Fisika Dasar
Fakultas Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo
Oleh:
Richard Blocher
September 2007
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Daftar Isi
I
II Daftar Isi
2 Elastisitas ...............................................................................34
7 Lensa.......................................................................................59
Peraturan Praktikum
2. Ketepatan waktu
Praktikum mulai tepat pada waktu yang telah dijadwalkan. Bagi mahasiswa yang
terlambat lebih dari 15 menit tidak boleh mengikuti praktikum pada hari itu dan
harus mengulangi percobaan itu sesuai dengan jadwal remedial.
3. Laporan praktikum
a. Laporan Praktikum harus diserahkan kepada asisten satu minggu setelah
percobaan dikerjakan. Dalam bentuk praktikum yang dipadatkan (setiap
hari ada praktikum), laporan harus diserahkan dua hari setelah percobaan
dilaksanakan. Kalau Laporan Praktikum masuk terlambat, tidak bisa
diterima lagi dan percobaan harus diulangi.
b. Isi Laporan Praktikum adalah:
1. Di halaman depan harus tercantum: Nama praktikan, nama teman
kerja, nama asisten, tanggal praktikum, no. dan nama percobaan,
hari dan kelompok praktikum.
2. Data-data ukuran asli, berarti catatan asli yang dibuat ketika
mengerjakan percobaan. Data asli ini tidak boleh dicopy atau diubah.
Data asli dilampirkan pada laporan dari salah satu laporan untuk setiap
kelompok.
3. Tugas sesuai penjelasan pada masing-masing percobaan dalam pasal
Laporan Praktikum.
4. Data ukur dan hasil ditulis dalam daftar / tabel yang jelas.
5. Grafik-grafik dari pengukuran di atas kertas mm (Millimeterblock) jika
dalam percobaan ada grafik yang dibutuhkan untuk analisa hasil.
6. Perhitungan percobaan
7. Kesimpulan mengenai hasil dari percobaan.
III
IV Peraturan Praktikum
4. Laporkan kerusakan
Kalau ada kerusakan alat dalam percobaan, kerusakan itu harus diberitahukan
segera kepada asisten dan harus dicatat ke dalam daftar kerusakan yang ada di
ruang praktikum supaya bisa diperbaiki dengan cepat. Kalau pada awal
percobaan sudah ada alat yang rusak juga harus dilaporkan dan dicatat dalam
daftar tersebut.
Perhitungan Ralat
1 Prinsip-Prinsip Dasar
1.1 Mengukur
1
2 Perhitungan Ralat
1.1.2.3 Ralat
Ralat adalah perbedaan antara hasil ukur dan nilai yang sebenarnya.
Karena kita tidak tahu nilai (besaran) yang sebenarnya, maka kita juga tidak tahu
besar dari ralat ukur dengan pasti. Untuk mengetahui berapa besar ketidakpastian
dari hasil ukur, maka kita harus memperkirakan besar ralat ukur. Ketidakpastian
hasil ukur (ralat ukur) menunjukkan berapa besar perbedaan antara hasil ukur
dan nilai yang sebenarnya bisa terjadi. Misalnya terdapat hasil ukur untuk
panjang l sebesar l = 3,452967 m. Pertanyaan yang harus diajukan: Maksimal
berapa jauh nilai yang sebenarnya dari hasil ukur ini ? Seandainya ralat ukur
sebesar l = 0,000001 m, berarti nilai yang sebenarnya pasti paling banyak
sejauh 0,000001 m dari hasil ukur. Seandainya ralat ukur sebesar l = 0,1 m,
berarti nilai yang sebenarnya pasti paling banyak sejauh 0,1 m dari hasil ukur,
berarti kita hanya tahu, panjang sebenarnya dari benda ini antara 3,35 m dan
3,55 m. Untuk menilai suatu hasil ukur, sangat penting ralatnya atau ketidak-
pastiannya diketahui. Dengan kata lain, untuk setiap pengukuran selain hasil
ukur juga ralat dari hasil ukur harus ditentukan. Menentukan ralat dari hasil ukur
disebut membuat perkiraan ralat.
2.1 Statistika
Jumlah
Distribusi nilai
nilai x
pengukuran
2
( xi x )
2
= =
i 2 = i 2 (2.1)
n n
di mana:
n : jumlah pengukuran
xi : hasil ukur no i
x : nilai rata-rata dari semua pengukuran
i : deviasi hasil ukur no i dengan definisi i = xi x
Jadi deviasi standar merupakan akar dari rata-rata deviasi kuadrat dari
semua hasil ukur.
Jika suatu besaran telah diukur dengan jumlah pengukuran n yang tak
terhingga, maka nilai yang sebenarnya untuk besaran itu diketahui sebesar x .
Ketelitian dari pengukuran juga diketahui sebesar deviasi standar . Tetapi kalau
jumlah pengukuran terbatas maka kita tidak bisa tahu nilai yang sebenarnya dari
besaran yang diukur dan kita juga tidak bisa tahu ralat ukur yang sebenarnya.
Kita harus memperkirakan nilai yang sebenarnya dan ralat ukur.
n
( xi xn )2
sn = n 1
(2.3)
i =1
dengan:
xn : perkiraan untuk nilai benar
sn : perkiraan untuk besar deviasi standar
sn n
( xi xn )2
Sn =
n
= n ( n 1) (2.4)
i =1
Dari (2.4) dilihat ralat dari hasil ukur rata-rata akan semakin kecil jika
suatu pengukuran diulangi lebih sering, berarti dengan semakin banyak
pengukuran, maka hasil ukur akan semakin teliti.
Juga nilai sn dan Sn akan berubah jika pengukuran diulangi. Berarti dua
nilai ini sendiri juga memiliki suatu ketidakpastian. Semakin sering suatu
pengukuran diulangi, berarti semakin banyak nilai hasil ukur terdapat, maka
semakin kecil ketidakpastian dari perkiraan ralat ini. Supaya ketidakpastian dari
sn dan Sn tidak terlalu besar, berarti dua nilai ini bisa dipercayai cukup teliti, kita
perlu minimal 10 pengukuran dari satu besaran. (Harus: n 10 untuk
perkiraan ralat dengan statistika seperti ini !)
Dalam praktikum jumlah pengukuran yang dipakai paling besar sekitar
n 10. Dalam situasi ini nilai dari sn dan Sn sendiri memiliki ketidakpastian yang
cukup tinggi, sehingga ralat selalu dibulatkan sampai angka pertama yang
bernilai. Supaya perkiraan ralat tidak terlalu kecil, pembulatan selalu dilakukan
ke nilai yang lebih tinggi. (Bulatkan selalu ke atas !)
