Anda di halaman 1dari 21

MODUL PRAKTIKUM FISIKA

TEKNIK FISIKA

Versi 9 Maret 2024

Dosen Pengampu: Dr. Nur Abdillah Siddiq

Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika

Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada


Ketidakpastian Pengukuran

Pendahuluan

Menurut Encyclopedia Britannica, Fisika adalah salah satu cabang ilmu


pengetahuan alam (natural science) yang mempelajari struktur dari suatu materi dan
interaksi antara materi-materi tersebut yang dapat diamati baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dikarenakan dapat diamati, maka fenomena fisika harus dapat dijelaskan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam praktiknya, kuantifikasi suatu fenomena
fisis menjadi karakteristik penting dalam ilmu Fisika. Artinya, apapun yang dinyatakan
dengan hukum fisika selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka bersatuan tertentu dan
diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran.

Pengukuran besaran fisis adalah aktivitas melakukan pembacaan skala pada alat
ukur. Misalnya mengukur besaran panjang menggunakan penggaris, maka hasil ukurnya
dibaca melalui skala yang ada pada penggaris tersebut. Atau mengukur besaran massa
benda, maka hasilnya juga dibaca melalui skala yang ada pada timbangan yang
digunakan. Dengan perkembangan teknologi, saat ini sudah mudah dijumpai alat ukur
yang menampilkan hasil pengukuran melalui angka digital. Pada hakikatnya angka yang
ditampilkan tersebut adalah angka yang ada di dalam skala.

Berhubung aktivitas mengukur adalah membaca skala pada alat ukur, maka hasil
pengukuran dipengaruhi oleh keterbatasan pada alat ukur, dipengaruhi oeh perilaku
pengukur/pengamat, sifat objek yang diukur, bahkan lingkungan tempat pengukuran.
Pengaruh tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini akan
memberikan konsekuensi bahwa hasil pengukuran bukanlah suatu angka yang absolut
namun terdapat ketidakpastian pengukuran. Misalnya hasil pengukuran panjang pensil
menggunakan mistar ditulis 21,6 ± 0,1 cm.

• Angka 21,6 disebut sebagai angka atau nilai terboleh jadi, atau angka rata-rata,
atau angka terbaik dari hasil ukur.
• Angka 0,1 disebut sebagai angka atau nilai toleransi pengukuran atau
ketidakpastian hasil ukurnya.

Untuk memperoleh angka-angka tersebut diperlukan pengetahuan tentang


ketidakpastian pengukuran dan galat (error). Perbedaan ketidakpastian dan galat adalah
sebagai berikut:

• Menghitung galat diperlukan informasi mengenai nilai sebenarnya (true value),


menghitung ketidakpastian pengukuran tidak memerlukan informasi tersebut.

• Galat dapat diperbaiki, ketidakpastian pengukuran tidak dapat diperbaiki.

• Galat adalah sifat eksternal, ketidakpastian pengukuran adalah sifat internal.


• Ketidakpastian pengukuran dapat menjadi galat, namun galat tidak dapat menjadi
ketidakpastian pengukuran.

Ragam Galat dan Sumbernya

Ragam galat dari pengukuran atau pengamatan dikelompokkan menjadi 3 macam


yaitu:
• Galat sistematis (systematic error)
• Galat rambang atau acak (random error)
• Galat kekeliruan tindakan

Berikut adalah penjelasan detail dari setiap galat tersebut:

1. Galat sistematis
Merupakan galat pengukuran yang akan memberikan efek tetap terhadap hasil
ukur dan bila tidak digunakan analisa atau pengecekan yang benar maka efek ini
dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan. Sumber dari galat sistematis dapat
berupa alat, teknik/metode pengamatan, pengaruh lingkungan, atau
hioptesis/dasar teori yang menggambarkan persamaan sistem dengan
mengabaikan faktor-faktor besaran yang mempengaruhi dalam eksperimen (alias
kesalahan metode analissisnya). Berikut diuraikan keempat sumber galat
sistematis:
A. Alat

Sebuah termometer yang terkalibrasi sejak awal pada tekanan atmosfer


menunjukkan 102oC pada air mendidih dan 2oC pada es membeku. Apabila
termometer ini digunakan untuk mengukur temperatur benda maka selalu
menunjukkan hasil yang selalu lebih tinggi 2oC. Artinya, termometer tersebut
memberikan galat sistematis sebesar +2oC.

