Anda di halaman 1dari 29

PERTEMUAN 1:

PENGERTIAN TENTANG MENGUKUR, NILAI UKUR, OBJEK UKUR,


STANDAR UKUR ALAT UKUR, BESARAN UKUR MEKANIK, ELEKTRIK,
KALIBRASI

I. Pengertian Tentang Mengukur, Nilai Ukur, Objek Ukur, Standar Ukur Alat
Ukur

Pada dasarnya pengukuran bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat


fisik, kimia dan biologi dari suatu benda atau suatu keadaan/proses, atau untuk mengatur
sesuai dengan informasi yang diinginkan. Bantuan alat atau dalam hal ini alat ukur dan
instrumen diperlukan untuk mentransformasikan informasi tersebut secara kualitatif dan
kuantitatif untuk ditanggapi oleh indera manusia. Tidak diketahui secara pasti, sejak kapan
kegiatan ukur-mengukur dimulai. Akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa gejala dan
kegiatan alam hanya diketahui melalui kegiatan pengukuran, meskipun dimulai dengan
cara yang masih sederhana dengan menggunakan panca indera penglihatan.

1. Pengukuran (measurement)
Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menentukan nilai suatu besaran dalam
bentuk angka (kuantitatif). Jadi mengukur adalah suatu proses mengaitkan angka
secara empirik dan obyektif pada sifat-sifat obyek atau kejadian nyata sehingga angka
yang diperoleh tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai obyek atau
kejadian yang diukur. Atau secara umum (sederhana) adalah: membandingkan suatu
besaran yang tidak diketahui harganya dengan besaran lain yang telah diketahui
nilainya. Alat ukur digunakan untuk keperluan pengukuran.

Pengukuran akan memberikan arti penting bagi manusia untuk menggambarkan


berbagai fenomena alam dalam bentuk kuantitatif atau angka. Lord Kelvin
menyatakan : “Bila anda dapat mengukur apa yang anda bicarakan serta
menyatakannya dalam bentuk angka, maka anda mengerti apa yang anda bicarakan.
Tetapi bila anda tidak dapat mengukurnya dan tidak dapat menyatakannya dalam
bentuk angka, maka pengetahuan anda tidak memuaskan atau bahkan
mengecewakan”.

2. Nilai Ukur

a. Fenomena dalam Pengukuran


Pengukuran merupakan proses untuk mendapatkan informasi besaran fisis yang diukur.
Dalam percobaan di laboratorium seorang praktikan harus bisa menyimpulkan suatu
percobaan berdasarkan data yang diperoleh. Oleh karena itu praktikan harus memiliki
data yang benar-benar valid. Untuk memperoleh data yang valid atau benar

1
praktikan harus melakukan eksperimen tidak hanya sekali agar memperoleh data yang
akurat dan presisi.

b. Akurasi (Accuracy) dan Presisi (Precission)


Sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara akurasi dan
presisi.Suatu alat ukur dikatakan tepat jika mempunyai akurasi yang baik, yaitu hasil
ukur menunjukkan ketidakpastian yang kecil. Keakuratan sebuah eksperimen diukur
dari seberapa dekat hasil ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam hal ini sebelum sebuah
alat ukur digunakan, harus dipastikan bahwa kondisi alat sudah dalam keadaan
terkalibrasi dengan baik. Kalibrasi yang buruk akan menyebabkan kesalahan
dalam pengukuran yaitu hasil pengukuran yang tidak tepat dengan hasil yang
sebenarnya sebesar kesalahan dalam kalibrasi tersebut. Sedangkan sebuah alat ukur
dikatakan presisi jika untuk pengukuran besaran fisis tertentu yang diulang maka alat
ukur tersebut mampu menghasilkan hasil ukur yang sama seperti sebelumnya.
Kepresisian eksperimen diukur dari seberapa baik hasil yang ditetapkan, tanpa referensi
yang sesuai dengan nilai sebenarnya

c. Sumber-sumber dan Tipe-tipe kesalahan


Sumber-sumber kesalahan dalam eksperimen dapat berasal dari:
1) Instrumen, seperti kalibrasi alat yang tidak sempurna
2) Observasi, seperti kesalahan paralaks pembacaan
3) Environmental, seperti tegangan listrik yang tidak stabil
4) Teori, seperti pengabaian gaya gesek

Sumber ralat di atas dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran.Dalam


pengukuran besaran fisika menggunakan alat ukur atau instrumen, hasilnya tidak
mungkin memperoleh nilai yang benar.Namun, selalu mempunyai ketidakpastian yang
disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam pengukuran.Kesalahan dalam pengukuran
dapat digolongkan menjadi kesalahan umum, kesalahan acak dan kesalahan sistematis.

Berikut beberapa jenis kesalahan pengukuran yaitu:

1) Kesalahan umum atau keteledoran (grass error).


Kesalahan ini kebanyakan disebabkan oleh manusia sebagai pengukur atau
pengamat karena faktor kurang terampil dalam menggunakan alat ukur yang
dipakai. Selama manusia terlibat dalam pengukuran baik langsung maupun tidak
langsung, kesalahan jenis ini tidak dapat dihindari, namun jenis kesalahan ini tidak
mungkin dihilangkan begitu saja secara kesuluruhan dan harus ada usaha untuk
mencegah dan memperbaikinya.

Beberapa contoh yang termasuk kesalahan umum antara lain:


a) Kekeliruan dalam penaksiran dan pencatatanskala.
b) Kekurangan keterampilan menggunakanalat
2
c) Kalibrasi tidaktepat.
d) Kesalahan dalam membacaskala.
e) Posisi mata saat membaca skala yang tidak benar.
f) Kesalahan dalam penyetelan yang tidaktepat.
g) Pemakaian dan penguasaan instrumen yang tidaksesuai.
h) Kurang tajamnya mata membaca skala yanghalus.
i) Pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurangtepat
j) Metode yang salah dansebagainya.

Kesalahan umum yang fatal dan sering terjadi adalah bagi pemula
pengamat/pengukur yang baru menggunakan instrumen sehingga dalam memakai
instrumen tersebut menjadi tidak sesuai dan bahkan rusak karena faktor
penggunaan yang salah total. Pada umumnya instrumen-instrumen yang
menggunakan jarum penunjuk berubah kondisi sampai batas tertentu setelah
digunakan dalam mengukur sebuah rangkaian yang lengkap dan kompleks,
sehingga akibatnya besaran yang diukurakan berubah pula.

2) Kesalahan acak (random error),


Kesalahan acak yaitu kesalahan yang tidak disengaja dan tidak dapat dikendalikan
atau diatasi semuanya sekaligus dalam pengukuran, hal ini dikarenakan adanya
fluktuasi pada kondisi-kondisi pengukuran. Selain itu,Lingkungan yang tidak
menentu bisa menyebabkan kesalahan dalam pengukuran. Kesalahan pengukuran
yang disebabkan oleh kondisi lingkungan disebut kesalahan acak.

