Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Dengan adanya praktikum Fisika Dasar ini diharapkan para mahasiswa


akan dapat lebih mengerti dan memahami dalam mempelajari ilmu
fisika, karena dapat melihat atau memperagakan alat dan bahan yang
mungkin sangat sederhana dibanding kalau hanya sekedar membaca
dari teori fisika saja. Agar betul – betul dapat memahami segala
sesuatunya maka praktikum nantinya harus dikerjakan secara mandiri
dan tidak meniru data orang lain. Berbagai jenis pengembangan
keterampilan menggarap data secara kumulatif . Dalam hal ini para
mahasiswa diharapkan untuk memperagakan sendiri langkah- langkah
tertentu
Pada umumnya mahasiswa sudah mendapatkan teori baik dari pelajaran
di sekolah Menengah Umum / Sederajat maupun di bangku kuliah.
Namun demikian petunjuk selalu memberikan sumber acuan agar
mahasiswa dapat membacanya sendiri sebelum melaksaakan prktikum
di laboratorium untuk praktikum
Setelah mahasiswa mendapat data- data hasil percobaan diharapkan
untuk dapat memberikan atau memasukan hasil data tersebut ke dalam
laporan resmi yang telah diuraikan dan dilengkapi dengan kata
penghantar , landasan teori , alat dan bahan yang digunakan , analisa ,
ralat ralat dan kesimpula serta pertanyaan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan
Demikian sekedar penghantar untuk menambah wawasan ilmu yang
telah diterima

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGHANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Ralat Atau Kesalahan................................................................ 1
1.2 Klasifikasi Ralat ........................................................................ 1
1.3 Hal – Hal Yang Harus Diperhatikan ....................................... 10
BAB II DASAR TEORI ..................................................................... 12
2.1 Dasar Teori K1 ........................................................................ 12
2.2 Dasar Teori K2 ........................................................................ 13
2.3 Dasar Teori K4 ........................................................................ 14
2.4 Dasar Teori M1 ....................................................................... 15
2.5 Dasar Teori M3 ....................................................................... 16
2.6 Dasar Teori M5 ....................................................................... 17
2.7 Dasar Teori L2 ........................................................................ 19
2.8 Dasar Teori O1 ........................................................................ 21
BAB III PERCOBAAN ...................................................................... 23
3.1 Alat Dan Percobaan K1 .......................................................... 23
3.2 Alat Dan Percobaan K2 .......................................................... 23
3.3 Alat Dan Percobaan K4 .......................................................... 24
3.4 Alat Dan Percobaan M1 .......................................................... 25
3.5 Alat Dan Percobaan M3 .......................................................... 26
3.6 Alat Dan Percobaan M5 .......................................................... 27
3.7 Alat Dan Percobaan L2 ........................................................... 28
3.8 Alat Dan Percobaan O1 .......................................................... 29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 .......................................................................................... 13


Gambar 2.2 ......................................................................................... 16
Gambar 2.3 .......................................................................................... 19
Gambar 2.4 .......................................................................................... 20
Gambar 2.5 .......................................................................................... 21
Gambar 2.6 .......................................................................................... 22

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 ................................................................................................ 6
Tabel 3.1 .............................................................................................. 25

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Ralat Atau Kesalahan


Mengukur adalah memperbandingkan suatu besaran terhadap satuan.
Tujuan dari pengukuran adalah mengetahui harga (nilai) yang
sesungguhnya dari suatu besaran yang diukur. Hal ini tak mungkin dapat
dicapai dengan tepat. Nilai yang kita peroleh selalu berbeda (mempunyai
selisih) dengan nilai yang sesungguhnya, meskipun selisihnya mungkin
sangat kecil. Dikatakan bahwa di dalam pengukuran selalu ada kesalahan
atau ralat.
Usaha kita di dalam pengukuran adalah memperoleh nilai dengan kesalahan
sekecil-kecilnya.

1.2. Klasifikasi Ralat


Berdasar pada factor-faktor yang menyebabkan timbulnya ralat, maka ralat
atau kesalahan dibagi menjadi 3 macam yaitu:
A. Ralat Sistematis (Systematic Errors)
B. Ralat Kebetulan (Accidental Atau Random
Errors/Expremintal Errors)
C. Ralat Karena Kekeliruan Tindakan

A. Ralat Sistematis (Systematic Errors)


Ralat sistematis adalah ralat yang tetap yang disebabkan oleh beberapa
factor yaitu :
1. Alat
• Kesalahan kalibrasi alat; misalnya pembagian skalanya tidak benar,
alatnya telah berubah keadaan dan lain-lain
• Interaksi antara alat dengan yang diukur; misalnya bila kita
mengukur dengan amperemeter, maka kita memasukkan tahanan
dalam amperemeter secara deret ke dalam rangkaian yang diukur
arusnya sehingga arus yang sesungguhnya (yaitu arus sebelum
amperemeter dipasang) lebih besar dari arus yang terukur.
2. Kesalahan perseorangan
Ini adalah kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh kebiasaan-
kebiasaan pengamat sendiri, misalnya kesalahan paralax, jika dia secara
terus-menerus menempatkan kepalanya terlalu ke kiri atau terlalu ke
kanan selama membaca suatu jarum pada pembagian skala :
3. Kondisi-kondisi percobaan
Yaitu bila kondisi-kondisi percobaan tidak sesuai dengan kondisi-
kondisi waktu alat dikalibrasi misalnya pengukuran tekanan udara di

1
Yogyakarta pada suhu 28℃ dengan barometer yang dikalibrasi pada
suhu 0℃ , hasilnya akan salah jika tidak diadakan koreksi terhadap
percepatan gravitasi dan suhu.
4. Tehnik yang kurang sempurna
Misalnya dalam percobaan mengukur panas jenis penda padat. Benda
ini mula-mula dipanaskan di dalam ruang di atas uap air yang mendidih,
suhu mula-mulanya dianggap sama dengan titik didih air. Benda ini
kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam kalorimeter dengan cepat.
Meskipun hal ini dilakukan dengan dengan cepat, namun selama benda
bergerak di udara ada kalor dari benda merambat ke udara, sehingga
kalor yang terukur dalam kalorimeter lebih kecil dari sebenarnya.

Ralat-ralat sistematis seperti diterangkan di atas, dapat dihilangkan


dengan koreksi-koreksi atau menghilangkan sebab-sebab yang
menimbulkannya.

B. Ralat Kebetulan
Jika suatu pengukuran tertentu diulang beberapa kali, maka nilai yang
didapat pada umumnya tidak bersesuaian secara tepat. Sebab-sebab
ketidaksesuaian antara nilai-nilai yang satu dengan yang lain tentu juga
merupakan sebab-sebab timbulnya selisih antara nilai tadi dengan yang
sesungguhnya. Kesalahan oleh sebab-sebab faktor-faktor yang
menyebabkan ralat kebetulan adalah:
1. Kesalahan menaksir
Kebanyakan alat mengharuskan dilakukannya suatu taksiran terhadap
bagian dari pembagian skala yang terkecil dan taksiran dari pengamat.
Mungkin berlain-lainan dari waktu ke waktu karena berbagai macam
sebab.
2. Kondisi-kondisi yang berfluktuasi
Yaitu keadaan yang selalu berubah-ubah sedikit-sedikit. Misalnya
karena tekanan udara berfluktuasi, maka pengukuran titik didih air
selalu berubah-ubah.
3. Gangguan
Misalnya getaran mekanik dapat menyebabkan goyangan jarum
miliamperemeter sehingga arus yang terbaca berubah-ubah meskipun
arus sesungguhnya tidak berubah.

