Anda di halaman 1dari 31

Buku Ajar

Untuk Program Studi Fisika dan Pendidikan Fisika

Oleh:
Dr. Restu Widiatmono, S.Si., M.Si.
Drs. Juli Astono, M.Si.
Bayu Setiaji, S.Pd., M.Pd.
Irvany Nurita Pebriana, S.Pd., M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan panduan bagi
kegiatan praktikum yang melekat pada mata kuliah Mekanika. Matakuliah Mekaika
memiliki bobot total 4 sks yang terdiri atas kegiatan teori 3 sks dan praktikum 1 sks.
Petunjuk praktikum ini diharapkan dapat dimanfaatkan mahasiswa Jurusan Pendidikan
Fisika (Program Studi Fisika dan Pendidikan Fisika), sebagai panduan yang harus
dilakukan untuk melakukan praktikum atau eksperimen pada mata kuliah Mekanika.
Panduan praktikum Mekanika ini berisi pengantar pengukuran fisika dan teori
ketidakpastian pengukuran yang dapat membekali mahasiswa untuk dapat melakukan
pengukuran serta menentukan dan menuliskan hasil ukur dengan benar, serta
beberapa topik percobaan pada mekanika yang dapat dijadikan acuan kegiatan
eksperimen pada kuliah mekanika klasik. Pada praktikum ini mahasiswa akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang akan dapat memperdalam
pemahaman pada pokok bahasan mekanika yang dikaji. Mahasiswa juga memperoleh
pengetahuan dan keterampilan pengukuran, penggunaan alat ukur, dan metode
eksperimen.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dekan FMIPA UNY dan Ketua Jurusan Pendidikan Fisika UNY yang telah
memberi kesempatan untuk menyusun petunjuk praktikum ini.
2. Saudara Ahmad Nashrullah, S.T. teknisi Laboratorium Fisika Dasar Jurdik Fisika
FMIPA UNY, yang telah membantu dalam pengembangan mata praktikum dan
penulisan petunjuk praktikum ini.
3. Teman-teman sejawad yang telah mendukung penulisan petunjuk praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan petunjuk praktikum ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak untuk perbaikan petunjuk praktikum ini di masa mendatang.

Yogyakarta, Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN ................................................................. 1
PERCOBAAN 1 (P1) GERAK LURUS ...................................................................... 8
PERCOBAAN 2 (P2) KOEFISIEN GESEKAN .......................................................... 11
PERCOBAAN 3 (P3) KONSTANTA PEGAS ............................................................ 13
PERCOBAAN 4 (P4) GERAK PARABOLA (Tracker) ................................................ 18
PERCOBAAN 5 (P5) GERAK ROTASI (Tracker) ...................................................... 20
PERCOBAAN 6 (P6) KOEFISIEN RESTITUSI TUMBUKAN (Tracker) ..................... 22
PERCOBAAN 7 (P7) PENGUKURAN TINGGI BENDA (Phyphox)............................ 24
PERCOBAAN 8 (P8) KEKEKALAN ENERGI MEKANIK (Tracker) ............................ 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 28

iii
KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN

I. PENDAHULUAN
Pengamatan alam atau sistem fisis dilakukan dengan menentukan besaran fisis
tertentu. Penentuan besaran fisis ini diwujudkan dengan melakukan pengukuran.
Pengukuran adalah membandingkan besaran fisis yang diamati terhadap standar atau
acuan sehinggga dihasilkan suatu nilai yang menyatakan besarnya dan didampingi satuan
yang menyatakan besaran fisisnya. Pengukuran suatu besaran fisis tidak dapat dinyatakan
dengan pasti karena selalu terdapat keterbatasan ketelitian pengukuran. Keterbatasan
ketelitian ini dapat bersumber dari keterbatasan skala alat, keterbatasan kemampuan
pengamatan, paralaks dalam pengukuran, kondisi lingkungan pengukuran, dll.
Setiap alat ukur memiliki skala dalam berbagai macam bentuk, tetapi setiap skala
mempunyai batasan yaitu sklala terkecil yang dapat dibaca. Sebagai contoh alat ukur
panjang. Penggaris plastik biasa digoreskan dengan garis-garis berjarak 1 mm, maka nilai
skala terkecilnya 1 mm. Sebuah jangka sorong adalah alat ukur panjang yang dibantu
dengan nonius yang memungkinkan kita membaca hingga 0,1 atau 0,05mm. Jadi skala
terkecilnya 0,1 atau 0,05 mm. Mikrometer sekrup mempunyai alat bantu yang
memungkinkan kita membaca hingga 0,01 mm, maka nilai skala terkecilnya 0,01 mm.
Meskipun jarak antar goresan dapat dibuat sampai 0,001 mm atau lebih kecil, tanpa alat
bantu kita tidak dapat membacanya (ini disebabkan keterbatasan pada mata kita yang
disebut daya pisahnya). Sebagai contoh pengukuran panjang sebuah balok kecil. Jika anda
menggunakan penggaris plastik biasa tentulah anda tidak dapat dengan pasti mengatakan
bahwa panjangnya misalnya 2,63 cm karena sekala terkecil pada penggaris tersebut hanya
dalam mm. Jadi angka 3 dalam hasil di atas hanya suatu perkiraan saja, ada ketidakpastian
pada angka 3 tersebut. Lain halnya jika anda menggunakan alat lain misalnya jangka sorong
yang mampu menunjukkan sampai 0,005 cm atau mikrometer sekrup yang dapat dibaca
sampai 0,001 cm.
Ketidakpastian dalam pengukuran tidak hanya ditimbulkan oleh keterbatasan skala
yang dapat dibaca pada alat, tetapi banyak sumber lain misalnya bahan penggaris yang
mudah mengembang dan menyusut dengan perubahan suhu atau cara si pengamat
menggunakan alat atau membaca skala yang tidak baik dsb. Sumber ketidakpastian yang

1
tidak boleh dianggap ringan adalah keterbatasan pada pengamat, diantaranya kekurang
terampilan menggunakan alat, lebih-lebih alat cangih yang melibatkan banyak komponen
yang harus diatur, atau kurang tajamnya mata membaca skala yang halus dsb. Jadi dapat
dikatakan bahwa hasil ukur selalu memiliki ketidakpastian. Hasil pengukuran dilaporkan
atau dituliskan sebagai x  x. x adalah nilai perkiraan terbaik hasil pengukuran dan x
adalah nilai perkiraan ketidakpastian pengukuran.