B. Teknik Pengamatan
Cara membaca skala tidak pada posisi tegak lurus tetapi miring ke kiri, ke
kanan, ke atas, atau ke bawahpada akhirnya akan menyebabkan kesalahan
pembacaan alat ukur yang disebut dengan paralaks.
C. Pengaruh lingkungan
Temperatur lingkungan, tekanan lingkungan, dan situasi lingkungan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi hasil pengukuran.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang salah dapat menyebabkan galat sistematisnya tidak
dapat dibuang dan galat ini mempengaruhi hasil pengukuran. Sebaliknya
metode analisis yang benar dapat membuang galat sistematis, sehingga galat
ini tidak ada pengaruhnya terhadap hasil pengukuran. Misalnya pada
eksperimen ayunan matematis. Panjang tali yang sebenarnya adalah dari
ujung tali (sebagai titik ayun) hingga di pusat massa bola besi. Namun panjang
tali yang dikur hanya dari titik ayun hingga permukaan bola besi (tidak sampai
ke pusat massa bola besinya).Jika periode ayunan bola besi itu adalah T dan
panjang tali adalah l, maka galat sistematis dari l bisa ditiadakan pengaruhnya
terhadap nilai ukur percepatan gravitas bumi g berdasarkan persamaan
𝑙
𝑇 = 2𝜋√
𝑔
Pengaruh galat sistematis tersebut dapat dieliminasi atau dihilangkan apabila
sudah diketahui penyebab atau sumbernya.
2. Galat rambang/acak (random errors)
Merupakan galat yang bersifat fluktuatif dan merupakan gejala umum dari
pengamatan karena nilai ukurnya terkadang terlalu besar atau terlalu kecil.
Tegasnya, galat rambang muncul karena pengukuran berulang dan disebabkan
karena keterbatasan atau kemampuan pengukur.
Sumber dari galat ini tidak selalu dapat diidentifikasi. Sumber galat rambang
dapat berasal dari:
a. Pengamat, misalnya ketidakcermatan dalam membaca suatu penunjukan
skala atau kesalahan pencatatan atau kesalahan dalam pembulatan
b. Lingkungan, misanya terjadi fluktuasi sumber tegangan dari PLN, adanya
getaran mekanik, perubahan temperatur ruang, dan lain sebagainya.
c. Alat ukur, misalnya memiliki nilai ketidakpastian yang relatif besar.

Untuk meminimalkan galat rambang (termasuk ketidakpastian pengukuran)


maka harus dilakukan pengukuran berulang, semakin banyak pengulangan maka
semakin kecil galat ini.

Misal:

Pengamatan tegangan atau arus listrik dari suatu sistem, seringkali nilainya
bersifat fluktuatif seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Pengukuran ke Data pengamatan (mA)


1 47,51
2 47,49
3 47,48
4 47,50
5 47,47

Maka untuk menghitung besarnya galat/ketidakpastian pengukuran perlu digunakan


rumus standar deviasi sebagai berikut:

2
∑𝑁 (𝑥 𝑖 − 𝑥̅)
𝜎𝑥 = √ 𝑖=1
(𝑁 − 1)

∑𝑁
𝑖=1 𝑥 𝑖
𝑥̅ =
𝑁
di mana:

𝜎𝑥 = Galat pengamatan

𝑥̅ = Nilai rata-rata

𝑥 𝑖 = Data ke-i

𝑁 = Jumlah pengulangan

Beberapa mesin kalkulator telah memprogram 2 persamaan diatas sehingga


dapat langsung menghitung menggunakan kalkulator. Adapun cara menggunakan
kalkulator untuk menghitung 2 persamaan di atas dapat dipelajari melalui instruksi
manualnya.

Perlu untuk diperhatikan bahwa pengukuran secara berulang terjadi hanya apabila
penunjukan alat ukur terjadi fluktuasi, Namun bila ternyata penunjukan hasil alat ukur
tersebut konstan (konsisten) maka tidak perlu dilakukan pengukuran berulang,

3. Galat kekeliruan tindakan

Galat ini disebabkan oleh kekeliruan yang dilakukan oleh pengukur. Istilahnya human
error. Hal tersebut dapat terjadi karena pengukur dalam kondisi tidak fokus atau
mengantuk sehinga nilai pembacaanpun tidak benar. Galat ini bisa dihindari dengan cara
pelaku eksperimen mawas diri sehingga tidak mengulang kesalahannya.

