Anda di halaman 1dari 3

Sejarah

Madura tidak hanya dikenal karena penduduknya yang suka merantau


dan menjadi penjual sate Madura saja. Melainkan, Madura juga
dikenal kaya akan budaya daerah. Salah satunya adalah pakaian
adatnya. Penduduk Madura sangat menjaga dan melestarikan budaya
lokalnya, sehingga masyarakatnya dikenal kental dengan kebudayaan
lokal.
Dan yang kelompok kami bahas kali ini adalah baju pesa’
Pesa'an adalah baju adat khas dari Madura, provinsi Jawa Timur.
[1] Baju Pesa'an menjadi salah satu simbol utama yang menjadi wakil
budaya baju adat Jawa Timur di Nusantara. Baju Pesa'an ini bisa
digunakan pada acara-acara penting masyarakat Madura seperti acara
upacara pernikahan ataupun acara penting lainnya. Namun, di masa
lalu orang-orang Madura juga bisa menggunakan pakaian Pesa'an ini
sebagai busana sehari-hari. Baju Pesa'an ini cukup dikenal di seluruh
penjuru Indonesia. Hal ini dikarenakan pakaian Pesa'an ini cukup
mencolok dalam hal ciri khas yang dimiliki sehingga membuatnya
mudah dibedakan dengan baju adat daerah lain. Baju Pesa'an
sebenarnya merupakan baju keseharian yang biasa dikenakan hanya
oleh orang-orang Madura dan sebagian pesisir utara Jawa Timur
Secara umum baju pesaan dikenali sebagai baju hitam yang berukuran
serba longgar. Pakaian ini dilengkapi dengan kaos yang berwarna
belang merah putih ataupun merah hitam. Biasanya baju ini dipakai
dengan celana gombrang yang disebut dengan gomboran.
Biasanya pakaian ini dilengkapi dengan penutup kepala sederhana
yang dibuat dari bahan kain yang disebut dengan odheng, dan sabuk
katemang.
Adapun kelompok kami mengutip dari wikipedia mengenai awal
mula baju pesa’
Sering berkunjunganya penguasa Sumenep Arya Panoleh ke tempat
kakaknya Batara Katong Berkuasa di Ponorogo untuk bersilaturahim,
Batara Katong dan Arya Panoleh adalah anak dari Raja
Majapahit Brawijaya V yang diberi untuk tugas memimpin tiap-tiap
kota . Saat di Ponorogo, rombongan dari Sumenep di sambut dengan
persembahan reyog dan atraksi memukau yang dilakukan oleh orang-
orang berpakaian serba hitam. Dari sinilah awal mulanya Selompret
pada gamelan Reyog dikenal oleh rombongan Sumenep yang
kemudian dikenal dengan nama Saronen. Arya Panoleh tertarik
dengan pakaian ksatria warok dan meminta izin untuk digunakan oleh
para pengawalnya. Atas perintah Batara Katong, saat Arya Panoleh
beserta rombongan Sumenep pulang di kawal oleh pasukan warok
secara khusus. [6]
Selain itu, adanya kebiasaan sewa pengawal tim karapan sapi untuk
melindungi sapi dari berbagai kecurangan yang dilakukan oleh lawan.
Pengawal tim karapan sapi ini disebut Penjaghe, pada Karapan sapi
tempo dulu pemimpin tim karapan sapi menggunakan jasa Penjaghe
dari Ponorogo yang merupakan seorang warok, karena dikenal ahli
dalam bertarung dan mengawal ekspedisi Jawa supaya terhindar dari
begal. Para Penjaghe dari Ponorogo kerap berdiri dan menari-nari
diatas gawangan kaleles karapan sapi yang menunjukan barang siapa
saja yang mengganggu sapi yang dijaganya akan berurusan
dengannya. Pakaian yang di gunakan para Penjaghe dari Ponorogo
menggunakan setelan pakaian adat Ponorogo, kaos bergaris dan sabuk
othok (Katemang raja) yang diberedar di Madura hingga saat ini
dibuat di Ponorogo.

MAKSA SETIAP BAJU DAN AKSESORIS


Baju pesa’ sendiri melambangkn kesederhanaan yang artinya
siapapun bisa membeli untuk dipakai dengan harga yang tidak mahal
Baju pesa’ melambangkan kegigihan dan pantang menyerah itu
ditandai dengan warna dominan hitam di baju adat pesa’.
Penggunaan warna yang cerah pada kaos merah putih tersebut
mencerminkan karakter masyarakat Madura dikenal akan
keberaniannya, sikap tegas, tidak kenal ragu, dan memiliki mental
pejuang.
Baju dan celana yang longgar menggambarkan bahwa warga madura
sangat menghargai kebebasan.
Tingginya lipatan odheng di sebelah kanan disebut 'gunungan' yang
memiliki makna pemakai odheng memiliki derajat yang lebih tinggi
dari orang lain.
Pada bagian sisi belakang Odheng ini ada siku kecil layaknya bulu
ayam. Filosofinya, bila posisi siku berdiri tegak maka dipakai
untuk anak usia 25 tahun ke bawah. Namun ketika siku melengkung
dan menunduk dipakai untuk usia 25 tahun ke atas.
Sementara siku kecil pada bagian de depan odheng yang mencolok ke
bawah, menandakan bahwa orang harus selalu rendah hati.
Pada odheng tongkosan ini terdapat dua siku odheng yang disebut
'Totkala' yang memiliki arti buntut kala jengking. filosofi Totkala
ialah meski kecil derajatnya tapi tidak bisa diremehkan. Ia bisa
memiliki pengaruh besar.
Dan yang terakhir sabuk katemang sebagai pelengkap dan memiliki
kantong yang berfungsi sebagai menyimpan uang atau benda-benda
kecil

Anda mungkin juga menyukai