II. JENIS KETIDAKPASTIAN


Jenis ketidak pastian ini dapat digolongkan:
1. Ketidakpastian sistematik
2. Ketidakpastian acak
A. KETIDAKPASTIAN SISTEMATIK
Ketidakpastian sistematik adalah ketidakpastian yang muncul karena serentetan
pengukuran yang dilakukan dengan cara yang sama dan menghasilkan nilai kesalahan
yang sama. Contoh ketidakpastian sistematik diantaranya
• Kesalahan kalibrasi yaitu penyesuaian pembubuhan nila pada garis skala saat
pembuatanya.
• Kesalahan titik nol yang disebabkan tergesernya penunjukkan nol yang
sebenarnya dari garis nol pada skala. Kesalahan ini ada yang dapat dikoreksi
sebelum pengukuran dimulai tetapi ada pula yang tidak. Jika tidak dapat
dicocokkan harus dicatat kesalahan ini dan dapat dikoreksi pada penulisan hasil
pengukuran nantinya.
• Kesalahan alat lainya seperti melemahnya pegas yang digunakan atau terjadi
gesekan antara jarum penunjuk dan bidang skala.
• Kesalahan pada arah pandang membaca nilai skala misalnya bila ada jarak antara
jarum dan garis-garis skala.
Kesalahan bersistem sesuai namanya memberikan penyimpangan tertentu yang jika
sumber ketidakpastinnya dapat diketahui maka kesalahan ini dapat dihilangkan.

B. KETIDAKPASTIAN ACAK
Ketidakpastian acak ketidakpastian yang muncul dari serentetan pengukuran yang
dilakukan dengan cara yang sama tetapi menghasilkan nilai yang berbeda. contoh

2
ketidakpastian ini ditimbulkan oleh kondisi lingkungan yang tidak menentu yang
menggangu kerja alat ukur, misalnya gerak Brown molekul udara, fluktuasi tegangan
listrik dan derau (noise) elektronik yang bersifat acak dan sukar dikendalikan.
Ketidakpastian acak bersumber dari berbagai kesalahan maka ketidakpastian jenis ini
tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diperkecil dengan melacak sumber ketidakpastian
dan mengulang-ulang pengukuran.

III. SUMBER-SUMBER KETIDAKPASTIAN


Darimana nilai ketidakpastian berasal? Keterbatasan ketelitian tidak hanya berasal dari
keterbatasan nilai skala terkecil alat ukur yang digunakan. Sumber-sumber yang
menyebabkan munculnya kesalahan dalam pengukuran sehingga timbul nilai ketakpastian
(ralat) disebut sebagai sumber ralat. Sumber-sumber ralat ini dipelajari dengan tujuan
menghilangkan kesalahan sehingga nilai ketakpastian dapat diperkecil. Terdapat empat jenis
sumber ralat, yaitu:
1. Subyek (Pengamat/Pelaku Pengukuran). Misal: Pemakaian alat dengan cara yang salah,
keterbatasan fisik pengamat (menggunakan kacamata), efek psikologis (harapan hasil
sesuai dengan dugaan), adanya waktu reaksi, dll.
2. Obyek (Obyek yang diukur dan lingkungan pengukuran). Misal: Pengaruh faktor
luar/lingkungan, obyek berubah karena pengaruh alat ukur (deformasi benda akibat
penggunaan mikrometer), obyek tidak uniform, dll.
3. Alat (alat ukur, alat yang berkaitan dengan obyek dan alat penunjang). Misal: Salah
pengkalibrasian, alat ukur bersifat non linear, alat dipengaruhi faktor luar (sensitivitas
voltmeter berubah karena suhu, meter-meter listrik dipengaruhi oleh medan magnet), dll.
Ingat kalibrasi alat ukur sangat penting untuk menjamin hasil ukur yang diperoleh sesuai
dengan keadaan sebenarnya!
4. Metode (model teori, Metode pengukuran, teknik pengukuran). Misal: Model teori
terlalu sederhana, rumus-rumus pendekatan yang mengabaikan variabel fisis tertentu
atau suku-suku orde yang lebih tinggi, pembulatan perhitungan, metode percobaan yang
kurang tepat, dll.

IV. CARA MENYATAKAN KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN TUNGGAL


Pada pengukuran tunggal (yang dilakukan hanya satu kali) ketidakpastian pada hasil
ditentukan oleh kemampuan profesional pelaku pengukuran dengan mempertimbangkan

3
nilai skala terkecil (nst) dari alat ukur yang digunakan dan kondisi sistem fisis yang dikaji.
1
Pada umumnya nilai nst dapat digunakan sebagai nilai ketidakpastian sesuai dengan
2
kemampuan mata dalam membaca skala karena secara empiris dianggap cukup memadai,
TETAPI TIDAK SELALU. Penentuan hasil ukur pada pengukuran tunggal hendaknya mengacu
pada hal-hal berikut:
• Umumnya skala terkecil alat menjadi acuan tingkat kepastian terkecil yang dapat
dicapai
• Secara umum nilai ½ skala terkecil memang cukup memadai untuk ditetapkan sebagai
nilai ralat, TETAPI TIDAK SELALU oleh karena itu sikap yang baik adalah berusaha
menetapkan hasil ukur dengan mengamati pengukuran secara baik dan
menentukannya dengan rasional.
• Skala terkecil yang menjadi acuan adalah skala dimana penunjuk alat ukur berada
• Terkadang terdapat kasus dimana penunjuk pada alat ukur tidak terlalu jelas (misal
cukup tebal), sehingga ketakpastian pengukuran tidak dapat mengacu pada skala
terkecil alat

