Anda di halaman 1dari 6

َ ‫اَ إ ِْل إد‬

ُ‫غام‬
1. Pengertian Idgham

ِ ‫شدَّدًا ( َج‬
‫ام ُع‬ ِ ‫ان َح ْرفًا َو‬
َ ‫احدًا ُم‬ ِ ‫صي َْر‬ ُ ‫ بِ َحي‬,‫ا َ ِإل ْدغَا ُم ُه َو إِ ْدخَا ُل َح ْرفٍ فِي َح ْرفٍ آخ ََر ِم ْن ِج ْن ِس ِه‬
ِ َ‫ْث ي‬
) 213 : ُ‫ص ْف َحة‬ َ ‫ ال‬,‫الد ُُّر ْو ِس ْالعَ َربِيَّ ِة‬

Idgham adalah memasukkan huruf pada huruf yang sejenis, kemudian


menjadikannya 1 huruf yang bertasydid. (Jami’ud Durus Al- Arabiyah,
hal. 213)

َ‫“ َمدَد‬ ْ َ‫أ‬


ُ‫صلُه‬ ”َّ‫“ َمد‬ : ‫” ِمثْ ُل‬
(memanjangkan)

Contohnya pada huruf ‫ د‬pada lafadz (memanjangkan) َّ‫ َمد‬yang


aslinya َ‫ َمدَد‬, dengan huruf yang pertama disukunkan sedangkan huruf
yang kedua diberi harakat dengan tanpa adanya pemisah diantara
kedua huruf tersebut.

Peng-idgham-an huruf dapat terjadi pada dua huruf yang berdekatan makhraj-nya
ِ َ‫ )ال ُمتَق‬ataupun dua huruf yang sama dalam makhraj-nya (‫سي ِْن‬
(‫اربَي ِْن‬ َ ِ‫)ال ُمت َ َجان‬, hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara mengganti huruf yang pertama agar
menyamai huruf yang kedua seperti (terhapus) ‫ اِ َّم َحى‬asalnya ‫اِ ْن َم َحى‬ikut wazan ‫اِ ْنفَعَ َل‬
, ataupun dengan mengganti huruf yang kedua agar menyamai huruf yang
pertama seperti (menuduh) ‫عى‬ َ َّ‫ اِد‬asalnya ‫ اِ ْدتَعَى‬ikut wazan ‫اِ ْفتَعَ َل‬

Ketentuan

Dengan beberapa ketentuan :


Apabila sebelum huruf pertama itu sukun, maka memindahkan harakatnya huruf
yang pertama pada huruf sebelumnya seperti ُّ‫( يَ ُرد‬dia lk2 satu akan
mengembalikan) asalnya ُ‫يَ ْردُد‬ .
Apabila huruf yang pertama dari kedua huruf yang satu jenis itu sukun, maka
langsung di-idgham-kan pada huruf yang kedua tanpa melakukan perubahan
seperti (pengetatan) َّ‫شد‬
َ asalnya‫شدْد‬ َ .
Apabila huruf yang pertama dari dua huruf tersebut berharakat, maka harakatnya
dibuang (disukunkan) kemudian di-idgham-kan,apabila huruf sebelumnya
berharakat atau berupa huruf mad seperti (dia lk2 satu telah
mengembalikan)َّ‫ َرد‬asalnya َ‫ َردَد‬.
1. Pembagian Idgham

Idgham terbagi pada idgham shaghir dan idgham kabir:

ْ َ ‫سا ِكنًا ِمنَ ْالأل‬


‫ص ِل‬ َ ‫المثْلَي ِْن فِ ْي ِه‬
ِ ‫و ُه َو َما َكانَ أ َ َّو ُل‬, َ ‫اِ َّما‬, ‫ا َ ْ ِإل ْدغَا ُم‬
َ ‫ص ِغيْر‬

Idgham Shaghir adalah idgham yang huruf pertamanya sukun secara


asal.
Contoh :(pengetatan) َّ‫شد‬
َ asalnya‫شدْد‬
َ .