4. Definisi
Misalnya pengukuran diameter suatu pipa. Karena penampangnya tidak
sempurna bulatnya maka nilai yang di dapat bergantung ke arah mana

3
diameter ini diukur. Di dalam tiap percobaan ralat kebetulan ini selalu
ada (tidak dapat dihindarkan)

C. Kekeliruan Tindakan
Kekeliruan tindakan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Kekeliruan
Misalnya kekeliruan dalam membaca alat, kekeliruan dalam mengatur
kondisi, kekeliruan dalam menghitung (sebagai contoh, harus diukur
waktu untuk 10 ayunan, ternyata yang diukur hanya 9 ayunan)
2. Kesalahan perhitungan
Misalnya jika kita dapat mengukur panjang sampai 3 angka penting,
maka akan timbul kesalahan yang besar jika kita menghitung volum
dengan mistar hitung yang dapat dibaca hanya sampai 3 angka. Untuk
ini sebaiknya digunakan daftar logaritma dengan 5 atau 6 desimal atau
alat penghitung lain yang lebih teliti (misalnya dengan kalkulator)
Kesalahan-kesalahan karena kekeliruan tindakan ini tentu saja dapat
dihindarkan.

Ralat kebetulan
Jika kekeliruan tindakan telah kita hindarkan, faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya ralat sistematis telah kita hilangkan atau telah
kita adakan koreksi, maka yang tertinggal dan tak dapat kita hindarkan
adalah ralat kebetulan.
Karena tiap pengukuran mempunyai kesalahan kebetulan maka hasil
pengukuran yang dapat dianggap sebagai nilai (harga) yang dapat
diterima haruslah diambil dari pengukuran yang diulang beberapa kali.
Hasil pengukurannya dinyatakan dengan :
R I ∆𝑅

R adalah nilai yang terbaik atau nilai dengan angka kemungkinan


terbesar.
∆𝑅 adalah taksiran ketidaktentuan dari pengukuran (percobaan).
Maksud pernyataan diatas adalah jika mengadakan pengukuran sekali
lagi, maka sangatlah kecil kemungkinan bahwa harganya (nilainya) ada
diluar batas-batas R, ∆𝑅 dan R, ∆𝑅. Taksiran ketidaktentuan ∆𝑅 dapat
dihubungkan dengan apa yangg dinamakan index ketelitian = h.

4
A. Besaran Yang Diukur Secara Langsung :
Untuk besaran yang diukur secara langsung yang dianggap sebagai nilai
terbaik adalah nilai (harga) rata-rata dari arithmatik dari masing-masing
nilai yang terukur.
Misalkan suatu besaran x kita ukur sebanyak k kali dengan nilai terukur
:
X1,X2,X3,........Xn,......Xk
Nilai yang terbaik adalah 𝑥̅
Selisih antara nilai-nilai terukur dengan x dinamakan deviasi.
Untuk suatu nilai terukur Xn deviasinya adalah :
Xn ≡xn-𝑥̅
Tanda ≡ artinya sama berdasarkan definis.
Jika 𝑥̅ adalah nilai rata-rata arithmatik maka :
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + ⋯ . . +𝑥𝑛 + ⋯ + 𝑥𝑘
𝑥̅ =
𝑘
∑𝑘
𝑛=1 𝑥𝑛
= 𝑘
Dapat dibuktikan bahwa nilai rata-rata arithmatik dari deviasi di atas
sama dengan nol,
∑0𝑛=1 𝜕𝑥𝑛
=0
𝑘
Karena ∑𝑘𝑛=1 𝜕𝑥𝑛 =0
Juga dapat dibuktikan bahwa jika yang diambil sebagai nilai
terbaik g adakah nilai rata-rata arithmatik dari nilai terukur,
maka jumlah dari deviasi kuadratnya adalah minimum,
∑𝑘𝑛=1(𝜕𝑥𝑛 )2 adalah minimum.
Untuk menunjukkan kesalahan (ralat) kebetulan secara kuatitatip
dipakai suatu deviasi standard didefinisikan dengan persamaan
∑𝑘
𝑛=1(𝜕𝑥𝑛 )
2
S= √ 𝑘−1

Persamaan ini menyerupai apa yang dinamakan deviasi menengah yaitu


akar dari rata-ratanya deviasi kuadrat
∑𝑘
𝑛=1(𝜕𝑥𝑛 )
2
S= √ 𝑘

Dapat dibuktikan bahwa ∑𝑘𝑛=1 𝜕𝑥𝑛 =0


Tetapi jelas bahwa
∑𝑘𝑛=1 | 𝜕xn| ≠ 0 karena semua suku positif

sehingga sering dipakai pengertian deviasi rata-rata yaitu :

𝑎 = ∑𝑘𝑛=1 | 𝜕xn|

5
Hubungan antara deviasi standard s dengan deviasi rata-rata a. Untuk
jumlah pengukuran yang sangat besar, berlaku hubungan :
𝑠
= 1,25
𝑎

Deviasi frasional / relatif.


Deviasi standard fraksional/relatif adalah

𝑠 𝑠
𝑠= 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 100%
𝑥 𝑐

Deviasi rata-rata fraksional/relatif adalah


𝑎 𝑎
𝐴= 𝑎𝑡𝑎𝑢 × 100%
𝑥 𝑥

Contoh : Pengukuran panjang suatu barang logam diulang 10 kali.

Tabel 1.1
Pengukuran Nilai terukur Deviasi (cm) Deviasi mutlak Deviasi
(cm) Ẋn dẊn = Ẋn-x (cm) ‫׀‬dẊn‫׀‬ kuadrat
(cm2)
(dẊn)2
1 47,51 +0,02 0,02 0,0004
2 47,49 -0,00 0,00 0,0000
3 47,48 -0,00 0,00 0,0001
4 47,50 +0,01 0,01 0,0001
5 47, 47 -0,02 0,02 0,0004
6 47,49 0,00 0,00 0,0000
7 47,48 -0,01 0,01 0,0001
8 47,46 -0,03 0,03 0,0009
9 47,53 +0,04 0,04 0,0016
10 47,49 0,00 0,00 0,0000
+ + + +
K=10 474,90 = 0,00 = 0,14 = 0,0036 =
k = 10 K=10 K=10 K=10
∑ Ẋn ∑ dẊn ∑ ‫׀‬dẊn‫׀‬ ∑ (dẊn)2
N=1 N=1 N=1 n=1

Harga (nilai) rata-rata x = ∑𝑘=10 474,90


𝑛=1 𝑥𝑛 = 10 = 47,49

6
Deviasi rata-rata a= ∑𝑘
𝑛=1 | 𝜕xn| 0,14
𝑘
= 10
= 0,014 𝑐𝑚

Deviasi standart Sx =
∑𝑘 2
𝑛=1 |(𝜕𝑥𝑛 ) | 0,0036
√ = = 0,02
𝑘(𝑘−1) 9

Deviasi rata-rata fraksional/relatif :


𝑎 0,014
A = 𝑥 = 47,49=0,0003 atau 0,03%
𝑎 0,020
Deviasi standard fraksional / relatif : s = 𝑥 = 47,49 = 0,0004

Hasil pengukuran yang kita kemukakan adalah x =𝑥̅ ± ∆ x1 di mana x dapat


diambil ≠s,s,2s atau sekian kali s, bergantung pada pendekatan pengamat.
Karena a lebih mudah dihitung dari pada s maka orang lebih suka menghitung a
saja dan ∆𝑥 dinyatakan dengan sekian kali a.
Dalam percobaan yang dilakukan dalam praktikum fisika dasar untuk ∆𝑥 ini
diambil sama dengan sx jadi hasil pengukurannya adalah : ×= 𝑥̅ ± ∆𝑥=𝑥̅ ± sx.
untuk contoh diatas, × = 𝑥̅ ± sx = (47,45 ± 0,020 ) cm.
∆𝑥 sering disebut ralat mutlak
Ralat relatifnya = ∆𝑥 / 𝑥̅ = sx / 𝑥̅ = 0,0004 atau 0,04%

