Anda di halaman 1dari 12

Ketidakpastian Dalam Pengukuran

Pengukuran
Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan satuan yang dijadikan sebagai patokan.
Dalam fisika pengukuran merupakan sesuatu yang sangat vital. Suatu pengamatan terhadap
besaran fisis harus melalui pengukuran. Pengukuran-pengukuran yang sangat teliti diperlukan
dalam fisika, agar gejala-gejala peristiwa yang akan terjadi dapat diprediksi dengan kuat. Namun
bagaimanapun juga ketika kita mengukur suatu besaran fisis dengan menggunakan instrumen,
tidaklah mungkin akan mendapatkan nilai benar X0, melainkan selalu terdapat ketidakpastian.

Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian.Ketidakpastian pada pengukuran


disebabkan adanya kesalahan baik si pengukur maupun alat ukurnya.
Kesalahan (error) adalah penyimpangan nilai yang diukur dari nilai benar xo.
Ada 3 macam kesalahan, yaitu :

1. Kesalahan umum/keteledoran, kesalahan disebabkan si pengamat antara lain kurang


terampil dengan alat yang dipakai
2. Kesalahan Acak, kesalahan disebabkan fluktuasi-fluktuasi halus diantaranya gerak
molekul udara, fluktuasis tegangan PLN, getaran, dll. Kesalahan acak menghasilkan
simpangan yang tidak dapat diprediksi terhadap nilai benarnya (xo) sehinga peluangnya
diatas atau dibawah nilai benar. Kesalahan acak tidak dapat dihilangkan tetapi dapat
dikurangi dengan mengambil nilai rata-rata hasil pengukuran.
3. Kesalahan Sistematis, kesalahan oleh kalibrasi alat, kesalahan titik nol, kesalahan
komponen dan kesalahan arah pandang/paralaks. Kesalahan sistematis yang besar
menyebabkan pengukuran tidak akurat.

KETIDAKPASTIAN
Suatu pengukuran selalu disertai oleh ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut
antara lain adanya Nilai Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan
pegas, kesalahan paralaks, fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang mempengaruhi
hasil pengukuran, dan karena hal-hal seperti ini pengukuran mengalami gangguan. Dengan
demikian sangat sulit untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran.
Oleh sebab itu, setiap pengukuran harus dilaporkan dengan ketidakpastiannya.

Ketidakpastian dibedakan menjadi dua,yaitu ketidakpastian mutlak dan relatif. Masing masing
ketidakpastian dapat digunakan dalam pengukuran tunggal dan berualang.

Ketidakpastian Mutlak
Suatu nilai ketidakpastia yang disebabkan karena keterbatasan alat ukur itu sendiri. Pada
pengukuran tunggal, ketidakpastian yang umumnya digunakan bernilai setengah dari NST.
Untuk suatu besaran X maka ketidakpastian mutlaknya dalam pengukuran tunggal adalah:
x = NST
dengan hasil pengukuran dituliskan sebagai
X = x x
Melaporkan hasil pengukuran berulang dapat dilakukan dengan berbagai cara, dantaranya adalah
menggunakan kesalahan rentang atau bisa juga menggunakan standar deviasi.

Kesalahan Rentang
Pada pengukuran berulang, ketidakpastian dituliskan idak lagi seperti pada pengukuran tunggal.
Kesalahan Rentang merupakan salah satu cara untuk menyatakan ketidakpastian pada
pengukuran berulang. Cara untuk melakukannya adalah sebagai berikut:

Kumpulkan sejumlah hasil pengukuran variable x. Misalnya n buah, yaitu x1, x2, x3,
xn
Cari nilai rata-ratanya yaitu x-bar

x-bar = (x1 + x 2 + + xn)/n

Tentukan x-mak dan x-min dari kumpulan data x tersebut dan ketidakpastiannya dapat
dituliskan

x = (xmax xmin)/2

Penulisan hasilnya sebagai:

x = x-bar x

Standar Deviasi
Bila dalam pengamatan dilakukan n kali pengukuran dari besaran x dan terkumpul data x1, x2,
x3, xn, maka rata-rata dari besaran ini adalah:

Kesalahn dari nilai rata-rata ini terhadap nilai sebenarnya besaran x (yang tidak mungkin kita
ketahui nilai benarnya x0) dinyatakan oleh standar deviasi.