‫ف َح َر َكتِ ِه أ َ ْو بِنَ ْق ِل َها اِلَى َما قَ ْبلَ َها‬


ِ ‫ فَأ َ ْس َكنَ أ َ َّولُ ُه َما ِب َح ْذ‬,‫ان فِ ْي ِه ُمت َ َح ِر َكي ِْن‬
ِ ‫ َو ُه َو َما َكانَ ال َح ْر َف‬,‫َو ِإ َّما َكبِيْر‬

Idgham Kabir adalah idgham yang kedua hurufnya sama-sama


berharakat, kemudian huruf yang pertama disukunkan atau
memindah harakat huruf yang pertama pada huruf sebelumya.

Contoh :ُّ‫( يَ ُرد‬dia lk2 satu akan mengembalikan) asalnya ُ‫ يَ ْردُد‬.


Adapun alasan dikatakan idgham kabir karena dalam idgham
kabir terdapat dua tahapan, yaitu mensukunkan dan memasukkan
(‫ )اِ ْدغَام‬sedangkan didalam idgham shaghir hanya memasukkan saja.

2. Hukum Idgham
Hukum terbagi menjadi tiga, yaitu wajib Idgham, boleh Idgham dan tidak
boleh Idgham.

1. Idgham yang diwajibkan( َ ‫ُاْل إد‬


ُِ ‫غ‬
‫ام‬ ‫إ‬ ‫وج إوب‬ )
Idgham diwajibkan pada dua huruf yang satu jenis dan berkumpul
dalam satu kata baik keduanya berharakat seperti ‫ ( َم َّر‬dia lk2 satu
telah melewati) asalnya ,‫ َم َر َر‬atau huruf pertama sukun sedangkan
huruf yang kedua berharakat seperti ‫( َمد‬perpanjangan) asalnya ‫ َمدْد‬.

Kemudian apabila huruf yang pertama dari kedua huruf yang satu
jenis itu sukun, maka langsung di-idgham-kan pada huruf yang kedua
tanpa melakukan perubahan seperti (pengetatan) َّ‫شد‬ َ asalnya‫شدْد‬ َ .
Dan apabila huruf yang pertama dari dua huruf tersebut berharakat,
maka harakatnya dibuang (disukunkan) kemudian di-idgham-
kan,apabila huruf sebelumnya berharakat atau berupa huruf mad
seperti (dia lk2 satu telah mengembalikan)َّ‫َرد‬ asalnya َ‫ َردَد‬.
Sedangkan apabila sebelum huruf pertama itu sukun, maka
memindahkan harakatnya huruf yang pertama pada huruf
sebelumnya seperti ُّ‫( يَ ُرد‬dia lk2 satu akan mengembalikan) asalnya ُ‫يَ ْردُد‬
.
Wajib meng-idgham-kan dua huruf yang bersandingan yang mana huruf pertama
sukun, apabila berada dalam dua kata yang seperti dalam satu kata, hanya saja
apabila huruf yang kedua berupa dhamir, maka wajib meng-idgham-kan secara
lafadz dan penulisan, sedangkan apabila huruf yang kedua bukan
berbentuk dhamir, maka wajib meng-idgham-kan secara lafadz saja, seperti :

(saya berhenti bicara ُّ ‫س َك‬


‫ت‬ َ (
(dia laki2 satu menulis dengan pulpen) ‫ا ُ ْكتُبْ ِب ْالقَلَ ِم‬

Dikatakan syazd (janggal/jarang) apabilatidak melakukan peng-idgham-kan


yang seharusnya dilakukan,dikarenakan orang arab tidak meng-idgam-kan nya
seperti :
َ َ‫(َف‬
ْ َ‫سد‬
)‫ت‬ ْ
ُ ‫اْل ْسن‬
‫َان‬ ‫أ َ ِل َل‬
(Telah rusak giginya)

Didalam beberapa kalimat isim pun dapat dikatakan syadz (janggal/jarang)


apabila terjadi seperti : dalam mengatakan (makanan yang kotor) ‫ض‬ َ dengan
ُّ َ‫طعَامٍ ق‬
meng-idgham-kan atau ‫ضض‬ ِ َ‫ طعَامق‬dan tidak boleh di-idgham-kan karena ‫ضض‬ ِ َ‫ق‬
ikut wazan ‫فَ ِعل‬

َ ‫) َج َواز إاْل إد‬


2. Idgham yang diperbolehkan( ُُ‫غ ِام‬

Diperbolehkan meng-idgham-kan huruf atau tidak meng-idgham-kan


huruf dalam empat keadaan:
Huruf yang pertama dari dua huruf yang samatersebut
berharakat,sedangkan huruf yang kedua disukunkan dengan sukun
yang bukan asli karena di jazm-kan dan lain sebagainya. contoh: ‫لَ ْم‬
َّ‫( َي ُمد‬dia lk2 satu tidak memanjangkan) dengan meng-idgham–kan
dan ‫لَ ْم َي ْمدُ ْد‬dengan tidak meng-idgham–kan, dan ini lebih baik.

