Anda di halaman 1dari 77

PANDUAN PERCOBAAN

FISIKA DASAR I

Disusun oleh:
Dr. Moh. Toifur, M.Si.
Okimustava, M.Pd.Si
Nanang Suwondo, M.Pd.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019

i
Judul : Panduan Praktikum Fisika Dasar
Penulis : Dr. Moh. Toifur, M.Si.
Okimustava, M.Pd.Si
Nanang Suwondo, M.Pd.Si

Copyright © 2019 Laboratorium Fisika


Dilarang menyunting atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa
izin tertulis dari penerbit.
Hak pengarang dilindungi undang-undang

Desain cover : Mufid Abdurrahman


Editor : Widyastuti
Cetakan I : Oktober 2019
Diterbitkan Oleh : Laboratorium Fisika
Ringroad Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, 55166

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
buku Panduan Percobaan Fisika Dasar I ini dapat disusun.
Buku ini disusun dengan harapan dapat membantu dan memudahkan para
mahasiswa dalam melaksanakan praktikum. Demi kelancaran dalam pelaksanaan
praktikum diharapkan para mahasiswa telah membaca dan memahami
permasalahan yang akan dilakukan selama kegiatan praktikum di laboratorium.
Kami menyadari bahwa pada buku ini masih banyak kekurangannya,
sehingga adanya kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Ucapan
terima kasih kami sampaikan pada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan buku ini.
Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Yogyakarta, September 2019

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................... i


Kata Pengantar ....................................................................................................... iii
Daftar Isi .................................................................................................................. iv
Teori Ralat ................................................................................................................ 1
Percobaan Pendahuluan Pengukuran Mekanik Dasar ........................................... 20
A. Percobaan 1 GLB dan GLBB ........................................................................... 32
B. Percobaan 2 Kesetimbangan Gaya ................................................................. 37
C. Percobaan 3 Percepatan Gravitasi Bumi ......................................................... 42
D. Percobaan 4 Momen Inersia Benda ................................................................. 48
E. Percobaan 5 Hukum Archimedes .................................................................... 53
F. Percobaan 6 Cepat Rambat Bunyi di Udara .................................................... 57
G. Percobaan 7 Momentum Linear ....................................................................... 67
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 72

iv
TEORI RALAT (TEORI KETIDAKPASTIAN)

A. PENDAHULUAN
Eksperimen ilmiah umumnya didominasi oleh observasi dalam wujud
aktivitas pengukuran dan analisis data. Tujuannya antara lain verifikasi model
teoritis (rumus) yang telah ada, atau mencari dan menentukan konstanta fisika.
Hasilnya dapat digunakan sebagai umpan balik bagi model teori tersebut. Teori
yang baik harus dapat menjelaskan gejala-gejala alam, bahkan lebih dari itu
harus dapat meramalkan berbagai gejala baru yang perlu diuji dengan
eksperimen-eksperimen baru. Jadi, peran pengukuran dan analisis data dalam
perkembangan ilmu pengetahuan sangat penting. Secara umum praktikum fisika
dasar adalah ajang latihan eksperimen mahasiswa baru untuk mengenal
berbagai aspek pengukuran maupun analisis data. Paling tidak ada dua hal
penting sebagai latar belakang mengapa pengalaman praktikum tersebut
penting. Pertama, di SMA praktikum belum menjadi aktivitas akademik wajib
sehingga apresiasi siswa boleh dikatakan masih memprihatinkan. Kedua, saat
menekuni profesinya nanti prinsip-prinsip pengukuran dan analisis data harus
dikuasai dengan baik.

B. RALAT ATAU KETIDAKPASTIAN HASIL PENGUKURAN


Sebelum diuraikan bagaimana ralat atau ketidakpastian selalu meliputi
hasil pengukuran, akan dijelaskan pengertian pengukuran. Pengukuran adalah
tindakan yang bertujuan untuk menentukan kuantitas dimensi suatu besaran
pada suatu sistem, dengan cara membandingkannya dengan satu satuan
dimensi besaran tersebut, menggunakan alat ukur yang telah terkalibrasi
dengan baik.
Hasil pengukuran berupa angka-angka yang diteruskan ke khalayak untuk
keperluan ilmiah atau sekedar keperluan praktis saja. Agar keperluan tersebut
tercapai ada beberapa pertanyaan yang muncul. Adakah jaminan bahwa hasil
pengukuran tersebut tidak salah? Jika menyimpang dari nilai sebenarnya,
berapa penyimpangan tersebut? Seberapa jauh hasil pengukuran dapat
dipercaya? Bagaimana memberitahukan hasil pengukuran tersebut?

1
Hasil suatu pengukuran tidak bisa dijamin tepat karena pada suatu
pengukuran, misalnya dihasilkan angka 4,38 namun jika diulang bisa saja
muncul 4,37 atau 4,39 atau 4,38 atau angka lain yang tak dapat dipastikan.
Selalu ada ketidakpastian pada setiap angka yang diperoleh dari pengukuran.
Sumbernya berasal dari ketidaksempurnaan alat, metode atau cara, dan
manusia sebagai pelaku pengukuran.
Yang patut dilakukan dengan semua keadaan itu adalah mengelakkan
kesalahan yang mungkin. Tetapi terpulang pada ketidaksempurnaan manusia,
itu adalah hal yang mustahil dilakukan. Oleh sebab itu pada akhirnya harus
disadari bahwa setiap pengukuran selalu mengandung kesalahan dalam bentuk
ketidakpastian hasil. Jadi selain harus menyajikan hasil pengukuran dengan tata
cara yang tepat, perlu pula disampaikan secara jujur suatu taksiran
ketidakpastian yang terikut dalam hasil pengukuran. Rambu-rambu inilah yang
harus diperhatikan oleh pelaku eksperimen sehingga orang akan dapat
mengapresiasi hasil pengukuran secara wajar.

C. JENIS KESALAHAN DAN SUMBERNYA


Jenis kesalahan sebagai penyebab ketidakpastian hasil pengukuran
adalah:
1. Kesalahan sistematis (systematic errors)
Adalah ketidak-akuratan hasil pengukuran akibat alat, kalibrasi atau teknik
ukur yang salah. Misalnya:
a. Kesalahan alat:
1) kesalahan nol (zero error) akibat tidak berimpitnya titik nol skala
dengan titik nol jarum penunjuk.
2) kelelahan (fatigue) alat karena misalnya pegas yang dipakai telah
lembek.
3) gesekan antar bagian yang bergerak.
4) dan sebagainya.
Kesalahan ini bisa dihindari bila alat ukur diganti dengan yang lebih baik
jika mungkin.
b. Kesalahan kalibrasi yaitu ketidak-tepatan pemberian skala ketika
pertama kali alat dibuat. Bisa dihindari dengan membandingkan alat
tersebut dengan alat baku (standar).

2
c. Kesalahan pribadi pengamat:
1) Kesalahan parallax yaitu kesalahan akibat posisi mata saat
pembacaan skala tidak tepat tegak lurus di atas jarum.
2) Kesalahan interpolasi yaitu salah membaca kedudukan jarum
diantara dua garis skala terdekat.
3) Penguasaan prosedur dan ketangkasan penggunaan alat. Beberapa
peralatan membutuhkan prosedur yang rumit, misalnya osiloskop,
yang membutuhkan ketrampilan pemakaian yang cukup.
4) Sikap pengamat, misalnya kelelahan maupun keseriusan pengamat.
Sumber kesalahan ini dapat dihindari dengan sikap pengamatan yang
baik, memahami sumber kesalahan dan berlatih sesering mungkin.
d. Pemakaian alat pada kondisi berbeda dengan saat dikalibrasi, yaitu
pada kondisi suhu, tekanan atau kelembaban yang berbeda. Itulah
sebabnya perlu dicatat nilai variabel atau kondisi lingkungan saat
eksperimen dilakukan, misalnya suhu dan tekanan udara di laboratorium.
2. Kesalahan Rambangan (random errors)
Walupun kesalahan sistematis sudah berusaha dihindari, namun masih ada
sumber kesalahan lain berasal dari luar sistem dan tak dapat dikuasai
sepenuhnya:
a. Gerak brown molekul udara yang dapat mempengaruhi penunjukan alat-
alat halus seperti galvanometer.
b. Fluktuasi tegangan listrik yang tak teratur yang dapat mempengaruhi
hasil pengukuran dengan alat-alat ukur listrik.
c. Landasan (meja, lantai atau dudukan lain) alat yang bergetar akibat lalu
lintas atau sumber lain.
d. Noise atau bising pada rangkaian elektronika.
e. Latar belakang radiasi kosmos pada pengukuran dengan pencacah
radioaktif.

D. NILAI SEBENARNYA, NILAI PENDEKATAN TERBAIK DAN


PENYIMPANGAN
Uraian tentang sumber kesalahan di atas dapat diringkas sebagai
bersumber dari ketidaksempurnaan manusia dalam membuat alat, bersikap atau
mengantisipasi prilaku alam. Akibatnya adalah kesalahan pengukuran tidak

3
mungkin dihindari sehingga hasilnya bukanlah nilai sebenarnya (true value)
dari besaran yang diukur. Ingatlah bahwa nilai sebenarnya tak akan pernah
diketahui selamanya. Oleh sebab itu perlu dilakukan:
1. Pemilihan nilai pendekatan terbaik (best value) sebagai pengganti nilai
sebenarnya.
2. Pemilihan suatu nilai lainnya sebagai ukuran dari “penyimpangan” nilai
pendekatan terbaik (best value) terhadap nilai sebenarnya (true value). Nilai
ini sekaligus sebagai ukuran seberapa jauh nilai pendekatan terbaik dapat
dipercaya.

E. PENGUKURAN TUNGGAL DAN BERULANG


Pengukuran tunggal (satu kali) adalah pengukuran yang dilakukan hanya
sekali dan menghasilkan satu nilai data saja. Pengukuran berulang adalah
pengukuran yang dilakukan berkali-kali tanpa ada perubahan penyetelan
(setting) alat, misalnya lebar meja yang diukur 10 kali dengan mistar yang sama.
Seandainya pengukuran sekali dan berulang telah dilakukan dengan sebaik-
baiknya, sehingga tiap data masing-masing model pengukuran diperoleh dengan
cara-cara yang sama baiknya, tetap saja kualitas data pengukuran berulang
lebih baik dari pengukuran sekali. Mengapa demikian?
Data hasil pengukuran sekali kurang dipercaya karena mungkin saja jika
pengukurannya diulang akan diperoleh data yang berbeda. Intuisi kita
menyatakan semakin banyak pengukuran dilakukan akan diperoleh informasi
yang lebih lengkap tentang nilai sebenarnya. Kita pasti setuju dengan
pernyataan atau aksioma bahwa nilai sebenarnya akan dapat diperoleh bila
pengukuran dilakukan dalam jumlah yang tak terbilang. Tetapi alat akan rusak
atau pengamat akan sakit bila dilakukan pengukuran sebanyak-banyaknya. Jadi
berapa banyak pengukuran yang harus dilakukan? Bagaimana cara menentukan
nilai pendekatan terbaik? Bagaimana menentukan penyimpangannya dari nilai
sebenarnya? Bila dilakukan pengukuran n kali berapakah tingkat
kepercayaannya? Bagaimana kalau pengukurannya m kali dimana m  n ?

4
F. NILAI PENDEKATAN TERBAIK DAN KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN
BERULANG
Meskipun pengukuran berulang sangat disarankan, namun jumlahnya
tetaplah terbatas. Oleh sebab itu pengukuran berulang N kali disebut contoh
(sample). Sementara itu dari berbagai literatur dijelaskan bahwa sebaran atau
distrubusi data pengukuran berulang tak berhingga bersifat simetri Gauss.
Untuk sekumpulan data yang diperoleh dengan pengukuran berulang terbatas
N kali, distribusi datanya akan kian simetri bila N kian besar.