Standar deviasi diberikan oleh persamaan diatas, sehingga kita hanya dapat menyatakan bahwa
nilai benar dari besaran x terletak dalam selang (x ) sampai (x + ). Dan untuk penulisan hasil
pengukurannya adalah x = x

Ketidakpastian Relatif
Ketidakpastian Relatif adalah ketidakpastian yang dibandingkan dengan hasil pengukuran.
Hubungan hasil pengukurun terhadap KTP (ketidakpastian) yaitu:
KTP relatif = x/x
Apabila menggunakan KTP relatif maka hasil pengukuran dilaporkan sebagai
X = x (KTP relatif x 100%)
Ketidakpastian pada Fungsi Variabel (Perambatan Ketidakpastian)
Jika suatu variable merupakan fungsi dari variable lain yng disertai oleh ketidakpastin, maka
variable ini akan diserti pula oleh ketidakpastian. Hal ini disebut sebagai permbatan
ketidakpastian. Untuk jelasnya, ketidakpastian variable yang merupakan hasil operasi variabel-
variabel lain yang disertai oleh ketidakpastian akan disajikan dalam tabel berikut ini.
Misalkan dari suatu pengukuran diperoleh (a a) dan (b b). Kepada kedua hasil pengukuran
tersebut akan dilakukan operasi matematik dasar untuk memperoleh besaran baru.

Perbedaan Hasil Pengukuran yang akurat dan presisi !!

Hasil pengukuran dikatakan akurat bila nilai rata-rata hasil pengukuran mendekati/ hamper
sama dengan nilai yang benar. Bila nilai rata-rata jauh dari nilai benar maka hasil pengukuran
dikatakan tidak akurat.
Contoh :
Nilai benar panjang benda adalah 8,24 cm. Lima kali dilakukan pengukuran berulang didapatkan
data pengukuran (1). 8,20 (2). 8,22 (3). 8,20 (4). 8,28 dan (5). 8,25. Nilai rata-rata hasil
pengukuran didapatkan dari ((8,20 + 8,22 + 8,20 + 8,28 + 8,25)/5) = 8,23 cm. Maka nilai rata-
rata hasil pengukuran tersebut dikatakan akurat karena mendekati nilai benar yaitu 8,24
Sedangkan hasil pengukuran dikatakan presisi bila data hasil pengukuran terpencar dekat
dengan nilai rata-rata hasil pengukuran sebagaimana contoh diatas.
Bila hasil lima kali pengukuran diatas didapatkan (1). 8,35 (2). 8,42 (3). 7,95 (4). 7.95 dan (5).
8,50. Nilai rata-rata hasil pengukuran 8,23 cm, maka dikatakan tidak presisi karena penyebaran
hasil pengukuran terpancar jauh dari nilai rata-ratanya walaupun nilai rata-ratanya mendekati
nilai sebenarnya.
Kekurangakuratan hasil pengukuran dimungkinkan akibat kesalahan sistematis yang besar dan
ketidakpresisian hasil pengukuran akibat kesalahan acak yang besar !
Diposkan oleh Dessiana Irma Yuanita di 7:18 PM

12:59
Error Dalam Pengukuran
http://asro.wordpress.com/2009/11/20/error-dalam-
pengukuran/
Posted by asro pada 20 November 2009

Setiap hasil pengukuran selalu mengandung error. Tidak ada pengukuran yang bebas error, ini
merupakan sifat alamia, kecuali jika yang diukur/dihitung adalah jumlah barang atau jumlah
kejadian. Error dalam pengukuran dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu spurious error,
systematic error dan random error.

Spurious error merupakan gross error. Penyebab spurious error adalah karena kesalahan
manusia (salah menggunakan metode, salah baca, salah lihat, salah mencatat) atau karena
kesalahan alat ukur (instrument yang tidak berfungsi dengan baik). Spurious error akan
menyebabkan hasil pengukuran tidak valid karena berada jauh dari nilai rata-ratanya (outlier).
Spurious error tidak bisa diikutkan dalam analisa statistik. Cara menentukan spurious error
dalam sekelompok hasil pengukuran adalah dengan outlier test.

