Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PERBEDAAN PERSEROAN TERBATAS PADA UNDANG-UNDANG NOMOR

40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020

Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur 2 Hukum Perusahaan

Ajmi Pajrul Amien 205010100111130


No Absen : 16
Kelas : Hukum Perusahaan F

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2023
Pemerintah telah mengeluarkan paket regulasi dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merevisi dan mencabut beberapa peraturan undang-
undang. Lahirnya UU Cipta Kerja menimbulkan banyaknya polemik di masyarakat, karena
konsep yang digunakan dalam pembentukan UU ini berbentuk omnibus law. Omnibus law
sendiri merupakan bentuk yang baru bagi negara Indonesia yang menganut sistem hukum
civil law.1 Polemik tersebut tidak hanya timbul pada bentuk Undang-Undangnya, tetapi juga
hadir pada isi substansi dari peraturannya. UU Cipta Kerja telah merubah dan menambah
pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT). Dengan melakukan rangkaian perubahan pada regulasi PT, UU Cipta Kerja
diharapkan mampu menyerap tenaga kerja, menciptakan lapangan kerja baru, dan
meningkatkan investasi dalam negeri maupun asing di Indonesia melalui perampingan
regulasi di beberapa bidang yang selama ini menghambat pembangunan ekonomi nasional
termasuk. Muncul permasalahan ketika terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam UU
PT melalui UU Cipta Kerja.2
Salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan perekonomian adalah dengan
diperkenalkannya bentuk baru dalam hukum perusahaan Indonesia yakni dengan adanya
kehadiran Badan Hukum Perorangan dalam bentuk Perseroan Perorangan yang dikhususkan
bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil (untuk selanjutnya disebut UMK) yang sebelumnya tidak
dikenal dalam UU PT3. Tujuan dibentuknya Perseroan Terbatas Perorangan untuk pelaku
UMK untuk memudahkan pengembangan usaha bagi pelaku UMK dengan dapat membentuk
badan usaha berbadan hukum Perseroan Terbatas. Kebaharuan yang terdapat dalam UU
Ciptaker juga meliputi beberapa perubahan atas UU PT, perubahan tersebut dapat dilihat
melalui hasil analisis penulis sebagai berikut:

1. Perluasan Makna pada Definisi Perseroan Terbatas pada Undang-Undang Nomor


40 Tahun 2007 dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Terdapat perbedaan mendasar antara definisi Perseroan Terbatas antara Undang-


Undang PT dengan Undang-Undang Ciptaker, pada Pasal 1 Ayat (1) UU PT
menyebutkan bahwa definisi Perseroan terbatas berbunyi:

1
I Gede Agus Kurniawan, “Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja Dalam
Perspektif Filsafat Utilitarianisme,” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (2022): hlm. 282-298
2
Ima Mayasari, “Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus Law Di Indonesia,” Jurnal
Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 9, no. 1 (2020): 1.
3
Muhammad Faiz Aziz and Nunuk Febriananingsih, “Mewujudkan Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan Bagi
Usaha Mikro Kecil (UMK) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja,” Jurnal Rechts Vinding:
Media Pembinaan Hukum Nasional 9, no. 1 (2020): 91.
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.” 4

Perbedaan dari bunyi pasal terlihat dari adanya perluasan makna pada Pasal 109
(Pasal 1) UU Cipta kerja dengan adanya penambahan kalimat “Badan Hukum
Perseorangan yang memenuhi kriteria Usaha Milro dan Kecil sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”5

Berdasarkan rumusan pengertian tentang PT yang terdapat dalam UU Ciptaker


dapat dilihat adanya perluasan pengertian, yang mana perluasan tersebut memberikan
kesempatan kepada jenis usaha yang ada di Indonesa dengan dimasukkannya ketentuan
mengenai PT Perorangan. Dengan adanya perluasan makna ini menjadikan ketentuan
pada Pasal 7 UU PT diperluas menjadi ketentuan Pasal 109 (7 Ayat (7)), yang di
dalamnya terdapat ketentuan huruf e mengenai perseroan yang memenuhi kriteria untuk
Usaha Mikro dan Kecil. Sehingga dapat disimpulkan implikasi dari adanya perluasan
makna PT pada UU Ciptaker menjadikan persyaratan pendirian PT tidak harus didirikan
oleh 2 orang atau lebih pada kategori Perseroan yang memenuhi kriteria untuk UMK. Hal
ini juga menimbulkan adanya bentuk PT Perorangan yang sebelumnya tidak dikenal
dalam UU PT.
Adapun latar belakang dimaksukannya pendirian PT Perorangan ini adalah untuk
mendukung kemudahan berusaha terutama bagi UMK. UUPT yang sebelumnya mengatur
bahwa sebuah PT harus didirikan oleh minimal 2 (dua) orang atau lebih. Namun, dengan
diundangkannya UU Cipta Kerja telah membuka peluang bagi usaha kecil untuk tetap
dapat mendirikan perusahaan dengan bentuk PT meskipun didirikan oleh satu orang
pendiri. Perseroan Perorangan bagi pelaku UMK menjadi terobosan pemerintah untuk
memperkuat peran UMK sebagai salah satu pelaku usaha di Indonesia sangat penting. Hal
ini dikarenakan hampir seluruh pelaku usaha UMK merupakan bidang usaha yang dekat
dengan kebutuhan dasar masyarakat sehari-hari, sehingga tidak dapat dimungkiri bahwa
pelaku UMK menjadi pelaku ekonomi terbesar di Indonesia. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa dengan diundangkannya UU Ciptaker, maka jenis PT dapat digolongkan menjadi 2
(dua) jenis, Yakni PT Persekutuan Modal dan PT Perorangan.

