Anda di halaman 1dari 39

PENGANTAR

ILMU FARMASI
PENGEMBANGAN OBAT
 Manusia yang hidup ribuan tahun yang lalu selalu hidup
berkelompok dan senantiasa berpindah-pindah tempat
(nomaden) → kemungkinan terpapar penyakit.
 Anggapan penyakit sebagai kutukan dari dewa atau
masuknya roh jahat ke dalam tubuh.
 Penyembuhan menggunakan mantra-mantra, tetabuhan,
atau sedikit lebih maju dengan menggunakan ramuan
SEJARAH tumbuhan.
PENGGUNAAN
OBAT
 Orang Sumeria sekitar 3000 tahun SM telah menggunakan
tumbuh-tumbuhan sebagai obat.
 Hal ini dubuktikan dengan penemuan tablet Sumeria dari
abad ke 3 SM.
 Tablet ini terbuat dari tanah yang dicampur dengan gum
resin dari markazhi dan herba thyme yang dilarutkan
dalam bir lalu dibentuk masa tablet.
 Kini lempengan resep tersebut tersimpan di Museum
Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat.
 Di Cina, jejak pengobatan kuno ditemukan pada sebuah
tulisan yang diperkirakan berasal dari masa kekuasaan
kaisar Sheng Nung pada tahun 2000 SM.
 Diantara bahan obat yang ditulis adalah chang sang
(Dichroa febrifuga) sebagai antimalaria.
 Obat lainnya adalah mahuang yang dikenal dengan nama
latin Ephedra sinica, sebagai stimulansia.
 Awalnya penggunaan obat dilakukan secara empiric yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan
 Hippocrates (450-370 SM) merupakan seorang dokter
yunani yang dihargai karna memperkenalkan farmasi dan
kedokteran secara ilmiah.
 Ia membuat sistematika dalam pengobatan, serta
menyusun uraian tentang beratus-ratus jenis obat-obatan
sehingga adalam praktek pengobatannya ia telah
menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.
 Ia juga dinobatkan sebagai bapak dari ilmu kedokteran.
 Dioscorides (abad ke-1 M), seorang dokter yunani yang
merupakan seorang ahli botani, yang merupakan orang
pertama yang menggunakan ilmu-tumbuh tumbuhan
sebagai ilmu farmasi terapan.
 Hasil karyanya berupa De Materia Medika.
 Selanjutnya mengembangkan ilmu farmakognosi.
 Obat obatan yang dibuat dioscorides antara lain napidium,
opium, ergot, hyosciamus, dan cinnamon.
 Galen (120-130 M), seorang dokter dan ahli farmasi
bangsa yunani berkewarganegaraan romawi, yang
menciptakan suatu sistim pengobatan, fisiologi, patologi
yang merumuskan kaidah yang banyak diikuti selama 1500
tahun.
 Pengarang buku terbanyak di zamannya, ia telah meraih
penghargaan untuk 500 bukunya tentang ilmu kedokteran-
farmasi serta 250 buku lainnya tentang falsafal, hukum,
maupun tata bahasa. hasil karyanya dibidang farmasi
uraian mengenai banyak obat, cara pencampuran dsb,
sekarang lazim disebut farmasi 'galenik'.
 Ibnu Sina (d.1048) menulis sebuah buku Adwiya al-Qalbiyya
(Obat jantung) yang mengandung 760 obat.
 Dia menyiapkan obat untuk raja-raja dan Sultan pada
jamannya.
 Dia mencurahkan seluruh volume obat-obat sederhana dalam
karyanya Kitab al-qanoon fil Tibb (Canon of Medicine).
 Karyanya yang paling terkenal dalam bidang farmasi adalah
membuat peraturan untuk pengujian keefektifan obat baru.
 Telah menulis beberapa buku metode pengumpulan dan
penyimpanan tumbuhan obat, cara pembuatan sediaan obat
seperti suppositoria dan sirup.
 Kemudian menggabungkan pengetahuan pengobatan dari
berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk
menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
 Seiring meningkatnya jenis obat-obatan, rumitnya ilmu
mengenai obat dan penanganan serta penggunaannya,
yang dulunya pekerjaan ini masih dipelajari dan dikerjakan
dalam kedokteran.
 Pada tahun 1240 raja jerman frederick II secara resmi
memisahkan ilmu farmasi dari kedokteran, sehingga
sekarang dikenal ilmu farmasi dan ilmu kedokteran.
SUMBER
OBAT
PENGEMBANGAN
OBAT BARU
Usaha penemuan obat baru
pada umumnya besifat coba-
coba (trial and error)

Biaya pengembangan obat


baru sangat mahal dan
memakan waktu yang lama

Perlu adanya pengembangan


obat secara terarah
(rancangan obat rasional)
 Rancangan Obat Rasional adalah usaha untuk
pengembangan obat yang telah ada, yang sudah
diketahui struktur molekul dan aktivitas biologisnya,
atas dasar penalaran yang sistematik dan rasional,
dengan mengurangi faktor coba-coba seminimal
mungkin