Hasil ukur dalam contoh ini sebesar: t = 2,1 det 0,3 det
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
10 Perhitungan Ralat
3 Perambatan Ralat
3.1 Prinsip
Sering beberapa besaran x, y, z, perlu diukur untuk menentukan suatu
besaran f yang lain. Misalnya untuk mendapatkan massa jenis , maka massa m
dan volume V dari suatu benda diukur. Lalu massa jenis ditentukan dengan
persamaan:
m
= (3.1)
V
Dalam mengukur massa m ada kesalahan (ralat) m dan dalam
mengukur volume V ada kesalahan (ralat) V. Pasti hasil perhitungan, , juga
mempunyai ralat. Secara umum bisa dikatakan: satu besaran f yang dicari (dalam
contoh f adalah ) adalah fungsi dari beberapa variabel x, y, z, ... yang diukur:
f = f (x, y, z, ...) (dalam contoh x, y adalah m dan V). Besaran f pasti mempunyai
ralat f jika variabel x, y, z,... mempunyai ralat x, y, z, . Teori yang
meneliti hubungan antara besar ralat f dan besar x, y, z, disebut sebagai
teori perambatan ralat. Dalam diktat ini hubungan-hubungan yang didapatkan
untuk berbagai situasi tidak dibuktikan, hanya hasilnya dijelaskan dalam pasal
ini. Silakan carilah bukti dalam buku-buku tentang teori perhitungan ralat. Hasil
umum yang didapatkan untuk ralat f dari f adalah:
f ( x, y,...) f ( x, y, z ,...)
2 2
f = x + y + ... (3.2)
x y
x y
Jika ralat relatif (ralat nisbi) , , kecil, maka f bisa dihitung
x y
dengan rumus pendekatan:
f ( x, y , z,... ) f ( x, y, z,... )
f x + y + ... (3.3)
x y
Dalam pasal-pasal berikut persamaan (3.2) dan (3.3) diterapkan untuk
beberapa situasi yang sering terdapat. Dari penerapan ini persamaan khusus
untuk situasi tersebut ditentukan.
11
12 Perhitungan Ralat
f
untuk ralat relatif terdapat:
f
f A ax a 1 y b z c ... A x a by b1 z c ...
= x + y + (3.5)
f f ( x, y , z, ) f ( x, y , z, )
Karena:
a
A ax a 1 y b z c ... = f ( x, y , z ) dan
x
b
A x a by b1 z c ... = f ( x, y, z )
y
dst.
maka (3.5) menjadi:
f a f ( x, y , z ,... ) b f ( x, y , z ,... )
= x + y + ...
f x f ( x, y , z ,... ) y f ( x, y , z,... )
(3.6)
f x y
=a +b + ...
f x y
Dari (3.6) terdapat aturan untuk menentukan ralat dari hasil perhitungan
dalam situasi perkalian dengan pangkat sbb.: ralat relatif dari hasil terdapat
sebagai jumlah dari ralat relatif semua faktor, di mana ralat relatif dari masing-
masing faktor harus dikalikan dengan harga mutlak dari pangkat faktor itu dulu.
Contoh:
Daya listrik P dihitung dari arus I dan voltase V: P = V I . Dalam
eksperimen telah terdapat hasil ukur:
V 0,1V
V = 10V 0,1V, berarti terdapat ralat relatif = = 0,01 = 1%
V 10 V
I 0,1A
I = 2,5A 0,1A, berarti terdapat ralat relatif = = 0, 04 = 4%
I 2,5A
Maka terdapat daya sebesar P = V I = 10 V 2,5A = 25W dan ralat relatif
untuk daya sebesar:
P V I
= 1 +1 = 1% + 4% = 5%
P V I
maka ralat absolut untuk daya sebesar:
P = P 5% = 25W 0,05 = 1,25W,
sehingga hasil pengukuran menjadi: P = 25W 1, 25W yang akhirnya akan
kita nyatakan sebagai hasil ukur P = 25W 2 W .
x1 = -2 y1 = 1 y
x2 = 0 y2 = 2
4
x3 = 1 y3 = 2,5
x4 = 2 y4 = 3 2
x5 = 4 y5 = 4 x
x6 = 6 y6 = 5 -2 0 2 4 6
Tabel 4.1: Contoh untuk pa- Gambar 4.2: Pasangan nilai dari tabel 4.1
sangan nilai yang memenuhi dan pasangan lain dari fungsi y = 2 + 12 x
fungsi y = 2 + 12 x yang merupakan garis lurus.
dalam suatu rumus atau dalam suatu hasil ukur terdapat hubungan antara dua
besaran x dan y sehingga nilai dari y sebesar y = 1 jika nilai dari x sebesar x = 2,
maka dikatakan terdapat pasangan nilai (x, y) = (2, 1). Pasangan nilai ini bisa
digambarkan ke dalam grafik pada tempat x = 2 dan y = 1, yaitu titik pertemuan
antara dua garis yang menunjukkan dua nilai masing-masing. Contoh ini
diperlihatkan dalam gambar 4.1 pada titik e.
Berarti satu pasangan nilai digambarkan sebagai satu titik dalam grafik.
Dengan menggambarkan berbagai titik, maka untuk berbagai nilai dari variabel x
diberikan hubungan dengan nilai dari variabel y, berarti dengan berbagai titik
atau suatu garis dalam grafik hubungan antara dua variabel digambarkan.
Satu cara lain untuk memberikan informasi mengenai hubungan antara
dua variabel terdapat dengan fungsi-fungsi matematis. Misalnya fungsi
(persamaan) y = 2 + 12 x menentukan pasangan-pasangan nilai variabel x dan
variabel y, berarti persamaan ini menunjukkan suatu hubungan antara variabel x
dan variabel y. Untuk setiap nilai x terdapat satu nilai y yang memenuhi
persamaan ini. Beberapa dari pasangan nilai (x, y) yang memenuhi contoh fungsi
ini dicatat dalam tabel 4.1. Semua pasangan nilai dari tabel 4.1 digambarkan ke
dalam satu grafik gambar 4.2 dengan tanda silang (x). Tetapi pasangan nilai yang
memenuhi fungsi y = 2 + 12 x bukan hanya pasangan nilai tersebut, tetapi untuk
setiap nilai x terdapat satu nilai y, berarti terdapat satu garis yang tidak putus dari
kiri ke kanan. Garis tersebut terdiri dari semua pasangan nilai yang memenuhi
fungsi tersebut. Karena fungsi dalam contoh ini fungsi linear (pasal berikut),
maka terdapat garis lurus yang telah digambarkan dalam gambar 4.2.
3 7
2
T / det
T / det
2,5 6
2
5
2
4
1,5
3
1
2
0,5 1
l / cm l / cm
0 0
0 50 100 150 0 50 100 150
ukur dengan teori, apakah hasil ukur memang benar linear atau ada
penyimpangan dari teori yang menyatakan hubungan sebagai fungsi linear. Juga
mudah untuk menentukan konstanta kemiringan a dan bagian sumbu y, b. Dalam
praktikum rumus non linear selalu dilinearkan untuk membuat grafik.
Suatu grafik dilinearkan dengan meneliti persamaan teori yang
menyatakan hubungan antara dua variabel, lalu mendefinisikan variabel baru dari
persamaan tersebut sedemikian rupa sehingga variabel baru memiliki hubungan
linear. Dalam contoh di atas di mana terdapat fungsi y = kx2 untuk hubungan
antara variabel x dan variabel y transformasi bisa dilakukan dengan
mendefinisikan dua variabel baru: v = y dan u = x2. Dengan dua variabel ini
terdapat hubungan linear v = ku.
