Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“Sejarah Masuknya Islam di Asia Tenggara”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pembimbing: Ahmad Mu’is, S.Ag. M. Ag.

Disusun oleh Kelompok 10:

Syawalia Novita Sigli (230501110301)

Amelia Navira Dwiyanti (230501110336)

Fatchun Nidzom (230501110320)

Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

2023/2024
Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kami ucapkan.
Atas rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tercurah pada Rasulullah SAW. Semoga
syafaatnya mengalir pada kita kelak.

Makalah dengan judul “Sejarah Peradaban Islam di Asia Tenggara” dibuat untuk
melengkapi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Pada isi makalah disampaikan
mengenai sejarah peradaban islam di Asia Tenggara. Selain itu, dibahas pula teori-teori secara
berkala pada pertumbuhan tanaman. Penulis membandingkan pupuk N5 dan pupuk yang telah
digunakan di Perkebunan Umatara.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen atas bimbingan, arahan dan ilmu
yang disampaikan. Besar harapan kami agar makalah ini bisa menjadi rujukan peneliti
selanjutnya. Kami juga berharap agar isi makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada kesalahan penulisan. Kritik
yang terbuka dan membangun sangat kami nantikan demi kesempurnaan makalah. Demikian
kata pengantar ini kami sampaikan. Terima kasih atas semua pihak yang membantu
penyusunan dan membaca makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................5

1.3 Tujuan Pembahasan......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................6

2.1 Letak Asia Tenggara.....................................................................................................6

2.2 Sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara...................................................................7

2.3 Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara....................................................................11

2.4 Penyebaran Islam di Asia Tenggara...........................................................................17

2.5 Sistem Perekonomian di Masa Kerajaan Islam..........................................................19

BAB III PENUTUP...................................................................................................................23

3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................25

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asia Tenggara adalah tempat tinggal bagi penduduk Muslim terbesar di dunia.
Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Selain itu minoritas Muslim dapat ditemukan di Burma (Myanmar), Singapura,
Filipina, Thailand dan Vietnam. Secara geografis, kawasan Asia Tenggara merupakan
tempat yang unik dan menarik bagi perkembangan agama-agama dunia, sehingga
hamper seluruh agama terutama agama besar pernah singgah dan mendapat pengaruh
di tempat di kawasan ini, termasuk agama Islam. Bahkan tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa penduduk Muslim terbesar ada di kawasan Asia Tenggara. Saat ini,
ada sekitar 240 juta Muslim di Asia Tenggara atau sekitar 42% dari jumlah populasi
penduduk Asia Tenggara. Jumlahnya sekitar 25% dari total penduduk Muslim dunia
yang berjumlah 1.57 miliar jiwa.

Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, namun penduduk yang menganut
agama Islam di Indonesia sangatlah besar, yaitu sekitar 12,9% dari total Muslim di
dunia. Saat ini, Muslim di Indonesia berjumlah sekitar 203 juta jiwa atau 88,2% dari
seluruh jumlah penduduk yang berjumlah hamper 230 juta jiwa. Di Malaysia, Muslim
berjumlah 16.581.000 jiwa, atau 60,4% dari total penduduknya. Di Brunei, Muslim
berjumlah 269.000 jiwa, atau 67,2% dari seluruh jumlah penduduknya. Di Singapura
terdapat 16.581.000 orang Muslim, atau 15% dari seluruh jumlah penduduk. Selain itu,
juga dapat minoritas Muslim di beberapa Asia Tenggara lainnya, seperti 4.654.000
orang (5,1%) di Filipina 3.930.0008 orang (5,7%) dari seluruh jumlah penduduk
Thailand; 1.889.000 orang (3,8%) di Myanmar; dan 2000 orang (-1%) di Laos.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah yang berjudul “Peradaban Islam di Asia Tenggara” ini adalah
sebagai berikut:

a. Bagaimana letak Asia Tenggara di awal masuknya sejarah Islam?

b. Bagaimanakah sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara?

c. Apa saja teori masuknya Islam di Asia Tenggara?

d. Bagaimana konsep penyebaran Islam di Asia Tenggara?

e. Bagaimana sistem perekonomian pada masa tersebut?

1.3 Tujuan Pembahasan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan pembahasan dan penulisan
makalah ini hendak mencapai hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dimana letak Asia Tenggara pada saat masuknya Islam di Asia
Tenggara

2. Untuk menjelaskan Apa sajakah pengaruh peradaban Islam di Asia Tenggara

3. Untuk mempelajari teori masuknya Islam di Asia Tenggara

4. Untuk mengetahui bagaimana cara penyebaran Islam di Asia Tenggara

5. Untuk menjelaskan sistem perekonomian pada masa tersebut

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Letak Asia Tenggara

Asia tenggara atau yang di sebut dengan south-east adalah wilayah yang
terletak di sebelah tenggara benua asia. Secara geologis, Asia Tenggara menjadi
pertemuan gugusan utama pegunungan muda sirkum pasifik dan sirkum mediteran.
Bertemu di Indonesia timur, pada perairan Sibola, arah barat laut palung Banda dalam
lingkungan Sirkum Pasifik maupun Sirkum Mediteran, bermunculan puncak gunung
api aktif khusus nya Filipina dan Indonesia. Untaian pegunungan yang sudah tidak
menunjukkan aktivitasnya lagi terdapat di Semenanjung Malaka, Kalimantan
Pegunungan Arakan Yoma di Myanmar, pegunungan di Thailand, pegunungan Annam
di Semenanjung Indochina.

