Anda di halaman 1dari 80

Praktikum

Fisika Dasar
Fakultas Pertanian

Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo

Oleh:
Richard Blocher

September 2007
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

Daftar Isi

Daftar Isi ......................................................................................... I

Peraturan Praktikum.................................................................. III

Perhitungan Ralat ..........................................................................1

1 Prinsip-Prinsip Dasar .............................................................1


1.1 Mengukur .......................................................................................... 1
1.1.1 Apakah Mengukur itu ?....................................................... 1
1.1.2 Hasil Pengukuran, Besaran yang Sebenarnya dan
Ralat .................................................................................... 2

2 Perkiraan Ralat yang Sederhana untuk satu Besaran


yang Diukur .............................................................................5
2.1 Statistika ............................................................................................ 5
2.1.1 Sifat-sifat Ralat Statistis. ..................................................... 5
2.1.2 Perkiraan untuk Ralat dan Nilai yang Sebenarnya .............. 7
2.1.3 Bagaimana Kalau Mempunyai Hanya Satu Hasil
Ukur ?.................................................................................. 9
2.1.4 Ralat Maksimal ................................................................... 9
2.2 Cara menulis hasil ........................................................................... 10
2.3 Ralat Sistematis ............................................................................... 10

3 Perambatan Ralat ................................................................. 11


3.1 Prinsip ............................................................................................. 11
3.2 Perkalian dengan Pangkat f ( x, y, z,... ) = Ax a y b z c ... .............. 12
3.3 Kombinasi Linear: f(x, y, z,) = ax by cz ......................... 13
3.4 Jumlah: f(x, y, z,) = x y z ............................................... 13
3.5 Hubungan yang Lebih Kompleks.................................................... 13

I
II Daftar Isi

4 Grafik untuk Besaran yang Berhubungan .........................14


4.1 Grafik dan Rumus ........................................................................... 14
4.1.1 Titik dalam Grafik dan Persamaan .................................... 14
4.1.2 Grafik dari fungsi linear .................................................... 16
4.1.3 Transformasi dari Fungsi Non Linear Menjadi
Linear ................................................................................ 17
4.2 Metode Perkirakan dengan Melihat................................................. 19
4.3 Perkiraan Ralat ................................................................................ 20

Soal Latihan ..................................................................................26

Petunjuk Praktikum ....................................................................29

1 Bandul Matematis .................................................................29

2 Elastisitas ...............................................................................34

3 Hukum Newton II .................................................................39

4 Bola Jatuh Bebas ...................................................................46

5 Koefisien Muai Panjang .......................................................50

6 Voltameter Tembaga .............................................................54

7 Lensa.......................................................................................59

8 Viskositas Zat Cair................................................................69

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

Peraturan Praktikum

1. Persiapan di rumah dan test awal:


Supaya Mahasiswa dapat mengikuti praktikum dengan baik, setiap mahasiswa
harus menyiapkan diri di rumah sebelum praktikum mulai. Untuk mengecek
persiapan itu dan untuk membicarakan hal yang masih belum jelas, pada awal
praktikum akan diadakan satu test awal oleh asisten. Bila pada test itu ternyata
mahasiswa belum tahu bagaimana mengerjakan percobaan atau belum cukup
tahu tentang teori, mahasiswa tidak boleh mengerjakan percobaan itu. Percobaan
harus dilakukan (diulangi) sesuai jadwal Her (remedial). Penyelesaian test awal
tersebut dicantumkan dalam Kartu Praktikum oleh Asisten.

2. Ketepatan waktu
Praktikum mulai tepat pada waktu yang telah dijadwalkan. Bagi mahasiswa yang
terlambat lebih dari 15 menit tidak boleh mengikuti praktikum pada hari itu dan
harus mengulangi percobaan itu sesuai dengan jadwal remedial.

3. Laporan praktikum
a. Laporan Praktikum harus diserahkan kepada asisten satu minggu setelah
percobaan dikerjakan. Dalam bentuk praktikum yang dipadatkan (setiap
hari ada praktikum), laporan harus diserahkan dua hari setelah percobaan
dilaksanakan. Kalau Laporan Praktikum masuk terlambat, tidak bisa
diterima lagi dan percobaan harus diulangi.
b. Isi Laporan Praktikum adalah:
1. Di halaman depan harus tercantum: Nama praktikan, nama teman
kerja, nama asisten, tanggal praktikum, no. dan nama percobaan,
hari dan kelompok praktikum.
2. Data-data ukuran asli, berarti catatan asli yang dibuat ketika
mengerjakan percobaan. Data asli ini tidak boleh dicopy atau diubah.
Data asli dilampirkan pada laporan dari salah satu laporan untuk setiap
kelompok.
3. Tugas sesuai penjelasan pada masing-masing percobaan dalam pasal
Laporan Praktikum.
4. Data ukur dan hasil ditulis dalam daftar / tabel yang jelas.
5. Grafik-grafik dari pengukuran di atas kertas mm (Millimeterblock) jika
dalam percobaan ada grafik yang dibutuhkan untuk analisa hasil.
6. Perhitungan percobaan
7. Kesimpulan mengenai hasil dari percobaan.

III
IV Peraturan Praktikum

Setiap mahasiswa harus membuat satu laporan praktikum. Hanya catatan


asli data ukur pada prinsipnya ada hanya satu, berarti satu mahasiswa dari
kelompok kerja mengikutkan catatan asli.

4. Laporkan kerusakan
Kalau ada kerusakan alat dalam percobaan, kerusakan itu harus diberitahukan
segera kepada asisten dan harus dicatat ke dalam daftar kerusakan yang ada di
ruang praktikum supaya bisa diperbaiki dengan cepat. Kalau pada awal
percobaan sudah ada alat yang rusak juga harus dilaporkan dan dicatat dalam
daftar tersebut.

5. Tanggung jawab terhadap kerusakan


Kalau alat menjadi rusak karena mahasiswa kurang hati-hati atau dengan sengaja
merusakkan alat, maka kerusakan tersebut harus ditanggung oleh mahasiswa
yang merusakkannya.

6. Pemakaian alat untuk setiap percobaan


Jangan ambil alat dari percobaan lain. Semua alat yang diperlukan untuk satu
percobaan, sudah tersedia di tempat percobaan. Kalau seandainya ada
kekurangan, mintalah kepada asisten.

7. Rapikan tempat setelah percobaan


Setelah percobaan selesai tempat kerja harus dibereskan dan asisten diminta
supaya membuktikan kerapian tempat kerja dengan tanda tangannya di Kartu
Praktikum. Bereskan tempat termasuk:
- Kalau dalam percobaan air dipakai, semua air harus dibuang setelah
percobaan dikerjakan.
- Alat harus dicek supaya semuanya ada.
-

8. Penilaian dan Her (remedial)


Nilai test awal, kerapian tempat kerja setelah percobaan, ketepatan memasukkan
laporan, nilainya dan ACC dicantumkan di lembar Kartu Praktikum. Kalau ada
kekurangan dalam satu hal (Tanda tangan dari asisten tidak ada atau nilai di
bawah C) atau laporan praktikum masuk terlambat, percobaan tidak diakui dan
harus diulangi sesuai dengan jadwal remedial.
Paling banyak dua percobaan bisa diulangi. Kalau lebih banyak
percobaan perlu diulangi, seluruh praktikum harus diulangi.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

Perhitungan Ralat

1 Prinsip-Prinsip Dasar

1.1 Mengukur

1.1.1 Apakah Mengukur itu ?


Mengukur adalah menentukan suatu besaran fisik dari suatu benda
dengan cara membandingkan benda itu dengan besaran satuan. Untuk cara,
bagaimana satuan dibandingkan dengan benda harus ada aturan yang jelas.
Jadi untuk mengukur kita perlu satuan standar dan suatu peraturan,
bagaimana cara membandingkan standar tersebut dengan satuan standar.
1. Contoh untuk satuan:
Dulu panjang satu meter terdefinisi sebagai panjang dari meter asli di
Paris.
Sekarang panjang satu meter terdefinisi sebagai 1.650.763,73 kali
panjang gelombang dari Kr86.
Satu detik adalah 9.192.631.770 periode dari salah satu ayunan
frekuensi tinggi Cs133.
2. Contoh untuk peraturan membandingkan:
Mengukur panjang dilakukan dengan cara meletakkan panjang satuan
disebelah benda yang mau diukur. Panjang sama jika ujung awal dan
ujung akhir pada posisi yang sama.
Untuk menyebut suatu besaran yang kecil atau besar, maka satuan bisa
diberikan tambahan seperti: km, cm, mm, mikro-meter, nm. Suatu besaran
fisik selalu terdiri atas satu bilangan dan satu satuan.

1
2 Perhitungan Ralat

1.1.2 Hasil Pengukuran, Besaran yang Sebenarnya dan Ralat

1.1.2.1 Besaran yang Sebenarnya


Suatu besaran dari satu benda atau sistem fisik mempunyai nilai
tertentu. Misalnya satu benda memiliki tinggi tertentu. Nilai dari besaran itu
(dalam contoh tinggi benda) merupakan sifat dari sistem fisik atau benda itu.
Kita akan sebutkan nilai itu sebagai nilai (tinggi) yang sebenarnya.

1.1.2.2 Hasil Ukur


Ketika kita mengukur suatu besaran fisik (contoh: tinggi benda), maka
kita akan mendapatkan suatu nilai untuk besaran fisik (tinggi benda) sebagai
hasil pengukuran. Hasil pengukuran biasanya disebut secara singkat sebagai
hasil ukur. Hasil ukur biasanya tidak persis sama dengan besaran fisik yang
sebenarnya. Dalam setiap pengukuran terdapat berbagai kesalahan mengenai
hasil ukur sehingga hasil ukur berbeda dengan nilai yang sebenarnya. Besar dari
kesalahan tersebut tergantung berbagai faktor, misalnya: berapa baik alat yang
dipakai, berapa teliti orang mengukur, suhu lingkungan, angin atau getaran yang
mengganggu pengukuran dan lain sebagainya. Perbedaan antara hasil ukur dan
besaran yang sebenarnya disebut sebagai ralat ukur. Untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang baik, kita harus berusaha supaya ralat ukur kecil sehingga hasil
ukur pasti dekat dengan besaran yang sebenarnya.

1.1.2.3 Ralat
Ralat adalah perbedaan antara hasil ukur dan nilai yang sebenarnya.
Karena kita tidak tahu nilai (besaran) yang sebenarnya, maka kita juga tidak tahu
besar dari ralat ukur dengan pasti. Untuk mengetahui berapa besar ketidakpastian
dari hasil ukur, maka kita harus memperkirakan besar ralat ukur. Ketidakpastian
hasil ukur (ralat ukur) menunjukkan berapa besar perbedaan antara hasil ukur
dan nilai yang sebenarnya bisa terjadi. Misalnya terdapat hasil ukur untuk
panjang l sebesar l = 3,452967 m. Pertanyaan yang harus diajukan: Maksimal
berapa jauh nilai yang sebenarnya dari hasil ukur ini ? Seandainya ralat ukur
sebesar l = 0,000001 m, berarti nilai yang sebenarnya pasti paling banyak
sejauh 0,000001 m dari hasil ukur. Seandainya ralat ukur sebesar l = 0,1 m,
berarti nilai yang sebenarnya pasti paling banyak sejauh 0,1 m dari hasil ukur,
berarti kita hanya tahu, panjang sebenarnya dari benda ini antara 3,35 m dan
3,55 m. Untuk menilai suatu hasil ukur, sangat penting ralatnya atau ketidak-
pastiannya diketahui. Dengan kata lain, untuk setiap pengukuran selain hasil
ukur juga ralat dari hasil ukur harus ditentukan. Menentukan ralat dari hasil ukur
disebut membuat perkiraan ralat.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


1. Prinsip-Prinsip Dasar 3

Hasil ukur tanpa perkiraan ralat tidak berguna !!!

1.1.2.4 Sumber Ralat


Dalam setiap pengukuran terdapat bermacam-macam sumber kesalahan
yang mengakibatkan hasil pengukuran tidak sama dengan besaran fisik yang
sebenarnya. Semua sumber ralat dikelompokkan menjadi dua jenis yakni ralat
sistematis dan ralat statistis.
1. Ralat Sistematis (Systematic Error)
Ralat sistematis terjadi pada setiap kali mengukur. Arah (hasil ukur terlalu
besar / terlalu kecil) dan besar dari ralat sistematis selalu sama. Ralat
sistematis adalah suatu kesalahan yang terdapat dari cara (sistem)
mengukur. Berarti dalam cara mengukur atau dalam alat sudah ada suatu
kesalahan yang mempengaruhi hasil ukur sehingga setiap kali mengukur
terdapat perbedaan yang sama antara nilai yang sebenarnya dan hasil ukur.
Beberapa contoh untuk ralat sistematis:
Posisi nol tidak berada pada posisi nol yang sebenarnya (pada alat ukur
listrik atau pada penggaris).
Alat ukur tidak disesuaikan dengan standar asli (tidak ditera). Misalnya
meteran terlalu panjang atau terlalu pendek.
Cara mengukur atau alat ukur mempengaruhi besaran asli yang
sebenarnya sehingga berubah ketika diukur. Hal ini bisa terjadi ketika
mengukur voltase dan arus secara serentak.
Untuk menghindari ralat sistematis, kita harus menera alat ukur dengan
baik dan harus memperhatikan semua pengaruh yang bisa mengubah hasil
pengukuran. Misalnya besaran yang mau diukur tergantung suhu dan alat
ukur akan mengubah suhu pada benda itu, maka hasil akan mengandung
ralat sistematis. Sebab itu, hal seperti ketergantungan besaran dari suhu,
medan magnet bumi, gesekan atau hal lain harus diperhatikan dengan baik.
2. Ralat Statistis / Ralat Rambang (Random Error)
Ralat statistis berasal dari hal yang terjadi secara kebetulan dan dapat
berubah-ubah. Ralat statistis bisa mengakibatkan hasil ukur menjadi lebih
besar atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Kalau pengukuran
diulangi, ralat statistis akan berbeda dan baik besarnya maupun arahnya
(besar/kecil) bersifat statistis, berarti berubah-ubah. Ralat statistis kadang-
kadang membuat hasil ukur menjadi lebih besar dan kadang-kadang
membuat hasil ukur menjadi lebih kecil. Beberapa contoh untuk ralat
statistis:
Tidak melihat skala alat ukur secara teliti.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
4 Perhitungan Ralat

Stopwatch dijalankan terlambat atau lebih awal.


Getaran mekanik mempengaruhi hasil ukur.
Supaya kemungkinan terjadi ralat statistis (ralat rambang) diperkecil, maka
kita harus mengukur secara teliti. Untuk mendapatkan suatu informasi
tentang besar ralat itu, kita bisa mengukur berulang kali. Jika suatu besaran
sudah diukur beberapa kali, maka statistika dapat dipakai untuk
memperkirakan besar dari ralat statistis. Kalau suatu besaran diukur
berulang kali, maka ralat dari nilai rata-rata dari semua hasil ukur akan
lebih kecil daripada ralat dari satu hasil ukur sendiri. Dalam pasal berikut
kita akan membicarakan cara untuk memperkirakan ralat statistis.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

2 Perkiraan Ralat yang Sederhana


untuk satu Besaran yang Diukur

2.1 Statistika

2.1.1 Sifat-sifat Ralat Statistis.


Kalau suatu besaran diukur beberapa kali, maka hasil pengukuran akan
berbeda-beda. Hasil pengukuran biasanya sekitar nilai yang sebenarnya. Setelah
mengukur berulang kali (misalnya 1000 kali), kita bisa membuat satu grafik
seperti gambar 2.1. Grafik ini menunjukkan, berapa sering satu nilai hasil ukur
tertentu didapatkan. Jika alat ukur yang dipakai baik dan kita mengukur secara
teliti, kesalahan (ralat) dari setiap pengukuran akan kecil dan semua nilai hasil
ukur akan dekat dengan nilai yang sebenarnya. Jadi lebar dari grafik akan kecil.
Lebar dari grafik ini bisa dinyatakan dengan deviasi standard . Jika alat ukur
kurang baik atau pengukuran dilakukan secara kurang teliti, maka akan besar.
Kalau besar, sebagian besar dari nilai-nilai hasil ukur akan jauh dari nilai yang
sebenarnya. Kalau kecil, semua nilai hasil ukur akan dekat dengan nilai yang
sebenarnya. Berarti, besar atau tebal distribusi hasil ukur menunjukkan sejauh
berapa suatu nilai hasil ukur dapat dipercayai.
Setelah mengukur berulang kali, maka nilai rata-rata x dan deviasi
standar x bisa dihitung. Setelah mengetahui besar x dan besar x dari
pengukuran besaran tertentu, maka kita tahu mengenai setiap pengukuran sendiri
bahwa hasil ukur hampir pasti (dengan kemungkinan besar) akan terdapat antara

Jumlah
Distribusi nilai
nilai x
pengukuran
2

Gambar 2.1.: Distribusi nilai peng-


ukuran yang biasanya diperoleh
dengan jumlah pengukuran besar.
x Nilai pengukuran x
5
6 Perhitungan Ralat

nilai hasil ukur





Gambar 2.2.: Nilai hasil ukur
t1- t1 t1+ dan interval di mana nilai yang
sebenarnya dapat dianggap.
x x dan x + x seperti ditunjukkan dalam gambar 2.2.
Dari penjelasan ini kita bisa juga mengambil kesimpulan terbalik: Kalau
suatu besaran telah diukur satu kali dan telah didapat nilai t1 sebagai hasil ukur,
dan kalau juga besar deviasi standar dalam mengukur variabel t diketahui sebesar
t, maka kemungkinan besar, nilai tb yang sebenarnya berada dalam interval
antara t1 t dan t1 + t . Situasi seperti ini diperlihatkan dalam gambar 2.2.
Contoh:
Kita telah mengukur waktu t1
jatuh dari sebuah batu dan
sebuah bulu ayam dari tinggi 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 t/det
tertentu. Untuk bulu ayam
terdapat selang waktu jatuh t2
sebesar t1 = 1,5 det, untuk batu Gambar 2.3: Interval untuk nilai yang
terdapat t2 = 1,7 det. Apakah sebenarnya dari contoh.
dari hasil ukur ini dapat disimpulkan bahwa batu memang jatuh lebih
pelan ? Atau harus disimpulkan bahwa perbedaan hasil ukur terdapat
sebagai ralat dalam pengukuran ? Untuk menentukan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan ini kita harus mengerti, berapa baik hasil ukur kita.
Dengan kata lain kita harus tahu besar ralat dari hasil ukur yang telah kita
dapatkan. Seandainya kita tahu ralat ukur t dari cara mengukur yang
dipakai sebesar t = 0,3 det, maka dapat disimpulkan sbb.: kemungkinan
besar nilai ta yang sebenarnya untuk selang waktu jatuh dari bulu ayam
antara t1 - = 1,2 det dan t2 + = 1,8 det. Sedangkan nilai tb yang
sebenarnya untuk batu antara t2 - = 1,4 det dan t2 + = 2,0 det. Biasanya
ditulis sbb.: Hasil pengukuran untuk selang waktu jatuh bulu ayam sebesar
t1 = 1,5 det 0,3 det dan waktu jatuh batu sebesar t2 = 1,7 det 0,3 det.
Hasil ini diperlihatkan dalam gambar 2.3. Dari hasil ini dilihat bahwa
terdapat kemungkinan besar, waktu jatuh sebenarnya sama untuk bulu ayam
dan untuk batu, bahkan mungkin batu jatuh lebih cepat daripada bulu ayam.
Maka teori yang menyatakan bahwa bulu ayam jatuh dengan kecepatan
yang sama dengan batu tidak perlu diragukan karena hasil ukur ini. Tetapi
hasil ukur ini juga tidak membuktikan bahwa teori tersebut benar. Dari hasil
ukur ini masih ada kemungkinan, waktu jatuh berbeda.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


2. Perkiraan Ralat yang Sederhana untuk satu Besaran yang Diukur 7

Dari teori kebolehjadian terdapat persamaan berikut untuk menghitung


besar deviasi standar dari hasil ukur x1 xn yang didapatkan dari n kali
mengukur satu besaran x:

( xi x )
2
= =
i 2 = i 2 (2.1)
n n
di mana:
n : jumlah pengukuran
xi : hasil ukur no i
x : nilai rata-rata dari semua pengukuran
i : deviasi hasil ukur no i dengan definisi i = xi x
Jadi deviasi standar merupakan akar dari rata-rata deviasi kuadrat dari
semua hasil ukur.
Jika suatu besaran telah diukur dengan jumlah pengukuran n yang tak
terhingga, maka nilai yang sebenarnya untuk besaran itu diketahui sebesar x .
Ketelitian dari pengukuran juga diketahui sebesar deviasi standar . Tetapi kalau
jumlah pengukuran terbatas maka kita tidak bisa tahu nilai yang sebenarnya dari
besaran yang diukur dan kita juga tidak bisa tahu ralat ukur yang sebenarnya.
Kita harus memperkirakan nilai yang sebenarnya dan ralat ukur.

