor :
 pusing  Takikardia membaik 12. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 penglihatan kabur 13. Berikan oksigenasi tambahan, jika perlu
 sianosis  pH arteri membaik Edukasi :
 diaforesis  sianosis membaik 14. Ajarkan keluarga pasien dan keluarga cara menggunkan oksigen
 pola nafas adnormal dirumah
(cepat/lambat/dangkal/regular  pola napas membaik kolaborasi :
) 15. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
 warna kulit membaik
 warna kulit pucat atau
kebiruan
 kesadaran menurun
17

3. penurunan curah jantung (D.0008) curah jantung (L.02008) perawatan jantung (I.02075)
definsisi : ketidakadekuatan jantung setelah dilakukan tindakan perawatan Observasi :
memompa darah untuk memenuhi selama….x …jam, diharapkan curah jantung 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
kebutuhan metabolisme tubuh. membaik dengan kriteria hasil : (meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea,peningkatan CVP)
penyebab :  Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
 perubahan irama jantung  Caediak index meningkat prningkatan BB, hepatomegali, palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
 perubahan frekuensi jantung  Palpitas menurun batuk, kulit pucat)
 perubahan kontraktiliras  Bradikardi/takikardi menurun 3. Monitor tekanan darah
 perubahan preload  Gambaran EKG aritmia menurun 4. Monitor intake dan output cairan
 Lelah menurun 5. Monitor saturasi oksigen
 perubahan afterload
 Edema menurun 6. Monitor keluhan nyeri dada (mis.intesintas, lokasi, radiasi, durasi)
gejala dan tanda mayor :
 Distensi vena juguralis menurun 7. Monitor EKG 12 sadapan
 perubahan irama jantung  Dispnea menurun 8. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
palpitas  Sianosis menurun 9. Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim
bradikardi/takikardi  Ortopnea menurun jantung,BNP)
gambaran EkG aritmia  Batuk 10. Monitor fungsi alat pacu jantung
 perubahan preload  Murmur jantung menurun 11. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesuadah
lelah, edema, distensi vena  Hapatomegali menurun pemberian obat
juguralis, hepatomegali  Tekanan darah membaik terapeutik :
 perubahan afterload 12. Posisikan semi fowler atau posisi nyaman
dispnea 13. Berikan diet jantung yang sesuai
tekanan darah 14. Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
meningkat/menurun, nadi 15. Berikan dukungan emosional dan spiritual
perifer lemah, CRT > 3 detik, 16. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
oliguria, warna kulit pucat
edukasi :
 perubahan kontratilitas
ortopnea,batuk,terdengar 17. Anjurkan beraktivitas sesuai toleransi
suara jantung S3 dan S4,
kolaborasi :
ejection fraction menurun.
gejala dan tanda monir : 18. Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu
 perubahan preload
murmur jantung, BB
bertambah, PAWP menurun.
 Perubahan afterload
PVR dan SVR
meningkat/menurun, SVR.
 Perubahan kontraktilitas
Cardiak Indeks Menurun,
18

LVSWI menurun, SVI


menurun.
 Perilaku, cemas,gelisah.
DAFTAR PUSTAKA

Abrutyn, E. Fauci et Al Ed . Harrison’s Principles of internal Medicine. 17 th. Ed.


America : McGrawHill
Bakta I Made & Ketut . 2012. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :
EGC
Braunwald, Fauci, Isseibacher, Martin, Kasper, Wilson. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam vol 3. edisi 13. EGC Jakarta. 2000. Hal: 1208-1213
Brunner & Suddart. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Edisi 8. Jakarta :
EGC
Cheitlin MD, Mclory MB, Sokolow M. Clinical Crdiology. 6th ed. California:
Prentise Hall International Inc. 1993. Hal. 210-215
Dean Aj. Beaver, KM. 2007. Advanced Trauma life Support Course for Physicians.
USA
Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2012. Hal: 90-93
Kamus Kedokteran Dorlan. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorlan. Jakarta : EGC
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
EGC. Jakarta. 1995. Hal: 593-606
Purwadianto A, Sampurna B. Kedaruratan Medik Pedoman Penatalaksanaan Praktis.
Binarupa Aksara. Jakarta. 2000. Hal: 47-57
Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta. 1995.
Hal. 243-249
Rifky, AZ. 2013. Mengenal Syok. Mini Simposium Emergency in Field Activity
Hippocrates Emergency Team. RSI Islam Siti Rahmah. Padang. PPT
Scwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta.
2000. Hal: 37-45
Thijs L G. The Heart in Shock 9 with Emphasis on Septik shock). Dalam kumpuilan
makalah: Indonesia Symposium on Shock & critical Care. Jakarta
Trisnohadi HB. Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran
Universitas Indonesia. 2000. Hal: 11-16
Guyton AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 7. EGC. Jakarta. 389-391 12.
Dudley HAF. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah
Mada University Press. 1992. Hal: 14-29

Anda mungkin juga menyukai