“Di atas batu ini, saya meletakan peradaban orang Papua”...Sekalipun orang memiliki
kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi mereka tidak dapat memimpin bangsa ini. Tetapi
bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri.
(Aitumeri, 25 Oktober 1925)
Pengantar
Masyarakat Papua sudah mengenal pendidikan sejak zaman dahulu kala dalam konteks
budayanya masing-masing. Pendidikan itu berlangsung di dalam rumah-rumah adat, seperti:
Rumsram, Karawari, Yeuw, dsbnya. Upacara-upacara adat dalam hubungan dengan rites de
initiati memberikan tanggung jawab kepada lembaga Rumsram, Karawari, atau Yeuw untuk
mempersiapkan generasi muda dengan semua pengetahuan, baik di bidang keagamaan, dan
bidang keterampilan lainnya sebagai prasyarat mutlak sebelum mereka menjalani inisiasi atau
dinobatkan sebagai anggota penuh dalam masyarakat. Peran ini berlangsung terus sampai
pekabaran Injil masuk dan memperkenalkan sistim sekolah sebagai sistim pendidikan modern
dalam masyarakat Papua.
Sistim pendidikan sekolah merupakan suatu pola pendekatan baru yang digunakan oleh
para zendeling sejak masa-masa awal pekabaran Injil, dengan mengacu pada semboyan:”Barang
siapa menguasai generasi muda, ia menguasai masa depan”. Tujuan penyelenggaraan sekolah itu
jelas berkaitan dengan maksud-maksud pekabaran Injil, sebagaimana yang nampak dalam
rumusan tujuan pendidikan bagi anak-anak budak yang ditebus dari majikan-majikan
mereka:”mendidik anak-anak itu dalam kehidupan beragama, dan kemudian memberikan
kemerdekaan kepada mereka, agar mereka dapat kembali kepada sukunya ataupun tetap tinggal
pada kita, dan supaya mereka, apabila mereka cocok untuk itu, dapat mengabarkan Injil kepada
saudara-saudara senegerinya”. Selain tujuan penginjilan, jelas penyelenggaraan sekolah pun
mempunyai maksud untuk mempercepat proses perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat
Papua.
Dr.Drs.C.Deda dalam orasi ilmiah tentang Pendidikan yang membebaskan, memberikan
pandangan kritis terhadap penyelenggara pendidikan di tanah Papua, ia mengatakan
bahwa:”Melihat sejarah pendidikan masa lalu dengan dunia pendidikan masa kini sangat
tercengang dan sangat memprihatinkan”.Banyak anak usia sekolah dari tingkat dasar dan
menengah sampai perguruan tinggi bernasib buruk dalam kemajuan di sekolah. Mereka tidak
dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau tidak dapat menyelesaikan studinya
pada jengjang tersebut. Walapun mereka berprestasi dan pandai di kelas tetapi proses pendidikan
pun ikut menentukan nasibnya sebagaimana adanya. Hal ini disebabkan oleh latarbelakang
ekonomi keluarga, keadaan dan pergaulan sosial diantara pemuda serta ketidak-siapan mereka
secara pribadi, dan masalah lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan metode dan strategi yang ditata
sesuai dengan konteks kehidupan peserta didik (murid).
I. KILAS BALIK PENDIDIKAN DI TANAH PAPUA
Menurut Decky Wamea di dalam bukunya: Peranan Zending dalam Bidang Pendidikan (1855-
1962) ia membagi perkembangan pendidikan di Papua ke dalam empat tahapan:
1. Tahap pendidikan agama (Religiuse onderwijs 1855-1935).
Periode ini dimulai sejak 5 Februari 1855 ketika dua orang penginjil (Ottow dan Geissler)
menginjakkan kaki di Pulau Mansinam, Manokwari. Merekalah yang pertama membawa
ajaran agama Kristen di Papua. Dengan diperkenalkannya ajaran baru ini, maka
masyarakat Papua mulai mengenal adanya Tuhan atau kekuatan di luar atau di atas
mereka, mengenal peradaban baru, mengenal adanya pemerintahan, terutama
pemerintahan Belanda.
Pada masa ini pendidikan dalam arti pendidikan secara Barat (Eropa) yang berbentuk
sekolah baru di mulai pada tahun 1857 (atas prakarsa Ottow dan Geissler) dengan
pendirian sekolah yang sederhana di Mansinam. Dalam sejarah zending kita baca bahwa
nyonya dari pendeta Ottow membuka sekolah pada tahun 1857 di sebuah bilik di
rumahnya. Sesudah anak-anak bertambah banyak barulah gedung sekolah didirikan. Dan
inilah sekolah pertama yang didirikan dalam sejarah pendidikan di Papua. Dalam
perkembangan selanjutnya sekolah ini dikenal dengan sebutan pengadaban atau
Beschaving School.