Dalam contoh percobaan bandul matematis terdapat hubungan antara
4 2
waktu ayunan T dan panjang bandul l dalam bentuk T 2 = l . Pasangan nilai
g
yang diukur adalah waktu ayunan T dan panjang bandul l, sedangkan besaran
yang dicari adalah gravitasi g. Jika T terhadap l diukur dan pasangan-pasangan
ukuran dimasukkan ke dalam grafik terdapat grafik fungsi akar atau fungsi
kuadratis. Besar g sulit ditentukan dari fungsi seperti itu. Maka fungsi asli perlu
dilinearkan dengan menggantikan (mensubstitusikan) variabel atau bagian dari
fungsi asli. Dengan kata lain kita akan mendefinisikan variabel baru sehingga
terdapat fungsi linear. Dalam contoh tersebut T2 bisa diganti (disubstitusi)
dengan v. Dengan kata lain variabel v didefinisikan v = T2. Panjang l diganti
dengan u atau variabel u didefinisi u = l. Maka dari teori asli terdapat persamaan
v= 4 2 u . Persamaan baru ini merupakan fungsi linear. Kemiringan grafik dari
g
fungsi ini sebesar a = 4 2 . Kemiringan ini bisa ditentukan dari grafik yang
g
digambar dengan data ukur untuk v = T2 dan l. Dalam gambar 4.4 contoh hasil
ukur waktu ayunan T digambar terhadap panjang bandul l. Ternyata titik-titik
yang terdapat dari pengukuran tidak bisa disambungkan dengan garis lurus,
berarti ternyata tidak terdapat hubungan linear antara waktu ayunan T dan
panjang bandul l. Dalam gambar 4.5 kuadrat dari waktu T, T2 atau v digambar
terhadap panjang bandul. Ternyata di sini terdapat hubungan linear dan titik-titik
dari pasangan nilai hasil ukur bisa disambungkan dengan garis lurus. Garis lurus
2 4 2
dalam contoh ini memiliki kemiringan a = 0,0404 det
cm
. Karena a = g
, maka
dari hasil eksperimen ini percepatan bumi bisa ditentukan dengan mudah sebesar
42 42
g= = 2
= 977, 2 cm2 .
a 0,0404 det det
cm
10
t (det) s (m)
9
s/m
8
t1 = 1,0 s1 = 2,6
7
6
s=6m t2 = 1,9 s2 = 5,3
5
4 t3 = 2,1 s3 = 4,5
3
t=2,7det
2 t4 = 3,0 s4 = 6,5
1 t / det
s0=0,37m
0 t5 = 3,8 s5 = 9,2
0 1 2 3 4
Gambar 4.6: Grafik dari data Tabel 4.2. Tabel 4.2: Data dari
contoh pasal 4.2
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
20 Perhitungan Ralat
10
s5
9
8 s/m
7
s4
6
s2 s2
5
s*2 s3
4
3
2
1 t / det Gambar 4.7: Ralat dari
t2 masing-masing nilai ukuran
0
0 1 2 3 4 tempat si.
Untuk mendapatkan ralat dari kemiringan dan dari bagian sumbu y, ralat
dari nilai-nilai hasil ukur perlu ditentukan lebih dulu. Ketika mengukur pasangan
nilai biasanya terdapat ralat dalam dua-duanya variabel x dan y. Jika ralat tidak
terlalu besar, menganggap hanya salah satu variabel mempunyai ralat merupakan
pendekatan yang cukup baik. Berarti dianggap satu variabel telah diukur dengan
tepat dan hasil ukurnya merupakan nilai yang sebenarnya. Seluruh ralat ukur
dimasukkan ke dalam ralat dari variabel kedua.
Untuk mendapatkan perkiraan mengenai besar ralat statistis dari
variabel kedua tersebut, deviasi (perbedaan) dari setiap hasil pengukuran dengan
perkiraan untuk nilai yang sebenarnya ditentukan. Perkiraan untuk nilai yang
sebenarnya terdapat di atas garis lurus yang telah ditentukan sebagai garis lurus
yang paling cocok dengan nilai-nilai hasil ukur. Dalam praktikum biasanya
dipilih untuk memasukkan seluruh ralat ke dalam variabel y yang digambar ke
arah atas. Kalau cara ini diterapkan dalam contoh di atas, ralat dimasukkan ke
dalam pengukuran tempat. Maka pada setiap pasangan nilai hasil pengukuran
terdapat deviasi si antara tempat si yang diukur dan perkiraan untuk tempat
yang sebenarnya pada waktu ti. Perkiraan untuk tempat yang sebenarnya pada
waktu ti akan kita sebutkan sebagai si*. Dengan contoh hasil ukur dari tabel 4.2
dan grafik dalam gambar 4.6 yang digambar lagi dalam gambar 4.7 terdapat
deviasi sbb.:
Untuk titik pasangan nilai kedua (i = 2) terdapat dari grafik gambar 4.7
dan dari data hasil ukur dalam tabel 4.2: waktu pada titik ukur kedua ini sebesar
t2 = 1,9 det, tempat yang diukur pada waktu t2 sebesar s2 = 5,3 m, dari garis
lurus yang paling cocok terdapat perkiraan untuk tempat yang sebenarnya pada
t2 sebesar s2* = 4,6 m, berarti terdapat deviasi (antara tempat yang diukur dan
n
( si si* )2 n s 2
ssn = n 1
= n i 1 (4.4)
i =1 i =1
Untuk situasi umum s diganti dengan y dan t diganti dengan x. Berarti (4.4)
menjadi:
n
( yi yi* )2 n y 2
s yn = n 1
= n i 1 (4.5)
i =1 i =1
2. Jika jumlah pasangan nilai yang diukur tidak lebih dari sepuluh, ralat
variabel y (atau tempat s dalam contoh) ditentukan dengan metode ralat
maksimal seperti dijelaskan dalam pasal 2.1.4, halaman 9. Dalam metode
ralat maksimal ini harga mutlak deviasi yang paling besar dianggap sebagai
ralat dari variabel y (tempat s dalam contoh). Jika memakai ralat maksimal,
ralat dari variabel y sering bisa dibaca langsung dari grafik dengan mencari
titik hasil ukur yang paling jauh dari garis lurus yang paling cocok, lalu
menentukan jarak antara garis lurus yang paling cocok dan titik hasil
ukur tersebut dalam skala ke arah y.
Dalam tabel 4.3 semua deviasi dan hasil untuk ralat s untuk tempat
dengan memakai statistika dan dengan memakai metode ralat maksimal
dicantumkan. Dalam contoh ini metode ralat maksimal lebih cocok karena
terdapat hanya 5 pasangan nilai (si, ti).
y kemiringan a+
kemiringan a
yn*+y
y
yn* kemiringan a-
y
*
yn -y
y
Gambar 4.8:
y1*+y
b+ Perkiraan ralat
y1* a dari
b y kemiringan a dan
y *-y ralat b dari
b- 1 xnx1
bagian sumbu
x1 xn x y, b.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
4. Grafik untuk Besaran yang Berhubungan 25
Soal Latihan
1 Dasar Ralat
1.1. Dalam kuliah, waktu yang dibutuhkan batu untuk jatuh setinggi 2m telah
diukur. Pakai data hasil ukur dari semua kelompok untuk tugas berikut:
a. Buat grafik jumlah hasil ukur waktu tertentu terhadap hasil ukur waktu.