Dari N data yang diperoleh dengan N pengukuran berulang, akan dapat


diperoleh tiga besaran yaitu nilai rata-rata (mean) sample, nilai tengah
(median) sample, dan nilai terbanyak muncul (modus) sample. Manakah yang
patut dipakai sebagai nilai pendekatan terbaik?
Bila distribusi data hasil pengukuran N kali dipercayai seperti distribusi
Gauss (simetri), maka nilai ketiga besaran tersebut sama. Nilai pendekatan
terbaik yang paling tepat adalah nilai rata-rata sample karena sesuai dengan
asas kuadrat terkecil (Principle of Least Square) dalam statistik yang berbunyi
“Nilai terbaik diantara sekumpulan nilai suatu besaran adalah nilai yang
sedemikian rupa sehingga jumlah selisih nilai-nilai lain terhadap nilai tersebut
setelah dikuadratkan adalah sekecil-kecilnya”.
Nilai rata-rata sample, x
N

x1  x 2  ...  x N
 xi
x  i 1 (1)
N N
Dapat diturunkan bahwa ketidakpastian nilai rata-rata sample S x

 xi  x 
2

Sx  (2)
N N  1

Secara kasar Pers. (2) ini dapat diinterpretasikan sebagai representasi


simpangan tiap data xi terhadap nilai pendekatan terbaik x . Kuadrat dipakai

agar tak ada perbedaan simpangan akibat xi  x atau xi  x , sementara faktor


N ( N  1) muncul karena data yang diperoleh dianggap sebagai sample dari

semesta data hasil pengukuran besaran yang bersangkutan.


Cara semacam ini akan memberi informasi yang cukup kepada kita tentang
kualitas kumulatif hasil pengukuran, karena tidak praktis kalau dibeberkan satu

5
persatu penyimpangan tiap data terhadap nilai pendekatan terbaik. Apresiasi
khalayak akan muncul dengan melihat komposisi S x dan x . Contohnya, bila ada

dua orang melakukan pengukuran terhadap obyek yang sama dengan peralatan
yang sama. Pelaku A menghasilkan data 39,5 cm 40,0 cm dan 40,5 cm
sedangkan Pelaku B memperoleh data 39,9 cm, 40,0 cm dan 40,1 cm. Bila
dilihat dari nilai pendekatan terbaik saja, kedua orang tersebut menghasilkan
data yang sama baiknya. Namun dengan melihat data yang diperoleh sepintas,
segera diketahui bahwa Pelaku B patut mendapat penghargaan lebih. Oleh
karena itulah antara lain, hasil pengukuran perlu disampaikan dalam format
 
x  x  x [satuan] (3)
dengan ketidakpastian x  S x . Format tersebut secara statistik diberi

pengertian “apabila pengukuran besaran x diulang N kali, ada jaminan 68%


bahwa nilai rata-rata x sebagai nilai pendekatan terbaik akan berselisih
tidak lebih dari  S x terhadap nilai sebenarnya”.

Perhatikan bahwa semakin besar N , ketidakpastian x  S x akan semakin kecil,

yang berarti kualitas hasil pengukuran makin baik. Dapat dinalar pula misalnya
dengan N kali pengukuran diperoleh ketidakpastian x , maka bila diinginkan
ketidakpastian 10 kali lebih baik ( x 10 ) harus dilakukan 100 N pengukuran.
Namun dapat ditempuh cara lain yaitu dengan mempergunakan alat yang 10 kali
lebih teliti hanya dengan jumlah pengukuran N akan diperoleh ketelitian ( x 10 ).
Tentu saja kemudahan ini harus dibayar dengan mahalnya alat yang digunakan
karena 10 kali lebih teliti.
Contoh hasil pengukuran data yang dianggap sebagai sample yang
mengikuti distribusi Gauss :

6
2
i x i (cm) x i2 (cm )

1 10,1 100,00
2 10,2 104,04
3 10,0 100,00
4 10,0 100,00
5 9,8 96,04
6 10,1 102,01
7 9,8 96,04
8 10,3 106,09
9 9,8 96,04
10 10,0 100,00

Dapat diperoleh x  10,00 cm dan dengan menggunakan Pers. (2) didapatkan


ketidakpastian S x  0,06 cm. Jadi x  (10,00  0,06) cm. Perhatikanlah jumlah

angka berarti (angka penting) hasil yang disampaikan ( x ) ada 4, padahal data
pengukuran ( x i ) hanya 3. Ini wajar sebagai imbalan atas pengukuran 10 kali.
Mengenai angka berarti akan dibicarakan di bagian berikutnya.

G. NILAI PENDEKATAN TERBAIK DAN KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN


SATU KALI
Kadang-kadang dijumpai suatu keadaan sedemikian sehingga pengukuran
berulang tak bisa dilakukan. Misalnya persiapan pengukuran sedemikian rumit,
lama dan membutuhkan biaya serta tenaga yang banyak. Atau bisakah Anda
mengukur kecepatan satu mobil yang lewat di depan kampus berkali-kali?
Keadaan seperti itu membolehkan pengukuran dilakukan sekali. Tentu saja x
1
tak dapat dicari dengan Pers. (2). Pengukuran sekali menghasilkan x 
2
skala terkecil alat ukur yang dipakai. Namun bila hasil pengukuran sekali
1
akan digunakan untuk menghitung besaran lain, maka x  skala terkecil alat
3
ukur. Hal terakhir ini akan dibicarakan pada penentuan ketidakpastian akibat
ketidakpastian dengan sifat yang berbeda. Misalnya sebuah buku yang diukur
dengan mistar berskala terkecil 1 mm dan dilakukan sekali saja panjangnya
adalah 31,1 cm, maka hasilnya disajikan dalam bentuk l = (311,0  0,5) mm.

7
H. KETIDAKPASTIAN RELATIF DAN KESEKSAMAAN
Nilai x pada bentuk ( x  x ) adalah ketidakpastian mutlak (absolut)
yang memiliki satuan sama dengan x . Cara lain untuk melaporkan hasil
x
pengukuran adalah dengan menuliskan ketidakpastian relatif yaitu yang
x
x
tidak bersatuan atau dinyatakan dalam % dengan cara  100% . Cara seperti
x
ini memberi informasi lebih daripada penulisan ketidakpastian mutlaknya.
Contohnya, dua pengukuran dengan alat yang sama terhadap obyek berbeda,
masing-masing dilakukan sekali, menghasilkan data sebagai berikut:
l = (10,0  0,5) mm

l = (100,0  0,5) mm

Ketidakpastian mutlak keduanya sama tetapi ketidakpastian relatifnya


1
berbeda, yang pertama 5 % dan yang kedua % . Jadi alat tadi menghasilkan
2
ketelitian 10 kali lebih baik bila dipakai mengukur jarak 100 mm daripada
mengukur 10 mm. Ketidakpastian relatif ini dapat pula dipakai untuk menentukan
suatu ukuran kualitas yang disebut keseksamaan. Jika pengukuran ideal diberi
nilai 100 % seksama, maka ketidakpastian relatif dalam satuan persen dianggap
sebagai selisih keseksamaan sebenarnya (riil) terhadap keseksamaan ideal.
 x 
Keseksamaan  100 % -   %
 x 
Untuk contoh terakhir di atas l = (10,0  0,5) mm dan l = (100,0  0,5) mm
keseksamaan masing-masing adalah 95 % dan 99,5 %. Jelas bahwa hasil
kedua lebih baik.

I. ANGKA BERARTI (ANGKA PENTING)


Ketelitian (precision) hasil eksperimen dicerminkan oleh banyak digit
bilangan hasil perhitungan. Teknologi kalkulator memungkinkan perhitungan
dengan banyak angka dibelakang desimal dapat dilakukan dengan mudah.
Namun hal tersebut tidaklah berarti ketelitian dapat ditentukan sembarang.
Jumlah angka berarti sebagai gambaran hasil eksperimen harus memperhatikan
ketelitian alat yang digunakan seperti contoh sebelumnya. Angka berarti yang
terdapat dalam hasil eksperimen didefinisikan:

8
1. Angka terkiri bukan nol adalah digit paling berarti (most significant
digit/MSD).
2. Jika tak ada tanda desimal (koma) maka angka terkanan bukan nol adalah
digit paling kurang berarti (least significant digit/LSD).
3. Jika ada tanda desimal (koma) maka angka terkanan adalah digit paling
kurang berarti, meskipun digit tersebut nol.
4. Angka diantara LSD dan MSD adalah angka berarti.
Nilai-nilai pada contoh berikut ini memiliki 4 angka berarti: 1234; 123.400;
123,4; 1001; 1000; 10,10; 0,0001010; 100,0. Namun ada kemungkinan ambigu
pada angka tanpa tanda desimal (koma) ketika angka paling kanan adalah nol.
Angka 1010 akan dianggap 3 angka berarti padahal nol terakhir memiliki arti fisik
yang jelas. Untuk menghindari hal tersebut gunakan saja tanda desimal atau
pakai notasi scientific yaitu angka dalam notasi desimal dikalikan dengan
perpangkatan 10 (power of ten). Jadi 1010 dapat ditulis 1010, (tak lazim) atau
1,010 x 103 jika keempat angka tersebut berarti.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah pemotongan atau
pembulatan angka. Jumlah angka berarti biasanya 1 angka lebih banyak
daripada ketelitian eksperimen. Alasannya adalah untuk menghindari kesalahan
akibat pembulatan disaat-saat berikutnya. Contoh bila hasil eksperimen adalah
L = 1,979 m dengan ketidakpastian 0,012 m, hasil ini dituliskan L = (1,979 
0,012) m. Namun bila angka pertama dari ketidakpastian besar seperti misalnya
0,082 m, maka kita tuliskan L = (1,98  0,08) m.
Pembulatan angka yang kurang berarti dilakukan agar diperoleh akurasi
terbaik. Caranya:
1. Jika bagian tersebut lebih dari 0,5 maka bulatkan ke atas.
2. Jika kurang dari 0,5 maka bulatkan ke bawah.
3. Jika sama dengan 0,5 maka bulatkan ke bilangan genap terdekat.
Contoh untuk panduan ketiga: bilangan 1,25 bila hendak dibulatkan akan
menjadi 1,2 tetapi bilangan 1,35 bila hendak dibulatkan akan menjadi 1,4.
Tindakan lain yang juga disarankan adalah tidak melakukan pembulatan
sebelum hasil akhir diperoleh. Jadi bila Anda menggunakan kalkulator, bulatkan
hasil perhitungan paling akhir saja.

9
J. ACCURACY, PRECISION, ERROR DAN UNCERTAINTY
Penting sekali untuk membedakan beberapa istilah yang sering dijumpai
saat hasil eksperimen disampaikan.
Accuracy (akurasi – ketepatan) adalah suatu ukuran seberapa dekat hasil
eksperimen dengan nilai sebenarnya. Jadi nilai ini sebanding dengan
ketepatan hasil.
Precision (presisi – ketelitian) adalah ukuran seberapa baik hasil eksperimen
telah ditentukan tanpa mengacu pada nilai sebenarnya. Ketelitian lebih
mengarah pada pengertian seperti kekonsistenan hasil. Alat yang
menghasilkan data seperti angka sebelumnya dikatakan alat yang teliti,
tidak peduli apakah hasil tersebut tepat atau tidak dengan nilai
sebenarnya.
Error (ralat – kesalahan) adalah perbedaan antara hasil observasi atau
pengukuran dengan nilai sebenarnya.
Uncertainty (ketidakpastian) berkaitan dengan fluktuasi simpangan data xi

terhadap nilai pendekatan terbaik x , sebagai gambaran kualitas hasil


pengukuran atau perhitungan.

K. RAMBATAN KESALAHAN
Roti dibuat dari beberapa bahan antara lain terigu, gula, pengembang yang
akan diproses dengan suatu cara tertentu. Kesalahan dalam memilih atau
menimbang terigu atau gula jelas akan mempengaruhi kualitas rotinya. Demikian
pula bila tatacara pembuatannya keliru, juga akan mempengaruhi kualitas roti.
Pesan ilustrasi di atas adalah bahwa kesalahan pada tindakan awal akan
menentukan kualitas hasil akhir.
Analogi perumpamaan sederhana tersebut dapat dijumpai dalam
penentuan suatu besaran dengan eksperimen. Misalnya pada penentuan luas
meja praktikum melalui pengukuran panjang dan lebar (tak ditentukan
pengukuran masing-masing sekali atau lebih). Pengukuran panjang akan
menghasilkan ketidakpastian yang sebanding dengan kesalahan pengukuran,
demikian pula pada penentuan lebar meja. Ketidakpastian panjang dan lebar
meja pasti akan memberi kontribusi pada ketidakpastian luas. Selain itu proses
interaksi besaran panjang dan lebar dalam penentuan luas, seperti halnya

10
proses pembuatan roti tadi, akan memberi sumbangan pula terhadap
ketidakpastian luas.