Apabila huruf yang di-idgham-i bersambung dengan alif


tsasniyah atau wawu jama’ atau ya’mukhatabah atau nun taukid, maka
wajib di-idgham-kan sebab sukunnya huruf yang kedua sudah hilang,
contoh :
( mereka lk2 banyak tidak memanjangkan ) ‫َي ُمدَّا‬ ‫لَ ْم‬
( kamu perempuam satu tidak memanjangkan) ‫لَ ْم ت َ ُمدِى‬
(mereka perempuan banyak tidak memanjangkan) ‫لَ ْم يَ ُمد ََّّن‬

sedangkan bila huruf yang di-idgham–i bersambung dengan dhamir


rafa’ mutaharrik, maka tidak boleh di-idgham-kan, sebagaimana yang
akan dijelaskan dibelakang.
Harakatnya huruf yang kedua didalam fi’l
mudharik yang majzum dan fi’l ‘amr,yang tidak bersambung
dengan syaiunitu ikut pada harakat fa’ fiil-nya menurut mayoritas
pendapat ulama’ contoh:
(pemberian jawaban ُّ‫ُرد‬ (
(dia lk2 satu telah memberi jawaban) ُّ‫لَ ْم يَ ُرد‬

Namunjuga diperbolehkan membaca fathah atau kasrah walaupun fa’


fi’l-nya dibaca dhamah,serta membaca kasrah walaupun fa’ fi’l-
َّ ‫( يَ ِعضَّولَم َع‬dia lk2 satu
nya dibaca fathah: (dia lk2 satu tidak mengigit) ‫ض‬
telah mengigit) dan membaca fathah walaupun fa’ fi’l-nya
dibaca kasrah:

‫يَ ِف َّر‬ ‫لَ ْم‬ (dia lk2 satutidakmelarikandiri)


‫( فَ َّر‬dia lk2 satu telahmenyelamatkandiri).

Dari penjelasan di atasdapat kita pahami apabila fa’ fi’lnya


dibaca dhamah, maka huruf yang di-idgham-i atau huruf yang yang
kedua dhamah, fathah dan kasrah, namun dibaca kasrah adalah
pendapat yang lemah dibandingkan dibaca fathah dan dhamah . Dan
apabila fa’ fi’lnya dibaca fathah, maka huruf yang di-idgham-i boleh
dibaca fathah atau kasrah, tapi yang lebih utama dan lebih populer
dibaca fathah. Sedangkan apabila fa’ fi’il-nya dibaca kasroh, maka
huruf yang di-idgham-i boleh dibaca kasrah dan fathah.
Perlu juga untuk diketahui bahwa adanya hamzah washal dalam fi’l
amr dari fi’l tsulatsy mujarrad seperti: ‫( أ ُ ْمدُ ْد‬panjangkanlah kamu lk2
satu) tidak dibutuhkan lagi setelah adanya proses idgham, maka
dibuang dan menjadi (pemanjangan) َّ‫ُمد‬ , sebab alasan
mendatangkan hamzah washal adalah agar adanya kata tidak dimulai
dengan huruf yang sukun dan penyebab ini telah hilang (seiring
proses idgham) karena huruf pertama sudah berharakat.

Apabila ‘ain fi’l dan lam fi’l pada suatu kata berupa ya’ yang lazim (harus)
serta ya’ yang kedua berharakat, contoh : (dia lk2 satu telah telah hidup) ‫ي‬ َ ِ‫ َحي‬,
maka boleh juga kita ucapkan dengan idgham ‫ي‬ َّ ‫ َح‬.
Apabila harakatnya huruf yang kedua tidak asli (‫ارض‬ ِ ‫ع‬
َ ) karena adanya i’rab,
contoh : ‫ي‬ ْ َ
َ ِ‫( لنيُحْ ي‬dia lk2 satu tidak akan hidup) maka tidak boleh di-idgham-kan,
begitu juga tidak boleh idgham apabila sukunnya huruf yang kedua tidak asli,
contoh : ُ‫( َحيِيْت‬saya telah hidup).

