Anda di halaman 1dari 6

NAMA : A.

A NGURAH JAMBE AMERTA PRADNYA

KELAS : BB 1

NPM : 202210121399

MATKUL : ANTROPOLOGI BUDAYA

1. Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah sebala jalan/cara dalam rangka ilmu tsb untuk
sampai kepada kesatuan pengetahuan

Kesatuan pengetahuan ini dapat dicapai oleh para sarjana ilmu tersebut yang bersangkutan melalui
tiga tingkat yaitu :

- Pengumpulan data : pada antropologi budaya tahap ini adalah pengumpulan fakta mengenai
kejadian dan gejala masyarakat dan kebudayaan untuk pengolahan secara ilmiah, dalam
kenyataannya aktivitas pengumpulan fakta disini terdiri dari berbagai metode, mengobservasi,
mencatat, mengolah dan mendeskripsikan fakta yang terjadi dalam masyarakat yang hidup. Ada 3
golongan pengumpulan fakta

- penelitian di lapangan

- penelitian di laboratorium

- penelitian dalam perpustakaan

- Penentuan ciri umum, hal ini adalah tingkat dalam cara berfikir ilmiah yang bertujuan untuk menentukan
ciri – ciri umum dan sistem dalam himpunan fakta yg dikumpulkan dalam suatu penelitian. Proses
berfikir secara ilmiah pada tahap ini menimbulkan metode yang hendak mencari ciri yang sama dan
umum, diantara beragam fakta dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan umat manusia. Proses
berfikir disini berjalan secara induktif, dari pengetahuan tentang peristiwa dan fakta khusus dan konkret
ke arah konsep mengenai ciri umum yang lebih abstrak.

Ilmu Antropologi yang bekerja dengan bahan berupa fakta yang berasal dari sebanyak mungkin
macam dan kebudayaan masyarakat di seluruh dunia , untuk mencari ciri umumnya digunakan
metode perbandingan (komparatif) yang biasanya dimulai dengan metode klasifikasi.
-Verifikasi
metode verifikasi terdiri dari cara menguji rumusan kaidah-kaidah atau memperkuat pengertian yang
telah dicapai, dilakukan dalm kenyataan alam atau masyarakat yang hidup.Disini proses berfikir
berjalan secara deduktif yaitu perumusan umum kembali ke arah fakta yang khusus.Ilmu
Antropologi lebih banyak mengandung pengertian dari pada kaidah , metode verifikasi bersifat
kualitatif , dengan ini Antropologi mencoba memperkuat pengertiannya dengan menerapkan
pengertian itu dalam kenyataan yaitu pada beberapa masyarakat yang hidup tapi dengan car khusus
dan mendalam.Lawan dari metode kualitatif adalah kuantitatif yang mencoba menguji kebenaran
dari pengertian dan kaidah itu dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta mengenai kejadian
dan gejala sosial budaya yang menunjukkan asas-asas persamaan.

2. Fase-fase perkembangan antropologi diawali sejak akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16. Menurut
bapak antropologi Indonesia Koentjaraningrat, fase perkembangan antropologi dibagi dalam lima
fase. Fase pertama berawal dari akhir abad ke 15 dan awal abad ke 16 hingga sebelum abad ke 18.
Fase kedua terjadi sekitar pertengahan Abad ke 19, fase ketiga di sekitar awal Abad ke 20, fase
keempat terjadi sesudah tahun 1930-an, dan fase kelima kira-kira sejak tahun 1970-an. Menurut
modul Pengertian dan Sejarah Perkembangan Antropologi Sosial, empat fase awal perkembangan
antropologi dirancang berdasarkan temuan Koentjaraningrat. Sementara fase terakhir, dirancang
berdasarkan temuan ahli antropologi lainnya. Dilihat dari perkembangannya, sejarah antropologi
dibagi menjadi lima fase.