2.1.2 Perkiraan untuk Ralat dan Nilai yang Sebenarnya


Kalau jumlah pengukuran terbatas, nilai yang sebenarnya dan deviasi
standar dari besaran yang diukur tidak diketahui. Tetapi besar dari nilai yang
sebenarnya dan dari deviasi standar bisa diperkirakan. Perkiraan paling baik
untuk nilai yang sebenarnya adalah besar nilai rata-rata xn dari semua hasil ukur
dengan definisi sbb.:
x1 + x2 + x3 + ... + xn 1 n
xn =
n
xn = x
n i =1 i
(2.2)

Perkiraan yang paling baik untuk deviasi standar adalah deviasi


standar yang disesuaikan sn dengan definisi sbb.:

n
( xi xn )2
sn = n 1
(2.3)
i =1
dengan:
xn : perkiraan untuk nilai benar
sn : perkiraan untuk besar deviasi standar

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


8 Perhitungan Ralat

Deviasi standard atau perkiraan yang paling baik untuk deviasi


standar sn merupakan satu besaran yang menunjukkan ketelitian dari setiap
pengukuran masing-masing. Tetapi jika suatu pengukuran sudah dilakukan
beberapa kali sehingga terdapat nilai rata-rata xn dari sebanyak n hasil ukur
sebagai perkiraan untuk nilai yang sebenarnya, maka nilai rata-rata xn tersebut
lebih teliti daripada ketelitian atau sn yang terdapat untuk satu pengukuran
sendiri. Hal ini dijelaskan lebih rinci dalam alinea berikut ini.
Kalau eksperimen dilakukan dengan mengukur nilai x sebanyak n kali,
maka terdapat nilai hasil ukur x1, x2, , xn. Dari nilai-nilai ukur ini terdapat nilai
rata-rata x1 . Juga terdapat perkiraan untuk deviasi standar sebesar sn1. Jika
eksperimen yang sama diulangi, nilai-nilai hasil ukur x1, x2, ...,xn akan berbeda
dari pengukuran pertama dan juga nilai rata-rata x2 dan perkiraan untuk deviasi
standar sn2 akan berbeda. Jika mengukur lagi, hasil akan lain lagi, dst. Jadi nilai
rata-rata xn juga akan bervariasi dan mempunyai ketidakpastian. Tetapi
perbedaan-perbedaan (ketidakpastian) dari nilai rata-rata xn akan lebih kecil
daripada ketidakpastian sn dari setiap pengukuran xi masing-masing. Perkiraan
untuk ketidakpastian dari nilai rata-rata xn disebut sebagai ralat ukur disesuaikan
Sn. Dari teori kebolehjadian terdapat persamaan untuk menghitung Sn sbb:

sn n
( xi xn )2
Sn =
n
= n ( n 1) (2.4)
i =1

Dari (2.4) dilihat ralat dari hasil ukur rata-rata akan semakin kecil jika
suatu pengukuran diulangi lebih sering, berarti dengan semakin banyak
pengukuran, maka hasil ukur akan semakin teliti.
Juga nilai sn dan Sn akan berubah jika pengukuran diulangi. Berarti dua
nilai ini sendiri juga memiliki suatu ketidakpastian. Semakin sering suatu
pengukuran diulangi, berarti semakin banyak nilai hasil ukur terdapat, maka
semakin kecil ketidakpastian dari perkiraan ralat ini. Supaya ketidakpastian dari
sn dan Sn tidak terlalu besar, berarti dua nilai ini bisa dipercayai cukup teliti, kita
perlu minimal 10 pengukuran dari satu besaran. (Harus: n 10 untuk
perkiraan ralat dengan statistika seperti ini !)
Dalam praktikum jumlah pengukuran yang dipakai paling besar sekitar
n 10. Dalam situasi ini nilai dari sn dan Sn sendiri memiliki ketidakpastian yang
cukup tinggi, sehingga ralat selalu dibulatkan sampai angka pertama yang
bernilai. Supaya perkiraan ralat tidak terlalu kecil, pembulatan selalu dilakukan
ke nilai yang lebih tinggi. (Bulatkan selalu ke atas !)

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


2. Perkiraan Ralat yang Sederhana untuk satu Besaran yang Diukur 9

2.1.3 Bagaimana Kalau Mempunyai Hanya Satu Hasil Ukur ?


Jika pengukuran dilakukan hanya satu kali saja, maka terdapat hanya
satu nilai hasil ukur dan ralat tidak bisa ditentukan dari statistika. Dalam situasi
ini ralat harus diperkirakan dari ketelitian alat ukur atau cara mengukur.
Misalnya ralat ditentukan dari ketelitian membaca nilai pada skala pengukuran
(misalnya skala penggaris) dan dari memperkirakan ketelitian alat ukur yang
dipakai. Sering pembuat alat ukur memberi spesifikasi (penetapan) mengenai
ketelitian alat ukur. Spesifikasi ini bisa dipakai untuk menentukan ralat dari hasil
ukur. Supaya perkiraan ralat kita aman, kita selalu ambil ralat yang maksimal
yang bisa terjadi. Dalam cara ini ada ketidakpastian yang besar.

2.1.4 Ralat Maksimal


Dalam praktikum waktu yang dipakai sering tidak cukup untuk
mengukur semua besaran lebih dari 10 kali. Satu kompromi adalah dengan cara
seperti berikut ini:
Mengukur beberapa kali.
Menghitung nilai rata-rata sebagai perkiraan untuk nilai yang sebenarnya.
Menentukan deviasi i = xi x dari semua hasil ukur. Memakai nilai
mutlak dari deviasi yang paling besar sebagai ralat.
Cara ini disebut sebagai metode ralat maksimal. Contoh untuk metode ralat
maksimal ini seperti dalam tabel 2.1. Dalam contoh ini waktu t diukur empat kali
dengan hasil t1 sampai t4. Dari semua hasil ukur terdapat rata-rata waktu t .
Untuk setiap hasil ukur ti deviasi ti dihitung. Harga mutlak ti yang paling besar
dipakai sebagai perkiraan untuk ralat ukur t.

ti t ( = ti t ) Tabel 2.1: Contoh data


i
untuk ralat maksimal.
2,0 det - 0,05 det
2,3 det 0,25 det
1,9 det - 0,15 det
2,0 det - 0,05 det
t = 2,05 det Max (|ti|) = 0,25 det Ralat t = 0,25 det

Hasil ukur dalam contoh ini sebesar: t = 2,1 det 0,3 det
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
10 Perhitungan Ralat

2.2 Cara menulis hasil


Kalau memberitahukan hasil pengukuran kepada orang lain, ralat selalu
harus diikutkan. Misalnya terdapat hasil ukur waktu sebesar t = 2,1 det dan ralat
dari pengukuran ini sebesar t = 0,3 det, maka ditulis:
Hasil ukur adalah waktu t = 2,1 det 0,3 det atau t = (2,1 0,3) det.
Kalau hasil jarak s sebesar s dengan ralat sebesar Sn, maka ditulis:
Hasil ukur adalah jarak s = s S n .
Ralat sering ditandai dengan huruf Yunani Delta, (besar ralat),
misalnya S, t,... Ralat bisa disebut secara absolut atau secara relatif (sebagai
ralat nisbi). Ralat absolut adalah ralat dengan angka dan satuan seperti hasil ukur
yang dinyatakan dalam contoh di atas. Sedangkan yang dimaksud dengan ralat
relatif adalah perbandingan antara ralat absolut dan nilai ukuran:
x
Ralat relatif =
x
Ralat relatif biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dengan memakai
ralat relatif contoh pengukuran waktu di atas dapat ditulis sbb: t = 2.1det 14%,
di mana 14% dari hasil ukur t = 2,1 det sebesar ralat 0,3 det di atas.
Seperti telah dijelaskan dalam pasal di atas, hasil perkiraan ralat selalu
dibulatkan ke atas dan dengan membulatkan angka pertama yang mempunyai
nilai. Misalnya terdapat hasil perkiraan ralat untuk besaran l sebesar
l = 0,0425 m, maka ralat ini dibulatkan pada angka pertama yang mempunyai
nilai, dalam contoh ini angka kedua di belakang koma, dan dibulatkan ke atas,
berarti angka 4 tersebut menjadi 5 sehingga terdapat ralat sebesar l = 0,05 m.
Hasil ukur pada angka yang lebih belakang dari ralat tidak mempunyai makna
sehingga angka tersebut tidak usah ditulis. Misalnya hasil ukur panjang dalam
contoh ini sebesar l = 2,462963 m, maka yang ditulis sebagai hasil:
l = 2,46 m 0,05 m atau l = (2,46 0,05) m.

2.3 Ralat Sistematis


Dalam perkiraan ralat secara statistika ralat sistematis belum diperhati-
kan. Untuk mengetahui ralat sistematis yang bisa terjadi, alat ukur dan proses
pengukuran harus dipikirkan dan diteliti dengan baik. Misalnya ketidakpastian
yang ada dalam pengaturan alat ukur sesuai dengan besaran standar merupakan
satu ralat sistematis yang harus diperhatikan. Ralat sistematis lain bisa berupa
pengaruh dari proses mengukur kepada besaran yang diukur, suatu kesalahan
yang selalu dibuat dalam proses mengukur dan yang tidak bisa dihilangkan.
Setiap proses pengukuran bisa memiliki ralat sistematis tersendiri yang
pengaruhnya terhadap hasil ukur perlu diperkirakan.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

3 Perambatan Ralat

3.1 Prinsip
Sering beberapa besaran x, y, z, perlu diukur untuk menentukan suatu
besaran f yang lain. Misalnya untuk mendapatkan massa jenis , maka massa m
dan volume V dari suatu benda diukur. Lalu massa jenis ditentukan dengan
persamaan:
m
= (3.1)
V
Dalam mengukur massa m ada kesalahan (ralat) m dan dalam
mengukur volume V ada kesalahan (ralat) V. Pasti hasil perhitungan, , juga
mempunyai ralat. Secara umum bisa dikatakan: satu besaran f yang dicari (dalam
contoh f adalah ) adalah fungsi dari beberapa variabel x, y, z, ... yang diukur:
f = f (x, y, z, ...) (dalam contoh x, y adalah m dan V). Besaran f pasti mempunyai
ralat f jika variabel x, y, z,... mempunyai ralat x, y, z, . Teori yang
meneliti hubungan antara besar ralat f dan besar x, y, z, disebut sebagai
teori perambatan ralat. Dalam diktat ini hubungan-hubungan yang didapatkan
untuk berbagai situasi tidak dibuktikan, hanya hasilnya dijelaskan dalam pasal
ini. Silakan carilah bukti dalam buku-buku tentang teori perhitungan ralat. Hasil
umum yang didapatkan untuk ralat f dari f adalah:

f ( x, y,...) f ( x, y, z ,...)
2 2

f = x + y + ... (3.2)
x y
x y
Jika ralat relatif (ralat nisbi) , , kecil, maka f bisa dihitung
x y
dengan rumus pendekatan:
f ( x, y , z,... ) f ( x, y, z,... )
f x + y + ... (3.3)
x y
Dalam pasal-pasal berikut persamaan (3.2) dan (3.3) diterapkan untuk
beberapa situasi yang sering terdapat. Dari penerapan ini persamaan khusus
untuk situasi tersebut ditentukan.

11
12 Perhitungan Ralat

3.2 Perkalian dengan Pangkat f ( x, y, z,... ) = Ax a y b z c ...


Dalam situasi ini, (3.3) menjadi:
f = A ax a 1 y b z c ... x + A x a by b1 z c ... y + (3.4)

f
untuk ralat relatif terdapat:
f

f A ax a 1 y b z c ... A x a by b1 z c ...
= x + y + (3.5)
f f ( x, y , z, ) f ( x, y , z, )
Karena:
a
A ax a 1 y b z c ... = f ( x, y , z ) dan
x
b
A x a by b1 z c ... = f ( x, y, z )
y
dst.
maka (3.5) menjadi:
f a f ( x, y , z ,... ) b f ( x, y , z ,... )
= x + y + ...
f x f ( x, y , z ,... ) y f ( x, y , z,... )
(3.6)
f x y
=a +b + ...
f x y
Dari (3.6) terdapat aturan untuk menentukan ralat dari hasil perhitungan
dalam situasi perkalian dengan pangkat sbb.: ralat relatif dari hasil terdapat
sebagai jumlah dari ralat relatif semua faktor, di mana ralat relatif dari masing-
masing faktor harus dikalikan dengan harga mutlak dari pangkat faktor itu dulu.
Contoh:
Daya listrik P dihitung dari arus I dan voltase V: P = V I . Dalam
eksperimen telah terdapat hasil ukur:
V 0,1V
V = 10V 0,1V, berarti terdapat ralat relatif = = 0,01 = 1%
V 10 V
I 0,1A
I = 2,5A 0,1A, berarti terdapat ralat relatif = = 0, 04 = 4%
I 2,5A
Maka terdapat daya sebesar P = V I = 10 V 2,5A = 25W dan ralat relatif
untuk daya sebesar:

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


3. Perambatan Ralat 13

P V I
= 1 +1 = 1% + 4% = 5%
P V I
maka ralat absolut untuk daya sebesar:
P = P 5% = 25W 0,05 = 1,25W,
sehingga hasil pengukuran menjadi: P = 25W 1, 25W yang akhirnya akan
kita nyatakan sebagai hasil ukur P = 25W 2 W .

3.3 Kombinasi Linear: f(x, y, z,) = ax by cz


Dengan (3.3) dalam situasi ini terdapat:
f = a x + b y + c z + (3.7)

3.4 Jumlah: f(x, y, z,) = x y z


Ini situasi khusus dari 3.3. kombinasi linear dengan semua koefisien
sebesar satu: a = b = c = = 1. Ralat untuk f terdapat sebesar:
f = x + y + z + ... (3.8)
Perhatikan dalam situasi ini dan pada 3.3. kombinasi linear bahwa ralat
selalu bertambah dan tidak berkurang, walaupun dalam perhitungan nilai f ada
pengurangan. Misalnya perbedaan massa 'm dihitung dari dua kali menimbang
suatu benda dengan hasil timbang m1 m1 dan m2 m2 , berarti terdapat ralat
dari masing-masing pengukuran sebesar m1 dan m2 . Ralat dari perbedaan
massa ' m = m2 m1 sebesar ( ' m ) = m1 + m2 ,
bukan ( ' m ) = m1 m2 .

3.5 Hubungan yang Lebih Kompleks


Kalau hubungan antara hasil ukur dan variabel yang diukur masing-
masing lebih kompleks atau dalam persamaan terdapat fungsi lain, maka besar
ralat bisa ditentukan dengan kombinasi dari cara 3.2 sampai 3.4 atau harus
dihitung langsung dari persamaan (3.2) atau (3.3).

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

4 Grafik untuk Besaran yang


Berhubungan

4.1 Grafik dan Rumus

4.1.1 Titik dalam Grafik dan Persamaan


Dalam fisika sering terjadi bahwa yang penting untuk sifat fisik dari
suatu sistem bukan sekedar satu besaran, tetapi terdapat beberapa besaran fisik
yang mempunyai hubungan satu sama yang lain. Misalnya suatu pegas diberikan
gaya tarik F, maka pegas akan bertambah panjang sebanyak x. Dalam situasi
ini jelas bahwa besar dari gaya yang bekerja pada pegas menentukan besar
perpanjangan pegas. Maka dalam situasi ini hubungan antara besar gaya dan
besar perpanjangan perlu diselidiki. Secara matematis bisa dikatakan hubungan
antara besar dari variabel gaya dan besar dari variabel perpanjangan diselidiki.
Dalam alinea ini soal semacam ini dibicarakan secara umum dengan memberikan
nama x dan nama y kepada dua variabel yang diselidiki.
Grafik merupakan satu sarana praktis untuk memperlihatkan sifat dari
hubungan antara dua variabel. Kalau menggambarkan grafik dari dua variabel,
maka akan digambarkan dalam bidang mendatar (kertas gambar). Satu variabel
digambarkan sebagai satu skala ke satu arah (misalnya mendatar), variabel kedua
digambarkan ke dalam skala dengan arah yang tegak lurus terhadap arah pertama
(misalnya tegak lurus ke atas). Skala yang digambarkan ke arah mendatar atau ke
arah tegak lurus disebut sebagai sumbu
grafik. Biasanya variabel x digambarkan ke y c
arah mendatar, variabel y ke arah atas. Kalau
menunjukkan nilai x sebesar x = 2, maka nilai 2
itu bisa digambarkan pada posisi skala 2 ke
kanan dari nol. Posisi x = 2 tidak hanya
e
1 d y=1 x
berlaku untuk satu titik pada posisi skala 2 ke
arah x, tetapi seluruh garis yang tegak lurus x
ke atas dan yang melewati skala x pada posisi
2 ditafsir sebagai tempat x = 2. Lihat garis c -1 1 2 3
dalam gambar 4.1. Untuk variabel y yang
-1
dihitung dalam skala ke atas terdapat prinsip
yang sama. Misalnya nilai y = 1ditunjukkan Gambar 4.1: Grafik dipakai
oleh satu garis mendatar pada posisi y = 1 untuk menunjukkan nilai dari
seperti garis d dalam gambar 4.1. Kalau variabel x dan y.
14
4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 15

x1 = -2 y1 = 1 y
x2 = 0 y2 = 2
4
x3 = 1 y3 = 2,5
x4 = 2 y4 = 3 2

x5 = 4 y5 = 4 x
x6 = 6 y6 = 5 -2 0 2 4 6

Tabel 4.1: Contoh untuk pa- Gambar 4.2: Pasangan nilai dari tabel 4.1
sangan nilai yang memenuhi dan pasangan lain dari fungsi y = 2 + 12 x
fungsi y = 2 + 12 x yang merupakan garis lurus.
dalam suatu rumus atau dalam suatu hasil ukur terdapat hubungan antara dua
besaran x dan y sehingga nilai dari y sebesar y = 1 jika nilai dari x sebesar x = 2,
maka dikatakan terdapat pasangan nilai (x, y) = (2, 1). Pasangan nilai ini bisa
digambarkan ke dalam grafik pada tempat x = 2 dan y = 1, yaitu titik pertemuan
antara dua garis yang menunjukkan dua nilai masing-masing. Contoh ini
diperlihatkan dalam gambar 4.1 pada titik e.
Berarti satu pasangan nilai digambarkan sebagai satu titik dalam grafik.
Dengan menggambarkan berbagai titik, maka untuk berbagai nilai dari variabel x
diberikan hubungan dengan nilai dari variabel y, berarti dengan berbagai titik
atau suatu garis dalam grafik hubungan antara dua variabel digambarkan.
Satu cara lain untuk memberikan informasi mengenai hubungan antara
dua variabel terdapat dengan fungsi-fungsi matematis. Misalnya fungsi
(persamaan) y = 2 + 12 x menentukan pasangan-pasangan nilai variabel x dan
variabel y, berarti persamaan ini menunjukkan suatu hubungan antara variabel x
dan variabel y. Untuk setiap nilai x terdapat satu nilai y yang memenuhi
persamaan ini. Beberapa dari pasangan nilai (x, y) yang memenuhi contoh fungsi
ini dicatat dalam tabel 4.1. Semua pasangan nilai dari tabel 4.1 digambarkan ke
dalam satu grafik gambar 4.2 dengan tanda silang (x). Tetapi pasangan nilai yang
memenuhi fungsi y = 2 + 12 x bukan hanya pasangan nilai tersebut, tetapi untuk
setiap nilai x terdapat satu nilai y, berarti terdapat satu garis yang tidak putus dari
kiri ke kanan. Garis tersebut terdiri dari semua pasangan nilai yang memenuhi
fungsi tersebut. Karena fungsi dalam contoh ini fungsi linear (pasal berikut),
maka terdapat garis lurus yang telah digambarkan dalam gambar 4.2.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


