Anda di halaman 1dari 9

Nama : Zahwa Nafisa

No : 30
Kelas : 12 MIPA 3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendell


Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang
menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum
Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh
merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel semula.
Misalnya pada perkawinan antara 2 individu dengan 2 sifat beda, ternyata
ratio fenotip F2 tidak selalu 9:3:3:1. Tetapi sering dijumpai perbandingan-
perbandingan yang berbeda, tetapi merupakan penggabungan angka-angka
perbandingan Mendel yang ditulis 9: 3: 3: 1 yaitu :

1. 9:7 =9:(3+3+1)
2. 12 : 3 : 1 =(9+3):3:1
3. 15 : 1 =(9+3+3):1
4. 9:3:4 =9:3:(3+1)

Berdasarkan hukum Mendel II, Mendel menyimpulkan bahwa alel yang


satu tidak saling mempengaruhi segregasi pasangan alel lainnya yang mentukan
sifat berbeda. Gen-gen tersebut secara bebas berpasangan dan memunculkan sifat
tertentu pada individu. Akan tetapi, beberapa pemunculan sifat dapat menyimpang
dari hukum Mendel, peristiwa ini disebut "Penyimpangan Semu Hukum Mendel",
kenapa "Semu", karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku, hal ini disebabkan
oleh gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri tertentu.
Ciri-Ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel:
- Ratio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan hukum Mendel
- Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang menyebabkan perbedaan hasil
pada fillial 2
- Adanya interaksi antar gen

2
B. Macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendell
1. Epistasis dan Hipostasis
Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa dimana suatu gen dominan
menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi
disebut epistasis, dan yang ditutupi disebut hipostasis.
Epistasis dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Epistasis dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen
oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada
generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan
warna buah waluh besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y
yang menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang
menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi
pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau
(wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut.

P : WWYY x wwyy
putih hijau
F1 : WwYy
putih
F2 :
WY Wy wY Wy
WWYY WWYy WwYY WwYy
WY
(putih) (putih) (putih) (putih)
WWYy WWyy WwYy Wwyy
Wy
(putih) (putih) (putih) (putih)
WwYY WwYy wwYY wwYy
wY
(putih) (putih) (kuning) (kuning)

3
WwYy Wwyy wwYy Wwyy
Wy
(putih) (putih) (kuning) (hijau)

Dari tabel diatas, dketahui bahwa:


9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau =
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau

b. Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif
menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa
ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu
mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur
warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu,
gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi
normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara
mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan
seperti pada diagram berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino

F1 : AaCc
kelabu
F2 :
AC Ac aC ac
AACC AACc AaCC AaCc
AC
(kelabu) (kelabu) (kelabu) (kelabu)

Ac AACc AAcc AaCc Aacc

4
(kelabu) (Albino) (kelabu) (albino)

AaCC AaCc aaCC aaCc


aC
(kelabu) (kelabu) (hitam) (hitam)
AaCc Aacc aaCc aacc
Ac
(kelabu) (albino) (hitam) (albino)
Dari tabel diatas dapa disimpulkan bahwa:
9 A-C- kelabu
3 A-cc albino kelabu : hitam : albino=
3 aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino

c. Epistasis Dominan dan Resesif


Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari
pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya,
sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap
pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada
generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada
pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I,
yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi
pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan
alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C
dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.

P : IICC x iicc
putih putih
F1 : IiCc
Putih

5
F2 :
IC Ic iC Ic
IICC IICc IiCC IiCc
IC
(putih) (putih) (putih) (putih)
IICc IIcc IiCc Iicc
Ic
(putih) (putih) (putih) (putih)
iiCC iiCc
IiCC IiCc
Ic (berwarna (berwarn
(putih) (putih)
) a)
IiCc Iicc iiCc iicc
Ic
(putih) (putih) (berwarna) (putih)
Dari tabel diatas dapa disimpulkan bahwa:
9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3
3 iiC- berwarna
1 iicc putih

2. Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak
pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya.
Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos).
Seperti percobaan Correns pada tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah
galur murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Dalam persilangan
tersebut diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman
debgan perbandingan ungu: merah: putih = 9: 3: 4.
Warna bunga linaria (ngu, merah dan putih) ditentukan oleh pigmen hemosianin
yang terdapat dalam plasma sel dan sifat keasaman plasma sel. Pigmen
hemosianin akan menampilkan warna merah dalam plasma atau air sel yang
bersifat asam dan akan menampilkan warna ungu pada plasma sel yang bersifat
basa.
Warna bunga linaria maroccana ditentukan oleh ekspresi gen-gen sebagai brikut:
6
a. Gen A, menentukan ada bahan dasar pigmen antosianin
b. Gen a, menentukan tidak ada bahan dasar pigmen antosianin
c. Gen B, menentukan suasana basa pada plasma sel
d. Gen b, menentukan suasana asam pada plasma sel
Persilangan antara Linaria maroccana bunga merah dengan bunga putih
menghasilkan keturunan seperti dijelaskan pada diagram berikut:
P1 : AAbb (merah) >< aaBB (putih)
Gamet : Ab aB
F1 : AaBb (Ungu) -> ada pigmen antosianin (A) dalam basa (B)
P2 : AaBb (ungu) >< AaBb (ungu)
Gamet : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2 :
AB Ab aB ab
AABB AABb AaBB AaBb
AB
(ungu) (ungu) (ungu) (ungu)
AABb AAbb AaBb Aabb
Ab
(ungu) (merah) (ungu) (merah)
AaBB AaBb aaBB aaBb
aB
(ungu) (ungu) (putih) (putih)
AaBb Aabb aaBb aabb
Ab
(ungu) (merah) (putih) (merah)

