Anda di halaman 1dari 25

POLICY BRIEF

Tema 10 : Hukum Energi dan Pertambangan


FUNGSIONALISASI DINAS ESDM DALAM KEBIJAKAN RENEWABLE ENERGY
DALAM PEMANFAATAN BIOGENIC SHALLOW GAS (BSG) GUNA MEWUJUDKAN
KEMANDIRIAN ENERGI DALAM PERSPEKTIF GOOD COLLABORATIVE
GOVERNANCE (Studi Kasus Jawa Tengah)

Dosen Pembimbing :
Arif Hidayat S.H.I., M.H.

Penyusun :
Nona Sekar Maulina 8111421178
Muhammad Faisal Hamdi 8111421183
Bimo Ihsanul Muzakki 8111421202
Muhammad Faiq Zuhrul Anam 8111421204

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
A. PENDAHULUAN
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan suatu satuan dinas
yang secara struktural berada dibawah Gubernur yang memiliki tugas pokok dan fungsi
untuk melaksanakan urusan pemerintahan pada bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
Satuan dinas ini merupakan turunan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) yang menjadi induk bagi tiap-tiap satuan yang tersebar di berbagai provinsi di
Indonesia. Secara pembagian tugas pokok dan fungsi sebenarnya tidak berbeda jauh,
hanya saja fokus dalam pelaksanaan tugasnya saja yang berbeda. Apabila Kementerian
ESDM melaksanakan tugas pokok dan fungsi di tingkat pemerintahan pusat, sedangkan
satuan Dinas ESDM bekerja melaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan fokus pada
daerah masing-masing dimana Dinas ESDM tersebut berada. Pembentukan satuan Dinas
ESDM ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat,
mengkonsolidasikan fungsi-fungsi, serta mencapai hasil yang lebih maksimal dengan
tujuan untuk berdampak positif bagi masyarakat setempat. Tugas pokok dan fungsi dari
Dinas ESDM secara konkrit yakni untuk dapat membantu masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya mineral yang ada di daerah setempat dalam rangka juga
untuk memberdayakan serta mengembangkan nilai ekonomi dari masyarakat.
Berbagai sumber daya yang mulai bermunculan di daerah-daerah di Indonesia
mulai dapat dikembangkan dan diberdayakan oleh masyarakat setempat untuk menunjang
kebutuhan hidup mereka. Salah satunya ada Biogenic Shallow Gas (BSG) atau yang lebih
familiar kita dengan dengan sebutan Gas Rawa. Biogenic Shallow Gas (BSG) merupakan
suatu fenomena yang terbentuk akibat adanya rawa purba yang bersedimentasi tinggi
sehingga menyebabkan suatu pengendapan pada suatu daerah, gas rawa purba ini
menghasilkan minyak/gas yang terperangkap di permukaan karena adanya aktivitas
vulkanis di dalamnya. Pada akhirnya mempertemukan bakteri metanogenik pada
lingkungan yang berjenis anaerobik sehingga menyebabkan munculnya gas biogenic. 1
Gas biogenic ternyata dapat diberdayakan dan dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan
masyarakat setempat, karena Biogenic Shallow Gas merupakan energi baru yang dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.