B. Perambatan Ralat
Jika kita mengukur suatu besaran tidak secara langsung, misalnya mengukur
massa jenis suatu zat cair (fluida) dengan menimbang dan mengukur volumnya
secara langsung. Kesalahan dalam pengukuran massa dengan kesalahan dalam
pengukuran volum akan berpadu, dan menimbulkan kesalahan dalam massa jenis.
Efek perpaduan dari kesalahan-kesalahan seperti ini dinamakan perambatan ralat.
Misalnya kita mengukur suatu besaran V secara tidak langsung dengan mengukur
secara langsung besaran-besaran x dan y masing-masing sebanyak k kali. V
merupakan fungsi dari x dan y. Jadi V=V(x,y). Harga (nilai) terbaik atau nilai
dengan angka kemungkinan terbesar adalah : 𝑣̅ = 𝑣(𝑥, ̅ 𝑦̅).
Untuk pengukuran yang ke n : V = V ( xn,yn).
Deviasinya adalah 𝜕Vn=Vn.𝑉̅
𝜕𝑣 𝜕𝑣
Dengan pendekatan pertama menjadi: 𝜕𝑉𝑛 = 𝜕𝑥 𝜕𝑥𝑛 + 𝜕𝑦 𝜕𝑦𝑛

7
∑𝑘
𝑛=1(𝜕𝑥)
2
Deviasi standar dari v adalah: 𝑆𝑣 = √ (𝑘−1)

𝜕𝑣 2 2 𝜕𝑣 2
Dapat dibutikan: 𝑆𝑣 = √(𝜕𝑥) 𝑆𝑥 𝑥 + (𝜕𝑦) 𝑆𝑦 2
Ternyata ini juga berlaku untuk jumlah pengukuran x yang tidak sama dengan
jumlah pengukuran y.
Pada umumnya untuk besaran v sebagai fungsi besaran-besaran x, y, z, dst.
{v = v (x, y, z, ...)}
v̅ = v (x̅ , y̅ , z,
̅ ...) dan
𝜕𝑣 2 𝜕𝑣 2 𝜕𝑣 2𝑧
𝑆𝑣 = √(𝜕𝑥) 𝑆 2 𝑥 + ( 𝑦 ) , (𝜕𝑥) +⋯
Jika yang kita pakai bukan sx, sy, sz, dst tetapi ax, ay, az, dst maka yang kita peroleh
adalah deviasi rata-rata dari v, yaitu:
𝜕𝑣 2 𝜕𝑣 2
𝑎𝑣 = √(𝜕𝑥) 𝑎𝑥 2 + (𝜕𝑦) 𝑎𝑦 2 + ⋯
Hal-hal yang khusus
1. Jumlah dan selisih v = x  y’
𝜕𝑣 𝜕𝑣
= 1 dan 𝜕𝑥 = ±1
𝜕𝑥
𝑆𝑣 = √𝑆𝑥 2 + 𝑆𝑦 2

2. Perkalian faktor-faktor yang berpangkat, misalnya:


V = xm yq
𝜕𝑣 𝜕𝑣
= 𝑚𝑥 𝑚−1 𝑦 𝑞 dan 𝜕𝑦 = 𝑞𝑥 𝑚 𝑦 𝑞−1
𝜕𝑥

𝑆𝑣 = √𝑚2 𝑥 2(𝑚−1) 𝑦 2𝑞 𝑆𝑥 2 + 𝑞 2 𝑥 2𝑚 𝑦 2(𝑞−1) 𝑆𝑦 2 atau

𝑆𝑥 2
𝑆𝑣 𝑆𝑦 2
= √𝑚2( 𝑥 ) , 𝑞 2 ( 𝑦 ) atau
𝑣

𝑆𝑣 = √𝑚2 𝑆𝑥 2 + 𝑞 2 𝑆𝑦 2
Dimana sv, sx dan sy adalah deviasi-deviasi standar relatif dari v, x dan y.

3. Perkalian sederhana
𝑆𝑣 = √𝑆𝑥 2 + 𝑆𝑦 2

4. Besaran pangkat, misalnya:


V = bxm
𝑆𝑣 𝑆𝑥 2
𝑆𝑦 = √(𝑏𝑚𝑥 𝑚−1 )2 𝑆𝑥 2 ; = √𝑚 2 ( 𝑥 )
𝑣

8
Contoh:
1. Menentukan jarak fokus f dari suatu lensa dengan mengukur jarak benda v
dan jarak banyangan b. Misalkan dari pengukuran yang dilakukan beberapa
kali diperoleh harga rata-rata dan deviasi rata-ratanya.
𝑣̅ = 20,1 𝑐𝑚
𝑎𝑣 = 0,2 𝑐𝑚
𝑏̅ = 25,5 𝑐𝑚
𝑎𝑏 = 0,4 𝑐𝑚
1 1 1 𝑏𝑣
Dari hubungan 𝐼 = 𝑏 = 𝑣 diperoleh 𝐼 = 𝑏+𝑣
Harga yang terbaik dari I adalah:
𝑏̅ 𝑣̅ 25,5×20,1
𝑇 = 𝑏̅+𝑣̅ = 25,5+20,1 = 11,24 𝑐𝑚
Perhitungan ralat dari I:
𝜕𝐼 𝑣2 𝜕𝐼 𝑏2
𝜕𝑏
= (𝑏+𝑣)2 dan 𝜕𝑣 = (𝑏+𝑣)2
𝜕𝐼 2 𝜕𝐼 2 𝑣4 𝑏4
𝑎𝑓 = √(𝜕𝑏) 𝑎𝑏 2 + (𝜕𝑣) 𝑎𝑣 2 = √(𝑏=𝑣)4 𝑎𝑏 2 + (𝑏+𝑣)4 𝑎2
2
20,1 4 25,5 0,2
= √(45,6) 0,42 + (45,6)
= 0,00604 + 0,00391 = 0,10

2. Menentukan index bias gelas (n) dengan mengukur sudut datang i dan sudut
bias r dari suatu sinar datang dari udara ke gelas. Dari pengukuran yang
dilakukan beberapa kali diperoleh harga rata-rata dan deviasi rata-ratanya.
𝑖̅ = 45°
𝑎𝑖 = 0,3°
𝑟̅ = 30°
𝑎𝑟 = 0,2°
Dengan menganggap index bias mutlak udara = 1, maka index bias gelas
sin 𝑖
𝑛 = sin 𝑟
𝑠𝑖𝑛𝑖̅ 𝑠𝑖𝑛45°
𝑛̅ = 𝑠𝑖𝑛𝑟̅ = 𝑠𝑖𝑛30° = 1,41
Perhitungan ralat dari n:
𝜕𝑛 cos 𝑖 2 sin 𝑖 cos 𝑟 2
= √(cos 𝑟 𝑎𝑖 ) + ( 𝑎𝑟 ) = 0,6°
𝜕𝑖 sin2 𝑟
Ternyata an ini suatu besaran sudut.
Karena n adalah suatu hasil bagi yang tak bersatuan, maka an yang
merupakan besaran sudut harus diubah menjadi suatu hasil bagi yang tak
bersatuan, berarti sudut ini harus diubah menjadi dalam radial.
0,06
Jadi 𝑎𝑛 = 360 × 2 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 = 0,01 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙
Jadi harga n = 1,41 ⊥ 0,01