Systematic error disebabkan oleh berbagai faktor yang secara sistematis mempengaruhi hasil
pengukuran. Misalnya suatu keributan terjadi di dekat ruangan kelas dimana murid-murid sedang
melakukan test. Keributan ini bisa menyebabkan kesalahan menjawab pada semua murid karena
terganggunya konsentrasi akibat keributan tersebut. Contoh lainnya adalah adanya sludge dalam
tanki bahan bakar yang menyebabkan kesalahan pada pengukuran level bahan bakar dalam tanki
tersebut (level sludge juga ikut terukur). Systematic error bernilai tetap atau jika berubah ia bisa
diprediksi. Jadi Systematic error akan memberikan bias pada hasil pengukuran. Bias tersebut
bisa bernilai positif atau negatif. Dalam prakteknya, systematic error ini sangat sulit untuk
diidentifikasi/ditentukan.

Random error disebabkan oleh faktor-faktor yang secara acak/random berpengaruh pada suatu
variable/besaran sepanjang proses cuplikan/sampling pengukuran. Salah satu contoh faktor
tersebut misalnya suasana hati (mood) seseorang yang bisa berpengaruh pada kinerjanya
sehingga bisa mempengaruhi hasil pengukuran. Random error menyebabkan pengukuran
berulang yang dilakukan terhadap suatu besaran tidak pernah menghasilkan nilai yang
sama. Hasil pengukuran berulang tersebut akan terdistribusi di sekitar nilai benar-nya dan
mengikuti distribusi normal (Gausian). Random error dapat ditentukan dengan menggunakan
metode statistik.

Untuk membuat suatu hasil pengukuran dapat diterima oleh semua pihak, maka perkiraan error
yang terkandung dalam hasil pengukuran tersebut harus disampaikan, baik menyangkut besarnya
error tersebut maupun tingkat signifikannya. Secara umum pernyataan hasil pengukuran yang
baik akan berbentuk sbb: : y C(y) 95, n (95% confidence level, n measurement). Dengan
y adalah perkiraan nilai benar dari pengukuran, yang juga merupakan nilai rata-rata dari
beberapa kali pengukuran setelah dikoreksi terhadap systematic error, dan C(y) adalah
error. Pernyataan diatas mengandung pengertian, nilai benar y tersebut 95% kemungkinan
berada pada rentang y - C(y) dan y + C(y) .
a.Kesalahan-kesalahan Umum (gross-errors)

Kesalahan ini kebanyakan disebabkan oleh kesalahan manusia. Diantaranya adalah kesalahan
pembacaan alat ukur, penyetelan yang tidak tepat dan pemakaian instrumen yang tidak sesuai dan
kesalahan penaksiran. Kesalahan ini tidak dapat dihindari, tetapi harus dicegah dan perlu perbaikkan. Ini
terjadi karena keteledoran atau kebiasaan - kebiasaan yang buruk, seperti : pembacaan yang tidak teliti,
pencatatan yang berbeda dari pembacaannya, penyetelan instrumen yang tidak tepat.

b. Kesalahan-kesalahan sistematis (systematic errors)