Cara Menentukan Nilai Ketidakpastian Pengukuran

Nilai galat ditentukan oleh banyak faktor (sebagaimana telah dijelaskan di atas), dan
untuk memahami faktor-faktor tersebut diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
metode analisis data dan diperlukan juga banyak pengalaman eksperimen maupun
penelitian yang dilakukan sehingga tercapai perasaan atau akal sehat (alias common
sense) yang benar pada diri seorang pengamat/pengolah data.
Apabila tidak terdapat nilai sebenarnya, maka parameter yang dihitung adalah
ketidakpastian pengukuran. Untuk itu diberikan pedoman praktis bagi praktikan
(pengolah data pemula) dengan pendekatan yang sederhana sehingga dapat menghitung
galat dengan cara yang benar sesuai dengan model datanya. Model data dimaksud dapat
berupa data tunggal, berulang, ataukah pengukuran tidak langsung.

1. Data tunggal, adalah data yang diperoleh dengan cukup sekali pengamatan. Misal
pengamatan temperatur pada proses pendinginan, pengamatan panjang
kawat/tali yang tipis, pengamatan arus atau tegangan listrik yang cukup stabil.
Cara menentukan ketidakpastian pengukuran dilakukan dengan penaksiran yang
dilandasi oleh keadaan skala alat tersebut. Apabila alat ukurnya adalah analog
maka besarnya ketidakpastian pengukuran adalah setengah dari nilai skala
terkecil, sementara itu apabila alat ukurnya digital maka besarnya ketidakpastian
pengukuran adalah nilai skala terkecil.
2. Data berulang, adalah data yang diamati secara berulang (lebih dari 1x). Hal ini
biasa dikerjakan ketika melakukan eksperimen. Dari pengukuran dengan data
seperti ini, misalnya besaran x, maka hasilnya ditulis x = (𝑥̅ ± 𝜎𝑥 ). Lambang 𝑥̅
bermakna nilai ukur terboleh jadi benar atau nilai rerata dari x sedangkan 𝜎𝑥
adalah nilai ketidakpastian pengukuran.
Misal:
Hasil perhitungan kalculator:
𝑥̅ = 47,49
𝜎𝑥 = 0,0158113
Penyajian hasil tersebut dituliskan sebagai x = 47,49 ± 0,02
3. Galat perambatan
Galat jenis ini merupakan galat hasil perhitungan dari sejumlah parameter yang
diukur langsung untuk menaksir suatu besaran secara tidak langsung.
Misalnya kita ingin mengukur volume benda yang berbentuk balok dengan alat
ukur panjang (penggaris). Besaran yang diukur langsung dengan penggaris adalah
panjang (p), lebar (l), dan tinggi (t). Adapun besaran volume (V) balok tersebut
dihitung, nilai volume reratanya, menggunakan persamaan:
𝑉̅ = 𝑝̅. 𝑙.̅ 𝑡 ̅
Galat volume (V) dihitung dengan rumus perambatan galat sebagai berikut:
2 2 2
𝜕𝑉 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝜎𝑉 = √ ( 𝜎𝑝 ) + ( 𝜎𝑙 ) + ( 𝜎𝑡 )
𝜕𝑝 𝜕𝑙 𝜕𝑡
Misal hasil data dari pengukuran langsung diperoleh:
p = (5,12 ± 0,02) cm
l = (3,22 ± 0,01) cm
t = (2,57 ± 0,01) cm
Diperoleh hasil perhitungan:
V = (5,12)(3,22)(2,57)=42,37 cm 2

𝜕𝑉
( ) = 𝑙.̅ 𝑡 ̅ = (3,22)(2,57) = 8,2754
𝜕𝑝
𝜕𝑉
( ) = 𝑝̅ . 𝑡 ̅ = (5,12)(2,57) = 13,1564
𝜕𝑙
𝜕𝑉
( ) = 𝑝̅. 𝑙 = (5,12)(3,22) = 16,4864
𝜕𝑡
𝜎𝑉 = √(8,2754) 2 (0,02)2 + (13,1564) 2 (0,01) 2 + (16,4864) 2(0,01) 2
𝜎𝑉 = 0,5643 𝑐𝑚 3
Selanjutnya penyajian hasil perhitungan volume balok dimaksud adalah:
𝑉 = (42,4 ± 0,6) 𝑐𝑚 3
Contoh lain akan dihitung panjang fokus (focus length) lensa positif dan telh diberikan
data hasil pengamatan berupa jarak bayangan (b’=25,5 ± 0,2) cm dan jarak benda
(b=20,1 ± 0,2) cm.
Maka perhitungan panjang fokus lensa (f) berdasarkan rumusan
1 1 1
= + atau
𝑓 𝑏 𝑏′
𝑏. 𝑏 ′
𝑓= = 11,24 𝑐𝑚
𝑏 + 𝑏′
Diperoleh galat folus melalui perambatan galat sebagai berikut:
2 2
𝜕𝑓 𝜕𝑓
𝜎𝑓 = √ ( 𝜎𝑏 ) + ( ′ 𝜎𝑏′ ) = 0,03 𝑐𝑚
𝜕𝑏 𝜕𝑏

