Anda di halaman 1dari 4

Penetapan gaji Direksi dan Dewan Komisaris dapat dilakukan melalui RUPS” Penentuan dan

penetapan gaji untuk Direksi dan Dewan Komisaris berbeda dengan gaji untuk karyawan.
Ketentuan terkait gaji Direksi dan Dewan Komisari diatur dalam ketentuan Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT)

Sumber: 4 Poin Penting Tentang Penetapan Gaji Direksi dan Dewan Komisaris

Bicara tentang gaji Direksi dan Dewan Komisaris, ada 4 poin yang mesti diketahui bagi
pengusaha. Mari perhatikan beberapa poin berikut:

Penetapan gaji dan tunjangan Direksi

 Penetapan gaji dan tunjangan Direksi

Perusahaan dapat menetapkan gaji dan tunjangan untuk Direksi melalui keputusan
RUPS (Pasal 96 Ayat (1) UUPT). Selain melalui RUPS, gaji Direksi dapat ditetapkan
oleh Dewan Komisaris. Keputusan rapat Dewan Komisaris dapat menetapkan gaji
dan tunjangan bagi Direksi apabila kewenangan penetapan gaji melalui RUPS
diberikan kepada Dewan Komisaris (Pasal 96 Ayat (3) UUPT.
 Penetapan gaji atau honorarium dan tunjangan Dewan Komisaris

Berbeda dengan penetapan gaji Direksi yang dapat ditetapkan melalui dua
keputusan, penetapan gaji Dewan Komisaris hanya dapat ditetapkan melalui RUPS.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 113 UUPT.

 Dilaporkan dalam laporan tahunan RUPS Setiap tahun Direksi wajib menyampaikan
laporan tahunan kepada RUPS maksimal 6 bulan setelah tahun buku perusahaan
berakhir (Pasal 66 Ayat (1) UUPT). Menurut Pasal 66 Ayat (2) UUPT, laporan tahunan
tersebut harus mencantumkan terkait dengan gaji dan tunjangan bagi Direksi serta
gaji atau honorarium dan tunjangan bagi Dewan Komisaris tahun sebelumnya.

 Dimuat dalam rancangan penggabungan (merger) Perusahaan yang ingin


melakukan aksi korporasi berupa merger atau penggabungan harus membuat
rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan tersebut disusun oleh Direksi
yang akan menggabungkan diri dan Direksi yang menerima penggabungan (Pasal
123 Ayat (1) UUPT). Dalam rancangan penggabungan minimal harus memuat
beberapa hal tertentu yang diatur dalam Pasal 123 Ayat (2) UUPT.

Salah satu ketentuan yang harus ada dalam rancangan penggabungan adalah nama
anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta gaji, honorarium dan tunjangannya
bagi perusahaan yang menerima penggabungan (Pasal 123 Ayat (2) Huruf k UUPT).

Setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“Undang-Undang


Cipta Kerja”) diundangkan, terdapat beberapa undang-undang yang mengalami perubahan.
Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(“Undang-Undang Perseroan Terbatas”). Adapun beberapa ketentuan di dalam Undang-
Undang Perseroan Terbatas yang mengalami perubahan adalah sebagai berikut:

1. Pengecualian untuk Dua Pemegang Saham


Pada dasarnya, perseroan terbatas perlu didirikan oleh paling sedikit dua subjek
hukum berdasarkan perjanjian. Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, perseroan
terbatas meliputi badan hukum perorangan jika memenuhi kriteria usaha mikro
dan kecil. Dengan demikian, setiap orang dapat mendirikan suatu perseroan
terbatas dan memiliki sahamnya seorang diri, sepanjang perseroan tersebut
termasuk dalam kategori usaha mikro dan kecil.[1] Lebih lanjut, perubahan
Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur bahwa pengecualian untuk
dua pemegang saham berlaku bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh
negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, perseroan yang
mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan
dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan Undang-Undang tentang
Pasar Modal dan perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.