Apabila pada permulaan fi’l madli terdapat dua ta’, contoh : (dia lk2 satu telah
mengikuti) ‫( تَتَبَّ َع وتَت َا َب َع‬dia lk2 satu telah mengikuti) , maka
hukum idgham diperbolehkan serta menambahkan hamzah
washal dipermulaannya agar tidak dimulai dengan huruf yang sukun, contoh
: ‫ اِتَّبَع واِتَّابَع‬. Kemudian apabila yang demikian adalah fi’il mudharik, maka tidak
boleh di-idgham-kan, bahkan diperbolehkan meringankannya dengan
membuang salah satu ta’ nya, contoh : ‫ تَت َ َجلَّى‬menjadi ‫( ت َ َجلَّى‬dia lk2 satu telah
menyingkap),
Dua huruf yang sama bersandingan dalam dua kata serta sama-sama berharakat,
contoh : ‫َب بِ ْالقَلَ ِم‬ َ ‫( َكت‬dia laki2 satu telah menulis dengan pulpen), maka boleh di-
idgham-kan dengan mensukunkan huruf yang pertama ‫ َكت َ ْببِ ْالقَلَ ِم‬, hanya saja dalam
hal ini peng-idgham-an husus secara lafad bukan secara tulisan.

3. Tempat-Tempat yang dilarang Melakukan Idgham

(ُ‫ام‬ َ ‫ُاْل إد‬


ُِ ‫غ‬ ِ ‫) ا إِمتِنَاع إ‬

Tidak boleh melakukan idgham didalam tujuh (7) tempat :

1) Apabila kedua huruf tersebut menjadi permulaan kata, contoh :


‫(تَت َر‬tersembunyi)

2) Apabila berada pada kalimat isim yang mengikuti wazan ‫فُعَل‬contoh : ‫( د َُرر‬
mutiara-mutiara ) atau mengikuti wazan ‫ فُعُ ٍل‬, contoh : ‫س ُرر‬ُ (tempat-tempat tidur)
َ
atau ‫ فِعَل‬mengikuti wazan, contoh (kelambu-kelambu), ‫ ِكلل‬atau mengikuti wazan
‫ فَعَل‬, contoh:(puing-puing reruntuhan) ‫طلَل‬
َ

3) Apabila berada pada wazan yang ditambah untuk disamakan (dengan wazan
fi’il ruba’i) , baik tambahannya adalah salah satu dari dua huruf tersebut atau
bukan, contoh : ‫ب‬ َ ‫( َج ْل َب‬dia lk2 satu telah memakai jilbab) dan (dia lk2 satu telah
mengucapkan tahlil) ‫ َه ْيلَ َل‬.

4) Apabila huruf pertama dari kedua huruf tersebut bersambung dengan huruf
yang menjadi target idgham, contoh : ‫(هَلَّ َل‬dia lk2 satu bertahlil) ‫( َو‬orang yang
tahlil) ‫ ُم َه ِلل‬, dan apabila dalam contoh ini masih di-idgham-kan lagi, maka akan
terjadi pengulangan idgham yang tidak diperbolehkan.

5) Dalam wazan ‫أ َ ْف ِع ْل ِب ِه‬yang berfaidah ta’ajjub, contoh : ‫( أَحْ ِببْ بِ ِه‬cintailah) maka
tidak boleh di-idgham-kan menjadi َّ‫ِب ِه أ َ ِحب‬

6) Apabila salah satu hurufnya disukunkan,dikarenakan bertemu dengan dhamir


rafa’ mutaharrik, contoh : ُ‫( َمدَدْت‬saya telah memanjangkan), (kita telah
memanjangkan) ‫َمدَ ْدنَا‬
7) Beberapa lafad syadz (janggal/jarang) yang tidak di-idgham-kan oleh orang
Arab sebagaimana telah dijelaskan didepan,maka dilarang untuk meng-idgham-
kannya.

Anda mungkin juga menyukai