16 Perhitungan Ralat

4.1.2 Grafik dari fungsi linear 6 y f(x)


Gambar grafik dari fungsi linear (x 2,y2)
y2 x
dengan bentuk y = ax + b adalah garis 4 y (x1,y1) y
lurus, di mana konstanta a menunjukkan y1 x x
kemiringan dari garis pada grafik dan
konstanta b adalah bagian sumbu y. 2 b
Hubungan antara letak garis
x x
lurus dan besar konstanta a dan b dalam
-2 x
2 1 4 x 26 8
fungsi f: y = ax + b dapat dilihat dari
gambar 4.3 dan penjelasan berikut. -2
Dalam contoh yang digambar dalam
gambar 4.3 konstanta a = 2 dan konstanta Gambar 4.3: Grafik dari fungsi
b = 0,5. linear adalah garis lurus.
Jika x = 0,maka y terdapat
sebesar b dari rumus tersebut. Jarak antara posisi y = 0 dan tempat di mana garis
lurus fungsi f memotong sumbu y disebut sebagai bagian sumbu y. Berarti bagian
sumbu y adalah nilai dari y ketika x = 0. Dengan kata lain, bagian sumbu y
sebesar f ( x = 0 ) = b.
Dua pasangan nilai (x2, y2) dan (x1, y1) yang memenuhi fungsi f akan
menjadi bagian dari grafik fungsi f. Dua pasangan nilai memenuhi fungsi f
berarti hubungan antara y1 dan x1 sesuai dengan fungsi f dan terdapat hubungan
antara dua pasangan nilai tersebut sesuai f: y1 = ax1 + b dan y2 = ax2 + b.
Perbedaan antara dua nilai y biasa disebut sebagai y (baca: delta y) dengan
persamaan: y = y2 y1 . Untuk perbedaan antara dua nilai dari variabel x
dengan cara menulis yang sama terdapat: x = x2 x1 . Perbedaan y antara dua
nilai y ditunjukkan dalam grafik dengan jarak tegak lurus ke atas dan bisa digam-
barkan dengan satu garis tegak lurus ke atas sepanjang y. Perbedaan x antara
dua nilai variabel x ditunjukkan dengan garis mendatar sepanjang x. Dalam
gambar 4.3 x dan y telah digambar pada sumbu grafik dan pada grafik fungsi.
Dengan menggambarkan besar x dan besar y ke dalam grafik pada dua titik
pasangan nilai (x1,y1) dan (x2,y2), maka terdapat segitiga yang dibentuk oleh
garis x, y dan sebagian grafik fungsi. Sudut kemiringan dari grafik bisa dilihat
y y
sebagai sudut dalam segitiga tersebut sebesar = arctan . Pecahan
x x
disebut sebagai kemiringan grafik. Mengenai pecahan ini, berarti mengenai
kemiringan grafik terdapat:
y y2 y1 ( ax2 + b ) ( ax1 + b ) a ( x2 x1 )
= = = =a (4.1)
x x2 x1 x2 x1 x2 x1

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 17

Jadi kemiringan dari garis lurus yang menggambarkan fungsi linear


y = ax + b sebesar konstanta a dalam fungsi. Dari (4.1) dilihat kemiringan dari
grafik fungsi linear sama besar pada setiap posisi grafik, berarti sudut dari
segitiga pada grafik fungsi sama besar pada setiap tempat. Grafik dengan sudut
konstan adalah garis lurus.

4.1.3 Transformasi dari Fungsi Non Linear Menjadi Linear


Sering terdapat hubungan linear antara dua variabel seperti hubungan
antara gaya pada pegas dan perpanjangannya. Dalam situasi linear seperti ini
eksperimen mengenai hubungan antara dua variabel tersebut menjadi sederhana
dan bisa dilakukan secara grafik seperti dijelaskan dalam pasal berikut ini.
Tetapi sering juga terdapat situasi dengan variabel yang mempunyai
hubungan non linear. Dalam situasi ini analisa data bisa dilakukan dengan
sederhana dengan mentransformasikan hubungan non linear tersebut menjadi
hubungan linear. Misalnya dalam suatu eksperimen terdapat hubungan antara
dua variabel sesuai dengan fungsi y = kx2. Fungsi ini bisa diubah atau
ditransformasikan menjadi suatu fungsi linear dalam bentuk v = au + b dengan
dua variabel v dan u yang mempunyai hubungan linear. Melakukan transformasi
seperti ini disebut, fungsi dilinearisasi atau dilinearkan. Setelah suatu fungsi
dilinearkan, maka grafiknya menjadi garis lurus dan bisa diteliti dengan mudah.
Salah satu hal yang mudah dilihat dengan grafik linear adalah kecocokan hasil

3 7
2
T / det

T / det

2,5 6
2

5
2
4
1,5
3
1
2
0,5 1
l / cm l / cm
0 0
0 50 100 150 0 50 100 150

Gambar 4.4: Ternyata hubungan Gambar 4.5: Hasil ukur digambarkan


antara waktu dan panjang bandul sebagai grafik T2 terhadap l. Ternyata
matematis tidak linear. terdapat hubungan linear.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
18 Perhitungan Ralat

ukur dengan teori, apakah hasil ukur memang benar linear atau ada
penyimpangan dari teori yang menyatakan hubungan sebagai fungsi linear. Juga
mudah untuk menentukan konstanta kemiringan a dan bagian sumbu y, b. Dalam
praktikum rumus non linear selalu dilinearkan untuk membuat grafik.
Suatu grafik dilinearkan dengan meneliti persamaan teori yang
menyatakan hubungan antara dua variabel, lalu mendefinisikan variabel baru dari
persamaan tersebut sedemikian rupa sehingga variabel baru memiliki hubungan
linear. Dalam contoh di atas di mana terdapat fungsi y = kx2 untuk hubungan
antara variabel x dan variabel y transformasi bisa dilakukan dengan
mendefinisikan dua variabel baru: v = y dan u = x2. Dengan dua variabel ini
terdapat hubungan linear v = ku.
Dalam contoh percobaan bandul matematis terdapat hubungan antara
4 2
waktu ayunan T dan panjang bandul l dalam bentuk T 2 = l . Pasangan nilai
g
yang diukur adalah waktu ayunan T dan panjang bandul l, sedangkan besaran
yang dicari adalah gravitasi g. Jika T terhadap l diukur dan pasangan-pasangan
ukuran dimasukkan ke dalam grafik terdapat grafik fungsi akar atau fungsi
kuadratis. Besar g sulit ditentukan dari fungsi seperti itu. Maka fungsi asli perlu
dilinearkan dengan menggantikan (mensubstitusikan) variabel atau bagian dari
fungsi asli. Dengan kata lain kita akan mendefinisikan variabel baru sehingga
terdapat fungsi linear. Dalam contoh tersebut T2 bisa diganti (disubstitusi)
dengan v. Dengan kata lain variabel v didefinisikan v = T2. Panjang l diganti
dengan u atau variabel u didefinisi u = l. Maka dari teori asli terdapat persamaan
v= 4 2 u . Persamaan baru ini merupakan fungsi linear. Kemiringan grafik dari
g

fungsi ini sebesar a = 4 2 . Kemiringan ini bisa ditentukan dari grafik yang
g
digambar dengan data ukur untuk v = T2 dan l. Dalam gambar 4.4 contoh hasil
ukur waktu ayunan T digambar terhadap panjang bandul l. Ternyata titik-titik
yang terdapat dari pengukuran tidak bisa disambungkan dengan garis lurus,
berarti ternyata tidak terdapat hubungan linear antara waktu ayunan T dan
panjang bandul l. Dalam gambar 4.5 kuadrat dari waktu T, T2 atau v digambar
terhadap panjang bandul. Ternyata di sini terdapat hubungan linear dan titik-titik
dari pasangan nilai hasil ukur bisa disambungkan dengan garis lurus. Garis lurus
2 4 2
dalam contoh ini memiliki kemiringan a = 0,0404 det
cm
. Karena a = g
, maka
dari hasil eksperimen ini percepatan bumi bisa ditentukan dengan mudah sebesar
42 42
g= = 2
= 977, 2 cm2 .
a 0,0404 det det
cm

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 19

Untuk percobaan dengan persamaan dan teori yang lain, substitusi /


penggantian variabel untuk mendapatkan fungsi linear berbeda juga.

4.2 Metode Perkirakan dengan Melihat


Kalau terdapat suatu eksperimen dengan dua variabel, x dan y. Antara
dua variabel tersebut terdapat hubungan linear dalam bentuk y = a x + b . Jika
beberapa pasangan nilai dari dua besaran ini telah diukur, maka semua pasangan
nilai ( xi , yi ) yang didapatkan sebagai hasil ukur seharusnya memenuhi
persamaan linear tersebut. Ketika pasangan nilai tersebut digambarkan sebagai
titik dalam grafik, maka semua titik seharusnya berada di atas satu garis lurus.
Tetapi dalam pengukuran biasanya terjadi ralat, maka pasangan nilai tidak semua
akan memenuhi persamaan linear dengan konstanta a dan b yang sebenarnya dan
titik hasil ukur yang digambarkan dalam grafik tidak akan berada di atas satu
garis lurus. Sebagai contoh kita menyelidiki suatu hasil dari mengukur waktu
dan posisi suatu benda beberapa kali. Benda tersebut bergerak dengan kecepatan
konstan, berarti antara posisi s dan waktu t terdapat hubungan linear
s = s0 + v t . Dalam tabel 4.2 telah dicatat hasil pengukuran 5 pasangan nilai si
dan ti. Posisi si diukur pada waktu ti, berarti s1 diukur pada waktu t1, s2 diukur
pada waktu t2 dsb. Pasangan nilai tersebut telah digambarkan ke dalam grafik
gambar 4.6.

10
t (det) s (m)
9
s/m

8
t1 = 1,0 s1 = 2,6
7
6
s=6m t2 = 1,9 s2 = 5,3
5
4 t3 = 2,1 s3 = 4,5
3
t=2,7det
2 t4 = 3,0 s4 = 6,5
1 t / det
s0=0,37m
0 t5 = 3,8 s5 = 9,2
0 1 2 3 4
Gambar 4.6: Grafik dari data Tabel 4.2. Tabel 4.2: Data dari
contoh pasal 4.2
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
20 Perhitungan Ralat

Ternyata titik yang menggambarkan pasangan nilai tidak berada persis


di atas satu garis lurus, berarti pasangan nilai hasil ukur tidak memenuhi
persamaan linear. Walaupun persamaan linear tetap benar untuk proses fisik ini,
pergeseran titik dari garis lurus bisa diakibatkan oleh ralat ukur. Kalau satu nilai
tempat ataupun waktu diukur terlalu besar atau terlalu kecil, maka titik dari hasil
ukur akan bergeser dari garis lurus. Titik-titik ukur tidak berada di atas garis
lurus menunjukkan adanya ralat dalam pengukuran dan kemiringan a, dalam hal
ini kecepatan v, yang sebenarnya tidak diketahui. Juga bagian sumbu y, b atau v0,
yang sebenarnya tidak diketahui. Untuk mendapatkan satu perkiraan untuk besar
dari kemiringan garis lurus a yang sebenarnya atau besar kecepatan benda v yang
sebenarnya dan juga bagian sumbu y, yaitu konstanta b atau posisi awal s0 yang
sebenarnya, maka pasangan nilai hasil ukur digambarkan ke dalam satu grafik.
Sebagai pendekatan, kita memperkirakan, garis lurus mana yang paling dekat
dengan hasil ukur. Dalam hal ini paling dekat dengan hasil ukur, berarti satu
garis lurus dengan sifat, jarak rata-rata antara garis lurus itu dan titik-titik ukuran
paling kecil. Garis dengan sifat tersebut dikirakan, kemudian digambarkan ke
dalam grafik. Sebagai pendekatan posisi garis yang paling cocok dikirakan
dengan melihat grafik saja. Baru dalam pasal mengenai prinsip kuadrat terkecil
suatu cara untuk menghitung posisi garis yang paling cocok secara objektif akan
dijelaskan. Besar bagian sumbu y (dalam contoh s0) dan kemiringan dari garis
tersebut (dalam contoh v) dibaca dari grafik sebagai perkiraan untuk nilai yang
sebenarnya.
Dalam grafik gambar 4.6 garis lurus yang paling cocok telah
digambarkan. Dari grafik itu didapatkan besar kecepatan:
s 6m m
v= = = 2, 22 (4.2)
t 2,7 det det
dan besar dari bagian sumbu y: s0 = 0,37 m. (4.3)

4.3 Perkiraan Ralat


Dengan cara menentukan garis lurus yang paling cocok dengan
pasangan nilai hasil ukur, maka dari garis lurus tersebut terdapat perkiraan untuk
kemiringan a yang sebenarnya dan untuk bagian sumbu y, b. Hasil dari perkiraan
untuk dua nilai tersebut pasti terpengaruh oleh ralat ukur. Maka kemiringan a dan
bagian sumbu y, b, memiliki ketidakpastian atau ralat. Ralat untuk kemiringan a
disebut sebagai a dan ralat untuk b disebut sebagai b. Dalam pasal ini satu
cara untuk memperkirakan besar dari ralat tersebut dibicarakan.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 21

10
s5
9
8 s/m
7
s4
6
s2 s2
5
s*2 s3
4
3
2
1 t / det Gambar 4.7: Ralat dari
t2 masing-masing nilai ukuran
0
0 1 2 3 4 tempat si.

Untuk mendapatkan ralat dari kemiringan dan dari bagian sumbu y, ralat
dari nilai-nilai hasil ukur perlu ditentukan lebih dulu. Ketika mengukur pasangan
nilai biasanya terdapat ralat dalam dua-duanya variabel x dan y. Jika ralat tidak
terlalu besar, menganggap hanya salah satu variabel mempunyai ralat merupakan
pendekatan yang cukup baik. Berarti dianggap satu variabel telah diukur dengan
tepat dan hasil ukurnya merupakan nilai yang sebenarnya. Seluruh ralat ukur
dimasukkan ke dalam ralat dari variabel kedua.
Untuk mendapatkan perkiraan mengenai besar ralat statistis dari
variabel kedua tersebut, deviasi (perbedaan) dari setiap hasil pengukuran dengan
perkiraan untuk nilai yang sebenarnya ditentukan. Perkiraan untuk nilai yang
sebenarnya terdapat di atas garis lurus yang telah ditentukan sebagai garis lurus
yang paling cocok dengan nilai-nilai hasil ukur. Dalam praktikum biasanya
dipilih untuk memasukkan seluruh ralat ke dalam variabel y yang digambar ke
arah atas. Kalau cara ini diterapkan dalam contoh di atas, ralat dimasukkan ke
dalam pengukuran tempat. Maka pada setiap pasangan nilai hasil pengukuran
terdapat deviasi si antara tempat si yang diukur dan perkiraan untuk tempat
yang sebenarnya pada waktu ti. Perkiraan untuk tempat yang sebenarnya pada
waktu ti akan kita sebutkan sebagai si*. Dengan contoh hasil ukur dari tabel 4.2
dan grafik dalam gambar 4.6 yang digambar lagi dalam gambar 4.7 terdapat
deviasi sbb.:
Untuk titik pasangan nilai kedua (i = 2) terdapat dari grafik gambar 4.7
dan dari data hasil ukur dalam tabel 4.2: waktu pada titik ukur kedua ini sebesar
t2 = 1,9 det, tempat yang diukur pada waktu t2 sebesar s2 = 5,3 m, dari garis
lurus yang paling cocok terdapat perkiraan untuk tempat yang sebenarnya pada
t2 sebesar s2* = 4,6 m, berarti terdapat deviasi (antara tempat yang diukur dan

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


22 Perhitungan Ralat

perkiraan untuk tempat yang sebenarnya) pada waktu t2 sebesar


s2 = s2 * s2 = 4,6 m 5, 3m s2 = 0, 7 m .
Dalam tabel 4.3 perkiraan untuk tempat yang sebenarnya pada setiap
waktu pengukuran serta deviasi tempat dicatat.
Ralat ukur s untuk pengukuran tempat ditentukan dari deviasi tempat
si pada semua hasil ukur. Dalam situasi umum dengan variabel x dan y cara
yang sama dipakai untuk menentukan deviasi yi dari setiap nilai hasil ukur
variabel y. Ralat y untuk pengukuran variabel y ditentukan dari semua nilai
deviasi yi. Dua cara berikut bisa dipakai untuk menentukan ralat y atau ralat
s dalam contoh.
1. Jika jumlah pasangan nilai ukuran minimal sepuluh, perkiraan untuk
deviasi standar bisa dihitung dengan menyesuaikan persamaan (2.3).
Perkiraan untuk nilai yang sebenarnya x dalam (2.3) diganti dengan
perkiraan untuk nilai yang sebenarnya dalam situasi ini, yaitu yi* atau si*
dalam contoh. Maka terdapat besar perkiraan sn untuk deviasi standar n:

n
( si si* )2 n s 2
ssn = n 1
= n i 1 (4.4)
i =1 i =1

Untuk situasi umum s diganti dengan y dan t diganti dengan x. Berarti (4.4)
menjadi:
n
( yi yi* )2 n y 2
s yn = n 1
= n i 1 (4.5)
i =1 i =1

2. Jika jumlah pasangan nilai yang diukur tidak lebih dari sepuluh, ralat
variabel y (atau tempat s dalam contoh) ditentukan dengan metode ralat
maksimal seperti dijelaskan dalam pasal 2.1.4, halaman 9. Dalam metode
ralat maksimal ini harga mutlak deviasi yang paling besar dianggap sebagai
ralat dari variabel y (tempat s dalam contoh). Jika memakai ralat maksimal,
ralat dari variabel y sering bisa dibaca langsung dari grafik dengan mencari
titik hasil ukur yang paling jauh dari garis lurus yang paling cocok, lalu
menentukan jarak antara garis lurus yang paling cocok dan titik hasil
ukur tersebut dalam skala ke arah y.
Dalam tabel 4.3 semua deviasi dan hasil untuk ralat s untuk tempat
dengan memakai statistika dan dengan memakai metode ralat maksimal
dicantumkan. Dalam contoh ini metode ralat maksimal lebih cocok karena
terdapat hanya 5 pasangan nilai (si, ti).

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 23

Setelah ralat y dari i ti (det) si (m) si* (m) si (m)


pengukuran nilai y ditentukan, maka
besar y bisa dipakai untuk 1 1 2,6 2,6 0
menentukan ralat a dari 2 1,9 5,3 4,6 0,7
kemiringan garis lurus dan ralat b 3 2,1 4,5 5,0 - 0,5
dari bagian sumbu y.
4 3 6,5 7,0 - 0,5
Selanjutnya kita memakai
ralat / ketidakpastian y dari pengu- 5 3,8 9,2 8,8 0,4
kuran nilai-nilai y untuk mencari Metode ralat maksimal: y = 0,7
ketidakpastian a dari kemiringan a
dengan cara yang sederhana. Cara Cara statistik: sn =
si 2 = 0,536
yang lebih pasti secara matematis n 1
akan dibicarakan dalam pasal Tabel 4.3: Hasil ukur dari tabel 4.2
mengenai prinsip kuadrat terkecil. dengan nilai perkiraan untuk tempat
Dianggap bahwa x1 adalah nilai yang sebenarnya dari grafik gambar 4.7
hasil ukur skala x yang paling kecil dan deviasi dari hasil ukur tempat
dan xn adalah nilai hasil ukur skala x masing-masing.
yang paling besar. Garis yang paling
cocok memiliki kemiringan a dan
bagian sumbu b sehingga terdapat garis yang memenuhi persamaan y* = a x + b .
Garis ini dalam gambar 4.8 ditandai sebagai garis kemiringan a. Semua titik di
atas garis ini merupakan perkiraan untuk pasangan nilai yang sebenarnya.
Karena hasil ukur variabel y mempunyai ketidakpastian, maka terdapat
ketidakpastian dalam kemiringan garis lurus. Nilai y mempunyai ralat, berarti
pada satu posisi x ada kemungkinan nilai y sebenarnya lebih tinggi atau lebih
rendah daripada perkiraan untuk nilai yang sebenarnya. Seandainya nilai y
sebelah kanan lebih tinggi dan / atau sebelah kiri lebih rendah, maka kemiringan
akan menjadi lebih besar. Kemiringan paling besar terdapat dengan nilai y lebih
besar di sebelah kanan dan nilai y lebih kecil di sebelah kiri. Dalam gambar 4.8
digambar garis kemiringan a+ dengan kemiringan yang lebih besar daripada
perkiraan garis yang paling cocok.
Garis kemiringan a+ adalah garis dengan kemiringan paling besar
yang bisa didapatkan dengan ketidakpastian y untuk nilai y. Garis ini terdapat
sbb.:
- Nilai yn* ditambah ketidakpastian y. Di atas yn* telah ditentukan
sebagai perkiraan untuk nilai y yang sebenarnya pada nilai hasil ukur xn,
berarti pada nilai x yang paling besar. Berarti yn * = a xn + b . Dengan
tambahan y tersebut terdapat yn + = a xn + b + y .