Pakai interval waktu sebesar 0,1 det. Berarti tentukan jumlah
terdapatnya hasil ukur antara 0 det dan 0,09 det, jumlah hasil ukur
antara 0,1 det dan 0,19 det, jumlah hasil ukur antara 0,2 det dan
0,29 det, dst. dan buat grafik jumlah terhadap besar waktu.
b. Tentukan satu perkiraan untuk waktu yang sebenarnya.
c. Tentukan satu perkiraan untuk ralat dari pengukuran ini.
d. Tentukan satu perkiraan untuk ketelitian dari nilai rata-rata dari semua
hasil ukur.
2.2. Suatu proses elektrolisa yang sama dilakukan 5 kali. Pada masing-masing
eksperimen terdapat perubahan massa sbb.:
m = 0,63g; 0,71g; 0,65g; 0,62g; 0,70g
Tentukan hasil ukur untuk perubahan massa dan ralatnya.
2.3. Waktu jatuh dari sebuah bola besi diukur 12 kali. Hasil ukur masing-masing
sbb.:
0,143 det; 0,148 det; 0,139 det; 0,145 det; 0,146 det; 0,146 det;
0,144 det; 0,145 det; 0,142 det; 0,143 det; 0,141 det; 0,147 det;
Tentukan hasil ukur dan ralatnya.
26
Soal Pengantar Praktikum 3. Teori Perambatan Ralat 27
4 Grafik
4.1. Dalam suatu eksperimen terdapat hubungan antara h / cm t / det
tinggi h, waktu jatuh t dan percepatan gravitasi g 85,2 0,4231
dari suatu benda sbb.: h = 12 g t 2 . Terdapat data hasil 77 0,4025
ukur seperti dalam tabel 4.1. 69,7 0,3830
a. Buat grafik h terhadap t2. 64 0,3663
b. Tentukan kemiringan a dan ralat kemirinigan 58,8
dari grafik. 0,3516
54,7 0,3389
c. Tentukan g dan ralatnya dari kemiringan dan
ralat kemiringan. 49 0,3216
4.2. Antara gaya f pada pegas dan panjangnya l terdapat 44,2 0,3051
hubungan linear l = k * F + l0 . Panjang pegas l 36,3 0,2754
telah diukur pada beberapa gaya yang berbeda
26,1 0,2330
dengan hasil seperti dalam tabel tabel 4.2.
a. Buat grafik l terhadap F. 15,3 0,1759
b. Tentukan konstanta k* dan panjang awal l0 dari 6,7 0,1084
grafik. Tabel 4.1.: Data
c. Tentukan ralat dari konstanta k dan ralat dari dari soal 4.1.
panjang awal l0.
4.3. Terdapat persamaan untuk hubungan antara variabel yang diukur seperti
dalam tabel berikut. Tentukan transformasi untuk melinearkan persamaan-
persamaan ini sehingga terdapat fungsi linear dalam bentuk: y = a x + b
Variabel Persamaan y= x= a= b=
s= 1 a t2
s, t 2
4
T, l T2 = l
g
u, v u 2 = d ln v + 4R 2
Petunjuk Praktikum
1 Bandul Matematis
1.1 Literatur
Halliday Resnick; Fisika I; Bab 15-1 Osilasi; Bab 15-3 Gerak Harmonik
Sederhana; Bab 15-5 Penerapan Gerak Harmonik Sederhana; Bab 16-3
Konstanta Gravitasi Universal, ;
Sears, Zemansky; Fisika (Mekanika-Panas-Bumi);
1.3 Teori
29
30 Petunjuk Praktikum
1 Tidak molor, berarti tali tidak elastis sehingga panjangnya tidak berubah ketika gaya ke arah tali
berubah. Gaya kepada tali memang akan berubah selama ayunan karena kecepatan berubah dan
sebab itu juga gaya sentrifugal akan berubah. Juga gaya normal yang berasal dari gaya gravitasi
berubah karena sudut simpangan berubah.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
32 Petunjuk Praktikum
d2 d2
Fgrav sin = m l mg sin = m l
d t2 d t2
(1.6)
d2
m l 2 + mg sin = 0
dt
Untuk simpangan kecil, berarti sudut kecil sin dan (1.6)
menjadi lebih sederhana:
d2 d2 g
m l + m g = 0 + = 0 (1.7)
d t2 d t2 l
Hasil (1.7) merupakan satu persamaan diferensial. Untuk menyelesaikan
persamaan diferensial ini, kita bisa memakai suatu pemasukan atau pemisalan
(statement) sebagai perkiraan untuk hasil. Pemasukan / pemisalan (statement) itu
dimasukkan ke dalam persamaan asli, lalu dihitung, apakah persamaan bisa
diselesaikan dengan pemasukan itu. Dengan pemasukan:
= 0 cos t (1.8)
terdapat seperti dihitung dengan lebih rinci dalam petunjuk mengenai
Elastisitas bahwa masukan ini memang menyelesaikan persamaan diferensial
dan kecepatan sudut osilasi sebesar:
g
2 = (1.9)
l
2
Karena = , maka waktu ayunan T dalam percobaan bandul
T
matematis sebesar:
42 l l
T 2 = 2 T 2 = 4 2 T = 2 (1.10)
g g
Hubungan antara besar waktu ayunan T dan panjang bandul l ini bisa
dipakai untuk mencari besar dari konstanta gravitasi g dari hubungan antara T
dan l. Berarti untuk mencari besar g, kita mengukur hubungan antara T dan l, lalu
membuat grafik T2 terhadap l dan mencari kemiringan garis lurus yang paling
cocok dengan titik-titik ukuran.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
1. Bandul Matematis 33
Buatlah kesimpulan dari hasil yang anda peroleh dari percobaan ini.
Selamat Berayun-ayun
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
2 Elastisitas
2.1 Literatur
Frederick J. Bueche, Seri buku Schaum, Teori dan soal Fisika, Bab 12,
Elastisitas, Hukum Hook.
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta;, Mekanika. Panas. Bunyi; Bab 10-3 Elastisitas dan plastisitas.
2.3 Teori
beban dengan massa m pada pegas. Beban tersebut mengalami gaya gravitasi Fg
sebesar Fg = m g . Gaya gravitasi ini menarik pegas ke bawah sehingga panjang
pegas bertambah sejauh x. Maka panjang pegas menjadi sebesar x1. Berarti
dengan (2.1) terdapat hubungan antara panjang pegas x dan besar gaya Fg sbb.:
1
Fg = k x = k ( x x0 ) x = F + x0 (2.2)
k g
d 2 x
2
= x0 2 sin t (2.9)
dt
d 2 x
Dengan x dari (2.7) dan dari (2.9) dalam (2.6) terdapat:
dt 2
k
x02 sin t + x0 sin t = 0 (2.10)
m
k k
2 + =0 = (2.11)
m m
Jadi terdapat frekuensi ayunan yang tergantung massa beban dan
konstanta pegas. Frekuensi ayunan tidak tergantung amplitude ayunan x0.
Dari (2.11) diperoleh waktu untuk ayunan selama satu periode sebesar:
2 m
T= = 2 (2.12)
k
Selamat Bekerja !