1 Astawa, I. N., Setiady, D., Wijaya, P. H., Hermansyah, G. M., & Saputra, M. D. (2017). Indikasi Gas
Biogenik di Perairan Delta Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Geologi Kelautan, 14(2), 230466.
Pada saat ini banyak daerah dengan indikasi rembesan gas dangkal yang belum
banyak diupayakan untuk dimanfaatkan secara optimal, pemanfaatan gas rawa
dikembangkan sebagai sumber energi alternatif baru oleh masyarakat sekaligus
mewujudkan kemandirian energi desa di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. Sumber
daya yang ada tentu saja tidak serta merta dapat langsung digunakan dan dimanfaatkan
oleh masyarakat, perlu adanya proses ataupun pengolahan sebelum pada akhirnya dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Peran dari satuan Dinas ESDM menjadi sentris dari
pemanfaatan BSG ini dan tentunya harus sesuai dengan dengan keadaan hidup di dalam
masyarakat. Dinas ESDM Jawa Tengah haruslah memaksimalkan BSG ini dengan
sebaik-baiknya sebagai sebuah Energi Alternatif dan mendorong ketahanan Energi
nasional. Pemanfaatan BSG pun harus melibatkan masyarakat luas agar tidak di
privatisasi maupun politisasi. Karena pada hakikatnya Indonesia sebagai suatu negara
sudah seharusnya dapat mensejahterakan rakyatnya.
Konsep mengenai partisipasi masyarakat ini dikenal dengan Good Collaborative
Governance. Collaborative Governance adalah pemerintahan yang disusun dengan
melibatkan badan public dan organisasi non pemerintah dalam proses pengambilan
keputusan secara formal, berorientasi musyawarah mufakat, dan ada pembagian peran
untuk melaksanakan kebijakan publik atau mengelola program public, serta asset publik
(Chris Ansel & Alison Gash, 2007).2 Good Collaborative Governance Dalam Hukum
Administrasi Negara merupakan bentuk atau cara dan komunikasi untuk merespon
keinginan dan kebutuhan antara pemangku jabatan ataupun pihak yang berkepentingan
dengan pihak yang terkait ataupun rakyat. Konsep Good Collaborative Governance telah
tercantumkan dalam Peraturan Gubernur Jateng No, 29 Tahun 2021 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang
Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Jawa Tengah pada Pasal 9 Ayat (1) yang
berbunyi Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan RUED-P diutamakan untuk kegiatan
energi baru dan/atau energi terbarukan yang berupa pembangunan dan/atau pengelolaan
infrastruktur energi baru dan/atau energi terbarukan. Selain itu berdasarkan Pasal 10
Undang-Undang No 30 Tahun 2014 dijelaskan bahwa pengelolaan dan pelayanan
pemerintah harus berdasarkan pada kepastian hukum; keterbukaan; akuntabilitas;
2 Sambodo, G. T., & Pribadi, U. (2016). Pelaksanaan Collaborative Governance di Desa Budaya Brosot,
Galur, Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Journal of Governance and Public Policy, 3(1).
kepentingan umum; dan proporsionalitas. Pemanfaatan BSG dengan mengedepankan
asas keterbukaan sebagai salah satu bentuk transparansi dan juga kolaborasi antara
pemerintah dan juga rakyatnya agar nantinya BSG antara Dinas ESDM dan juga
Masyarakat berjalan baik dan lancar. 3
Perwujudan dari Good Collaborative Governance yakni dengan adanya
Participating Interest (PI). Participating Interest merupakan suatu besaran maksimal yang
wajib ditawarkan oleh kontraktor kepada BUMD sejak persetujuan rencana
pengembangan lapangan yang pertama, yang mana hal ini tercantum dalam Permen
ESDM Nomor 37 Tahun 2016. Dalam landasan hukum tersebut dijelaskan bahwa
pengelolaan Minyak Bumi dan Gas dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui
Dinas ESDM untuk tetap melakukan utilisasi dengan memaksimalkan Participating
Interest (10%) yang juga tetap berlandaskan pada dasar-dasar Good Collaborative
Governance. Karena sejatinya suatu pemerintahan yang sukses yakni pemerintahan yang
dapat menampung aspirasi dan bekerja sama dengan masyarakat demi kemajuan bangsa
Indonesia.

B. FAKTA
Secara historis dan filosofis Indonesia sebagai sebuah Negara dalam Pembukaan
Alinea ke-4 UUD NRI 1945 Menyatakan bahwasannya tujuan dari Negara Indonesia
sendiri adalah meliputi melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia ,
memajukan kesejahteraan umum , mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan dari Negara Indonesia sendiri salah satunya ialah
memajukan kesejahteraan umum yang mana Indonesia menganut tujuan Negara yaitu
kemakmuran rakyat (Welfare State). Kemakmuran disini diartikan bertugas untuk
memenuhi kemakmuran rakyatnya dari segala aspek dan bidang.4
Fenomena Gas Rawa / Biogenic Shallow Gas yang muncul di beberapa daerah di
Jawa Tengah total potensi BSG yang ada di Jawa Tengah diperkirakan sekitar 14,47 Juta
SCF (Standard Cubic Feet). Yang terdapat di Kabupaten Pemalang, Kabupaten