Secara klimatologis , wilayah Asia Tenggara yang terletak di sekitar dan dilalui
ekuator dimugkinkan mendapat hujan.oleh karena itu, bentangan Asia Tenggara
sebagian tertutup oleh hutan rimba tropis. Hamparan daratan rendahnya terletak di
jalur aliran dan delta sungai besar, sedangkan sebagian lagi berada di pesisir. Sungai
besar di kawasan ini adalah Sungai Mekong (semenajung indochina), Sungai Irawadi,
Sungai Saluen (Myanmar), Sungai Menam (Thailand), Sungai Kapuas, Sungai Bareto,
Sungai Bengawan Solo, Sungai Citarum, dan Sungai Nembramo (Indonesia)

6
Secara geo-politik, Asia Tenggara saat ini terdiri atas 11 negara, yakni:
Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam,
Laos, Kamboja, dan Timor Leste. Sepuluh di antaranya telah resmi menjadi anggota
ASEAN, sedangkan Timor Leste masih menjadi anggota peninjau. ASEAN
(assoaciation of south east asia nations) adalah nama persekutuan negara negara Asia
Tenggara ini lahir pada 8 agustus 1967, setelah ditanda tanganinya Deklarasi Bangkok
atau disebut juga dengan Deklarasi ASEAN di Bangkok oleh negara Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Latar belakang didirikannya ASEAN
adalah untuk mengantisipasi memuncaknya perang indochina dan perang dingin antara
blok Komunis dan Blok Barat.

Kelahiran ASEAN ditandai dengan ditandatanginya Deklarsi Bangkok


(Bangkok Declaration) pada 8 agustus 1967 oleh para Ketua Delegasi dari lima
negara: 1) Adam Malik (Menteri Presidium Urusan Politik atau Menteri luar Negeri
Republik Indonesia); 2) Tun Abdul Razak (wakil perdana menteri, menteri pertahanan,
menteri pembangunan Nasional Malaysia; 3) Narsisco Ramos (Menteri Luar Negeri
Flipina); 4) S.Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura); 5)Thanat Koman (Menteri
Luar Negeri Thailand)

Kemudian,pada 24 Februari 1967,dalam KTT ASEAN di Bali,kelima


Pemerintahan anggota ASEAN yang bertempat di Jakarta dan mengangkat H.R.
Darsono sebagai Sekjen pertama Sekretariat ASEAN untuk masa 2 (dua) tahun dan
akan dipergilirkan pada masing-masing anggota berdasarkan giliran abjad.

Belakangan,keanggotaan ASEAN bertambah dengan bergabungnya Brunei


Darussalam saat ini keanggotaan ASEAN telah menjadi 11 anggota,dengan
bergabungnya Myanmar, Kamboja, dan Vietnam serta Timor Leste sebagai anggota
peninjau.

2.2 Sejarah masuknya Islam di Asia Tenggara

Sejak abad I, kawasan laut Asia tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional karena posisinya yang menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur
7
Jauh, Asia Tenggara, dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan
internasional yang terbentang jauh mulai dari Teluk Persia sampai China melalui Selat
malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar
yaitu China di bawah Dinasti Tang (618-907), Kerajaan Sriwijaya (abad ke 7-14),
Dinasti Umayyah (660-749), dan Dinasti Abbasiyah (750-870)

Mulai abad VII dan VIII (abad I dan II Hijriah),para muslim dari Persia dan
Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri
China. Menurut catatan China, pada masa pemerintah dari Dinasti Tsung (627-650)
kaisar kedua dari Dinasti Tang telah datang empat muslim dari Jazirah Arabia. Yang
pertama bertempat tinggal di Canton (Guangzhou), Yang kedua menetap di kota Yang
Chow, Yang ketiga dan keempat bermukim di Couang Chow. Muslim pertama, Sa’ad
bin Abi Waqash,adalah seorang mubaligh dan sahabat Nabi Muhammad saw. Ia bukan
saja di kenal sebagai pembawa agama Islam pertama ke China, tetapi juga berjasa
mendirikan masjid di Canton, yang di sebut Masjid Wa-Shin-zi (Masjid Kenangan atas
Nabi). Oleh karena itu, sampai sekarang kaum muslim China membanggakan sejarah
perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi
Muhammad saw sendiri.

Satu abad VII dan abad selanjutnya Islam telah merambah daerah bagian asia,
yaitu negeri China, khususnya China selatan, sebagaimana dikemukakan di atas, selat
malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Oleh karena itu,
boleh jadi para pedagang dan mubalig Arab dan Persia yang sampai di China selatan
juga menempuh pelayaran melalui selat malaka. kedatangan Islam di Asia tenggara
dapat di hubungkan dengan pemberitaan dari I-ching, seorang musafir Buddha, yang
mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal po-sse di Canton pada
671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Vhoga (di duga daerah Palembang
di Sumatra Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Tang-Shu dari masa
Dinasti Tang, terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat
untuk menyerang Kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima itu amat kuat
dan adil, konon orang Ta-Shih mengurungkan niatnya untuk menyerang Kerajaan Ho-
ling.
8
Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yang harus diperhatikan, yaitu Po-sse
dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-sse adalah Persia dan
Ta-Shih adalah arab. Jika penafsiran ini benar, jelaslah bahwa orang Persia dan Arab
sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad VII dengan membawa ajaran Islam. Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ahli tentang tempat tinggal orang Ta-shih. Ada yang
menyebut bahwa di pesisir barat Sumatra atau Palembang, tetapi ada pula yang
memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu. Terlepas dari perbedaan
pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara.
Apabila gambaran tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara sejak abad VII sampai
abad XI banyak berdasarkan berita-berita China, bukti-bukti arkeologis mengenai hal
yang sama dikuatkan oleh penemuan beberapa nisan yang diperkirakan berasal dari
abad XI.

Dua nisan di temukan di Phan Rang , Campa selatan yang kini masuk wilayah
Vietnam. Pada nisaan pertama yang bertuliskan huruf Arab jenis Kufi tertulis nama
Ahmad bin Abu Ibrahim bin Abu Arradah Rahdar alias Abu Kamil (w.Kamis malam
29 Safar 431 H/1039).Pada batu nisan kedua yang sudah rusak dan tulisanya mirip
tulisan jawi (Arab-Melayu) isinya menceritakan pembayaran pajak,utang-piutang, dan
tempat tinggal. Dari bukti arkeologis itu terlihat bahwa Islam telah datang didaerah
Campa dan membentuk suatu komunitas muslim sekitar abad XI.