Ketidakpastian bersistem dapat disebut sebagai sumber kesalahan karena bersumber pada kesalahan
alat. Ketidakpastian ini meliputi hal-hal berikut ini.
1) Kesalahan kalibrasi
Cara memberi skala nilai pada waktu pembuatan alat ukur yang tidak tepat sehingga setiap kali alat
tersebut digunakan, ketidakpastian selalu muncul pada hasil pengukuran. Contoh kesalahan kalibrasi
adalah skala nilai pada alat ukur yang lebarnya tidak sama. Kesalahan ini dapat diketahui dengan cara
membandingkan alat tersebut dengan alat lain yang standar. Alat standar. Alat standar, meskipun
buatan manusia, dipandang tidak mengandung kesalahan apapun.
2) Kesalahan titik nol
Titik nol skala alat ukur tidak berhimpit dengan titik nol jarum penunjuk alat ukur. Misalnya, jarum
penunjuk titik nol pada neraca (timbangan) yang tidak berada pada posisi nol padahal tidak digunakan
untuk menimbang. Kesalahan ini dapat dikoreksi dengan memutar tombol pengatur kedudukan jarum
agar tepat pada posisi nol. Jika tidak, kita harus mencatat kedudukan awal jarum penunjuk dan
memperlakukan kedudukan awal ini sebagai titik nol.
3) Kelelahan Komponen Alat
Kesalahan ini sering terjadi pada pegas. Pegas yang telah lama dipakai biasanya lembek, sehingga
mempengaruhi hasil pengukuran. Kesalahan ini dapat diperbaiki dengan cara mengkalibrasi ulang.
4) Gesekan
Kesalahan ini timbul akibat gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak.
5) Paralaks
Kesalahan baca yang terjadi karena kita tidak tepat mengarahkan pandangan mata (mata tidak tegak
lurus) terhadap objek yang diamati.
6) Keadaan Saat Bekerja
Penggunaan alat pada kondisi yang berbeda dengan keadaan alat pada saat dikalibrasi (misalnya pada
suhu, tekanan, dan kelembapan yang berbeda juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan.
Ketidakpastian bersistem menyebabkan hasil pengukuran menyimpang dari nilai yang sebenarnya.
Biasanya, penyimpangan akibat kesalahan bersistem ini mempunyai kecenderungan tertentu sehingga
memudahkan tindakan untuk mengatasinya.

c. Kesalahan acak yang tak disengaja (random errors)

Ketidakpastian ini bersumber pada keadaan atau gangguan yang sifatnya acak, sehingga menghasilkan
ketidakpastian yang bersifat acak pula. Berbeda dengan ketidakpastian bersistem, ketidakpastian ini
tidak mempunyai kecenderungan tertentu sehingga sukar diatasi. Pada pengukuran yang sudah
direncanakan kesalahan-kesalahan ini biasanya hanya kecil. Tetapi untuk pekerjaan-pekerjaan yang
memerlukan ketelitian tinggi akan berpengaruh. Contoh misal suatu tegangan diukur dengan voltmeter
dibaca setiap jam, walaupun instrumen yang digunakan sudah dikalibrasi dan kondisi lingkungan sudah
diset sedemikian rupa, tetapi hasil pembacaan akan terjadi perbedaan selama periode pengamatan.
Penyebab ketidakpastian acak ini antara lain sebagai berikut:
1) Gerak Brown Molekul Udara
Seperti diketahui, molekul udara selalu bergerak dan gerakannya bersifat acak. Gerakan ini pada saat
tertentu mengalami fluktuasi, artinya gerakan molekul udara dalam arah tertentu menjadi sangat besar
atau sangat kecil. Hal ini menyebabkan jarum penunjukkan skala alat ukur yang sangat halus, misalnya
mikro galvanometer menjadi terganggu akibat tumbukan antarmolekul udara.
2) Fluktuasi Tegangan Listrik
Tegangan PLN, baterai, atau aki selalu berfluktuasi, yaitu selalu mengalami perubahan. Tentu saja, hal
itu menggangu pembacaan besaran listrik.

3) Landasan yang Bergetar


Alat yang sangat peka, misalnya seismograf, dapat terganggu akibat adanya landasan yang bergetar. Hal
itu akan mempengaruhi hasil pengukuran.
4) Bising
Pada alat-alat elektronika sering terjadi bising akibat fluktuasi tegangan pada komponen alat yang
bersangkutan.
5) Radiasi Latar
Radiasi sinar kosmis dari angkasa luar dapat menyebabkan gangguan pada alat pencacah (counter)
karena akan terhitung pada waktu kita mengukur dengan pencacah elektronik.
Macam-macam Kesalahan Pengukuran
http://budisma.web.id/materi/sma/fisika-kelas-x/macam-macam-kesalahan-pengukuran/
May 03, 2012 ~ 1 Comment ~ Written by Budiyanto

