TEKNIK FISIKA
Fakultas Teknik
Pendahuluan
Pengukuran besaran fisis adalah aktivitas melakukan pembacaan skala pada alat
ukur. Misalnya mengukur besaran panjang menggunakan penggaris, maka hasil ukurnya
dibaca melalui skala yang ada pada penggaris tersebut. Atau mengukur besaran massa
benda, maka hasilnya juga dibaca melalui skala yang ada pada timbangan yang
digunakan. Dengan perkembangan teknologi, saat ini sudah mudah dijumpai alat ukur
yang menampilkan hasil pengukuran melalui angka digital. Pada hakikatnya angka yang
ditampilkan tersebut adalah angka yang ada di dalam skala.
Berhubung aktivitas mengukur adalah membaca skala pada alat ukur, maka hasil
pengukuran dipengaruhi oleh keterbatasan pada alat ukur, dipengaruhi oeh perilaku
pengukur/pengamat, sifat objek yang diukur, bahkan lingkungan tempat pengukuran.
Pengaruh tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini akan
memberikan konsekuensi bahwa hasil pengukuran bukanlah suatu angka yang absolut
namun terdapat ketidakpastian pengukuran. Misalnya hasil pengukuran panjang pensil
menggunakan mistar ditulis 21,6 ± 0,1 cm.
• Angka 21,6 disebut sebagai angka atau nilai terboleh jadi, atau angka rata-rata,
atau angka terbaik dari hasil ukur.
• Angka 0,1 disebut sebagai angka atau nilai toleransi pengukuran atau
ketidakpastian hasil ukurnya.
1. Galat sistematis
Merupakan galat pengukuran yang akan memberikan efek tetap terhadap hasil
ukur dan bila tidak digunakan analisa atau pengecekan yang benar maka efek ini
dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan. Sumber dari galat sistematis dapat
berupa alat, teknik/metode pengamatan, pengaruh lingkungan, atau
hioptesis/dasar teori yang menggambarkan persamaan sistem dengan
mengabaikan faktor-faktor besaran yang mempengaruhi dalam eksperimen (alias
kesalahan metode analissisnya). Berikut diuraikan keempat sumber galat
sistematis:
A. Alat
B. Teknik Pengamatan
Cara membaca skala tidak pada posisi tegak lurus tetapi miring ke kiri, ke
kanan, ke atas, atau ke bawahpada akhirnya akan menyebabkan kesalahan
pembacaan alat ukur yang disebut dengan paralaks.
C. Pengaruh lingkungan
Temperatur lingkungan, tekanan lingkungan, dan situasi lingkungan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi hasil pengukuran.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang salah dapat menyebabkan galat sistematisnya tidak
dapat dibuang dan galat ini mempengaruhi hasil pengukuran. Sebaliknya
metode analisis yang benar dapat membuang galat sistematis, sehingga galat
ini tidak ada pengaruhnya terhadap hasil pengukuran. Misalnya pada
eksperimen ayunan matematis. Panjang tali yang sebenarnya adalah dari
ujung tali (sebagai titik ayun) hingga di pusat massa bola besi. Namun panjang
tali yang dikur hanya dari titik ayun hingga permukaan bola besi (tidak sampai
ke pusat massa bola besinya).Jika periode ayunan bola besi itu adalah T dan
panjang tali adalah l, maka galat sistematis dari l bisa ditiadakan pengaruhnya
terhadap nilai ukur percepatan gravitas bumi g berdasarkan persamaan
𝑙
𝑇 = 2𝜋√
𝑔
Pengaruh galat sistematis tersebut dapat dieliminasi atau dihilangkan apabila
sudah diketahui penyebab atau sumbernya.
2. Galat rambang/acak (random errors)
Merupakan galat yang bersifat fluktuatif dan merupakan gejala umum dari
pengamatan karena nilai ukurnya terkadang terlalu besar atau terlalu kecil.
Tegasnya, galat rambang muncul karena pengukuran berulang dan disebabkan
karena keterbatasan atau kemampuan pengukur.
Sumber dari galat ini tidak selalu dapat diidentifikasi. Sumber galat rambang
dapat berasal dari:
a. Pengamat, misalnya ketidakcermatan dalam membaca suatu penunjukan
skala atau kesalahan pencatatan atau kesalahan dalam pembulatan
b. Lingkungan, misanya terjadi fluktuasi sumber tegangan dari PLN, adanya
getaran mekanik, perubahan temperatur ruang, dan lain sebagainya.
c. Alat ukur, misalnya memiliki nilai ketidakpastian yang relatif besar.