Artefak berupa batu nisan juga ditemukan di pekuburan dekat jalan Recidency
Bandar Seri Bengawan, yang memuat tulisan seperti di Campa. Pada nisan ini, tertulis
nama seorang perempuan, Makhdarah, yang wafat pada 440 H/1048 M. Pada abad XI,
di pesisir utara Jawa Timur, yaitu di Leran dan Gesik , juga di temukan sebuah nisan
dengan nisan di Phan Rang,Campa. Nisan di Leran ini juga menyebutkan nama
seseorang Perempuan, Fatimah binti Maimun bin Hibatullah (w. 7 Rajab 475
H/Desember 1082 M). Berdasarkan temuan nisan kubur Fatimah binti Maimun bin
Hibatullah ini diperkirakan bahwa dipesisir utara Jawa Timur, khususnya di Leran ,
telah terdapat sekelompok muslim yamg mungkin berasal dari Timur Tengah,
sebagaimana juga mereka yang datang pada abad tersebut di Campa dan Bandar Seri
Bengawan. Hal itu didasarkan pada jenis huruf Kufi yang menyerupai huruf Kufi
9
bercorak Timur Tengah, yaitu dengan tanda hiasan bentuk kail atau lengkung pada
bagian ujungnya tegak. Gaya huruf Kufi semacam itu mulai berkembang di Persia
pada akhir abad X.

Kedatangan Islam sejak abad VII sampai abad XII di beberapa daerah Asia
Tenggara dapat dikatakan baru pada tahap pembentukan komunitas muslim yang
terutama terdiri dari para pedagang. Abad XIII sampai abad XVI, terutama dengan
munculnya kerajaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam.
Perlu di bedakan antara tahap kedatangan, penyebaran, dan pembentukan struktur
pemerintahan atau kerajaan. Ketiga tahap tersebut memerlukan waktu dan proses yang
panjang, tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat yang di hadapi Islam. Pada
gelombang pertama, penyebaran Islam menghadapi masyarakatnya masih memiliki
struktur pemerintahan semacam desa atau kesatuan desa dengan kepercayaan
dinamisme dan animisme.

Apabila gelombang pertama hanya menghasilkan komunitas muslim yang


terutama terdiri dari pedagang muslim dan penyebaran Islam yang juga sangat
terbatas, pada gelombang kedua, yang dimulai sejak abad XIII penyebaran Islam lebih
mantap dan meluas. Hal ini bisa dilihat pada berdirinya kerajaan Islam pertama di Asia
Tenggara pada abad XIII di pesisir utara Aceh Barat, tepatnya di daerah
Lhokseumawe. Bahkan, kitab izhar al-Haqq fi silsilah Raja Ferlak yang di tulis oleh
Abu Ishaq al-Makrani al-Fasi yang berasal dari keluarga Mekan-Baluchistan (Pakistan
barat) yang sejak lama di tinggal di Pasai. Dalam kitab itu dikatakan, Kerajaan Perlak
di dirikan pada 225H/847M dan di perintah berturut-turut oleh delapan sultan. Pada
masa pemerintahan Sultan Muhammad Amin Syah (1225-1263),terjadi pernikahan
antara putri dari Perlak dan Merah Silu dari Samudra Pasai. Setelah menjadi penguasa
kerajaan itu, Merah Silu terkenal dengan nama Sultan Malik al-Shaleh

Keberadaan Sultan Malik al-Shaleh sebagai tokoh legendaris Kerajaan


Samudra Pasai, bukan hanya berdasar pada berita dalam Hikayat Raja-Raja Pasai dan
Sejarah Melayu tetapi juga pada data arkeologis berupa nisan kuburnya dengan tahun
wafat 696H/1297 M. Sejak Kerajaan Samudra Pasai tumbuh dan berkembang Yaitu
sejak abad XIII sampai akhir abad XVI. Pelayaran dan perdagangan antara muslim
10
dari Arah Persia, Irak, India Selatan, dan Sri Langka semakin ramai Mereka bukan
hanya mendatangi ibu kota Kerajaan Samudra Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran
dan perdagangannya ke negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara.

Hubungan antara Samudra Pasai dan Semenanjung Malaka bertambah ramai


dengan kedatangan Islam di kedah dan berkembangnya komunitas muslim di
Terengganu. Keberadaan komunitas muslim di daerah Terengganu ini dapat di
buktikan dengan temuan batu bertulis huruf Jawi (Arab-Melayu) dalam bahasa
campuran antara Melayu dan Sanskerta. Isinya antara lain menyatakan bahwa prasasti
Tamra ini ditempatkan dibenua Terengganu atas perintah Seri paduka pada Jum’at
pertama 4 Rajab tahun Saratan Baginda Rasul Allah tujuh ratus dua (Jum’at, 4 Rajab
702 atau Jum’at 22 Februari 1303).1

2.3 Teori Masuknya Islam di Asia Tenggara

Perdebatan tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara lazimnya terkait dengan


tiga permasalahan pokok yaitu: waktu dan tempat asal usul kedatangan Islam, serta
orang yang membawanya. Perdebatan tentang permasalahan pokok ini telah
melahirkan banyak teori tertentu dan adanya keberpihakan dari berbagai teori yang
ada. Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu hanya menekankan aspek-aspek
khusus dari ketiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lain.
Akibatnya, kebanyakan teori gagal menjelaskan kedatangan Islam, konversi ke Islam
yang terjadi, dan proses-proses Islamisasi yang terlibat di dalamnya. Meskipun
demikian lazimnya sebuah perdebatan akademik, suatu teori tertentu tidak mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan tandingan yang diajukan teori-teori lain.