Rasio fenotif F2 = ungu : putih : merah = 9: 4 : 3

3. Polimeri
Polimeri adalah peristiwa dengan beberapa sifat beda yang berdiri sendiri
memengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Peristiwa Polimeri pertama
kali dilaporkan oleh Nelson-Ehle, melalui percobaan persilangan antara gandum
berbiji merah dengan gandum berbiji putih.

7
Pada penyilangan antara gandum berbiji merah (M1M1M2M2) dan gandum berbiji
putih (m1m1m2m2), dihasilkan F1 semua gandum berbiji merah, maka ratio
prbandingan fenotip F2 adalah sebagai berikut:
P1 : M1M1M2M2 (merah) >< m1m1m2m2 (putih)
Gamet : M1 M2 m1m2
F1 : M1m1M2m2 (merah) -> artinya: M1 dan M2 memunculkan warna
merah
P2 : M1m1M2m2 (merah) >< M1m1M2m2 (merah)
Gamet : M1M2, M1m2, m1M2, m1m2 M1M2, M1m2, m1M2, m1m2
F2
M1 M 2 M1m2 m1M2 m1m2
M1M1M2M2 M1M1M2m2 M1m1M2M2 M1m1M2m2
M1 M2
(merah) (merah) (merah) (merah)
M1M1M2m2 M1M1m2m2 M1m1M2m2 M1m1m2m2
M1m2
(merah) (merah) (merah) (merah)
M1m1M2M2 M1m1M2m2 m1m1M2M2 m1m1M2m2
m1M2
(merah) (merah) (merah) (merah)
M1m1M2m2 M1m1m2m2 m1m1M2m2 m1m1m2m2
m1m2
(merah) (merah) (merah) (putih)

Rasio fenotif F2: Merah : putih = 15 : 1

4. Gen Komplementer
Komplementer adalah gen yang saling berinteraksi dan saling melengkapi
sehingga memunculkan fenotipe baru. Apabila ada salah satu gen yang tidak hadir
maka munculnya karakter fenotip tersebut terhambat.
Misalnya, diketahui C (gen penumbuh bahan mentah pigmen), c (gen tidak
mampu menumbuhkan bahan mentah pigmen), R (gen penumbuh enzim
pigmentasi kulit), dan r (gen tidak mampu menumbuhkan enzim pigmentasi kulit).
Jika disilangkan induk berwarna (CCRR) dengan tidak berwarna (ccrr), maka

8
akan dihasilkan keturunan 100% berwarna. sedangkan rasio fenotif F2 adalah
sebagai berikut:
P1 : CCRR (berwarna) >< ccrr (tak berwarna)
Gamet : CR cr
F1 : CcRr (berwarna) -> artinya: C dan R mempengaruhi warna
P2 : CcRr (berwarna) >< CcRr (tak berwarna)
Gamet : CR, Cr, cR, cr CR, Cr, cR, cr
F2 :
CR Cr cR Cr
CCRR CCRr CcRR CCRr
CR
(berwarna) (berwarna) (berwarna) (berwarna)
CCrr
CCRr CCrr CcRr
Cr (tak
(berwarna) (tak berwarna) (berwarna)
berwarna)
CcRR CcRr ccRR CcRr
cR
(berwarna) (berwarna) (tak berwarna) (berwarna)
Ccrr
CcRr Ccrr (tak ccRr (tak
Cr (tak
(berwarna) berwarna) berwarna)
berwarna)
Rasio F2: berwarna : tak berwarna = 9 : 7

5. Interaksi gen (Atavisme)


Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya
peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum
Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen
nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet
setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini
terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan
tunggal, seperti dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:
9
Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang
menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan
bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki
jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut
disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F2 dengan nisbah
fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya
tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan
juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen
nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen
tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe
tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk
kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal.
P: RRpp x rrPP
mawar kacang
F1 : RrPp
walnut
F2 : 9 R-P- walnut
3 R-pp mawar walnut : mawar : kacang : tunggal=
3 rrP- kacang 9 : 3 : 3 : 1
1 rrpp tunggal

10

Anda mungkin juga menyukai