Idgham Kelompokk 10
Idgham Kelompokk 10
Al-Idghām
DOSEN PENGAMPU :
Anggota Kelompok 10 :
1. Sevira Dewi Hasna Wulandari (B0522065)
2. Sofia Mazida (B0522068)
3. Fadiyah Husnul Ummah (B0522085)
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 1
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian idghām.................................................................................. 2
B. Jenis-jenis idghām .................................................................................. 3
C. Hukum idghām....................................................................................... 3
D. Faidah idghām....................................................................................... 15
BAB III: PENUTUP........................................................................................... 17
A. Kesimpulan ........................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa arab merupakan bahasa yang mendapat kehormatan menjadi
bahasa yang digunakan oleh Allah dalam menurunkan wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW. Kitab suci Al-Qur’an dan umat pertama yang
mengemban risalah pengembangan islam menggunakan bahasa arab.
Sampai saat ini posisi bahasa arab tidak tergantikan dan memang tidak boleh
digantikan. Ada beberapa ibadah yang mesti dilakukan dengan
menggunakan bahasa arab, seperti sholat misalnya. Tidaklah sah sholat
seseorang jika menggunakan bahasa selain bahasa arab. Al-Qur’an pun
tetap digunakan dalam bahasa arab, kalaupun ada terjemahannya, itu harus
tetap ada bagian bahasa arabnya.
Bahasa arab memiliki banyak cabang keilmuan yang menyusunnya,
salah satunya adalah ilmu sharaf. Sharaf secara bahasa berarti “berubah”.
Menurut Al-Ghulayayni (1987:9) ilmu sharaf adalah ilmu yang membahas
dasar-dasar pembentukan kata, termasuk di dalamnya imbuhan. Maka dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu sharaf adalah salah satu
cabang dalam ilmu Bahasa arab yang mempelajari perubahan suatu kata dari
satu bentuk ke bentuk yang lain sehingga menghasilkan makna yang
berbeda-beda. Ilmu sharaf menjadi bagian penting dalam mempelajari dan
memahami bahasa arab. Berangkat dari itu, maka penulis mencoba
menguraikan bab idghām yang merupakan salah satu bab yang harus
diketahui oleh mahasiswa yang mempelajari bahasa arab.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari idghām?
2. Apa saja jenis dari idghām?
3. Apa saja hukum dari idghām?
4. Apa faidah dari idghām?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengertian dari idghām
2. Mengetahui apa saja jenis idghām
3. Mengetahui apa saja hukum idghām
4. Mengetahui faidah dari idghām
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Idgham
Contohnya:
Sukunnya huruf yang pertama adakalanya memang dari asal, seperti املد
dan ال َشد, atau dengan pembuangan harakat seperti َم َّد dan َش َّد, atau dengan
1
Muhammad bin Mukarram bin Madhur al-Afriqy al-Mishry, Lisan al-Arob, Bairut, juz
12, hal. 202
2
memindahkan harakatnya (huruf yang pertama) pada huruf sebelumnya seperti
َيَُدdan يشد
ُ .
(terhapus) اِ ََّّمَى asalnya اِْْنَ َحى mengikuti wazan اِنْ َف َع َل , ataupun terkadang
dengan mengganti huruf yang kedua agar menyamai huruf yang pertama seperti
(menuduh) عى ِ ِ ِ
َ ا َّدasalnya ا ْدتَ َعىmengikuti wazan افْ تَ َعل َ
B. Jenis-jenis Idghām
Idghām terbagi menjadi dua:
C. Hukum-hukum Idghām
Idghām memiliki tiga hukum, yaitu:
3
1. Idgham yang diwajibkan ( اإل إدغَامر
ب إ) ُو ُج إو ُر
A. Diwajibkannya idghām dalam dua huruf yang satu jenis apabila berkumpul
dalam satu kata, baik keduanya berharakat,
Atau jika huruf yang pertama sukun sedangkan huruf yang kedua berharakat,
seperti:
(Segala puji bagi Allah yang maha puji lagi maha agung)
العلير اإالَ إجلَ رل
َ احلمد هلل
Maka termasuk keadaan darurat dalam kalam sya’ir. Sedangkan yang sesuai
4
Apabila huruf yang pertama berharakat, maka harakatnya dibuang
(disukunkan) kemudian diidghāmkan apabila huruf sebelumnya berharakat
atau berupa huruf mad, seperti:
ِ
استغف ْر ربَّك قُ ْل له ب َس َّكنَ ا
ْ ُاكت َعلَ َّي َعنَّا َس َكت
ِِبلقلم
Aku meminta Katakan Tulislah Kepadaku Tentang Mereka Aku
ampun kepadanya dengan kita )dua diam
kepada Allah pena perempuan)
diam
2
Musthafa al-Ghulayayni, Jami’ al-Durus al-Arabiyah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Bairut,
juz 2
5
Hanya saja apabila huruf yang kedua berupa dhāmir, maka wajib
mengidghāmkan secara lafaz dan penulisan, sedangkan apabila huruf yang
kedua bukan berbentuk dhāmir,, maka wajib mengidghāmkan secara lafaz saja,
dilakukan pada beberapa lafaz yang tidak bisa dibuat analogi (kemiripan)
seperti :
أج َف ِانَا
ْ ت
ِ
ْ َإِ َذا َكثَُر َد ْمعُها و َغلظ ل ِخ َخت
Ketika air matanya melimpah dan kelopak Dia berisik
matanya menjadi tebal
6
dan dikatakan bahwa lafadz ت
ْ َّت و َحل
ْ لَ َّخjuga diidghāmkan.