9
1.3. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan
1. Untuk pengamatan tunggal yaitu pengukuran yang dilakukan hanya satu
kali, maka sebagai ralat mutlaknya lazim diambil setengah dari harga
skala terkecil. Misalnya dengan thermometer yang harga slaka
terkecilnya 0,1oC, ralat mutlak dari pengamatan tunggalnya adalah
1
× 0,1 = 0,05℃.
2
2. Dalam menuliskan ralat nisbi relatif sebaiknya dengan dua angka. Jika
hasil perhitungan diperoleh 3 angka harus dibulatkan.
3. Jika pengukuran langsungnya ada yang relatif sampai 4 angka, maka
sebaiknya hasil terakhirnya maksimum sampai 5 angka. Jika ternyata
dalam perhitungan diperoleh 6 angka atau lebih maka harus dibulatkan
menjadi 5 angka.
4. Jumlah desimal dari ralatnya diambil sama dengan jumlah desimal dari
harga rata-ratanya.
5. Dalam hal menggambar grafik harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Titik-titik sebaiknya digambar dengan tanda • dan grafik harus
smooth (tidak boleh patah-patah). Untuk ini tidak perlu melalui
setiap titiknya dengan alasan bahwa setiap titik tadi bukan harga
sesungguhnya, dalam hal ini perlu diingat batas-batas ralatnya.
b) Untuk membuat grafik sebaiknya untuk nol-nya tidak perlu pada
titik potong sumbu dan harga skalanya dipilih setepat-tepatnya.
6. Dalam laporan harus selalu dibuat perhitungan ralatnya yang meliputi:
a) Kalau mengukur besaran x berulang kali, maka hasil terakhirnya
adalah 𝑥̅ ± ∆𝑥 ; ∆𝑥 = 𝑆𝑥 ; 𝑥 = 𝑥̅ ± 𝑆𝑥
b) Demikian pula bila kita menghitung y maka 𝑦 ± 𝑆𝑦
(𝜕𝑥𝑛 )2 𝜕𝐼 2
c) 𝑆𝑥 = √∑𝑘𝑛=1 = √(𝜕𝑥 𝑆𝑥) + ⋯
𝑘−1
7. Azas kuadrat terkecil
Azas kuadrat terkecil menghendaki agar garis itu ditarik sedemikian rupa
sehingga jumlah kuadrat-kuadrat penyimpangan titik-titik dari garis
adalah minimum.
Pada keadaan khusus dimana grafiknya diharapkan merupakan garis
lurus y = ax+b, untuk k titik (x, y), (x2, y2), (x3, y3), ... dikehendaki
∑𝑘𝑛=1(𝑎𝑥𝑛 + 𝑏 − 𝑦𝑛 )2 adalah minimum. Jadi a dan b diambil sedemikian
𝜕 𝜕
rupa sehingga: ∑(𝑎𝑥𝑛 + 𝑏 − 𝑦𝑛 )2 = 0 dan ∑(𝑎𝑥𝑛 + 𝑏 − 𝑦𝑛 )2 = 0
𝜕𝑎 𝜕𝑏

Ini menghasilkan:
𝑘 ∑(𝑥𝑛 𝑦𝑛 )−∑ 𝑥𝑛 ∑ 𝑦𝑛
𝑎= 2
𝑘 ∑ 𝑥𝑛 2 −(∑ 𝑥𝑛 )

10
∑ 𝑥𝑛 2 ∑ 𝑦𝑛 −∑ 𝑥𝑛 ∑(𝑥𝑛 𝑦𝑛 )
𝑏= 2
𝑘 ∑ 𝑥𝑛 2 −(∑ 𝑥𝑛 )

11
BAB II
DASAR TEORI

2.1. Dasar Teori K1


Menentukan Angka Kesetaraan Kalor Dengan Listrik

Dua macam bentuk tenaga yang penting adalah tenaga mekanik dan tenaga
panas. Tenaga dalam bentuk yang pertama dapat berubah menjadi tenaga
dalam bentuk yang kedua.
Menurut hukum kekekalan tenaga, maka tenaga tak dapat diciptakan,
artinya tidak dapat diadakan dari tidak ada; demikian pula tenaga tak dapat
dimusnahkan, artinya dari ada tak dapat dibuat menjadi tidak ada. Tenaga
adalah kekal.
Tenaga dalam bentuk lain lagi yang kita kenal adalah tenaga listrik.
Bila suatu arus listrik mengalir pada suatu kawat tahanan, kawat tahanan
tersebut makin lama akan menjadi panas; ini karena terjadi perubahan
tenaga listrik menjadi tenaga panas. Bila beda potensial atau beda tegangan
antara ujung-ujung kawat tersebut kita ketahui dan kuat arus listriknya juga
kita ketahui, ternyata banyaknya panas yang timbul dari kawat tersebut :
1. Berbanding lurus beda potensial ujung-ujung kawat
2. Berbanding lurus dengan kuat arus yang mengalir pada kawat
3. Berbanding lurus dengan lama waktu mengalirnya
Artinya, makin besar harga besaran-besaran tersebut di atas, panas yang
timbul juga makin banyak. Maka hubungan diatas itu dapat ditulis dalam
bentuk matematika :
𝑊 𝑖 𝑉.𝐼.𝑡
W = q.V.I.t atau q= atau =
𝑉.𝐼.𝑡 𝑞 𝑊
Dimana :
W = banyaknya panas yang timbul (dalam kalori)
V = beda potensial ujung-ujung kawat (dalam volt)
I = kuat arus yang mengalir dalam kawat ( dalam ampere)
q = tetapan pembanding yang kita namakan harga kesetaran antara tenaga
panas dengan tenagar listrik (kalor/joule )

12
karena kita hendak menentukan harga kesetaraan antara tenaga listrik
dengan tenaga panas maka yang dimaksud adalah harga I/q dan satuannya
adalah joule/kalori.
Untuk mengukur harga W dapat kita lakukan dengan mengeluarkan seluruh
kawat tersebut pada kalorimeter.
Jika tak ada panas yang hilang maka terdapatlah persamaan :

W = ( M+ H ) . ( ta – tm )

Dimana :
W = banyaknya panas yang timbul
M = berat air yang diisikan kedalam kalorimeter
H = Harga air dari kalorimeter (beserta pengaduk + kawat pemanas yang
dialiri arus )
ta = suhu akhir dari kalorimeter seisinya
tm = suhu mula-mula dari kalorimeter seisinya.

SKEMA HUBUNG

Gambar 2.1

2.2. Dasar Teori K2


Menentukan Panas Jenis Zat Padat Dengan Kalorimeter
Panas jenis suatu zat adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya kalori
yang diperlukan untuk menaikkan suhu zat tersebut sebanyak satu satuan
massa sebesar satu derajat celcius.

13
Untuk menaikkan suhu m gram massa suatu zat dengan t℃ diperlukan kalori
sebesar Q = c.m.t dimana c= Q = banyaknya panas untuk m = I satuan massa
dan
t = I yang tidak lain adalah panas jenis zat tersebut.
Panas jenis suatu zat biasanya tidak tetap tergantung pada suhu. Maka panas
jenis suatu zat biasanya ditentukan pada interval suhu tertentu, dengan
demikian panas jenis dalam hal ini adalah panas jenis rata-rata untuk interval
suhu tersebut.
Panas jenis untuk zat dapat ditentukan dengan kalorimeter, yaitu berdasar
azas block panas yang diterima = panas yang diberikan.
Bila tak ada panas yang hilang karena diserap sekeliling kalorimeter
tersebut, maka berlakulah persamaan banyaknya panas :
Mb.Cb.(tbm-ta) = ma . i. ( ta-ti) + mk . ck . ( ta-ti) + mp . cp . ( ta – ti )
Atau
Mb.Cb.(tbm-ta) = ( ma+mk.ck+mp.cp)(ta-ti)
Dimana :
Mb = massa benda padat ti= suhu kalorimeter mula-mula
Mk= massa kalorimeter ta= suhu akhir seluruh peralatan
Mp= massa pengaduk cb= panas jenis yang dicari
Ma= massa air ck= panas jenis kalorimeter
Tbm= suhu benda padat mula-mula cp= panas jenis pengaduk
Kehilangan panas pada percobaan ini dapat dikurangi sekecil mungkin
dengan cara:
Suhu mula-mula dibuat lebih rendah dari suhu kamar dengan catatan :
selisih antara suhu mula-mula dengan suhu kamar = selisih antara suhu akhir
dengan suhu kamar.
Untuk ini harap diadakan percobaan pelopor sebelum melakukan percobaan
yang sebenarnya. Dalam perhitungan ini panas penguapan air diabaikan.
2.3. Dasar Teori K4
Menentukan kelembaban udara secara relative dan mencari kelembaban
udara mutlak dan mencari titik embun dari uap air di udara.