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


24 Perhitungan Ralat

- Nilai y1* dikurangi ketidakpastian y. Dengan y1* sebagai perkiraan


untuk nilai y yang sebenarnya pada nilai hasil ukur x1, berarti pada nilai
x yang paling kecil. Berarti y1* = a x1 + b . Dengan pengurangan y
tersebut terdapat y1+ = a x1 + b y .
- Garis kemiringan a+ adalah garis yang melewati dua titik pasangan
nilai tersebut (pasangan (x1, y1+) dan pasangan (xn, yn+)). Untuk garis
tersebut terdapat kemiringan a+ sebesar:
yn + y1+ ( a xn + b + y ) ( a x1 + b y )
a+ = =
xn x1 xn x1
(4.6)
a ( xn x1 ) + 2y 2 y
= = a+
xn x1 xn x1
- Ralat a untuk kemiringan terdapat sebagai perbedaan antara
kemiringan a+ dan kemiringan a:
2 y 2 y
a = a + a = a + a = (4.7)
xn x1 xn x1
- Untuk bagian sumbu y, nilai b dari garis kemiringan a dan nilai b
dari garis kemiringan a+ terdapat:
y1* + yn* x1 + xn y1* + yn* x1 + xn +
b= a ; b = a (4.8)
2 2 2 2

y kemiringan a+
kemiringan a
yn*+y
y
yn* kemiringan a-
y
*
yn -y

y
Gambar 4.8:
y1*+y
b+ Perkiraan ralat
y1* a dari
b y kemiringan a dan
y *-y ralat b dari
b- 1 xnx1
bagian sumbu
x1 xn x y, b.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 25

Jadi ralat b dari b terdapat dari perbedaan antara b dan b- sebesar:


y* + yn* x1 + xn y1* yn* x1 + xn +
b = b b = 1 a a
2 2 2 2
(4.9)
x +x
(
b = 1 n a + a
2
)
x1 + xn x +x 2 y
b = a = 1 n (4.10)
2 2 xn x1
Garis kemiringan a+ terdapat sebagai garis dengan kemiringan paling
besar yang bisa terjadi dengan ketidakpastian y. Dalam gambar 4.8 garis
kemiringan a- juga digambarkan. Garis ini terdapat dengan anggapan nilai y
sebenarnya lebih kecil di sebelah kanan dan lebih besar sebelah kiri. Garis ini
merupakan garis dengan kemiringan paling kecil yang bisa didapatkan dengan
ketidakpastian y. Kalau ralat kemiringan a dan bagian sumbu y dihitung dengan
memakai garis kemiringan a- terdapat hasil ralat yang sama dengan
perhitungan di atas dengan garis kemiringan a+. Untuk menghitung kemiringan
dari garis kemiringan a- , nilai yn* dikurangi y dan nilai y1* ditambahi y.
Selain itu cara untuk menentukan kemiringan, bagian sumbu y dan ralat sama
dengan yang dipakai di atas untuk garis kemiringan a+. Hasil yang didapatkan
sama juga sehingga bisa disimpulkan dengan a dan b dari (4.7) dan (4.10)
terdapat hasil untuk kemiringan a dan untuk bagian sumbu y sbb.: kemiringan a
sebesar a a, bagian sumbu y sebesar b b.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

Soal Latihan

1 Dasar Ralat

1.1. Dalam kuliah, waktu yang dibutuhkan batu untuk jatuh setinggi 2m telah
diukur. Pakai data hasil ukur dari semua kelompok untuk tugas berikut:
a. Buat grafik jumlah hasil ukur waktu tertentu terhadap hasil ukur waktu.
Pakai interval waktu sebesar 0,1 det. Berarti tentukan jumlah
terdapatnya hasil ukur antara 0 det dan 0,09 det, jumlah hasil ukur
antara 0,1 det dan 0,19 det, jumlah hasil ukur antara 0,2 det dan
0,29 det, dst. dan buat grafik jumlah terhadap besar waktu.
b. Tentukan satu perkiraan untuk waktu yang sebenarnya.
c. Tentukan satu perkiraan untuk ralat dari pengukuran ini.
d. Tentukan satu perkiraan untuk ketelitian dari nilai rata-rata dari semua
hasil ukur.

2 Ralat Satu Besaran


2.1. Waktu ayunan suatu bandul diukur 15 kali. Dari masing-masing
pengukuran terdapat waktu dalam satuan detik sbb.:
1,53; 1,42; 1,62; 1,57; 1,59; 1,70; 1,40; 1,48; 1,46; 1,57; 1,53; 1,54; 1,56;
1,61; 1,48;
Tentukan hasil ukur dan ralatnya.

2.2. Suatu proses elektrolisa yang sama dilakukan 5 kali. Pada masing-masing
eksperimen terdapat perubahan massa sbb.:
m = 0,63g; 0,71g; 0,65g; 0,62g; 0,70g
Tentukan hasil ukur untuk perubahan massa dan ralatnya.
2.3. Waktu jatuh dari sebuah bola besi diukur 12 kali. Hasil ukur masing-masing
sbb.:
0,143 det; 0,148 det; 0,139 det; 0,145 det; 0,146 det; 0,146 det;
0,144 det; 0,145 det; 0,142 det; 0,143 det; 0,141 det; 0,147 det;
Tentukan hasil ukur dan ralatnya.
26
Soal Pengantar Praktikum 3. Teori Perambatan Ralat 27

3 Teori Perambatan Ralat


I t
3.1. Besaran N dihitung dengan persamaan N = a . Besaran I, t dan m
m
diukur dengan hasil ukur sbb.:
I = (1,52 0,04) A; t = 2400 det 5 det; m = (0,8634 0,0008) g
Besaran a dalam persamaan ini adalah suatu konstanta sebesar
g
a = 410-14 .
Adet
Tentukan N dan ralatnya.

3.2. Besaran mk dihitung dari m1 dan m2 dengan persamaan: mk = m1 m2 .


Hasil ukur sbb.: m1 = 92,52 g 0, 04 g ; m2 = 24,07 g 0,1g .
Tentukan mk dan ralatnya.
3.3. Dalam suatu percobaan terdapat hubungan antara besaran waktu T, panjang
l
l dan percepatan gravitasi g sbb.: T = 2 . Dalam eksperimen waktu T
g
dan panjang l telah diukur dengan hasil sbb.: T = 2,47 det 0,05 det;
l = (151,4 0,3) cm.
Tentukan hasil ukur untuk besar g dan ralatnya.
3.4. Dalam sebuah eksperimen terdapat hubungan antara besaran waktu t,
jarak s dan percepatan gravitasi g sbb.: s = 12 g t 2 . Dalam eksperimen waktu
t dan jarak s telah diukur dengan hasil sbb.: t = 0,397 det 0,002 det;
s = (76,3 0,2) cm.
Tentukan hasil ukur untuk besar percepatan gravitasi g dan ralatnya.
3.5. Besaran f ditentukan dari dua besaran s1 dan s2 dengan persamaan
1 1 1
= + . Terdapat hasil ukur untuk s1 dan s2 sbb.:
f s1 s2
s1 = 5,3 cm 0,1 cm; s2 = 45 cm 0,2 cm.
Tentukan besar f dan ralatnya.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


28 Soal Pengantar Praktikum 4. Grafik

4 Grafik
4.1. Dalam suatu eksperimen terdapat hubungan antara h / cm t / det
tinggi h, waktu jatuh t dan percepatan gravitasi g 85,2 0,4231
dari suatu benda sbb.: h = 12 g t 2 . Terdapat data hasil 77 0,4025
ukur seperti dalam tabel 4.1. 69,7 0,3830
a. Buat grafik h terhadap t2. 64 0,3663
b. Tentukan kemiringan a dan ralat kemirinigan 58,8
dari grafik. 0,3516
54,7 0,3389
c. Tentukan g dan ralatnya dari kemiringan dan
ralat kemiringan. 49 0,3216
4.2. Antara gaya f pada pegas dan panjangnya l terdapat 44,2 0,3051
hubungan linear l = k * F + l0 . Panjang pegas l 36,3 0,2754
telah diukur pada beberapa gaya yang berbeda
26,1 0,2330
dengan hasil seperti dalam tabel tabel 4.2.
a. Buat grafik l terhadap F. 15,3 0,1759
b. Tentukan konstanta k* dan panjang awal l0 dari 6,7 0,1084
grafik. Tabel 4.1.: Data
c. Tentukan ralat dari konstanta k dan ralat dari dari soal 4.1.
panjang awal l0.

F/N 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5


l/cm 27 32 34 45 50 54 65 72 82 83
Tabel 4.2.: Data dari soal 4.2.

4.3. Terdapat persamaan untuk hubungan antara variabel yang diukur seperti
dalam tabel berikut. Tentukan transformasi untuk melinearkan persamaan-
persamaan ini sehingga terdapat fungsi linear dalam bentuk: y = a x + b
Variabel Persamaan y= x= a= b=
s= 1 a t2
s, t 2

4
T, l T2 = l
g
u, v u 2 = d ln v + 4R 2

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

Petunjuk Praktikum

1 Bandul Matematis

1.1 Literatur
Halliday Resnick; Fisika I; Bab 15-1 Osilasi; Bab 15-3 Gerak Harmonik
Sederhana; Bab 15-5 Penerapan Gerak Harmonik Sederhana; Bab 16-3
Konstanta Gravitasi Universal, ;
Sears, Zemansky; Fisika (Mekanika-Panas-Bumi);

1.2 Daftar Alat


Tiang bandul 1 set
Bandul matematis dengan benang dan gantungan 1 buah
Stopwatch 1 buah

1.3 Teori

1.3.1 Prinsip Ayunan


Jika sebuah benda yang digantungkan pada seutas tali, diberikan sim-
pangan, lalu dilepaskan, maka benda itu akan berayun ke kanan dan ke kiri.
Berarti, ketika benda berada di sebelah kiri akan dipercepat ke kanan dan ketika
benda sudah di sebelah kanan akan diperlambat dan berhenti, lalu dipercepat ke
kiri dan seterusnya. Dari gerakan ini dilihat bahwa benda mengalami percepatan
G G
( )
selama gerakannya. Menurut Hukum Newton F = m a percepatan hanya
timbul ketika ada gaya. Arah percepatan dan arah gaya selalu sama. Berarti
dalam eksperimen ini ternyata ada gaya ke arah gerakan benda, yaitu gerakan
yang membentuk lingkaran.

29
30 Petunjuk Praktikum

Gaya yang bekerja dalam bandul ini


seperti digambarkan dalam gambar 1.1. Semua
gaya ini berasal dari gravitasi bumi dan gaya
G
pada tali. Arah gaya gravitasi Fgrav tegak lurus
G
ke bawah. Arah gaya tali Ftali ke arah tali.
G
Sedangkan gaya Ft yang mempercepat benda, G
Ftali
bekerja ke arah gerakan, berarti ke arah lingkaran
G
yang tegak lurus dengan arah tali atau ke arah Ft
tangen lingkaran. Sebab itu gaya ini juga disebut G G
G
gaya tangensial Ft . Besar Ft yang mempercepat Fn Fgrav
benda terdapat dengan membagi gaya gravitasi
G G
Fgrav ke dalam dua bagian, yaitu Ft ke arah
G G
gerakan dan gaya normal Fn . Gaya normal Fn
G Gambar 1.1: Gaya-gaya
berlawanan arah dengan gaya tali Ftali sehingga yang bekerja pada bandul
dua gaya ini saling menghapus. matematis.
G G
Karena Fgrav dibagi menjadi Fn dan
G
Ft , maka:
G G G
Fgrav = Fn + Ft (1.1)
G G
Karena arah gerakan tegak lurus dengan arah tali, maka Fn Ft . Dari
gambar dapat dilihat hubungan antara besar gaya tangensial, besar gaya gravitasi
dan sudut simpangan :
G G
Ft = Fgrav sin (1.2)
G
Arah dari Ft berlawanan dengan arah simpangan , maka dalam
persamaan terdapat tanda negatif:
Ft = Fgrav sin (1.3)
Tanda negatif dalam (1.3) menunjukkan gaya Ft bekerja untuk
mengembalikan bandul kepada posisi yang seimbang dengan simpangan = 0.
Karena benda tidak bisa bergerak ke arah tali, maka gaya ke arah tali harus
G G
seimbang atau jumlahnya nol, berarti: Ftali + Fn = 0 . Berarti gaya tali selalu
G G
sama besar dengan gaya normal: Ftali = Fn .

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


1. Bandul Matematis 31

Dengan memahami gaya tersebut yang bekerja pada bandul, maka


gerakan osilasi (gerakan ayunan) dapat dimengerti dengan mudah. Ketika bandul
sedang diam di sebelah kiri, maka gaya tangensial mempercepat bandul ke arah
kanan sehingga kecepatan ke arah kanan bertambah. Selama bandul bergerak ke
arah kanan, sudut simpangan menjadi semakin kecil dan gaya tangensial
( Ft = Fgrav sin ) ikut semakin kecil. Maka percepatan akan semakin kecil.
Tetapi perhatikanlah bahwa percepatan semakin kecil (tetapi belum nol) berarti
kecepatan masih bertambah terus. Ketika simpangan bandul nol, berarti posisi
bandul di tengah, gaya tangensial nol, maka percepatan nol dan bandul bergerak
terus dengan kecepatan konstan ke kanan. Ketika simpangan bandul ke arah
kanan bertambah besar, maka gaya tangensial juga bertambah, tetapi ke arah kiri.
Gaya tangensial ke kiri ini melawan arah gerakan bandul yang masih ke kanan.
Maka terdapat percepatan ke kiri sehingga kecepatan bandul masih ke arah
kanan akan berkurang terus sampai bandul berhenti (kecepatan menjadi nol).
Ketika bandul berhenti posisinya sudah memiliki sudut simpangan ke sebelah
kanan. Dalam posisi ini terdapat gaya tangensial ke arah kiri yang akan
mempercepat bandul ke kiri. Proses dalam gerakan ke kiri berjalan dengan cara
yang sama persis dengan proses bergerak ke kanan. Maka bandul akan terus
berayun ke kiri dan ke kanan.
Dari penjelasan di atas dilihat dua hal yang menjadi syarat untuk
mendapatkan osilasi atau ayunan:
1. Gaya yang selalu melawan arah simpangan dari suatu posisi seimbang.
Dalam hal ini gaya yang melawan simpangan adalah gaya tangensial.
2. Kelembaman yang membuat benda tidak berhenti ketika berada dalam
situasi seimbang (tanpa gaya). Dalam contoh ini massa yang berayun
tidak berhenti pada posisi bawah (posisi tengah, gaya nol), tetapi
bergerak terus karena kelembaman massanya.

1.3.2 Waktu Ayunan


Pada percobaan bandul matematis ini, kita memakai sebuah bandul
dengan massa m yang digantungkan pada seutas tali. Supaya perhitungan lebih
mudah, dianggap bahwa tali tidak molor 1 dan tidak mempunyai massa. Di atas
telah diselidiki mengenai gaya tangensial Ft yang membuat bandul berayun.
Besar gaya tangensial Ft sesuai (1.3). Besar percepatan a yang terdapat dari gaya
tangensial sesuai dengan Hukum Newton: Ft = m a , maka:

1 Tidak molor, berarti tali tidak elastis sehingga panjangnya tidak berubah ketika gaya ke arah tali
berubah. Gaya kepada tali memang akan berubah selama ayunan karena kecepatan berubah dan
sebab itu juga gaya sentrifugal akan berubah. Juga gaya normal yang berasal dari gaya gravitasi
berubah karena sudut simpangan berubah.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
32 Petunjuk Praktikum

Ft = Fgrav sin = m a (1.4)


Percepatan a dari benda yang bergerak di atas garis lingkaran sebesar:
d2 s d2
a= = l (1.5)
d t2 d t2
Persamaan (1.5) dimasukkan ke dalam (1.4), maka dengan besar gaya
gravitasi Fgrav = m g terdapat:

d2 d2
Fgrav sin = m l mg sin = m l
d t2 d t2
(1.6)
d2
m l 2 + mg sin = 0
dt
Untuk simpangan kecil, berarti sudut kecil sin dan (1.6)
menjadi lebih sederhana:
d2 d2 g
m l + m g = 0 + = 0 (1.7)
d t2 d t2 l
Hasil (1.7) merupakan satu persamaan diferensial. Untuk menyelesaikan
persamaan diferensial ini, kita bisa memakai suatu pemasukan atau pemisalan
(statement) sebagai perkiraan untuk hasil. Pemasukan / pemisalan (statement) itu
dimasukkan ke dalam persamaan asli, lalu dihitung, apakah persamaan bisa
diselesaikan dengan pemasukan itu. Dengan pemasukan:
= 0 cos t (1.8)
terdapat seperti dihitung dengan lebih rinci dalam petunjuk mengenai
Elastisitas bahwa masukan ini memang menyelesaikan persamaan diferensial
dan kecepatan sudut osilasi sebesar:
g
2 = (1.9)
l
2
Karena = , maka waktu ayunan T dalam percobaan bandul
T
matematis sebesar:
42 l l
T 2 = 2 T 2 = 4 2 T = 2 (1.10)
g g
Hubungan antara besar waktu ayunan T dan panjang bandul l ini bisa
dipakai untuk mencari besar dari konstanta gravitasi g dari hubungan antara T
dan l. Berarti untuk mencari besar g, kita mengukur hubungan antara T dan l, lalu
membuat grafik T2 terhadap l dan mencari kemiringan garis lurus yang paling
cocok dengan titik-titik ukuran.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
1. Bandul Matematis 33

1.4 Tata Laksana


Aturlah panjang tali pada 8 panjang tali yang berbeda, mulai dari panjang
tali terbesar yang bisa diukur sampai panjang tali sebesar l = 15 cm. Pada
setiap panjang tali waktu ayunan diukur 10 kali. Pada setiap pengukuran
sepuluh periode ayunan (10T) diukur.
Buatlah grafik T2 terhadap l. Cari garis lurus yang paling cocok dengan
titik-titik hasil ukur dan tentukanlah kemiringan a dari garis tersebut.
Tentukan konstanta gravitasi g dari kemiringan a dengan memakai
hubungan (1.10). 1

Buatlah kesimpulan dari hasil yang anda peroleh dari percobaan ini.

1.5 Perhitungan Ralat


Tentukanlah ralat kemiringan a dan perpotongan sumbu y dengan
metode grafik. Ralat g dapat dihitung dari ralat kemiringan a dengan
menggunakan teori perambatan ralat.
Di mana dalam percobaan ini terdapat ralat sistematis ?