V. KETIDAKPASTIAN PADA PENGUKURAN BERULANG


Apabila keadaan memungkinkan secara intuitif kita merasakan bahwa jika suatu
besaran diukur beberapa kali kita akan mendapat informasi yang lebih baik mengenai
besaran tsb. Jika demikian bagaimana cara kita memperoleh informasi tersebut? Nilai mana
yang dapat kita pandang sebagai ukuran yang lebih baik bagi besaran yang kita ukur itu?
Ilmu statiska membenarkan intuisi kita itu dan memberikan cara mengolah data yang kita
peroleh sebagai berikut
• Nilai yang “sebenarnya” baru diperoleh jika pengukuran dilakukan (diulang) tak hingga
banyaknya membentuk populasi dari besaran tsb.
• Dalam pengulangan yang terbatas jumlahnya yang merupakan “sampel” dari populasi
besaran tsb, nilai terbaik yang dapat diperoleh dari sampel tsb sebagai suatu nilai
yang mendekati nilai “sebenarnya” yang kita cari itu adalah :

nilai rata-rata X =  xi = x
1 + x 2 +...+ x N
N N

4
• Untuk menyatakan suatu tingkat kepercayaan kita pada nilai x tsb digunakan suatu
besaran berikut sebagai ketidakpastian x : yaitu yang disebut deviasi standar
(simpangan baku) nilai rata-rata sampel tsb :

x =
 (x i − x)2
N −1

VI. ANGKA BERARTI


Dalam menentukan nilai rata-rata x dan deviasi standar Δx mungkin saja cara
penulisan seperti ini lebih memperlihatkan bahwa angka yang kedua telah mengandung
ketidakpastian.
Penulisan angka ketiga dan seterusnya tentulah tidak berarti lagi. Dalam contoh diatas
hasil pengukuran dituliskan dalam 2 angka berarti. Hasil tersebut dapat pula dituliskan
dalam bentuk-bentuk atau satuan lain sbb:

x = (0,33  0,03) cm
= (0,033  0,003) dm
= (0,0033  0,0003) m
Dalam laporan ilmiah diutamakan menggunakan satu angka didepan koma sbb:
x = (3,3  0,3) x 10-1 cm
= (3,3  0,3) x 10-2 dm
= (3,3  0,3) x 10-3 m
Jumlah angka yang berarti yang digunakan dapat pula dilihat dari ketidakpastian relatif yang
akan dibicarakan dibawah ini.
Aturan praktis yang digunakan adalah sbb:
x
Banyaknya angka berarti = 1 - log
x
x
Untuk sekitar 10% digunakan 2 angka berarti
x
sekitar 1% digunakan 3 angka berarti
sekitar 0,1% digunakan 4 angka berarti
Semakin banyak angka berarti menunjukkan prosentasi ketidakpastian yang kecil berarti
semakin tepat hasil pengukuran.

VII. KETIDAK PASTIAN RELATIF DAN KETELITIAN PENGUKURAN


Ketidakpastian yang ditulis dengan  x disebut KETIDAKPASTIAN MUTLAK dari
besaran x. Besar kecilnya  x dapat menggambarkan MUTU ALAT UKUR tetapi belum dapat

5
digunakan untuk menilai MUTU HASIL PENGUKURAN. Misalnya sebuah batang A yang
panjangnya sekitar 1 m bila diukur dengan penggaris biasa dapat memberikan hasil sbb:
lA = (1,0000  0,0005) m
Bila alat yang sama digunakan untuk mengukur batang B yang panjangnya sekitar 10 cm
hasilnya sbb:
lB = (1,00  0,05) m
Dalam kedua hasil pengukuran ini ketidakpastiannya sama yaitu l = 0,05 cm = 0,0005 m
tetapi jelas bahwa mutu hasil pengukuran lA lebih baik dari lB.
Untuk dapat memberikan informasi langsung mengenai MUTU PENGUKURAN yang
x
disebut juga KETELITIAN PENGUKURAN digunakan KETIDAK PASTIAN RELATIF =
x
Dapat pula dinyatakan dalam persentase bila dikalikan 100. Ketidakpastian relatif
untuk contoh diatas :
l A 5
= = 0,55%
lA 100

l B 5
= = 5%
lB 10
Semakin kecil kpt relatif semakin tinggi ketelitian (mutu) pengukuran.

VIII. KETIDAKPASTIAN BESARAN YANG TIDAK LANGSUNG DI UKUR


Seperti telah diutarakan dalam pengukuran fisika setiap besaran yang diukur pasti
memiliki nilai ketidakpastian. Oleh karena itu jika suatu besaran yang akan ditentukan
merupakan fungsi dari besaran lain yang merupakan hasil pengukuran, maka besaran hasil
fungsi tersebut juga memiliki nilai ketidakpastian. Nilai ketidakpastian besaran tersebut
diperoleh dari sumbangan besar ketidakpastian dari setiap besaran yang ada di persamaan.
Misal besaran yang akan ditentukan adalah z yang merupakan fungsi z = f(x,y,...),
dimana x,y,… merupakan besaran hasil pengukuran yang masing-masing memiliki
ketidakpastian x+x, y+y,..., maka nilai ketidakpastian z atau z diperoleh dengan
menggunakan persamaan umum perambatan ralat berikut

 z 2 z 2 
z = ( ) (x) + ( ) (y ) + ...
2 2

 x y 

6
Persamaan di atas berlaku jika pada seluruh variabel dalam fungsi z = f (x,y,…) di atas
bersifat tak gayut dan seluruh ketakpastiannya bersifat acak. Jika variabel x,y,… ada yang
saling gayut dan/atau dicurigai ada memiliki ketidakpasian yang bersifat sistematis maka
nilai ketidakpastian z atau z diperoleh dengan menggunakan persamaan non kuadratis
sebagai berikut

z z
z = x + y + ...
x y

7
PERCOBAAN 1
GERAK LURUS

I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menunjukkan gerak lurus beraturan
2. Mengukur kecepatan gerak benda GLB
3. Menunjukkan gerak lurus berubah beraturan
4. Mengukur percepatan gerak benda pada GLBB