Definisi :

14
Kelembaban udara relative adalah harga perbandingan antara massa (berat)
uap air persatuan volum tersebut bila tekanannya sama dengan tekanan
maximum uap air pada suhu udara yang bersangkutan.

Jadi kelembaban udara relative = Tekanan uap air yang ada di udara
Tekanan max. uap air pada suhu udara
Kelembaban udara mutlak adalah banyaknya massa uap air yang ada di
udara persatuan volum. Titik embun adalah suhu dimana pada saat uap air
mulai mencair, maka banyaknya uap air di udara memberi ukuran dari pada
pada udara. Bila tekanan uap air yang ada di udara mencapai maximum,
maka mulailah terjadi pengembunan. Misalnya udara mengandung uap air
yang memberikan tekanan darah dari uap air ini sebesar 17,55 mmHg dan
suhu udara pada saat itu adalah 30oC. sedang tekanan uap air pada suhu 20oC
adalah : 17,55 mmHg. Suhu dimana terjadi pengembunan disebut titik
embun. Bila suhu udara terus turun, maka akan terjadi awan dan hujan
sedemikian rupa sehingga mengurangi jumlah molekul-molekul uap air
yang ada di udara sedemikian rupa sehingga tekanan uap air yang ada di
udara tidak melebihi tekanan maximum ; misalnya bila suhu udara terus
turun sampai menjadi 18oC, hingga dengan terjadinya pengembunan dan
hujan, maka tekanan uap air di udara tidak akan melebihi 15,49 mmHg
karena tekanan maximum uap air pada 13oC adalah 13,49 mmHg.

2.4. Dasar Teori M1


Menentukan harga dari pada besarnya percepatan gravitasi bumi setempat
dengan ayunan matematis
Suatu ayunan matematis terdiri dari suatu benda yang bergantung pada
seutas kawat yang dapat berayun terus menerus dengan tidak teredam dan
dengan membuat lintasan yang lurus.
Hal ini dapat didekati dengan cara :
1. Kawat ayunan itu dibuat halus dan panjang
2. Benda yang bergantung volumnya yang kecil dengan massa yang cukup
besar yang berbentuk bola.
Dengan demikian maka:
Geseran udara selama berayun akan sangat kecil hingga ayunan praktis akan
tidak
teredam karena kawatnya halus dan ukuran bendanya kecil. Agar supaya
lintasannya lurus maka berayunnya benda harus pendek saja relatif terhadap
jari-jari lingkarannya,yaitu panjang kawat. Maka bila panjang kawat cukup
besar artinya cukup panjang, maka dengan sudut buka yang kecil, kira-kira
10o saja, ayunannya itu sudah cukup mewakili suatu ayunan matematis. Kita
ketahui pada ayunan matematis berlaku rumus getaran.

15
Gambar 2.2
𝑑2 𝑥 𝑔
+𝐿 x= 0
𝑑𝑡 2

𝑔 2𝜋 4𝜋 2
Hingga harga dari pada = ῳ2 = (2𝜋R)2 = ( 𝑇 )2 =
𝐿 𝑇2

Atau
𝑔 4𝜋 2 4𝜋 2 𝐿
= ; jadi 𝑔 =
𝐿 𝑇2 𝑇2

Di mana harga-harga L dan T dapat diukur, jadi harga dari pada g dapat
dihitung.
2.5. Dasar Teori M3
Mencari modulus elastisitas batang logam karena batang logam tersebut
mendapat gaya yang mengakibatkan lenturan atau bengkokkan. Maka
modulus elastisitas tersebut disebut juga modulus lenturan.
Bila sebuah batang dilenturkan (dibengkokkan) maka bagian cembungnya
mengalami pemuaian, sedangkan bagian cekungnya mengalami tekanan.
Untuk ini berlaku Hukum Hooke. Karena itu modulus elastisitasnya dapat
pula kita tentukan dengan pelenturan ini. Untuk keperluan ini, maka logam
tersebut harus berbentuk batang dengan penampang empat persegi panjang.
Batang ini diletakkan pada dua titik tumpuan yang berjarak kira-kira satu
meter. Di tengah-tengah batang diantara kedua titik tumpuan tersebut
disediakan tempat untuk menggantungkan beban digantungankan akan
turun.

16
Bila beban sebesar k, titik penggantung turun sebesar h, maka
1 𝐿3 𝐾
h= x x 𝐸 , dimana: L = Jarak kedua titik tumpuan
4 𝑎3 𝑏
a = Tebal batang
b = Lebar batang
E = Modulus elastisitas logam
Bila L, a dan b diukur, sedangkan k dan h dapat diketahui, maka modulus
lenturan E dapat dihitung dari rumus diatas. Untuk tepatnya maka
pengamatan besaran h dilakukan dengan Kathetometer, yaitu suatu teropong
yang mempunyai skala ukuran panjang. Dari analisa dimensi pada rumus
diatas, bila sebagai satuan-satuan panjang dinyatakan dalam mm
(milimeter), sedangkan k dinyatakan dengan kg (kilogram), maka sebagai
𝑘𝑔
satuan dari pada E didapat dalam 𝑚𝑚2 .

2.6. Dasar Teori M5


Menentukan angka kekentalan suatu zat cair secara relatif terhadap air yang
kita anggap mempunyai angka kental sama dengan satu berdasarkan Hukum
Passeville bagi aliran zat cair yang laminar.
Air mudah diaduk dan cepat tertuang. Minyak pelumas dan aspal sukar
diaduk dan sukar tertuang. Kita katakan minyak pelumas dan aspal lebih
kental daripada air. Mengaduk atau menuang tidak lain sebenarnya adalah
menggerakkan molekul-molekul atau lapisan-lapisan zat cair terhadap
sesamanya. Gerakan ini dilawan oleh gaya geser antara lapisan-lapisan
dalam zat cair itu sendiri. Hingga makin besar gesekkannya yang terdapat
dalam cairan akan makin sukar cairan itu diaduk atau dituangkan. Jadi, zat
cair dikatakan lebih kental karena geseran yang terjadi dalam zat cair
tersebut lebih besar; dengan demikian zat cair mempunyai kekentalan.
Gas juga memiliki kekentalan, meskipun tidak sebesar zat cair. Gas dan
cairan sering disebut juga fluida atau zat cair (zalir).
Secara kuantitatif kekentalan suatu fluida dinyatakan dengan angka
kekentalan (), yang disebut juga tetapan viskositas. Dalam suatu fluida
yang mengalir, maka lapisan-lapisan dalam fluida tersebut bergerak dengan
kecepatan yang tidak sama hingga saling bergeseran. Ternyata besar gaya G
antara dua lapisan fluida yang bergerak adalah:
1. Berbanding lurus dengan luas lapisan-lapisan tersebut (F)
2. Berbanding lurus dengan perbedaan kecepatannya (v)
3. Berbanding terbalik dengan perbedaan jarak antara kedua lapisan fluida
tersebut (y)

Pernyataan tersebut dapat ditulis:

17
∆v ∆𝑣 ∆𝑣
𝐺 = 𝐹 ∆y atau 𝐺 = 𝜇𝐹 ∆𝑦 . Karena perbandingan adalah pada jarak y
∆𝑦
𝑑𝑣
yang sangat kecil (mendekati nol), maka harga itu dapat ditulis: 𝐺 = 𝜇𝐹 𝑑𝑦
dimana suatu ketetapan () angka kesebandingan yang disebut angka
kekentalan dinamis, yang menjadi ukuran kekentalan suatu zat cair; dari
𝐺
pernyataan tersebut dapat ditulis: 𝜇 = 𝑑𝑣 yang merupakan rumus definisi
𝐹
𝑑𝑦
untuk angka kental dinamis. Dengan demikian, bila harga-harga daripada
luas F = satu satuan luas; harga perbedaan kecepatan dv = satu satuan
kecepatan dan harga daripada perbedaan jarak dy = satu satuan jarak, maka
harga daripada  = harga G.
Maka dapat didefinisikan:
Angka kental dinamis  adalah besarnya gaya geser setiap satuan luas antara
dua lapisan fluida yang berjarak satu satuan panjang yang mempunyai
perbedaan jarak kecepatan satu satuan kecepatan.
Dimensi  adalah m-1t-1 , yang dalam sistem dinamis kecil atau sistem cgs
adalah gcm-1s-1 yang dinamakan poise. Dalam sistem dinamis besar atau
sistem mks adalah kgm-1s-1 = 10 poise.
Sering dipakai juga ukuran untuk kekentalan I atau angka kental dinamis
dibagi rapatnya (rapat = massa/volume), yang disebut angka kental atau
ditulis (dibaca: Dimensi) adalah I2t-2.
Satuan dimensi dalam sistem cgs adalah cm2s-2 yang dinamakan stokes
sedangkan dalam sistem mks adalah m2s-2 = 104 stokes.
Alat yang hendak kita pakai pada pengukuran kekentalan fluida adalah
berdasarkan hukum poisseuille untuk aliran yang laminar.
Ada dua macam aliran, yaitu:
1. Aliran laminar
2. Aliran golakan (turbulen)
Aliran laminar adalah aliran dimana arah daripada garis arusnya hanya satu
macam, yaitu searah dengan aliran.
Aliran golakan adalah aliran yang arah daripada garis arusnya adalah searah
dengan aliran dan ada yang tidak searah dengan arah aliran (maka aliran
golakan selalu bergolak).
Untuk mendapatkan aliran yang laminar dipakai pipa kapiler. Alat ini kita
sebut Viskosimeter Ostwald.

18
Gambar 2.3
2.7. Dasar Teori L2
Menyelidiki watak lampu, yaitu mengenai :
a. Hubungan antara tegangan yang terpasang dengan arus yang mengalir.
b. Hubungan antara tegangan yang terpasang dengan tahanannya.
c. Hubungan antara tegangan yang terpasang dengan daya yang terpakai.
Menurut Hukum Ohm : arus yang mengalir dalam suatu penghantar
besarnya berbanding lurus dengan tegangan (beda potensial) antara ujung-
ujung penghantar tersebut. Dengan rumus dinyatakan : I = C.V dimana C
bilangan tetap atau ditulis I = V/R dimana C = I/R; C disebut konduktivitas
(daya hantar) dan R = I/C = kebalikannya daya hantar disebut tahanan dari
penghantar tersebut.
Penghantar yang mengikuti hukum Ohm disebut penghantar linear. Pada
umumnya tahanan akan berubah dengan adanya perubahan suhu. Untuk
penghantar dari logam tahanannya akan bertambah besar bila suhunya
makin tinggi.
DISSIPASI (LEPASAN) TENAGA DALAM SUATU PENGHANTAR
Jika dalam suatu penghantar mengalir arus listrik maka dalam penghantar
tersebut ada tenga listrik yang terdissipasi. Besarnya tenaga listrik yang
terdissipasi setiap detiknya atau daya yang terdissipasi adalah sebesar :
P = V.I (watt) atau P= V.I (joule/detik)
Karena ada tenaga yang terdissipasi maka jelaslah bahwa tahanan suatu
lampu pijar akan berubah karena ada perubahan tegangan. Dalam percobaan

19
kita ini akan kita selidiki hubungan antara I dan V ; antara R dan V dan
antara P dan V.
PENGUKURAN V DAN I SECARA SERENTAK
Untuk memperoleh watak dari lampu pijar diperlukan pengukuran V dan I
secara serentak dengan cara pemasanga voltmeter dan amperemeter seperti
pada gambar 1 dan gambar 2 berikut. Dalam hal ini ada kesalahan
pembacaan pada amperemeter, karena yang terukur adalah jumlah arus yang
lewat voltmeter. Arus yang terbaca kelebiha n : r/R × 100% yang > 0,
dimana r = tahanan lampu dan R = tahanan voltmeter.

X
A X
A
A Y Y

a
Gambar 1
A Gambar 2.4
A yang kita kehendaki sebesar a%, maka haruslah r/R ×100%
Jika kesalahan
haruslah < a%
Gambar 2.
Dalam hal ini ada kesalahan pembacaan pada voltmeter karena yang terukur
adalah jumlah dari tegangan pada lampu dan pada amperemeter. Tegangan
yang terbaca berlebihan,
Ρ/Γ ×100% yang > 0,
Dimana :
Ρ = tahanan amperemeter dan
Γ = tahanan lampu
Jika kesalahan yang kita kehendaki maximal sebesar u, maka haruslah
ρ/Γ × 100 % < a%
maka hubungan mana yang hendak kita pakai, bila
r/R < ρ/r maka sebaliknya dipilih gambar 1,
dan bila ρ/r < r/R maka sebaliknya dipilih gambar 2

20
2.8. Dasar Teori O1
Menentukan indeks biar larutan untuk bermacam-macam konsentrasi
Mencari sudut kritis larutan
Apabila seberkas cahaya tiba pada batas diantara dua medium yang
transparan (bening) dimana kecepatan cahaya di kedua medium itu berbeda
maka berkas cahaya itu akan dipantulkan (refleksi) dan dibiaskan (refraksi).
untuk kedua kerjadian berlaku hukum snell, yaitu :

Gambar 2.5
Berkas pantulan cahaya

1. Seberkas cahaya yang datang pada bidang batas dua medium akan
dipantulkan dimana berkas cahaya yang dipantulkan sebidang dengan
berkas cahaya yang datang dan sudut pantulnya sama dengan sudut datang
(pada gambar Ǿ=Ǿ’)
2. Seberkas cahaya yang terbias diantara dua medium yang berkas cahaya yang
terbias itu sebidang dengan berkas cahaya yang datang dan perbandingan
sinus sudut bias adalah tetap (konstan). Pada gambar terlihat bahwa

𝑠𝑖𝑛Ǿ
sin Ǿ′

Jika seberkas cahaya datang, datang dari medium hampa ke medium suatu
zat, maka :
𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 sin Ǿ
= = 𝑛 (𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛)
𝑠𝑖𝑛𝑢𝑠 𝑏𝑖𝑎𝑠 sin Ǿ′

dan ini dinamakan indeks bias zat itu.


Pembiasan pada bidang batas diantara dua medium yang mempunyai indeks
bias yang berbeda n dan n’ akan memenuhi hukum snell : n sinǾ = n’ sinǾ’.
Perbandingan n’/n disebut index bias relatif dari kedua terhadap medium
pertama:
𝑛′
𝑠𝑖𝑛Ǿ =
𝑛

21
dari persamaan tersebut diperoleh sinǾ =
Perbandingan Ǿ=Ǿk = sudut kritis antara kedua medium diatas yang
mempunyai arti bahwa pada Ǿ=Ǿk, seluruh sinar yang datang pada bidang
batas akan dipantulkan semua.

Index bias relatif dapat dihitung sebagai berikut:


n sinǾ = n’ sinǾ atau nx = n’ x’
𝑥 𝑥′ 𝑛′ 𝑥′
𝑛 = 𝑛′ =
𝑑 𝑛 𝑛 𝑥

Gambar 2.6
Jadi dengan mengukur x dan x’ kita dapat menghitung index bias relatif.