Panjang meja : p  ( p  p) m

Lebar meja : l  (l  l ) m
Luas meja : L  p  l hasilnya dinyatakan dalam ( L  L ) m2
Ketidakpastian p , l serta proses pl akan berkontribusi dalam
penentuan L . Bila l dan p diukur maka p  S p dan l  S l

 
2
 L 
 
2
 L 
L    S p    Sl
2 2
(4)
 p   l 

L
Marilah kita interpretasikan secara sederhana arti Pers. (4). Lambang adalah
p

simbol operasi diferensial (turunan) parsial, yaitu turunan L terhadap salah satu
variabelnya, p . Kita tentu tahu bahwa operasi diferensial tersebut menyatakan
bagaimana perubahan pada p akan mempengaruhi L ; anggap saja seperti
pengaruh p dalam penentuan L . Jelas bahwa Pers. (4) adalah cara

menentukan ketidakpastian L dari ketidakpastian masing-masing variabel dan


dari proses interaksinya.
Secara umum bila sebuah besaran diperoleh dari hubungan dengan
variabel-variabelnya seperti berikut
F  f ( x, y, z ,...) (5)
maka ketidakpastian F adalah :

 
2

   F 
 
2 2
 F   F 
F    S x    S y    Sz  ....
2 2 2
(6)
 x   y   z 

Untuk lebih jelasnya marilah kita perhatikan contoh berikut ini.


Eksperimen sederhana untuk menentukan volume silinder pejal dilakukan
dengan mengukur diameter dan tinggi silinder tersebut berulang-ulang. Cara
memperoleh data diameter dan tinggi silinder yang demikian menyebabkan
kedua data bersifat sama; diperoleh dari pengukuran berulang.
Volume silinder V = luas lingkaran penampang silinder × tinggi silinder
V  R 2 t

d 2
2
d
atau V     t  t
2 4

11
dengan d dan t adalah diameter dan tinggi silinder.
Berikut ini adalah contoh hasil pengukuran d dan t yang disajikan dalam tabel
2 2
i d i (cm) t i (cm) (d i  d ) 2 (cm) (ti  t ) 2 (cm)
1 2,34 10,51 0,000081 0,000025
2 2,31 10,5 0,000441 0,000025
3 2,31 10,51 0,000441 0,000025
4 2,33 10,5 0,000001 0,000025
5 2,32 10,5 0,000121 0,000025
6 2,35 10,52 0,000361 0,000225
7 2,33 10,5 0,000001 0,000025
8 2,33 10,51 0,000001 0,000025
9 2,34 10,5 0,000081 0,000025
10 2,35 10,5 0,000361 0,000025
x 2,331 10,505
 0,00189 0,00045

Ketidakpastian diameter dan tinggi silinder diperoleh melalui Pers. (2) dengan
hasil angka-angka pada tabel sebelah kiri.

Sd 
 (d i  d )2
 0,004582576 cm
N N  1

St 
 (t i  t)2
 0,00223607 cm
N N  1
Untuk menuliskan hasil akhir, perhatikan rambu-rambu berikut:
1. Jika d diukur dengan mistar berskala terkecil 1 mm (0,1 cm), angka kedua
dibelakang koma adalah taksiran. Karenanya meskipun pengukuran berulang
menjadikan hasil lebih teliti, ada baiknya supaya aman batasi sampai
taksiran tersebut (dua angka dibelakang koma). Jadi d = 2,33 cm (Ada 3
angka berarti; angka 1 dibulatkan ke bawah). Bila t diperoleh dengan mistar
yang sama, maka penulisannya t = 10,50 cm (Ada 4 angka berarti. Ingat,
angka lima terakhir dibulatkan ke angka genap terdekat. Jika t aslinya
10,515 cm maka pembulatnnya adalah 10,52 cm).
2. Penulisan hasil d = (2330  4) x 10-3 cm atau d = (23,30  0,04) mm.
Penulisan hasil t = (10500  2) x 10-3 cm atau t = (105,00  0,02) mm.

12
d 2
Proses berikutnya adalah menentukan volume silinder V  t diubah menjadi
4
2
d
V t dan dengan mengambil  =3,14, maka
4

3,14  23,30 2
V  105,00
4
 44960,79258 mm 3

Ketidakpastian volume SV diperoleh dari Pers. (6) yang telah disesuaikan, yaitu:

   
2 2
 V   V 
SV   
2 2
 Sd  St (7)
 d   t 

Perhatikan rumus ini baik-baik, F adalah V sedangkan x dan y disesuaikan


menjadi d dan t . Perhatikan pula ketidakpastiannya. Selanjutnya menentukan
V V
dan .
d t
2
V 2d V 2 d V d 2 V  d
 t diubah jadi  t dan  diubah menjadi  .
d 4 d 4 t 4 t 4
V 2  3,14  23,30
Jadi   105,50 mm 2  3859,2955 mm 2
d 4

V 3,14  23,30 2
dan  mm 2  426,16865 mm 2
t 4
Bila nilai-nilai ini dimasukkan ke Pers. (7), begitu pula nilai S d dan S t yang telah

didapat, akan diperoleh :

SV  (3859,2955) 2
 
mm 4  (0,04) 2 mm 2  (426,16865) 2 mm 4  (0,02) 2 mm 2 
 154,6069426 mm 3

 0,1546069426cm 3

Hasil-hasil ini dituliskan sebagai V  (V  SV )  (44,96  0,15) cm3 .


(Kenapa diambil dua angka dibelakang koma untuk satuan cm?)

L. KETIDAKPASTIAN YANG BERLAINAN SIFAT


Pengertian berlainan sifat pada ketidakpastian adalah ketidakpastian yang
diperoleh dari pengukuran sekali dan ketidakpastian yang diperoleh dari
pengukuran berulang, akan digunakan dalam penentuan ketidakpastian besaran
lain. Misalnya pada contoh penentuan volume silinder bahasan sebelumnya,

13
diameter diukur sekali dan tinggi silinder diukur berulang. Pers. (7) tetap
digunakan, tetapi S d diambil dari sepertiga skala terkecil. Alasannya adalah:

a) Pengukuran berulang : S x memiliki tingkat kepercayaan 68%.

b) Pengukuran tunggal : karena hanya diukur sekali, mau tidak mau kita
harus mengambil (percaya penuh) hasilnya, S x dengan nilai ½ skala

terkecil dipercaya 100%.


c) Tingkat kepercayaan 68% dan 100% harus disamakan dengan cara
mengubah kepercayaan 100% menjadi 68% :
2 2 1 1
 100 %  68 %   skala terkecil  skala terkecil.
3 3 2 3
d) Perhitungan lainnya sama seperti contoh penentuan volume silinder bab
sebelumnya.

M. KETIDAKPASTIAN DARI GRAFIK BESARAN DENGAN VARIABEL DIUBAH


Selain pengukuran berulang, dilakukan pula pengambilan data suatu
besaran mengacu pada besaran lain yang berubah. Contoh:
1. Posisi benda bergerak pada berbagai waktu pengamatan untuk menentukan
kecepatan dan percepatan benda. Posisi diukur saat t 0 , t1 , t 2 ,  yang berbeda-
beda.
2. Pengukuran periode ayunan matematis untuk berbagai panjang tali bandul,
pada percobaan penentuan percepatan gravitasi bumi.
3. Pengukuran panjang gelombang suara untuk frekuensi yang berbeda-beda,
pada eksperimen penentuan laju suara.
4. dan lain-lain.
Cara mudah dan komunikatif untuk menyampaikan hasil percobaan
semacam ini adalah dengan grafik (gambar) karena satu grafik akan dapat
memberi informasi-informasi hasil pendekatan terbaik beserta simpangannya.
Grafik yang mudah dianalisis adalah grafik linier atau garis lurus yang
mempunyai model y  ax  b , dimana x adalah variabel bebas yang diletakkan
pada sumbu datar, dan y adalah variabel terikat (bergantung x ) yang diletakkan
pada sumbu tegak. Sementara a adalah kemiringan (gradien) garis dan b
adalah titik potong garis lurus dengan sumbu tegak. Secara teoritis pasangan
titik ( x, y ) akan membentuk garis lurus. Inilah garis lurus sebenarnya yang

14
tidak akan pernah diperoleh. Pasangan data yang diperoleh dari
pengukuran sedikit banyak mempunyai simpangan terhadap garis lurus
sebenarnya (teoritis). Kalau titik-titik hasil pengukuran dihubungkan tak akan
membentuk garis lurus. Bagaimana mencari garis lurus pendekatan terbaik?
Bagaimana simpangannya? Jika diingat-ingat persoalan ini mirip dengan
pengukuran berulang: mencari nilai pendekatan terbaik (rata-rata) terhadap nilai
sebenarnya, beserta ketidakpastiannya.
Perhatikanlah dalam eksperimen akan diperoleh pasangan data riil hasil
pengukuran ( xi , y i ) yang tak mungkin membentuk garis lurus. Indeks i
menyatakan pengukuran ke- i . Garis lurus pendekatan (estimasi) terbaik
hanya bisa diperoleh dari data hasil pengamatan karena cuma data itu yang
dimiliki. Dimisalkan Pers. garis lurus pendekatan terbaik tersebut adalah:
yˆ i  axi  b (8)
ingat bahwa xi dan y i diperoleh dari pengamatan, sedangkan ŷ i dihitung
berdasarkan Pers. (8). Nilai y i mewakili data hasil pengamatan dan ŷ i mewakili
nilai pendekatan terbaik yang akan memberikan garis lurus pendekatan terbaik.
Bagaimana memperoleh a dan b ? Disini tak akan diuraikan bagaimana a dan
b diturunkan melainkan langsung rumusnya.

N  ( xi y i )   xi  y i
a (9)
N  xi2  ( xi ) 2

b
 xi2  y i   xi  ( xi y i )
(10)
N  xi2  ( xi ) 2

Hasil Pers. (9) dan (10) dapat digunakan untuk menentukan pasangan titik-titk
( xi , yˆi ) yang akan membentuk garis lurus pendekatan terbaik. Bagaimana

ketidakpastian ŷ , a dan b ?

S yˆ 
 ( yi  yˆi ) 2 (11)
N 2
Ketidakpastian ini disebut standard error of estimate atau taksiran terbaik
simpangan baku (ralat baku estimasi). Perhatikan  ( yi  yˆi ) 2 dapat diartikan

sebagai simpangan kumulatif antara hasil pengamatan dengan nilai pendekatan.


N
S a  S yˆ (12)
N xi2  ( x i ) 2

15
S b  S yˆ
 xi2 (13)
N  xi2  ( xi ) 2

Untuk memperjelas uraian di atas berikut ini dibahas contoh model dan data
eksperimen ayunan matematis.
l
T  2 (14)
g

Hubungan T dan l tidak linier. Pers. (14) perlu disesuaikan sehingga diperoleh
hubungan antar variabel yang linier. Untuk itu Pers. (14) diubah menjadi
l 4 2
T 2  4 2 atau T 2  l (14.a)
g g

Persamaan ini analog dengan Pers. (8), y  ax  b di mana T 2  y , l  x dan

4 2
 a Sedangkan b dicari dari rumus.
g

Misalkan data hasil pengukuran eksperimen ayunan matematis adalah seperti


disajikan dalam tabel berikut:
i l T l2 T2 lT2
1 0,60 1,56 0,36 2,4336 1,4602
2 0,70 1,68 0,49 2,8224 1,9757
3 0,80 1,80 0,64 3,2400 2,5920
4 0,90 1,90 0,81 3,6100 3,2490
5 1,00 2,00 1,00 4,0000 4,0000
6 1,10 2,11 1,21 4,4521 4,8973
7 1,20 2,20 1,44 4,8400 5,8080
8 1,30 2,28 1,69 5,1984 6,7579
9 1,40 2,40 1,96 5,7600 8,0640
10 1,50 2,51 2,25 6,3001 9,4502
 10,50 20,44 11,85 42,6566 48,2542

Pasangan data hasil pengukuran adalah ( l, T ). Penentuan a dan b dilakukan


dengan Pers. (9) dan (10) yang disesuaikan dengan notasi eksperimen ini:
N  (l i Ti 2 )   l i  Ti 2
a (15)
N  l i2  ( l i ) 2

16
 li2  T i   li  (li Ti 2 )
2

b (16)
N  li2  ( l i ) 2

Diperoleh a  4,199745s 2 / m dan b  0,144073s 2 . Seperti besaran lainnya, a dan


b harus dicari ketidakpastiannya dengan Pers. (12) dan (13) setelah ŷ dan

Pers. (11) diselesaikan. Nilai-nilai ŷ diperoleh dari Pers. (8), yˆ i  axi  b yang

diubah menjadi Tˆi 2  ali  b . Jika digabung dengan data sebelumnya akan

diperoleh :

i l (m) T (s) l 2 (m 2 ) T 2 (s 2 ) lT 2 (ms 2 ) Tˆ 2 (s 2 ) (T 2  Tˆ 2 ) 2 (s 2 )


1 0,60 1,56 0,36 2,4336 1,4602 2,663920 0,053047
2 0,70 1,68 0,49 2,8224 1,9757 3,083895 0,068379
3 0,80 1,80 0,64 3,2400 2,5920 3,503869 0,069627
4 0,90 1,90 0,81 3,6100 3,2490 3,923844 0,098498
5 1,00 2,00 1,00 4,0000 4,0000 4,343818 0,118211
6 1,10 2,11 1,21 4,4521 4,8973 4,763793 0,097152
7 1,20 2,20 1,44 4,8400 5,8080 5,183767 0,118176
8 1,30 2,28 1,69 5,1984 6,7579 5,603742 0,164302
9 1,40 2,40 1,96 5,7600 8,0640 6,023716 0,069546
10 1,50 2,51 2,25 6,3001 9,4502 6,443691 0,020618
 10,50 20,44 11,85 42,6566 48,2542 45,538055 0,877557

Dengan Pers. (11), akan diperoleh S yˆ  0,076875948 s 2 . Selanjutnya

N N
S a  S yˆ  S a  S yˆ
N xi2  ( x i ) 2 N l i2  ( l i ) 2

S b  S yˆ
 xi2  S b  S yˆ
 li2
N  xi2  ( xi ) 2 N  l i2  ( l i ) 2

Hasilnya S a  0,084637633 s 2 / m dan S b  0,092134585 s 2 .