2. Status Badan Hukum


Sebelum perubahan, perolehan status badan hukum bagi perseroan terjadi pada
tanggal diterbitkannya keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
tentang pengesahan badan hukum. Namun, setelah perubahan, perolehan status
badan hukum perseroan terjadi setelah didaftarkan kepada Menteri dan
mendapatkan bukti pendaftaran.[2]

3. Jumlah Modal Dasar


Ketentuan mengenai modal dasar juga telah diubah oleh Undang-Undang Cipta
Kerja. Sebelumnya, besaran modal dasar adalah paling sedikit Rp50.000.000
(lima puluh juta rupiah). Saat ini, besaran modal dasar perseroan ditentukan
berdasarkan keputusan pendiri perseroan.[3]

4. Biaya Administrasi Pemerintah pada Perseroan


Biaya-biaya yang terkait dengan administrasi pemerintah pada perseroan
terbatas sebelumnya merujuk pada peraturan pemerintah, namun setelah
adanya amandemen, biaya-biaya tersebut merujuk pada undang-undang dan
peraturan di bidang penerimaan negara bukan pajak.[4]

5. Perseroan yang Memenuhi Kriteria Usaha Mikro dan Kecil


Undang-Undang Cipta Kerja menambahkan 10 pasal baru mengenai usaha
mikro dan kecil. Bahwa perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil
dapat didirikan oleh hanya satu orang.[5] Adapun, pendirian perseroan untuk
usaha mikro dan kecil dilakukan berdasarkan surat pernyataan pendirian yang
dibuat dalam Bahasa Indonesia[6] dan didaftarkan secara elektronik kepada
Menteri.[7] Selain itu, bahwa dalam pendirian badan hukum perseroan untuk
usaha mikro dan kecil diberikan keringanan biaya.[8]
Direksi perseroan untuk usaha mikro dan kecil menjalankan pengurusan
perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.[9] Direksi perseroan
wajib membuat laporan keuangan dalam rangka mewujudkan tata kelola
perseroan yang baik.[10] Kemudian, pendiri perseroan untuk usaha mikro dan
kecil hanya dapat mendirikan satu perseroan dalam satu tahun.[11] Untuk
perseroan untuk usaha mikro dan kecil, pemegang sahamnya merupakan orang
perorangan.[12] Pemegang saham perseroan untuk usaha mikro dan kecil tidak
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama
perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham
yang dimiliki,[13] ketentuan tersebut berlaku selama: (a) persyaratan perseroan
sebagai badan hukum sudah terpenuhi; (b) pemegang saham tidak memiliki
itikad buruk (secara langsung maupun tidak langsung) memanfaatkan perseroan
untuk kepentingan pribadi; (c) pemegang saham bersangkutan tidak terlibat
dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau (d)
pemegang saham tidak secara melawan hukum menggunakan kekayaan
perseroan, yang mengakibatkan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang perseroan.[14]

Pembubaran perseroan untuk usaha mikro dan kecil dilakukan oleh RUPS yang
dituangkan dalam pernyataan pembubaran dan diberitahukan secara elektronik
kepada Menteri.[15] Apabila perseroan untuk usaha mikro dan kecil tidak lagi
memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan kecil, maka perseroan wajib
mengubah statusnya menjadi perseroan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[16]

[1] Pasal 109 angka 1 Undang-Undang Cipta Kerja mengatur bahwa “Perseroan Terbatas,
yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi
kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam perundang-undangan mengenai
Usaha Mikro dan Kecil.”
[2] Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan Undang-
Undang Cipta Kerja
[3] Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[4] Pasal 153 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan Undang-
Undang Cipta Kerja
[5] Pasal 153A ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[6] Pasal 153A ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[7] Pasal 153B ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[8] Pasal 153I ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[9] Pasal 153D ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[10] Pasal 153F ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[11] Pasal 153E ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[12] Pasal 153E ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[13] Pasal 153J ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[14] Pasal 153J ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[15] Pasal 153G ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja
[16] Pasal 153H ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah diubah dengan
Undang-Undang Cipta Kerja

Anda mungkin juga menyukai