- Fase pertama sebelum tahun 1800 Fase pertama sebelum tahun 1800 yaitu dimulai dengan penjajahan
bangsa Eropa pada akhir abad ke-15. Kemudian, memasuki abad ke-16, para penjajah mencari
rempah-rempah. Rempah-rempah tersebut dijadikan sebagai bahan baku industri di benua Afrika,
Asia, Oecenia, dan Amerika. Dalam perjalanan para penjajah Eropa, ditemani oleh para musafir,
sekretaris/pegawai pemerintah jajahan, penerjemah dan para pendeta Nasrani. Dalam perjalanan
tersebut, dengan cermat mereka memperhatikan setiap kejadian yang ada di sekitar wilayah
persinggahan, terutama tradisi, adat-istiadat dan kebudayaan setempat. Persinggahan tersebut
menjadi sangat menarik karena, tradisi-tradisi di wilayah persinggahan sangat berbeda dengan tradisi
di kehidupan bangsa Eropa. Akhirnya, benda-benda yang mereka temui di tradisi-tradisi tersebut
diboyong ke negeri Eropa. Tradisi yang dijumpai tersebut seperti, kebudayaan di Afrika yang
mewajibkan setiap gadis dewasa untuk melebarkan bibirnya. Kemudian, menjulur bibir ke dagunya
hingga 5 sampai 10 cm. Setelah dijulurkan, maka pemimpin tradisi tersebut akan memasukan sebuah
benda berupa tanah kering menyerupai piringan kecil. Tradisi ini dipercaya berguna agar bibir gadis
yang sudah dewasa menjadi besar, dan menjulur ke dagu dalam beberapa tahun kemudian. Dengan
begitu, para gadis dewasa akan terlihat lebih cantik. Sementara itu, di Benua Asia dan Oecenai
terdapat suku bangsa yang menganggap bahwa wanita cantik dan anggun itu mesti
memanjangkan kedua telinganya sampai lebih dari 10 cm. Hal ini dilakukan dengan cara
melobangi dan memberikan beban di telinga. Tradisi ini dipercaya dapat membuat telinga
perempuan menjadi semakin panjang, dan masih banyak lagi. Temuan tradisi dari para
penjajah, kemudian dikumpulkan dalam satu buku laporan, lalu dipresentasikan di hadapan
para kaum cendekiawan di daratan Eropa. Berdasarkan temuan tersebut, ditemukan beberapa
hal. Pertama, menurut sebagian cendekiawan Eropa bangsa di luar Eropa bukanlah manusia.
Mereka menganggap bangsa di luar Eropa itu sejenis manusia liar, keturunan iblis, dan sebutan
bernada miris lainya. Temuan kedua bertolak belakang dengan temuan pertama, menurut para
cendekiawan Eropa masyarakat di luar Eropa masih menunjukkan sifat aslinya sebagai
manusia. Hal ini disebabkan karena, cara piki mereka berbeda dengan cara pikir yang dimiliki
oleh masyarakat Eropa. Ketiga sebagai kaum terpelajar masyarakat Eropa, beranggapan bahwa
benda-benda temuan selama dipersinggahan adalah benda-benda yang menarik. Sehingga, tidak
jarang benda-benda tersebut dijadikan sebagai koleksi di beberapa museum terkenal di Eropa.

- Fase kedua pertengahan abad ke-19 Upaya koleksi yang sudah terorganisir pada museum terkenal di
Eropa, mulai menunjukkan hasil. Para kaum cendekiawan Eropa mempelajari, dan memahami catatan-
catatan etnografi itu dengan cara berpikir evolusi masyarakat. Cara berpikir evolusi masyarakat berarti,
masyarakat mengalami tahap perkembangan dari tingkat paling rendah hingga paling tinggi. Kemudian,
dalam waktu yang cukup lama masyarakat akan mencapai tahap pada tingkat yang lebih kompleks.
Para cendekiawan tersebut menyimpulkan bahwa, cara berpikir paling rendah dimiliki oleh masyarakat
Benua Afrika, Asia, Oecenia, dan Amerika. Sementara masyarakat dengan tingkat perkembangan
yang tinggi, dimiliki oleh masyarakat Eropa. Singkatnya, masyarakat di luar Eropa adalah masyarakat
yang dipandang masih primitif, dan masyarakat di Eropa adalah masyarakat yang sudah moderen.