3 Ridwan, H. R. (2004). Arti Penting Asas Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang
Bebas Dari KorupsI, Koiusi, Dan Nepotisme (KKN). Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 11(27), 50-61.
4 Soemarsono, M. (2007). Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan Negara. Jurnal
Hukum & Pembangunan, 37(2), 300-322.
Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Pati, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang,
Kabupaten Sragen, Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Cilacap. Gas Rawa atau BSG muncul pada awal tahun 2008
di Desa Rajek, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Baru dimaksimalkan potensi gas rawa
ini pada tahun 2017 karena pada saat itu belum ada teknologi yang memadai. BSG ini
pun telah diatur dan diakui sebagai sebuah Energi Baru dalam Pasal 1 Ayat (11)
Peraturan Gubernur No. 29 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Rencana Umum Energi Daerah
Provinsi Jawa Tengah sedangkan definisi Gas Rawa atau BSG telah dijabarkan dalam
Pasal 1 Ayat (17) yang disebutkan Gas Rawa adalah gas metana yang lingkungan
pengendapannya pada bekas rawa.
Dinas ESDM Jawa Tengah sebagai pihak yang diberi amanat sesuai dengan
untuk menangani ESDM di Jawa Tengah sudah melakukan beberapa upaya untuk
melakukan pemanfaatan BSG ini. Peraturan Gubernur No. 27 Tahun 2018 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral dalam Pasal 3 yang
mana Dinas mempunyai tugas untuk membantu gubernur dalam pelaksanaan urusan
pemerintah di bidang energi dalam Pasal 3 dan memiliki fungsi dalam Pasal 4 Poin A
yakni sebagai perumus kebijakan bidang geologi dan air tanah, Mineral dan batubara,
ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan. Dinas ESDM Jawa Tengah telah
melakukan beberapa hal terkait dengan pemanfaatan BSG ini dengan teknologi sederhana
dan tepat guna telah memanfaatkan keterdapatan potensi Gas dangkal yang terdapat di
beberapa daerah di Jawa Tengah untuk dapat direalisasi dan dimanfaatkan masyarakat
sekitarnya sebagai pengganti LPG 3 Kg bersubsidi atau menjadi icon Pariwisata api abadi
di Mrapen.
Tetapi pemanfaatan dari Biogenic Shallow Gas (BSG) memiliki beberapa kendala
terkait belum ada kebijakan secara lanjut mengenai pengaturan secara rinci untuk
pemanfaatan BSG ini padahal Dinas ESDM Jawa Tengah memiliki fungsi perumus
kebijakan yang terdapat dalam Pasal 4 Poin A Peraturan Gubernur No. 27 Tahun 2018
Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Peraturan
mengenai Gas Rawa hanya diatur oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
12 Tahun 2018 Tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Jawa Tengah (RUED)
dan juga peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Gubernur No. 29 Tahun 2021.
Pengaturan BSG yang hanya secara general ini mengakibatkan pembangunan BSG tidak
bisa cepat dan tanggap dikarenakan terhalang birokrasi seperti ditemukan potensi BSG
yang ada di sebuah daerah tidak bisa langsung dieksekusi dikarenakan harus
menganggarkan dulu di awal tahun dan pelaksanaannya hanya dapat dilaksanakan tahun
depannya.
Tidak adanya regulasi turunan secara terperinci tentang BSG ini dikarenakan BSG
yang merupakan rezim Migas pengelolaann dimiliki pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tidak memiliki andil untuk mengelolanya ini dasari pada Undang-Undang No 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 14 Ayat (3) yang berbunyi “Urusan
Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat.” Tetapi walaupun pengelolaan Minyak dan Gas Bumi di kelola oleh
Pemerintah Pusat tetapi Pemerintah Daerah melaui Dinas ESDM tetap dapat
melaksanakan utilisasi dengan memaksimalkan Participating Interest (PI) 10% bagi
daerah penghasil migas yang tercantum dalam Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016.
Pemaksimalan Participating Interest (PI) 10% yang berlandaskan Good Collaborative
Governance agar pemanfaatan BSG di Jawa Tengah dapat maksimal demi kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.

C. ISU
Satuan Dinas ESDM merupakan cerminan eksekusi dari fungsionalisasi peran
Pemerintah Daerah dalam memanfaatkan sumber daya sektor Minyak Bumi dan Gas,
termasuk juga pada Biogenic Shallow Gas (BSG) yang mana masih satu ras dengan
Migas. Namun faktanya, dalam pelaksanaannya proses pemanfaatan dari BSG oleh Dinas
ESDM ini belum optimal. Maka, bagaimana fungsionalisasi dari Dinas ESDM dalam
kebijakan Renewable Energy dalam pemanfaatan Biogenic Shallow Gas (BSG) guna
mewujudkan kemandirian energi dalam perspektif Good Collaborative Governance?
D. KETENTUAN HUKUM & MORAL MENGENAI FUNGSIONALISASI DINAS
ESDM DALAM KEBIJAKAN RENEWABLE ENERGY DALAM
PEMANFAATAN BIOGENIC SHALLOW GAS (BSG) GUNA MEWUJUDKAN
KEMANDIRIAN ENERGI DALAM PERSPEKTIF GOOD COLLABORATIVE
GOVERNANCE (Studi kasus Jawa Tengah)

KONSTITUSI, PENJELASAN
PERUNDANG-UNDANGAN
& ASAS

UUD NRI 1945


Dalam Pembukaan UUD NRI 1945 Alinea ke-
4 menjelaskan bahwa salah satu tujuan Negara
Indonesia ialah memajukan kesejahteraan
umum. Lebih lanjut dalam UUD NRI 1945
Pasal 33 Ayat (3) dijelaskan bahwa Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Peraturan Gubernur Nomor 29


Sebagai bentuk pelaksanaan dari Rencana
tahun 2021 tentang Petunjuk
Umum Energi Daerah ( RUED ) Jawa Tengah
Pelaksanaan Peraturan Daerah
Pegub Nomor 29 Tahun 2021 diterbitkan.
Provinsi Jawa Tengah tentang
Dalam Pergub ini pun dijelaskan bahwa untuk
Rencana Umum Energi Daerah
memajukan kesejahteraan umum potensi gas
Jawa Tengah
rawa / BSG ini termasuk dalam RUED yang
termuat dalam Pasal 1 Ayat (17) menjelaskan
Gas Rawa adalah gas metana yang lingkungan
pengendapannya pada bekas rawa.