Setidaknya, ada empat teori utama tentang asal-usul Islam di Nusantara yang
diperdebatkan dalam membahas tentang kedatangan, penyebaran dan Islamisasi
Nusantara, yaitu: “Teori India”, “Teori Arab”, “Teori Persia”, dan “Teori Cina”.

a) Teori India

Teori India yang secara umum menyatakan bahwa Islam berasal dari India.
Meskipun demikian, para sarjana pendukung teori ini masih memperdebatkan daerah-
1
Dr. H. Saifullah, SA. MA. , Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta, 2010, hlm. 1-12
11
daerah di India (Anak Benua India) yang menjadi asal-usul, para pembawa dan kurun
waktu kedatangan Islam. Perbedaan ini merupakan konsekuensi dari perbedaan alat
bukti historiografi yang digunakan dan perbedaan penafsirannya. Kebanyakan sarjana
orientalis yang menekuni kajian Islam di Asia Tenggara mendukung Teori India dan
berpendapat bahwa tempat asal-usul agama Islam di Kepulauan Nusantara adalah dari
Anak Benua India; bukan Arab atau Persia. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh
Pijnappel yang merupakan profesor pertama tentang studi Melayu di Universitas
Leiden. Pijnappel berargumen bahwa penyebaran Islam ke seluruh Nusantara
berafiliasi pada madzhab fiqh Shafi’i Arab dari Gujarat dan Malabar. Hal ini
dikarenakan daerah-daerah tersebut sangat sering ditemukan dalam sejarah awal
Nusantara. Meskipun demikian, Pijnappel tetap beranggapan bahwa para da’i
(proselytizer) yang awl mula menyebarkan Islam adalah orang-orang Arab dari Gujarat
dan Malabar, bukan orang-orang India sendiri.

Teori Pijnapel kemudian dikembangkan oleh sarjana Belanda lainnya yaitu


Snouck Hurgronje yang juga berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara dari
India, bukan langsung dari Arab. Menurut Hurgronje (1983), India Selatan adalah asal-
usul Islam di Nusantara. Hurgronje berargumen bahwa ketika Islam telah menguasai
kota-kota pelabuhan di India Selatan, sejumlah orang Islam dari Decca yang tinggal di
sana diperlakukan sebagai “orang-orang menengah” (middlemen) dalam perdagangan
antar negara-negara Muslim di Timur Dekat (Near-Estearn Muslim states) dan
Nusantara (Malay Archipelago). Para pedagang Muslim inilah yang merupakan orang-
orang yang pertama kali mengislamkan penduduk di Nusantara. Setelah itu barulah
bangsa Arab terutama dari zuriat Rasulullah s.a.w yang menyelesaikan dakwah Islam
baik sebagai seorang “pendakwah”, “pangeran pendakwah” atau Sultan. Menurut
Hurgronje, tahun 1200 adalah periode waktu paling awal yang mungkin bagi
terjadinya Islamisasi penduduk atau orang-orang Nusantara. Proses Islamisasi yang
paling awal telah dilakukan oleh orang-orang India yang telah memiliki hubungan
dengan Nusantara selama berabad-abad lamanya. Penyebar paling awal Islam ke
Nusantara adalah para pedagang-pendakwah (trader-missionaries) dan masuk secara
kultural nerupakan orang-orang inferior.

12
Berbeda dengan para pendahulunya, J.P Moquette (1912) mengatakan bahwa
agama Islam dibawa ke Nusantara dari Gujarat, India. Teori Moquette tersebut
berdasarkan temuan gaya batu nisan di Pasai khususnya yang berangka tahun 1424
yang sama persis dengan gaya batu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik
Ibrahim (w. 1419) di Gresik. Bukti ini diperkuat oleh temuan yang menyatakan bahwa
batu nisan di Pasai dan Gresik ternyata memiliki kesamaan dengan batu nisan yang
ditemukan di Cambay, Gujarat.

Berdasarkan fakta tersebut, Moquette berasumsi bahwa produksi batu nisan Gujarat
tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, namun juga telah diekspor ke
pasar luar negeri, khususnya pasar-pasar di Sumatera dan Jawa. Berdasarkan contoh-
contoh temuan di Pasai-Sumatera, Gresik-Jawa, dan Cambay-Gujarat tersebut,
Moquette berkesimpulan bahwa dengan mengimpor batu nisan dari Gujarat, orang-
orang Nusantara juga mengambil Islam dari Gujarat.

Kesimpulan Moquette bahwa agama Islam di Asia Tenggara berasal dari India,
yaitu Gujarat ini ditentang keras oleh Fatimi yang berargumen bahwa keliru
mengaitkan seluruh batu nisan di Pasai, termasuk batu nisan Malik al-Shalih berbeda
sepenuhnya dengan batu nisan Gujarat. Menurut penelitiannya, bentuk dan gaya batu
nisan Malik al-Shalih berbeda sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat
dan batu-batu nisan lain yang ditemukan di Nusantara. Fatimi berpendapat, bentuk dan
gaya batu nisan Gujarat justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di Bengal.
Karena itulah, Fatimi menyimpulkan bahwa Islam yang datang ke Nusantara berasal
dari wilayah Bengal, bukan Gujarat. Dalam kaitannya dengan “teori batu nisan” ini,
Fatimi juga mengkritik para sarjana yang tampak mengabaikan adanya batu nisan Siti
Fatimah (berangka tahun 475/1082) yang ditemukan di Laren, Jawa Timur. Para
sarjana yang dikritik oleh Fatimi umumnya beranggapan bahwa batu-batu nisan yang
ditemukan di daerah pesisir laut Nusantara tersebut adalah batu-batu yang digunakan
sebagai pemberat kapal dalam pelayaran. Para sarjana tersebut jelas telah mengabaikan
banyaknya jumlah batu-batu nisan yang ditemukan sebagaimana layaknya sebuah
kompleks pemakaman muslim.