22
BAB III
PERCOBAAN

3.1. Alat Dan Cara Percobaan K1


1. Pasanglah rangkaian listriknya seperti pada skema hubungan, jangan
dihubungkan dengan sumber sebelum diperiksa asisten.
2. Setelah diperiksa, hubungkan dengan sumber. Tutuplah pemutus arus
(saklar) dan aturlah tahanan geser sehingga arusnya kira-kira 2
ampere.
3. Timbanglah kalorimeter kosong ( bejana dalam). Kemudian isilah
dengan air sampai kira-kira kawat pemanasnya tercelup dan
timbanglah.
4. Dinginkanlah kalorimeter tadi sampai beberapa derajat dibawah suhu
kamar.
5. Pasanglah kalorimeter, aduklah pelan-pelan kemudian catatlah suhu
mula-mula.
6. Tutuplah pemutus arus pada saat jarum detik arloji menunjuk nol.
Catatlah jam berapa saat ini, kemudian catatlah beda potensial dan
arus setiap 2 menit. Selama pengamatan aduklah air dalam
kalorimeter pelan-pelan saja.
7. Setelah suhu akhir yang dikehendaki tercapai, bukalah pemutus arus,
catatlah jam berapa dan suhu akhir yang terbaca pada thermometer.
8. Ulangi langkah 3 sampai 7 dengan air yang massanya berbeda.

Pertanyaan :
1. Apa yang disebut dengan tara kalor listrik? Apa satuannya dan berapa
besarnya yang pernah didapat secara eksperimen?
2. Bentuk energi apa saja yang terlibat dalam percobaan ini?
3. Perlukah percobaan pelopor dijalankan dalam percobaan ini?
4. Berikan rumus yang dipakai dan berikan penjabarannya!
5. Berikan rangkaian percobaan dan pertanggungjawaban.
6. Gambarlah rangkaian alat dari percobaan tersebut.

3.2. Alat Dan Cara Percobaan K2


Alat-alat yang diperlukan :
1. Kalorimeter 4. Bejana didih
2. Timbangan 5. Tabir penyekat panas
3. Thermometer 6. Benda dari logam

23
Cara Melakukan Percobaan :
1. Nyalakan pemanas dari bejana didih yang berisi air
2. Timbanglah kalorimeter kosong, pengaduk dan benda logam
3. Isilah kalorimeter dengan air paat(aquadest) sedemikian tinggi sehingga
benda logam dapat terbenam dan timbanglah.
4. Masukkan benda logam ke dalam bejana didih.
5. Dinginkan kalorimeter berisi air tadi sehingga suhunya dibawah suhu kamar
mendinginkannya tidak boleh dengan memasukkan es kedalamnya karena
akan menambah jumlah airnya. Bersihkan dinding luar dari kalorimeter agar
tidak ada embun yang melekat.
6. Masukkanlah kalorimeter tadi pada tempatnya dan catatlah suhu mula-mula
7. Catatlah tekanan yang terbaca pada barometer dan suhu kamar kemudian
angkatlah benda logamm dari bejana didih dan dengan cepat masukkanlah
ke dalam kalorimeter.
8. Aduk-aduklah dan amatilah suhu maximum yaitu suhu akhirnya dan
catatlah.
9. Sehabis percobaan timbanglah kalorimeter + air + benda logam.
10. Ulangi langkah 3 sampai langkah 8 dengan jumlah aquadest yang berbeda.
Perhatikan : suhu mula-mula ditentukan dengan percobaan pelopor.

Pertanyaan :
1. Jelaskan perbedaan antara panas jeniss dan harga air !
2. Jelaskan percobaan pelopor!
3. Apakah azas yang dipakai dalam percobaan kalorimeter?
4. Apakah saran anda bila mana panas jenis dari bahan kalorimeter dan
pengaduh tidak diketahui?
5. Bagaimana pendapat anda bilamana mengaduk dilakukan secara cepat dan
pemindahan bahan dari pemanas ke kalorimeter secara lambat?

3.3. Alat Dan Cara Percobaan K4


Adalah dengan memakai ; Dew-Point Hygrometer, ialah dengan bumbung
logam yang berdinding luar mengkilap dimasukkan dalam ether dan
thermometer; ether dipaksa menguap dengan menghembuskan udara
kedalam bumbung itu,maka suhu ether turun dan ini dapat dibaca pada
thermometer yang tersedia, yang ujungnya sampai titik embun, maka
mulailah terjadi pengembunan pada dinding luar bumbung; ini terlihat
dengan terjadinya kesuraman pada dinding yang mengkilap itu. Percobaan
dilakukan dengan menghembuskan udara sampai mencapai titik embun,
kemudian dibiarkan sampai embun mulai menghilang dan seterusnya,

24
suhu dicatat pada saat mulai terjadi pengembunan dan pada saat mulai
hilangnya embun. Rata-rata dari dua harga ini memberikan titik embun dan
percobaan diulangi beberapa kali, kemudian hitunglah kelembaban udara
relative dan kelembaban udara mutlak dari percobaan tersebut.
Tabel :
Pm = tekanan maximum uap air dalam mmHg pada berbagai suhu
Po = massa jenis uap air kenyang dalam gr/cm3 pada suhu yang
bersangkutan.
t◦c = suhu dalam derajat celcius.
Tabel 3.1
t◦c Pm Po×10-6 t◦c Pm Po×10-6 t◦c Pm Po×10-6
10 9,21 9,40 18 15,49 13,37 26 25,24 24,38
11 9,83 10,01 19 16,31 16,31 27 25,77 25,77
12 10,32 10,66 20 17,30 17,30 28 28,38 27,23
13 11,24 11,33 21 18,34 18,34 29 30,08 28,76
14 11,99 12,07 22 19,43 19,43 30 31,86 30,37
15 12,79 12,83 23 20,58 20,58 31 33,70 32,21
16 13,64 13,63 24 21,78 21,78 32 35,70 34,03
17 14,34 14,48 25 23,25 23,25 33
Alat-alat yang diperlukan :
1. Higrometer titik embun (DEW-POINT HYGROMETER)
2. Tabel-tabel

3.4. Alat Dan Percobaan M1


Alat-alat yang diperlukan :
1. Alat ayunan matematis
2. Stopwatch
3. Rollmeter dan mikrometer
4. Trafo penurun
5. Lampu 6 V
Cara Percobaan :
Dari unit ayunan matematis yang tersedia panjang kawatnya kita ukur yaitu jarak
d titik mati atas sampai pusat benda yang bergantung, pengukuran ini dilakukan
berkali-kali untuk mendapatkan harga rata-ratanya. Ayunkan bola besi yang
bergantung itu dengan sudut buka yang kecil saja, hingga terus-menerus selalu
menyinggung permukaan Hg yang ada di bawah jarum yang terpasang pada bola
besi itu.

25
Pada unit tersebut mudah dibuat sedemikian rupa dengan hubungan listrik bahwa
.... jarum tepat menyinggung permukaan Hg maka untal listrik tertutup sehingga
terjadi arus listrik dan hola lampu yang terpasang pada hubungan itu menyala.
Atau ... pada saat benda yang berayun itu berada pada titik selembangnya
terlihatlah nyala ... pada bola lampu itu.
Bila dimulai dari suatu nyala stopwatch kita hidupkan, kemudian pada nyala ....
stopwatch kita matikan, berarti selama waktu yang tercatat pada stopwatch
tersebut telat dilaksanakan (n-1)/2 ayunan (terangkan I ). Dengan demikian
waktu ayunan dapat dihitung. Karena pada rumus terakhir tadi harga-harga dari
pada L dan T ... diukur, maka harga dari pada g juga dapat ditentukan.
Seperti pada mengukur L, maka pada mengukur T ini juga dilakukan berkali-
kali .. untuk mendapat harga 𝑇̅.
Ulangi percobaan di atas dengan panjang kawat yang berbeda-beda, yaitu
panjang mula-mula 1 m, lalu 0,8 m ; lalu 0,6 m ; dan 0,4 m. Dari hasil g yang di
dapat dan seharusnya sama semuanya, cari harga benar dari pada g yang
bersangkutan.
Cari ralat dari pada g ini baik secara ralat perambatan maupun ralat
pengamatannya dari pada hasil g bermacam-macam pada panjang yang
bermacam-macam itu.