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
3 Hukum Newton II
3.1 Literatur
Haliday, David; Resnick, Robert; Fisika jilid 1; Erlangga; 5.4 Hukum
Newton kedua, Gaya Gesekan; 5.8 Berat dan Massa;
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas 1;
Binacipta; 2-7 Gesekan; 5-2 Hukum kedua Newton, Massa; 5-5 Massa dan
Berat;
Sutrisno; Fisika Dasar; Institut Teknologi Bandung; Hukum II Newton hal
33-38, Gaya Gesekan hal 47-51
Alonso, Marcelo; Finn, Edward J.; Dasar-dasar Fisika Universitas 1;
Erlangga; 5-15-3 (Kinematika), 7-6 Hukum Newton kedua dan ketiga;
3.3 Teori
3.3.1 Hukum Newton
Menurut Hukum Newton I percepatan suatu benda nol apabila jumlah
gaya terhadap benda itu sama dengan nol. Kalau jumlah gaya terhadap suatu
benda tidak nol, maka benda tersebut akan dipercepat. Percepatan benda tergan-
tung dari massa lembamnya dan jumlah gaya yang mengenai benda itu.
Hubungan antara percepatan a, massa lembam m, dan jumlah gaya F kepada
benda bisa dirumuskan sebagai Hukum Newton II:
dv
F = ma = m (3.1)
dt
39
40 Petunjuk Praktikum
3.3.2 Gesekan
Benda yang meluncur di atas permukaan bidang akan dipengaruhi oleh
gaya gesekan. Gaya gesekan berlawanan arah dengan arah gerakan benda. Besar
dari gaya gesekan tergantung dari sifat dua permukaan yang saling bersinggung-
an, tetapi tidak tergantung dari luas persinggungan. Gaya gesekan Fges seban-
ding dengan gaya normal FN (gaya impit) yang bekerja tegak lurus terhadap per-
mukaan yang bersinggungan, dan biasanya tidak tergantung dari kecepatan satu
benda terhadap benda yang lain. Terdapat rumus sbb.:
Fges = FN (3.2)
Konstanta dalam (3.2) adalah koefisien gesekan yang tergantung sifat
dari dua permukaan yang saling (bersinggungan) menyinggung. Gaya gesekan
antara dua permukaan yang diam satu terhadap yang lain disebut gaya gesekan
statik. Sedangkan gaya gesekan yang bekerja antara dua permukaan yang
bergerak satu terhadap yang lain disebut gaya gesekan kinetik. Gaya gesekan
statik lebih besar daripada gaya gesekan kinetik. Oleh sebab itu terdapat dua
koefisien gesekan, koefisien gesekan statik s dan koefisien gesekan kinetik k.
F = Ft Fges (3.5)
Gaya gesekan Fges dihitung negatif karena dalam situasi percobaan ini
benda meluncur ke bawah sehingga gaya gesekan Fges melawan Ft.
Dari (3.1), (3.2) dan (3.5) terdapat persamaan gerak benda:
Ft Fges = m a (3.6)
Ft Fges mg sin Fges Fges
a= = a = g sin (3.7)
m m m
Dengan situasi seperti dalam gambar 3.1, di mana:
h : tinggi satu ujung bidang miring / rel terhadap ujung yang lain
l : panjang bidang miring / rel
: sudut antara bidang miring / rel dengan horizontal, berarti:
h
sin = (3.8)
l
Maka (3.7) menjadi:
g Fges
a = h (3.9)
l m
t t
dv
a= d v = a d t v ( t ) = d v = a d t = at + v0 (3.13)
dt t '=0 t '=0
Di mana v0 kecepatan awal yang dimiliki benda ketika pengukuran
waktu dimulai. Jarak / posisi s(t) yang ditempuh oleh benda dalam waktu t
terdapat dengan mengintegrasikan (3.10) dan memakai kecepatan dari (3.13)
untuk situasi dengan percepatan konstan:
t t
d s = v (t ') d t ' s (t ) = ds = v (t ') d t ' (3.14)
t '=0 t '=0
t t
1 2
s (t ) = v ( t ' ) d t ' = ( at '+ v0 ) d t ' = 2 at + v0 t + s0 (3.15)
t '=0 t '=0
Di mana s0 posisi awal yang dimiliki benda ketika pengukuran waktu
dimulai. Dalam percobaan ini kecepatan awal v0 akan nol, karena kita mulai
mengukur waktu ketika benda masih diam dan baru mulai bergerak. Posisi awal
s0 akan nol juga karena kita menghitung jarak dari tempat awal gerakan sebagai
jarak nol. Maka persamaan gerak untuk percobaan ini terdapat dari (3.15)
dengan v0 = 0 dan s0 = 0:
1 2
s (t ) = at (3.16)
2
Balok bertangga
(mengatur kemiringan rel)
Stopwatch elektronik
Selamat Meluncur
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
4.1 Literatur
Halliday, David; Resnick, Robert; Fisika jilid 1; Erlangga; bab 5.4 Hukum
Newton; bab 5.8 berat dan massa;
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta; 5-2 Hukum kedua Newton, Massa; 5-5 Massa dan Berat;
Alonso, Marcelo; Finn, Edward J; Dasar-dasar Fisika Universitas;
Erlangga; 5-1 5-3 (Kinematika); 7-6 Hukum Newton kedua dan ketiga;
4.2 Peralatan
Power supply 1 buah
Stopwatch (counter) dengan rangkaian Start / Stop 1 buah
Tiang alat bola jatuh bebas komplit dengan holding
magnet dan sakelar kejatuhan untuk menghentikan
counter 1 buah
Meteran 1 buah
Bola besi (gotri) beberapa buah
Kabel 1 set
4.3 Teori
Suatu benda yang dibiarkan jatuh di permukaan bumi akan mengalami
percepatan a ke bawah (ke arah bumi). Besar dari percepatan a di permukaan
bumi tergantung tempat dan ketinggian, di mana benda dijatuhkan, tetapi
perbedaan dari tempat yang berbeda tidak besar. Percepatan yang dialami benda
di permukaan bumi disebut sebagai percepatan gravitasi di bumi g.
Untuk benda yang dipercepat dengan percepatan konstan sebesar g
terdapat hubungan antara tempat dan waktu tempuh sbb.:
s = 12 g t 2 + v0t + s0 (4.1)
46
4. Bola Jatuh Bebas 47
Tombol
Start
Counter
Magnet Reset
Stop
open
GND
Dalam percobaan ini jarak diukur dari posisi nol sehingga s0 menjadi
nol. Kecepatan awal ketika pengukuran waktu dimulai nol sehingga v0 juga
sebesar nol. Berarti terdapat hubungan antara tempat dan waktu:
s = 12 g t 2 (4.2)
Dalam percobaan ini waktu t yang ditempuh selama sebuah bola besi
jatuh setinggi jarak h diukur untuk berbagai jarak h yang berbeda. Alat ukur
waktu adalah sebuah counter yang bisa menghitung dari 0 sampai 9,999. Nilai 1
dari counter menunjukkan waktu sebesar kira-kira 1 detik. Pada awal percobaan
sebuah bola besi digantungkan pada magnet listrik. Kemudian arus dari magnet
listrik dimatikan dengan menekan tombol Start pada counter sehingga bola
mulai jatuh. Ketika tombol Start ditekan, sekaligus counter dijalankan secara
elektronis sehingga awal bola mulai jatuh hampir sama dengan awal counter
mulai jalan. Tetapi terdapat selisih sebesar 10 mdet antara counter mulai jalan
dan bola mulai jatuh, di mana counter jalan dulu dan bola jatuh lebih lambat.