13
Teori Fatimi yang menyatakan Islam Nusantara berasal dari Bengal ini juga
tidak luput dari kritik, misalnya terkait adanya perbedaan madzhab fiqh yang dianut
umat Islam di Nusantara yanng Syafi’i, sedangkan madzhab fiqh kaum muslim di
Bengal adalah Hambali. Dengan demikian, teori Fatimi gagal meruntuhkan teori
Moquette karena sejumlah sarjana Barat lain yang datang kemudian justru mengambil
alih teori Moquette dan menjadikan bukti-bukti Moquette sebagai dasar teori mereka
sendiri tentang asal-usul Islam di Nusantara. Diantara sejumlah sarjana tersebut adalah
R.A Kern, R.O Winstead, Schrieke, Brian Harrison, G.H Bousquet, B.H.M. Vieke, J.
Gonda, H.E. Wilson, dan D.G.E. Hall.

Teori Morison yang didukung oleh T.W. Arnold yang juga mengklaim bahwa
Islam dibawa ke Nusantara dari Coromandel dan Malabar India. Arnold menyokong
teori Morison berdasarkan bukti tentang adanya kesamaan-kesamaan aliran madzhab
fiqh yang ditemukan di Nusantara, Coromandel, dan Malabar. Sampai saat ini,
mayoritas umat Islam di Nusantara mengatur madzhab fiqh Shafi’i yang juga
mendominasi wilayah-wilayah Coromandel dan Malabar di India. Dominasi madzhab
Shafi’i ini telah meyebar sejak masa kunjungam Ibn Batuttah di tempat-tempat
tersebut. Persamaan madzhab fiqh Shafi’i dikedua wilayah tersebut menjadi dasar
argumen Arnold untuk menyatakan bahwa Islam dibawa ke Nusantara antara lain juga
berasal dari Coromandel dan Malabar, sebagaimana juga ada yang berasal dari Arabia.
Menurut Arnold, para pedagang dari Coromandel dan Malabar berperan pentng dalam
perdagangan India dan Nusantara. Sejumlah besar pedagang ini datang ke berbagai
pelabuhan dagang di Dunia Melayu-Indonesia di mana mereka ternyata tidak hanya
terlibat dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran agama Islam.2

b) Teori Arabia

Menurut Thomas W. Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya


tempat asal Islam dibawa. Ia mengatakan bahwa para pedagang Arab juga
menyebarkan Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak
awal-awal abad Hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Hal ini didasarkan pada

2
Faizal Amin, Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi
Nusantara, Vol. 18, No. 18 (2018)
14
sumber-sumber Cina yang yang mengatakan bahwa menjelang akhir abad ke-7
seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab-Muslim di
pesisir pantai Barat Sumatera. 3

Teori Arab juga dipegang oleh Crawfurd yang menyatakan bahwa interaksi
penduduk Nusantara dengan kaum muslim yang berasal dari pantai timur India
juga juga merupakan faktor penting dalam penyebaran Islam di Nusantara.
Sementara itu, Keijzer memandang Islam di Nusantara berasal dari Mesir atas
dasar pertimbangan kesamaan kepemelukan penduduk muslim di kedua wilayah
pada madzhab fiqh Syafi’i. Teori Arab ini juga dipegang oleh Niemman dan de
Hollander yang sedikti melakukan revisi dengan menyatakan bahwa Islam di
Nusantara bukan berasal dari Mesir, melainkan berasal dari Hadramawt. Sebagian
ahli Indonesia setuju dengan teori Arab ini yang menyatakan bahwa Islam di
Nusantara datang langsung dari Arabia, tidak dari India, tidak pada abad ke-12 atau
ke-13, melainkan dalam abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi. Kesimpulan
ini dihasilkan dari dari seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang
diselenggarakan pada tahun 1969 dan 1978.

Dalam hal ini, Hamka menolak keras terhadap teori Gujarat sebagaimana
dikemukakan dalam Seminar Sejarah Masuknya Islam di Indonesia yang
diselenggarakan di Medan dari tanggal 17 sampai dengan 20 Maret 1963. Hamka
juga menolak teori yang menyatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13
karena itu ia berpendapat bahwa Islam telah datang ke Indonesia pada abad ke-13
karena itu ia berpendapat bahwa Islam telah datang ke Indonesia jauh sebelumnya,
yaitu pada abad ke-7 Masehi.

Diantara pembela “teori Arab” yang juga sebagai penentang ‘teori India”
adalah S.M.N. al-‘Attas. Sebagaimana Morison al-‘Attas tidak bisa menerima
temuan epigrafis Moquette pada batu nisan di Pasai dan Gresik yang berasal dari
Gujarat untuk dijadikan sebagai bukti langsung bahwa Islam telah dibawa ke Pasai
dan Gresik oleh orang-orang muslim India. Batu-nisan dan barang-barang lainnya
yang dibutuhkan oleh penduduk wilayah itu sengaja dibawa dari India karena
3
Dr. Hj. Helmiati, M. Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru-Riau, 2014, hlm. 4
15
kedekatan jaraknya ke Nusantara jika dibandingkan dengan Jazirah Arab.
Meskipun demikian, al-‘Attas menyatakan bahwa bukti yang paling penting yang
dapat dikaji ketika mempertimbangkan kedatangan Islam ke Nusantara adalah
berdasarkan karakteristik-karakteristik “internal” dari agama Islam itu sendiri.