Sebelum g dihitung, marilah kita lihat grafik berikut.

17
Grafik Hubungan antara Panjang Tali terhadap Kuadrat Periode
Osilasi
8

Kuadrat Periode, T 2 (s 2)
6 y = 4,1997x - 0,1441

0
0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6
Panjang Tali, l (m)

Data Pengukuran Data Estimasi

Data pengukuran tidak boleh dihubungkan dengan garis lurus atau patah-
patah. Hanya data estimasi yang dihubungkan dengan garis lurus. Garis lurus ini
adalah garis lurus pendekatan terbaik untuk eksperimen ayunan matematis
tersebut. Jika titik-titik hasil pengukuran cukup dekat dengan titik-titik estimasi,
data eksperimen dianggap berkualitas baik. Selanjutnya menentukan g .

4 2
Analisis sebelumnya memperlihatkan a  , maka :
g

4 2 4  3,14 2
g   9,390664369 m/s 2
a 4,199745

Sesuai aturan g  ( g  S g ) . Berapakah S g ? Berdasarkan Pers. (6) maka :

2 2
 g 
2
 4 2   4  3,142 
S g    Sa     2  Sa      0,0846376332
2 2
2
 a   a   4,199745 

S g  0,189250423 m/s 2

Hasil tersebut dilaporkan dengan pertimbangan ketelitian dua angka dibelakang


koma, merujuk ketelitian alat yang digunakan.
Jadi g  (9,39  0,19) m/s 2 .

N. TAMBAHAN-TAMBAHAN
Selain berbagai uraian di atas, kiranya perlu diperhatikan pula beberapa
hal berikut.

18
1. Bila y  ax n dengan n dapat berupa bilangan bulat atau pecahan, maka
ketelitian hasil pengukuran menurun jika n  1 , tapi membaik bila n  1 .
2. Bila y  e x , ketidakpastian y akan membesar cepat sekali bila x  1 . Jadi x
harus diukur dengan alat yang paling teliti yang tersedia.
y
3. Bila y  sin(x) , untuk sudut kecil akan menghasilkan ketelitian yang gawat.
y

z x  y
4. Bila z  x  y , maka  . Ketelitian relatif menjadi merosot sekali bila
z x y

y  x . Untuk menghindari itu, jangan mengukur x dan y secara terpisah,

melainkan lakukan pengukuran keduanya berbarengan. Misal pada


pengukuran beda potensial, langsung ukur beda potensial antara dua titik
tanpa masing-masing titik diukur lebih dulu tegangannya ke tanah (ground).
5. Bila z  x m y n dengan m dan n bulat ataupun pecahan, maka jikalau m
adalah 10  lebih besar dari n , pengukuran x harus diusahakan dengan alat
yang 10x lebih teliti daripada alat untuk mengukur y .
6. Pemanfaatan grafik garis lurus seperti pada point ke-M, harus digunakan
model hubungan linier antara variabel-variabel yang dilibatkan. Misalnya,
model asli ayunan matematis perlu diubah dulu menjadi seperti Pers. (13.a)
sehingga diperoleh hubungan linier antara T 2 terhadap l . Contoh lainnya
1
adalah   v. . Meskipun pada eksperimen ini diukur  dan f , namun
f

analisis dan grafik dibuat atas hubungan linier antara  terhadap 1 / f . Kasus-
kasus ini dinyatakan dengan istilah “pelurusan persamaan”.
7. Contoh lainnya model I  I 0 e  ax dengan a dan I 0 adalah konstanta, diukur I
dan x . Bila I dan x diplot langsung akan diperoleh grafik eksponen yang
tidak lurus sehingga Pers. (8), (9) dan yang terkait tak boleh dipakai. Untuk
meluruskan model ini ubah menjadi Ln ( I )  ax  Ln ( I 0 ) . Model baru ini
memperlihatkan bahwa hubungan ln(I ) terhadap x linier dengan gradient  a
dan konstanta ln( I 0 ) .

19
PERCOBAAN PENDAHULUAN

PENGUKURAN MEKANIK DASAR

A. Tujuan percobaan
a. Memahami konsep pengukuran dan teori ralat
b. Mampu menggunakan alat-alat ukur mekanik dasar
c. Mampu menentukan nilai ralat pada pengukuran tunggal dan berulang.

B. Alat dan bahan


a. Mistar
b. Jangka sorong
c. Mikrometer sekrup
d. Gelas ukur
e. Neraca/ timbangan
f. Neraca pegas (Dinamometer)
g. Timbangan
h. Stopwatch
i. Termometer
j. Barometer

C. Percobaan
1. Mistar
Penggaris adalah sebuah alat pengukur dan alat bantu gambar untuk
menggambar garis lurus. Terdapat berbagai macam penggaris, dari mulai
yang lurus sampai yang berbentuk segitiga (biasanya segitiga siku-siku
sama kaki dan segitiga siku-siku 30°–60°). Penggaris dapat terbuat dari
plastik, logam, berbentuk pita dan sebagainya. Juga terdapat penggaris
yang dapat dilipat.

20
Gambar 1. Berbagai jenis mistar
a. Berapa skala terbesar dan terkecil yang ditunjukkan mistar dan apa
satuannya?
b. Berdasarkan data yang Anda peroleh, bagaimana cara menentukan
ketelitian penggaris? Berapa besar ketelitian tersebut!
c. Ukurlah panjang, lebar dan tinggi balok masing-masing sebanyak 5 kali
dan catat hasil pengukurannya dalam tabel berikut!
No Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)
1
2
3
4
5

d. Dari Tabel di atas, hitung rata-rata dari pengukuran panjang, lebar dan
tinggi
e. Hitunglah selisih nilai setiap data dengan nilai rata-rata yang anda
peroleh! Tuliskan hasilnya dalam tabel berikut

No Panjang (cm) 𝑝 − 𝑝̅
1
2
3
4
5
𝑝̅

21
No Lebar (cm) 𝑙 − 𝑙̅
1
2
3
4
5
𝑙̅

No Tinggi (cm) 𝑡 − 𝑡̅
1
2
3
4
5
𝑡̅

f. Tulislah hasil pengukuran panjang, lebar dan tinggi dalam bentuk:


Hasil pengukuran = Rata-rata ± ketidakpastian
2. Jangka sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai
seperseratus milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian
bergerak. Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian
dan ketelitian pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah
dilengkapi dengan display digital. Pada versi analog, umumnya tingkat
ketelitian adalah 0,05 mm untuk jangka sorang dibawah 30 cm dan 0,01
untuk yang di atas 30 cm.
Kegunaan jangka sorong untuk mengukur suatu benda dari sisi luar
dengan cara diapit; untuk mengukur sisi dalam suatu benda yang biasanya
berupa lubang (pada pipa, maupun lainnya) dengan cara diulur; untuk
mengukur kedalamanan celah/lubang pada suatu benda dengan
"menancapkan/menusukkan" bagian pengukur.

22
a. Perhatikan gambar jangka sorong di bawah ini!

Gambar 2. Jangka sorong


b. Sebutkan bagian-bagian dari gambar jangka sorong yang ditandai,
kemudian jelaskan fungsi masing-masing bagian jangka sorong
tersebut!
No Nama Fungsi
1
2
3
4
5

c. Berapa skala terbesar dan terkecil yang ditunjukkan pada nomor 1 dan
apa satuannya?
d. Berapa skala terbesar dan terkecil yang ditunjukkan pada nomor 2 dan
apa satuannya?
e. Berdasarkan data yang Anda peroleh pada nomor c) dan d), bagaimana
cara menentukan ketelitian jangka sorong? Berapa besar ketelitian
tersebut!
f. Ukurlah diameter dalam, diameter luar dan tinggi silinder masing-masing
sebanyak 5 kali dan catat hasil pengukurannya dalam tabel berikut!

No dl (cm) dd (cm) t (cm)


1
2
3
4
5

23
g. Dari tabel di atas, hitung rata-rata dari pengukuran diameter dalam,
diameter luar dan tinggi silinder!
h. Hitunglah selisih nilai setiap data dengan nilai rata-rata yang anda
peroleh! Tuliskan hasilnya dalam tabel berikut!
No dl (cm) ̅
𝑑𝑙 − 𝑑𝑙 ̅ )2
(𝑑𝑙 − 𝑑𝑙
1
2
3
4
5
𝑝̅

No dd (cm) ̅̅̅̅
𝑑𝑑 − 𝑑𝑑 ̅̅̅̅ )2
(𝑑𝑑 − 𝑑𝑑
1
2
3
4
5
𝑝̅

No tinggi (cm) 𝑡 − 𝑡̅ (𝑡 − 𝑡̅ )2
1
2
3
4
5
𝑝̅

i. Tulislah hasil pengukuran diameter dalam, diameter luar dan tinggi


silinder dalam bentuk :
Hasil pengukuran = Rata-rata ± ketidakpastian
3. Mikrometer sekrup
Mikrometer adalah alat ukur yang dapat melihat dan mengukur benda
dengan satuan ukur yang memiliki ketelitian 0,01 mm. jenis mikrometer ada
3 yaitu mikrometer luar, mikrometer dalam dan mikrometer kedalaman.
Mikrometer luar digunakan untuk ukuran memasang kawat, lapisan-lapisan,

24
blok-blok dan batang-batang. Mikrometer dalam Mikrometer dalam
digunakan untuk mengukur garis tengah dari lubang suatu benda.
Mikrometer kedalaman Mikrometer kedalaman digunakan untuk mengukur
kerendahan dari langkah-langkah dan slot-slot.
Satu mikrometer ditetapkan dengan menggunakan satu mekanisme
sekrup titik nada. Satu fitur yang menarik tambahan dari mikrometer-
mikrometer adalah pemasukan satu tangkai menjadi bengkok yang terisi.
Secara normal, orang bisa menggunakan keuntungan mekanis sekrup untuk
menekan material, memberi satu pengukuran yang tidak akurat. Dengan
cara memasang satu tangkai yang roda bergigi searah keinginan pada satu
tenaga putaran tertentu.
a. Perhatikan gambar mikrometer sekrup di bawah ini!

Gambar 3. Mikrometer sekrup


b. Jelaskan fungsi masing-masing bagian mikrometer tersebut!
No Nama Fungsi
1
2
3
4
5
6
7
8

c. Berapa skala terbesar dan terkecil dan apa satuannya?


d. Berdasarkan data yang Anda peroleh pada nomor c) dan d), bagaimana
cara menentukan ketelitian mikrometer sekrup? Berapa besar ketelitian
tersebut!

25
e. Ukurlah panjang, lebar dan tinggi balok masing-masing sebanyak 5 kali
dan catat hasil pengukurannya dalam tabel berikut!

No Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)


1
2
3
4
5

f. Dari tabel di atas, hitung rata-rata dari pengukuran panjang, lebar dan
tinggi!
g. Hitunglah selisih nilai setiap data dengan nilai rata-rata yang anda
peroleh! Tuliskan hasilnya dalam tabel berikut!
No Panjang (cm) 𝑝 − 𝑝̅ (𝑝 − 𝑝̅ )2
(Cm)
1
2
3
4
5
𝑝̅

No Lebar (cm) 𝑙 − 𝑙̅ (𝑙 − 𝑙 ̅ )2
1
2
3
4
5
𝑙̅

26
No Tinggi (cm) 𝑡 − 𝑡̅ (𝑡 − 𝑡̅ )2
1
2
3
4
5
𝑡̅

h. Tulislah hasil pengukuran panjang, lebar dan tinggi dalam bentuk:


Hasil pengukuran = Rata-rata ± ketidakpastian
4. Neraca/ timbangan
Timbangan adalah alat yang dipakai melakukan pengukuran massa
suatu benda. Timbangan/neraca dikategorikan kedalam sistem mekanik dan
juga elektronik/Digital. Salah satu contoh timbangan adalah neraca pegas
(dinamometer). Neraca pegas adalah timbangan sederhana yang
menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang
diukurnya. Neraca pegas (seperti timbangan badan) mengukur berat,
defleksi pegasnya ditampilkan dalam skala massa (label angkanya sudah
dibagi gravitasi). Persamaan matematis suatu neraca pegas dinyatakan
dalam:
𝑘𝑥 = 𝑚𝑔, (1)
dengan k adalah konstanta pegas, x defleksi, m massa dan g percepatan
gravitasi.
Neraca/timbangan dengan bandul pemberat (seperti yang terdapat di
pasar ikan/sayur) menimbang massa. Biasanya menggunakan massa
pembanding yang lebih kecil dengan lever (tuas) yg panjang. Mengikuti
hukum tuas (persamaan momen).
𝑚1 𝑔𝐿1 = 𝑚2 𝑔𝐿2 , (2)
dengan m1,m2 massa benda pertama, massa benda kedua, L1,L2 panjang
tuas pertama, panjang tuas kedua.
Neraca pegas menunjukkan angka yang berbeda di bumi dan bulan,
atau di daerah yang gravitasinya berbeda. Timbangan bandul menunjukkan
angka yg sama di mana pun, asal masih ada gravitasi untuk menggerakkan
timbangan.

27
a. Perhatikan gambar neraca tiga lengan di bawah ini

Gambar 4. Neraca tiga lengan


b. Jelaskan fungsi masing-masing bagian neraca tiga lengan tersebut!
No Nama Fungsi
1
2
3
4
5
6

c. Berapa skala terbesar dan terkecil dan apa satuannya?


d. Berdasarkan data yang Anda peroleh pada nomor c) dan d), bagaimana
cara menentukan ketelitian neraca tiga lengan? Berapa besar ketelitian
tersebut!
e. Ukurlah benda masing-masing sebanyak 5 kali dan catat hasil
pengukurannya dalam tabel berikut!
No Massa (g)
1
2
3
4
5

f. Dari tabel di atas, hitung rata-rata dari pengukuran massa!


g. Hitunglah selisih nilai setiap data dengan nilai rata-rata yang anda
peroleh! Tuliskan hasilnya dalam tabel berikut!

28
No Massa (g) 𝑚−𝑚
̅ ̅ )2
(𝑚 − 𝑚
1
2
3
4
5
𝑚
̅

h. Tulislah hasil pengukuran massa dalam bentuk:


Hasil pengukuran = Rata-rata ± ketidakpastian
5. Neraca pegas ( dinamometer)
Neraca pegas mempunyai dua baris skala, yaitu skala N (newton) dan
g (gram). Untuk menimbang beban (benda),atur terlebih dahulu skala 0 (nol)
dengan cara memutar sekrup pengatur skala. Setelah itu gantungkan benda
padapengait neraca. Selanjutnya, baca hasil pengukuran. Kelebihan
menimbang beban dengan neraca pegas yaitudalam sekali menimbang
benda dapat diketahui massa dan berat benda sekaligus.
a. Perhatikan gambar neraca pegas di bawah ini

Gambar 5. Neraca Pegas


b. Pada neraca pegas berapakah skala terbesar dan terkecilnya dan apa
satuannya?
c. Bagaimana cara mengkalibrasi neraca pegas tersebut?
d. Ambillah tiga buah benda, kemudian ukurlah massa dan berat benda-
benda tersebut dan catat hasil pengukurannya dalam tabel!

29
Nama benda Massa(g) Berat N

e. Dari tabel di atas, hitung rata-rata dari pengukuran massa.


f. Hitunglah selisih nilai setiap data dengan nilai rata-rata yang anda
peroleh! Tuliskan hasilnya dalam tabel berikut!

No Massa (g) 𝑚−𝑚


̅ ̅ )2
(𝑚 − 𝑚
1
2
3
4
5
𝑝̅

g. Tulislah hasil pengukuran massa dalam bentuk:


Hasil pengukuran = Rata-rata ± ketidakpastian
6. Stopwatch
a. Ambilah stopwatch, amatilah kemudian sebutkan bagian-bagian yang
ada dalam stopwatch tersebut!
b. Berapakah batas maksimum dan minimum tekanan yang ditunjukkan
stopwatch?
c. Berapakah skala terkecil masing-masing bagian skala yang ada dalam
stopwatch tersebut?
d. Pegang nadi anda lalu hitung waktu yang dibutuhkan untuk 10 kali
denyut nadi? Nyatakan hasilnya dalam satuan sekon dan jam!
7. Gelas ukur
a. Ambillah gelas ukur, kemudian amati!
b. Berapakah batas maksimum dan minimum yang ditunjukkan gelas ukur
tersebut?
c. Berapakah skala terkecil masing-masing bagian skala yang ada dalam
gelas ukur tersebut?
d. Masukkan air dalam gelas ukur, kemudian baca hasil skala yang terukur,
nyatakan hasilnya dalam satuan mks dan cgs!

30
8. Termometer
a. Berapakah batas ukur termometer tersebut?
b. Berapakah skala terkecil dari termometer tersebut?
c. Berapakah ketelitian pengukuran dari termometer?
d. Jelaskan fungsi benang yang ada pada termometer?
e. Jelaskan cara menggunakan termometer yang baik dan benar!
f. Ambillah gelas ukur, isi gelas ukur tersebut dengan air, kemudian
ukurlah suhu air tersebut dengan menggunakan termometer! Berapakah
suhu air tersebut?
9. Barometer
a. Amatilah barometer yang ada di laboratorium, kemudian sebutkan
bagian-bagian yang ada dalam barometer tersebut!
b. Berapakah batas maksimum dan minimum tekanan yang ditunjukkan
barometer?
c. Berapakah skala terkecil masing-masing bagian skala yang ada dalam
barometer tersebut?
d. Ukurlah tekanan di laboratorium ketika anda melakukan praktikum!
Nyatakan hasilnya dalam satuan mmHg dan Pa!

31
PERCOBAAN 1

GLB DAN GLBB

A. Tujuan Percobaan
1. Memahami konsep GLB dan GLBB
2. Mempelajari grafik hubungan jarak terhadap waktu dan kecepatan terhadap
waktu pada GLB dan GLBB

B. Pendahuluan
Gerak lurus adalah gerak suatu obyek yang lintasannya berupa garis lurus.
Dapat pula jenis gerak ini disebut sebagai suatu translasi beraturan. Pada
rentang waktu yang sama terjadi perpindahan yang besarnya sama. Gerak lurus
dapat dikelompokkan menjadi gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah
beraturan yang dibedakan dengan ada dan tidaknya percepatan.
a. Gerak Lurus Beraturan (GLB)
Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak lurus suatu obyek, dalam
gerak ini kecepatannya tetap atau tanpa percepatan, sehingga jarak yang
ditempuh dalam gerak lurus beraturan adalah kelajuan kali waktu.
𝑥 = 𝑣𝑡 (1)
dengan s merupakan jarak tempuh, v kecepatan mbenda dan t waktu
tempuh.

v (m/s)

t (s)
Gambar 1. Grafik hubungan v terhadap t pada GLB

32
s (m)

t (s)
Gambar 2. Grafik hubungan s terhadap t pada GLB
b. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak lurus suatu
obyek, dimana kecepatannya berubah terhadap waktu akibat adanya
percepatan yang tetap. Akibat adanya percepatan rumus jarak yang
ditempuh tidak lagi linier melainkan kuadratik. Dengan kata lain benda yang
melakukan gerak dari keadaan diam atau mulai dengan kecepatan awal
akan berubah kecepatannya karena ada percepatan (a= +) atau
perlambatan (a= −). Pada umumnya GLBB didasari oleh Hukum Newton II (
ΣF= ma ).
1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 𝑡 + 2 𝑎𝑡 2 (2)

dan
𝑣 = 𝑣0 + 𝑎𝑡 (3)
serta
𝑣 2 = 𝑣02 + 2𝑎(𝑥𝑡 − 𝑥0 ) (4)
GLBB dibagi menjadi 2 macam :
1) GLBB dipercepat
GLBB dipercepat adalah GLBB yang kecepatannya makin lama
makin cepat, contoh GLBB dipercepat adalah gerak buah dari
pohonnya. Grafik hubungan antara v terhadap t pada GLBB dipercepat
adalah:

33
v (m/s)

vt

v0
t (s)
Gambar 3. Grafik hubungan v terhadap t
Sedangkan Grafik hubungan antara s terhadap t pada GLBB dipercepat
adalah

s (m)
st

s0
t (s)
Gambar 4. Grafik hubungan antara s terhadap t pada GLBB dipercepat
2) GLBB diperlambat
GLBB diperlambat adalah GLBB yang kecepatannya makin lama
makin kecil (lambat). Contoh GLBB diperlambat adalah gerak benda
dilempar ke atas. Berikut ini grafik hubungan antara v terhadap t dan s
terhadap t pada GLBB diperlambat.

Gambar 5. Grafik hubungan antara v terhadap t pada GLBB diperlambat

34
Gambar 6. Grafik hubungan antara s terhadap t pada GLBB diperlambat

C. Alat dan Bahan


Nama Alat / Bahan Jumlah
Rel presisi 2 bh
Penghubung rel 1 bh
Kaki rel 2 bh
Kereta dinamika 2 bh
Ticker timer 1 bh
Power supply 1 bh
Kertas pita 1 roll
Gunting 1 bh
Lem 1 bh

D. Penyusunan Alat

Gambar 5. Susunan alat percobaan ticker timer

35
E. Prosedur Percobaan
1. Rangkai alat percobaan seperti gambar berikut.
2. Nyalakan power supply 6 V.
3. Atur kecepatan ticker timer agar mempermudah mengamati titik-titik yang
terbentuk.
GLB
4. Nyalakan dinamo pada kereta sehingga kereta bergerak.
5. Amati titik-titik yang terbentuk pada pita. Lalu potong pita tersebut menjadi
beberapa bagian (konsultasikan dengan asisten).
6. Buat grafik hubungan s terhadap t dan v terhadap t dari pita yang telah
dipotong.
GLBB
7. Beri balok bertingkat tepat di bawah ticker timer untuk mengamati fenomena
GLBB dipercepat.
8. Gunakan kereta yang tidak berdinamo.
9. Tahan kereta agak tidak meluncur ke bawah. Ulangi langkah 2 dan 3, lalu
lepaskan kereta sehingga muncul titik-titik pada pita.
10. Ulangi langkah 5 dan 6.

F. Pertanyaan
1. Bagaimana hubungan antara jarak terhadap waktu dan kecepatan terhadap
waktu pada fenomena GLB?
2. Bagaimana hubungan antara jarak terhadap waktu dan kecepatan terhadap
waktu pada fenomena GLBB?