Maka hasil pengukuran ditulis sebagai f = (11,24 ± 0,03) cm.

Grafik

Di dalam proses menganalisis data hasil pengukuran, bahkan penelitian sekalipun,


sangat diperlukan tampilan data yang dinyatakan dalam bentuk grafik. Grafik merupakan
bentuk visual dari tampilan data yang dapat memberikan gambaran tentang
kelakuan/fungsi data terhadap besaran-besaran (variabel-variabel) lain yang
mempengaruhinya. Untuk itu seorang analis data harus dapat membuat grafik secara
baik, benar, dan bijaksana. Itu dikarenakan hasil grafik sangat membantu dalam
mengevaluasi data yang diamati.

Manfaat grafik

Keberadaan grafik yang biasa dicantumkan pada bagian hasil dan pembahasan atau
analisis data, setidaknya dapat memberikan 4 manfaat. Berikut ini diuraikan kedelalapan
manfaat keberadaan grafik tersebut:

1. Secara visual grafik merupakan gambaran data hasil pengamatan yang banyak
mengandung informasi bagi pengamat.
2. Keberadaan Grafik berguna untuk membandingkan antara hasil eksperimen
dengan landasan teoritisnya
3. Grafik dapat digunakan untuk kalibrasi (peneraan) yang secara empiris
memberikan hubungan antara dua besaran yang saling mempengaruhi.
4. Grafik dapat menentukan konstanta yang menghubungan antara besaran yang
satu dengan besaran lainnya.

Cara membuat grafik

1. Pasang sumbu horizontal (sumbu x) sebagai data-data variabel (sebab) dan


sumbu vertikal (sumbu y) sebagai data hasil pengamatan (akibat). Ingat jangan
sampai terbalik.
2. Buatlah angka skala pada kedua sumbu tersebut yang sesuai (berkisar pada nilai
hasil pengamatan) sehingga memudahkan untuk melukis titik pengamatan.
Pilihlah angka skala yang mudah, misal 1 cm pada kertas grafik mewakili 1 unit
atau 10, 100, 0,1 dan sebagainya.
3. Aturlah pembagian skala dengan baik sehingga tititk-titik pengamatan berjarak
cukup jauh (tidak saling berdempatan) antara satu dengan yang lainnya.
4. Aturlah pembagian skala pada sumbu horizontal dan sumbu vertikal sedemikian
rupa sehingga kemiringan garis pada grafik (khusus grafik linear) berada antara
sudut 30oC dan 60oC.
5. Tariklah garis grafik secara halus dan merata yang menelusuri daerah titik-titik
pengamatan. Janganlah melukis garis patah-patah yang menghubungkan tiap dua
titik pengamatan yang berurutan.
6. Apabila grafik yang diharapkan merupakan garis lurus (lienar) dan memenuhi
persamaan y = Mx jangan dipaksa harus melalui titik (0,0), tetapi hendaknya
ditarik garis lurus yang paling cocok melalui daerah titik-titik hasil pengamatan.
Melalui cara ini dapat terdeteksi bula ternyata terdapat galat sistematis dalam
pengamatan.
7. Pengamatan grafik hasil pengamatan sebaiknya dilakukan langsung pada saat
pengambilan data pengukuran masih berlangsung (ketika set up pengukuran
masih belum diubah/dibongkar). Hal ini membantu pengamat apabila terjadi
penyimpangandata yang cukup ekstrem sehingga dapat dilakuan pengulangan
pengamatan.
8. Langkah penyempurnaan data perlu dilakukan bila masih memungkinkan. Itu
dilakukan di daerah yang peka (crucial regions). Misal seperti pada Gambar 1.11
yaitu tindakan penyemprunaan masih perlu dilakukan di daerah kosong I < 15
mA.