Selain itu partisipasi masyarakat dalam


pelaksanaan RUED-P juga tercantum dalam
Pasal 9 Ayat (2) Huruf C yang mana
menyebutkan instalasi Gas Rawa / BSG .

Peraturan Gubernur Jawa


Dinas ESDM Jawa Tengah dalam Pergub ini
Tengah Nomor 27 Tahun 2018
memiliki Tugas dan Fungsi. Pasal 3
Tentang Organisasi Tata Kerja
menjelaskan tugas yakni Dinas mempunyai
Dinas Energi Dan Sumber Daya
tugas membantu Gubernur melaksanakan
Mineral Provinsi Jawa Tengah
urusan pemerintahan bidang energi dan sumber
daya mineral yang menjadi kewenangan
Daerah dan Tugas Pembantuan yang
ditugaskan kepada Daerah.

Selain itu Pasal 4 Poin A Dinas ESDM


melaksanakan fungsi salah satunya ialah
Perumusan kebijakan bidang geologi dan air
tanah, mineral dan batubara, ketenagalistrikan,
energi baru terbarukan

Peraturan Menteri Energi Dan


Dinas ESDM sebagai perwakilan pemerintah
Sumber Daya Mineral Republik
daerah dan sebagai tugas membantu gubernur
Indonesia Nomor 37 Tahun
dalam pemanfaatan bidang energi dan sumber
2016 Tentang Ketentuan
daya mineral . dengan hilangnya kepemilikan
Penawaran Participating
pemerintah daerah dalam pemanfaatan migas
Interest 10% ( Sepuluh Persen )
dalam UU No 30 Tahun 2014 Tentang
Pada Wilayah Kerja Minyak
Pemerintahan Daerah maka peran Pemerintah
Dan Gas Bumi
Daerah dapat dialihkan dengan penawaran
ketentuan Participating Interest 10% ( Sepuluh
Persen ). Dinas ESDM sebagai pembantu
pemerintah dapat memaksimalkan BSG ini
lewat BUMD ini sesuai dengan Pasal 2 yang
berbunyi “Sejak disetujuinya rencana
pengembangan lapangan yang pertama kali
akan diproduksi yang berada di daratan
dan/atau perairan lepas pantai sampai dengan
12 (dua belas) mil laut pada suatu Wilayah
Kerja, Kontraktor wajib menawarkan PI 10%
kepada Badan Usaha Milik Daerah. “

Undang-Undang No. 30 Tahun Bahwasannya untuk menyelanggakan suatu


2014 Tentang Administrasi pemerintahan haruslah berdasar pada Asas
Pemerintahan umum pemerintahan yang baik (AUPB)
meliputi

1. Asas Kepastian Hukum;


2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara;
3. Asas Kepentingan Umum;
4. Asas Keterbukaan;
5. Asas Proporsionalitas;
6. Asas Profesionalitas, dan
7. Asas Akuntabilitas.

E. PEMBAHASAN (PEMIKIRAN & ARGUMENTASI)

Dinas Energi Sumber Daya Mineral ( ESDM ) merupakan satuan dinas yang
berada dibawah Kementerian Energi Sumber Daya Mineral ( ESDM) yang mana Dinas
ESDM memiliki tugas membantu pembantu pemerintah daerah / gubernur untuk
melaksanakan pemanfaatan Esdm di daerah. Dinas ESDM berawal dari ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan
Pemerintah di Bidang Pertambangan Kepada Pemerintah Tingkat I, meliputi
kebijaksanaan, mengatur, mengurus dan mengembangkan usaha pertambangan bahan
galian golongan C sepanjang tidak terletak di lepas pantai dan atau dalam rangka PMA
dan tugas pembantuan di bidang Air Bawah Tanah (ABT). Selanjutnya Surat Menteri
Dalam Negeri tanggal 1 Januari 1986 Nomor 061.1/11818/SJ perihal Pembentukan Dinas
Pertambangan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Jawa Tengah
menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 9 Tahun
1988 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertambangan Propinsi Jawa
Tengah. Seiring dengan perkembangan waktu, Dinas Pertambangan Provinsi Tingkat I
Jawa Tengah sesuai Perda Prov. jateng No. 1 tahun 2002 berubah nama menjadi Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Tengah. Dengan berubahnya nama tersebut,
maka kewenangan dan tupoksinya makin bertambah selain menangani bidang
pertambangan dan ABT juga menangani bidang geologi, panas bumi, ketenagalistrikan
dan migas.