Menurut al-‘Attas sejak abad ke-17 ke belakang tidak ada bukti-bukti literatur
yang ditemukan berasal dari pengarang India atau karya yang berasal India.
Beberapa pengarang yang digambarkan sebagai “orang India” atau karya yang
“berasal dari India” oleh sarjana Barat sebenarnya adalah Arab atau Persia secara
etnis atau budaya. Nama-nama pendakwah awal juga menunjukkan bahwa mereka
adalah orang Arab atau Persia. Beberapa pendakwah diantaranya ada yang datang
melalui India, sebagaimana ada juga yang datang langsung dari Arab atau melalui
Persia yang kemudian melalui Cina. Beberapa karya memang ada yang di tulis di
India, tetapi asal-usul mereka adalah orang Arab atau Persia; atau mereka bisa jadi
meruoakan orang Turki atau Afrika (Maghribi) dan yang paling penting adalah isi
keberagaman mereka adalah Timur Tengah, bukan India. Dengan demikian Teori
Arabia dikemukakan oleh T.W Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemman, De
Hollander, al-‘Attas, Hashimi, dan Hamka.

c). Teori Persia

Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal


dari Persia, bukan India atau Arabia. Teori ini didasarkan pada kesamaan unsur
budaya Persia, khususnya Shiah yang ada dalam unsur kebudayaan Islam
Nusantara, khususnya di Indonesia dengan Persia. Diantara pndukung teori ini
adalah Hoesin Djajadiningra yang menyatakan tiga alasan.

Pertama, ajaran manunggaling kawula gusti Sheikh Siti Jenar dan atau wahdah
al-wujud Hamzah al-Fansuri dalam mistik Islam (sufisme) Indonesia adalah
pengaruh sufisme Persia dari ajaran wahdah al-wujud al-Hallaj Persia.

Kedua, penggunaan istilah bahasa Persia dalam sistem mengeja huruf Arab,
terutama untuk tanda bunyi harakat dalam pengajaran al-Qur’an seperti kata
“jabar” dalam bahasa Persia untuk kata”fathah” dalam bahasa Arab, kata “jer”
16
dalam bahasa Persia untuk “kasrah” dalam bahasa Arab, dan pes dalam bahasa
Persia untuk “dhammah” dalam bahasa Arab.

Ketiga, tradisi peringatan 10 Muharram atau ‘Ashshura sebagai hari peringatan


Shiah terhadap shahidnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala. Teori Persia
ini dibantah oleh Saifuddin Zuhri yang menyatakan bahwa Islam masuk ke
Kepulauan Nusantara pada abad ketujuh Hijriah, yaitu masa kekuasaan Bani
Umayyah, sehingga tidak mungkin Islam berasal dari Persia pada saat kekuasaan
politik dipegang oleh bangsa Arab

d). Teori Cina

Teori ini didasarkan pada argumen yang relatif sama dengan Teori Persia, yaitu
banyaknya unsur kebudayaan Cina dalam beberapa unsur kebudayaan Islam di
Indonesia. Menurut H.J. de Graf yang telah menyunting beberapa literatur Jawa
Klasik (Catatan Tahunan Melayu) memperlihatkan adanya peranan orang-orang
Cina dalam pengembangan Islam di Indonesia. Dalam tulisan tersebut disebutkan
bahwa tokoh-tokoh besar seperti Sunan Ampel (Raden Rahmat/Bong Swi Hoo), dan
Raja Demak (Raden Fatah/Jin Bun) merupakan orang-orang keturunan Cina.
Pandangan ini didukung oleh Slamet Muljana dalam bukunya yang kontroversial,
runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan timbulnya Negara-Negara Islam Nusantara.
Seementara Denys Lombard menunjukkan banyaknya silang budaya Cina dalam
berbagai aspek kehidupan bngsa Indonesia, seperti makanan, pakaian, bahasa, seni,
bangunan, dan sebagainya. 4

2.4 Penyebaran Islam di Asia Tenggara

Kedatangan Islam di Asia Tenggara sebagian besar didahului oleh


interaksi dengan para pedagang yang berasal dari Arab, India, Cina, Iran, dan Yaman.
Kepulauan Melayu sejak abad ke-5 sebelum Masehi telah menjadi tempat
persinggahan para pedagang. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh para pedagang

4
Faizal Amin, Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi
Nusantara, Vol. 18, No. 2 (2018)
17
Muslim yang singgah utnuk menyebarkan Islam khususnya pada masyarakat sekitar
pesisir. Adapun berikut ini beberapa jalur masuknya Islam ke Asia Tenggara.

1. Jalur Perdagangan

Sejak abad ke-1, kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional di


kawasan laut Asia Tenggara khususnya Selat Malaka telah memiliki kedudukan
yang sangat penting. Posisinya yang menghubungkan negeri-negeri di Asia
Timur, Asia Tenggara, dan Asia Barat, serta kesibukan lalu lintas perdagangan di
kawasan Asia Tenggara pada abad ke-7 sampai abad ke-16 membuat pedagang-
pedagang msulim (Arab, Persia, dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan
di negeri-negeri Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia. Pengaruh inilah yang
menyebabkan adanya perubahan sistem kehidupan di Asia Tenggara yang
sebelumnya kepercayaan yang dominan di kalangan masyarakat adalah
dinamisme menjadi monotheisme, karena adanya pengaruh pedagang Islam
tersebut.

2. Jalur Perkawinan

Pedagang muslim dengan status sosial yang lebih baik dari kebanyakan
pribumi menyebabkan banyak putri-putri bangsawan tertarik menjadi istri
saudagar-saudagar teersebut. Sebelum menikah, para calon istri saudagar
diislamkan terlebih dahulu, lalu setelah mempunyai keturunan dan lingkungan
mereka semakin luas, maka terbentuklah kampung-kampung, daerah-daerah,
bahkan kerajaan-kerahaan muslim.

3. Jalur Tasawuf

Seorang ahli sejarah asal Australia, H. John menyatakan bahwa proses


Islamisasi di Asia Tenggara dipengaruhi ajaran Tasawuf dan dakwah cerdas yang
dilakukan oleh para sufi yang datang bersama pedagang muslim. Pengajar
Tasawuf atau para sufi mengajarkan Teosofi yang bercampur dengan ajaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat terutama di Indonesia, seperti mereka mahir
dalam mantra atau magic dan mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan.