Untuk mengukur suatu besaran fisika, kalian dapat menggunakan satu instrumen atau lebih.
Dalam menggunakan instrumen, kalian harus dapat memilih dan merangkai alat ukur atau
instrumen tersebut dengan benar. Selain itu, kalian juga dituntut untuk dapat membaca nilai atau
skala yang ditunjukkan oleh instrumen dengan benar. Dengan memilih alat yang sesuai,
merangkai alat dengan benar, dan cara membaca skala dengan benar, kalian bisa meminimalkan
kesalahan dalam pengukuran. Selain faktor dari orang yang mengukur, ketelitian alat ukur atau
instrumen juga mempengaruhi hasil pengukuran. Ketelitian alat ukur atau instrumen dijamin
sampai pada persentase tertentu dari skala penuh. Ketelitian alat ukur terkadang menyebabkan
hasil pengukuran mengalami penyimpangan dari yang sebenarnya. Batas-batas dari
penyimpangan ini disebut dengan kesalahan batas. Apa sajakah kesalahan-kesalahan dalam
pengukuran? Bagaimana kesalahan tersebut dapat terjadi?

1. Kesalahan dalam Pengukuran

Dalam pengukuran besaran fisis menggunakan alat ukur atau instrumen, kalian tidak mungkin
mendapatkan nilai benar. Namun, selalu mempunyai ketidakpastian yang disebabkan oleh
kesalahankesalahan dalam pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran dapat digolongkan
menjadi kesalahan umum, kesalahan sistematis, dan kesalahan acak. Berikut akan kita bahas
macam-macam kesalahan tersebut.

a. Kesalahan Umum

Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang ketika mengukur termasuk dalam kesalahan umum.
Kesalahan umum yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengamat. Kesalahan ini dapat
disebabkan karena pengamat kurang terampil dalam menggunakan instrumen, posisi mata saat
membaca skala yang tidak benar, dan kekeliruan dalam membaca skala. Perhatikan Gambar 1.6.

Gambar 1.6 Posisi mata saat membaca skala yang salah dan benar.

b. Kesalahan Sistematis

Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen disebut kesalahan sistematis.
Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:

1) Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya.

2) Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya penyesuaian pembubuhan nilai
pada garis skala saat pembuatan alat.

3) Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada neraca pegas
sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.
c. Kesalahan Acak

Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak menentu bisa
menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya, fluktuasi-fluktuasi kecil pada saat pengukuran e/m
(perbandingan muatan dan massa elektron). Fluktuasi (naik turun) kecil ini bisa disebabkan oleh
adanya gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan baterai, dan kebisingan (noise) elektronik
yang besifat acak dan sukar dikendalikan.

2. Ketidakpastian Pengukuran

Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil pengukuran tidak bisa dipastikan


sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam pengukuran. Dalam
penyusunan laporan hasil praktikum fisika, hasil pengukuran yang kalian lakukan harus
dituliskan sebagai:

x = x0 + x

Keterangan:

x = hasil pengamatan

x0 = pendekatan terhadap nilai benar.

x = nilai ketidakpastian.

Arti dari penulisan tersebut adalah hasil pengukuran (x) yang benar berada di antara x x dan x
+ x. Penentuan x0 dan x tergantung pada pengukuran tunggal atau pengukuran ganda atau
berulang.

a. Ketidakpastian dalam Pengukuran Tunggal

Jika mengukur panjang meja dengan sebuah penggaris, kalian mungkin akan mengukurnya satu
kali saja. Pengukuran yang kalian lakukan ini disebut pengukuran tunggal. Dalam pengukuran
tunggal, pengganti nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu sendiri. Apabila kalian perhatikan,
setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang berdekatan yang disebut skala terkecil.
Nilai ketidakpastian (x) pada pengukuran tunggal diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur
yang dipakai. Nilai dari ketidakpastian pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala
terkecil pada alat ukur.

x = skala terkecil

b. Ketidakpastian dalam Pengukuran Berulang

Dalam praktikum fisika, terkadang pengukuran besaran tidak cukup jika hanya dilakukan satu
kali. Ada kalanya kita mengukur besaran secara berulang-ulang. Ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut. Pengukuran berulang adalah pengukuran
yang dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang. Dalam pengukuran berulang, pengganti nilai
benar adalah nilai rata-rata dari hasil pengukuran. Jika suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali,
maka nilai rata-rata dari pengukuran tersebut dicari dengan rumus sebagai berikut.

x = xi/N

x = nilai rata-rata

xi = jumlah keseluruhan hasil pengukuran

N = jumlah pengukuran

Nilai ketidakpastian dalam pengukuran berulang dinyatakan sebagai simpangan baku, yang dapat
dicari dengan rumus:

s = N-1((nxi2) (xi)2) (N-1)-1

Keterangan:

s = simpangan baku.