4
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
5
Pasal 109 Angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
2. Perbedaan Mekanisme Status Badan Hukum antara UU PT dengan UU Ciptaker

Sebelum adanya ketentuan pada UU Ciptaker, mekanisme untuk mendapatkan


status badan hukum suatu Perseroan Terbatas mengacu pada Pasal 7 Ayat (4) UU PT
yang berbunyi:

“Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan


Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.”6

Dari ketentuan Pasal 7 Ayat (4) dapat diartikan bahwa sebelum adanya UU
Ciptaker suatu PT baru akan mendapatkan status badan hukum ketika Menteri Hukum
dan HAM mengeluarkan Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan tersebut,
namun hal tersebut diubah dengan adanya ketentuan pada Pasal 109 Angka 2 UU
Ciptaker yang merubah ketentuan pada Pasal 7 Ayat (4) UU PT. Ketentuan Pasal 109
Angka 2 (Pasal 7 Ayat (4)) berbunyi:

“Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan
mendapatkan bukti pendaftaran.”7

Dengan adanya ketentuan Pasal 109 Angka 2 tersebut mengartikan bahwa


Perseroan dapat memperoleh setatus badan hukumnya setelah didaftarkan kepada Menteri
dan mendapatkan bukti pendaftaran, sehingga untuk mendapatkan status badan hukum
pada perseroan tidak perlu lagi untuk menunggu Keputusan Menteri seperti sebelumnya
diatur dalam UU PT.

3. Perbedaan Modal Dasar pada Perseroan Terbatas dengan Adanya UU Ciptaker

Perubahan yang selanjutnya timbul dari adanya UU Ciptaker adalah terkait dengan
ketentuan modal dasar pada pendirian PT, pada kedua peraturan baik UU Ciptaker dan
UU PT keduanya mewajibkan adanya modal dasar dengan perbedaan pada besaran
jumlahnya. Besaran modal sebelumnya yang diatur dalam UU PT terdapat pada Pasal 32
Ayat (1) yang menyebutkan bahwa:

“Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”8

6
Pasal 7 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
7
Pasal 109 Angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Batasan minimum modal yang sebelumnya tertuang dalam Pasal 32 Ayat (1) UU PT
sekarang dibuah dengan Pasal 109 Angka 3 UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa:

(1) Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan.


(2) Besaran modal dasar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan keputusan pendiri Perseroan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai modal dasar Perseroan diatur dalam Peraturan
Pemerintah.9

Lebih lanjut modal dasar tersebut berdasarkan Pasal 4 Ayat (2) huruf b PP 8/2021
disebutkan bahwa modal dasar Perseroan harus ditempatkan dan disetor paling sedikit
25% (dua puluh lima persen) yang dibuktikan dengan bukti penyetoran sah. Bukti
penyetoran yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan secara
elektronik kepacla Menteri dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari terhitung
sejak tanggal:
a. akta pendirian Perseroan untuk Perseroan; atau
b. pengisian Pernyataan Pendirian untuk Perseroan perorangan.10
Sehingga pada dasarnya modal dasar masih tetap diberlakukan, hanya saja pada
UU Ciptaker tidak ditentukan kualifikasi besarannya, tetapi Besaran modal PT
persekutuan modal ditentukan berdasarkan keputusan pendiri PT, dengan kewajiban
menempatkan dan menyetor penuh 25% dari modal dasarnya.

4. Pengecualian dalam pendirian PT yang diubah dalam UU Ciptaker

Sebelum adanya UU Ciptaker suatu Perseroan Terbatas tidak dimungkinkan untuk


didirikan oleh adanya pemegang saham tunggal. Semula Perseroan Terbatas diartikan
sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, dan persekutuan tersebut
dimaknai oleh adanya dua orang atau lebih sebagai pendiri PT yang saling mengikatkan
dirinya dalam perjanjian, sehingga syarat mutlak pada Pasal 7 Ayat (1) UU PT, suatu
perseroan harus didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan adanya pengecualian khusus
yang terdapat dalam Pasal 7 Ayat (7) UU PT yang semula berbunyi:

8
Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
9
Pasal 109 Angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
10
Pasal 4 Ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021
“Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak
berlaku bagi :
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang tentang Pasar Modal.”11

Pada awalnya di UU PT pengecualian tersebut hanya diperuntukan untuk jenis


perseroan yang sahamnya dimiliki atau dikuasai oleh negara dan jenis perseroan yang
mengelola lembaga tertentu yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Dengan adanya pengaturan pada Ciptaker, ketentuan tersebut diubah dengan adanya
ketentuan Pasal 109 Angka 2 yang mengubah Pasal 7 Ayat (7) UU PT dengan
penambahan kategori pengecualian bagi perseroan yang syarat didirikan dengan 2 orang
tidak berlaku lagi bagi:
1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara
2. Badan Usaha Milik Daerah
3. Badan Usaha Milik Desa
4. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan UU tentang Pasar
Modal; atau
5. Perseroan yang memenuhi kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil.

11
Pasal 7 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
DAFTAR PUSTAKA
I Gede Agus Kurniawan, “Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja
Dalam Perspektif Filsafat Utilitarianisme,” Jurnal USM Law Review 5, no. 1 (2022)
Ima Mayasari, “Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus Law Di Indonesia,”
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 9, no. 1 (2020)
Muhammad Faiz Aziz and Nunuk Febriananingsih, “Mewujudkan Perseroan Terbatas (PT)
Perseorangan Bagi Usaha Mikro Kecil (UMK) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang
Cipta Kerja,” Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 9, no. 1 (2020)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021

Anda mungkin juga menyukai