18
Dengan Tasawuf, Islam yang diajarkan kepada penduduk mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut Hindu sehingga agama
Islam mudah diterima dan dimengerti.

4. Jalur Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, dan para


ulama melalui pendidikan di sekolah maupun pesantren. Di pesantren atau
pondok, calon guru, calon kyai, maupun calon ulama mendapatkan pendidikan
agama. Setelah lulus, mereka kembali ke kampung masing-masing untuk
berdakwah ke tempat-tempat tertentu untuk mengajarkan Islam. Sebagai contoh,
pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Surabaya dan Sunan Giri
di Giri, dimana alumni pesantren ini banyak diundang ke Maluku untuk
berdakwah.

5. Jalur Kesenian

Islamisasi di bidang kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan


wayang. Sunan Kalijaga adalah tokoh paling mahir dalam mementaskan wayang.
Beliau tidak pernah meminta upah pertunjukan, melankan beliau meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar
cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi cerita
tersebut disisipkan ajaran-ajaran juga nama-nama ukir, seni bangunan, sastra
(hikayat, babad, dan lain sebagainya).

6. Jalur Politik

Banyak di antara penduduk di Asia Tenggara masuk Islam setelah


rajanya atau kepala negaranya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat membantu tersebarnya Islam di suatu wilayah. Kemenangan kerajaan Islam
secara politis dapat menarik penduduk kerajaan bukan Islam masuk memeluk agama
Islam. 5

2.5 Sistem Perekonomian di Masa Kerajaan Islam

5
Imam Aji Pratomo, dkk., Dinamika Penyebaran Islam di Asia Tenggara, Vol. 01, No. 02 (2023)
19
Beberapa kerajaan Islam dalam sejarah Indonesia seperti kerajaan Aceh
Darussalam, Mataram, Banten, Palembang, Ternate, Tidore, Makassar, Banjar, Jambi,
dan Demak. Diantara kerajaan yang ada menjadi pusat Pelabuhan bagi perdagangan
internasional dimana pedagang dari Timur Tengah dan Barat datang untuk menjual
barang-barangnya dan membeli barang dari kerajaan di nusantara. Sehingga, salah satu
gejala penting dari munculnya kota perdagangan pada masa kesultanan adalah gejala
kelahiran “kelas pedagang” atau “usahawan perdagangan” yang menjadi pelaku
penting dalam perekonomian masyarakat Nusantara pada abad ke-16 sampai abad ke-
18, dari kalangan kaum penguasa dan elit tradisional, yaitu raja atau sultan,
bangsawan, syahbandar, tumenggung, orang kaya, datuk besar, dan para saudagar dari
kalangan santri terkemuka

Kerajaan-kerajan Islam dalam urusan keuangan publiknya juga telah


menerapkan dari apa yang telah diimplementasikan oleh Daulah Islam di Timur
Tengah dan Asia seperti Turki Utsmani, Mughal dan Safawid. Contohnya kerajaan
Aceh Darussalam untuk mengurus dan melaksanakan urusan-urusan mengenai
ekonomi/keuangan, dibentuk dua lembaga setingkat kementerian, yaitu Baitul Mal
(Kementerian Keuangan) dan Balai Furdlah (Kementerian Perdagangan). Pertama,
baitul mal dipimpin oleh Menteri keuangan yang bergelar Bendahara Raja Wazir
Dirham, yang bertugas mengurus pengelolaan keuangan seperti sumber-sumber
keuangan negara antara lain yaitu: Zakat (zakat pertanian, zakat peternakan, zakat
pertambangan, zakat perniagaan, zakat fitrah dan lain-lainnya), jizyah (pajak badan
bagi warga negara yang bukan Muslim), kharaj ( pajak hasil bumi dari warga negara
yang bukan Muslim) , ‘usyur (bea cukai) dan keuntungan dari perusahaan-perusahaan
kerajaan. Adapun alokasinya seperti yang telah dilakukan oleh Daulah-daulah Islam
sebelumnya yang berasal dari Timur Tengah, Andalusia (Eropa), dan Asia.

Kedua, Balai Furdlah (Kementerian Perdagangan) dipimpin oleh Menteri


Perdagangan yang bergelar Menteri Seri Paduka Wazir Perniagaan, yang merupakan
salah satu departemen yang sangat penting dan vital sekali, karena bukan saja hanya
mengurus urusan-urusan perdagangan dalam dan luar negeri, tetapi juga mengurus dan

20
mengawasi bidang-bidang usaha yang menghasilkan bahan-bahan perdagangan,
seperti pertanian, peternakan, pertambangan, perindustrian, perkapalan/pelayaran dll.

Dalam perdagangan dalam negeri, salah satu konsen pemerintah adalah


kestabilan harga, maka telah ditetapkan berbagai macam peraturan dan adat, seperti
Hukum Adat Ukuran, yang mengatur jenis-jenis, ukuran/timbangan/sukatan, cara-cara
pemakaiannya dan sebagainya dan hukum yang menetapkan, bahwa para menteri, para
panglima para pejabat tinggi dalam kerajaan sekali-kali tidak boleh berniaga, juga
tidak boleh memberi modal kepada para saudagar. Jika tetap dilanggarnya juga,
pejabat bersangkutan akan dihukum dan dipecat dan saudagar akan dihukum juga dan
hartanya disita.