Pertanyaan :
1. Apakah yang anda ketahui tentang percepatan gravitasi?
2. Apakah sarat ayunan dinyatakan sebagai ayunan matematis?
3. Apakah sarat pengukurannya cukup teliti?
4. Terangkan hasil perhitungan percepatan gravitasi!
4𝜋 2 𝐿
5. Jabarkan rumus : g= 𝑇2

3.5. Alat Dan Cara Percobaan M3


Alat-alat yang diperlukan:
1. Hang tumpuan
2. Kathetometer
3. Anak timbangan
4. Batang yang diukur
5. Beban
6. Meteran
7. Mikrometer

26
8. Jangka sorong

Cara Percobaan:
1. Pasang batang pada tumpuan, kemudian atur sehingga teropong
Kathetometer horizontal dan mengarah di tengah-tengah batang.
2. Pasang penggantung beban kira-kira di tengah-tengah batang.
3. Arahkan teropong Kathetometer pada penggantung sehingga tengah-
tengah garis silang nampak berimpit dengan titik tumpuan
penggantung beban.
4. Bacalah Kathetometer mula-mula untuk beban 0kg, catat baik-baik
kemudian baca juga untuk beban berturut-turut 1kg, 3kg, 4kg dan 5kg.
5. Kerjakan juga langkah nomor 3 untuk beban yang makin kecil mulai
4kg, 3kg, 1kg sampai dengan 0kg.

Pertanyaan:
1. Apa yang dimaksud dengan elastisitas? Jelaskan!
2. Apa yang dimaksud dengan modulus elastisitas? Jelaskan!
3. Jelaskan Hukum Hooke!

3.6. Alat Dan Cara Percobaan M5


Alat-alat yang diperlukan:
1. Viskosimeter Ostwald
2. Bejana gelas
3. Gelas ukur
4. Stopwatch
5. Thermometer
6. Larutan yang diselidiki
7. Hydrometer
8. Air paat
9. Penunjuk

Cara Percobaan:
Mula-mula kita isikan air paat (aquadest) ke dalam tabung reservoirnya
dengan cara menyedot dengan slang plastik sampai diatas batas atas yang
ditandai dengan garis. Setelah mulut atas kita buka maka air akan
mengalir turun melewati batas atas terus ke pipa kapiler dan mulut bawah
dan akhirnya tertampung di reservoir. Stopwatch dihidupkan pada saat
air melewati batas atas dan pada saat air melewati batas bawah stopwatch
dimatikan. Maka waktu yang digunakan oleh air untuk mengalir secara
laminar melalui pipa kapiler tersebut dapat kita baca pada stopwatch,

27
sedangkan volume air yang mengalir sebesar batas atas sampai batas
bawah dapat diukur.
Langkah seperti itu diulang dengan zat cair yang akan dicari -nya
(misalnya minyak pelumas). Volume air yang mengalir dan volume
minyak pelumas adalah sama yaitu sebesar batas atas sampai batas
bawah. Bila waktu aliran yang tercatat untuk air adalah t1 dan waktu
aliran yang tercatat pada minyak pelumas adalah t2, maka diperoleh
persamaan:

Volume = Debit Q x waktu mengalir t, maka Q x t1 = Q x t2


(air) (pelumas)
Menurut Hukum Poisseville debit Q suatu aliran laminar adalah:
𝑝𝑅 4
𝑄= , maka persamaan volume tersebut dapat ditulis:
8𝜇𝐿
𝑝1 𝑅 4 𝑡1 𝑝2 𝑅 4 𝑡2 𝑝1 𝑡1 𝑝2 𝑡2
= , maka = , dimana:
8𝜇1 𝐿 8𝜇2 𝐿 𝜇1 𝜇2
p1 = besarnya tekanan untuk air = 1gh; 1 = massa jenis air
p2 = besarnya tekanan untuk minyak pelumas = 2gh; 2 = massa jenis
minyak pelumas
𝜌1 𝑔ℎ𝑡1 𝜌2 𝑔ℎ𝑡2 𝜌 𝑡
maka: = , dan 𝜇2 = 𝜌2𝑡2
𝜇1 𝜇2 1 1
Pertanyaan:
1. Tuliskan rumus yang digunakan dalam percobaan ini!
2. Untuk apa dipakai pipa yang membesar di tengah dan mengapa
goresan dibuat di bagian yang sempit?
3. Mengapa pipa dimasukkan ke dalam thermostad?
4. Apakah yang menyebabkan perubahan suhu di pipa?
5. Mengapa penunjuk P tidak boleh dirubah selama percobaan?
6. Bagaimana cara mengencerkan larutan?
7. Bagaimana menghitung berat jenis larutan?
8. Bagaimana menghitung berat jenis larutan setelah diencerkan?

3.7. Alat Dan Cara Percobaan L2

Cara Percobaan :
Untuk mengetahui besarnya r/R dan ρ/r dilakukan pengukuran sebagai
berikut:
a. Ukurlah tegangan sumber waktu lampu tidak terpasang, yaitu
voltmeter dipasanga langsung pada ujung-ujungnya dari variac, lampu
dan amperemeter tidak terpasang ; misalkan pada pembacaan
voltmeter terdapat = V.

28
b. Ukurlah arus yang lewat lampu tanpa mengukur tegangan, yaitu
amperemeter dipasang seri dengan lampu dan dihubungkan dengan
ujung-ujungn output variac ; voltmeter tidak terpasang ; misalkna
pembacaan amperemter terdapat = I.
c. Kita pasang gambar 1, misalkan pembacaan voltmeter = v’ dan
pembacaan amperemeter = I’.
d. Kita pasang gambar 2, misalkan pembacaan voltmeter = V’’ dan
pembacaan amperemeter = I’’.

Dengan menganggap tahanan dari sumber dapat diabaikan maka dapat


dibuktikan bahwa :
r/R = (v/V’) (I’-I) / I = V/V’ (I’/I – I) dan ρ/r = (V’/I) / [(V/I) – (V-V’)/I’-
I]
pada unit alat kita rangkian itu sudah terpasang di dalam. Untuk
melaksanakan rangkaian seperti gambar 1 atau gambar 2 saudara tinggal
menghubungkan terminal-terminal yang tersedia dengan kabel-kabel yang
tersedia pjula. Sesaran-besaran yang diamati yang saudara cari tinggal
membaca pada meter-meter yang telah terpasang pada alat itu.
Lakukan pengamatan itu berkali-berkali,
Cariulah ralat pengamatan dan ralat perambatannya.
Buatlah grafik i-V, R-V dan P-V.

Pertanyaan :
1. Jabarkan semua rumus yang anda pakai !
2. Dari hasil percobaan, I = r(V) ternyata tidak linear ! Mengapa? Berikan
keterangan secukupnya !
3. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi agar hukum Ohm berlaku ?
4. Terangkan arti : Vrms. Vmax dan V rata-rata.

3.8. Alat Dan Cara Percobaan O1


Cara Percobaan :
1. Isilah bejana dengan larutan tertentu konsentrasinya
2. Tempatkanlah standart s di dinding bagian belakang bejana
3. Catatlah letak titik dimana A itu segaris dengan standart s dipandang
diluar dan di dalam larutan.
4. Rubah-rubahlah letak standart s dan catatlah letak kedudukan A
diatas.

29
5. Tentukan juga sudut-sudut kritisnya
6. Lakukan percobaan di atas untuk bermacam-macam konsentrasi yaitu
100%, 90%, 80%, ...
7. Buatlah grafik hubungan antara index bias dengan konsentrasi larutan
8. Buatlah juga grafik hubungan antara sudut kritis dengan konsentrasi

Tugas :
1. Mengapa seberkas cahaya apabila sampai pada batas diantara dua
medium transparan terjadi refraksi dan refleksi?
2. Berikan penjelasan apa yang dimaksud dengan index bias relatif dan
apa yang dimaksud dengan index bias mutlak!
3. Bagaimana pendapat anda tentang hubungan antara index bias reflatif
dengan index bias mutlak dalam percobaan ini?
4. Ceritakan pengukuran index bias dengan menggunakan refraktometer
abbe.
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sudut kritis!
6. Buatlah grafik hubungan antara index bias dengan konsentrasi larutan

30

Anda mungkin juga menyukai