1.6 Laporan Praktikum


Dalam laporan praktikum harus ada:
Tabel hasil ukur
Grafik hasil ukur dengan perkiraan terbaik untuk garis lurus yang cocok
dengan data ukur
Analisa data ukur / Perhitungan besar percepatan gravitasi di bumi dengan
perkiraan ralat
Jawaban pertanyaan ulang

1.7 Pertanyaan Ulang


1. Jelaskanlah, mengapa sebuah bandul berayun ?
2.
1 Mengapa bandul tidak berhenti di posisi tengah di mana gaya tangensial
nol ?
3.
1 Mengapa massa dari bandul tidak mempengaruhi waktu ayunan ?
4.
1 Mengapa simpangan dalam melakukan percobaan harus kecil ?
5. Pakailah grafik T2 terhadap l yang telah dibuat untuk bandul matematis
untuk menentukan posisi pusat massa dari benda yang berayun. (Apakah
pusat massa memang benar seperti posisi yang dipakai dalam pengukuran
atau dilihat dari grafik di posisi yang lain ?)

Selamat Berayun-ayun
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

2 Elastisitas
2.1 Literatur
Frederick J. Bueche, Seri buku Schaum, Teori dan soal Fisika, Bab 12,
Elastisitas, Hukum Hook.
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta;, Mekanika. Panas. Bunyi; Bab 10-3 Elastisitas dan plastisitas.

2.2 Daftar Alat


Tiang dengan gantungan pegas 1 buah
Pegas 1 buah
Gantungan beban untuk menggantungkan beban pada
pegas 1 buah
Beban bulat 50 g 9 buah
Meteran 1 buah
Stopwatch 1 buah

2.3 Teori

2.3.1 Hukum Hook


Jika suatu benda terkena gaya F, maka
bentuk benda itu akan berubah. Besar
perubahan bentuk (misalnya panjang atau lebar)
sebesar x. Dalam banyak situasi x berbanding x
lurus dengan besar gaya F yang diberikan:
Fpegas = -kx
F = k x (2.1)
Dalam (2.1) k merupakan suatu
konstanta yang menunjukkan sifat benda itu. G
Konstanta k ini disebut sebagai konstanta Hook. Fg = mg Fg
Persamaan (2.1) disebut sebagai hukum Hook.
Dalam percobaan ini kita memakai Gambar 2.1: Perpanjangan
pegas sebagai contoh benda. Ketika belum pegas kalau diberikan beban
diberi gaya, pegas sepanjang x0. Kita memberi m dengan gaya gravitasi
gaya kepada pegas dengan menggantungkan Fgrav = m g .
34
2. Elastisitas 35

beban dengan massa m pada pegas. Beban tersebut mengalami gaya gravitasi Fg
sebesar Fg = m g . Gaya gravitasi ini menarik pegas ke bawah sehingga panjang
pegas bertambah sejauh x. Maka panjang pegas menjadi sebesar x1. Berarti
dengan (2.1) terdapat hubungan antara panjang pegas x dan besar gaya Fg sbb.:
1
Fg = k x = k ( x x0 ) x = F + x0 (2.2)
k g

2.3.2 Ayunan pegas


Menurut hukum Newton II terdapat hubungan antara gaya F kepada
suatu benda dan percepatan a dari benda tersebut sebagai berikut:
F=ma (2.3)
Jadi gaya berbanding lurus dengan massa m dan percepatan a. Gaya
yang bekerja pada benda dalam percobaan ini adalah gaya pegas yang besarnya
sesuai dengan Hukum Hook (2.1) dan gaya gravitasi kepada beban. Pada posisi
seimbang ketika beban tergantung pada pegas dengan diam gaya pegas dan
gaya gravitasi sama besar, berarti jumlah dari dua gaya ini nol. Karena gaya
gravitasi konstan, maka cukup menghitung perubahan gaya pegas ketika panjang
pegas berubah dari situasi seimbang. Dalam persamaan (2.1) dan persamaan
(2.3) gaya F sama sehingga terdapat persamaan gerak untuk benda ini:
k x = m a (2.4)
d 2 x
Karena a = maka terdapat:
d t2
d 2 x
m + k x = 0 (2.5)
d t2
d 2 x k
+ x = 0 (2.6)
dt2 m
Persamaan ini adalah persamaan ayunan selaras. Persamaan semacam
ini biasanya diselesaikan dengan memakai pemasukan / permisalan (statement)
untuk x. Dalam hal ini pemasukan yang cocok sbb.:
x = x0 sin t (2.7)
Dengan pemasukan ini terdapat:
d x
= x0 cos t (2.8)
dt

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


36 Petunjuk Praktikum

d 2 x
2
= x0 2 sin t (2.9)
dt
d 2 x
Dengan x dari (2.7) dan dari (2.9) dalam (2.6) terdapat:
dt 2
k
x02 sin t + x0 sin t = 0 (2.10)
m
k k
2 + =0 = (2.11)
m m
Jadi terdapat frekuensi ayunan yang tergantung massa beban dan
konstanta pegas. Frekuensi ayunan tidak tergantung amplitude ayunan x0.
Dari (2.11) diperoleh waktu untuk ayunan selama satu periode sebesar:
2 m
T= = 2 (2.12)
k

2.4 Tata laksana


1. Ukurlah perpanjangan pegas x terhadap besar massa beban yang
digantungkan. Untuk itu ukurlah jarak dari satu tempat permanen di atas
pegas sampai ke ujung bawah pegas atau sampai ke ujung kait yang dipakai
untuk menggantungkan beban. Jarak tersebut diukur tanpa beban dan
kemudian dengan beban mulai sebesar 50g sampai 450g, pada setiap 50g.
2. Buatlah grafik panjang pegas terhadap gaya gravitasi dari hasil 1.
3. Ukurlah panjang karet dengan beban mulai dari 0 sampai 450g pada setiap
50g. Kemudian ukur langsung secara terbalik, berarti beban mulai dari
450g tadi dikurangi 50g demi 50g dan pada setiap pengurangan beban,
panjang karet diukur.
4. Gambarlah panjang karet terhadap gaya gravitasi dari hasil ukur 3 ke dalam
grafik dari 2. Bandingkanlah dua grafik ini.
5. Pakai grafik dari 2 untuk menentukan konstanta pegas k. Gunakan (2.1)
atau (2.2).
6. Gantungkan beban sebesar 250g pada pegas, ayunkan pegas dan ukur
waktu ayunan. Pada satu pengukuran ukurlah sekaligus 10 periode ayunan.
Pengukuran ini dilakukan 5 kali. Tentukan konstanta pegas k dengan (2.12).
Perhatikan bahwa massa m dalam persamaan ini merupakan seluruh massa
yang berayun, berarti kait yang dipakai untuk menggantungkan beban harus
dihitung juga. Apakah pegas sendiri ikut berayun dan harus dihitung ?
(Perhatikan bagian pegas bawah, tengah dan atas ketika pegas berayun.)

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


2. Elastisitas 37

2.5 Informasi Alat


Massa dari setiap beban bulat yang disediakan: mbeban = 50,6 g 0,5 g.
Massa dari gantungan beban sebesar: mgantungan = 11,3 g 0,1 g.
Massa dari pegas sebesar: mpegas = 16,3 g 0,2 g.

2.6 Perhitungan Ralat


Untuk perkiraan ralat dari hasil konstanta pegas k yang diperoleh dari
grafik panjang pegas terhadap gaya gravitasi, pakai perkiraan ralat untuk grafik
linear seperti dijelaskan dalam pengantar praktikum.
Perkiraan ralat untuk k yang ditentukan dengan mengukur waktu
ayunan, terdapat dari ralat untuk waktu ayunan T dan dari ralat untuk massa m
dengan memakai teori perambatan ralat dalam persamaan (2.12).
Di mana dalam percobaan ini terdapat ralat sistematis ?

2.7 Pertanyaan Ulang


Mengapa dalam persamaan (2.1) terdapat tanda minus di sebelah kanan ?
Apa arti tanda minus ini ? Apakah persamaan menjadi salah, seandainya
tanda minus ini tidak ditulis ?
Apa artinya jika suatu benda mempunyai sifat elastis dan apa artinya jika
suatu benda mempunyai sifat plastis ?
Jelaskanlah dengan kata, mengapa benda pada pegas bisa berayun.
Apakah hasil konstanta pegas yang didapatkan dengan dua cara yang
berbeda (mengukur perpanjangan langsung dan mengukur waktu ayunan)
sama besar atau berbeda dalam batas ralat ? Kalau tidak, dari mana kira-
kira terjadi perbedaan? Apakah anda sudah memperhatikan pengaruh dari
massa kait dan massa pegas sendiri dalam persamaan ayunan ?
Apakah hukum Hook berlaku untuk pegas dan untuk karet ? Bandingkanlah
bentuk grafik karet ketika beban ditambahi dengan bentuk ketika beban
dikurangi. Apa kesimpulannya ?
Sifat karet bagaimana ?
Di mana dalam percobaan ini ada kemungkinan terdapat ralat sistematis ?
Apakah menurut penilaian anda percobaan ini baik (teliti) atau sebaiknya
diperbaiki ? Bagaimana percobaan bisa divariasikan supaya menjadi lebih
teliti ?

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


38 Petunjuk Praktikum

2.8 Laporan Praktikum


Dalam laporan praktikum harus ada:
Grafik panjang pegas terhadap gaya dan grafik panjang karet terhadap gaya
ketika gaya sedang bertambah dan ketika gaya sedang berkurang.
Perhatikan bahwa dalam grafik yang komplit perlu tercantum informasi
mengenai besaran dan satuan pada setiap sumbu.
Hasil dan ralatnya untuk besar konstanta pegas yang didapatkan dari
masing-masing metode.
Jawaban dari pertanyaan ulang.

Selamat Bekerja !
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

3 Hukum Newton II

3.1 Literatur
Haliday, David; Resnick, Robert; Fisika jilid 1; Erlangga; 5.4 Hukum
Newton kedua, Gaya Gesekan; 5.8 Berat dan Massa;
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas 1;
Binacipta; 2-7 Gesekan; 5-2 Hukum kedua Newton, Massa; 5-5 Massa dan
Berat;
Sutrisno; Fisika Dasar; Institut Teknologi Bandung; Hukum II Newton hal
33-38, Gaya Gesekan hal 47-51
Alonso, Marcelo; Finn, Edward J.; Dasar-dasar Fisika Universitas 1;
Erlangga; 5-15-3 (Kinematika), 7-6 Hukum Newton kedua dan ketiga;

3.2 Daftar Alat


Dua rel presisi yang disambungkan dengan
penyambung rel dan dengan kaki rel pada setiap ujung 1 set
Balok tangga 1 buah
Alas kayu untuk mengangkat ujung rel 1 buah
Kereta dinamika untuk rel presisi 1 buah
Rangkaian pewaktu elektronik dengan stopwatch 1 set
penjepit rel 1 buah

3.3 Teori
3.3.1 Hukum Newton
Menurut Hukum Newton I percepatan suatu benda nol apabila jumlah
gaya terhadap benda itu sama dengan nol. Kalau jumlah gaya terhadap suatu
benda tidak nol, maka benda tersebut akan dipercepat. Percepatan benda tergan-
tung dari massa lembamnya dan jumlah gaya yang mengenai benda itu.
Hubungan antara percepatan a, massa lembam m, dan jumlah gaya F kepada
benda bisa dirumuskan sebagai Hukum Newton II:
dv
F = ma = m (3.1)
dt
39
40 Petunjuk Praktikum

3.3.2 Gesekan
Benda yang meluncur di atas permukaan bidang akan dipengaruhi oleh
gaya gesekan. Gaya gesekan berlawanan arah dengan arah gerakan benda. Besar
dari gaya gesekan tergantung dari sifat dua permukaan yang saling bersinggung-
an, tetapi tidak tergantung dari luas persinggungan. Gaya gesekan Fges seban-
ding dengan gaya normal FN (gaya impit) yang bekerja tegak lurus terhadap per-
mukaan yang bersinggungan, dan biasanya tidak tergantung dari kecepatan satu
benda terhadap benda yang lain. Terdapat rumus sbb.:
Fges = FN (3.2)
Konstanta dalam (3.2) adalah koefisien gesekan yang tergantung sifat
dari dua permukaan yang saling (bersinggungan) menyinggung. Gaya gesekan
antara dua permukaan yang diam satu terhadap yang lain disebut gaya gesekan
statik. Sedangkan gaya gesekan yang bekerja antara dua permukaan yang
bergerak satu terhadap yang lain disebut gaya gesekan kinetik. Gaya gesekan
statik lebih besar daripada gaya gesekan kinetik. Oleh sebab itu terdapat dua
koefisien gesekan, koefisien gesekan statik s dan koefisien gesekan kinetik k.

3.3.3 Bidang Miring


Dalam percobaan ini benda ditaruh di atas suatu rel yang dimiringkan.
Dengan kata lain, terdapat suatu bidang miring (dibentuk oleh rel kereta) dengan
sudut terhadap horizontal. Dalam situasi ini (gambar 3.1) gaya gravitasi Fg di-
bagi menjadi gaya normal Fn yang tegak lurus bidang miring dan gaya tangensial
Ft yang searah dengan bidang miring.
Besar gaya-gaya yang
diperlihatkan dalam gambar 3.1 dapat
Fges
diuraikan sebagai berikut:
Fn = Fg cos = mg cos (3.3) Ft l
FN
Ft = Fg sin = mg sin (3.4) h
FG
Di mana m adalah massa benda.

3.3.4 Persamaan Gerakan di Atas Gambar 3.1: Gaya-gaya pada


Bidang Miring bidang miring.
Gaya kepada benda yang
mempengaruhi gerakannya di atas bidang miring adalah gaya yang searah
dengan arah gerakan, yaitu gaya tangensial Ft dari gravitasi dan gaya gesekan
Fges. Jadi jumlah gaya kepada benda ke arah gerakan sebesar:

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


3. Hukum Newton II 41

F = Ft Fges (3.5)
Gaya gesekan Fges dihitung negatif karena dalam situasi percobaan ini
benda meluncur ke bawah sehingga gaya gesekan Fges melawan Ft.
Dari (3.1), (3.2) dan (3.5) terdapat persamaan gerak benda:
Ft Fges = m a (3.6)
Ft Fges mg sin Fges Fges
a= = a = g sin (3.7)
m m m
Dengan situasi seperti dalam gambar 3.1, di mana:
h : tinggi satu ujung bidang miring / rel terhadap ujung yang lain
l : panjang bidang miring / rel
: sudut antara bidang miring / rel dengan horizontal, berarti:
h
sin = (3.8)
l
Maka (3.7) menjadi:
g Fges
a = h (3.9)
l m

3.3.5 Gerakan dengan percepatan yang konstan


Definisi dari kecepatan v adalah perubahan jarak terhadap perubahan
waktu, berarti:
ds
v= (3.10)
dt
Definisi dari percepatan a adalah perubahan kecepatan terhadap
perubahan waktu, berarti:
dv
a= (3.11)
dt
Maka dari (3.10) dan (3.11), terdapat hubungan antara tempat dan
percepatan a:
d2 s
a= (3.12)
d t2
Karena dalam percobaan ini percepatan a konstan, maka (3.11) bisa
diintegrasikan dengan mudah untuk mendapatkan besar kecepatan v(t) yang
dimiliki benda setelah selang waktu t:

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


42 Petunjuk Praktikum

t t
dv
a= d v = a d t v ( t ) = d v = a d t = at + v0 (3.13)
dt t '=0 t '=0
Di mana v0 kecepatan awal yang dimiliki benda ketika pengukuran
waktu dimulai. Jarak / posisi s(t) yang ditempuh oleh benda dalam waktu t
terdapat dengan mengintegrasikan (3.10) dan memakai kecepatan dari (3.13)
untuk situasi dengan percepatan konstan:
t t
d s = v (t ') d t ' s (t ) = ds = v (t ') d t ' (3.14)
t '=0 t '=0
t t
1 2
s (t ) = v ( t ' ) d t ' = ( at '+ v0 ) d t ' = 2 at + v0 t + s0 (3.15)
t '=0 t '=0
Di mana s0 posisi awal yang dimiliki benda ketika pengukuran waktu
dimulai. Dalam percobaan ini kecepatan awal v0 akan nol, karena kita mulai
mengukur waktu ketika benda masih diam dan baru mulai bergerak. Posisi awal
s0 akan nol juga karena kita menghitung jarak dari tempat awal gerakan sebagai
jarak nol. Maka persamaan gerak untuk percobaan ini terdapat dari (3.15)
dengan v0 = 0 dan s0 = 0:
1 2
s (t ) = at (3.16)
2

3.4 Tata Laksana Percobaan


Dalam percobaan ini satu rel presisi dipakai sebagai jalur untuk sebuah
kereta. Satu ujung dari rel diangkat setinggi h sehingga rel menjadi miring.
Untuk mengangkat rel pada satu sisi, disediakan sebuah balok bertangga dan
sebuah alas kayu. Benda yang dipercepat adalah kereta yang bisa bergerak
dengan gesekan kecil di atas rel presisi. Pengaturan percobaan seperti
diperlihatkan dalam gambar 3.2. Empat sudut kemiringan yang berbeda dipakai,
yaitu sudut yang didapatkan dengan tinggi h sbb.: h = 2,5 cm, 3,5 cm, 4,5 cm dan
5,7 cm. Pada setiap sudut kemiringan, percepatan kereta ditentukan dengan
mengukur jarak jalan kereta s dan waktu t yang ditempuh kereta saat meluncur.
Dari data-data yang diperoleh, percepatan a ditentukan sesuai dengan (3.16).
Waktu tempuh diukur dengan memakai rangkaian elektronik yang tersambung
dengan stopwatch. Kereta pada awal percobaan tertahan pada tempatnya dengan
sepotong almunium foil yang dijepitkan pada kereta dan pada penjepit kontak.
Ketika penjepit kontak dibukakan, maka stopwatch mulai jalan dan kereta mulai
bergerak. Stopwatch dihentikan oleh gerbang optik yang dipasang pada posisi
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
3. Hukum Newton II 43

Jepetan yang memegang kereta


(tekan supaya kereta dan stopwatch jalan)

Kereta Gerbang optik yang


menghentikan stopwatch

Balok bertangga
(mengatur kemiringan rel)

Stopwatch elektronik

Gambar 3.2: Alat yang dipakai.


tertentu pada rel. Pada kereta terpasang sekrup yang menonjol ke bawah. Ketika
sekrup tersebut masuk ke dalam gerbang optik, stopwatch akan berhenti. Maka
waktu tempuh terdapat dari waktu yang ditunjukkan pada stopwatch, sedangkan
jarak tempuh kereta adalah jarak gerak dari posisi awal sampai ke posisi di mana
sekrup tersebut masuk ke dalam gerbang optik. Masuknya sekrup ke dalam
gerbang optik dilihat pada LED rangkaian gerbang optik yang mati ketika sekrup
di dalam gerbang optik.
Pakai dua cara untuk menentukan percepatan a:
1. Pada tinggi h = 4,5 cm ukur waktu yang ditempuh dengan 6 jarak tempuh
yang berbeda, mulai dari jarak sebesar s 35 cm sampai ke jarak yang
terpendek sebesar s 5 cm. Waktu luncur diukur sebanyak 3 kali untuk
setiap jarak tempuh. Pakai nilai rata-rata dari tiga hasil ukur ini.
Buat satu grafik jarak s terhadap waktu kuadrat t2. Pakai metode grafik
untuk menentukan percepatan a sesuai dengan (3.16). Perhatikan bahwa
kemiringan a* dari garis miring yang didapatkan tidak sama dengan
percepatan a.
2. Cara kedua untuk menentukan percepatan a dipakai pada ketinggian
h = 2,5 cm, h = 3,5 cm dan h = 5,7 cm.
Pada ketinggian tersebut cukup mengukur waktu luncur pada satu jarak
tempuh saja. Pakai jarak tempuh sebesar s = 35 cm. Ukurlah waktu
tempuhnya sebanyak 5 kali. Tentukan percepatan a memakai (3.16) dari
nilai rata-rata waktu tempuh dan panjang jarak.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


44 Petunjuk Praktikum

Pada masing-masing ketinggian akan diperoleh besar percepatan a


sebagai hasil ukur yang dimiliki kereta pada ketinggian tersebut. Untuk melihat
hubungan antara percepatan a dan ketinggian h lebih jelas, buat grafik
percepatan a terhadap tinggi kemiringan h. Tentukan konstanta gravitasi g
dan gaya gesekan Fges dengan memakai metode grafis dan persamaan (3.9).
Fges
Untuk menghitung Fges dari bagian sumbu y y0 = dalam grafik, massa
m
kereta dibutuhkan. Massa dari kereta 1 sebesar mk1 = 83,3 g 0,1 g, massa dari
kereta 2 sebesar mk2 = 75,4 g 0,1 g, Massa dari kereta 3 sebesar
mk3 = 83,3 g 0,1 g.