Ketika bola kena satu sakelar / sensor yang telah diatur di bawahnya, sakelar itu
akan terbuka / sensor memberi sinyal kepada counter karena kejatuhan bola dan
counter akan berhenti. Maka angka pada counter menunjukkan besar waktu yang
dibutuhkan bola untuk jatuh.
Selamat Berpraktium !
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
5.1 Literatur
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta; 15-5 Pemuaian Zat Padat dan Zat Cair;
5.2 Peralatan
Peralatan muai panjang (Jarum penunjuk, Skala,
Jepitan pipa, bahan statif) 1 set
Pipa tembaga dengan lubang 1 buah
Pipa almunium dengan lubang 1 buah
Ketel uap dengan selang 1 buah
Termometer (0 110oC) 1 buah
5.3 Teori
Bila suatu zat dipanaskan biasanya volumenya akan bertambah
(memuai), kecuali untuk beberapa zat tertentu. Hal ini karena pemanasan akan
menambah energi kinetik atom-atom atau molekul penyusun zat tersebut.
Penambahan energi kinetik berarti gerakan acak (gerakan termis) dari partikel zat
menjadi lebih cepat. Dengan gerakan yang semakin cepat, maka tumbukan antar
atom atau molekul menjadi semakin keras. Atom atau molekul saling mendorong
lebih kuat satu dengan yang lain sehingga volume zat bertambah. Pada zat padat
perubahan volume zat dengan perubahan suhu bisa diamati dalam satu dimensi
dengan mengukur perubahan panjang L suatu batang ketika dipanaskan. Bila
perubahan suhunya cukup kecil (kira-kira kurang dari 100) maka perubahan
panjang batang L bisa dianggap berbanding lurus dengan perubahan suhu T
dan berbanding lurus dengan panjang L dari batang tersebut sehingga terdapat:
L = L T (5.1)
50
5. Koefisien Muai Panjang 51
Skala
Klem double
Batang Uji
5 mm antara pusat poros. Poros gerak dipasang pada balok pendukung yang
terpasang pada tiang statif. Poros gerak merupakan pusat putaran jarum
penunjuk. Jarum mempunyai panjang total sebesar 200 mm dihitung dari poros
gerak sampai ujung jarum. Pipa dijepitkan oleh klem double pada satu sisi. Pada
sisi kedua terdapat sebuah lubang yang dimasuki poros dorong dari jarum
penunjuk. Ketika pipa memuai, maka poros dorong dari jarum penunjuk digeser
oleh pipa dan gerakan ini diperbesar sebesar 40 kali ( 200 mm
5 mm ) lipat pada ujung
jarum. Meteran (skala) dipasang pada ujung jarum penunjuk sehingga jarak
geraknya bisa diukur.
Setelah pipa percobaan dipasang pada jarum penunjuk seperti telah
dijelaskan di atas panjang mula-mula (L) diukur. Panjang pipa yang diukur
adalah bagian antara tengah sekrup dari klem double sampai tengah poros
dorong dari jarum penunjuk karena panjang tersebut yang pemuaiannya
membuat jarum penunjuk bergerak. Sebelum uap dari ketel disalurkan ke dalam
pipa, posisi jarum penunjuk dicatat. Kurang lebih 5 menit setelah uap melewati
pipa, seluruh pipa akan memiliki suhu sebesar 100C. Bahwa seluruh pipa sudah
memiliki suhu yang sama dan tidak bertambah panas lagi dilihat ketika panjang
pipa sudah tidak berubah lagi. Ketika menentukan posisi ujung jarum, perhatikan
untuk melihat jarum dari arah tegak lurus terhadap skala. Pandangan arah tegak
lurus terdapat ketika gambar jarum dalam cermin skala persis di belakang jarum.
Selamat Bekerja
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
6 Voltameter Tembaga
6.1 Literatur
Frederick J. Bueche, Seri buku Schaum, Teori dan soal Fisika, Bab 30,
Elektrolisa.
Sears, Zemansky; University Physics, 2nd edition;
dll. carilah sendiri buku yang cocok !
6.3 Teori
54
6. Voltameter Tembaga 55
Q 0,1C 0,1C
n= = = n = 6, 24 1017 elektron (6.2)
e e 1,60218 1019 C
Dalam larutan elektrolit (cairan) bukan elektron yang bergerak dan
menghasilkan arus listrik, tetapi ion yang bergerak dan menyebabkan arus listrik.
Ion yang bisa menghasilkan arus listrik bisa merupakan ion positif atau ion
negatif. Terdapat juga elektrolit yang mana ion positif dan ion negatif membawa
arus. Misalnya dalam larutan tembaga sulfat terdapat ion tembaga Cu2+ dengan
dua muatan elementer yang positif, dan ion sulfat SO42- dengan dua muatan
elementer yang negatif. Ion Cu2+ memiliki dua muatan elementer yang positif
berarti ion tembaga memiliki muatan positif sebesar 2 e = 2 1,60218 1019 C .
Ion tembaga yang positif akan ditolak oleh kutub listrik yang positif dan ditarik
oleh kutub listrik yang negatif. Maka ion tembaga akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. Ion yang negatif akan bergerak dari kutub positif ke
kutub negatif seperti elektron.
Katode
Anode - Anode
+
Amperemeter
-
+
Catu daya
arus konstan
Voltameter tembaga
Gambar 6.1: Rangkaian voltameter tembaga.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
6. Voltameter Tembaga 57
Q = I t I t I t
I t = nt 2 e nt = = (6.6)
Q = nt 2 e 2 e 2 1,60218 1019 C
Dari (6.5) jumlah Mol bisa ditentukan. Dari (6.6) jumlah ion yang
terdapat dalam jumlah Mol tersebut bisa ditentukan. Jadi jumlah ion per Mol,
yaitu Konstanta Avogadro, bisa dihitung dari dua hasil tersebut dengan memakai
definisi NA dalam (6.4).
Selamat Bekerja !
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
7 Lensa
7.1 Literatur
Dr. Peter Soedojo, BSc; Fisika Dasar; Penerbit Andi Jogjakarta; Bab 8
OPTIKA;
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 3,
Optika-Fisika Modern; Binacipta; Bab 39, 40; (39-6, 39-7, 40-1 40-3,
40-6);
Halliday-Resnick; Fisika Jilid 2; Bab 44.
Alonso, Marcelo; Finn, Edward J; Dasar-dasar Fisika Universitas;
Erlangga; Jilid 2, Medan dan Gelombang; Bab 15.
7.3 Teori
7.3.1 Pembiasan
Bila suatu sinar datang ke sebuah bahan homogen, maka sinar tersebut
akan dibiaskan memenuhi Asas Fermat. Peristiwa yang terjadi seperti
diperlihatkan pada gambar 7.1. Sinar yang masuk ke dalam bahan yang lebih
rapat secara optik, akan dibelokkan mendekati garis normal. Sedangkan sinar
yang ke luar dari bahan yang lebih rapat secara optik ke bahan yang kurang
59
60 Petunjuk Praktikum
Kaca
7.3.2 Lensa cembung
Lensa biasanya terbuat dari kaca.