Saran

Untuk dapat membuat grafik dengan baik dan benar memerlukan keterampilan
khusus, kebiasaan menganalisis data, ketajaman analisis, dan pemahaman masalah
yang diamati dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini, dosen pengampu
menyarankan agar Anda banyak membaca dan melatih diri terkait buku-buku dan
program grafik yang telah ada berkembang saat ini.

Do Don’t

Sumbu x adalah variabel bebas (sebab), Tidak memperdulikan sumbu x dan y


sumbu y adalah variabel terikat (akibat)

Memberikan keterangan pada sumbu x Tidak memberikan keterangan pada


dan juga sumbu y sumbu x dan juga sumbu y

Memilih jenis grafik yang sesuai (garis, Sembarangan dalam memilih jenis
batang, histogram, pie, dsb) grafik yang penting estetik
Melakukan penarikan garis dan Melakukan penarikan garis dan
pembuatan persamaan hanya pada data pembuatan persamaan hanya pada
yang kontinyu dan menunjukkan sebab semua data
akibat

Menggunakan error bar untuk Tidak menggunakan error bar untuk


pengukuran berulang pengukuran berulang
MODUL 1. Gaya Gesek pada Bidang Miring

A. Tujuan Eksperimen

Setelah menyelesaikan modul ini diharapkan mahasiswa dapat membandingkan


nilai gaya gesek kinetis yang diperoleh dari perhitungan dengan nilai yang diperoleh
dari eksperimen. Selain itu diharapkan juga dapat menghitung besarnya gaya gesek
kinetis.

B. Dasar Teori

Gaya berat (W) merupakan besaran turunan dan besaran vektor yang memiliki
arah selalu tegak lurus ke arah bawah menuju pusat bumi. Nilai gaya berat
dipengaruhi oleh massa benda (m) dan percepatan gravitasi (g) yang mengenai
benda tersebut berdasarkan persamaan berikut:

W=m.g Persamaan (1.1)

Besarnya percepatan gravitasi dipengaruhi oleh jaraknya dari pusat bumi


sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap besarnya gaya berat. Berdasarkan
persamaan (1.1) juga dapat dinyatakan bahwa besarnya gaya berat tidak dipengaruhi
oleh kemiringan tempat meletakkan benda sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
1.1.

G ambar 1.1. Besarnya gaya berat tidak dipengaruhi kemiringkan tempat

Ketika benda diletakkan di atas bidang, terjadi aksi-reaksi antara benda dengan
bidang. Berdasarkan hukum ketiga Newton, gaya reaksi sama besar dengan gaya aksi.
Besar dan arah gaya reaksi jika diproyeksikan ke dua arah yaitu tegak lurus bidang
dan sejajar bidang menghasilkan dua jenis gaya yang saling tegak lurus (N dan f g)
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gam bar 1.2. Gaya aksi-reaksi pada benda di suatu bidang miring

Gaya reaksi yang sejajar dengan lintasan bidang miring diwujudkan dalam bentuk
gaya gesek (f g) yang mencegah benda tergelincir. Sementara itu, proyeksi gaya reaksi
yang tegak lurus lintasan berupa gaya normal (N) yang menjaga benda tetap di
permukaan bidang. Besar gaya normal sama dengan proyeksi gaya berat yang arahnya
tegak lurus bidang, namun arahnya berlawanan. Perlu diperhatikan bahwa arah gaya
normal (N) selalu tegak lurus terhadap bidang.

Gam bar 1.3. Diagram gaya benda di suatu bidang miring

Setiap gaya pada benda yang berada di atas bidang miring dapat diuraikan menjadi
dua atau lebih gaya-gaya. Gaya berat dapat diuraikan menjadi gaya yang sejajar dengan
lintasan yaitu W∙sin(𝛼) dan gaya yang tegak lurus lintasan yaitu W∙cos(𝛼). Begitu pula
gaya reaktif (F) dapat diuraikan menjadi sejajar dengan lintasan yaitu gaya gesek (f g) dan
gaya tegak lurus lintasan yaitu N sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.3. Gaya berat (W)
dikerjakan oleh benda, sedangkan gaya normal (N) dikerjakan oleh permukaan. Jika
benda tetap ada di permukaan, maka proyeksi gaya berat terhadap sumbu yang tegak
lurus permukaan dan gaya normal dihubungkan oleh persamaan berikut:

W∙cos(𝜶) = N Persamaan (1.2)