3.5 Perhitungan Ralat


Tentukan ralat a dari percepatan a yang diperoleh pada setiap ketinggian.
Pada cara pertama untuk mengukur percepatan, ralat a dari percepatan a
terdapat dari grafik s terhadap t2 dengan metode grafik.
Pada cara kedua untuk menentukan a, perkirakan ralat s dari jarak s
dengan memperkirakan, berapa teliti panjang bisa ditentukan dalam sistem
ukur ini (Perkirakan ralat ukur panjang s). Ralat t dari waktu t ditentukan
dengan memakai ralat maksimal dari pengukuran yang dilakukan. Ralat a
untuk percepatan a dicari dari ralat s dan t dengan teori perambatan ralat.
Gambarkanlah semua ralat percepatan a ke dalam grafik percepatan a
terhadap tinggi h dan tentukanlah besar ralat kemiringan grafik ini dan
besar ralat dari bagian sumbu y. Apakah garis lurus dalam grafik ini sesuai
dengan batas ralat ? Tentukan ralat hasil perhitungan g dan gaya gesekan
dari ralat kemiringan dan dari ralat bagian sumbu y dengan teori
perambatan ralat.

3.6 Laporan Praktikum


Dalam laporan praktikum harus ada:
Tabel-tabel dengan semua hasil ukur.
Grafik-grafik yang dipakai untuk menganalisa hasil-hasil ukur.
Perhitungan hasil ukur untuk percepatan kereta di rel dan percepatan
gravitasi di bumi serta perkiraan ralat untuk semua hasil ukur.
Kesimpulan hasil ukur yang didapatkan.
Jawaban pertanyaan ulang.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
3. Hukum Newton II 45

3.7 Pertanyaan Ulang


Apakah suatu benda di atas bidang miring selalu akan bergerak ke bawah ?
Gaya apa saja bekerja kepada benda di atas bidang miring ? Jelaskan syarat
supaya bergerak ke bawah dan situasi yang mana benda tidak bergerak ke
bawah.
Gaya mana yang menentukan besar percepatan benda di atas bidang
miring ? Dari mana gaya tersebut didapatkan ?
Apakah percepatan kereta di atas rel akan tergantung dari massa kereta ?
Mengapa percepatan tergantung / tidak tergantung dari massa kereta ?

1 Jelaskanlah, bagaimana mendapatkan hubungan antara tempat dan waktu


1
s ( t ) = at 2 .
2

1 Apakah dalam percobaan ini terdapat ralat sistematis ? Di mana / mengapa


ada kemungkinan terjadi ralat sistematis ?

Selamat Meluncur
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

4 Bola Jatuh Bebas

4.1 Literatur
Halliday, David; Resnick, Robert; Fisika jilid 1; Erlangga; bab 5.4 Hukum
Newton; bab 5.8 berat dan massa;
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta; 5-2 Hukum kedua Newton, Massa; 5-5 Massa dan Berat;
Alonso, Marcelo; Finn, Edward J; Dasar-dasar Fisika Universitas;
Erlangga; 5-1 5-3 (Kinematika); 7-6 Hukum Newton kedua dan ketiga;

4.2 Peralatan
Power supply 1 buah
Stopwatch (counter) dengan rangkaian Start / Stop 1 buah
Tiang alat bola jatuh bebas komplit dengan holding
magnet dan sakelar kejatuhan untuk menghentikan
counter 1 buah
Meteran 1 buah
Bola besi (gotri) beberapa buah
Kabel 1 set

4.3 Teori
Suatu benda yang dibiarkan jatuh di permukaan bumi akan mengalami
percepatan a ke bawah (ke arah bumi). Besar dari percepatan a di permukaan
bumi tergantung tempat dan ketinggian, di mana benda dijatuhkan, tetapi
perbedaan dari tempat yang berbeda tidak besar. Percepatan yang dialami benda
di permukaan bumi disebut sebagai percepatan gravitasi di bumi g.
Untuk benda yang dipercepat dengan percepatan konstan sebesar g
terdapat hubungan antara tempat dan waktu tempuh sbb.:
s = 12 g t 2 + v0t + s0 (4.1)

46
4. Bola Jatuh Bebas 47

Tombol
Start
Counter

Magnet Reset
Stop
open

GND

Gambar 4.1: Skema percobaan.

Dalam percobaan ini jarak diukur dari posisi nol sehingga s0 menjadi
nol. Kecepatan awal ketika pengukuran waktu dimulai nol sehingga v0 juga
sebesar nol. Berarti terdapat hubungan antara tempat dan waktu:
s = 12 g t 2 (4.2)
Dalam percobaan ini waktu t yang ditempuh selama sebuah bola besi
jatuh setinggi jarak h diukur untuk berbagai jarak h yang berbeda. Alat ukur
waktu adalah sebuah counter yang bisa menghitung dari 0 sampai 9,999. Nilai 1
dari counter menunjukkan waktu sebesar kira-kira 1 detik. Pada awal percobaan
sebuah bola besi digantungkan pada magnet listrik. Kemudian arus dari magnet
listrik dimatikan dengan menekan tombol Start pada counter sehingga bola
mulai jatuh. Ketika tombol Start ditekan, sekaligus counter dijalankan secara
elektronis sehingga awal bola mulai jatuh hampir sama dengan awal counter
mulai jalan. Tetapi terdapat selisih sebesar 10 mdet antara counter mulai jalan
dan bola mulai jatuh, di mana counter jalan dulu dan bola jatuh lebih lambat.
Ketika bola kena satu sakelar / sensor yang telah diatur di bawahnya, sakelar itu
akan terbuka / sensor memberi sinyal kepada counter karena kejatuhan bola dan
counter akan berhenti. Maka angka pada counter menunjukkan besar waktu yang
dibutuhkan bola untuk jatuh.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


48 Petunjuk Praktikum

4.4 Prosedur Percobaan


1. Tentukan kecepatan counter dibandingkan waktu yang sebenarnya.
Caranya: Jalankan counter selama 100 detik dan catat besar angka (waktu)
yang dihitung counter dalam waktu 100 det tersebut. Perhatikan bahwa
counter menghitung dari 0 sampai 9,999, kemudian kembali ke 0. Berarti
counter menghitung satu kali skala penuh merupakan perubahan angka
sebesar 10 atau 10 detCounter. Perhatikan, berapa kali counter kembali ke nol
selama waktu 100 detik. Ulangi pengukuran ini sebanyak 5 kali. Dari
hasil ukur tentukanlah skala counter. Skala counter kita definisikan:
tsebenarnya
Skala = (4.3)
tcounter
Dengan tCounter sebagai besar angka (waktu) yang dihitung counter.
Dari (4.3) didapatkan persamaan terjemahan dari hasil counter ke waktu
yang sebenarnya:
tsebenarnya = Skala tcounter (4.4)
2. Susunlah peralatan seperti terlihat pada gambar 4.1.
3. Ukurlah waktu yang dibutuhkan bola untuk jatuh pada 10 ketinggian s yang
berbeda-beda, mulai dari ketinggian paling besar yang bisa diperoleh
sampai tinggi terkecil sebesar s = 5 cm. Pada setiap ketinggian waktu jatuh
diukur sebanyak 5 kali. Counter harus di-reset pada setiap pengukuran
sehingga menunjukkan nol.
4. Buat grafik s terhadap t2. Pakai waktu rata-rata dari pengukuran waktu pada
masing-masing ketinggian. Perhatikan ralat statistis yang terdapat karena
bola baru mulai jatuh 10 mdet setelah counter mulai jalan.
5. Tentukan percepatan gravitasi di bumi g dari kemiringan grafik.
6. Buat perkiraan ralat untuk hasil percepatan gravitasi bumi g dari ralat
statistik dan perhatikan kemungkinan untuk terjadinya ralat sistematis.

4.5 Tugas Laporan


1. Tentukan skala counter dari data hasil ukur 1.
2. Buat grafik s terhadap t2 dan tentukan percepatan gravitasi g dan raltanya
dari grafik.
3. Buat kesimpulan dari percobaan ini:
Apa dengan cara ini percepatan bumi bisa ditentukan dengan baik ?

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


4. Bola Jatuh Bebas 49

Apakah percobaan ini tergolong teliti atau kurang teliti ? Di mana


kemungkinan terdapat ralat sistematis dalam percobaan ini ?
Apa yang mesti diperbaiki dalam percobaan ini ?
4. Jawab pertanyaan ulang.

4.6 Pertanyaan Ulang


1. Jelaskan, bagaimana persamaan (4.1) terdapat dari kinematika benda
bergerak dengan kecepatan konstan dan dari hukum Newton untuk situasi
jatuh bebas.
2. Apakah kecepatan bola jatuh seharusnya tergantung dari besar dan massa
bola ? Mengapa ?
3. Sebutkan cara / metode lain untuk menentukan besar dari percepatan
gravitasi bumi g.
4. Sebutkan hal-hal yang mempengaruhi hasil ukur percepatan dalam
percobaan ini.

Selamat Berpraktium !
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

5 Koefisien Muai Panjang

5.1 Literatur
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta; 15-5 Pemuaian Zat Padat dan Zat Cair;

5.2 Peralatan
Peralatan muai panjang (Jarum penunjuk, Skala,
Jepitan pipa, bahan statif) 1 set
Pipa tembaga dengan lubang 1 buah
Pipa almunium dengan lubang 1 buah
Ketel uap dengan selang 1 buah
Termometer (0 110oC) 1 buah

5.3 Teori
Bila suatu zat dipanaskan biasanya volumenya akan bertambah
(memuai), kecuali untuk beberapa zat tertentu. Hal ini karena pemanasan akan
menambah energi kinetik atom-atom atau molekul penyusun zat tersebut.
Penambahan energi kinetik berarti gerakan acak (gerakan termis) dari partikel zat
menjadi lebih cepat. Dengan gerakan yang semakin cepat, maka tumbukan antar
atom atau molekul menjadi semakin keras. Atom atau molekul saling mendorong
lebih kuat satu dengan yang lain sehingga volume zat bertambah. Pada zat padat
perubahan volume zat dengan perubahan suhu bisa diamati dalam satu dimensi
dengan mengukur perubahan panjang L suatu batang ketika dipanaskan. Bila
perubahan suhunya cukup kecil (kira-kira kurang dari 100) maka perubahan
panjang batang L bisa dianggap berbanding lurus dengan perubahan suhu T
dan berbanding lurus dengan panjang L dari batang tersebut sehingga terdapat:
L = L T (5.1)

50
5. Koefisien Muai Panjang 51

Skala

Ketel Uap Jarum Penunjuk

Klem double
Batang Uji

Gambar 5.1: Peralatan muai panjang.


di mana :
L : perubahan panjang
: perubahan suhu (suhu)
L : panjang mula-mula
: koefisien muai panjang (koefisien ekspansi
linear)
Koefisien muai panjang merupakan satu sifat bahan dan
biasanya tergantung pada suhu acuan (suhu mula-mula).

5.4 Metode Percobaan


Sesuai dengan teori di atas, percobaan untuk
menentukan dilakukan dengan mengukur pertambahan
panjang L dari suatu benda ketika benda tersebut dipanaskan
sejauh T. Panjang awal benda sebesar L. Peralatan yang dipakai
dalam percobaan ini seperti diperlihatkan dalam gambar 5.1.
Bahan yang diselidiki koefisien muai panjangnya disediakan
dalam bentuk pipa. Pipa dipanaskan dengan uap air yang
dilewatkan di dalam pipa. Suhu awal dari pipa sama dengan
suhu ruangan dan suhu akhir dari pipa akan sebesar suhu uap air,
berarti sebesar 100C. Sebuah jarum penunjuk (gambar 5.1 dan
gambar 5.2) dipakai untuk memperbesar jarak pemuaian pipa.
Gambar 5.2:
Jarum penunjuk mempunyai dua poros yang kita sebutkan
Jarum
sebagai poros gerakan dan poros dorong dengan jarak sebesar
Penunjuk
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
52 Petunjuk Praktikum

5 mm antara pusat poros. Poros gerak dipasang pada balok pendukung yang
terpasang pada tiang statif. Poros gerak merupakan pusat putaran jarum
penunjuk. Jarum mempunyai panjang total sebesar 200 mm dihitung dari poros
gerak sampai ujung jarum. Pipa dijepitkan oleh klem double pada satu sisi. Pada
sisi kedua terdapat sebuah lubang yang dimasuki poros dorong dari jarum
penunjuk. Ketika pipa memuai, maka poros dorong dari jarum penunjuk digeser
oleh pipa dan gerakan ini diperbesar sebesar 40 kali ( 200 mm
5 mm ) lipat pada ujung
jarum. Meteran (skala) dipasang pada ujung jarum penunjuk sehingga jarak
geraknya bisa diukur.
Setelah pipa percobaan dipasang pada jarum penunjuk seperti telah
dijelaskan di atas panjang mula-mula (L) diukur. Panjang pipa yang diukur
adalah bagian antara tengah sekrup dari klem double sampai tengah poros
dorong dari jarum penunjuk karena panjang tersebut yang pemuaiannya
membuat jarum penunjuk bergerak. Sebelum uap dari ketel disalurkan ke dalam
pipa, posisi jarum penunjuk dicatat. Kurang lebih 5 menit setelah uap melewati
pipa, seluruh pipa akan memiliki suhu sebesar 100C. Bahwa seluruh pipa sudah
memiliki suhu yang sama dan tidak bertambah panas lagi dilihat ketika panjang
pipa sudah tidak berubah lagi. Ketika menentukan posisi ujung jarum, perhatikan
untuk melihat jarum dari arah tegak lurus terhadap skala. Pandangan arah tegak
lurus terdapat ketika gambar jarum dalam cermin skala persis di belakang jarum.

5.5 Prosedur Percobaan


1. Pasang seluruh alat ukur dengan pipa uji pada alat ukur.
2. Ukur panjang logam yang diteliti (pipa uji) antara klem dan poros jarum
penunjuk dan catat juga suhu ruangan percobaan.
3. Catat posisi jarum pada skala.
4. Periksa, apakah ketel uap sudah diisi dengan air (tanya pada asisten) jika
belum isilah. Sambungkan selang dari ketel uap dengan ujung pipa. Pasang
selang pendek dan tempat (gelas) yang bisa menampung air yang ke luar
dari ujung pipa kedua.
5. Hidupkan ketel uap.
6. Biarkan pipa uji dipanaskan sampai seluruh pipa memiliki panas yang sama
dan yang maksimal bisa dicapai. Keadaan ini tercapai jika pipa sudah tidak
menjadi lebih panjang lagi.
7. Catat posisi jarum penunjuk pada penggaris dan tentukan perubahan
panjang pipa. Perhatikan bahwa perubahan panjang pipa lain dengan
perubahan posisi jarum.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


5. Koefisien Muai Panjang 53

8. Seluruh pengukuran dilakukan dengan bahan almunium dan dengan bahan


tembaga. Masing-masing bahan diukur tiga kali. Batang yang telah diukur
dan jepitannya (klem double) harus didinginkan dalam air sebelum mulai
dengan pengukuran berikut.

5.6 Tugas Laporan


1. Tentukan koefisien muai panjang untuk almunium dan kuningan.
2. Tentukanlah ralat hasil koefisien muai panjang untuk masing-masing bahan
yang dipakai.
3. Apakah alat ini sudah bagus atau masih ada kekurangan ? Kekurangannya
di mana ? Berilah usul, bagaimana alat bisa dibuat lebih baik. Jelaskanlah,
di mana terdapat sumber ralat statistik dan sumber ralat sistematis dalam
pengukuran ini ?
4. Jawab pertanyaan ulang.

5.7 Pertanyaan Ulang


1. Apakah yang disebut dengan koefisien muai panjang dari suatu bahan ?
2. Mengapa kebanyakan benda memuai ketika dipanaskan ?
3. Bagaimana hubungan antara koefisien muai panjang dengan koefisien
muai ruang dari suatu benda ?
4. Sebutkan metode lain yang bisa dipakai untuk mengukur koefisien muai
panjang.

Selamat Bekerja
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

6 Voltameter Tembaga

6.1 Literatur
Frederick J. Bueche, Seri buku Schaum, Teori dan soal Fisika, Bab 30,
Elektrolisa.
Sears, Zemansky; University Physics, 2nd edition;
dll. carilah sendiri buku yang cocok !

6.2 Daftar Alat


Peralatan voltameter tembaga 1 set
Amperemeter 5 A atau student meter (alat ukur arus
dan voltase) atau Multimeter YF-3503 / YF-3502 1 buah
Sumber daya listrik, arus terregulasi 1 buah
Stopwatch 1 buah
Kabel 1 set

6.3 Teori

6.3.1 Arus listrik dalam logam dan dalam Elektrolit (cairan)


Arus listrik adalah muatan yang bergerak. Dalam logam terdapat
elektron (muatan negatif) yang bisa bergerak di dalamnya. Kalau ada voltase,
maka elektron dalam logam bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Satu
elektron mempunyai muatan sebesar satu muatan elementer
1e = 1,60218 10-19 C. Kuat arus I pada satu tempat adalah besar muatan Q yang
lewat tempat itu per detik, ditulis sebagai rumus:
Q
I= Q = I t (6.1)
t
Misalnya pada arus 0,1 A di suatu tempat, tempat itu dilewati muatan
sebanyak 0,1 C per detik. Jadi jumlah elektron yang lewat tempat tersebut per
detik sebesar:

54
6. Voltameter Tembaga 55

Q 0,1C 0,1C
n= = = n = 6, 24 1017 elektron (6.2)
e e 1,60218 1019 C
Dalam larutan elektrolit (cairan) bukan elektron yang bergerak dan
menghasilkan arus listrik, tetapi ion yang bergerak dan menyebabkan arus listrik.
Ion yang bisa menghasilkan arus listrik bisa merupakan ion positif atau ion
negatif. Terdapat juga elektrolit yang mana ion positif dan ion negatif membawa
arus. Misalnya dalam larutan tembaga sulfat terdapat ion tembaga Cu2+ dengan
dua muatan elementer yang positif, dan ion sulfat SO42- dengan dua muatan
elementer yang negatif. Ion Cu2+ memiliki dua muatan elementer yang positif
berarti ion tembaga memiliki muatan positif sebesar 2 e = 2 1,60218 1019 C .
Ion tembaga yang positif akan ditolak oleh kutub listrik yang positif dan ditarik
oleh kutub listrik yang negatif. Maka ion tembaga akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. Ion yang negatif akan bergerak dari kutub positif ke
kutub negatif seperti elektron.