- Fase ketiga permulaan abad ke-20 Fase ketiga permulaan abad ke-20 dikenal juga dengan abad
keemasan bangsa-bangsa Eropa. Hal ini disebabkan karena, mereka telah berhasil memperoleh
kekuasaan mutlak atas Sumber Daya Alam (SDA) wilayah di luar Eropa. Tujuan bangsa Eropa dalam
mempelajari bangsa-bangsa jajahan adalah, memahami karakteristik masyarakat, adat istiadat dan
tradisinya. Setelah mereka mempelajarinya, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk menanamkan
ideologi atau nilai-nilai yang dimiliki bangsa Eropa di bidang kebudayaan maupun akses kekuasaan dari
negara jajahan. Semua upaya ini sesungguhnya, demi keuntungan bangsa Eropa saat itu. Dengan
demikian dalam fase ini dapat disebutkan bahwa antropologi mulai menjadi suatu ilmu yang berisifat
praktis. Fase ketiga ingin menegaskan bahwa, antropologi digunakan sebagai upaya untuk mempelajari
masyarakat dan kebuadayaan suku bangsa di luar Eropa untuk kepentingan penjajah.
- Fase keempat tahun 1930an Dikutip dari modul Ruang Lingkup Ilmu Antropologi, pada fase keempat
tahun 1930an dapat dikatakan, antropologi mengalami masa yang cukup matang sebagai sebuah ilmu.
Hal tersebut diperkaya dengan banyaknya bahan penelitian yang bersumber dari catatan suku bangsa
terjajah. Catatan tersebut, telah tersebar hampir di seluruh benua sleain Eropa. Dalam fase ini,
antropologi sedang mengalami perubahan dunia yang cukup berarti akibat dua hal. Pertama,
meluasnya sikap anti kolonialisme setelah perang dunia
II. Sikap ini bermula dari ulah bangsa kolonial sendiri. Mereka saling memperebutkan daerah,
dan negeri jajahan agar semakin mudah memperoleh bahan baku industri. Sikap tersebut
membuat dunia masuk ke fase kritis. Fase kritis itu ditunjukan dengan peristiwa bom atom di
Herosima, dan Nagasaki. Akibat dari perubahan orientasi tersebut, maka tujuan antropologi
dikategorikan ke dalam tiga hal. Pertama, tujuan akademik yaitu memperoleh pengertian
mengenai masyarakat manusia pada umunya. Kedua, tujuan praktis yaitu mempelajari dan
memahami keragaman masyarakat suku bangsa untuk membantu, dan membangun masyarakat
suku bangsa tersebut.

- Fase kelima sesudah tahun 1970an Perkembangan antropologi sesudah tahun 1970an salah satunya
terdapat dalam, ilmu antropologi di Uni Soviet. Antropolog Uni Soviet juga melakukan penelitian-
penelitian. Hasil dari penelitian tersebut, kemudian dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan
terkait upaya membangun pengertian di antara penduduk pribumi. Sementara itu, antropologi di Indonesia
berkembang sebagai pengkajian masalah sosial budaya, serta upaya mendeskripsikan berbagai
kehidupan dari berbagai suku bangsa. Deskripsi tersebut bermula dari Sabang sampai Marauke. Hal ini
bertujuan agar masyarakat bisa saling mengenal dengan lainnya. Dilansir dari Pengantar Antropologi
upaya-upaya tersebut terus dilakukan hingga kini karena masih banyak suku-suku bangsa yang jumlah
anggotanya relatif sedikit, dan masih banyak suku-suku bangsa yang hidup di beberapa daerah yang
terpencil. Menurut Koentjaraningrat, ilmu antropologi di Indonesia cenderung belum mempunyai
tradisi yang cukup kuat. Untuk itu, antropologi di Indonesia dapat mencontoh antropologi Meksiko,
maupun Amerika.