Gaya gesek (f g) adalah gaya melawan arah gerak benda atau arah kecenderungan
benda akan bergerak. Gaya gesek terjadi apabila dua benda saling melakukan kontak atau
bersentuhan seperti benda dengan bidang. Terdapat dua jenis gaya gesek yaitu gaya
gesek statis dan gaya gesek kinetis. Gaya gesek statis merupakan gaya gesek yang bekerja
pada sebuah benda, dimana benda tersebut masih diam sampai tepat akan bergerak.
Selama gaya pendorong/penarik benda kurang dari gaya gesek statisnya, maka benda
akan tetap diam atau tidak bergerak. Besarnya gaya gesek statis (f s) memenuhi
persamaan:

f s = μs N Persamaan (1.3)
Gaya gesek kinetis merupakan gaya gesek yang bekerja pada sebuah benda yang
sedang bergerak, dan arahnya selalu berlawanan dengan arah gerak benda. Koefisien
gesek kinetis dinotasikan dengan μk dan pada umumnya selalu lebih kecil dari koefisien
gaya gesek statis (μs) untuk benda yang sama. Besarnya gaya gesek kinetis memenuhi
persamaan

f k = μk N Persamaan (1.4)

Gaya gesekan kinetis terjadi pada benda yang bergerak, hal ini terjadi karena gaya
pendorong/penarik lebih dari gaya gesek statis maksimumnya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa nilai μs > μk, dimana rentang nilai koefisien gesekan adalah 0 <μ<1.

C. Metode

C.1. Alat dan skema alat


• Bidang miring
• Balok peluncur 1 (kasar)
• Balok peluncur 2 (kaca)
• Tali nilon
• Neraca pegas 3,0 N
• Timbangan
Adapun skema susunan alat ditunjukkan pada Gambar 1.4.

Gam bar 1.4. Skema susunan pegalatan

C.2. Prosedur Eksperimen


1. Setelah seluruh alat dan bahan dipersiapkan dan disusun, maka atur bidang
miring papan luncur pada sudut 𝛼 = 5o. Kencangkan pengunci sudut.
2. Ukur massa balok peluncur menggunakan timbangan. Ukur pula berat balok
peluncur menggunakan neraca pegas dengan cara mengangkat balok peluncur
menggunakan neraca pegas. Catat massa dan gaya berat pada tabel data
eksperimen.
3. Letakkan balok peluncur di ujung paling rendah (dekat sumbu) pada papan
bidang miring papan luncur. Tarik balok peluncur secara perlahan dengan
gerakan tetap/konstan. (Catatan: nilai gaya mungkin cenderung berubah-ubah
karena gesekan antara kedua permukaan tidak selalu mulus. Untuk mengatasi hal
ini dapat dilakukan penaksiran. Gunakan nilai yang menurut kelompok Anda
paling sering terbaca pada neraca pegas. Atau dengan mengambil nilai rata-rata
antara nilai terbesar dan nilai terkecil yang muncul pada neraca pegas). Amati
besarnya gaya yang terbaca pada neraca pegas. Catat pada tabel data eksperimen.
4. Menggunakan konsep gaya gesek dan materi mekanika, rumuskanlah persamaan
gaya gesek menggunakan parameter-parameter yang ada dalam eksperimen ini.
5. Gunakan persamaan tersebut untuk menghitung gaya gesek berdasarkan
eksperimen dan gaya gesek secara teoretis (menggunakan massa timbangan dan
besarnya gravitasi 9,8 m/s2 ). Catat pada tabel data eksperimen.
6. Bandingkan nilai gaya gesek yang diperoleh dari eksperimen dengan yang
dihitung secara teori (menjadi ∆ Gaya Gesek). Catat pada tabel hasil pengamatan.
7. Ulangi langkah eksperimen di atas untuk balok 2 dengan kemiringan papan luncur
sebesar 10o , 15o , 30o , 45o dan 60o o.
8. Ulangi setiap eksperimen sebanyak 3x untuk meminimalkan nilai galat (error).