36
PERCOBAAN 2

KESETIMBANGAN GAYA

A. Tujuan Percobaan
1. Memahami konsep gaya dan vektor gaya
2. Menentukan resultante gaya
3. Memahami konsep kesetimbangan

B. Pendahuluan
Pada Hukum I Newton menyatakan: “Semua benda akan tetap diam atau
bergerak lurus beraturan jika tidak ada gaya pemaksa yang mengubah
keadaannya”. Oleh karena itu benda dikatakan setimbang hanya jika tidak ada
gaya yang bekerja atau resultante gaya yang bekerja pada benda tersebut sama
dengan nol. Ungkapan tersebut dapat dinyatakan dengan
F  0 (1)
untuk kesetimbangan pada arah x berlaku
Fx  0 (2)

Untuk beberapa gaya yang arahnya miring, kesetimbangan gaya-gaya


lebih mudah dianalisis dengan menggunakan metode penguaraian gaya kearah
sumbu x dan sumbu y. Misalkan seperti Gambar 1
T2 T2y T2

T1x  T2x

T1 T1 T1y

Gambar 1. Bola besi ditarik dua gaya ke arah miring


dengan menggunakan syarat kesetimbangan pada pers. (2) maka berlaku
T1x  T2 x (gaya kekiri sama dengan gaya ke kanan) (3)

T1 y  T2 y (gaya ke atas sama dengan gaya ke bawah) (4)

37
dengan
T1x  T1 cos ; T2 x  T2 cos 
(5)
T1y  T1 sin  ; T2 y  T2 sin 
(6)
Benda yang dalam kondisi setimbang, maka sejumlah gaya yang bekerja
padanya harus memenuhi 2 syarat:
a) Sama besar dan berlawanan arahnya.
b) Harus mempunyai garis kerja yang sama.
Syarat pertama dapat dipenuhi oleh syarat kesetimbangan I, yaitu:
∑Fx = 0, ∑Fy = 0 (7)
Syarat kedua dapat dipenuhi oleh syarat kesetimbangan II, yang dinyatakan
berdasarkan momen gaya, yaitu:
∑F= 0 (terhadap sembarang sumbu) (8)
Syarat kedua ini dapat di ilustrasikan seperti gambar berikut:

Gambar 2. ∑F terhadap sembarang sumbu.

C. Alat dan Bahan


Nama Alat / Bahan Jumlah
Statif 2 set
Katrol 2 bh
Dinamometer 2 bh
Beban pemberat 5 bh
Timbangan 1 bh
Penggaris 3 bh
Busur 1 bh

38
D. Penyusunan Alat

Gambar 3. Susunan alat percobaan

T1 T2

l1 l2
h1 h2
 
m

Gambar 4. Beban ditarik oleh dua gaya.

E. Prosedur Percobaan
1. Timbanglah beban m1 , m2 , dst.

2. Gantungkan beban m1 tepat di tengah-tengah tali

3. Catat T1 dan T2 yang terbaca pada kedua dinamometer. Pastikan keduanya

bernilai sama T1  T2 . Ini berarti benda berada dalam keadaan setimbang.

4. Ukur l1 , l 2 , h1 , h2 ,  dan  .
5. Ulangi langkah 2 s/d 5 dengan menambahkan beban m2 , m3 , dst.

39
F. Analisis Data
Analisis perhitungan untuk mi = …......kg

Penentuan sudut antara T dan sumbu x


 h1   h2 
l1 (m) l 2 (m) h1 (m) h2 (m)   arc sin     arc sin  
 1
l  l2 

Pembuktian Kesetimbangan
Berapakah
w  mi g (N) T1x (N) T2 x (N) Kesimpulan
F x 0

Dengan analisis
w  mi g

T1x  T1 cos

T2 x  T2 cos 

Berapakah
w  mi g (N) T1y (N) T2 y (N) Kesimpulan
F y 0

Dengan analisis
w  mi g

T1 y  T1 sin 

T2 y  T2 sin 

F y 0
T1 y  T2 y  w  0

40
Nilai  dan  dari Percobaan dan Perhitungan adalah
Percobaan Perhitungan
mi Kesimpulan
       

G. Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan sistem berada dalam keadaan setimbang?
2. Bagaimana jika dalam percobaan ini massa m ditambah?
3. Bagaimana jika dalam percobaan ini panjang tali l1 dipendekkan atau
dipanjangkan? Apa pengaruhnya terhadap terhadap gaya T1 dan T2?

41
PERCOBAAN 3

PERCEPATAN GRAVITASI BUMI

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan percepatan gravitasi
2. Menentukan kecepatan dan percepatan gerak benda

B. Pendahuluan
Pesawat atwood adalah alat yang digunakan untuk yang menjelaskan
hubungan antara tegangan, energi pontensial dan energi kinetik dengan
menggunakan 2 pemberat (massa berbeda) dihubungkan dengan tali pada
sebuah katrol. Benda yang yang lebih berat diletakan lebih tinggi posisinya
dibanding yang lebih ringan. Jadi benda yang berat akan turun karena ada
pengaruh percepatan gravitasi bumi dan menarik benda yang lebih ringan
karena ada tali dan katrol.

Gambar 1. Pesawat Atwood.


Misalkan terdapat dua buah beban M dan N dengan massa yang sama dan
keduanya saling terhubung dengan seutas tali yang ringan melalui sebuah katrol
seperti tersusun pada gambar 1. Adanya beban pemberat m pada beban M
menyebabkan resultan gaya pada sistem tersebut tidak sama dengan nol.
Sesuai dengan hukum Newton, jika resultan gaya tidak sama dengan nol maka
sistem akan mengalami percepatan. Dengan demikian, sistem yang semula

42
diam karena adanya penahan akan mulai bergerak setelah penahan dilepaskan.
Beban N bergerak naik dan M bergerak turun dari posisi A semakin lama
semakin cepat menuju B.
Pada posisi B beban pemberat m tertahan, sementara beban M terus
bergerak turun. Tertahannya beban m menyebabkan resultan gaya menjadi
bernilai nol, sehingga sistem tidak lagi mengalami percepatan. Dengan demikian
sistem yang semula bergerak secara GLBB berubah menjadi GLB. Apabila
waktu tempuh dari A ke B dan dari B ke C diukur maka akan diperoleh besarnya
nilai percepatan sistem tersebut. Dan dengan melakukan variasi massa beban
pemberat maka dapat diamati pula pengaruhnya terhadap nilai percepatan
sistem.
vB  v A
a (1)
t AB
dan
BC
v B  v BC  (2)
t BC
Hubungan antara massa beban pemberat dengan percepatan sistem
adalah:
𝐼
𝑎(2𝑀+𝑚+ 2 )
𝑟
𝑔= (3)
𝑚

dengan g = percepatan gravitasi bumi.

C. Alat dan Bahan

Nama Alat / Bahan Jumlah


Mesin Atwood 1 set
Beban 2 bh
Beban pemberat 5 bh
Mistar 1 bh
Timbangan 1 bh
Stopwatch 1 bh

43
D. Penyusunan Alat

Gambar 2. Susunan alat percobaan.

E. Prosedur Percobaan
1. Timbang beban M dan beban pemberat m secara berurutan.
2. Ukurlah panjang beban M tersebut.
3. Posisikan beban N pada penjepit sehingga posisi beban M lebih tinggi dari
posisi beban N.
4. Ukur jarak dari titik A ke titik B (AB) dan dan jarak dari titik B ke titik C (BC).
5. Letakkan beban pemberat m1 di atas beban M. Usahakan beban tersebut
tidak bergoyang-goyang.
6. Tekan penjepit sampai beban N terlepas dan beban M bergerak turun.
7. Ukur waktu yang diperlukan beban M untuk meluncur dari titik A ke titik B (
t AB ) dan dari titik B ke titik C ( t BC ).
8. Ulangi langkah 3 s/d 7 dengan menambah beban pemberat secara
berurutan.

44
F. Analisis Data
1. Mengkonversi semua besaran ke Satuan Internasional
2. Menghitung rata-rata massa beban M
No. M (kg) M M (M  M )2
1
2
3
4
5

M
M
=………….. M 

 M M 
2

=……………
n nn  1
Jadi, M = (………+………..)kg
3. Menghitung kecepatan dan percepatan
Kecepatan beban dari titik B ke titik C dapat ditentukan menggunakan
persamaan berikut.
BC
v BC 
t BC
Sedangkan percepatan benda dari titik A ke titik B dapat dihitung
menggunakan persamaan di bawah ini.
vB  v A
a
t AB

Pada saat beban berada di titik A, kecepatannya sama dengan nol ( v A  0 )


sehingga
vB
a
t AB

45
Selanjutnya nilai-nilai tersebut dimasukkan dalam table berikut ini.

No. mi kg  t BC s  t AB s v BC m/s  


a AB m/s 2 
1.
2.
3.
4.
5.

4. Menghitung percepatan gravitasi g


Nilai percepatan gravitasi g ditentukan dengan menggunakan persamaan
regresi linear y  ax  b sehingga diperoleh
1 2M 1 1
 
a g m g

1 1
No.
mi
( x)
a ABi
( y) x2 xy ŷ y  yˆ  y  yˆ 2

Plot grafik antara x dan y. cocokan nilai a di grafik dengan a secara


perhitungan.
yˆ  ax  b
N xi y i  xi y i
a
N xi  xi 
2 2

x i  y i  x i   x i y i 
2

b
N x i  x i 
2 2

Ralat baku estimasi diperoleh dari

S yˆ 
 ( yi  yˆi ) 2
N 2
Sedangkan untuk ralat kumulatifnya diperoleh dari
N
S a  S yˆ
N xi2  ( x i ) 2

46
S b  S yˆ
 xi2
N  xi2  ( xi ) 2

Untuk mencari nilai percepatan gravitasi (g) menggunakan persamaan


berikut

2M
a
g

maka
2M
g
a
Sedangkan untuk mencari ketidakpastian g, dapat dicari menggunakan
persamaan
2 2
 g   g 
S g  SM    Sa 
 M   a 
2
  2M 
2
2
  S M     2 S a 
a   a 
Maka nilai percepatan gravitasinya adalah
g = (……………..+………………..) …
g percb  g teori
ralat relatif   100 %
g teori

G. Pertanyaan

1. Mengapa ketika tidak diberi beban pemberat sistem tidak dapat bergerak?
2. Apa yang dimaksud dengan kecepatan rata-rata dan kecepatan sesaat?
3. Apa yang terjadi dalam percobaan ini jika katrol yang digunakan memiliki
gaya gesek yang cukup besar?
4. Buktikan persamaan s  v0 t  12 at 2 !

1 2M 1 1
5. Buktikan persamaan   !
a g m g

47
PERCOBAAN 4

MOMEN INERSIA BENDA

A. Tujuan Percobaan
1. Memahami konsep momen inersia benda
2. Menentukan momen inersia benda

B. Pendahuluan
Momen inersia adalah ukuran kelembaman suatu benda untuk berotasi
pada porosnya, momen inersia juga disebut sebagai besaran pada gerak rotasi
yang analog dengan massa pada gerak translasi. Jika momen inersia besar
maka benda akan sulit untuk melakukan perputaran dari keadaan diam dan
semakin sulit berhenti ketika dalam keadaan berotasi, itu sebabnya momen
inersia juga disebut sebagai momen rotasi. Momen inersia dipengaruhi oleh jari-
jari (jarak benda dari sumbu). Benda yang berbentuk sama namun momen
inersianya bisa saja berbeda karena pengaruh jari-jari. Semakin besar jari-jari
benda maka semakin besar momen inersianya.
Tabel 1. Momen inersia pada beberapa benda
Rumus momen
Benda Sumbu Putar Gambar Benda
inersia

Silinder Melalui titik 1


I mR 2
pejal pusat silinder 2

Silinder Melalui titik


I  mR 2
berongga pusat silinder

48
Tepat melalui 2
Bola pejal I mR 2
titik pusat 5

Kerucut Melalui titik 3


I mR 2
pejal pusat silinder 10

Melalui titik 1
Piringan I mR 2
pusat silinder 2

C. Alat dan Bahan

Nama Alat / Bahan Jumlah


Alat momen inersia 1 set
Bola pejal 1 bh
Silinder pejal 1 bh
Silinder berongga 1 bh
Piringan 213 1 bh
Piringan 174 1 bh
Kerucut pejal 1 bh
Photogate 1 bh
Pencacah waktu 1 bh
Timbangan 1 bh
Jangka sorong dan/atau penggaris 1 bh

49
D. Penyusunan Alat

Gambar 1. Susunan alat percobaan.

E. Prosedur Percobaan
1. Timbanglah semua benda yang akan ditentukan momen inersianya.
2. Ukurlah tinggi dan diameter masing-masing benda tersebut dan catat
hasilnya pada tabel.
3. Pasang bola pejal pada alat momen inersia.
4. Hubungkan photogate dengan alat pencacah pewaktu.
5. Hubungkan alat pencacah pewaktu dengan tegangan 220 V AC kemudian
nyalakan. Pilih fungsi CYCLE dengan menekan tombol FUNCTION. Tekan
tombol CH. OVER sebanyak sepuluh kali untuk membatasi sepuluh getaran
yang akan teramati.
6. Simpangkan bola tersebut sebesar 180 0 , kemudian lepaskan sehingga
berosilasi. Catat waktu 10 getaran yang ditunjukkan alat pencacah pewaktu.
7. Tekan tombol FUNCTION untuk meng-nol-kan nilai yang tertamil pada layar.
8. Ulangi langkah 6 dan 7 sebanyak 5 kali dan catat hasilnya pada tabel.
9. Ulangi langkah 6 s/d 8 dengan benda lain sesuai urutan pada tabel.