II. Alat dan Bahan


1. set ”Linear Air Tarck” 4. tali
2. blower 5. beban
3. electronic Counter

III. Dasar Teori


Sebuah benda yang bekerja suatu gaya, maka benda akan bergerak lurus berubah
beraturan. Tetapi jika gaya tersebut dihilangkan, maka benda akan mempunyai kecepatan
awal dan akan bergerak lurus beraturan.
Sebuah benda yang bergerak lurus beraturan akan berlaku persamaan
x
v= (1)
t
Dengan Δx = perpindahan, dan Δt = selang waktu.
Grafik hubungan x dengan t dapat digambarkan sebagai berikut
x

Δx
θ = sudut kemiringan
Δt

θ
t
Pada gerak lurus berubah beraturan dapat ditunjukkan pada gerak jatuh suatu benda dari
ketinggian tertentu. Pada gerak ini kecepatan setiap saat selalu berubah, atau dapat
dikatakan benda tersebut mempunyai percepatan
v
a= (2)
t
Hubungan antara kecepatan, percepatan dan perpindahan dapat dirumuskan sebagai
vt2 = v02 + 2ax (3)
Grafik hubungan antara perpindahan dengan perubahan waktu dikuadratkan adalah
sebagai berikut

8
x

Δx
θ = sudut kemiringan
Δt

θ
t2
IV. Langkah Percobaan
1. Persiapan
a. Pahami dulu untuk pengenalan fungsi elektronic counter. Dalam hal ini terdapat tiga
jenis mode fungsi, yaitu : A ; A + B ; A + B + C. Untuk menentukan selang waktu yang
ditempuh, pada percobaan ini pilih mode A + B, karena A berarti sinyal input dan B
untuk sinyal output.
b. Tentukan posisi input A dan sensor output B yang akan digunakan untuk mencatat
selang waktu yang diperlukan oleh perpindahan Δx.

A B x

y
Gerak lurus beraturan (glb)

2. Pengukuran
a. Gerak lurus beraturan (GLB), susunlah alat seperti gambar di atas. Dalam hal ini
jarak x lebih panjang dari y, sehingga setelah benda melewati sensor input A tidak
ada lagi gaya yang bekerja (gaya yang menarik) sehingga benda akan bergerak lurus
beraturan. Ukurlah selang waktu Δt setiap perubahan jarak AB. Dari data tersebut
buatlah grafik Δx terhadap Δt, serta hitung kemiringannya sebagai kecepatan gerak
benda.
x
v=
t

9
b. Gerak lurus berubah beraturan(GLBB).
Susun alat seperti gambar di bawah ini.
A B

Gerak Lurus Berubah Beraturan

1
Pada percobaan ini gunakan persamaan x = at 2 , dengan mengukur selang
2
waktu Δt untuk setiap perubahan jarak AB, dan buatlah grafik Δx terhadap Δt2.
Sehingga dari kemiringan grafik dapat ditentukan besar percepatan benda.

V. Tugas / Pertanyaan
1. Buat grafik antara perpindahan dengan selang waktu untuk gerak lurus beraturan.
2. Tentukan kecepatan awal benda pada gerak lurus beraturan pada setiap beban yang
anda pilih.
3. Buatlah grafik perpindahan dengan kuadrat selang waktu pada gerak lurus berubah
beraturan.
4. Tentukan besar percepatan pada gerak lurus berubah beraturan.

10
PERCOBAAN 2
KOEFISIEN GESEKAN
I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menentukan besar koefisien gesekan statis.
2. Menentukan besar koefisien gesekan kinetis.

II. Alat dan Bahan


- papan / bidang miring - balok / papan tebal dan beban
- neraca pegas - busur derajad besar

III. Dasar Teori


Sebuah benda di atas bidang datar jika ditarik akan bekerja gaya gesekan yang
berlawanan dengan arah gerak. Jika pada saat ditarik benda belum bergerak, maka pada
benda sudah bekerja gaya gesekan statis. Besar gaya gesekan statis dari nol sampai
maksimum, dan dirumuskan
f s  s N (1)
Sedangkan pada saat benda dalam keadaan bergerak bekerja gesekan kinetik.
f k = k N (2)
Besar gaya gesekan statis lebih besar dibandingkan gaya gesekan kinetik.
Sebuah balok saat ditarik tetapi belum bergerak, maka dikatakan benda tersebut sudah
bekerja gaya gesekan sebesar gaya tarik (yang tertera pada neraca pegas).
Skema Alat :
F
fk

tarik ke atas

fs

11
Sebuah balok di atas bidang miring pada saat mulai akan bergerak dan membentuk sudut
θ, akan berlaku persamaan
f s = mg sin  dan N = mg cos N

f s = s N
w sin θ fs
mg sin  =  s mg cos
w cos θ
sin 
s = = tan  (3)
cos w

Dengan demikian besar koefisien gesekan statis : μs = tan θ

IV. Langkah Percobaan


1. Gesekan Kinetik
1) Timbang balok kayu atau papan tebal dengan neraca pegas (m).
2) Letakkan balok kayu tersebut di atas bidang datar dan kaitkan balok dengan
neraca pegas
3) Tarik neraca pegas secara perlahan dengan kecepatan tetap dan baca gaya tarik
yang ditunjukkan pada neraca pegas.
4) Ulangi percobaan dengan cara menambah beban di atas balok kayu.