Pada realitanya, pemanfaatan gas rawa di Jawa Tengah belum optimal namun
sedang menuju proses optimalisasi pemanfaatan. Dari data yang didapat melalui
observasi ke Dinas ESDM Jawa Tengah, setidaknya ada 3 daerah di Jawa Tengah yang
telah memanfaatkan gas rawa sebagai bahan bakar pengganti LPG (Banjarnegara,
Grobogan, dan Sragen). Belum optimalnya pemanfaatan gas rawa ini dikarenakan
beberapa faktor seperti potensinya yang belum terlalu besar (pada dasarnya merupakan
gas rembesan dari kerak bumi) sehingga pemerintah belum serius dalam
memanfaatkannya, segi kemanfaatannya yang hanya lingkup dusun, dan pihak
swasta/non pemerintah yang masih belum tertarik untuk andil dalam pemanfaatan.
Dari berbagai faktor diatas yang menyebabkan belum maksimalnya pemanfaatan
BSG (Biogenic Shallow Gas) secara garis besar adalah terdapat aspek pemerintah dan
aspek SDM yang mumpuni. Aspek pemerintah yaitu perlu adanya perhatian khusus
pemerintah melalui Dinas ESDM dalam merealisasikan pemanfaatan BSG secara masif
dan terstruktur yang tidak hanya mencakup pemanfaatan saja, namun harus sesuai
prosedur mulai dari, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemanfaatan,
pemeliharaan dan pengawasan. Dengan berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, pemerintah pusat sebagai rezim pemegang kekuasaan penuh dalam
pemanfaatan migas (didalamnya termasuk BSG) harus jeli dan aktif dalam memanfaatkan
potensi tersebut untuk kesejahteraan rakyat. Dari aspek SDM yang mumpuni, didasarkan
pada fakta bahwa BSG itu merupakan energi baru yang secara penelitian belum sumber
energi lain, sehingga terkait tenaga ahli dan pelaksana masih terbatas. Pemerintah dalam
hal ini diwakilkan oleh Dinas ESDM Jawa Tengah perlu bekerjasama dengan pihak lain
guna memaksimalkan eksplorasi dan utilisasi BSG. Dasar hukum pelaksanaan tercantum
pada Peraturan Menteri Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran
Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Participating
Interest adalah penawaran yang diberikan oleh pemerintah lewat kontraktor kepada pihak
daerah yang diwakilkan oleh BUMD atau sebagainya untuk ikut berpartisipasi dalam
pemanfaatan migas di wilayah tertentu. Dalam pemanfaatan migas menggunakan sistem
paticipating interest (PI), pihak lain diberikan kuota 10% dari hasil pemanfaatan dan
pengolahan migas. Namun dalam hal ini, Dinas ESDM selaku yang diberikan wewenang
harus mempertimbangkan andil serta bagian dari daerah penghasil khususnya masyarakat
yang terdampak langsung disekitar pertambangan terkait manfaat langsung dari dari
eksplorasi BSG.5
Solusi diatas tidak bisa lepas dari peran aktif beberapa stakeholder dalam
mensukseskan program tersebut, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah sebagai
pemegang kebijakan dengan stakeholder lain sebagai eksekutor lapangan. Kolaborasi ini
kita kenal dengan istilah Good Collaborative Governance.6 Good Collaborative
Governance dalam pelaksanannya menggunakan metode komprehensif dan efektif
dalam melaksanakan dan menemukan substansi dari permasalahan yang dihadapi dengan
memberikan beberapa poin-poin penting sehingga setelah poin ditemukan, dengan
kerjasama antar stakeholder akan memberikan hasil penyelesaian efektif.
Berikut adalah persebaran potensi Biogenic Shallow Gas (BSG).

No Kabupaten/Kota Standard Cubic Feet

1. Pemalang 3.030.000 SCF

2. Semarang 51.500 SCF

3. Salatiga 2884 SCF

4. Pati 214.360 SCF

5 Setiawan, J. A. S. A. (2016). Partisipasi Daerah Penghasil (Participating Interest) Di Wilayah Kerja (Blok)
Masela. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(2).
6 Novita, A. A. (2018). Collaborative Governance dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kawasan Pertambangan.
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 4(1), 27-35.
5. Grobogan 214.360 SCF