50
F. Analisis Data

Bentuk benda mb (kg) d l (m) r (m) t (m)

Bola pejal
Silinder pejal
Silinder berongga
Piringan 213
(kecil)
Piringan 714
(besar)
Kerucut

kg.m 3
k  0,055
s2

T0  ....................................

2
kT0
I0   ........................
4 2

Bentuk benda t1 t2 t3 t4 t5 t rata  rata T

Bola pejal
Silinder pejal
Silinder
berongga
Piringan 213
(kecil)
Piringan 714
(besar)
Kerucut

t i
t ratarata 
n
t rata rata
T
n

51
Bentuk benda I percobaan I teori Ralat Relatif (%)

Bola pejal
Silinder pejal
Silinder berongga
Piringan 213
(kecil)
Piringan 714
(besar)
Kerucut

T2 
I percobaan   2  1 I 0
 T0 
I teori pada tabel 1
I percobaan  I teori
Ralat relatif (%)   100 %
I teori

G. Pertanyaan
1. Pada percobaan di atas, benda-benda memiliki massa yang hampir sama.
Bagaimana dengan momen inersianya, sama ataukah berbeda? Mengapa?
2. Apa saja aplikasi momen inersia dalam kehidupan sehari-hari?

52
PERCOBAAN 5

HUKUM ARCHIMEDES

A. Tujuan Percobaan
1. Memahami hukum archimedes
2. Menentukan massa jenis zat cair

B. Pendahuluan
Massa jenis merupakan perbandingan antara massa benda dengan
volumenya atau secara fisis dapat diartikan sebagai besarnya massa suatu
benda untuk setiap satu satuan volume.
massa m
Massa jenis  ;  (g/ml) (1)
volume V
Massa jenis benda bergantung pada suhunya. Pada suhu rendah massa
jenisnya besar karena jarak antar atomnya kecil sehingga sejumlah atom cukup
menempati volume yang kecil. Sebaliknya pada suhu tinggi massa jenisnya kecil
karena jarak antar atomnya besar sehingga untuk menampung sejumlah atom
diperlukan volume yang lebih besar. Harga-harga massa jenis air pada berbagai
suhu ini telah ditabelkan sebagai  a (T ) .
Hukum Archimedes menyatakan bahwa bila suatu benda dimasukkan ke
dalam zat cair maka benda tersebut akan mendapat tekanan ke atas sebesar
zat cair yang dipindahkan oleh benda tadi.
Gaya apung = berat fluida yang dipindahkan
Fa  w (1)

Atas dasar ini benda yang ringan akan mengapung karena hanya mampu
memindahkan sedikit volume air sedangkan benda yang massanya besar akan
tenggelam karena mampu memindahkan lebih banyak air. Berat benda yang
tercelup dalam air akan diimbangi oleh gaya tekan ke atas yang dialami
pelampung sehingga sistem dalam keadaan setimbang,  F  0 . Berat beban di
air wa sekarang adalah :

wa  wu  Fa (2)

53
dengan Fa adalah gaya tekan ke atas yang diberikan oleh air terhadap benda
dan wu adalah berat benda di udara.

C. Alat dan Bahan


Nama Alat / Bahan Jumlah
Statif 1 set
Dinamometer 1 bh
Gelas pancur 1 bh
Gelas ukur 1 bh
Timbangan 1 bh
Beban 1 bh
Air Secukupnya
Gliserin Secukupnya
Alkohol Secukupnya

D. Penyusunan Alat

Gambar 1. Susunan alat percobaan.

E. Prosedur Percobaan
1. Timbang massa gelas ukur ( mg ) dalam keadaan kering.

2. Tuang air ke dalam gelas pancur, sampai air benar-benar tidak menetes
lagi.

54
3. Ukur panjang beban ( p1 , p 2 , p3 , p 4 ) beserta lebar dan tebalnya.

4. Gantungkan beban pada dinamometer dan ukur gaya beratnya ( wu ).

5. Celupkan benda sepanjang p1 . Ukur gaya berat benda di dalam air ( w1 ).


6. Air yang tumpah akan tertampung pada gelas ukur. Timbang massa gelas
beserta airnya.
7. Lakukan langkah 5 dan 6 untuk p 2 , p3 , dan p4 .

8. Lakukan langkah 2 dan 7 untuk gliserin dan alkohol.

F. Analisis Data
1. Bahan:………………
wu (N) wa (N) FA  wu  wa (y) Vtercelup (x)  p  l  t (m 3 )

No FA (x) Vtercelup (y) x2 xy ŷ y  yˆ  y  yˆ 2

Plot grafik antara x dan y. cocokan nilai a di grafik dengan a secara


perhitungan.
FA  gVtercelup
yˆ i  ax  b
N xi yi  xi yi
a
N xi  xi 
2 2

xi yi  xi xi yi 


2
b
N xi  xi 
2 2

55
Ralat baku estimasi diperoleh dari

S yˆ 
 ( yi  yˆi ) 2
N 2

Sedangkan untuk ralat kumulatifnya diperoleh dari

N
S a  S yˆ
N xi2  ( x i ) 2

S b  S yˆ
 xi2
N  xi2  ( xi ) 2

a  g
g

a
  
2 2
 1 
S   Sa     2 Sa 
 a   a 
 = (…………….. + ………………..) …
 percb   teori
ralat relatif   100 %
 teori

G. Pertanyaan
1. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh bagaimana hubungan massa jenis
zat cair terhadap gaya angkatnya?
2. Jelaskan hubungan berat benda dengan gaya angkat pada benda yang
terapung, melayang dan tenggelam!
3. Buktikan pers. Berikut!
Fa  gVtercelup

56
PERCOBAAN 6

CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA

A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan cepat rambat bunyi di udara
2. Memahami metode beda fase

B. Pendahuluan
Apabila suatu gelombang datang mengenai batas medium, maka
kemungkinan gelombang tersebut dipantulkan. Gelombang pantulan mempunyai
arah rambat yang berlawanan dengan gelombang datang, tetapi frekuensinya
sama. Perpaduan antara gelombang datang dengan gelombang pantul pada
medium yang sama akan diperoleh gelombang stasioner (gelombang
diam/gelombang berdiri). Gelombang stasioner dapat terjadi pada medium udara
(gelombang bunyi) maupun pada medium dawai/tali (gelombang tali).
Gelombang stasioner pada medium udara terjadi pada kolom udara.
Resonansi terjadi ditandai dengan terjadinya suara/dengung yang keras.
Resonansi terjadi apabila frekuensi sumber bunyi sama dengan frekuensi dari
kolom udara pada tabung resonansi. Secara umum persamaan gelombang yang
merambat ke kanan dinyatakan dengan
Y ( x, t )  A sin (t  kx) (1)
dengan y menyatakan kedudukan titik paa jarak x dan pada waktu t,  frekuensi
sudut yang merupakan jumlah gelombang yang lewat perdetik, k angka
gelombang (=2/) yaitu jumlah gelombang dalam rentang 2. Jika kx bertanda
minus gelombang merambat ke kanan dan jika bertanda plus gelombang
merambat kekiri. A merupakan amplitude gelombang, yaitu simpangan
maksimum gelombang.
Besaran t  kx disebut sudut fase sedangkan sudut kx adalah fase awal,
yaitu kedudukan gelombang pada t = 0. Jika dua buah gelombang memiliki
sudut fase berbeda,
Y1 ( x, t )  A sin (t  kx) (2)
dan

57
Y2 ( x, t )  A sin (t  kx   ) (3)
maka antara Y1 dan Y2 terdapat beda fase sebesar . Jika dua buah gelombang
Y1 ( x, t ) dan Y2 ( x, t ) digabung atau dilakukan superposisi maka akan terjadi
interferensi. Hasil interferensi tergantung pada beda fase antara kedua
gelombang dan amplitudonya.
Jika Y1 ( x, t ) dan Y2 ( x, t ) memiliki fase sama dan amplitudo berbeda.

Misalkan Y1  A sin t  kx  dan Y2  B sin t  kx  . Maka hasil interferensinya

Y  ( A  B) sin t  kx 
 C sin t  kx  (4)
sebagaimana dicontohkan pada gambar 1.
30
y1+y2
20
y2
10 y1
y(x)

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
-10

-20

-30
Sudut

Gambar 1. Hasil interferensi dua gelombang yang sefase dan beda amplitudo
Jika Y1 ( x, t ) dan Y2 ( x, t ) memiliki amplitudo sama dan fase yang berbeda.

Misalkan Y1  A sin t  kx  dan Y2  A sin t  kx    , maka


1 1
Y1  Y2  2 A cos  sin (t  kx   ) (5)
2 2
sebagaimana dicontohkan pada gambar 2.

30

20

10
y1
y(x)

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
-10

-20

-30
Sudut

Gambar 2. Interferensi dua gelombang yang beda fase dan amplitudo yang sama

58
Jika arah rambat kedua gelombang berbeda maka kurva berupa Lissajous.
Misalkan
Y  A sin t  kx  (6)
dan
X  B cost  ky . (7)

Jika t  kx   t  ky  yaitu tidak ada beda fase antara kedua gelombang,
maka
 A
Y   X (8)
B
sehingga grafiknya berupa garis lurus, seperti ditunjukkan pada gambar 3. Jika
antara kedua gelombang terdapat beda fase maka grafik berbentuk elip
sebagaimana dicontohkan pada gambar 4 untuk beda fase 30.
15

10

0
-15 -10 -5 0 5 10 15
-5

-10

-15

Gambar 3. Kurva Lissajous jika kedua gelombang tidak ada beda fase
15

10

0
-15 -10 -5 0 5 10 15
-5

-10

-15

Gambar 4. Kurva Lissajous jika kedua gelombang memiliki ada fase


Cepat rambat bunyi diudara dapat diketahui dari hubungan:
v  f (9)

59
dengan f = frekuensi terbaca pada AFG dan  panjang gelombang yang
terukur melalui eksperimen. Dengan demikian v dapat ditentukan. Jika
mediumnya berbeda maka f tetap namur  berbeda sehingga v berbeda juga.

C. Alat dan Bahan


Nama Alat / Bahan Jumlah
Tabung resonansi 1 set
Osiloskop 1 set
AFG 1 bh
Sound level meter 1 bh
Kabel penghubung 4 bh

D. Penyusunan Alat

Gambar 5. Susunan alat percobaan

E. Prosedur Percobaan
1. Rangkai alat percobaan seperti pada gambar 5.
2. Atur AFG pada frekuensi 500 Hz.
3. Tarik tongkat mikrofon sampai kurva lissajous yang tertampil berubah bentuk
menjadi sebuah garis.
4. Ukur panjang tabung ( l 0 ).

5. Lakukan langkah 2 dan 3 sampai kurva yang tertampil pada osiloskop


membentuk garis dengan arah yang sama sehingga diperoleh l1 , l 2 , l3 dan l 4 .

6. Ulangi langkah 2 sampai langkah 6 dengan frekuensi 600 Hz.

60
F. Analisis Data
Menentukan panjang gelombang untuk f1 = (..........+............) ..........
1. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang pertama

No 1  (l1  l 0 ) 1  1  1 1 2  1  1 2


1
2
3
4
5

1

1 
1i
= S 1 
 
 1i
2

=
n n(n  1)

Maka nilai 1  1  S 1  (..........…….) ........

2. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang kedua

No  2  l 2  l 0  / 2 2  2  2 2 2  2  2 2


1
2
3
4
5

2

2 
2i
= S 2 
 
 2i
2

=.
n n(n  1)

Maka nilai 2  2  S 2  (...........  ................) .........

61
3. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang ketiga

No 3  l 3  l 0  / 3 3  3  3 3 2  3  3 2


1
2
3
4
5

3

3 
3i
= S 3 
 
 3i
2

=
n n(n  1)

Maka nilai 3  3  S 3  (.........  ........) .........

4. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang keempat


No  4  l 4  l 0  / 4 4  4  4 4 2  4  4 2
1
2
3
4
5

4

4 
4i
= S 4 
 
 4i
2

=
n n(n  1)

Maka nilai 4  4  S 4  (........  ........) .........

Selanjutnya dari nilai 1 , 2 , 3 , dan 4 beserta ralatnya masukkan ke tabel

berikut, serta tentukan nilai pada kolom ke 5 dan 6 tabel.