Berikut merupakan contoh kesalahan acak:


a) Terjadinya fluktuasi tegangan listrik, misalnya sumber tegangan dari PLN
atau generator AC dan bahkan aki (baterai), hal ini dapat mengalami fluktuasi
akibat perubahan kecil yang tidak teratur dan berlalu sangatcepat.
b) Terjadi bising elektronik (noice), berupa fluktuasi pada tegangan dalam alat
yang sangat cepat karena komponen alat yang bergantung padasuhu.
c) Radiasi latar-belakang, misal radiasi gelombang elektromagnetik handphone,
sinar X, kamera digital, radiasi kosmos dari luar angkasa, radiasi gelombag
radio, radiasi dari sebuah antena dan sebagainya. Beberapa radiasi ini dapat
menggangu pengukuran dengan menggunakan alat pencacah karena akan
terhitung sewaktu kitamengukurnya.
d) Getaran landasan, misal pada alat pengukur gempa (seismograf). Alat ini
sangat peka dan dapat terganggu apabila landasan telahbergetar.

3) Kesalahan sistematis (systematic error).


Kesalahan sistematis dapat menyebabkan hasil pengukuran menyimpang dari hasil
sebenarnya dan simpangan tersebut mempunyai arah tertentu.

Beberapa contoh kesalahan sistematis antara lain:


3
a. Kesalahan titik nol, artinya kesalahan yang terjadi karena titik nol skala tidak
berimpit dengan titik nol jarum penunjuk, atau jarum penunjuk pada alat ukur
tidak kembali tepat pada angka nol. Bila sudah diatur maksimal tetapi tidak
tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya harus diperhitungkan selisih
kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.
b. Adanya penafsiran nilai skala terkecil (least count) yang ditimbulkan oleh
keterbatasan alat ukur tersebut.
c. Kesalahan kalibrasi (faktor alat), kesalahan ini terjadi pada saat pembuatan
produk dimana cara memberi nilai skala alat tidak sesuai sehingga berakibat
setiap kali alat digunakan. Hal ini dapat diketahui dengan cara
membandingkan alat yang tidak sesuai skalanya dengan alat standar
yangbaku.
d. Kelelahan alat, dikarenakan alat sering dipakai terus menerus sehingga tidak
akurat lagi hasilnya dan bahkan tidak berfungsi kembali dengan baik.
Contohnya pegas yang mulai mengendur dan melembek pada percobaan
konstanta pegas, jarum penunjuk pada voltmeter bergesekan dengan garis
skala, penggunaan baterai sebagai sumber tegangan pada multimeter digital
yang kalah dan haus, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca pegas
sehingga dapat mempengaruhi gerak jarum penunjuk dan sebagainya.
e. Kondisi saat mengukur dan mengamati atau sering disebut kesalahan karena
lingkungan (environmental errors). Penggunaan alat ukur pada saat keadaan
yang berbeda dengan keadaan pada waktu alat dikalibrasi (misal efek
perubahan suhu, kelembaman udara, tekanan udara luar, ruang yang berbeda,
medan elektromagnetik) akan menyebabkan terjadinya kesalahan. Kesalahan
karena lingkungan (environmental errors) yakni jenis kesalahan akibat dari
keadaan luar yang berpengaruh terhadap instrumen seperti contoh tersebut.
f. Kesalahan paralaks (arah pandang), pada saat membaca nilai skala,

Gambar 1. Posisi A dan C menimbulkan kesalahan paralaks, posisi B yang


benar

g. Pengamat berpindah tempat/tidak tepat melihatnya/obyek yang dilihat


berbeda dengan obyek pertama yang diamati sehingga menyebabkan hasil
pengukurannya berbeda dari keadaan awal.
h. Waktu respon yang tidak tepat, artinya waktu pengukuran (pengambilan data)
tidak bersamaan dengan saat munculnya data yang seharusnya diukur,
sehingga data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya, kita

4
ingin mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan pada pegas
dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang diukur sering tidak tepat
karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian
berlangsung.

Dari beberapa sumber kesalahan baik kesalahan dari pengamat, alat ukur maupun
kondisi lingkungan, semuanya harus diketahui terlebih dahulu sebelum melakukan
percobaan dan harus dicegah. Namun mengelakkanya sama sekali jelas tidak
mungkin karena ini diluar kemampuan manusia yang terbatas. Sehingga kenyataan
ini akan berpengaruh bahwa tidak ada hasil pengukuran yang benar-benar 100%,
tidak ada yang pasti dan sempurna, melainkan pasti memiliki sifat keterbatasan.
Inilah alasan mengapa pengukuran itu selalu dihinggapi ketidakpastian.

4) Pengukuran Tunggal dan Berulang

Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan hanya satu kali saja.Dalam
pengukuran tunggal, nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu sendiri.Jika
diperhatikan, setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang berdekatan
yang disebut skala terkecil. Nilai ketidakpastian (Δx) pada pengukuran tunggal
diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari ketidakpastian
pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala terkecil pada alat ukur.

Dalam praktikum fisika, selain dari pengukuran tunggal pengukuran besaran juga
dilakukan secara berulang kali (2 atau 3 kali saja) dan pengulangan lebih dari 3
kali.Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran
tersebut.Dengan demikian, pengukuran berulang adalah pengukuran yang
dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang (2 atau 3 kali dan lebih dari 3
kali).Dalam pengukuran berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari
hasil pengukuran.Jika suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-
rata dari pengukuran tersebut dihitung.

5) Pengolahan Hasil Pengukuran

Dalam sebuah eksperimen dimana tujuan pokoknya adalah melakukan pengukuran-


pengukuran untuk memperoleh data, tentu saja langkah berikutnya setelah data
tersebut diperoleh adalah mengerjakan pengolahan data. Pada tahap pengolahan
data hasil pengukuran ini harus memperhatikan ketidakpastian dari masing-masing
variabel fisis yang terlibat (data), memperhatikan apakah perhitungan-perhitungan
yang dilakukan sudah memenuhi kaidah-kaidah angka penting (significant figure),
serta bagaimana ketidakpastian masing-masing variabel fisis diperhitungkan
(perambatan ralat).

a) Ketidakpastian Mutlak
5
Presisi pengukuran merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu fisika
untuk mendapatkan hasil kebenaran. Hasil pengukuran selalu mempunyai
derajat ketidakpastian, dalam hal ini tidak ada pengukuran yang mutlak
kebenarannya dan tepat. Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran
menyebabkan hasil pengukuran tidak bisa dipastikan sempurna. Dengan kata
lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam pengukuran. Oleh karena
itu, kesalahan itu pasti mutlak dalam pengukuran. Ketidakpastian mutlak
(KM) adalah kesalahan terbesar yang mungkin timbul dalam pengukuran.