6. Rembang 23.000 SCF

7. Sragen 984.000 SCF

8. Magelang 50.634 SCF

9. Purworejo 50.634 SCF

10. Banjarnegara 1.630.000 SCF

11. Cilacap 8.219.128 SCF

Total 14.470.000 SCF

Berikut data pemanfaatan Biogenic Shallow Gas (BSG) Jawa Tengah

No Desa Kecamatan Kabupaten Jumlah/ Pengguna Jenis EBT


Unit

1. Gabus Ngrampal Sragen 40 40 Gas Rawa

2. Sidengok Pejawaran Banjarnega 50 50 Gas Rawa


ra

3. Simpar Pejawaran Banjarnega 25 25 Gas Rawa


ra

4. Karangmoncol Radudong Pemalang 30 30 Gas Rawa


kol

5. Pagedongan Pejawaran Banjarnega 30 30 Gas Rawa


ra

6. Losari Sumowono Semarang 40 40 Gas Rawa


7. Cipali Cilongok Cilacap 40 40 Gas Rawa

8. Pegundungan Pejawaran Banjarnega 40 40 Gas Rawa


ra

Dari data yang telah dijabarkan diatas, Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi
yang cukup besar terkait pemanfaatan Biogenic Shallow Gas (BSG) dilihat persebarannya
cukup luas dan dengan jumlah yang cukup melimpah. Peran Dinas ESDM disini cukup
krusial dalam melaksanakan kebijakan dan prosedur pemanfaatan dan eksplorasi BSG,
selain itu dari potensi tersebut jika ESDM menggunakan mekanisme participating
Interest yang sudah diatur dalam Permen ESDM Nomor 37 tahun 2016 tentang
Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% Pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas
Bumi, Dinas ESDM selain dapat menciptakan masyarakat mandiri energi dengan
pemanfaatan BSG sebagai alternatif penggunaan LPG juga dapat meningkatkan
pendapatan BUMD atau BUMN dengan kerjasama pada penawaran participating interest
(PI).

F. Tabel Matriks Perbandingan

No. Aspek Deskriptif Aplikatif Ket.


HAN
Indonesia Libya Indonesia Libya

1. Pengeloaa Indonesia Pengeloaan Pengelolaa Pengelolaa


lan Migas dalam migas n Migas n migas Undang-
pengelolaan dikelola oleh oleh dilakukan Undang
migas badan khsu BUMN oleh NOC Nomor 22
dikelola oleh yang salah ( National Tahun 2001
pemerintah bernama satunya Oil tentang
pusat yang NOC ialah PT Corporatio Minyak dan
mana dalam ( National Pertamina n ) yang Gas Bumi
hal ini Oil Persero mana
dilakukan Corporation dan juga bertugas
oleh BUMN ) bertugas ada langsung National Oil
ataupun sebagai perushaan untuk Corporation
BUMD dan bertanggung lain Selain meng Law No. 24
Kementrian jawab atas itu, eksplorasi, tahun 1970
Energi dan eksplorasi, terdapat produksi
Sumber produksi, juga dan
Daya dan beberapa pemasaran.
Mineral . pemasaran perusahaan NOC juga
Kementrian minyak dan lain yang bekerja
ESDM gas bumi di turut sama
mempunyai Libya. NOC mengelola dengan
satuan Dinas didirikan migas di investor
dibawahnya pada tahun Indonesia luar baik
yaitu Dinas 1970 dan dengan dengan
ESDM yang saat ini cara skema
berada pada memiliki melakukan Production
provinsi kantor pusat kerjasama Sharing
masing- di Tripoli, dengan Contract
masing yang Libya.7 Pertamina (PSC),
bertugas atau Joint
sebagai Pemerintah Operating
perumus melalui Body
kebijakan, skema (JOB),
pelaksana kontrak
kebijakan kerjasama
dan juga seperti
pengawas Production
Sharing

7 "Libya - Oil and Gas". Encyclopedia of the Nations. Diakses pada 27 Maret 2023, dari
https://www.nationsencyclopedia.com/economies/Africa/Libya-OIL-AND-GAS.html
Contract
(PSC),
Joint
Operating
Body
(JOB),

2. Mekanis Indonesia Libya Participatin Pemberi PI UUD NRI


me sendiri melalui g Interest di libya 1945
Participati mengenai NOC nya (PI) diberikan
ng Participating juga menawarka beberapa Peraturan
Interest Interest (PI) menawarkan n sebesar hal seperti Menteri
(PI). menawarkan mekanisme 10 % yang kepemiliki Energi Dan
sebesar 10 % PI sebesar mana harus an saham , Sumber
yang mana 10-20 % terlibat insentif Daya
harus terlibat bagi entah itu fiskal dan Mineral
entah itu perusahaan BUMD juga Republik
BUMD atau asing yang atau perlinduan Indonesia
BUMN guna ingin BUMN gan Nomor 37
tidak adanya berinvestasi guna tidak hukum. Tahun 2016
privatisasi ke libya 8 adanya Migas di Tentang
dan juga privatisasi negara Ketentuan
tetap dan libya Penawaran
bertujuan penguasaan merupakan Participatin
memajukan ya harus hal yang g Interest
kesejahteraa tetap sangat 10%
n umum. PI dimiliki penting ( Sepuluh
10 % negara karena Persen )
diharapkan karena migas Pada
juga sebagai telah di adalah Wilayah