Dengan adannya ketidakpastian dalam pengukuran , maka tingkat ketelitian hasil pengukuran
dapat diligat dari ketidakpastian relatif diperoleh dari hasil bagi antara nilai ketidakpastian (x)
dengan nilai benar dikalikan dengan rumus 100%.

Ketidakpastian relatif = (x)/x . 100%

Ketidakpastian relatif dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian pengukuran. Semakin
kecil nilai ketidakpastian relatif makin tinggi ketelitian pengukuran.
Ada tiga sumber utama yang menimbulkan ketidakpastian pengukuran, yaitu:

1. Ketidakpastian Sistematik

Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat
pengukuran. Bila sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur tersebut digunakan
akan memproduksi ketidakpastian yang sama. Yang termasuk ketidakpastian sistematik antara lain:

1. Kesalahan kalibrasi alat

Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukkan angka pada alat tidak tepat, sehingga
pembacaan skala menjadi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya kuat arus listrik yang
melewati suatu beban sebenarnya 1,0 A, tetapi bila diukur menggunakan suatu Ampermeter tertentu
selalu terbaca 1,2 A. Kesalahan tersebut diatasi dengan mengkalibrasi ulang instrumen terhadap
instrumen standar.

1. Kesalahan nol

Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga melahirkan ketidakpastian sistematik. Hal ini sering
terjadi, tetapi juga sering terabaikan. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan
sekrup pengatur/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak tepat pada skala nol, maka untuk
mengatasinya harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan pembacaan skala.

1. Waktu respon yang tidak tepat

Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat dari waktu pengukuran (pengambilan data) tidak
bersamaan dengan saat munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan
data yang sebenarnya. Misalnya, kita ingin mengukur periode getar suatu beban yang digantungkan
pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena
terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch saat kejadian berlangsung.

1. Kondisi yang tidak sesuai

Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak
diukur. Misal, mengukur nilai transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu
pada suhu tinggi menggunakan mistar logam. Hasil yang diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya
karena panas mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat pengukurnya.

1. Kesalahan komponen lain

Seperti melemahnya pegas yang digunakan atau terjadi gesekan antara jarum dengan bidang skala.
2. Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti
atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat
cepat dan acak sehingga pengaturan atau pengontrolannya di luar kemampuan kita. Misalnya:

1. Fluktuasi pada besaran listrik. tegangan listrik selalu mengalami fluktuasi (perubahan terus
menerus secara cepat dan acak). Akibatnya kalau kita ukur, nilainya juga berfluktuasi. Demikian
pula saat kita mengukur kuat arus listrik.
2. Getaran landasan. Alat yang sangat peka (misalnya seismograf) akan melahirkan ketidakpastian
karena gangguan getaran landasannya.
3. Radiasi latar belakang. Radiasi kosmos dari angkasa dapat mempengaruhi hasil pengukuran alat
pencacah, sehingga melahirkan ketidakpastian random.
4. Gerak acak molekul udara. Molekul udara selalu bergerak secara acak (gerak Brown), sehingga
berpeluang mengganggu alat ukur yang halus, misalnya mikro-galvanometer dan melahirkan
ketidakpastian pengukuran.

1. 3. Ketidakpastian Pengamatan

Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian pengukuran yang bersumber dari kekurang


terampilan manusia saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala tidak
tegak lurus (paralaks),
Membaca nilai skala bila ada jarak antara jarum dan garis-garis skala
Gambar 2.1 Ketika membaca skala pada mistar, arah pandangan harus tepat tegak lurus pada tanda
garis skala yang dibaca. Jika tidak akan terjadi kesalahan paralaks, termasuk kesalahan sistematis.
salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat.
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal
yang harus diatur sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin
banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga
memproduksi ketidakpastian yang besar pula.

Anda mungkin juga menyukai