ٍ ض
lafadz )ض ٍ ض
َ َ (قdiberi harakat dan tidak boleh diidghamkan karena )ض َ َ(ق
merupakan isim yang mengikuti wazan فَ َع ٍلseperti lafadz ( ستَ َعلِمKamu akan
َ
tahu).
7
2. Idgham yang diperbolehkan ( رراإل إدغَامر
) َج َو ُاز إ
Diperbolehkan mengidghāmkan huruf atau tidak mengidghāmkan huruf dalam
empat keadaan :
a. Ketika huruf yang pertama dari dua huruf yang sama tersebut
berharakat,,sedangkan huruf yang kedua disukunkan dengan sukun
contoh:
dan َلْ َيَْ ُد ْدdan ا ْم ُد ْد dengan mengidghāmkan, ini lebih baik.
ۡ
َوٱش ُد ۡد َعلَ ٰى قُلُوبِِ ۡم
8
artinya lafaz
Mereka (2 laki-laki) tidak memanjangkan
َلْ َيَُدَّا
Kamu (1 perempuan) tidak memanjangkan
َلْ َتَُ ِدى
Mereka (perempuan banyak) tidak
َلْ َيَُدَّن
memanjangkan
9
artinya lafaz
Berilah jawaban
ُرَّد\ ُرِد
Dia (1 laki-laki) tidak
َلْ يَُرَّد\ َلْ يَُرِد
menjawab
artinya lafaz
Gigitlah! ِ َع
ض
Dia (1 laki-laki) tidak ِ َلْ يَ َع
ض
menggigit
arti lafaz
Larilah!
فَِّر
Dia (1 laki-laki) tidak berlari
َلْ يَِفَّر
10
Perlu juga untuk diketahui bahwa adanya hamzah washl
dalam fi’l amr dari fi’l tsulatsy mujarrad, seperti: ْأ ُ ْمدُد
(panjangkanlah kamu (1 laki-laki) tidak dibutuhkan lagi setelah
adanya proses idghām, maka dibuang dan menjadi (pemanjangan)
ُمد, sebab alasan mendatangkan hamzah washl adalah agar adanya
kata tidak dimulai dengan huruf yang sukun dan penyebab ini telah
hilang (seiring proses idghām) karena huruf pertama sudah
berharakat.
b. Apabila ‘ain kalimat dan lam kalimat pada suatu kata berupa ya’
yang harus ( )الزم,serta ya’ yang kedua berharakat, contoh :
ُ ( َحيِْيsaya
apabila sukunnya huruf yang kedua tidak asli, contoh : ت
telah hidup).