1 i
i
No S i
S i
2
S 
i
2

1
2

62
3
4

ditentukan nilai  rata-ratanya serta ralatnya dengan menggunakan teknik


rata-rata berbobot.
Persamaan untuk memperoleh  rata-rata berbobot adalah:
4
i
 S 
i 1
2

1  4
i

1
 S 
i 1
2
 i

Persamaan untuk memperoleh s berbobot adalah:


1
S 1  4

1
 S 
i 1
2
 i

Jadi 1  S1 = (.............  .............) ........

Menentukan panjang gelombang untuk f2 = (..........+............) ..........


1. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang pertama

No 1  (l1  l 0 ) 1  1  1 1 2  1  1 2


1
2
3
4
5

1

1 
1i
= S 1 
 
 1i
2

=
n n(n  1)

Maka nilai 1  1  S 1  (..........…….) ........

63
2. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang kedua

No  2  l 2  l 0  / 2 2  2  2 2 2  2  2 2


1
2
3
4
5

2

2 
2i
= S 2 
 
 2i
2

=.
n n(n  1)

Maka nilai 2  2  S 2  (...........  ................) .........

3. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang ketiga

No 3  l 3  l 0  / 3 3  3  3 3 2  3  3 2


1
2
3
4
5

3

3 
3i
= S 3 
 
 3i
2

=
n n(n  1)

Maka nilai 3  3  S 3  (.........  ........) .........

4. Menentukan panjang gelombang dari superposisi X dan Y yang keempat


No  4  l 4  l 0  / 4 4  4  4 4 2  4  4 2
1
2
3
4

64
5

4

4 
4i
= S 4 
 
 4i
2

=
n n(n  1)

Maka nilai 3  4  S 4  (........  ........) .........

Selanjutnya dari nilai 1 , 2 , 3 , dan 4 beserta ralatnya masukkan ke tabel

berikut, serta tentukan nilai pada kolom ke 5 dan 6 tabel.


1 i
i
No S i
S i
2
S 
i
2

1
2
3
4

ditentukan nilai  rata-ratanya serta ralatnya dengan menggunakan teknik


rata-rata berbobot.
Persamaan untuk memperoleh  rata-rata berbobot adalah:
4
i
 S 
i 1
2

2  4
i

1
 S 
i 1
2
 i

Persamaan untuk memperoleh s berbobot adalah:


1
S 2  4

1
 S 
i 1
2
 i

Jadi 2  S2 = (.............  .............) ........

Perhitungan cepat rambat bunyi


Cepat rambat pada f = (.......+........) .............
v1  1 f1

65
Mencari ketidakpastian untuk kecepatan
2
 v   v 
2

S v1   S f    S    (1S f ) 2  ( f1S 1 ) 2
 f    
Hasil cepat rambat bunyi v1 = (......... + ........) ...........

Cepat rambat pada f2 = (.......+........) .............


v 2  2 f 2
Mencari ketidakpastian untuk kecepatan
2
 v   v 
2

S v2   S f    S    (2 S f ) 2  ( f 2 S 2 ) 2
 f    
Hasil cepat rambat bunyi v2 = (......... + ........) ...........
Dengan teknik rata-rata berbobot didapat nilai cepat rambat gelombang bunyi
sebagai berikut :

v1 v2
2
 2
S v1 Sv2
v
1 1
2
 2
S v1 Sv2

Mencari ketidakpastian untuk kecepatan

1
Sv 
1 1
2
 2
S v1 Sv2

Hasil cepat rambat bunyi v = (......... + ........) ...........


v percb  vteori
ralat relatif   100 %
vteori

G. Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan , f, k, A?
2. Apakah yang dimaksud dengan interferensi gelombang?
3. Buktikan persamaan (1)!
4. Perkirakan bagaimanakah kecepatan suara jika medium didalam tabung
resonansi dipanaskan?

66
PERCOBAAN 7

MOMENTUM LINEAR

A. Tujuan Percobaan

1. Memahami proses terjadinya tumbukkan


2. Memahami dan menentukan selisih momentum dan energi kinetik sebelum
dan sesudah terjadinya tumbukkan

B. Pendahuluan
1. Gerak Pusat Massa
Partikel dengan massa: m1, m2 , ... , mn dengan massa total M. Dari
teori pusat massa adalah
Mrpm  m1r1  m2 r2  ....  mn rn (1)

dengan rpm adalah pusat massa susunan partikel tersebut. Kemudian


persamaan 1 dideferensialkan terhadap waktu t, maka diperoleh
drpm dr1 dr dr
M  m1  m2 2  ...  mn n (2)
dt dt dt dt
dan
Mv pm  m1v1  m2 v2  ...  mn vn (3)

dv pm dv1 dv dv
M  m1  m2 2  ...  mn n (4)
dt dt dt dt
Ma pm  m1a1  m2 a2  ...  mn an (5)

2. Momentum Linear
Partikel dengan massa m dan bergerak dengan kecepatan v,
didefinikan mempunyai momentum:
p  mv (8)
Untuk n partikel dengan momentum p1, p2 , ... , pn, secara kesuluruhan
mempunyai momentum P,
P  p1  p 2  ...  p n (9)

P  m1v1  m2 v 2  ...  mn v n (10)

67
P  mv pm (11)

3. Kekekalan Momentum
Jika jumlah semua gaya eksternal sama dengan nol maka,
dP
0 (12)
dt
atau
P  konstan (13)
Bila momentul total sistem P = p1 + p2 + ... + pn, maka
p1 + p2 + ... + pn = konstanta = P0 (14)
Momentum masing-masing partikel dapat berubah, tetapi momentum sistem
tetap konstan.
4. Impuls dan Momentum
Dalam suatu tumbukan, gaya yang cukup besar dan terjadi dalam
waktu yang relatif singkat ini disebut gaya impulsif.
v v’

Gambar 1. Gerak bola sebelum dan setelah tumbukan


Perubahan gaya impulsif terhadap waktu ketika terjadi tumbukan
F(t)

Fr

t
Gambar 2. Perubahan gaya impulsif terhadap waktu
Tampak bahwa gaya impulsif tersebut tidak konstan. Dari hukum ke-2
Newton diperoleh:

68
dP
F (15)
dt
tf pf

 Fdt   pdp
ti pi
(16)

tf

I   F dt  p (17)
ti

Dengan asumsi gaya konstan, dari harga rata-ratanya, Fr , maka


I  Fr t  p (18)
I p
Fr   (19)
t t
5. Kekekalan Momentum Tumbukan
Partikel yang saling bertumbukan, maka ketika bertumbukan partikel
tersebut saling memberikan gaya, F12 pada partikel 1 oleh partikel 2 dan F21
pada partikel 2 oleh partikel 1. Perubahan momentum pada partikel 1:
tf

p1   F12dt  Fr12 t (20)


ti

Perubahan momentum pada partikel :


tf

p2   F21dt  Fr21 t (21)


ti

dengan F21 = - F12 maka Fr21 = - Fr12, maka p1 = - p2. Momentum total
sistem
P  p1  p2 (22)
dan perubahan momentum total sistem adalah
P  p1  p2  0 (23)
6. Tumbukan Linear satu Dimensi
Tumbukan biasanya dibedakan dari kekal-tidaknya tenaga kinetik
selama proses. Bila tenaga kinetiknya kekal, tumbukannya bersifat elstik.
Sedangkan bila tenaga kinetiknya tidak kekal tumbukannya tidak elastik.
Dalam kondisi setelah tumbukan kedua benda menempel dan bergerak
bersama-sama, tumbukannya tidak elastik sempurna. Dari kekekalan
momentum:
m1v1  m2v2  m1v1,  m1v2, (24)

69
Dari kekekalan tenaga kinetik:
1 1 1 1
m1v12  m2v22  m1v1,  m1v1,
2 2
(25)
2 2 2 2

C. Alat dan Bahan


Nama Alat / Bahan Jumlah
Air Track 1 set
Blower 1 set
Kereta 2 bh
Beban tambahan 1 bh
Stopwatch 2 bh
Timbangan 1 bh

D. Penyusunan Alat

Gambar 3. Susunan alat percobaan

E. Prosedur Percobaan
1. Timbang kereta A dan kereta B.
2. Nyalakan blower dan tempatkan kedua kereta pada ujung-ujung rel (pastikan
kedua kereta tidak bergerak).
3. Tentukan jarak tempuh kereta sebagai acuan dalam menentukan waktu
tempuh.
4. Untuk mengamati fenomena momentum lenting sempurna, gerakkan kedua
kereta secara perlahan dan bersamaan.
5. Ukur waktu tempuh kedua kereta sebelum tumbukan ( t A dan t B ).

6. Ukur waktu tempuh kedua kereta sesudah tumbukan ( t A ' dan t B ' ).

70
7. Tambahkan beban pada kereta A dan timbang massa totalnya.
8. Ulangi langkah 4 s/d 7.
9. Untuk mengamati fenomena lenting sebagian, ulangi langkah 1 s/d 3.
10. Lalu, pastikan kereta B dalam keadaan diam ( v B  0 ). Gerakkan kereta A
secara perlahan hingga menabrak kereta B.
11. Ukur waktu kereta A sebelum tumbukan dan kereta B sesudah tumbukan ( t A

dan t B ' ).

F. Analisis Data
Jenis
va vb va ' vb ' p sebelum p sesudah EK sebelum EK sesudah
Tumbukan
Lenting
Sempurna
Lenting
Sebagian

Kekekalan momentum
p sebelum  p sesudah
pA  pB  p A ' p B '

mAv A  mB vB  mAv A 'mB vB '


Kekekalan energi kinetik
EK sebelum  EK sesudah
EK A  EK B  EK A ' EK B '

1 1 1 1
mAv A  mB vB  mAv A '2  mB vB '2
2 2

2 2 2 2

G. Pertanyaan
1. Jika kereta tersebut diganti bahannya dengan karet apa yang akan tejadi,
jelaskan!
2. Tuliskan penjabaran hukum kekekalan momentum pada tumbukkan lenting
sempurna!

71
DAFTAR PUSTAKA

Alonso, M. & Finn, E.J. (1980). Fundamental university physics, 1st Edition. Alih
bahasa Prasetyo, L dan Kusnul H. 1994. Dasar-dasar fisika universitas jilid
1. Jakarta: Erlangga.
------------. Fundamental university physics, 2nd Edition. Alih bahasa Prasetyo, L dan
Kusnul H. 1994. Dasar-dasar fisika universitas jilid 2: medan dan
gelombang. Jakarta: Erlangga.
Beneson, W., Harris, J.W., Stocker, H., Lutz, H. (2000). Handbook of physics. New
York: Spinger-Verlag Inc.

Bevington, P.R. & Robinson, D.K. (2003). Data reduction and error analysis for the
physical sciences. New York: McGraw-Hill.

Halliday, D. & Resnick, R. (1978). Physics, 1st edition. Alih bahasa Silaban, Pantur
dan Erwin Sucipto. (1984). Fisika jilid 1. Jakarta: Erlangga.

------------. (1978). Physics, 3rd edition. Alih bahasa Silaban, Pantur dan Erwin
Sucipto. (1984). Fisika jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Hechts, E. 2002. Optics, Reading: Adison Wesley Publising Company.

Huggins, E. R. (2000). Physics 2000. Department of Physics dartmouth College


Hanover : New Hampshire.

Krane Keneth, 1992, Fisika Modern, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Oktova, 1994, Jurnal Praktikum Fisika Atom dan Inti (tidak dipublikasikan), IKIP
Muhammadiyah, Yogyakarta, 22-23, 52-59.

-----------1994, Mekanika Kuantum Jilid I, IKIP Muhammadiyah, Yogyakarta, 101.


Lampiran C memuat nilai-nilai paling mutakhir konstanta-konstanta umum
dalam fisika (1990).

Rabinowicz, E. (1970). An introduction to experimentation. Reading: Addison-Wesley


Publising Company.

72
Staf Lab. Fisika Atom dan Inti, 1994, Panduan Praktikum Program Pra-S2 UGM
Fisika Atom Inti, Yogyakarta: Laboratorium Fisika Atom dan Inti Jurusan
Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gajah
Mada.

Sutrisno. (1979). Seri Fisika Dasar Gelombang dan Optik. Bandung : ITB.

Tipler, P.A. 1991. Physics for Scientist and Enginers Part 2. Alih bahasa Prasetio, L
dan Rahmad, A. (1998). Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Young, H. D. & Freedman, R.A. (2000). University Physics Tenth Edition. Alih
bahasa Silaban, Patur. (2004). Fisika Universitas/ Edisi Kesepuluh/ Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

----------. (2000). University Physics Tenth Edition. Alih bahasa Silaban, Patur.
(2004). Fisika Universitas/ Edisi Kesepuluh/ Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

73

Anda mungkin juga menyukai