2. Gesekan Statik
Cara 1
1) Timbang balok kayu atau papan kayu tebal.
2) Letakkan balok kayu di atas bidang datar dan kaitkan neraca pegas dengan balok.
3) Tarik neraca pegas pelan sampai balok mulai akan bergerak dan catat besarnya
gaya yang ditunjukkan pada neraca pegas.
4) Ulangi percobaan dengan cara menambah beban di atas balok kayu.
Cara 2
1) Letakkan balok kayu di atas bidang miring dalam keadaan mendatar.
2) Angkat ke atas ujung bebas bidang datar sampai balok mulai bergerak, dan sudut
bidang.
3) Ulangi percobaan sampai beberapa kali.
4) Ulangi lagi dengan menambah beban di atas balok kayu.

V. Tugas / Pertanyaan
1. Hitung besar koefisien gesekan kinetik dan sattik.
2. Buat kesimpulan dari hasil percobaan yang diperoleh

12
PERCOBAAN 3
KONSTANTA PEGAS
(k)

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memahami pengertian hukum Hooke
2. Mengukur konstanta pegas

II. Alat dan Bahan


- Pegas - Statip - Neraca
- Beban - Mistar

III. Dasar Teori


Dampak dari adanya gaya yang bekerja pada suatu benda antara lain : terjadinya
perubahan gerak benda atau perubahan bentuk benda. Berdasarkan sifat kelenturan /
elastisitasnya dikenal dua macam benda, yaitu :
a. Benda plastis : benda yang bila dikenai gaya akan berubah bentuknya akan tetapi
perubahan bentuk tersebut tetap walaupun gayanya telah ditiadakan. Contoh benda
semacam ini antara lain : tanah liat, plastisin.
b. Benda elastis : benda yang bila dikenai gaya akan berubah bentuknya, tetapi bila
gayanya ditiadakan benda tersebut akan kembali seperti semula. Contoh : karet, pegas.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai peralatan dengan menggunakan Pegas,
misalnya : neraca, shockbekker (baik untuk sepeda motor maupun mobil), tempat tidur
(spring bed), dan masih banyak lagi. Pada setiap peralatan fungsi / peranan pegas berbeda-
beda, akan tetapi hampir semua peralatan terkait dengan sifat elastisitas pegas tersebut.
Respon pegas terhadap gaya ditunjukkan dengan adanya perubahan panjang pegas
tersebut.
Hubungan antara beban dengan pertambahan panjang pegas dikemukakan oleh Hooke.
Dalam eksperimen kali ini Anda akan mengetahui karakteristik respon pegas terhadap gaya
dengan cara menentukan kontanta gaya pegas.

Konstanta gaya pegas


Modulus kelentingan merupakan besaran yang melukiskan sifat-sifat kelentingan suatu
bahan tertentu, tetapi tidak menunjukkan secara langsung pengaruh gaya terhadap
perubahan bentuk yang dialami oleh suatu batang, kabel atau pegas (per) yang dibuat dari
bahan tertentu.

YA
F= L (1)
L0

13
YA
dinyatakan sebagai kontanta tunggal k dan renggangan ΔL dinyatakan dengan x,
L0
maka

F=kx (2)

Persamaan (2) ini menyatakan bahwa bertambah panjangnya sebuah benda yang
terenggang berbanding lurus dengan besar gaya yang menariknya. Pernyataan ini
merupakan Hukum Hooke.
Apabila pegas (per) yang berbentuk sulur direnggang, perubahan bentuk kawat pegas
tersebut merupakan gabungan antara tarikan, lenturan dan puntiran, tetapi pertambahan
panjang pegas secara keseluruhan berbanding lurus dengan gaya yang menariknya.
Artinya persamaan (2) tetap berlaku dengan konstanta perbandingan k bukan merupakan
fungsi dari modulus kelentingan.

Konstanta k disebut dengan konstanta gaya pegas atau koefisien kekakuan pegas.
Satuan k adalah newton/meter ; dyne/cm ; lb/ft

Hukum Hooke menyatakan besarnya gaya yang mengakibatkan perubahan bentuk


(panjang) pegas sebanding dengan perubahan panjang yang terjadi, asalkan batas
kelentingannya tidak terlampaui.
Gaya pemulihan merupakan gaya yang akan mengembalikan pegas (benda) ke bentuk
semula, ditentukan oleh :

F = - kx (3)

dalam hal ini tanda minus ( - ) menyatakan bahwa arah gaya dengan arah simpangan ( x )
berlawanan arah.
F = - kx

Gambar 1. Pegas

14
Gambar 1 melukiskan sebuah benda yang digantungkan pada pegas, titik
kesetimbangan di R, setelah diberi beban kedua (yang lebih besar) pegas bertambah
panjang sejauh RP, atau sejauh x posisi kesetimbangannya. Resultante gaya yang bekerja
pada benda tersebut (pada R) hanya gaya lenting pemulihan F = - kx.
Bersarkan hukum Newton : F = mg, maka :

-kx=mg ➔ k = - ( mg/x ) (4)

dalam hal ini m adalah massa benda.

IV. Langkah Percobaan

Menentukan tetapan pegas tunggal


1. Tempatkan sebuah pegas pada tempatnya dan kemudian catatlah ujung pegas (y0)
2. Kemudian gantungkan tempat beban dan anak timbangan, maka pegas bertambah
panjang dan ujung pegas sekarang menunjuk ke angka skala menjadi y1.
3. Pertambahan panjang pegas diperoleh dari selisih pembacaan dua skala tersebut, yaitu
y1-y0
4. Penambahan beban m terus dilakukan hingga batas maksimum yang tidak boleh
dilampaui, yaitu jika panjang pegas dua kali semula. Setiap penambahan m, penunjukan
skala (y1) dicatat.

Gambar 2. Rangkaian alat

15
Menentukan tetapan pegas untuk susunan seri dan paralel
1. Susun dua pegas secara seri seperti Gambar 3(a). Catat posisi ujung pegas mula-mula
y0
2. Kemudian gantungkan tempat beban dan anak timbangan, maka ujung pegas akan
menunjuk ke angka skala y1. Catat angka skala ini. Pertambahan panjang tesebut adalah
Δy = y1 – y0
3. Tambahkan beban dan catat angka skala yang ditunjuk oleh ujung pegas
4. Ulangi untuk susunan pegas seperti pada Gambar 3(b).