D. Analisis Data
1. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan antara gaya normal terhadap besarnya
gaya gesek pada kedua balok tersebut. Besarnya kemiringan atau gradien
merupakan nilai koefisien gaya gesek kinetis.
2. Langkah-langkah dalam praktikum menjelaskan cara memperoleh koefisien gaya
gesek kinetis, jelaskan bagaimana metode mendapatkan koefisien gaya gesek
statis?
3. Jelaskan mengapa gaya gesek hasil eksperimen berbeda nilainya dengan gaya
gesek yang dihitung secara teoritis?
4. Mengapa semakin besar kemiringan maka selisih gaya gesek eksperimen dan
teoritis menjadi semakin besar?
5. Manakah di antara gaya berat dan gaya normal yang paling mempengaruhi gaya
gesek? Jelaskan!
6. Jelaskan apa saja aplikasi dalam kehidupan nyata yang mungkin dari eksperimen
ini.
Tabel Data Eksperimen - Modul 1 Gaya Gesek pada Bidang Miring

Balok 1 (Kasar)

Massa (timbangan) =

Berat (neraca pegas) =

Gaya ∆ Gaya
Sudut W cos W sin W sin (𝛼) Gaya Gaya Gesek
Gesek Gesek
(𝛼) (𝛼) (𝛼) (Teoritis) Tarik (eksperimen)
(teoretis)

5o

15o

30o

45o

60o

μ k(balok 1) =

Balok 2 (Kaca)

Massa (timbangan) =

Berat (neraca pegas) =

Gaya ∆ Gaya
Sudut W cos W sin W sin (𝛼) Gaya Gaya Gesek
Gesek Gesek
(𝛼) (𝛼) (𝛼) (Teoritis) Tarik (eksperimen)
(teoretis)

5o

15o
Gaya ∆ Gaya
Sudut W cos W sin W sin (𝛼) Gaya Gaya Gesek
Gesek Gesek
(𝛼) (𝛼) (𝛼) (Teoritis) Tarik (eksperimen)
(teoretis)

30o

45o

60o

μ k(balok 2) =
MODUL 2

Pengukuran Konstanta Pegas


A. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan eksperimen ini diharapkan mahasiswa dapat menentukan
konstanta sebuah pegas, pegas yang disusun seri, dan pegas yang disusun paralel.
Selain itu pada eksperimen ini akan dibuktikan pula kebenaran dari hukum Hooke.
B. Dasar Teori

Pegas merupakan salah satu benda elastis yang apabila diberi gaya tekan atau
gaya regang, maka ia akan kembali kepada keadaan setimbang atau semula ketika gaya
yang diberikan padanya dihilangkan. Pegas merupakan struktur sedemikian rupa yang
memiliki kelenturan dan menimbulkan adanya gaya pemulih. Gaya pemulih yang ada
pada pegas banyak digunakan baik dalam bidang teknik maupun kehidupan sehari-hari,
seperti pada spring bed dan shock breaker. Selain itu, pegas juga dimanfaatkan untuk
meredam getaran pada suatu roda kendaraan akibat permukaan jalanan yang tidak rata
yang disebut dengan pegas daun.
Setiap pegas mempunyai tetapan bernama tetapan pegas yang merupakan
tetapan kesebandingan antara gaya yang diberikan kepada pegas terhadap perubahan
panjang pegas yang dinyatakan dengan Hukum Hooke. Hukum Hooke adalah salah satu
hukum fisika yang timbul karena adanya sifat elastisitas dari benda. Sebuah benda yang
diberi gaya, maka Hukum Hooke hanya berlaku hingga titik yang menunjukkan batas
Hukum Hooke. Apabila gaya yang diberikan melewati batas, maka panjang benda akan
memasuki daerah plastis yang artinya apabila gaya dihilangkan maka benda tersebut
tidak dapat kembali ke bentuk semula dan berubah bentuk secara tetap.

Persamaan Hukum Hooke menunjukkan hubungan antara gaya (F) yang


diberikan pada pegas dengan perubahan panjang pegas (∆x) yang secara matematis
memenuhi persamaan berikut:

𝐹 = −𝑘∆𝑥 (7.1)

dengan k adalah konstanta pegas (N/m) dan tanda negatif dapat diartikan arah gaya
pegas yang berlawanan dengan regangan atau simpangan dari benda tersebut.
Dari persamaan (7.1) dapat dianalisis bahwa semakin besar gaya yang diberikan

pada benda, maka perubahan panjang benda tersebut juga akan semakin besar. Selain
itu, didapatkan pula bahwa percepatan berbanding lurus dan arahnya berlawanan
dengan simpangan yang merupakan karakteristik umum gerak harmonik sederhana.
Perhatikan gambar berikut
Gambar 7.1. Pegas kondisi tak teregang, ketika ada dan tidak ada m (kiri) dan ketika
disimpangkan (kanan)
Pegas dalam kondisi tak teregang tanpa adanya beban (m) dan kemudian diberi
beban bermassa m sehingga pegas bertambah panjang sebesar x. Kemudian beban
bermassa m disimpangkan dari posisi seimbang (ketika ada m) dan dilepaskan maka
sistem pegas-beban tersebut menjadi berosilasi. Jika keberadaan gaya gesekan udara
dapat diabaikan dan pegas mempunyai konstanta pegas k, maka hubungan antara
periode osilasi (T) dengan massa beban (m) memenuhi persamaan berikut:
𝑚
𝑇 = 2𝜋√ (7.2)
𝑘