Misal:
Pengamatan tegangan atau arus listrik dari suatu sistem, seringkali nilainya
bersifat fluktuatif seperti ditunjukkan pada tabel berikut.
2
∑𝑁 (𝑥 𝑖 − 𝑥̅)
𝜎𝑥 = √ 𝑖=1
(𝑁 − 1)
∑𝑁
𝑖=1 𝑥 𝑖
𝑥̅ =
𝑁
di mana:
𝜎𝑥 = Galat pengamatan
𝑥̅ = Nilai rata-rata
𝑥 𝑖 = Data ke-i
𝑁 = Jumlah pengulangan
Perlu untuk diperhatikan bahwa pengukuran secara berulang terjadi hanya apabila
penunjukan alat ukur terjadi fluktuasi, Namun bila ternyata penunjukan hasil alat ukur
tersebut konstan (konsisten) maka tidak perlu dilakukan pengukuran berulang,
Galat ini disebabkan oleh kekeliruan yang dilakukan oleh pengukur. Istilahnya human
error. Hal tersebut dapat terjadi karena pengukur dalam kondisi tidak fokus atau
mengantuk sehinga nilai pembacaanpun tidak benar. Galat ini bisa dihindari dengan cara
pelaku eksperimen mawas diri sehingga tidak mengulang kesalahannya.
Nilai galat ditentukan oleh banyak faktor (sebagaimana telah dijelaskan di atas), dan
untuk memahami faktor-faktor tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
metode analisis data dan diperlukan juga banyak pengalaman eksperimen maupun
penelitian yang dilakukan sehingga tercapai perasaan atau akal sehat (alias common
sense) yang benar pada diri seorang pengamat/pengolah data.
Apabila tidak terdapat nilai sebenarnya, maka parameter yang dihitung adalah
ketidakpastian pengukuran. Untuk itu diberikan pedoman praktis bagi praktikan
(pengolah data pemula) dengan pendekatan yang sederhana sehingga dapat menghitung
galat dengan cara yang benar sesuai dengan model datanya. Model data dimaksud dapat
berupa data tunggal, berulang, ataukah pengukuran tidak langsung.
1. Data tunggal, adalah data yang diperoleh dengan cukup sekali pengamatan. Misal
pengamatan temperatur pada proses pendinginan, pengamatan panjang
kawat/tali yang tipis, pengamatan arus atau tegangan listrik yang cukup stabil.
Cara menentukan ketidakpastian pengukuran dilakukan dengan penaksiran yang
dilandasi oleh keadaan skala alat tersebut. Apabila alat ukurnya adalah analog
maka besarnya ketidakpastian pengukuran adalah setengah dari nilai skala
terkecil, sementara itu apabila alat ukurnya digital maka besarnya ketidakpastian
pengukuran adalah nilai skala terkecil.
2. Data berulang, adalah data yang diamati secara berulang (lebih dari 1x). Hal ini
biasa dikerjakan ketika melakukan eksperimen. Dari pengukuran dengan data
seperti ini, misalnya besaran x, maka hasilnya ditulis x = (𝑥̅ ± 𝜎𝑥 ). Lambang 𝑥̅
bermakna nilai ukur terboleh jadi benar atau nilai rerata dari x sedangkan 𝜎𝑥
adalah nilai ketidakpastian pengukuran.
Misal:
Hasil perhitungan kalculator:
𝑥̅ = 47,49
𝜎𝑥 = 0,0158113
Penyajian hasil tersebut dituliskan sebagai x = 47,49 ± 0,02
3. Galat perambatan
Galat jenis ini merupakan galat hasil perhitungan dari sejumlah parameter yang
diukur langsung untuk menaksir suatu besaran secara tidak langsung.