(a) (b)

Gambar 3. (a) Susunan Pegas seri dan (b) Pegas Paralel

V. Tugas
1. Untuk langkah A, buatlah grafik antara panjang pegas sebagai fungsi massa beban.
Kemudian dari kemiringan grafik, hitunglah konstanta pegas untuk kedua pegas yang
digunakan (akan diperoleh k1 dan k2).
2. Dengan cara yang sama, buatlah grafik panjang pegas sebagai fungsi dari massa beban
untuk langkah B, dan dari kemiringannya tentukanlah konstanta “pegas”nya. Di sini
yang dimaksud pegas adalah susunan dua pegas sera seri atau secara parallel. Jika
sudah diperoleh konstanta “pegas” untuk susunan seri (ks) dan parlel (kp), cek, apakah
sesuai dengan rumusan:

𝑘 .𝑘
k 𝑠 = 𝑘 1+𝑘2 ; 𝑘𝑝 = 𝑘1 + 𝑘2
1 2

3. Jelaskan tentang hukum Hooke


4. Jabarkan dan jelaskan bagaimana cara menentukan ketidakpastian pada ks dan kp.

16
VI. Tabel Pengamatan

Menentukan tetapan pegas tunggal

No Massa Beban (gr) Panjang Pegas x1 (cm)

Pegas I
X0 = .......cm

No Massa Beban (gr) Panjang Pegas x1 (cm)

Pegas II
X0 = .......cm

Menentukan tetapan pegas untuk susunan seri dan susunan paralel

No Massa Beban (gr) Panjang Pegas x1 (cm)

Susunan Seri
X0 = .......cm

No Massa Beban (gr) Panjang Pegas x1 (cm)

Susunan Paralel
X0 = .......cm

Hasil Percobaan:

K1 = ........................... k2 = .............................
Ks = ........................... kp = .............................

17
PERCOBAAN 4
GERAK PARABOLA (Tracker)

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat
1. Menganalisis kecepatan benda arah vertikal pada gerak parabola.
2. Menganalisis kecepatan benda arah horizontal pada gerak parabola.
3. Menganalisis jarak terjauh dan waktu yang ditempuh benda pada gerak parabola.
4. Menganalisis titik tertinggi pada gerak parabola.
II. Dasar Teori
Gerak Parabola (Gerak Peluru) merupakan gabungan antara Gerak Lurus Beraturan pada
arah horisontal dan Gerak Lurus Berubah Beraturan pada arah vertikal. Kedua komponen
ini tidak saling mempengaruhi. Gerak Parabola adalah gerak dimana suatu benda diberi
kecepatan awal dan berjalan sejauh lintasan yang dipengaruhi gaya gravitasi bumi
(lintasannya berbentuk parabola). Gerak Parabola selalu mempunyai sumbu x dan y,
dimana besar sumbu x selalu sama sedangkan besar di sumbu y berubah-ubah. Besar
sumbu y saat berada di titik tertinggi besarnya adalah 0. Pada gerak parabola, selalu ada
x terjauh (jarak terjauh) dan y max tinggi maksimum).

Pada saat ditembakkan, peluru memiliki dua komponen kecepatan. Komponen


kecepatan arah horisontal dan arah vertikal adalah

𝑣0𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃
𝑣0𝑦 = 𝑣0 sin 𝜃

Jika kita ambil arah ke kanan sejajar dengan sumbu x positif dan arah ke atas sejajar
dengan sumbu y positif maka komponen kecepatan gerak peluru dalam arah sumbu x
(horisontal) dan sumbu y (vertikal) adalah

𝑣𝑥 = 𝑣0 cos 𝜃
𝑣𝑦 = 𝑣0 sin 𝜃 − 𝑔𝑡

18
III. Alat
1. Software Tracker
2. Bola
3. Mistar
4. Smartphone/Kamera
5. Laptop dengan aplikasi Tracker
6. Busur derajat
VI. Metode Percobaan
1. Tandai dinding sebagai latar belakang (background) dengan lakban hitam
sepanjang 0,5 m sebagai batas (calibration stick).
2. Siapkan Kamera HP kemudian lemparkan bola hingga membentuk lintasan
parabola dan rekam gerakan bola
3. Ulangi cara kerja no.2 sampai dihasilkan rekaman vidio yang paling bagus
4. Download Video dari HP ke Laptop/komputer.
5. Analisis dengan menggunakan Tracker untuk mendapatkan:
a. Grafik 𝑣𝑥 beserta persamaan matematisnya
b. Grafik 𝑣𝑦 beserta persamaan matematisnya
c. Jarak terjauh yang ditempuh bola
d. Titik tertinggi bola
e. Waktu yang diperlukan bola untuk mencapai jarak terjauh
6. Bandingkan hasil analisis Tracker (5a-5e) dengan analisis manual!

VII. Tabulasi Data

No. t x y 𝑣𝑥 𝑣𝑦
1
2
3
4
dst

19
PERCOBAAN 5
GERAK ROTASI (Tracker)

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat
1. Mahasiswa dapat membuat grafik hubungan antara jarak terhadap waktu benda
menggelinding pada bidang miring,
2. Mahasiswa dapat membuat grafik hubungan antara kelajuan terhadap waktu benda
menggelinding pada bidang miring,
3. Mahasiswa membuat grafik antara besar percepatan terhadap waktu benda
menggelinding pada bidang miring,
4. Mahasiswa menghitung besar momen inersia benda yang menggelinding pada
bidang miring.
II. Dasar Teori
Percobaan ini adalah percobaan gerak rotasi pada bidang miring. Benda yang memiliki
sumbu putar akan bergerak menggelinding (bukan tergelincir) pada bidang miring.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi tracker untuk memudahkan
pengamatan gerak benda. Uraikan elemen gerak benda yang berotasi pada bidang miring
dan tuliskan persamaan geraknya pada laporan anda!
III. Alat dan Bahan
1. Benda silinder berbagai diameter (misal gunakan pralon),
2. Bidang miring dengan berbagai sudut kemiringan ,
3. Smartphone,
4. Aplikasi tracker.
IV. Metode Percobaan
Variabel percobaan
1. Variabel bebas: Sudut kemiringan bidang miring.
2. Variabel terikat: Jarak tempuh, Laju tempuh, dan Waktu tempuh.
3. Variabel kontrol : Diameter silinder.
V. Desain Percobaan