6.3.2 Konstanta Avogadro dan Mol


Mol merupakan suatu satuan kimia yang menunjukkan banyaknya dari
suatu zat. Massa mol atau massa relatif dari suatu zat menunjukkan besar massa
(dalam satuan gram) dari satu mol. Misalnya tembaga memiliki massa mol
(mmol Cu) sebesar 63,546 g. Maka 1 Mol tembaga (Cu) adalah sebanyak
mmol Cu = 63,546 g tembaga. Jadi hubungan antara jumlah mol (mol) dan besar
massa m dari suatu volume zat terdapat sbb.:
m
m = mol mmol mol = (6.3)
mmol
Jumlah molekul dalam satu mol selalu sama besar dan sebesar konstanta
Avogadro NA. Jadi definisi dari konstanta Avogadro NA adalah:
n
NA = (6.4)
mol
di mana:
n : Jumlah atom dari suatu zat
mol : Jumlah mol dari zat itu
Dalam percobaan ini kita akan menentukan konstanta Avogadro NA
dengan memakai Voltameter tembaga.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


56 Petunjuk Praktikum

6.3.3 Voltameter Tembaga


Dalam Voltameter tembaga kita memakai plat tembaga sebagai
elektrode yang menghantarkan arus ke dalam elektrolit. Dalam situasi ini larutan
tembaga sulfat (CuSO4) berfungsi sebagai elektrolit yang membawa arus.
Seluruh rangkaian yang dipakai seperti diperlihatkan dalam gambar 6.1. Jika
CuSO4 dilarutkan ke dalam air, CuSO4 terbagi menjadi ion tembaga Cu2+ dan
ion sulfat SO42-. Jika antara elektrode-elektrode diberi voltase, maka arus
mengalir. Arus itu dibawakan oleh ion tembaga (Cu2+) yang bergerak dari anode
(elektrode positif) ke katode (elektrode negatif). Ion sulfat (SO42-) tidak
membawa arus karena ion ini tidak bisa berinteraksi dengan elektrode tembaga.
Atom Cu dari anode yang dibentuk oleh plat tembaga akan melepaskan dua
elektron menjadi ion Cu2+ dan masuk ke dalam larutan. Lalu ion itu bergerak ke
katode (elektrode negatif). Di situ ion Cu2+ mendapatkan kembali dua
elektronnya dan akan menempel pada elektrode (plat tembaga) itu. Jadi ketika
arus mengalir, tembaga terbawa dari anode ke katode sehingga massa anode akan
berkurang dan massa katode akan bertambah sesuai dengan banyaknya / jumlah
atom tembaga yang pindah. Banyaknya / jumlah atom tembaga yang pindah
berhubungan dengan banyaknya muatan yang mengalir dari anode ke katode dan
dengan banyaknya mol tembaga yang pindah.
Dari penambahan massa m pada katode jumlah mol yang pindah dari
anode ke katode (bertambah pada katode) diketahui dengan (6.3)
m
mol = (6.5)
mmol Cu
Jika arus sebesar I mengalir selama waktu t di dalam elektrolit larutan
tembaga sulfat, maka besar muatan Q yang bergerak antara dua elektrode
terdapat dari (6.1). Dari besar muatan Q yang dibawa oleh arus I dan dari besar
muatan per ion tembaga Cu2+, jumlah ion tembaga nt yang telah bergerak dari
anode ke katode bisa dihitung:

Katode
Anode - Anode
+

Amperemeter

-
+

Catu daya
arus konstan
Voltameter tembaga
Gambar 6.1: Rangkaian voltameter tembaga.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
6. Voltameter Tembaga 57

Q = I t I t I t
I t = nt 2 e nt = = (6.6)
Q = nt 2 e 2 e 2 1,60218 1019 C
Dari (6.5) jumlah Mol bisa ditentukan. Dari (6.6) jumlah ion yang
terdapat dalam jumlah Mol tersebut bisa ditentukan. Jadi jumlah ion per Mol,
yaitu Konstanta Avogadro, bisa dihitung dari dua hasil tersebut dengan memakai
definisi NA dalam (6.4).

6.4 Prosedur Percobaan


1. Ampelas dulu elektrode yang akan dipakai sehingga bersih dari bahan yang
mudah lepas, lalu debu hasil mengampelas dibersihkan.
2. Ukur massa katode dengan timbangan analitik. Untuk pengukuran ini
katode harus kering dan bersih. Tanyalah asisten mengenai cara
pemakaian timbangan analitik.

Perhatikan: Timbangan analitik tidak boleh dipakai tanpa


pengawasan asisten !
3. Buatlah rangkaian seperti yang diperlihatkan pada gambar 6.1. Perhatikan
supaya elektrode (plat tembaga) tidak saling menyentuh. Jika elektrode
saling menyentuh arus tidak akan mengalir melalui elektrolit, tetapi akan
mengalir langsung antara elektrode.
4. Hidupkanlah arus dan stopwatch secara serentak. Aturlah arus I sebesar 1 A
pada percobaan pertama dan sebesar 2A pada percobaan kedua. Arus I bisa
diatur dengan mengatur sakelar arus pada powersupply. Catat besar arus
yang dibaca pada amperemeter setiap 5 menit. Pakai arus rata-rata untuk
perhitungan.
5. Setelah t = 30 menit, putuskan aliran listrik lalu keringkan katode. Tetapi
katode tidak boleh dikeringkan dengan lap atau tissue karena serat tissue
atau lap yang bisa tertempel pada katode akan menambah massanya dan
mengubah hasil ukur. Sebab itu katode dikeringkan dengan cara
memanaskannya dengan pembakar spiritus. Lalu timbang massa katode.
Tentukan penambahan massa mCu selama percobaan.
6. Lakukan langkah seperti point 2. 5. sebanyak 2 kali dengan selang waktu
yang sama dan arus yang berbeda.
7. Tentukan besar konstanta Avogadro dari besar arus I, selang waktu t,
penambahan massa mCu yang terendap pada katode dan massa mol dari
tembaga. Pakai persamaan (6.4), (6.5) dan (6.6).

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


58 Petunjuk Praktikum

6.5 Perhitungan ralat


Untuk menentukan ralat dari hasil percobaan ini (besar konstanta
Avogadro), ralat dari semua variabel yang dipakai dalam perhitungan dikirakan
sendiri-sendiri dulu, lalu ralat hasil ditentukan dengan teori perambatan ralat.
Ketidakpastian dalam mengukur massa terdapat dari ketelitian
timbangan analitik. Perubahan massa m = m2 m1 ditentukan dari
perbedaan massa m1 sebelum dan m2 setelah percobaan. Ralat dari m
bisa ditentukan dengan teori perambatan ralat.
Ralat dalam pengukuran arus didapatkan dari ketelitian amperemeter
yang dipakai.
Ralat dalam mengukur waktu berasal dari ketidak-tepatan pada waktu
menghidupkan dan mematikan stopwatch serta waktu yang dibutuhkan
untuk mengatur arus. Kirakanlah ketelitian saudara dalam hal itu.
Dari ralat m, ralat I dan ralat t, ralat NA dapat ditentukan sesuai dengan
teori perambatan ralat dari persamaan yang dipakai.
Di mana dalam percobaan ini terdapat ralat sistematis ?

6.6 Pertanyaan Ulang


Apa arus listrik ? Arus listrik dalam elektrolit secara umum dan dalam
larutan tembaga sulfat secara spesifik dibawa oleh partikel yang mana ?
Mengapa massa katode dalam percobaan ini bertambah dan mengapa massa
anode berkurang ? Besar perubahan massa tergantung apa saja ? Mengapa ?
Bagaimana konstanta Avogadro didefinisikan ?
Jelaskanlah dengan kata anda sendiri, bagaimana dalam percobaan ini
konstanta Avogadro ditentukan.
Apakah perubahan massa tergantung konsentrasi CuSO4 ?

6.7 Laporan Praktikum


Dalam laporan praktikum harus ada:
Data hasil ukur.
Perhitungan konstanta Avogadro dan perkiraan ralat.
Penjelasan, apakah hasil konstanta Avogadro dalam dua percobaan ini sama
atau berbeda dalam batas ralat. Kalau berbeda, mengapa ?
Hasil akhir untuk konstanta Avogadro dari seluruh hasil percobaan.
Jawaban pertanyaan ulang.

Selamat Bekerja !
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

7 Lensa

7.1 Literatur
Dr. Peter Soedojo, BSc; Fisika Dasar; Penerbit Andi Jogjakarta; Bab 8
OPTIKA;
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 3,
Optika-Fisika Modern; Binacipta; Bab 39, 40; (39-6, 39-7, 40-1 40-3,
40-6);
Halliday-Resnick; Fisika Jilid 2; Bab 44.
Alonso, Marcelo; Finn, Edward J; Dasar-dasar Fisika Universitas;
Erlangga; Jilid 2, Medan dan Gelombang; Bab 15.

7.2 Daftar Alat


Bangku optik terdiri dari 2 rel presisi 50 cm yang
disambungkan dengan penyambung rel dan satu
pasang kaki rel 1 buah
Penjepit rel sebagai pemegang alat di atas rel presisi 5 buah
Lampu dengan tiang 1 buah
Lensa 50 mm 2 buah
Pemegang slide 1 buah
Slide panah 1 buah
Layar transparan 1 buah

7.3 Teori

7.3.1 Pembiasan
Bila suatu sinar datang ke sebuah bahan homogen, maka sinar tersebut
akan dibiaskan memenuhi Asas Fermat. Peristiwa yang terjadi seperti
diperlihatkan pada gambar 7.1. Sinar yang masuk ke dalam bahan yang lebih
rapat secara optik, akan dibelokkan mendekati garis normal. Sedangkan sinar
yang ke luar dari bahan yang lebih rapat secara optik ke bahan yang kurang

59
60 Petunjuk Praktikum

rapat, akan menjauhi garis normal. Sebagai


contoh kaca secara optik lebih rapat daripada Udara
udara.

Kaca
7.3.2 Lensa cembung
Lensa biasanya terbuat dari kaca.
Bentuk permukaannya biasanya membentuk Udara
bagian sebuah bola. Sinar yang lewat lensa
akan mengalami pembiasan pada setiap
permukaan. Gambar 7.1.: Seberkas sinar
melalui tiga medium dengan
Pada gambar 7.2 diperlihatkan, apa kerapatan optik yang berbeda.
yang terjadi dengan sebuah sinar yang datang
pada lensa. Di situ sinar kena lensa di atas garis normal garis normal
sumbu optik. Ketika sinar masuk lensa, berarti
sinar masuk zat yang lebih rapat secara optik.
Maka sinar akan dibelokkan mendekati garis
normal. Dari gambar 7.2 dilihat bahwa sinar sumbu optik
akan dibelokkan ke bawah. Pada tempat di
Gambar 7.2: Seberkas sinar
mana sinar ke luar dari lensa, permukaan lensa
yang melewati bagian sebuah
di situ tidak sejajar dengan permukaan ketika
lensa mengalami dua pembias-
masuk dan sinar yang menjauhi garis normal
an pada lensa.
sekali lagi akan dibelokkan ke bawah. Jadi
sinar akan dibelokkan dua kali ke bawah.
Kalau sinar datang di bawah sumbu optik, sinar akan dibelokkan ke atas karena
bentuk lensa simetris terhadap sumbu optik. Sumbu optik adalah sebuah garis
horizontal di tengah lensa yang posisinya tegak lurus (Lihat gambar 7.3). Jadi
sinar selalu akan dibelokkan mendekati sumbu optik. Kalau lensa tipis, dua
pembelokan pada masing-masing permukaan lensa bisa dihitung seolah-olah
terjadi hanya satu pembelokan di tengah lensa. Bidang pembelokan itu disebut
bidang utama dari lensa.
Kalau sifat-sifat pembelokan diperiksa lebih rinci akan terdapat tiga
jenis berkas sinar khusus sebagai berikut:
1. Sinar yang datang sejajar dengan sumbu optik dan mengenai lensa, akan
dibelokkan melalui titik fokus ke dua (F2), seperti diperlihatkan dalam
gambar 7.3 dan berkas (1) dalam gambar 7.4.
2. Sinar yang datang melalui titik fokus pertama (F1) dan jatuh pada lensa,
akan ke luar dari lensa sejajar dengan sumbu optik, seperti diperlihatkan
pada berkas (2) dalam gambar 7.4.
3. Sinar yang datang melalui pusat lensa, akan diteruskan tanpa dibelokkan,
seperti diperlihatkan pada berkas (3) dalam gambar 7.4.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


7. Lensa 61

Bidang utama

Sumbu optik

F2 (Titik fokus)

Gambar 7.3: Berkas-berkas sinar yang sejajar sumbu utama lensa dikumpulkan
pada titik fokus.

Bidang utama
(1)

(2) F F2
1
Sumbu optik
(3) Gambar 7.4: Sinar-
sinar utama pada
lensa cembung.

Ketiga sinar tersebut disebut sebagai sinar-sinar utama. Dalam gambar


7.3 dan gambar 7.4 berkas-berkas cahaya datang dari sebelah kiri, tetapi sifat
lensa simetris. Berarti jika berkas datang dari sebelah kanan, sifat lensa persis
sama, hanya gambar tercermin pada bidang utama. Hal ini berarti jarak antara
lensa (bidang utama) dan titik fokus F1 di sebelah kiri sama besar dengan jarak
antara lensa (bidang utama) dan titik fokus F2 di sebelah kanan. Jarak antara
lensa (bidang utama) dan titik fokus disebut sebagai jarak fokus.

7.3.3 Bayangan pada lensa cembung


Setiap benda memancarkan sinar ke segala arah dari setiap titik pada
permukaan benda itu. Jika sinar-sinar dari titik benda dikumpulkan oleh lensa
dan kena ke satu titik gambar dalam bidang tertentu, maka pada bidang tersebut
terbentuk satu bayangan benda yang jelas. Hal ini terjadi pada jarak-jarak
tertentu antara benda, lensa dan bidang tersebut.
Untuk mendapatkan syarat mengenai jarak-jarak yang menghasilkan
bayangan yang jelas, kita memperhatikan titik P dalam gambar 7.5 dan memper-
hatikan, bagaimana bayangan oleh tiga sinar utama dibentuk. Sinar (1) dari P
mendekati lensa sejajar dengan sumbu optik. Sinar (1) dibelokkan pada lensa

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


62 Petunjuk Praktikum

Bidang utama
P (1)
P*
(3)
B (2)
Q'
Q F1 O F2 B'

P'

S S'

Gambar 7.5: Pembentukan bayangan pada lensa cembung.


lewat titik fokus F2. Sinar (2) mendekati lensa lewat titik fokus F1 dan pada lensa
dibelokkan menjadi sejajar dengan sumbu optik. Sinar (3) lewat pusat lensa dan
tidak dibelokkan. Tiga sinar ini akan bertemu pada titik P' yang merupakan
bayangan dari titik P.
Dari geometri dalam gambar 7.5 terdapat hubungan sbb.:
PQ kita sebutkan sebagai besar benda B, P'Q' kita sebutkan sebagai
besar bayangan B'. Jarak antara benda (PQ) dan lensa (persis bidang utama
lensa) kita sebutkan sebagai jarak benda S. Jarak dari lensa (persis bidang utama
lensa) ke bayangan kita sebutkan sebagai jarak bayangan S'. Dengan definisi
tersebut dan sifat dari tiga sinar utama terdapat persamaan berikut:
I Segitiga POQ sebanding dengan segitiga Q'OP' (sudutnya sama besar),
maka :
PQ P ' Q ' B B' B S
= = = (7.1)
S S' S S' B' S '
II Segitiga P*OF2 sebanding dengan segitiga P'F2Q' (F1 = F2 = f). Karena
sinar (1) dalam gambar 7.5 sinar yang sejajar dengan sumbu optik, maka
P*O = PQ = B, maka:
P *O B B' B f
= = = (7.2)
f f S ' f B ' S ' f
Persamaan (7.2) (paling kanan) dimasukkan dalam persamaan (7.1) (paling
kanan) menghasilkan hubungan antara S, S' dan f:
B S f S ' S ' f S' S' f
= = = = (7.3)
B ' S ' S ' f S f S f f
S' S' 1 1 1 1
= 1 = (7.4)
S f S' S f S'

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


7. Lensa 63

1 1 1
= + (7.5)
f S S'
Persamaan (7.5) (kanan) ini S1 S'1
merupakan syarat untuk mendapatkan
bayangan yang jelas. Dalam syarat ini
(7.5) hubungan antara jarak benda
dengan lensa (S), jarak lensa dengan
bayangan (S') dan jarak titik fokus
lensa (f) ditentukan. Dari persamaan e
ini terlihat bahwa jarak titik fokus L
dapat dicari dengan mengetahui jarak
benda dari lensa dan jarak lensa dari
bayangan yang jelas.
Dari persamaan ini juga
terlihat: Dengan jarak L = S + S' dari S2 = S'1 S'2 = S1
benda ke layar tetap akan terdapat dua S2 S'2
kedudukan lensa yang berbeda dan
masing-masing dari dua kedudukan
Gambar 7.6: Dua kedudukan lensa
tersebut menghasilkan bayangan yang
yang memberikan bayangan jelas.
jelas. Supaya bayangan jelas, maka
(7.5) harus terpenuhi. Dengan menukar nilai dari jarak benda S dan jarak
bayangan S, jumlah L = S + S' akan tetap sama besar dan (7.5) tetap terpenuhi.
Arti dari menukar nilai dari S dan S' diperlihatkan dalam gambar 7.6: Pada
kedudukan lensa pertama (di atas dalam gambar 7.6) terdapat jarak benda
sebesar S1 dan jarak bayangan sebesar S1' yang lebih besar daripada S1. Pada
layar terdapat bayangan yang diperkecil. Pada kedudukan lensa kedua benda dan
layar tetap pada posisi yang sama, tetapi lensa digeser ke kiri sejauh jarak e.
Ketika jarak benda baru S2 sama besar dengan jarak bayangan S1' tadi dan jarak
bayangan baru S2' sama besar dengan jarak benda S1 tadi, maka (7.5) terpenuhi
dan pada layar terdapat bayangan yang jelas. Bayangan ini akan lebih besar
daripada benda, berarti benda diperbesar oleh lensa. Lensa telah tergeser sejauh
jarak e = S1 S2 = S2' S1'.
Setelah dalam eksperimen dua kedudukan lensa dengan bayangan yang
jelas ditentukan dan pada masing-masing kedudukan jarak benda (S1 / S2) dan
jarak bayangan (S1' / S2') serta jarak pergeseran e ditentukan, maka jarak fokus
dapat diperoleh dari persamaan:
L2 e2
f = (7.6)
4L
(Buktikan persamaan (7.6) sendiri dari (7.5) !)

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


64 Petunjuk Praktikum

Pembesaran M yang dihasilkan oleh lensa terdefinisi sebagai berikut:


B'
M= (7.7)
B
di mana:
M : Pembesaran Lensa
B : Tinggi benda
B' : Tinggi bayangan
Dari persamaan (7.1), (7.5) dan (7.7) terdapat:
S'
f = (7.8)
1+ M
(Buktikanlah persamaan (7.8) sendiri.)

7.4 Tata laksana percobaan


Dalam percobaan ini kita memakai sebuah bangku optik / rel presisi
dengan rakitan seperti diperlihatkan dalam gambar 7.7. Pada bangku optik telah
tersedia satu sumber cahaya untuk menyinari benda percobaan. Cahaya dari
sumber cahaya (lampu) melewati sebuah lensa kondensor. Fungsi dari lensa
kondensor untuk mengumpulkan cahaya sehingga lebih banyak cahaya yang
mengenai benda percobaan. Dari benda percobaan (lubang bentuk panah) cahaya
melewati lensa yang diukur jarak fokusnya dan kemudian cahaya mengenai satu
layar putih. Semua komponen terpasang pada penjepit rel dan dapat digeserkan.
Pada penjepit masing-masing ada panah penunjuk yang menunjukkan posisi dari

Lensa kondensor untuk Benda Lensa yang


mengumpulkan cahaya (panah) diukur
dari lampu

s
L
Lampu s'
Penunjuk posisi Layar transparan
benda / tengah lensa
Gambar 7.7: Gambar dari percobaan keseluruhan.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
7. Lensa 65

komponen itu sehingga jarak-jarak antara berbagai komponen bisa diukur


dengan mudah. Sebelum percobaan dimulai, lampu, lensa kondensor dan benda
diatur pada posisi yang tepat sehingga seluruh benda terkena cukup banyak
cahaya. Posisi dari tiga bagian ini tidak perlu diubah lagi selama percobaan
dilakukan.
Aturlah terlebih dahulu suatu jarak L tertentu antara benda dan layar.
Pada setiap jarak L terdapat empat cara untuk menentukan jarak fokus f, berarti
pada setiap jarak L terdapat empat nilai f dari berbagai cara ukur yang dijelaskan
di bawah. Lakukan semua cara pengukuran f untuk 6 nilai L yang berbeda antara
L 23 cm dan 50 cm. Tulislah seluruh hasil ukur serta hasil perhitungan nilai-
nilai f ke dalam satu tabel. Bandingkanlah nilai-nilai f yang didapatkan. Apakah
semua hasil sama atau berbeda (jauh) ? Cara mana di antara empat cara ini yang
paling baik (teliti) untuk menentukan jarak fokus lensa ? Berapa besar hasil rata-
rata untuk jarak fokus f ?
Empat cara untuk menentukan jarak fokus f pada setiap jarak L terdapat
dari teori di atas sbb.:
1. Atur posisi lensa sedemikian rupa sehingga terdapat bayangan yang
jelas pada layar. (Hal ini dilakukan tanpa mengubah posisi layar atau
posisi benda yang sebelumnya telah diatur pada jarak L tertentu.) Cari
bayangan yang lebih besar dulu. (Lensa lebih dekat dengan benda.)
Ukurlah jarak benda S1 dan jarak bayangan S1'. Dari S1 dan S1' jarak
fokus f dihitung dengan (7.5).
2. Lalu dengan posisi lensa yang sama ukur tinggi bayangan B' yang
terbentuk. Dari besar bayangan dan besar benda, pembesaran M bisa
dihitung. Dari pembesaran M dan besar S1' jarak fokus f bisa ditentukan
dengan (7.8).
3. Dengan posisi lensa dan posisi layar yang sama (L yang sama) terdapat
posisi lensa kedua yang memberikan bayangan yang jelas sesuai dengan
teori di atas. Geserkan lensa dan cari posisi lensa kedua ini juga dan
tentukan S2 dan S2'. Tentukan jarak fokus f dari S2 dan S2' dengan (7.5).
4. Dari jarak antara dua posisi lensa tersebut besar e bisa ditentukan.
(Misalnya dengan menghitung e = S1 S2 ). Cari jarak fokus f dari
besar e dan besar L dengan (7.6).
Pada posisi lensa kedua (bayangan diperkecil), kita tidak memakai
persamaan (7.8).