Dalam melaporkan hasil pengukuran dituliskan sebagai berikut:

X = (x ±  x) [X] ………………… (1)

Sedangkan pengukuran berganda berlaku

X = ( ±  x) [X] …………………(2)

Keterangan:

X = Simbol besaran yang diukur (hasil pelaporan fisika)


(x± = Hasil pengukuran tunggal dan ketidakpastian mutlak
( ± = Hasil pengukuran nilai rata-rata ( pengukuran berganda) dan
ketidakpastian mutlak
[X] = Satuan besaran x (dalam satuan SI)

Untuk pengukuran tunggal, maka ketidakpastian mutlak berlaku:

1
∆𝑥 = 2 𝑑ari nilai skala terkecil suatu alat …(3)

Sedangkan untuk pengukuran berulang (sebanyak tiga kali pengukuran)


berlaku dengan cara menhitung nilai rat-rat dan hasil pengukuran misa x1,
x2, x3. Secara perhitungan dapat ditentutkan dengan

𝛿𝑥1 = ⌊𝑥 − 𝑥̅ ⌋……………………(4)

𝛿𝑥2 = ⌊𝑥 − 𝑥̅ ⌋……………………(5)

𝛿𝑥3 = ⌊𝑥 − 𝑥̅ ⌋……………………(6)

dengan , Jadi x yang dipilih adalah:

6
∆𝑥 = 𝛿𝑚𝑎𝑘𝑠 ………………….(7)

= maks berlaku untuk pengukuran sebanyak 3 kali, dan dapat diambil


deviasi maksimum. Deviasi adalah selisih antara tiap hasil pengukuran dari
nilai rata-ratanya.

Sedangkan untuk pengukuran sebanyak leih dari 3 kali, dapat dihitung dengan
menggunakan rumus standar deviasi (simpangan baku S x) yaitu:

1 𝑁 ∑ 𝑥𝑖2 −(∑ 𝑥𝑖 )2
𝑆𝑥 = 𝑛 √ ………………….(8)
𝑁−1

N adalah jumlah data pengukuran

Contoh:

Hasil Pengukuran Nilai Skala Terkecil Ketidakpastian Mutlak


(HP) (NST) (KM)
112,00 mm 1 mm 0,5 mm
20,60 mm 0,1 mm 0,05 mm
4,52 mm 0,01 mm 0,005 mm
0,15 mm 0,001 mm 0,0005 mm

Ketidakpastian mutlak sangat berkaitan dengan ketepatan pengukuran yaitu


semakin kecil ketidakpastian mutlak, makin tepat pengukuran tersebut.
Sebagai contoh:
 Pengukuran waktu dengan alat stopwatch menghasilkan t = (6,50 ± 0,10)
s adalah hasil pengukuran yang ketepatannya lebih tinggi dari pada t =
(6,5 ± 0,2) s.
 Pengukuran tegangan dengan alat voltmeter menghasilkan V = (5,42 ±
0,20) V adalah hasil pengukuran yang ketepatannya lebih tinggi dari pada
V = (5,4 ± 0,5)V

disebut ketidakpastian mutlak pada nilai hasil pengukuran dan dapat


digambarkan pada kualitas alat ukur baik atau tidak yang digunakan. Artinya
semakin kecil ketidakpastian mutlak pengukuran yang dihasilkan maka
kualitas alat ukur semakin baik.

b. Ketidakpastian Relatif
Untuk menyatakan ketidakpastian suatu besaran digunakan metode lain
yaitu dengan menggunakan ketidakpastian relatif. Ketidakpastian relatif
(KR) adalah ketidakpastian mutlak pengukuran dibandingkan dengan hasil
7
pengukuran dalam persen. Ketidakpastian relatif dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:

Untuk pengukuran tunggal dan berganda:

∆𝑥
KR = x 100% ………………….(9)
𝑥

Ketidakpastian relatif berkaitan dengan ketelitian pengukuran artinya


semakin kecil ketidakpastian relatif maka hasil ketelitian pengukuran
semakin tinggi. Misalnya, dengan menggunakan alat ukur termometer untuk
mengukur dua suhu yang berbeda. Hasil pengukuran dilaporkan sebagai T 1 =
(29,0 ± 0,5)0C dan T2 = (32,0 ± 0,5)0C, maka dari dua pengukuran tersebut
yang lebih teliti adalah :

Ketidakpastian relatif untuk T1 :

KR = x 100 % = 1,72%

Ketidakpastian relatif untuk T2

KR = x 100 % = 1,56%

Oleh karena ketidakpastian relatif pada T2 lebih kecil daripada T1, maka
sangat jelas bahwa pengukuran T2 lebih teliti dari pada pengukuran T1. Akan
tetapi, jika diperhatikan kedua pengukuran tersebut ketepatannya sama
karena ketidakpastian mutlaknya sama yaitu 0,5 0C.

c. Tingkat kepercayaan suatu pengukuran


Tingkat kepercayaan suatu pengukuran adalah selisih antara nilai harga
seratus persen (100%) atau harga ideal dengan hasil ketidakpastian relatif
dalam persen, atau dituliskan sebagai berikut:

Tingkat kepercayaan = 100% - KR (%) ………………….(9)

Berdasarkan hasil pengukuran dengan termometer di atas, diperoleh tingkat


kepercayaan yaitu:

Tingkat kepercayaan untuk pengukuran T1:

TK = 100% - KR = 100% - 1,72% = 98,28 %


8
Tingkat kepercayaan untuk pengukuran T2:

TK = 100% - KR = 100% - 1,56% = 98,44%

Jadi jelas dari dua Hasil tingkat kepercayaan di atas ternyata yang lebih
mendekati kebenaran hasil pengukuran adalah pengukuran T2. Artinya
semakin tinggi suatu tingkat kepercayaan maka semakin mendekati hasil
kebenaran suatu pengukuran.

d. Angka Berarti
Jumlah angka berarti ditentukan oleh ketidakpastian relatifnya. Angka yang
dapat dilaporkan dalam suatu pengukuran berulang dapat mengikuti aturan
sebagai berikut:

∆𝑥
Ketidakpastian relatif dalam % ( 𝑥 )sekitar 0,1% berlaku atas 4 AB (11)
∆𝑥
Ketidakpastian relatif dalam % ( 𝑥 )sekitar 1% berlaku atas 3 AB (12)
∆𝑥
Ketidakpastian relatif dalam % ( 𝑥 )sekitar 10% berlaku atas 2 AB (13)

Jumlah ini harus sesuai ketepatannya yang dicapai dalam pengukuran agar
pembaca yang membaca hasil laporan itu tidak keliru pada tingkat ketelitian
pengukuran tersebut. Secara persamaan dituliskan sebagai berikut:

∆𝑥
Angka Berarti (AB) = 1 log ………...(14)
𝑥

Contoh:
Ketidakpastian relatif pada pengukuran T1 adalah

KR = x 100% = 1,72% menggunakan 3 angka berarti

Ketidakpastian relaif untuk pengukuran T2 adalah

KR = x 100% = 1,72% menggunakan 4 angka berarti

e. Teori Rambat Ralat (Ralat)


Rambat ralat adalah ralat yang diperoleh dari ralat besaran turunan yang
diukur tidak langsung. Sebab ralat rambat terdiri atas relasi penjumlahan,
relasi pengurangan, relasi perkalian, relasi pembagian dan relasi
perpangkatan. Di atas telah dijelaskan tentang bagaimana cara menentukan
dan menuliskan hasil pengukuran langsung baik untuk pengukuran tunggal
maupun untuk pengukuran berulang.