Sudut Diameter silinder


kemiringan Diameter 1 Diameter 2 Diameter 3 Diameter 4 Diameter 5
5 derajat X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W
7 derajat X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W
9 derajat X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W
11 derajat X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W X;Y;Z,W
Ket : X adalah jarak tempuh balok meluncur, Y adalah kelajuan balok meluncur, Z adalah
waktu tempuh balok meluncur, serta W adalah besar percepatan balok meluncur.

20
VI. Langkah-langkah Percobaan
1. Tuliskan kajian teorinya secara singkat.
2. Buatlah grafik antara jarak tempuh silinder menggelinding terhadap waktu tempuh
untuk berbagai sudut kemiringan.
3. Buatlah grafik antara kelajuan silinder menggelinding terhadap waktu tempuh untuk
berbagai sudut kemiringan,
4. Buatlah grafik antara besar percepatan silinder menggelinding terhadap waktu tempuh
untuk berbagai sudut kemiringan,
5. Hitung momen inersia silinder yang menggelinding pada bidang pada bidang miring.

21
PERCOBAAN 6
KOEFISIEN RESTITUSI TUMBUKAN (Tracker)

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat
1. Memahami konsep kekekalan energi pada peristiwa tumbukan.
2. Menentukan koefisien restitusi benda yang bertumbukan dengan lantai.
II. Dasar Teori
Koefisien lenting atau lebih dikenal sebagai koefisien restitusi (COR atau coefficient of
restitution), adalah suatu koefisien yang bernilai pecahan antara 0 dan 1 yang merupakan
rasio besarnya kecepatan relatif sesudah dengan sebelum tumbukan dua buah benda.
Percobaan ini menggunakan aplikasi Tracker untuk memudahkan pengamatan kecepatan
benda yang bertumbukan dengan lantai. Kecepatan yang diamati adalah kecepatan
sebelum dan sesudah peristiwa tumbukan. Gambarkan skema tumbukan yang terjadi dan
tuliskan persamaan kekekalan energi pada peristiwa tumbukan tersebut pada laporan
anda! Nyatakan nilai koefisien resitusi diperoleh darimana.
III. Alat dan Bahan
1. Berbagai jenis benda dengan tingkat kelentingan yang berbeda,
2. Mistar,
3. Smartphone,
4. Aplikasi tracker.
IV. Metode Percobaan
Variabel percobaan
1. Variabel bebas: Ketinggian saat benda dijatuhkan, Laju benda sebelum mengenai
lantai.
2. Variabel terikat: Laju benda setelah mengenai lantai.
3. Variabel kontrol: Jenis bola dengan kelentingan berbeda.
V. Desain Percobaan
Jenis Benda
Ketinggian
Benda 1 Benda 2 Benda 3 Benda 4 Benda 5
25 cm X; Y X; Y X; Y X; Y X; Y
50 cm X; Y X; Y X; Y X; Y X; Y
75 cm X; Y X; Y X; Y X; Y X; Y
100 cm X; Y X; Y X; Y X; Y X; Y
Ket : X adalah kelajuan bola/benda sebelum mengenai lantai, Y: kelajuan bola/benda
setelah tumbukan dengan lantai.

22
VI. Langkah-langkah Percobaan
1. Tuliskan kajian teorinya secara singkat.
2. Tentukan kecepatan benda sebelum mengenai lantai.
3. Tentukan kecepatan benda setelah mengenai lantai.
4. Ulangi percobaan beberapa kali pada ketinggian yang sama.
5. Hitung koefisien restitusi benda.

23
PERCOBAAN 7
PENGUKURAN TINGGI BENDA (Phyphox)

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat
1. Memahami teknik pengukuran secara tidak langsung.
2. Menentukan tinggi obyek dengan metode Al Biruni.
II. Dasar Teori
Pada abad 11, Abu Rayhan Al-Biruni (973–1048) berhasil menghitung jari-jari Bumi dengan
cara mengukur penurunan horizon dari puncak sebuah gunung. Hal ini dilakukan dengan
terlebih dahulu mengukur tinggi sebuah gunung menggunakan azas geometri.

Untuk menghitung h tinggi dari suatu gunung dibutuhkan tiga pengukuran yaitu jarak d
antara dua titik yang ketinggiannya sama serta sejajar dengan gunung, serta dua sudut 1
dan 2 yang terbentuk antara dua titik tersebut dengan puncak gunung. Tentukan
rumusan untuk memperoleh nilai h dari hubungan berdasarkan gambar di atas. Tuliskan
rumusan ini dalam laporan anda! Di masa lalu Al-Biruni menggunakan alat khusus untuk
menentukan sudut pada gambar di atas. Saat ini, dapat digunakan sensor accelerometer
yang umum terdapat pada smartphone untuk hal ini dengan menggunakan bantuan
aplikasi Phyphox.
III. Alat dan Bahan
1. Obyek dengan ketinggian yang berbeda,
2. Mistar pita,
3. Smartphone,
4. Aplikasi Phyphox,
5. Statif.
IV. Metode Percobaan
Variabel percobaan
1. Variabel bebas: Jarak antara dua titik pengamatan (d).
2. Variabel terikat: Sudut pada titik pengamatan 1 dan 2 (1 dan 2).
3. Variabel kontrol: Obyek dengan berbagai ketinggian.