Perdagangan luar negeri amat vital bagi kerajaan. Karena penting dan vitalnya,
maka telah ditetapkan undang-undang dan peraturan-peraturan pelaksanaan sampai
mendetail. Undang-undang pokok perdagangan luar negeri yang terdiri dari 10 pasal,
telah mengatur segala hal ihwal perdagangan luar negeri secara umum dan prinsipil,
dimana ditetapkan yang mana Pelabuhan Internasional, barang-barang yang boleh
diekspor dan diimpor, besarnya bea cukai, ketentuan-ketentuan bagi kapal yang
berlabuh dan sebagainya telah ada dalam sejarah Islam; Dinar dan Dirham. Kerajaan
Aceh Darussalam membuat mata uang sendiri yang ditulis dengan huruf Arab pada
masa kepemimpinan Sultha Alaiddin Ri’ayat Syah Al Qahhar (945-979 H. -1539-1571
M), yang terdiri dari tiga macam, yaitu:

a. Uang emas yang bernama “derham”, yang pada sisi sebelah dikaramkan nama
Sulthan yang dibuat pada zamannya, sedangkan pada sisi yang lain dikaramk
tahun pembuatannya dan/atau nama Ibukota Kerajaan Banda Aceh Darussalam.

b. Uang perak yang bernama “kupang”, yang pada sisi sebelah dikaram tahun
pembuatannya dan/atau nama Sulthan yang dibuat dalam masanya, sedangkan
disisi yang lain dikaram nama Ibukota Kerajaan Banda Aceh Darussalam.

c. Uang timah yang bernama “keueh”, yang pada satu sisi dikaram tahun
pembuatannya sedangkan disisi yang lain dikaram nama Ibukota Banda Aceh
Darussalam.
21
Dalam bidang keuangan sosial Islami merupakan tanggung jawab
pemerintah untuk memberikan jaminan sosial kepada rakyatnya. Adat Aceh
menunjukkan bahwa sedekah merupakan tanggung jawab pemerintah karena itu
disebutkan setelah menyediakan lapangan pekerjaan untuk oarang-orang miskin
dan pemberian sedekah untuk menghilangkan kesulitan tersebut. Bentuk aktivitas
sosial lain yang dilakukan oleh pemerintah atau sultan yaitu yang dilakukan Sultan
Akbar yang memberikan wakaf untuk masyarakat Banten yang ingin menunaikan
ibadah haji. Dapat dinyatakan bahwa Sultan atau Raja di masa sistem kerajaan atau
kesultanan sangat memerhatikan pentingnya keuangan sosial Islam seperti zakat,
infaq dan sedekah untuk kemaslahatan masyarakatnya.

Sistem Ekonomi Islam yang berkembang pada masa sistem kerajaan


terus berkembang sampai akhirnya satu per satu kerajaan Islam di Indonesia kalah
berperang dengan penjajah dan daerah-daerahnya pun ikut dikuasai dan dikontrol
oleh penjajah. Faktor internal dan eksternal adalah penyebab jatuhnya kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia di abad ke-19 an. Sistem ekonomi Islam yang telah
dibangun sedikit demi sedikit hilang digantikan dengan sistem ekonomi
Kapitalisme yang dibawa oleh para penjajah seperti Portugis dan Belanda.6

6
Abdul Qoyyum, dkk,. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta, 2021, hlm. 460-463.
22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Asia Tenggara merupakan tempat bagi muslim terbesar di dunia berada di Indonesia,
Myanmar, dan Brunei Darussalam, Islam merupakan agama mayoritas. Sementara di
Myanmar, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam, Islam merupakan agama minoritas.
Kedatangan Islam di Asia Tenggara sebagian besar didahului oleh interaksi dengan para
pedagang yang berasal dari Arab, India, Cina, Iran, dan Yaman. Secara keseluruhan teori
India, teori Arabia, teori Persia, dan teori Cina adalah merupakan upaya para sarjana untuk
menjawab tiga permasalahan pokok, yaitu kapan, dari mana, dan siapa pembawa agama Islam
ke Asia Tenggara. Perbedaan yang muncul diantara teori-teori tersebut disebabkan kurangnya
data pendukung dan adanya keberpihakan yang cenderung hanya menekankan aspek-aspek
khusus dari ketiga permasalahan pokoknya, alih-alih mempertentangkan argumen yang
perdebatannya tidak pernah tuntas, teori-teori tersebut sejatinya saling melengkapi dan
menutupi kekurangan satu sama lainnya. Tak hanya melalui jalur perdagangan, Islam masuk
ke Asia Tenggara juga melalui jalur perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik.

Sebagai mahasiswa yang kelak akan berdakwah kepada generasi bangsa, sudah
seharusnya bagi kita untuk memperluas wawasan, salah satunya dengan mempelajari materi
dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam ini. Dalam mengkaji suatu ilmu, kita hendaknya
memperhatikan dan memastikan bahwa sumber yang menjadi rujukan kita sudah akurat. Hal
ini guna mencegah adanya kekeliruan yang buisa berakibat buruk bila kita tidak hati-hati.
Terlebih, informasi yang kita serap, kelak akan kita syiarkan ulamg kepada masyarakat. Oleh
karena itu, selalu bersikap teliti dalam menuntut ilmu merupakan hal yang perlu dilakukan
demi memaksimalkan proses dakwah.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Saifullah, SA. MA. , Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta,
PUSTAKA PELAJAR, 2010, hlm. 1-12

Amin Faizal, Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:Telaah Teoritik Tentang
Proses Islamisasi Nusantara, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 18, No. 18 (2018)

Dr. Hj. Helmiati, M. Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara, Pekanbaru-Riau, LEMBAGA
PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UIN SULTAN
SYARIF KASIM RIAU, 2014, hlm. 4

Pratomo Imam Aji, dkk., Dinamika Penyebaran Islam di Asia Tenggara, Jurnal Multidisiplin
Ilmu Sosial, Vol. 01, No. 02 (2023)

Qoyyum Abdul, dkk,. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Departemen Ekonomi dan
Keuangan Syariah – Bank Indonesia, Jakarta, 2021, hlm. 460-463.

25

Anda mungkin juga menyukai