Misalnya kita ingin mengukur volume benda yang berbentuk balok dengan alat
ukur panjang (penggaris). Besaran yang diukur langsung dengan penggaris adalah
panjang (p), lebar (l), dan tinggi (t). Adapun besaran volume (V) balok tersebut
dihitung, nilai volume reratanya, menggunakan persamaan:
𝑉̅ = 𝑝̅. 𝑙.̅ 𝑡 ̅
Galat volume (V) dihitung dengan rumus perambatan galat sebagai berikut:
2 2 2
𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝜎𝑉 = √ ( 𝜎𝑝 ) + ( 𝜎𝑙 ) + ( 𝜎𝑡 )
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡
Misal hasil data dari pengukuran langsung diperoleh:
p = (5,12 ± 0,02) cm
l = (3,22 ± 0,01) cm
t = (2,57 ± 0,01) cm
Diperoleh hasil perhitungan:
V = (5,12)(3,22)(2,57)=42,37 cm 2
𝜕𝑉
( ) = 𝑙.̅ 𝑡 ̅ = (3,22)(2,57) = 8,2754
𝜕𝑝
𝜕𝑉
( ) = 𝑝̅ . 𝑡 ̅ = (5,12)(2,57) = 13,1564
𝜕𝑙
𝜕𝑉
( ) = 𝑝̅. 𝑙 = (5,12)(3,22) = 16,4864
𝜕𝑡
𝜎𝑉 = √(8,2754) 2 (0,02)2 + (13,1564) 2 (0,01) 2 + (16,4864) 2(0,01) 2
𝜎𝑉 = 0,5643 𝑐𝑚 3
Selanjutnya penyajian hasil perhitungan volume balok dimaksud adalah:
𝑉 = (42,4 ± 0,6) 𝑐𝑚 3
Contoh lain akan dihitung panjang fokus (focus length) lensa positif dan telh diberikan
data hasil pengamatan berupa jarak bayangan (b’=25,5 ± 0,2) cm dan jarak benda
(b=20,1 ± 0,2) cm.
Maka perhitungan panjang fokus lensa (f) berdasarkan rumusan
1 1 1
= + atau
𝑓 𝑏 𝑏′
𝑏. 𝑏 ′
𝑓= = 11,24 𝑐𝑚
𝑏 + 𝑏′
Diperoleh galat folus melalui perambatan galat sebagai berikut:
2 2
𝜕𝑓 𝜕𝑓
𝜎𝑓 = √ ( 𝜎𝑏 ) + ( ′ 𝜎𝑏′ ) = 0,03 𝑐𝑚
𝜕𝑏 𝜕𝑏
Grafik
Manfaat grafik
Keberadaan grafik yang biasa dicantumkan pada bagian hasil dan pembahasan atau
analisis data, setidaknya dapat memberikan 4 manfaat. Berikut ini diuraikan kedelalapan
manfaat keberadaan grafik tersebut:
1. Secara visual grafik merupakan gambaran data hasil pengamatan yang banyak
mengandung informasi bagi pengamat.
2. Keberadaan Grafik berguna untuk membandingkan antara hasil eksperimen
dengan landasan teoritisnya
3. Grafik dapat digunakan untuk kalibrasi (peneraan) yang secara empiris
memberikan hubungan antara dua besaran yang saling mempengaruhi.
4. Grafik dapat menentukan konstanta yang menghubungan antara besaran yang
satu dengan besaran lainnya.
Saran
Untuk dapat membuat grafik dengan baik dan benar memerlukan keterampilan
khusus, kebiasaan menganalisis data, ketajaman analisis, dan pemahaman masalah
yang diamati dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini, dosen pengampu
menyarankan agar Anda banyak membaca dan melatih diri terkait buku-buku dan
program grafik yang telah ada berkembang saat ini.
Do Don’t
Memilih jenis grafik yang sesuai (garis, Sembarangan dalam memilih jenis
batang, histogram, pie, dsb) grafik yang penting estetik
Melakukan penarikan garis dan Melakukan penarikan garis dan
pembuatan persamaan hanya pada data pembuatan persamaan hanya pada
yang kontinyu dan menunjukkan sebab semua data
akibat
A. Tujuan Eksperimen
B. Dasar Teori
Gaya berat (W) merupakan besaran turunan dan besaran vektor yang memiliki
arah selalu tegak lurus ke arah bawah menuju pusat bumi. Nilai gaya berat
dipengaruhi oleh massa benda (m) dan percepatan gravitasi (g) yang mengenai
benda tersebut berdasarkan persamaan berikut:
Ketika benda diletakkan di atas bidang, terjadi aksi-reaksi antara benda dengan
bidang. Berdasarkan hukum ketiga Newton, gaya reaksi sama besar dengan gaya aksi.
Besar dan arah gaya reaksi jika diproyeksikan ke dua arah yaitu tegak lurus bidang
dan sejajar bidang menghasilkan dua jenis gaya yang saling tegak lurus (N dan f g)
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gam bar 1.2. Gaya aksi-reaksi pada benda di suatu bidang miring
Gaya reaksi yang sejajar dengan lintasan bidang miring diwujudkan dalam bentuk
gaya gesek (f g) yang mencegah benda tergelincir. Sementara itu, proyeksi gaya reaksi
yang tegak lurus lintasan berupa gaya normal (N) yang menjaga benda tetap di
permukaan bidang. Besar gaya normal sama dengan proyeksi gaya berat yang arahnya
tegak lurus bidang, namun arahnya berlawanan. Perlu diperhatikan bahwa arah gaya
normal (N) selalu tegak lurus terhadap bidang.