24
V. Desain Percobaan
Jenis Obyek
Jarak
Obyek 1 Obyek 2 Obyek 3 Obyek 4
d1 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2
d2 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2
d3 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2
d4 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2 1 ; 2

VI. Langkah-langkah Percobaan


1. Tuliskan kajian teorinya secara singkat.
2. Tentukan obyek yang akan diukur tingginya! Obyek 1 adalah penggaris 1 meter, obyek
2 adalah tinggi tiang penyangga lantai dasar gedung laboratorium, obyek 3 adalah
tinggi gedung laboratorium, Obyek 4 adalah tinggi menara air di depan gedung
karakter.
3. Pada pengukuran tinggi satu obyek, tentukan titik pengamatan 1, hitung sudutnya.
Tentukan titik pengamatan 2, lalu hitung sudutnya. Hitung jarak d antara titik
pengamatan 1 dan 2. Ulangi untuk beberapa jarak d. tentukan satu nilai d beserta
ketakpastiannya.
4. Ulangi percobaan untuk semua obyek yang telah ditentukan.
5. Hitung tinggi masing-masing obyek beserta ketakpastiannya.

25
PERCOBAAN 8
KEKEKALAN ENERGI MEKANIK (Tracker)

I. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memahami konsep energi kinetik dan energi potensial.
2. Memahami konsep energi mekanik pada gaya non-konservatif.
3. Menentukan energi kinetik pada berbagai posisi pada ayunan bandul.
4. Menentukan energi potensial pada berbagai posisi pada ayunan bandul.
5. Menentukan energi mekanik pada berbagai posisi pada ayunan bandul.
II. Dasar Teori
Kekekalan energi mekanik menyatakan bahwa jumlahan energi kinetik dan energi
potensial selalu bernilai tetap sepanjang waktu.
1
𝑚𝑣 2 + 𝑚𝑔ℎ = konstan
2
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh sebuah benda karena gerakannya,
sedangkan energi potensial adalah energi yang dimiliki benda karena posisi benda.
Jika terdapat gaya non konservatif, misal gaya gesek, kekekalan energi mekanik menjadi
1
𝑚𝑣 2 + 𝑚𝑔ℎ + 𝐸𝑛𝑜𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑡𝑖𝑓 = konstan
2
Kekekalan energi mekanik dapat diamati pada ayunan bandul. Ayunan bandul akan
berubah posisi ketinggian dan kecepatannya yang menunjukkan hubungan kekekalan
energi mekanik.

Percobaan ini menggunakan aplikasi Tracker untuk memudahkan pengamatan berbagai


posisi ketinggian bandul dan kecepatan bandul. Estimasikan gaya non konservatif yang
bekerja pada sistem ini.
III. Alat dan Bahan
1. Sistem bandul,
2. Mistar,
3. Smartphone/kamera,
4. Aplikasi tracker,
5. Busur derajat,
6. Laptop.

26
IV. Metode Percobaan
Variabel percobaan:
1. Variabel bebas: Sudut awal ayunan bandul, Posisi bandul pada titik-titik tertentu dalam
pola ayunan.
2. Variabel terikat: Ketinggian dan kelajuan bandul pada posisi tertentu.
3. Variabel kontrol: Panjang tali.
V. Desain Percobaan
Posisi Panjang tali
Sudut
Bandul 25 cm 50 cm 75 cm 100 cm
10° Posisi 1 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 2 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 3 X; Y X; Y X; Y X; Y
20° Posisi 1 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 2 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 3 X; Y X; Y X; Y X; Y
45° Posisi 1 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 2 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 3 X; Y X; Y X; Y X; Y
60° Posisi 1 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 2 X; Y X; Y X; Y X; Y
Posisi 3 X; Y X; Y X; Y X; Y
X adalah tinggi bandul terhadap bidang acuan pada posisi tertentu, Y: kelajuan bandul
pada posisi tertentu.
VI. Langkah-langkah Percobaan
1. Pasang sistem bandul dengan panjang tali tertentu, misal 25 cm.
2. Simpangkan bandul pada sudut tertentu, misal 10°.
3. Lepas bandul dan biarkan mengalami ayunan selama beberapa saat.
4. Lakukan pengukuran ketinggian dan kelajuan bandul, dengan aplikasi Tracker, pada
posisi 1, 2, dan 3 yang ditentukan. Posisi 1 adalah saat bandul pada titik terendah, posisi
2 adalah saat bandul ada di antara titik terendah dan tertinggi, dan posisi 3 adalah saat
bandul pada posisi tertinggi.
5. Hitung energi kinetik, energi potensial, dan energi mekanik sistem beserta
ketakpastiannya.
6. Ulangi percobaan di atas untuk panjang tali dan sudut yang berbeda.
7. Analisis dan simpulkan kelakuan energi kinetik, energi potensial, dan kekekalan energi
mekanik pada berbagai posisi.
8. Analisis jika ada gaya non konservatif yang bekerja.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Bernard, Cicero H. dan Chirold D. Epp, Laboratory Experiments in College Physics, 5th
Revised edition, John Wiley & Sons Inc.. 1980.
2. David Halliday, Robert Resnick, Jearl Walker; Fundamentals of Physics Extended Edition;
2014; 10Th Edition; Wiley.
3. Grant R. Fowles and George L. Cassiday; Analytical Mechanics; 2005; 7Th Edition;
Thomson Brooks/Cole; USA.
4. Goldstein, S, 1957, Modern Developments in Fluid Dynamics, Oxford at the Clarendon
Press, London.
5. Hugh D. Young dan Roger A. Freedman; 2019, Sears & Zemansky’s University Physics
with Modern Physics; 15th edition; Pearson Publication Inc.; Boston.
6. Paul G. Hewitt; 2015; Conceptual Physics; 12th edition; Pearson Publication Inc.; Boston.
7. Wilson, J.D. dan Hernandez-Hall, C.A., Physics Laboratory Experiments, 8th Edition,
Cengage Learning, 2014.

28

Anda mungkin juga menyukai