8 Libya Investment Law". PwC. Diakses pada 27 Maret 2023, dari


https://www.pwc.com/m1/en/services/tax/publications/assets/libya-investment-law-2010.pdf
salah satu amantkan sumber Kerja
mendongkrat dalam utama Minyak Dan
k ekonomi Pasal 33 pendapatan Gas Bumi
daerah. UUD NRI mereka
1945 Libyan
Investment
Law

G. Pendapat Berbeda
Bimo Ihsanul Muzakki
Menurut saya pribadi dengan berbagai kendala yang ada dalam proses optimalisasi gas
rawa di Jawa Tengah, satuan Dinas ESDM perlu mempertimbangkan kembali dengan
lebih dalam dan rinci perlu atau tidak adanya Participating Interest (PI). Karena
Participating Interest juga dapat memberikan hambatan yang signifikan pada proses
optimalisasi Biogenic Shallow Gas di Jawa Tengah apabila tidak dikawal dengan baik.
Yang dapat dilakukan oleh Dinas ESDM Jawa Tengah adalah mencari jalan tengah yang
dapat menguntungkan bagi pemerintah serta khususnya bagi masyarakat yang merasakan
dampaknya secara langsung. Pemberian 10% pada pihak lain yang bekerja sama dari
hasil pemanfaatan gas rawa ada baiknya dipertimbangkan kembali, jangan sampai hal ini
justru memberatkan bagi masyarakat. Saran saya apabila memang dirasa perlu adanya
partisipasi dari pihak lain, maka pihak lain tersebut harus bisa berkomitmen untuk dapat
memberikan bantuan bagi masyarakat setempat dengan memberikan kemudahan akses
dan pengakomodiran atau bahkan peningkatan instalasi alat yang diberikan. Sehingga
masyarakat setempat dapat merasakan dampak pemanfaatan secara optimal dari Biogenic
Shallow Gas yang ada.

Muhammad Faiq Zuhrul Anam


Menurut saya Dinas ESDM Jawa Tengah perlu memberikan perhatian khusus tentang
potensi Biogenic Shallow Gas (BSG) tersebut. Menurut literatur terpercaya, bahwa
pemanfaatan BSG di provinsi Jawa Tengah saat ini merupakan yang paling progresif
dilihat dari pelaksanaannya hingga pembinaan daerah penerima manfaat, prestasi baik ini
perlu dikembangkan kembali dengan mengganti skema pelaksanaan yang tadinya
menggunakan APBD sebagai sumber utama pelaksanaan dan pengadaan sarana
penunjang utilisasi BSG, ditingkatkan dengan mengajak kerjasama pihak BUMD atau
BUMN agar realisasinya semakin masif dan dampaknya tidak hanya pada terciptanya
masyarakat mandiri energi, namun juga dapat memberikan kenaikan pendapatan pihak
BUMD atau BUMN yang bekerjasama.

Muhammad Faisal Hamdi


Menurut saya Dinas ESDM Jawa Tengah sudah melakukan perhatian khusus mengenai
BSG ini dan tidak perlu menggaet pihak lain untuk kerjasama dengan menggunakan
Participating Interest 10% ini dikarenakan Gas Rawa / BSG ini dikarenakan dasarnya
gas rawa dimanfaatkan pada lahan kecil saja seperti setingkat dusun bila kita mengaet
pihak lain untuk memanfaatkan ini dirasa pihak BUMN atau BUMD tidak akan mendapat
keuntungan serta rawan terjadinya komersialisasi dikarenakan harus melalui perusahaan
terlebih dahulu untuk bisa dimanfaatkan warga sekitar. Alangkah lebih baiknya Dinas
ESDM tetap mempertahankan pola yang ada saat ini dengan memberikan alat untuk
mengambil BSG tersebut dengan menggaet warga setempat. Prinsip Good Collaborative
tetap dilaksanakan dengan cara masyarakat membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) untuk memelihara BSG / Gas Rawa ini dan mungkin bisa memanfaatkan lebih
sebagai substitusi dari gas LPG itu sendiri.

Nona Sekar Maulina


Saya pribadi setuju dengan adanya pola yang sedang dijalankan Dinas ESDM saat ini,
secara geografis keluarnya gas rawa itu karena kondisi geologis, karena persebaran Gas
Rawa itu tidak merata, dan tidak semua desa memiliki potensi yang sama. Dinas ESDM
memfasilitasi sarana prasarana dengan mengikuti potensi gas rawanya, jika ada pihak luar
ingin memanfaatkan gas rawa ini nantinya tidak akan mendapat keuntungan karena gas
rawa ini di lapisanya dangkal. Jika diusahakan secara usaha besar atau di-profitkan tidak
memadai. Saya setuju dengan pendapat faisal, untuk menjaga keberlangsungan BSG/Gas
Rawa ini dan kemungkinan bisa memanfaatkannya sebagai pengganti gas LPG itu
sendiri, masyarakat dapat membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tetap
menjunjung tinggi etos Kolaborasi Baik.