Pegas sendiri dapat disusun menjadi beberapa jenis, yakni secara tunggal, seri,
dan paralel. Pada susunan pegas seri, gaya tarik yang dialami oleh setiap pegas sama
besar. Apabila pegas disusun secara seri, maka nilai
𝐹 = 𝐹1 = 𝐹2

serta perubahan panjang pegas pengganti sebesar

∆𝑋 = ∆𝑋1 + ∆𝑋2

Maka, konstanta pegas pengganti seri sebesar


1 1 1
= +
𝐾𝑠 𝐾1 𝐾2

Sedangkan pada susunan pegas secara parallel, gaya tarik pegas bernilai
𝐹 = 𝐹1 + 𝐹2

serta perubahan panjang pegas bernilai

∆X =∆𝑋1= ∆𝑋2

Maka, konstanta pengganti paralel sebesar


𝐾𝑝 = 𝐾1 + 𝐾2

C. Metode

C.1. Alat dan skema alat

1. Pegas
2. Mistar
3. Statif dan penggantung
4. Stopwatch
5. Beban (bervariasi massanya)
6. Kawat/tali
7. Bolpoin (membawa sendiri)

C.2. Prosedur Percobaan

1. Susunlah set-up praktikum seperti terlihat pada Gambar 7.1.


2. Gantungkan pegas pada tempat yang telah dipersiapkan.
3. Tempatkan beban m dan mulailah dari massa beban yang paling kecil yakni 75,
100, dan 125 gram.
4. Simpangkan beban dari posisi seimbang dan lepaskan maka sistem pegas beban
akan berosilasi. Ukurlah waktu yang diperlukan untuk 10x osilasi dan ulangi
pengukuran tersebut 2x. Kemudian ukurlah periodenya.
5. Lakukanlah langkah ketiga dan keempat untuk mengukur osilasi pada dua pegas
yang disusun seri dan pegas yang disusun paralel yang dihubungkan dengan
kawat/tali.
D. Analisis Data

1. Dari persamaan (1) hitunglah konstanta pegas melalui gradien hasil plot antara
T2 vs m pada pegas tunggal, pegas yang disusun seri, dan pegas yang disusun
paralel.
2. Bagaimana hasil eksperimen Anda ketika pegas yang Anda gunakan (dengan
menambah massa beban) sehingga panjang pegas bertambah menjadi 2 kali
panjang semula.
3. Bagaimana cara menentukan ralat dan menghitung konstanta pegas pada
percobaan?
4. Jelaskan pengertian tentang gaya pemulih atau gaya pembalik (restoring force).
5. Jelaskan pengertian dari hukum Hooke dan jelaskan apakah yang dimaksud pegas
hanyalah spiral yang terbuat dari besi?
6. Jelaskan apa saja aplikasi dalam kehidupan nyata yang mungkin dari percobaan
ini.
Tabel Data Eksperimen

Modul 7 Pengukuran Konstanta Pegas

Satu pegas

Beban m Perpanjangan Waktu 10x osilasi (s) Periode


(gram) pegas x (cm) t1 t2 𝑡̅̅ 𝑇̅± 𝜎𝑇
(sekon)
75

100

125

Konstanta pegas eksperimen


Konstanta pegas teoritis

Dua pegas dirangkai seri

Beban m Perpanjangan Waktu 10x osilasi (s) Periode


(gram) pegas x (cm) t1 t2 𝑡̅̅ 𝑇̅± 𝜎𝑇
(sekon)
75

100

125

Konstanta pegas eksperimen


Konstanta pegas teoritis

Dua pegas dirangkai paralel

Beban m Perpanjangan Waktu 10x osilasi (s) Periode


(gram) pegas x (cm) t1 t2 𝑡̅̅ 𝑇̅± 𝜎𝑇
(sekon)
75

100
125

Konstanta pegas eksperimen


Konstanta pegas teoritis

Anda mungkin juga menyukai