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


66 Petunjuk Praktikum

7.5 Ralat
Tentukan ralat dari perhitungan-perhitungan di atas, yaitu ralat untuk
hasil ukur jarak titik fokus f. Tentukan ralat f dari perhitungan sesuai dengan
persamaan (7.5) dan persamaan (7.8) dan juga ralat statistik dari semua bagian
hasil pengukuran.
Pertama kita memakai teori perambatan ralat. Dari situ untuk persamaan
1 1 1
(7.5), = + , terdapat ralat sebesar:
f S S'
1 1 1
= + (7.9)
f S S'
Dari teori perambatan ralat untuk fungsi f = xyz terdapat ralat sbb.:
f x y z
= + + (7.10)
f x y z
1
Maka untuk ralat dari diperoleh:
S
1

S = S 1 = S (7.11)
1
S S S2
S
1 S '
Untuk S' terdapat: = 2 (7.12)
S' S'
Ralat S untuk S diperoleh dari ketelitian pengukuran jarak benda ke
lensa S, di mana S terdapat sebagai selisih antara posisi benda dan posisi lensa.
Berarti S adalah ralat dalam menentukan posisi benda ditambah ralat dalam
menentukan posisi lensa. Kedua ralat ini diperkirakan dari pengukuran posisi
1 1
pada penggaris di rel presisi. Setelah ralat untuk dan ditentukan dengan
S S'
(7.10) dan (7.11), ralat f , f , bisa ditentukan dengan (7.9):
1 1 1 S S '
= + = 2 + 2 (7.13)
f S S' S S'
Ralat f untuk f bisa dihitung dari hasil (7.13) dengan teori perambatan
1
ralat untuk hubungan antara f dan :
f

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


7. Lensa 67

1

f f 1
= f = f 2 (7.14)
f 1 f
f
Dengan (7.13) dimasukkan ke dalam (7.14) terdapat ralat f untuk jarak
fokus f:
S S '
f = 2 + 2 f 2 (7.15)
S S'
Persamaan (7.15) ini dipakai untuk menentukan ralat f untuk nilai f yang
dicari dengan memakai (7.5).
S'
Untuk nilai f yang dicari dengan memakai (7.8) f = :
1+ M
Ralat f ditentukan dengan memakai teori perambatan ralat. Dalam hal
ini beberapa peringatan berikut perlu diperhatikan:
Jika f = x + y , maka f = x + y .
f x y
Jika f = xy, maka = + .
f x y
Berarti kita menentukan tiga nilai f untuk setiap L, dua untuk f yang
ditentukan sesuai dengan (7.5) dan satu untuk f yang ditentukan sesuai dengan
(7.8). Untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam perhitungan ini kita
membatasi jumlah ralat yang dihitung. Tentukan semua ralat f ini hanya
untuk dua jarak L yang diukur, yaitu L yang terkecil dan L yang terbesar.
Hitung juga f rata-rata dari semua nilai f yang terdapat dalam percobaan
ini. Dari statistik semua nilai f, deviasi standar sn bisa dihitung sehingga terdapat
satu perkiraan ralat lagi.
Jadi hasil akhir untuk f dan ralatnya berapa besar ?

7.6 Pertanyaan Ulang


Apa yang dimaksud dengan pembiasan cahaya ? Di mana cahaya
dibiaskan ?

2 Cahaya dibiaskan ke arah mana ?


Berapa kali cahaya dibiaskan pada lensa ? Kalau menghitung /
menggambar pembiasan pada lensa, berapa banyak pembiasan biasanya

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


68 Petunjuk Praktikum

dihitung / digambar ? Mengapa jawaban dari dua pertanyaan ini bisa


berbeda ?

2 Bagaimana bayangan yang tajam bisa dibentuk pada suatu layar ? (Apa
yang harus terjadi dengan berkas-berkas cahaya supaya ada bayangan yang
jelas ?)
Buktikan persamaan (7.6) dan (7.8).
Laporan Praktikum
2

Dalam laporan harus ada:


Satu tabel dengan semua hasil ukur dan hasil perhitungan jarak fokus f
untuk setiap L dan setiap cara menentukan f.
Perhitungan ralat untuk dua jarak L yang berbeda dan evaluasi dari hasil
perhitungan ralat ini.
Nilai rata-rata dari semua hasil f.
Penilaian mengenai ketelitian percobaan ini dan cara mana yang paling
baik untuk menentukan f dengan alasan.
Penetapan hasil akhir: jarak fokus f dari lensa yang dipakai sebenarnya
berapa besar dengan ketidakpastian (ralat) berapa.
Jawaban dari pertanyaan ulang.

Selamat Menonton
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

8 Viskositas Zat Cair

8.1 Literatur
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta; bab 14-5 Viskositas;

8.2 Daftar Alat (untuk 2 kelompok kerja)


Beaker 600 ml dengan lubang di bawah (2 buah)
Beaker 600 ml (2 buah)
Beaker 800 ml dengan lubang di bawah (1 buah)
Beaker 800 ml (1 buah)
Beaker plastik (3 buah)
Pipa kaca 3 mm, 4 mm, 5 mm dengan prop karet
untuk minyak kelapa (2 set)
Pipa kaca 3 mm dengan prop karet untuk parafin (2 buah)
Stopwatch (2 buah)
Meteran (2 buah)
Rak untuk simpan pipa-pipa (1 buah)
Jangka sorong (1 buah)

8.3 Teori
Bacalah teori mengenai viskositas dan hukum Hagen Poiseuille dalam
diktat kuliah fisika dasar, pasal mengenai Mekanika Fluida Cairan yang
bergerak Cairan dengan Gesekan, dan buku-buku lain.
Perhatikan: Bahan teori tersebut merupakan bagian dari test awal !!

8.4 Prinsip Percobaan


Dalam percobaan ini hukum Hagen Poiseuille mengenai aliran laminar
dalam pipa dipakai untuk menentukan besar viskositas dari dua cairan. Juga
hubungan antara besar aliran dan diameter pipa diperiksa dengan membanding-
kan hasil ukur viskositas dengan pipa yang diameternya berbeda.
69
70 Petunjuk Praktikum

Menurut hukum Hagen Poiseuille volume cairan V yang mengalir dalam


pipa per waktu t tergantung dari perbedaan tekanan p antara dua ujung pipa,
jari-jari pipa R, panjang pipa l dan besar viskositas cairan yang mengalir sbb.:
V p 4
= R (8.1)
t 8l
V
Dengan mengukur volume cairan yang mengalir per waktu pada
t
beda tekanan p tertentu dalam sebuah pipa dengan jari-jari R dan panjang l
tertentu, maka besar viskositas bisa dihitung dari (8.1):
V p 4 p R 4 t
= R = (8.2)
t 8l 8 l V
Konstruksi yang dipakai dalam percobaan ini diperlihatkan dalam
gambar 8.1 sebelah kiri. Cairan yang diukur dimasukkan ke dalam gelas beaker
di atas. Melalui sebuah pipa kecil cairan bisa mengalir ke dalam gelas beaker di
bawah. Besar volume cairan yang mengalir dilihat pada skala di dinding gelas
beaker. Pada awal percobaan, gelas di atas diisi dengan cairan yang akan diukur
besar viskositasnya. Cairan akan turun mengalir ke dalam gelas di bawah.
Selama cairan turun, ukur waktu yang dibutuhkan cairan untuk berkurang antara
dua tanda volume tertentu. Misalnya pengukuran waktu dimulai ketika
permukaan cairan berada pada posisi 400 ml dan diakhiri ketika permukaan
cairan berada pada posisi 150 ml. Cairan masih akan turun terus sampai keting-
gian cairan dalam gelas di atas mencapai nilai minimal hmin pada ujung pipa.
Perbedaan tekanan p antara dua ujung pipa terdapat dari perbedaan
tinggi permukaan cairan h pada dua gelas beaker, massa jenis cairan dan
percepatan gravitasi g dengan persamaan untuk tekanan statis:
p = g h (8.3)
Tetapi dalam percobaan ini beda tinggi h berubah ketika cairan
mengalir ke bawah. Ketinggian cairan dalam gelas di atas turun dan ketinggian
cairan dalam gelas di bawah naik. Gelas beaker di atas dan di bawah mempunyai
bentuk silinder dengan diameter yang sama sehingga perubahan tinggi cairan
dalam gelas di atas sama besar dengan perubahan tinggi cairan dalam gelas di
bawah. Karena beda tekanan p berubah linear dengan beda tinggi h dan besar
dV
aliran volume per waktu linear dengan beda tekanan p, maka besar aliran
dt
ataupun perubahan tinggi per waktu merupakan fungsi eksponensial. Tetapi
dalam perhitungan praktikum kita menghitung dengan pendekatan seolah-olah
besar aliran berubah secara linear terhadap waktu. Dengan pendekatan tersebut,

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


8. Viskositas Zat Cair 71

Permukaan cairan h

dh400ml
400ml

dh150ml
150ml

hmin
h400ml h150ml

h
h

dh400ml dh150ml
hKayu

hakhir

t t

Gambar 8.1: Sebelah kiri konstruksi percobaan. Sebelah kanan perubahan


tinggi cairan dengan waktu dalam gelas atas dan gelas bawah.

maka perbedaan tinggi cairan rata-rata h antara awal dan akhir pengukuran
bisa dipakai sebagai perbedaan tinggi cairan h.
Untuk perubahan tinggi cairan pada gelas di atas dan gelas di bawah
terdapat grafik seperti dalam gambar 8.1 sebelah kanan. Jarak-jarak berikut telah
ditunjukkan di dalam grafik:
Tinggi dari dasar gelas bawah sampai dasar gelas atas disebut sebagai
hKayu. Besar hKayu diukur sebagai ketinggian permukaan atas dari papan
kayu yang menjadi alas dari gelas atas.
Pada akhir percobaan cairan berhenti mengalir karena permukaan cairan
dalam gelas atas telah mencapai ujung pipa. Dalam situasi ini terdapat
ketinggian minimal hmin dalam gelas atas (diukur dari dasar gelas sampai
permukaan cairan) dan tinggi akhir hakhir dalam gelas bawah.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


72 Petunjuk Praktikum

Tinggi antara dasar gelas sampai tanda 150 ml atau tanda 400 ml disebut
sebagai h150ml atau h400ml. Ukurlah nilai-nilai ini dengan memakai jangka
sorong.
Dalam percobaan ini kita mengukur waktu t. Pengukuran dimulai ketika
permukaan cairan dalam gelas atas berada pada ketinggian 400 ml dan
diakhiri ketika cairan pada ketinggian 150 ml. Setelah pengukuran selesai,
cairan dalam gelas atas terus turun sejauh dh150ml dari ketinggian 150 ml
sampai ketinggian hmin, maka cairan dalam gelas bawah naik sejauh
dh150ml. Beda tinggi dh150ml sebesar h150ml hmin. Beda tinggi antara
ketinggian akhir dan tinggi cairan pada tanda 400 ml kita sebutkan sebagai
dh400ml. Pada akhir percobaan permukaan cairan dalam gelas bawah akan
setinggi hakhir di atas dasar gelas.
Dengan memperhatikan bahwa perubahan ketinggian cairan pada gelas di
atas sama besar dengan perubahan ketinggian cairan pada gelas di bawah,
maka beda tinggi rata-rata h antara permukaan cairan dalam gelas atas
dan permukaan cairan dalam gelas bawah terdapat dari grafik gambar 8.1
sebelah kanan sebesar:
h = hKayu + hmin hakhir + ( d h400ml + d h150ml )
(8.4)
= hKayu + h400ml + h150ml hakhir hmin
Jadi besar ketinggian yang perlu diukur pada setiap percobaan adalah hakhir,
hmin dan hKayu. Semua nilai ini bisa diukur setelah cairan selesai mengalir
ke bawah.
Perhatikan bahwa cairan melengkung ke atas pada dinding wadah, tetapi
yang benar untuk diukur sebagai permukaan cairan adalah ketinggian
cairan di tengah wadah, bukan ketinggian pada dinding.
Perhatikanlah supaya pipa di bawah sudah masuk ke dalam cairan ketika
pengukuran waktu t dimulai.

8.5 Tugas Praktikum


Tentukanlah besar viskositas dari minyak kelapa dengan memakai pipa
dengan diameter 3 mm, 4 mm dan 5 mm. Ukurlah dua kali untuk masing-
masing pipa. Jangan lupa untuk mengukur nilai-nilai ketinggian yang dibutuhkan
untuk menghitung viskositas (hakhir, hmin dan hKayu dan besar h150ml dan h400ml).

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


8. Viskositas Zat Cair 73

Tentukanlah besar viskositas dari parafin dengan memakai pipa


dengan diameter 3 mm. Ukurlah dua kali. Ukurlah juga nilai-nilai ketinggian
yang dibutuhkan.
Tentukan besar viskositas dari masing-masing pengukuran dan
viskositas rata-rata dari masing-masing cairan yang dipakai. Bandingkan hasil
nilai viskositas yang didapatkan dengan menggunakan pipa yang mempunyai
diameter yang berbeda.

8.6 P E R H AT I A N
Pakailah selalu semua alat hanya untuk satu cairan tertentu.
Jangan mencampurkan alat yang dipakai untuk dua cairan yang berbeda.
Pada alat telah tertulis jenis cairan yang boleh dipakai dengan alat tersebut.

8.7 Cara Kerja


Lakukan percobaan berikut ini dengan minyak kelapa memakai tiga
pipa yang berbeda, yaitu pipa dengan diameter 3 mm, 4 mm dan 5 mm
dan dengan parafin memakai hanya satu pipa, yaitu pipa dengan diameter
3 mm.
1. Pasang pipa yang akan dipakai pada gelas beaker yang mempunyai lubang
di bawah. Susun gelas Beaker dengan pipa pada meja di atas dan gelas
beaker yang sama besar pada meja di bawah sesuai dengan gambar 8.1
sebelah kiri.
2. Isi gelas beaker di atas dengan cairan yang akan diukur (minyak kelapa /
parafin) lebih tinggi daripada batas awal pengukuran. Batas awal
pengukuran adalah tanda 400 ml untuk minyak kelapa dan tanda 500 ml
untuk parafin.
3. Amatilah cairan yang turun dan hidupkan stopwatch ketika permukaan
cairan berada pada batas awal pengukuran. Matikan stopwatch ketika
permukaan cairan berada pada batas akhir pengukuran. Batas akhir
pengukuran adalah tanda 150 ml untuk minyak kelapa dan tanda 200 ml
untuk parafin.
4. Tunggu sampai cairan berhenti mengalir ke bawah, lalu ukurlah jarak
antara dasar gelas atas dan permukaan cairan pada gelas atas (hmin) dan
jarak antara dasar gelas bawah dan permukaan cairan pada gelas bawah
(hakhir).
5. Ukurlah tinggi antara dasar gelas bawah dan dasar gelas atas hKayu.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


74 Petunjuk Praktikum

6. Pindahkan cairan dari gelas bawah ke dalam gelas cadangan dengan cara
yang bersih ! Cara yang bersih: Sambil gelas atas diangkat, gelas bawah
ditukar dengan gelas cadangan tanpa memberikan kesempatan untuk cairan
menetes ke meja. Cairan dari gelas bawah dituangkan ke dalam gelas
cadangan, lalu gelas ditukar lagi.
7. Percobaan dilakukan dua kali dengan tiap-tiap pipa dan tiap-tiap cairan
yang dipakai.
8. Percobaan diulangi dengan pipa yang lain sesuai tugas di atas. Untuk
cairan yang lain, pakai gelas-gelas dan pipa-pipa yang lain !
9. Tentukan jarak h150ml antara dasar gelas dan tanda volume 150 ml dan jarak
h400ml antara dasar gelas dan tanda volume 400 ml pada gelas atas yang
dipakai untuk mengukur minyak kelapa. Tentukan besar h200ml dan h500ml
pada gelas atas yang dipakai untuk mengukur parafin.
10. Tentukan besar viskositas dari masing-masing pengukuran dan viskositas
rata-rata dari masing-masing cairan yang dipakai. Bandingkan hasil nilai
viskositas yang didapatkan dengan menggunakan pipa yang mempunyai
diameter yang berbeda.

8.8 Perhitungan Ralat


Pakai teori perambatan ralat untuk menentukan besar ralat dari hasil
ukur viskositas. Perkirakan ralat dari masing-masing besaran yang diukur
(waktu, ketinggian-ketinggian, volume) dari ketelitian alat dan cara mengukur.

8.9 Data Alat


g
Massa jenis minyak kelapa: kelapa = 0,84 .
cm3
g
Massa jenis parafin: paraffin = 0,85 .
cm3

Percepatan gravitasi di bumi: g = 9,8 m .


det 2
Panjang dan diameter pipa serta toleransi / ralat dari data tersebut tertulis di
atas label pada masing-masing pipa.

Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher


8. Viskositas Zat Cair 75

8.10 Laporan Praktikum


Dalam petunjuk praktikum harus ada:
1. Tabel hasil percobaan.
2. Perhitungan hasil viskositas dan ralat.
3. Penilaian mengenai ketelitian dari percobaan ini. / Kesimpulan mengenai
percobaan ini dengan penjelasan mengenai semua kekurangan dan
keunggulan dari percobaan ini.
4. Jawaban pertanyaan ulang.

8.11 Pertanyaan Ulang


Mengapa alat harus terus dipisahkan sesuai dengan jenis cairan yang diukur
dengan alat itu ?
Apa perbedaan antara aliran laminar dan aliran turbulen ? (Perlu dicari di
buku lain.)
Jelaskanlah, bagaimana persamaan (8.4) didapatkan.
Apakah hasil ukur viskositas yang didapatkan dari percobaan ini sama pada
semua diameter pipa ? Dari jawaban anda terdapat kesimpulan apa
mengenai teori hukum Hagen Poiseuille yang dipakai dan mengenai jenis
aliran yang terdapat dalam percobaan ini ?
Apakah aliran dalam percobaan ini merupakan aliran laminar ? Dari mana
anda mendapatkan kesimpulan ini ?
Apakah perhitungan di atas berdasarkan aliran laminar atau aliran
turbulen ? Mengapa ?
Seorang tukang kebun memakai selang untuk menyiram rumput. Diameter
selang sebesar . Dia perlu 1 jam sampai seluruh rumput mendapat cukup
banyak air. Untuk menghemat waktu, dia ganti selang dengan selang yang
mempunyai diameter sebesar 1 . Dengan selang baru dia harus menyiram
berapa lama ? Apakah hasil yang didapatkan dari perhitungan berdasarkan
hukum Hagen Poiseuille pasti akan benar ? Kapan menjadi tidak benar ?
Di mana dalam percobaan ini ada kemungkinan terdapat ralat sistematis ?

Selamat Mengukur
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher

Anda mungkin juga menyukai