H. Penutup
Dari faktor potensi Gas Rawa yang belum terlalu besar pemanfaatanya,
menjadikan pemerintah dan sumber daya manusianya belum dapat merealisasikan
pemanfaatan BSG secara masif dan terstruktur karena lingkupnya terlalu kecil. Dalam
data persebaran Biogenic Shallow Gas (BSG) pada wilayah kerja migas jika pemerintah
bekerjasama dengan pihak luar untuk memaksimalkan pemanfaatan gas rawa ini yang
mana dapat menggunakan konsep penawaran Participating Interest 10%, pelaksanaanya
nanti dapat dilaksanakan oleh Dinas Sumber Daya Mineral untuk memaksimalkan adanya
energi baru dengan prinsip Good Collaboration Governance. Dengan adanya kerja sama
dalam penawaran Participating Interest (PI) 10 % ini, kemungkinan untuk mendongkrak
pendapatan BUMD atau BUMN ada. Namun, disisi lain pemerintah harus
mempertimbangkan jangan sampai merugikan masyarakat setempat, karena dari adanya
potensi sumber energi ini masyarakat diharapkan dapat mewujudkan kemandirian energi
dengan menggunakan BSG sebagai pengganti LPG.

Validitas bahwa BSG merupakan Renewable Energy yang mana salah satu
kelemahan pengoptimalan sumber daya ini yaitu belum banyak penelitian secara
ilmiahnya, kedua gas rembesan dari kerak bumi ini kemanfaatannya hanya ada di
lingkup dusun dan hanya 100-200 orang saja yang bisa menggunakanya. Pemanfaatan
BSG di provinsi Jawa Tengah saat ini merupakan energi baru yang mengarahkan pada
kemajuan kehidupan masyarakat setempat. Pemanfaatan BSG oleh Dinas ESDM Jawa
Tengah memiliki beberapa kendala seperti tidak bisanya langsung di eksekusi karena
terhalang birokrasi serta dalam UU Pemda pun Pemda tidak lagi memiliki hak untuk
mengelola sektor Minyak dan Gas Bumi dikarenakan BSG merupakan Migas. Maka
pemanfaatan yang ada saat ini hanyalah Dinas ESDM Jawa Tengah hanya memberi alat
saja dan itupun harus menunggu penganggaran tahun depan, Maka dari itu perlu adanya
fungsionalisasi dari Dinas ESDM Jawa Tengah dengan melaksanakan Participating
Interest 10 % dengan mengaet BUMN atau BUMD agar nantinya agar pemanfaatan BSG
bisa lebih optimal dan menyeluruh serta cepat dan tanggap demi kesejahteraan
masyarakat luas serta ini merupakan pengejawantahan dari prinsip Good Collaboration
Governance.

DAFTAR PUSTAKA

Ridwan, H. R. (2004). Arti Penting Asas Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan


Pemerintahan Yang Bebas Dari KorupsI, Koiusi, Dan Nepotisme (KKN). Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM, 11(27), 50-61.
Astawa, I. N., Setiady, D., Wijaya, P. H., Hermansyah, G. M., & Saputra, M. D. (2017).
Indikasi Gas Biogenik di Perairan Delta Mahakam, Provinsi Kalimantan Timur.
Jurnal Geologi Kelautan, 14(2), 230466.
Sambodo, G. T., & Pribadi, U. (2016). Pelaksanaan Collaborative Governance di Desa
Budaya Brosot, Galur, Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Journal of Governance and
Public Policy, 3(1).
Soemarsono, M. (2007). Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan
Negara. Jurnal Hukum & Pembangunan, 37(2), 300-322.
Novita, A. A. (2018). Collaborative Governance dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Kawasan Pertambangan. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 4(1), 27-35.
Setiawan, J. A. S. A. (2016). Partisipasi Daerah Penghasil (Participating Interest) Di
Wilayah Kerja (Blok) Masela. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(2).
Libya Investment Law". PwC. Diakses pada 27 Maret 2023, dari
https://www.pwc.com/m1/en/services/tax/publications/assets/libya-investment-law-
2010.pdf
"Libya - Oil and Gas". Encyclopedia of the Nations. Diakses pada 27 Maret 2023, dari
https://www.nationsencyclopedia.com/economies/Africa/Libya-OIL-AND-GAS.html

Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi National Oil
Corporation Law No. 24 tahun 1970
Undang-Undang No 23 Tahun 2014
Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Libyan Investment Law

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar NRI 1945
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 27 Tahun 2018 Tentang Organisasi Tata Kerja
Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah
Peraturan Gubernur Nomor 29 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Tengah tentang Rencana Umum Energi Daerah Jawa Tengah
Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2016 Tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10% ( Sepuluh Persen )
Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi

Lampiran
Observasi pertama
Surat Izin Penelitian

Wawancara Bersama Pak Rifqy Perwakilan Dina ESDM

Anda mungkin juga menyukai