c. Apabila pada permulaan fi’l madhi terdapat dua ta’, contoh : (dia
laki-laki satu telah mengikuti) ( تَتَ بَّ َع وتَتَابَ َعdia laki-laki satu telah
mengikuti), maka hukum idghām diperbolehkan serta
menambahkan hamzah washl dipermulaannya agar tidak dimulai
dengan huruf yang sukun, contoh : اِتَّبَع واَِّتَّبَع
Kemudian apabila yang demikian adalah fi’l mudhāri’, maka tidak
boleh diidghāmkan, bahkan diperbolehkan meringankannya
dengan membuang salah satu ta’ nya, contoh : تَتَ َجلَّىmenjadi
( ََتَلَّىdia laki-laki satu telah menyingkap)
11
d. Dua huruf yang sama bersandingan dalam dua kata serta sama-sama
berharakat, contoh : ب ِِبلْ َقلَِم
َ َ( َكتdia laki-laki satu telah menulis
dengan pulpen), maka boleh diidghāmkan dengan mensukunkan
huruf yang pertama كتب ِبلقلم
ْ , hanya saja dalam hal ini
3
Musthafa al-Ghulayayni, Jami’ al-Durus al-Arabiyah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Bairut,
juz 2
12
c. Apabila berada pada wazn yang ditambah untuk disamakan
(dengan wazn fi’l rubā’i) , baik tambahannya adalah salah satu dari
dua huruf tersebut atau bukan.
Contoh :
Arti lafaz
Dia laki-laki satu telah memakai
ب
َ ََج ْلب
jilbab
Dia laki-laki satu telah mengucapkan
َهْي لَ َل
tahlil
Contoh : ن
َّ ُومددت
ْ مدد ُْت
ْ ،تَ مدد
ْ ،مدد ََن
ْ ،تُ مدد
ْ
13
D. Faidah
Fi’l mādhī yang tiga huruf, tidak ada penambahan, dibaca kasrah ‘ain fi’l-
nya, berbina’ mudho’af serta disandarkan pada dhamīr rafa’ mutacharrik, maka
boleh dibaca dengan tiga cara :
1. Tetap secara sempurna (hurufnya) dengan tanpa melakukan idghām,
Contoh : ل
َّ َ ظdibaca ت ِ
ُ ظَلْل.
2. Membuang ‘ain fi’il-nya dan fa’ fi’lnya tetap dibaca fathah,
Contoh : ت
ُ ظَْل.
3. Membuang ‘ain fi’l dan memindah harakatnya pada fa’ fi’l setelah
membuang harakatnya fa’ fi’l,
Contoh : ت ِ
ُ ظ ْل.
Dalam kedua ayat tersebut huruf dha’ dibaca fatchah berpijak pada
harakatnya yang tetap dan dha’ dibaca kasrah berpijak pada harakatnya yang
dibuang dan memindah harakatnya huruf lam yang dibuang pada huruf dha’.
Fi’l amr atau fi’l mudhari’ yang tiga huruf, tidak ada penambahan, berbina’
mudho’af, ‘ain fi’lnya dibaca kasroh baik fi’l amr maupun mudhari’, serta
disandarkan pada dhamīr rafa’ mutacharrik, maka boleh dibaca dua :
1. Dibaca itmam
14
2. Membuang ‘ain fi’l dan memindah harakatnya pada fa’ fi’l,
َ يَِقر َن وقِر.
Contoh : ن
ْ ْ
Termasuk di dalam Al-Qur’an
)33 : (االحزاب ف بيوت ُك َّنر
َوقَ إر َرن ر
Dengan membaca kasrah huruf qaf kalau tidak ikut bacaan imam
‘Ashim dan Nafi’, sedangkan imam ‘Ashim dan Nafi’, maka huruf qaf
dibaca fatchah, sehingga tidak boleh dibaca kasrah kecuali sama’i.
4
Musthafa al-Ghulayayni, Jami’ al-Durus al-Arabiyah, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Bairut,
juz 2
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang kami lakukan, kami dapat menyimpulkan beberapa hal
yakni sebagai berikut:
1. Idghām adalah memasukkan huruf pada huruf yang sejenis, sekiranya dua huruf tersebut
menjadi satu dengan cara diberi tasydid.
2. Idghām berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi idgham shaghir dan idgham kabir
3. Idghām berdasarkan hukumnya dapat dibagi menjadi wajib, ja’iz (boleh) , dan terlarang.
4. Sebuah faidah dari pembahasan idgham dapat kita ketahui sebagai berikut:
a. Fi’l madhi yang terdiri dari tiga huruf tanpa ada huruf tambahan, 'ain fi'l nya dibaca
kasrah yang merupakan mudho’af serta disandarkan pada dhamīr rafa’
mutacharrik.
b. Fi’l amr atau fi’l mudhāri’ yang terdiri dari tiga huruf tanpa ada tambahan huruf
yang berupa mudha’af, ‘ain fi’l nya dibaca kasroh baik itu merupakan fi'l amr
maupun fi’l mudhāri’, serta disandarkan pada dhamīr rafa’ mutacharrik.
16
DAFTAR PUSTAKA
17