Bentuk permukaannya biasanya membentuk Udara
bagian sebuah bola. Sinar yang lewat lensa
akan mengalami pembiasan pada setiap
permukaan. Gambar 7.1.: Seberkas sinar
melalui tiga medium dengan
Pada gambar 7.2 diperlihatkan, apa kerapatan optik yang berbeda.
yang terjadi dengan sebuah sinar yang datang
pada lensa. Di situ sinar kena lensa di atas garis normal garis normal
sumbu optik. Ketika sinar masuk lensa, berarti
sinar masuk zat yang lebih rapat secara optik.
Maka sinar akan dibelokkan mendekati garis
normal. Dari gambar 7.2 dilihat bahwa sinar sumbu optik
akan dibelokkan ke bawah. Pada tempat di
Gambar 7.2: Seberkas sinar
mana sinar ke luar dari lensa, permukaan lensa
yang melewati bagian sebuah
di situ tidak sejajar dengan permukaan ketika
lensa mengalami dua pembias-
masuk dan sinar yang menjauhi garis normal
an pada lensa.
sekali lagi akan dibelokkan ke bawah. Jadi
sinar akan dibelokkan dua kali ke bawah.
Kalau sinar datang di bawah sumbu optik, sinar akan dibelokkan ke atas karena
bentuk lensa simetris terhadap sumbu optik. Sumbu optik adalah sebuah garis
horizontal di tengah lensa yang posisinya tegak lurus (Lihat gambar 7.3). Jadi
sinar selalu akan dibelokkan mendekati sumbu optik. Kalau lensa tipis, dua
pembelokan pada masing-masing permukaan lensa bisa dihitung seolah-olah
terjadi hanya satu pembelokan di tengah lensa. Bidang pembelokan itu disebut
bidang utama dari lensa.
Kalau sifat-sifat pembelokan diperiksa lebih rinci akan terdapat tiga
jenis berkas sinar khusus sebagai berikut:
1. Sinar yang datang sejajar dengan sumbu optik dan mengenai lensa, akan
dibelokkan melalui titik fokus ke dua (F2), seperti diperlihatkan dalam
gambar 7.3 dan berkas (1) dalam gambar 7.4.
2. Sinar yang datang melalui titik fokus pertama (F1) dan jatuh pada lensa,
akan ke luar dari lensa sejajar dengan sumbu optik, seperti diperlihatkan
pada berkas (2) dalam gambar 7.4.
3. Sinar yang datang melalui pusat lensa, akan diteruskan tanpa dibelokkan,
seperti diperlihatkan pada berkas (3) dalam gambar 7.4.
Bidang utama
Sumbu optik
F2 (Titik fokus)
Gambar 7.3: Berkas-berkas sinar yang sejajar sumbu utama lensa dikumpulkan
pada titik fokus.
Bidang utama
(1)
(2) F F2
1
Sumbu optik
(3) Gambar 7.4: Sinar-
sinar utama pada
lensa cembung.
Bidang utama
P (1)
P*
(3)
B (2)
Q'
Q F1 O F2 B'
P'
S S'
1 1 1
= + (7.5)
f S S'
Persamaan (7.5) (kanan) ini S1 S'1
merupakan syarat untuk mendapatkan
bayangan yang jelas. Dalam syarat ini
(7.5) hubungan antara jarak benda
dengan lensa (S), jarak lensa dengan
bayangan (S') dan jarak titik fokus
lensa (f) ditentukan. Dari persamaan e
ini terlihat bahwa jarak titik fokus L
dapat dicari dengan mengetahui jarak
benda dari lensa dan jarak lensa dari
bayangan yang jelas.
Dari persamaan ini juga
terlihat: Dengan jarak L = S + S' dari S2 = S'1 S'2 = S1
benda ke layar tetap akan terdapat dua S2 S'2
kedudukan lensa yang berbeda dan
masing-masing dari dua kedudukan
Gambar 7.6: Dua kedudukan lensa
tersebut menghasilkan bayangan yang
yang memberikan bayangan jelas.
jelas. Supaya bayangan jelas, maka
(7.5) harus terpenuhi. Dengan menukar nilai dari jarak benda S dan jarak
bayangan S, jumlah L = S + S' akan tetap sama besar dan (7.5) tetap terpenuhi.
Arti dari menukar nilai dari S dan S' diperlihatkan dalam gambar 7.6: Pada
kedudukan lensa pertama (di atas dalam gambar 7.6) terdapat jarak benda
sebesar S1 dan jarak bayangan sebesar S1' yang lebih besar daripada S1. Pada
layar terdapat bayangan yang diperkecil. Pada kedudukan lensa kedua benda dan
layar tetap pada posisi yang sama, tetapi lensa digeser ke kiri sejauh jarak e.
Ketika jarak benda baru S2 sama besar dengan jarak bayangan S1' tadi dan jarak
bayangan baru S2' sama besar dengan jarak benda S1 tadi, maka (7.5) terpenuhi
dan pada layar terdapat bayangan yang jelas. Bayangan ini akan lebih besar
daripada benda, berarti benda diperbesar oleh lensa. Lensa telah tergeser sejauh
jarak e = S1 S2 = S2' S1'.
Setelah dalam eksperimen dua kedudukan lensa dengan bayangan yang
jelas ditentukan dan pada masing-masing kedudukan jarak benda (S1 / S2) dan
jarak bayangan (S1' / S2') serta jarak pergeseran e ditentukan, maka jarak fokus
dapat diperoleh dari persamaan:
L2 e2
f = (7.6)
4L
(Buktikan persamaan (7.6) sendiri dari (7.5) !)
s
L
Lampu s'
Penunjuk posisi Layar transparan
benda / tengah lensa
Gambar 7.7: Gambar dari percobaan keseluruhan.
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
7. Lensa 65
7.5 Ralat
Tentukan ralat dari perhitungan-perhitungan di atas, yaitu ralat untuk
hasil ukur jarak titik fokus f. Tentukan ralat f dari perhitungan sesuai dengan
persamaan (7.5) dan persamaan (7.8) dan juga ralat statistik dari semua bagian
hasil pengukuran.
Pertama kita memakai teori perambatan ralat. Dari situ untuk persamaan
1 1 1
(7.5), = + , terdapat ralat sebesar:
f S S'
1 1 1
= + (7.9)
f S S'
Dari teori perambatan ralat untuk fungsi f = xyz terdapat ralat sbb.:
f x y z
= + + (7.10)
f x y z
1
Maka untuk ralat dari diperoleh:
S
1
S = S 1 = S (7.11)
1
S S S2
S
1 S '
Untuk S' terdapat: = 2 (7.12)
S' S'
Ralat S untuk S diperoleh dari ketelitian pengukuran jarak benda ke
lensa S, di mana S terdapat sebagai selisih antara posisi benda dan posisi lensa.