9
Namun demikian, ada sesuatu hasil pengukuran yang diperoleh dengan
melalui suatu perhitungan. Sebagai contoh sebuah benda bepindah sejauh
10,00 meter diukur dengan mistar, menempuh waktu perpindahan sebesar
5,00 sekon menggunakan stopwatch.

Hasil pengukuran sebagai berikut:


Perpindahan (s) = 10, 00 m
Waktu tempuh = 5,00 s

Maka besar kecepatan yang ditempuh adalah:

Hasil pengukuran diatas dapat dilaporkan v = ]. Untuk menentukan


ketidakpastian , maka ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan ½ x
NST (seperti pengukuran tunggal), karena pengukuran kecepatan v tidak
diukur dengan alat ukur secara langsung melainkan diukur satu persatu
perpindahan dan waktunya. Kecepatan v diperoleh melalui hasil perhitungan
dengan menggunakan rumus. Sedangkan untuk menghitung v ini (hasil
perhitungan) dilakukan dengan menggunakan teori ralat. Berikut penjelasan
perhitungan rambat ralat dengan pengukuran tunggaldan berulang.

1) Perhitungan rambat ralat dengan pengukuran tunggal


Misal suatu hasil pengukuran secara langsung masing-masing variabel
diukur x, y dan z, dengan x, y, z, ... masing-masing dilakukan pengukuran
hanya satu kali saja (pengukuran tunggal), maka dapat dibentuk menjadi
sebuah fungsi yaitu:

A=f (x, y, z,.....) …………………….. (15)

Turunannya adalah DA = Df (x, y, z, .....) kemudian dituliskan menjadi:

𝐴 𝐴 𝐴
∆𝐴 = ∆𝑓 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = ⌊ ⌋ ∆𝑥 + ⌊ ⌋ ∆𝑦 + ⌊ ⌋ ∆𝑧 + ⋯. . (16)
𝑥 𝑦 𝑧

Dengan adalah suatu yang berharga mutlak.


,... diperoleh dari setengah nilai skala terkecil suatu alat ukur.
Beberapa operasi rambat ralat pada pengukuran tunggal dilakukan melalui
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

Berikut dapat dijelaskan satu persatu operasi rambatan ralat pada


pengukuran tunggal:
10
 Operasi penjumlahan dan pengurangan.
Misal suatu hasil perhitungan pengukuran A = x ± y, dimana x dan y
hasil pengukuran langsung, maka:

A = x ± y …………………….. (17)

Setelah diproses maka bentuk rambat ralatnya adalah:

= +

Rambat ralat dari dan ±1


Sehingga,

∆𝐴 = ⌊1⌋∆𝑥 + ⌊±1⌋∆𝑦 = ∆𝑥 ± ∆𝑦 …….. (18)

Jika persamaan (18) dibagi dengan persamaan (17) maka diperoleh


rambata ralat bentuk penjumlahan dan pengurangan yaitu:

∆𝐴 ∆𝑥 ∆𝑦
= ⌊𝑥 + ⌋ ……..……..(19)
𝐴 𝑦

 Operasi perkalian, pembagi dan perpangkatan


Suatu besaran x dan y merupakan hassil pengukuran yang dilakukan
secara langsung, maka jika kedua variabel ini dihitung melalui rumus
pembagian adalah
𝑥
𝐴 = 𝑦 = 𝑥𝑦 −1 ……..……..(20)
Dengan cara yang sama seperti penjumlahan dan pengurangan diatas,
bentuk rambat ralatnya adalah :

= +

Rambat ralatnya dari y-1 dan -x.y-2

Aturan rambat ralat setelah dideferensialkan adalah:

∆𝐴 = ⌊𝑦 −1 ⌋∆𝑥 + ⌊𝑥. 𝑦 −2 ⌋∆𝑦 = ⌊𝑦 −1 ∆𝑥 + 𝑥𝑦 −2 ⌋∆𝑦 ………..(21)

Jika persamaan (21) dibagi persamaan (20), maka diperoleh:

11
Atau
∆𝐴 ∆𝑥 ∆𝑦
= ⌊ 𝑥 ⌋ + ⌊ 𝑦 ⌋ ……..……..(22)
𝐴

Contoh:

Perhatikan gambar berikut:

X=10,00 m

Mobil di atas bergerak dengan perpindahan sejauh 10,00 m dalam


waktu tempuh5,20 sekon dengan masing-masing nilai skala terkecil
alat ukur yang digunakan adalah:
NST mistar = 0,1 cm
NST Stopwatch = 0,2 sekon
Tentukan ketidakpastian mutlak pengukuran kecepatan v?
Diketahui :
Perpindahan s = 10,00 m = 1000,00 cm
Waktu tempuh = 5,20 sekon
Kecepatan dihitung dengan rumus

v= = = 1,923076 m/s
= 1,92 m/s (3 angka penting)

Ketidakpastian mutlak pengukuran kecepatan , dapat dihitung


melalui teori operasi rambat ralat perkalian dan pembagian, yaitu:

v = = s.t-1

= +

Rambat ralat dari t-1 dan = -s.t-2

Jadi =

Atau =

Dengan menggunakan = ½ x NST, maka:


12
= ½ x 0,1 cm = 0,05 cm
t = ½ x 0,2 sekon = 0,1 sekon

Ketidakpastian mutlak dari kecepatan adalah:

=
=
= 3,707840232071
= 3,708 (3 angka penting)
Jadi, besarnya kecepatan mobil tersebut yang dilaporkan adalah

= cm/s
= cm/s

2) Perhitungan rambat ralat dengan pengukuran berulang


Dengan variabel yang sama seperti perhitungan rambat ralat dengan
pengukuran tunggal, yaitu variabel x, y, dan z, yang diukur secara berulang
kali (minimal tiga kali) maka dapat ditulis fungsi persamaannnya adalah:

A= f (x, y, z, ....) …………………… (25)

Bentuk turunannya dapat ditulis:

A= f(x, y, z, ....)

Atau dirumuskan menjadi:

𝛿𝐴 2 𝛿𝐴 2 𝛿𝐴 2
∆𝐴 = ∆𝑓 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = √⌊𝛿𝑥 ⌋ ∆𝑥 2 + ⌊𝛿𝑦 ⌋ ∆𝑦 2 + ⌊ 𝛿𝑧 ⌋ ∆𝑧 2 … … (26)

Dengan merupakan harga mutlak.

,... dapat ditentukan dengan cara:


a) Untuk pengukuran sebanyak 3 kali, maka ketidakpastian mutlaknya
adalah harga deviasi maksimum dari rata-rata hasil pengukurannya
b) Untuk pengukuran sebanyak >3 kali, maka ketidakpastian mutlaknya
dapat diperoleh dengan menggunakan standar deviasi.

x=

13
Keterangan
x = ketidakpastian mutlaknya (standar deviasi) besaran x
xi = data pengukuran ke-i
n = banyaknya data yang terukur

Beberapa operasi rambat ralat pada pengukuran berulang yaitu melalui


penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Berikut dapat dijelaskan operasi rambatan ralat pada pengukuran
berganda:
 Operasi penjumlahan dan pengurangan
Dua variabel diukur secara langsung dengan menggunakan alat ukur
masing-masing x dan y, maka hasil perhitungan pengukuran jika
operasinya dijumlahkan atau dikurangkan adalah:

A=x±y …………………… (25)

Ketidakpastian mutlaknya adalah:

A=

Rambat ralatnya dari = 1 dan = ±1


Secara umum, aturan differensial berlaku:

A=

∆𝐴 = √∆𝑥 2 + ∆𝑦 2 …………………… (26)

 Operasi pembagian
Misalkan x dan y adalah hasil pengurangan langsung tunggal, maka
dengan bentuk hasil perhitungan operasi pembagian adalah

𝑥
𝐴= = 𝑥𝑦 −1 …………………… (27)
𝑦

Rambat ralatnya dari y-1 dan -x.y-2

Menurut aturan differensial pada persamaan 24 berlaku:

∆𝐴 = √(⌊𝑦 −1 ⌋)2 ∆𝑥 2 + ⌊𝑥. 𝑦 −2 ⌋2 ∆𝑦 2 ……………(28)

14
1 𝑥 2
∆𝐴 = √(⌊ ∆𝑥 + 2
⌋) …………………… (29)
𝑦 𝑦

Jika persamaan (29) dibagi persamaan (27), maka diperoleh

Contoh:
Suatu rangkaian percobaan akan ditenttukan nilai hambatan listrik.
Dari tiga pengukur diperoleh data sebagai berikut:

No Tegangan listrik Kuata Arus Listrik Hambatan Listrik


(V) (A) (R)
1 4,50 0,15 30,00
2 4,45 0,16 27,81
3 4,50 0,15 30,00

Dengan : NST volmeter = 0,2 V


NST ampermeter = 0,002 A

Hambatan rangkaian tersebut adalah:

Rumus hambatan listrik : R=

Maka
(perhitungan)

= 4,48 V (5 angka penting)

A (perhitungan)
= 0,15 A (2 Angka Penting)

Jadi R= = = 29,86666666667 Ω
=29,87 Ω (3 angka penting).

Selanjutnya akan ditentukan nilai R dengan menggunakan teori


ralat, namun terlebih dahulu menentukan nilai V dan I dengan
metode deviasi (simpangan baku).

15
1) Untuk adalah :
= 0,02 V
= 0,03 V
= 0,02 V

Jadi yang dipilih = maks =0,003 V


2) Untuk adalah:
=0
= 0,01 A
=0

Jadi yang dipilih adalah maks = 0,01 s

= 0,0004 + 1,992
=
= 1,411

3. Objek Ukur

Obyek ukur adalah komponen sistem pengukuran yang harus dicari karakteristik
dimensionalnya, misal panjang, jarak, diameter, sudut, kekasaran permukaan dst, agar
hasil ukurnya memberikan nilai yang aktual, maka sebelum proses pengukuran
dilakukan, obyek ukur harus dibersihkan dahulu dari debu, minyak atau bahan lain yang
menutup atau mengganggu permukaan yang akan diukur.

4. Standar Ukur

Standar ukur adalah komponen sistem pengukuran yang dijadikan acuan fisik pada
proses pengukuran. Bagi pengukuran dimensional standar satuan ukuran adalah standar
panjang dan turunannya. Dalam proses pengukuran yang baik menuntut standar ukur
yang mempunyai akurasi yang memadai dan mampu telusur ke standar
nasional/internasional.

5. Alat Ukur

Alat ukur atau instrumen adalah komponen sistem pengukuran yang berfungsi sebagai
sarana pembanding antara obyek ukur dan standar ukur, agar nilai obyek ukur dapat
16
ditentukan secara kuantitatif dalam satuan standarnya. Ciri-ciri dari alat ukur yang
baik adalah yang memiliki kemampuan ulang yang ketat, kepekaan yang tinggi,
histerisis yang kecil dan linieritas yang memadai

Contoh alat ukur untuk : (1) demensi PANJANG: Meteran Kain, Pengaris/Mistar,
Roll Meter, Caliper, dll; (2) demensi BOBOT/MASSA: Timbangan Pegas,
Timbangan Skala, Timbangan Balance, dll ; (3) demensi SUHU : Termometer ; dan
(4) demensi WAKTU: Jam tangan, Stop Watch, dll.

Instrumen
Instrumen adalah alat ukur yang mempunyai sifat komplek, yang minimal terdiri atas
komponen: (a) Transducer atau Sensor atau Elemen Pengindera, (b) Pengkondisi
Sinyal tercakup a.l: Amplifier/penguat, Peredam, dan Penyaring, dan (c) Unit
Keluaran Analog (Skala Jarum dll) atau Peraga Digital atau Monitor. Sensor dipakai
untuk menangkap adanya perubahan sinyal, Pengkondisi Sinyal untuk merubah nilai
kekuatan sinyal yang ditangkap, Monitor sebagai penunjuk pengukuran atau sinyal
yang diperoleh.

Fungsi instrumen yang banyak digunakan di industri maupun di Lab. pengujian


antara lain: alat ukur kadar air, alat ukur suhu, alat ukur tekanan, alat ukur gaya, alat
ukur getaran, alat ukut tingkat kebisingan, tachometer digital dan lain-lain, dan yang
harus mampu secara akurat mendeteksi setiap perubahan

II. Besaran Ukur Mekanik, Elektrik dan Pneumatik

Alat ukur merupakan peralatan-peralatan yang digunakan untuk mengukur. Dalam


perbaikan dan servis di bidang otomotif juga juga digunakan berbagai peralatan-pelatan
untuk mengukur.

Alat-alat ukur dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

17
1. Alat Ukur Mekanik,
Alat ukur mekanik yaitu alat ukur yang penggunaanya secara mekanik. Alat ukur
mekanik ini pada umumnya diunakan untuk mengukur panjang, lebar, kedalaman,
diameter luar dan diameter dalam sebuah benda.
Skala pengukuran yang digunakan sering digunakan pada alat ukur mekanik ini adalah
skala metrik dan skala inchi.

Macam-macam alat ukur mekanik

a. Mistar baja
Mistar baja atau penggaris baja merupakan salah satu alat ukur mekanik dan
memiliki fungsi untuk mengukur panjang, lebar, ketinggian ataupun kedalaman
suatu benda. Skala ukuran pada mistar baja ini memiliki tingkat ketelitian 0,5 mm
atau 1 mm.

Panjang dari mistar baja juga bervariasi, panjang mistar yang sering digunakan di
bengkel otomotif adalah mistar baja yang memiliki panjang 300 mm atau 30 cm
dan mistar baja yang memiliki panjang 500 mm.

Pada mistar baja, ada juga yang menggunakan dua skala pengukuran yaitu skala
metrik dan skala inchi.

b. Penggaris gulung (measuring tape)


Penggaris gulung ini terbuat dari bahan pita baja yang digulung. Penggaris gulung
memiliki berbagai macam ukuran, adanya ukurannya sampai 2000 mm atau 2 m,
ada yang ukurannya sampai 5000 mm atau 5 m, bahkan ada yang ukurannya
sampai 15000 mm atau 15 m.

18
Skala ukuran yang terdapat pada penggaris gulung ini dibedakan menjadi dua
skala, yaitu ada yang menggunakan skala metrik dan ada yang menggunakan skala
inchi.

Penggaris gulung atau measuring tape berfungsi untuk mengukur panjang, lebar,
kedalaman atau ketinggian yang memiliki jarak yang luas.

c. Busur derajat (protactor)


Busur derajat atau protactor memiliki bentuk setengah lingkaran dan dilengkapi
dengan sepotong logam lurus dan panjang yang dihubungkan pada bagian setengah
lingkaran yang dapat digerakkan disekeliling titik putarnya untuk mengukur sudut.

Busur derajat atau protactor ini berfungsi untuk mengukur atau memeriksa sudut-
sudut suatu benda. Alat ini dapat mengukur sudut dari benda hingga 1800.

d. Outside caliper
Outside caliper berfungsi untuk mengukur diameter luar, mengukur dimensi luar
dan memeriksa apakah permukaan luar dari benda yang diukur sejajar atau tidak.

Outside caliper terdapat dua kaki sebagai pengukur,serta titik putar pegas (spring
pivot point) dan sekrup penyetel (adjustment screw).

Cara penggunaan outside caliper adalah dengan cara membengkokkan kedua


kakinya ke arah satu sama lainnya pada bagian ujun kaki untuk mendapatkan hasil
pengukuran.

e. Inside caliper
Inside caliper berfungsi untuk mengukur diameter bagian dalam, mengukur
dimensi bagian dalam dan untuk memeriksa apakah permukaan bagian dalam
suatu benda sejajar atau tidak.

Inside caliper memiliki dua kaki yang dihubungkan dengan spring pivot point serta
memiliki sekrup penyetel (adjustment screw) untuk menahan kedua kakinya saat
pengukuran agar kedua kaki tidak bergeser.

f. Depth gauge
Depth gauge atau alat pengukur kedalaman berfungsi untuk mengukur kedalaman
suatu lubang.

Depth gauge terdiri dari kompoen penggaris baja kecil yang memiliki skala utama
dan bagian geser yang terdapat skala vernier.

19
g. Valve spring tester
Valve spring tester berfungsi untuk menguji tingkat elastisitas dari pegas. Skala
daya pegas standar memiliki skala maksimal 158 kg atau 350 lb.

h. Feeler gauge
Feeler gauge berfungsi untuk mengukur celah antar komponen dan untuk
memeriksa keausan antar komponen.

Feeler gauge terdiri dari beberapa bilah tipis yang memiliki ketebalan yang
berbeda-beda.

i. Vernier caliper
Vernier caliper atau juga sering disebut dengan jangka sorong memiliki fungsi
untuk mengukur diameter luar suatu benda, mengukur diameter dalam suatu benda
dan mengukur kedalaman dari suatu benda.

Jangka sorong memiliki beberapa bagian yaitu rahang bawah, rahang atas,
pengukur kedalaman, sekrup pengunci, skala utama dan skala vernier/ nonius.

Jangka sorong memiliki beberapa tingkat ketelitian yaitu tingkat ketelitian 0,1 mm,
tingkat ketelitian 0,05 mm, tingkat ketelitian 0,02 mm, tingkat ketelitian 1/128
inchi dan tingkat ketelitian 1/1000 inchi.

j. Outside micrometer
Outside micrometer atau micrometer luar memiliki fungsi untuk mengukur
diameter luar suatu benda dengan tingkat ketelitian yang lebih teliti dibandingkan
dengan jangka sorong.

Outside micrometer memiliki beberapa bagian, antara lain frame, anvil, spindle,
lock, sleeve, thimble dan rachet stopper/ rachet knob.

Outside micrometer memiliki beberapa tingkat ketelitian yaitu tingkat ketelitian


0,01 mm dan tingkat ketelitian 0,001 mm.

k. Inside micrometer
Inside micrometer atau micrometer dalam memiliki fungsi untuk mengukur
diameter dalam suatu benda dengan tingkat ketelitian yang lebih teliti
dibandingkan dengan jangka sorong.

Inside micrometer terdiri dari beberapa komponen, antara lain spindle, spacer,
spindle lock screw, sleeve dan timble.

Inside micrometer memiliki tingkat ketelitian sampai 0,01 mm.


20
l. Depht micrometer
Depht micrometer atau micrometer kedalaman memiliki fungsi untuk mengukur
kedalaman suatu benda, kedalaman alur, ketinggian benda dengan tingkat
ketelitian tertentu.

Depht micrometer memiliki komponen yang hampir sama dengan inside


micrometer akan tetapi depht micrometer memiliki tambahan bagian block yang
rata dengan permukaan yang rata.

m. Telescoping gauge
Telescoping gauge memiliki fungsi untuk mengukur diameter dalam suatu benda
yang memiliki ukuran yang kecil sehingga tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan micrometer.

Bagian-bagian dari telescoping gauge terdiri dari locking screw, handle atau grip
dan plunger.

n. Dial indicator
Dial indicator berfungsi untuk mengukur kebengkokan dan keolengan atau run out
suatu suatu benda atau poros.

Dial indicator memiliki tingkat ketelitian 0,01 mm.

o. Cylinder Bore Gauge


Cylinder Bore Gauge (CBG) berfungsi untuk mengukur diameter silinder. Alat ini
digunakan bersama-sama dengan jangka sorong dan micrometer luar saat
digunakan untuk mengukur diameter silinder.

2. Alat Ukur Elektrik


Sedangkan alat ukur elektrik yaitu alat ukur yang digunakan untuk mengukur besaran-
besaran listrik antara lain tegangan, arus, tahanan dan lain sebagainya. Selain itu, alat
ukur elektrik pengoprasiannya membutuhkan daya listrik.

Macam-macam alat ukur elektrik

21
a. Multimeter
Multimeter atau multitester berfungsi untuk mengukur arus, tegangan, tahanan
listrik, frekuensi, nilai kapasitas, hubungan atau konektivitas pada rangkaian.

b. Osiloskop
Osiloskop berfungsi untuk :
1) Mengukur besar tegangan (voltage) listrik dan hubungannya terhadap waktu
2) Mengukur frekuensi signal yang berosilasi
3) Mengecek frekuensi signal pada rangkaian
4) Membedakan arus AC dan DC
5) Mengecek suara atau noise pada sebuah rangkaian kelistrikan dan
hubungannya terhadap waktu.

c. Scanner
Scanner merupakan alat ukur yang digunakan pada kendaraan-kendaraan injeksi.
Scanner berfungsi untuk mengecek kesalah atau malfunction dari suatu sistem di
kendaraan EFI, mengukur kerja sensor-sensor dan aktuator-aktuator.

d. Dwell dan tacho tester


Dwell tester berfungsi untuk mengukur sudut dwell pada sistem pengapian
kendaraan, sedangkan tacho tester berfungsi untuk mengukur RPM mesin.

e. Timing light
Timing light berfungsi untuk mengetahui atau memeriksa saat pengapian
kendaraan. Saat pengapian kendaraan yaitu saat busi mulai memercikkan bunga
api.
22
3. Alat Ukur Pneumatik

Alat ukur pneumatik adalah salah satu alat ukur yang banyak digunakan pada bidang
otomotif. Pengertian alat ukur pneumatik adalah alat ukur yang dapat digunakan atau
bekerja apabila terdapat pengaruh tekanan atau perbedaan tekanan gas, udara, dan zat
gas lainnya. Dengan kata lain alat ukur pneumatik adalah alat ukur yang memanfaatkan
tekanan atau kevakuman untuk mengukur sesuatu.