Setiap gaya pada benda yang berada di atas bidang miring dapat diuraikan menjadi
dua atau lebih gaya-gaya. Gaya berat dapat diuraikan menjadi gaya yang sejajar dengan
lintasan yaitu W∙sin(𝛼) dan gaya yang tegak lurus lintasan yaitu W∙cos(𝛼). Begitu pula
gaya reaktif (F) dapat diuraikan menjadi sejajar dengan lintasan yaitu gaya gesek (f g) dan
gaya tegak lurus lintasan yaitu N sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.3. Gaya berat (W)
dikerjakan oleh benda, sedangkan gaya normal (N) dikerjakan oleh permukaan. Jika
benda tetap ada di permukaan, maka proyeksi gaya berat terhadap sumbu yang tegak
lurus permukaan dan gaya normal dihubungkan oleh persamaan berikut:
Gaya gesek (f g) adalah gaya melawan arah gerak benda atau arah kecenderungan
benda akan bergerak. Gaya gesek terjadi apabila dua benda saling melakukan kontak atau
bersentuhan seperti benda dengan bidang. Terdapat dua jenis gaya gesek yaitu gaya
gesek statis dan gaya gesek kinetis. Gaya gesek statis merupakan gaya gesek yang bekerja
pada sebuah benda, dimana benda tersebut masih diam sampai tepat akan bergerak.
Selama gaya pendorong/penarik benda kurang dari gaya gesek statisnya, maka benda
akan tetap diam atau tidak bergerak. Besarnya gaya gesek statis (f s) memenuhi
persamaan:
f s = μs N Persamaan (1.3)
Gaya gesek kinetis merupakan gaya gesek yang bekerja pada sebuah benda yang
sedang bergerak, dan arahnya selalu berlawanan dengan arah gerak benda. Koefisien
gesek kinetis dinotasikan dengan μk dan pada umumnya selalu lebih kecil dari koefisien
gaya gesek statis (μs) untuk benda yang sama. Besarnya gaya gesek kinetis memenuhi
persamaan
f k = μk N Persamaan (1.4)
Gaya gesekan kinetis terjadi pada benda yang bergerak, hal ini terjadi karena gaya
pendorong/penarik lebih dari gaya gesek statis maksimumnya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa nilai μs > μk, dimana rentang nilai koefisien gesekan adalah 0 <μ<1.
C. Metode
D. Analisis Data
1. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara gaya normal terhadap besarnya
gaya gesek pada kedua balok tersebut. Besarnya kemiringan atau gradien
merupakan nilai koefisien gaya gesek kinetis.
2. Langkah-langkah dalam praktikum menjelaskan cara memperoleh koefisien gaya
gesek kinetis, jelaskan bagaimana metode mendapatkan koefisien gaya gesek
statis?
3. Jelaskan mengapa gaya gesek hasil eksperimen berbeda nilainya dengan gaya
gesek yang dihitung secara teoritis?
4. Mengapa semakin besar kemiringan maka selisih gaya gesek eksperimen dan
teoritis menjadi semakin besar?
5. Manakah di antara gaya berat dan gaya normal yang paling mempengaruhi gaya
gesek? Jelaskan!
6. Jelaskan apa saja aplikasi dalam kehidupan nyata yang mungkin dari eksperimen
ini.
Tabel Data Eksperimen - Modul 1 Gaya Gesek pada Bidang Miring
Balok 1 (Kasar)
Massa (timbangan) =
Gaya ∆ Gaya
Sudut W cos W sin W sin (𝛼) Gaya Gaya Gesek
Gesek Gesek
(𝛼) (𝛼) (𝛼) (Teoritis) Tarik (eksperimen)
(teoretis)
5o
15o
30o
45o
60o
μ k(balok 1) =
Balok 2 (Kaca)
Massa (timbangan) =
Gaya ∆ Gaya
Sudut W cos W sin W sin (𝛼) Gaya Gaya Gesek
Gesek Gesek
(𝛼) (𝛼) (𝛼) (Teoritis) Tarik (eksperimen)
(teoretis)
5o
15o
Gaya ∆ Gaya
Sudut W cos W sin W sin (𝛼) Gaya Gaya Gesek
Gesek Gesek
(𝛼) (𝛼) (𝛼) (Teoritis) Tarik (eksperimen)
(teoretis)
30o
45o
60o
μ k(balok 2) =
MODUL 2
Pegas merupakan salah satu benda elastis yang apabila diberi gaya tekan atau
gaya regang, maka ia akan kembali kepada keadaan setimbang atau semula ketika gaya
yang diberikan padanya dihilangkan. Pegas merupakan struktur sedemikian rupa yang
memiliki kelenturan dan menimbulkan adanya gaya pemulih. Gaya pemulih yang ada
pada pegas banyak digunakan baik dalam bidang teknik maupun kehidupan sehari-hari,
seperti pada spring bed dan shock breaker. Selain itu, pegas juga dimanfaatkan untuk
meredam getaran pada suatu roda kendaraan akibat permukaan jalanan yang tidak rata
yang disebut dengan pegas daun.