Berarti S adalah ralat dalam menentukan posisi benda ditambah ralat dalam
menentukan posisi lensa. Kedua ralat ini diperkirakan dari pengukuran posisi
1 1
pada penggaris di rel presisi. Setelah ralat untuk dan ditentukan dengan
S S'
(7.10) dan (7.11), ralat f , f , bisa ditentukan dengan (7.9):
1 1 1 S S '
= + = 2 + 2 (7.13)
f S S' S S'
Ralat f untuk f bisa dihitung dari hasil (7.13) dengan teori perambatan
1
ralat untuk hubungan antara f dan :
f
1
f f 1
= f = f 2 (7.14)
f 1 f
f
Dengan (7.13) dimasukkan ke dalam (7.14) terdapat ralat f untuk jarak
fokus f:
S S '
f = 2 + 2 f 2 (7.15)
S S'
Persamaan (7.15) ini dipakai untuk menentukan ralat f untuk nilai f yang
dicari dengan memakai (7.5).
S'
Untuk nilai f yang dicari dengan memakai (7.8) f = :
1+ M
Ralat f ditentukan dengan memakai teori perambatan ralat. Dalam hal
ini beberapa peringatan berikut perlu diperhatikan:
Jika f = x + y , maka f = x + y .
f x y
Jika f = xy, maka = + .
f x y
Berarti kita menentukan tiga nilai f untuk setiap L, dua untuk f yang
ditentukan sesuai dengan (7.5) dan satu untuk f yang ditentukan sesuai dengan
(7.8). Untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam perhitungan ini kita
membatasi jumlah ralat yang dihitung. Tentukan semua ralat f ini hanya
untuk dua jarak L yang diukur, yaitu L yang terkecil dan L yang terbesar.
Hitung juga f rata-rata dari semua nilai f yang terdapat dalam percobaan
ini. Dari statistik semua nilai f, deviasi standar sn bisa dihitung sehingga terdapat
satu perkiraan ralat lagi.
Jadi hasil akhir untuk f dan ralatnya berapa besar ?
Selamat Menonton
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher
8.1 Literatur
Sears, Francis Weston; Zemansky, Mark W; Fisika untuk Universitas jilid 1;
Binacipta; bab 14-5 Viskositas;
8.3 Teori
Bacalah teori mengenai viskositas dan hukum Hagen Poiseuille dalam
diktat kuliah fisika dasar, pasal mengenai Mekanika Fluida Cairan yang
bergerak Cairan dengan Gesekan, dan buku-buku lain.
Perhatikan: Bahan teori tersebut merupakan bagian dari test awal !!
Permukaan cairan h
dh400ml
400ml
dh150ml
150ml
hmin
h400ml h150ml
h
h
dh400ml dh150ml
hKayu
hakhir
t t
maka perbedaan tinggi cairan rata-rata h antara awal dan akhir pengukuran
bisa dipakai sebagai perbedaan tinggi cairan h.
Untuk perubahan tinggi cairan pada gelas di atas dan gelas di bawah
terdapat grafik seperti dalam gambar 8.1 sebelah kanan. Jarak-jarak berikut telah
ditunjukkan di dalam grafik:
Tinggi dari dasar gelas bawah sampai dasar gelas atas disebut sebagai
hKayu. Besar hKayu diukur sebagai ketinggian permukaan atas dari papan
kayu yang menjadi alas dari gelas atas.
Pada akhir percobaan cairan berhenti mengalir karena permukaan cairan
dalam gelas atas telah mencapai ujung pipa. Dalam situasi ini terdapat
ketinggian minimal hmin dalam gelas atas (diukur dari dasar gelas sampai
permukaan cairan) dan tinggi akhir hakhir dalam gelas bawah.
Tinggi antara dasar gelas sampai tanda 150 ml atau tanda 400 ml disebut
sebagai h150ml atau h400ml. Ukurlah nilai-nilai ini dengan memakai jangka
sorong.
Dalam percobaan ini kita mengukur waktu t. Pengukuran dimulai ketika
permukaan cairan dalam gelas atas berada pada ketinggian 400 ml dan
diakhiri ketika cairan pada ketinggian 150 ml. Setelah pengukuran selesai,
cairan dalam gelas atas terus turun sejauh dh150ml dari ketinggian 150 ml
sampai ketinggian hmin, maka cairan dalam gelas bawah naik sejauh
dh150ml. Beda tinggi dh150ml sebesar h150ml hmin. Beda tinggi antara
ketinggian akhir dan tinggi cairan pada tanda 400 ml kita sebutkan sebagai
dh400ml. Pada akhir percobaan permukaan cairan dalam gelas bawah akan
setinggi hakhir di atas dasar gelas.
Dengan memperhatikan bahwa perubahan ketinggian cairan pada gelas di
atas sama besar dengan perubahan ketinggian cairan pada gelas di bawah,
maka beda tinggi rata-rata h antara permukaan cairan dalam gelas atas
dan permukaan cairan dalam gelas bawah terdapat dari grafik gambar 8.1
sebelah kanan sebesar:
h = hKayu + hmin hakhir + ( d h400ml + d h150ml )
(8.4)
= hKayu + h400ml + h150ml hakhir hmin
Jadi besar ketinggian yang perlu diukur pada setiap percobaan adalah hakhir,
hmin dan hKayu. Semua nilai ini bisa diukur setelah cairan selesai mengalir
ke bawah.
Perhatikan bahwa cairan melengkung ke atas pada dinding wadah, tetapi
yang benar untuk diukur sebagai permukaan cairan adalah ketinggian
cairan di tengah wadah, bukan ketinggian pada dinding.
Perhatikanlah supaya pipa di bawah sudah masuk ke dalam cairan ketika
pengukuran waktu t dimulai.
8.6 P E R H AT I A N
Pakailah selalu semua alat hanya untuk satu cairan tertentu.
Jangan mencampurkan alat yang dipakai untuk dua cairan yang berbeda.
Pada alat telah tertulis jenis cairan yang boleh dipakai dengan alat tersebut.
6. Pindahkan cairan dari gelas bawah ke dalam gelas cadangan dengan cara
yang bersih ! Cara yang bersih: Sambil gelas atas diangkat, gelas bawah
ditukar dengan gelas cadangan tanpa memberikan kesempatan untuk cairan
menetes ke meja. Cairan dari gelas bawah dituangkan ke dalam gelas
cadangan, lalu gelas ditukar lagi.
7. Percobaan dilakukan dua kali dengan tiap-tiap pipa dan tiap-tiap cairan
yang dipakai.
8. Percobaan diulangi dengan pipa yang lain sesuai tugas di atas. Untuk
cairan yang lain, pakai gelas-gelas dan pipa-pipa yang lain !
9. Tentukan jarak h150ml antara dasar gelas dan tanda volume 150 ml dan jarak
h400ml antara dasar gelas dan tanda volume 400 ml pada gelas atas yang
dipakai untuk mengukur minyak kelapa. Tentukan besar h200ml dan h500ml
pada gelas atas yang dipakai untuk mengukur parafin.
10. Tentukan besar viskositas dari masing-masing pengukuran dan viskositas
rata-rata dari masing-masing cairan yang dipakai. Bandingkan hasil nilai
viskositas yang didapatkan dengan menggunakan pipa yang mempunyai
diameter yang berbeda.
Selamat Mengukur
Praktikum Fisika Dasar oleh Richard Blocher