Alat ukur pneumatik di bidang otomotif penggunaannya mungkin tidak sebanyak


dengan alat ukur lainnya. Namun semakin banyak penggunaan bagian kendaraan yang
memanfaatkan tekanan dan kevakuman. Tentunya setiap bagian tersebut memiliki
standar yang harus dipertahankan agar perfoma mesin tetap terjaga. Untuk mengetahui
nilai atau besaran tekanan dan kevakuman sesuai standar atau tidak maka diperlukan
berbagai jenis alat ukur pneumatik untuk mengetahui besaran tersebut.

Alat ukur pneumatik secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yaitu barometer
dan vacuum gauge. Barometer digunakan untuk mengukur tekanan zat gas pada suatu
ruangan. Sementara itu vacuum gague digunakan untuk mengukur tingkat kevakuman.
Kedua tipe alat ukur pneumatik ini sebenarnya sama. Namun karena fungsinya berda
pada pengukuran kendaraan memiliki penamaan yang berbeda juga.

Oleh karena itu terdapat berbagai jenis alat ukur pneumatik dengan berbagai fungsi yang
berbeda-beda. Setiap jenis alat ukur pneumatik memiliki prosedur penggunaan yang
berbeda-beda. Seorang mekanik harus mengetahui berbagai jenis alat ukur pneumatik.
Untuk lebih jelasnya berikut merupakan pembahasan mengenai alat ukur
pneumatik baik dari jenis maupun fungsinya.

Macam-macam alat ukur pneumatic

23
a. Tyre pressure gauge
Tyre pressure gauge berfungsi untuk memeriksa tekanan udara pada ban, agar
tekanan udara pada ban sesuai dengan tekanan spesifikasinya. Ada beberapa
macam tyre gauge, tyre pressure gauge ada yang terpisah dari pompa ban dan ada
yang menjadi satu dengan pompa ban.

b. Manifold gauge sistem AC


Manifold gauge pada sistem AC digunakan untuk mengecek tekanan refrigerant di
dalam sistem AC, dan juga berfungsi untuk melakukan penggantian refrigerant
pada sistem AC.

c. Radiator tester
Radiator tester berfungsi untuk memeriksa kebocoran sistem pendingin dan juga
untuk memeriksa kerja tutup radiator.

d. Compression tester
Compression tester berfungsi untuk mengukur tekanan kompresi pada silinder
mesin pada kendaraan.

III. Kalibrasi

1. Pengertian Kalibrasi

24
Kalibrasi diperlukan untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan sudah
akurat. Hasil pengukuran yang tidak konsisten akan berdampak langsung terhadap kualitas
produk.

Kalibrasi merupakan proses pengecekkan dan pengaturan akurasi dari alat ukur dengan cara
membandingkan suatu standar yang tertelusur dengan standar Nasional maupun
Internasional dan bahan-bahan acuan yang tersertifikasi.

Alat ukur yang paling mahalpun juga bisa rusak karena kurangnya akurasi setelah dipakai
dalam jangka waktu tertentu. Dilakukannya kalibrasi alat ukur bukan hanya untuk memenuhi
salah satu persyaratan Sistem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen Lingkungan ataupun
Sistem Manajemen K3.

Padahal manfaat kalibrasi sesungguhnya banyak sekali, diantaranya :


a. Menjamin nilai ukuran yang dihasilkan tertelusur.
Dengan mengkalibrasi alat ukur di laboratorium yang terakreditasi, maka hasil ukur
dapat diterima dimanapun, karena semua laboratorium kalibrasi akan mengacu pada
sumber yang sama yaitu Standar Satuan Internasional.
b. Menghindari cacat produk.
Jika alat ukur tidak di kalibrasi atau masa kalibrasinya telah lewat, namun masih di
gunakan untuk mengukur suatu produk. Bagaimana jika ternyata terdapat
penyimpangan yang besar? Tentunya akan sangat merugikan bukan? Anda dapat
menyingkirkan kekhawatiran ini dengan melakukan kalibrasi secara berkala di
laboratorium kalibrasi yang terakreditasi!
c. Menjaga kondisi alat ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya.
Alat ukur dapat mengalami penurunan performa setelah dipakai dalam jangka waktu
tertentu. Dengan melakukan kalibrasi secara rutin, Anda dapat mengetahui apakah alat
ukurnya masih sesuai dengan spesifikasi atau harus diperbaiki atau bahkan perlu untuk
melakukan penggantian.
d. Menghindari resiko bahaya dan meminimalisir kecelakaan kerja.
Bagaimana kondisi penerangan di pabrik Anda? Bagaimana tingkat kebisingan di
tempat kerja Anda? Tentunya intensitas cahaya dan tingkat kebisingan perlu diukur
bukan? Nah, alat-alat ukur yang berhubungan dengan Safety pun harus Anda kalibrasi
secara berkala, demi keselamatan kerja.

2. Istilah Penting

Berbagai istilah penting yang diberikan disini adalah istilah-istilah yang diambil dari
Standar International. Istilah-istilah tersebut kebanyakan mempunyai pengertian dan
aplikasi khusus dibandingkan dengan difinisi umum yang terdapat dalam kamus,
dengan demikian berbagai definisi yang diberikan lebih ditekankan untuk
memperjelas penggunaan atau memperlancar komunikasi dan kesamaan pengertian.

25
Metrologi (Metrology) :
Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengukuran.

Instrumentasi :
Bidang ilmu dan teknologi yang mencakup perancangan, pembuatan, penggunaan
instrumen/alat fisika atau sistem instrumen untuk keperluan deteksi, penelitian,
pengukuran serta pengolahan data.

Pengukuran (measurement) :
Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menentukan nilai suatu besaran dalam
bentuk angka (kuantitatif). Jadi mengukur adalah suatu proses mengkaitkan angka
secara empirik dan obyektif pada sifat-sifat obyek atau kejadian nyata sehingga angka
yang diperoleh tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai obyek atau
kejadian yang diukur.

Kalibrasi (calibration) :
Serangkaian kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional penunjukan alat
ukur atau menujukkan nilai yang diabadikan bahan ukur dengan cara
membadingkannya dengan standar ukur yang tertelusuri ke standar nasional dan/atau
international.

Ketelitian (accuracy) :
Kemampuan dari alat ukur untuk memberikan indikasi pendekatan terhadap harga
sebenarnya dari obyek yang diukur.

Definisi lain dari Ketelitian adalah: harga terdekat suatu pembacaan instrumen dari
variabel yang diukur terhadap harga sebenarnya sehingga tingkat kesalahan
pengukuran menjadi lebih kecil. Ketelitian berkaitan dengan alat ukur yang
digunakan pada saat pengukuran.

Secara umum akurasi sebuah alat ukur ditentukan dengan cara kalibrasi pada kondisi
operasi tertentu dan dapat diekspresikan dalam bentuk plus-minus atau presentasi
dalam skala tertentu atau pada titik pengukuran yang spesifik. Semua alat ukur dapat
diklasifikasikan dalam tingkat atau kelas yang berbeda-beda, tergantung pada
akurasinya.

Ketepatan (precision) :
Kedekatan nilai-nilai pengukuran individual yang didistribusikan sekitar nilai rata-
ratanya atau penyebaran nilai pengukuran individual dari nilai rata-ratanya. Alat ukur
yang mempunyai presisi yang bagus tidak menjamin bahwa alat ukur tersebut
mempunyai akurasi yang bagus.

26
Definisi lain dari Ketepatan adalah: tingkat kesamaan nilai pada sekelompok
pengukuran atau sejumlah nilai dimana pengukuran dilakukan secara berulang-ulang
dengan instrumen yang sama. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah cara
melakukan pengukuran. Contoh- contoh masalah dalam ketelitian atau presisi: (1) adanya
kesalahan paralax; (2) adanya kesesuaian (conformity); dan (3) adanya jumlah angka
berarti  jumlah angka di belakangkoma untuk menyatakan hasil pengukuran.

Sensitivitas (sensitivity)
Perbandingan antara sinyal keluaran/respon instrumen terhadap perubahan variabel
masukan yang diukur.

Repeatabilitas (repeatability) :
Kemampuan alat ukur untuk menunjukkan hasil yang sama dari proses pengukuran
yang dilakukan berulang-ulang dan identik.

Kesalahan (error) :
Beda aljabar antara nilai ukuran yang terbaca dengan nilai “sebenarnya“ dari obyek yang
diukur. Perubahan pada reaksi alat ukur dibagi oleh hubungan perubahan aksinya.

Definisi lain dari Kesalahan adalah: penyimpangan variabel yang diukur dari nilai
sebenarnya.

Resolusi (resolution) :
Besar pernyataan dari kemampuan peralatan untuk membedakan arti dari dua tanda
harga atau skala yang paling berdekatan dari besaran yang ditunjukkan. Atau dengan
kata lain adalah perubahan terkecil pada nilai yang diukur dari respon suatu
instrumen.

Koreksi (correction) :
Suatu harga yang ditambahkan secara aljabar pada hasil dari alat ukur untuk
mengkompensasi penambahan kesalahan sistematik.

Ketertelusuran (traceability) :
Terkaitnya hasil pengukuran pada standar nasional/internasional melalui peralatan
ukur yang kinerjanya diketahui, standar-standar yang dimiliki laboratorium tempat
pengukuran dilakukan dan kemampuan personil lab. tersebut.

Kehandalan (reliability) :
Kesanggupan alat ukur untuk melaksanakan fungsi yang disyaratkan untuk suatu
periode yang ditetapkan.

27
Ketidakpastian Pengukuran (uncertainty) :
Perkiraan atau taksiran rentang dari nilai pengukuran dimana nilai sebenarnya dari
besaran obyek yang diukur (measurand) terletak.

Transduser :
Bagian dari alat ukur untuk mengubah atau mengkonveksikan suatu bentuk energi
atau besaran fisik yang diterimanya (sensing elemen) kedalam bentuk energi yang
lain, sehingga mudah diolah oleh peralatan berikutnya.

Sensor :
Bagian/elemen dari alat ukur yang secara langsung berhubungan dengan obyek yang
terukur (elemen perasa).

Rentang ukur (range) :


Besar daerah ukur antara batas ukur bawah dan batas ukur atas’

Jangkauan (span) :
Beda modulus antara dua batas rentang nominal dari alat ukur, Contoh : Rentang
nominal – 10V sampai 10 Volt. Jangkauan 20 V
3. Satuan SI (Sistem Internasional)

Contoh satuan baku dalam Sistem Internasional (SI) adalah sentimeter, kilometer, detik,
menit, jam. Penamaan ini berasal dari bahasa Perancis, Le Systeme Internationale
d'Unites.

Setelah 1700, sekelompok ilmuwan menggunakan sistem ukuran yang disebut dengan
Sistem Metrik. Pada 1960, Sistem Metrik dipergunakan dan diresmikan sebagai Sistem
Internasional.

Dalam satuan SI, setiap jenis ukuran memiliki satuan dasar. Contoh panjang memiliki
satuan dasar meter. Untuk hasil pengukuran lebih besar atau lebih kecil dari meter,
digunakan awalan-awalan.

Berikut ini tabel awalan satuan dalam SI beserta simbol dan kelipatannya:

Awalan SI

Awalan Desimal Sebutan Adopsi

28
Basis Basis
Nama Simbol Skala pendek Skala panjang
1000 10
yota Y 10008 1024 1.000.000.000.000.000.000.000.000 septiliun kuadriliun 1991
zeta Z 10007 1021 1.000.000.000.000.000.000.000 sekstiliun triliar 1991
eksa E 10006 1018 1.000.000.000.000.000.000 kuintiliun triliun 1975
peta P 10005 1015 1.000.000.000.000.000 kuadriliun biliar 1975
tera T 10004 1012 1.000.000.000.000 triliun biliun 1960
giga G 10003 109 1.000.000.000 biliun miliar 1960
mega M 10002 106 1.000.000 juta 1873
kilo k 10001 103 1.000 ribu 1795
hekto h 10002/3 102 100 ratus 1795
deka da 10001/3 101 10 puluh 1795
10000 100 1 satu –
desi d 1000−1/3 10−1 0,1 sepersepuluh 1795
senti c 1000−2/3 10−2 0,01 seperseratus 1795
mili m 1000−1 10−3 0,001 seperseribu 1795
mikro µ 1000−2 10−6 0,000001 sepersejuta 1873
nano n 1000−3 10−9 0,000000001 sepersebiliun sepersemiliar 1960
piko p 1000−4 10−12 0,000000000001 sepersetriliun sepersebiliun 1960
femto f 1000−5 10−15 0,000000000000001 sepersekuadriliun sepersebiliar 1964
ato a 1000−6 10−18 0,000000000000000001 sepersekuintiliun sepersetriliun 1964
zepto z 1000−7 10−21 0,000000000000000000001 sepersesekstiliun sepersetriliar 1991
yokto y 1000−8 10−24 0,000000000000000000000001 seperseseptiliun sepersekuadriliun 1991

Sistem Internasional lebih mudah digunakan karena disusun berdasarkan kelipatan bilangan
10. Penggunaan awalan di depan satuan dasar SI menunjukkan bilangan 10 berpangkat yang
dipilih.

Jadi, penulisan awalan menyederhanakan angka hasil pengukuran, sehingga mudah


dikomunikasikan ke pihak lain.

Pengukuran yang baik dan tepat memerlukan alat ukur yang sesuai.

29

Anda mungkin juga menyukai