 Hal ini bertujuan untuk mendapatkan obat baru


dengan aktivitas yang lebih baik dengan biaya
yang layak secara ekonomi, efek samping yang
minimal, bekerja lebih selektif, masa kerja lebih
lama dan meningkatkan kenyamanan pemakaian
obat.
Uji klinik fase
Pencarian Aplikasi obat
III (efikasi
senyawa aktif baru
multi-center)
ALUR
PENGEMBANGAN
OBAT BARU DAN Penapisan Uji klinik fase II Pemasaran
TAHAPAN farmakologi (efikasi) obat
PENGUJIAN
Uji Uji klinik fase
Uji klinik fase I
farmakologis IV (post
(keamanan)
lanjut marketing)
 Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari
berbagai sumber yaitu dari tanaman (glikosida jantung untuk
mengobati lemah jantung).
 Jaringan hewan (heparin untuk mencegah pembekuan darah). Kultur
mikroba (penisilin G sebagai antibiotic pertama), urin manusia
(choriogonadotropin) dan dengan Teknik bioteknologi dihasilkan
human insulin untuk menangani penyakit diabetes.
 Dengan mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka
pencarian zat baru lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu
kimia medisinal dan farmakologi molecular.
 Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat
tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang
Panjang dan biaya yg tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat
oleh Badan pemberi izin.
 Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia
sampai diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat.
 Uji yang harus ditempuh oleh calon obat adalah uji praklinik dan uji
klinik.
 merupakan persyaratan uji untuk calon obat.
 Dari uji ini diperoleh informasi tentang efficacy (efek
farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon
obat.
 Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah
pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel
UJI PRA terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya perlu diuji
pada hewan utuh.
KLINIK  Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari
mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau
primata.
 Hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan
obat. Karena hanya dengan menggunakan hewan utuh
dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik
pada dosis pengobatan atau tidak.
 uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik
obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
eliminasi obat.
 Semua hasil pengamatan pada hewan tersebut
menentukan apakah calon obat tersebut dapat diteruskan
dengan uji pada manusia atau tidak.
 Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi
farmasi dalam pembuatan formula obat untuk
menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan
diuji pada manusia.
 untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah
dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk
menentukan khasiat obat contohnya uji aktivitas enzim,
uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba
pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji
antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji
khasiat pada hewan.
 Akan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in
vitro.
 uji pada hewan percobaan ini juga dirancang dengan
perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat itu lebih
lanjut pada manusia atau uji klinis. Oleh karena itu, pada uji
pra-klinis ini dirancang dengan pertimbangan :
 Lamanya pemberian obat itu menurut dugaan kepada
manusia.
 Kelompok umur dan kondisi fisik manusia yang dituju,
dengan pertimbangan khusus untuk anak-anak, wanita
hamil atau orang lanjut usia.
 Efek obat menurut dugaan pada manusia.

Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau molekul calon obat
tersebut menjadi IND (Investigational New Drug) atau obat baru dalam
penelitian. Setelah calon obat dinyatakan mempunyai kemanfaatan dan
aman pada hewan percobaan maka selanjutnya diuji pada manusia (uji
klinik).
 Uji toksisitas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan
percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang dapat
menggambarkan toksisitas pada manusia.
 Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk
mengevaluasi :

PENILAIAN  Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut


atau kronis.
TOKSISITAS  Kerusakan genetik (genotoksisitas atau mutagenisitas).
 Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas).
 Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas).
 Merupakan pengujian khasiat dan keamanan obat pada
UJI KLINIK manusia yang dapat “menjamin” apakah hasil in vitro atau
hasil pada hewan coba sama dengan pada manusia.
 Dilakukan terhadap beberapa volunter sehat
 calon obat diuji pada sukarelawan sehat (25-50)
untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan
percobaan juga terlihat pada manusia
 Uji klinis fase I meliputi: uji farmakologi klinik, studi metabolik,
studi efikasi, dan studi farmakokinetik, uji toksisitas kronik, uji
Uji klinis fase I karsionogenik.
 Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang
ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
 Meskipun tujuan dari fase I ini adalah untuk mendapatkan
dosis maksimum yang dapat ditoleransi, namun studi fase I ini
diatur untuk mencegah
keracunan berat.
 Dilakukan terhadap penderita/pasien dalam jumlah terbatas (50-
300 orang)
 Tujuan untuk melihat efikasi obat
 Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial
dengan efek samping rendah atau tidak toksik.
 Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas
Uji klinis fase II bentuk sediaan obat.
 Rentang toksisitas yang lebih luas mungkin saja terdeteksi pada
fase ini, dimana uji fase II biasanya dilakukan pada pusat-pusat
klinis khusus misal rumah sakit pendidikan.
 Proses ini memerlukan waktu antara 3 sampai 6 tahun
 Dilakukan percobaan klinis pada volunter yang sehat dan pasien
dengan desain double blind
 melibatkan kelompok besar pasien (mencapai
ribuan, 300-3000 orang pasien
 Pada fase ini obat baru dibandingkan efek dan keamanannya dengan
obat pembanding yang sudah diketahui. Untuk dapat dinilai oleh
badan tersebut,
 industri pengusul harus menyerahkan data dokumen uji praklinik dan
klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan
Uji klinis fase III keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet,
kapsul dll.) yang telah memenuhi persyaratan produk
melalui kontrol kualitas
 Tujuan untuk evaluasi efikasi, toleransi obat, monitoring efek samping
 Dilakukan uji produksi dalam skala besar
 Hasil dari uji klinis fase III adalah dokumen evaluasi terapeutik dan
klinik
 Hasil uji klinis fase III menentukan bisa tidaknya obat baru beredar di
pasaran
 Dilakukan setelah obat beredar di pasaran
UJI KLINIS
 Tujuan untuk memastikan keamanan obat dan memantau resiko-
FASE IV resiko yang mungkin terjadi akibat penggunaan obat.

Anda mungkin juga menyukai