Setiap pegas mempunyai tetapan bernama tetapan pegas yang merupakan
tetapan kesebandingan antara gaya yang diberikan kepada pegas terhadap perubahan
panjang pegas yang dinyatakan dengan Hukum Hooke. Hukum Hooke adalah salah satu
hukum fisika yang timbul karena adanya sifat elastisitas dari benda. Sebuah benda yang
diberi gaya, maka Hukum Hooke hanya berlaku hingga titik yang menunjukkan batas
Hukum Hooke. Apabila gaya yang diberikan melewati batas, maka panjang benda akan
memasuki daerah plastis yang artinya apabila gaya dihilangkan maka benda tersebut
tidak dapat kembali ke bentuk semula dan berubah bentuk secara tetap.
𝐹 = −𝑘∆𝑥 (7.1)
dengan k adalah konstanta pegas (N/m) dan tanda negatif dapat diartikan arah gaya
pegas yang berlawanan dengan regangan atau simpangan dari benda tersebut.
Dari persamaan (7.1) dapat dianalisis bahwa semakin besar gaya yang diberikan
pada benda, maka perubahan panjang benda tersebut juga akan semakin besar. Selain
itu, didapatkan pula bahwa percepatan berbanding lurus dan arahnya berlawanan
dengan simpangan yang merupakan karakteristik umum gerak harmonik sederhana.
Perhatikan gambar berikut
Gambar 7.1. Pegas kondisi tak teregang, ketika ada dan tidak ada m (kiri) dan ketika
disimpangkan (kanan)
Pegas dalam kondisi tak teregang tanpa adanya beban (m) dan kemudian diberi
beban bermassa m sehingga pegas bertambah panjang sebesar x. Kemudian beban
bermassa m disimpangkan dari posisi seimbang (ketika ada m) dan dilepaskan maka
sistem pegas-beban tersebut menjadi berosilasi. Jika keberadaan gaya gesekan udara
dapat diabaikan dan pegas mempunyai konstanta pegas k, maka hubungan antara
periode osilasi (T) dengan massa beban (m) memenuhi persamaan berikut:
𝑚
𝑇 = 2𝜋√ (7.2)
𝑘
Pegas sendiri dapat disusun menjadi beberapa jenis, yakni secara tunggal, seri,
dan paralel. Pada susunan pegas seri, gaya tarik yang dialami oleh setiap pegas sama
besar. Apabila pegas disusun secara seri, maka nilai
𝐹 = 𝐹1 = 𝐹2
∆𝑋 = ∆𝑋1 + ∆𝑋2
Sedangkan pada susunan pegas secara parallel, gaya tarik pegas bernilai
𝐹 = 𝐹1 + 𝐹2
∆X =∆𝑋1= ∆𝑋2
C. Metode
1. Pegas
2. Mistar
3. Statif dan penggantung
4. Stopwatch
5. Beban (bervariasi massanya)
6. Kawat/tali
7. Bolpoin (membawa sendiri)
1. Dari persamaan (1) hitunglah konstanta pegas melalui gradien hasil plot antara
T2 vs m pada pegas tunggal, pegas yang disusun seri, dan pegas yang disusun
paralel.
2. Bagaimana hasil eksperimen Anda ketika pegas yang Anda gunakan (dengan
menambah massa beban) sehingga panjang pegas bertambah menjadi 2 kali
panjang semula.
3. Bagaimana cara menentukan ralat dan menghitung konstanta pegas pada
percobaan?
4. Jelaskan pengertian tentang gaya pemulih atau gaya pembalik (restoring force).
5. Jelaskan pengertian dari hukum Hooke dan jelaskan apakah yang dimaksud pegas
hanyalah spiral yang terbuat dari besi?
6. Jelaskan apa saja aplikasi dalam kehidupan nyata yang mungkin dari percobaan
ini.
Tabel Data Eksperimen
Satu pegas
100
125
100
125
100
125