Kegunaan ilmu Antropologi Budaya bagi ilmu Hukum untuk mengetahui gambaran bekerjanya
hukum sebagai pengendali sosial yang dilatar-belakangi oleh budaya. Beberapa manfaat
Antropologi Hukum: Secara teoritis dapat mengetahui pengertian-pengertian hukum yang
berlaku dalam masyarakat sederhana dan modern.
3. Hubungan antropologi hukum dan hukum adat bisa dikatakan sangat berhubungan erat. Hal ini
dikarenakan

 Menurut Bapak Antropologi Indonesia, yakni koentjaraningrat mengatakan bahwa Hukum adat
memerlukan ilmu antropologi hukum, terutama mengenai metode-metode penelitiannya, agar dapat
mengkaji dan meneiliti tentang latar belakang hukum adat yang berlaku di suatu daerah.
 Seorang ahli antropologi harus mengetahui hukum adat yang berlaku di suatu daerah, hal ini
dikarenakan hukum adat itu yang membuat peneliti antropologi dapat beradaptasi dan mengikuti
aturan-aturan adat yang ada di dalam suatu daerah
 Hukum adat lahir dari kaidah-kaidah dan harus ditaati oleh masyarakat,sehingga dapat disimpulkan
bahwa hukum adat lahir dari kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat suatu daerag sebagai
bagian dari hasil antropologi.

4. Wujud Kebudayaan Menurut J.J. Honigmann, dikutip dari buku Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu
Antropologi (2000), adapun tiga gejala kebudayaan yakni:

- Gagasan Bersifat abstrak dan tempatnya ada di alam pikiran tiap warga pendukung budaya yang
bersangkutan sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Wujud budaya dalam bentuk sistem gagasan ini biasa
juga disebut sistem nilai budaya.

-Perilaku Berpola menurut ide/gagasan yang ada. Wujud perilaku ini bersifat konkret dapat dilihat dan
didokumentasikan.

-Benda Hasil Budaya Bersifat konkret, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam wujud konkret ini
disebut kebudayaan fisik. Contohnya, bangunan-bangunan megah seperti candi, piramida, menhir, alat rumah
tangga seperti kapak perunggu, gerabah, dan lain-lain. Selain wujud-wujud kebudayaan, kita juga harus
mengenal unsur-unsur kebudayaan agar dapat memahami apa saja aspek yang bisa kita pahami sebagai
budaya dan pengaruhnya.

Unsur-unsur Kebudayaan Rhoni Rodin dalam buku Informasi dalam Konteks Sosial Budaya (2020:
86) membahas pendapat Kluckhohn terkait sistem kebudayaan. Kluckhon membagi sistem kebudayaan
menjadi tujuh unsur kebudayaan universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa
unsur-unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan semua bangsa.
Adapun ketujuh unsur kebudayaan yang disebutkan sebagai berikut:

1. Sistem Bahasa Bahasa adalah kebudayaan yang diciptakan manusia untuk memudahkan mereka
berinteraksi antar-sesama dalam pergaulan. Menurut Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem
perlambangan manusia untuk berkomunikasi secara lisan maupun tertulis merupakan ciri
terpenting. Terutama, pengetahuan akan bahasa yang digunakan oleh suatu suku bangsa yang
bersangkutan beserta variasi-variasi dari bahasa itu.

2. Sistem Pengetahuan Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem
peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam
ide manusia.

3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial Antropologi berusaha memahami bagaimana


manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat,
tiap kehidupan kelompok masyarakat kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan.
Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat dan
kerabat yang lain.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi Para antropolog berusaha memahami kebudayaan
manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai suatu masyarakat. Teknologi ini berupa benda-
benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup dengan bentuk dan kegunaan yang masih sederhana.
Bahasan ini menyangkut fisik dari kebudayaan itu sendiri.

5. Sistem Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup Mata pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu
masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata
pencaharian mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem
perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

6. Sistem Religi Koentjaraningrat menyatakan, asal mula permasalahan fungsi religi dalam
masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan
gaib atau supranatural. Terlebih untuk yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa
manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan
dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.

7. Kesenian Penelitian akan kesenian sebagai unsur kebudayaan berisi bahasan benda-benda atau
artefak yang memuat unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal
tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknik-teknik dan proses
pembuatan benda seni tersebut. Lebih jauh lagi, penelitian dan pandangan-pandangan mengenai
bagaimana unsur-unsur seni ini berjalan beriringan dengan kehidupan bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai