Anda di halaman 1dari 39

AUDIT MUTU HUKUM PENGATURAN DAN PENERAPAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TENTANG


PERTANGGUNG JAWABAN SOSIAL DALAM MENINGKATKAN
KAPASITAS BISNIS DI DAERAH

USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menempuh
Seminar Usulan Penelitian
Oleh:
Novrizha Dinda Larasati
110110160405

Program Kekhususan: Hukum Ekonomi

Pembimbing:
Prof. Dr. Tarsisius Murwadji, S.H., M.H.
Deden Suryo Rahardjo, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia masih berpegang teguh dan

mempercayai bahwa perekonomian merupakan salah satu sumber

dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam upaya

pembangunan nasional dan dalam pengembangan ekonomi nasional.

Indonesia berperan penting dalam hal meningkatkan

kesejahteraan rakyat, sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang

tercantum dalam konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dalam

bagian Pembukaan maupun Batang Tubuh Undang-Undang Dasar

1945 diamanatkan negara kesejahteraan merupakan cita-cita dari para

pendiri bangsa.

Secara konstitusional, negara kesejahteraan Indonesia terdapat

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea keempat

yang berbunyi:

“Untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang


melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat tersebut

dijelaskan bahwa pemerintah dan negara yang bertugas untuk


2

mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia1. Pada Pasal 33 ayat

(4) UUD 1945 berbunyi:

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi


ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Dalam ketentuan isi Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 tersebut,

terdapat unsur keadilan dalam penyelenggaraan perekonomian

nasional. Sehingga dalam penyelenggaraannya bukan hanya

mengutamakan pencapaian efisiensi, tetapi juga mementingkan unsur

keadilan, kemandirian dan keberlanjutan.

Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan

kesejahteraan rakyat dengan berlandaskan keadilan, tidak boleh

berpihak kepada salah satu golongan, negara harus berpihak kepada

semua golongan yang membutuhkan bantuan dalam pengambilan

kebijakan khusunya bagi golongan yang lemah untuk menjamin

kesejahteraannya.2

Pertanggung jawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social

Responsibility (CSR) merupakan komitmen bisnis yang dilakukan oleh

1
Etty Mulyati, Kredit Perbankan Aspek Hukum Dan Pengembangan Usaha Mikro
Kecil Dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2016,
hlm.30-31.
2
Ibid., hlm. 33
3

perusahaan untuk turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi

dengan bekerjasama dengan pekerja, keluarga, komunitas dan

masyarakat umum dalam skala lebih besar dengan tujuan untuk

meningkatkan taraf hidup komunitas setempat maupun masyarakat

luas, dan bagi terciptanya iklim usaha/investasi yang kondusif,

keberlanjutan bisnis, dan pembangunan. 3

Pertanggung jawaban sosial merupakan bentuk penerapan dari

prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola

Perusahaan yang baik dan Sustainable Development atau

Pembangunan Berkelanjutan. CSR sangat berkaitan dengan prinsip

responsibility dalam GCG, perusahaan tidak hanya mementingkan

keberlangsungan perusahaan, tetapi juga memperhatikan kepentingan

para stakeholders.

Pemerintahan saat ini memiliki peran penting dalam

mempromosikan agenda Corporate Social Responsibility (CSR).

Bahkan pemerintah di seluruh dunia telah menjadi semakin proaktif

dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk mengatur CSR.

Sebab pemerintah melihat CSR sebagai subjek dengan sangat

relevansi untuk kebijakan publik, karena kemampuannya untuk

3
Ibid., hlm. 35
4

meningkatkan pembangunan berkelanjutan dan inklusif, meningkatkan

daya saing nasional dan serta mendorong investasi asing 4

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007

pasal 74 menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya

di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanggung jawab

sosial dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban perseroan yang

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan

kewajaran. Tujuan pengaturan ini agar Perseroan berperan serta dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan yang bertujuan mewujudkan

pembangunan ekonomi guna meningkatkan kualitas kehidupan,

lingkungan, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya

Selain Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, ada

peraturan lainnya yang berbicara mengenai tanggung jawab sosial.

Peraturan Menteri Negara BUMN No Per-05/MBU/2007 tentang

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina

Lingkungan yang telah mulai diberlakukan sejak tahun 2007. Undang-

Undang Perseroan Terbatas lebih ditujukan untuk perusahaan swasta,

4
Anna Peters, The Role of Governments in Promoting Corporate Responsibility and
Private Sector Engagement in Development,. New York; UN Global Compact and
Bertelsmann Stiftung, 2010, hlm. 8
5

maka Peraturan Menteri Negara BUMN tersebut dibuat untuk diterapkan

pada BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

BUMN memiliki peran dan fungsi yang strategis, sebagai

pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta

besar, dan turut membantu pengembangan usaha

kecil/koperasi.Pemerintah menjabarkan peran dan partisipasi BUMN ke

dalam dua program, yakni program kemitraan dan program bina

lingkungan (PKBL). 5

Pasal 1 Ayat 6 Permen tersebut menyatakan, Program Kemitraan

BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program

Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha

kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari

bagian laba BUMN

Berdasarkan penjelasan diatas Program Kemitraan merupakan

salah satu bentuk Tanggungjawab Sosial Perusahaan BUMN yang

bertujuan membangun usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Setiap

5
Taranggana Gani Putra, “Peran Pemerintah Daerah Dan Partisipasi Pelaku Usaha
Dalam Pengembangan UMKM Manik-Manik Kaca di Kabupaten Jombang”, Jurnal Kebijakan
dan Manajemen Publik, Volume 3, Nomor 1, 2015, hlm. 1,
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmpfa25108fdefull.pdf
6

kegiatannya memanfaatkan laba BUMN. Pasal 1 Ayat 7 Permen

tersebut menyatakan, Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya

disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial

masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba

BUMN. Sama dengan Program Kemitraan, Program Bina Lingkungan

merupakan bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang tentu saja

dana setiap kegiatan berasal dari laba BUMN.

Permen tersebut juga mengatur mengenai sumber dana yang

dapat dipergunakan oleh BUMN guna melaksanakan kedua program

tersebut. Dana berasal dari penyisihan laba setelah pajak (maksimal

sebesar dua persen), jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil,

bunga deposito dan/atau jasa giro dan dana (sisa) program tersebut

pada tahun-tahun sebelumnya. Atau pelimpahan dana program dari

BUMN lain.

Dalam penjelasan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan usaha kecil/koperasi meliputi usaha

kecil/koperasi yang memenuhi kriteria sebagai usaha kecil sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan

ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah selanjutnya disebut UU UMKM. UU


7

UMKM menyebutkan bahwa BUMN dapat menyediakan kepada Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah dalam bentuk pemberian pinjaman,

penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya guna meningkatkan

kemandirian dan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Peraturan-peraturan diatas menunjukan bahwa CSR dipahami

sebagai suatu wahana yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan

pembangunan masyarakat yang berkelanjutan, dengan harapan bahwa

aktivitas CSR dapat memenuhi kepentingan stakeholder, baik yang di

dalam maupun yang di luar perusahaan. 6

Pembangunan nasional yang secara pengelolaannya melibatkan

segenap aparat pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat

daerah bahkan sampai ditingkatan Desa. Desa merupakan entitas

terkecil dalam pemerintahan Indonesia yang diakui dan dihormati

berrsadarkan konstitusi. Desa telah melalui sejarah pengaturan yang

panjang yang akhirnya pengaturan tentang desa secara khusus diatur

dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.7

6
Budi Santoso, “Pendekatan Hukum terhadap Pembangunan Berkelanjutan Melalui
Pengaturan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”, Jurnal Mimbar Hukum, Edisi Khusus, 2011,
hlm. 24, https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16163/10709
7
Riskawati, “ANALYSIS OF LOCAL GOVERNMENT PERFORMANCE IN MANAGING
DISTRIBUTION OF VILLAGE FUNDS (CASE STUDY IN KALIA VILLAGE, TALATAKO SUB-DISTRICT,
TOJO UNA-UNA DISTRICT)” Journal of Accounting and Business Education, 1 (1), 2016,
https://media.neliti.com/media/publications/92263-ID-none.pdf
8

Salah satu aspek yang perlu dikembangkan untuk kemajuan dan

kesejahteraan masyarakat adalah mengelola sumber daya alam yang

ada untuk dijadikan sebuah sarana baru dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Pemerintah desa memiliki peranan yang

sangat penting untuk mengawasi dan mengarahkan masyarakat dalam

mengelola sumber daya yang ada dengan melihat potensi yang ada di

Desa Nagrog dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah

satunya melalui desa wisata yang dikelola oleh masyarakat desa.

Pembangunan desa wisata merupakan langkah untuk meningkatkan

sumber daya alam maupun sumber daya masyarakat desa dengan

memperhatikan lingkungan.

Desa Nagrog merupakan salah satu desa yang terletak di

Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Wilayah Desa Nagrog Kampung Ciseupang ini memiliki wilayah yang

cukup luas dan memiliki berbagai macam potensi yang membuat desa

ini menjadi semakin maju, potensi yang dimiliki Desa Nagrog adalah

perkebunan, pertanian, perikanan, dan berbagai macam kegiatan

produktif lainnya yang dilakukan oleh penduduk Desa Nagrog.

Secara geografis, letak Desa Nagrog dapat dibilang cukup

startegis, dimana letaknya berada didekat dengan jalan arteri yang

menghubungkan antarprovinsi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.


9

Letak yang strategis tersebut memunculkan potensi daerah untuk

menjadi tempat wisata.

Terkait geologis, kondisi kontur dan pertanahan di Desa Nagrog

sudah cukup baik dalam menunjang perekonomian daerah.

Pemanfaatan lahan sebagai sawah mampu memproduksi hasil

pertanian yang membantu masyarakat dalam memenuhi kehidupan

mereka. Tanah di Desa Nagrog bisa disebut sebagai tanah berpotensial

dan tidak tergolong kedalam lahan kritis. Dalam melihat potensi yang

ada, Pemeritah Daerah setempat sebenarnya telah melakukan

beberapa pembangunan agar potensi tersebut dapat memberi

keuntungan maksimal bagi daerahnya.

Pemerintah Daerah merencanakan pengembangan

keanekaragaman hayati yang ada di Desa Nagrog yaitu dengan

pembangunan destinasi wisata Taman Kehati. Pembangunan desa

wisata Taman Kehati ini juga merupakan program Corporate Social

Responsibility oleh Perbanas. Melalui Dinas Lingkungan Hidup, Taman

ini dibangun sebagai bentuk tindak lanjut melihat potensi Desa Nagrog

yang telah menjadi salah satu desa terbaik di tingkat provinsi dan

nasional. Dengan adanya destinasi wisata di Desa Nagrog diharapkan

dapat meningkatkan popularitas Desa Nagorg sebagai tempat wisata,


10

sekaligus berpotensi menghasilkan pendapatan daerah dan

pengembangan bagi komunitas masyarakat Desa Nagrog.

Para pemangku kepentingan turut berperan dalam

pengembangan Taman Kehati di desa Nagrog. Para pemangku

kepentingan yang dapat memiliki peran seperti Dinas Lingkungan Hidup,

Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Pembangunan Masyarakat Desa, dan

Badan Pembangunan Daerah.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Pemerintahan

daerah diberikan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan

yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah

Pusat. Dalam rangka melaksanakan otonomi luas di daerah, maka

pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan.

Sesuai asas desentralisasi daerah memiliki kewenangan

membuat kebijakan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya

sendiri. Kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan dalam

bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan,

keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama yang diatur

dalam ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah.


11

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang

Nomor. 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Peraturan daerah

adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau peraturan daerah

Kabupaten/kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai peraturan daerah ini

diatur dalam pasal 136 sampai pasal 149 Undang-Undang No. 32 Tahun

2004. Peraturan daerah dibuat oleh pemerintah daerah dalam rangka

untuk menjalankan otonomi daerah dalam negara kesatuan Republik

Indonesia.

Peraturan Daerah secara yuridis ruang lingkup keberlakuannya

terbatas pada daerah yang bersangkutan dalam suatu wilayah tertentu.

Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

berdasarkan ketentuan Undang-Undang, maka peraturan daerah itu

harus jelas dalam pengertian tidak menimbulkan multi tafsir karena

merupakan penjabaran dan imflementasi dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.8 Peraturan Daerah seharusnya tidak lagi

menimbulkan banyak penafsiran dari kaidah dan ketentuannya, karena

sudah bersifat teknis, jelas dan tinggal diterapkan di lapangan.

Tujuan pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana

disebutkan di atas tidak terlepas juga dari tugas pemerintah daerah

8
Bagir Manan, Menyongvong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: PSH FH UlI, 2002,
hal. 136
12

untuk membina dan menciptakan kesejahteraan masyarakat daerah.

Oleh karena itu Peraturan Daerah yang dibuat haruslah sesuai dengan

keadaan dan kondisi masyarakat di mana peraturan daerah tersebut

diberlakukan.9

Pada tahun 2013, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 Tentang PedomanTanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan serta Program Kemitraan

dan Bina Lingkungan di Jawa Barat. Pengaturan ini menjadi dasar

fasilitasi CSR di Provinsi Jawa Barat serta merupakan konsep

kepedulian pengusaha baik BUMN, BUMD, maupun pengusaha swasta

untuk berkontribusi terhadap masyarakat, agar kehidupan sosial dan

ekonominya meningkat, dengan menjaga kondisi lingkungan dalam

konteks pembangunan berkelanjutan.

Maksud pembentukan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2013

tentang Pedoman TJSL dan Program Kemitraan Bina Lingkungan untuk

mensinergikan penyelenggaraan program di bidang sosial, lingkungan,

kesehatan, pendidikan, ekonomi dan infrastruktu desa dan kota dalam

rangka optimalisasi program pembangunan di provinsi dan

kabupaten/kota, dengan prinsip pendanaan rupiah = 0 dan pola kerja

9
Josef Riwu K., Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, ldentifikasi
Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya, Depok: Rajawali Press, 2002,
hlm. 32
13

bersinergi antara program derajat tinggi dengan koordinasi derajat

rendah.

Sistem pendanaan dalam program TJSL dan PKBL adalah

Rupiah=0, yang artinya setiap perusahaan melaksanakan TJSL dan

PKBL secara mandiri, sehingga dana tersebut dikelola langsung oleh

perusahaan yang bersangkutan dan bukan merupakan

pendapatandaerah provinsi dan kabupaten/kota. Pola kerja TJSL dan

PKBL dengan mitra bersinergi program derajat tinggi koordinasi derajat

rendah, adalah sinergitas program antara perusahaan dengan program

berbasis tepat sasaran bersama dan mengurangi pertemuan fisik,

karena koordinasi melalui sistem dalam jaringan atau online.

Dalam pelaksanaannya, program CSR melibatkan banyak

stakeholder yang mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing,

sehingga memerlukan koordinasi yang baik dan juga komitmen untuk

mewujudkan keserasian yang baik untuk mencapai efektivitas program

CSR.

Faktanya, pelaksanaan program Corporate Social Responsibility

atau Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan di Jawa Barat


14

belum efektif.10Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 tahun

2013 tidak tersosialisasi dengan optimal, karena pada saat agenda

sosialisasi banyak para pengusaha berhalangan hadir, ada yang hadir

tetapi sebagai perwakilan yang tidak dapat mengambil keputusan.

Pengajuan proposal kegiatan untuk meminta bantuan dana

perusahaan yang diajukan oleh masyarakat dianggap sebagai program

Corporate Social Responsibility Perusahaan/Tanggung Jawab Sosial

Lingkungan Perusahaan (TJSLP)/Program Kemitraan Bina Lingkungan

(PKBL). Lalu, terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara satu

kabupaten/kota yang satu dan yang lainnya, karena tidak semua

kabupaten/kota di Jawa Barat mempunyai perusahaan yang banyak,

sehingga partisipan pasti berbeda, baik dari kuantitas perusahaannya,

maupun jumlah dana yang akan didapat.

Belum adanya komitmen dan koordinasi yang dilakukan oleh

pemerintah provinsi Jawa Barat untuk menselaraskan antara

kabupaten/kota dalam program CSR/TJSLP/PKBL. Batasan

kewenangan wilayah perusahaan yang menjadi mitra dapat dikatakan

belum jelas.

10
Ade Sudrajat, “Implementasi Kebijakan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan
Perusahaan di Wilayah Pemerintahan Provinsi Jawa Barat”, Jurnal Ilmiah Magister Ilmu
Administrasi (JIMIA), 2017, hlm. 12, http://jurnal.unnur.ac.id/index.php/jimia/article/view/26
15

Peraturan daerah idealnya dibuat dengan adanya pertimbangan,

koordinasi dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun

lembaga-lembaga yang terkait dengan peraturan yang dibuat

pemerintah daerah tersebut (stakeholders). Peraturan-peraturan dan

kebijakan daerah yang dalam pembuatannya dimaksudkan untuk

mengoptimalkan penerimaan daerah, diharapkan mewujudkan kondisi

kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi. 11

Dalam bidang ekonomi, khususnya manajemen, telah dikenal

istilah ilmu mutu yang merupakan landasan model utama dalam etika

bisnis dan telah digunakan sebagai landasan oleh para pelaku bisnis

yang berasal dari negara-negara maju. Selain istilah ilmu mutu, terdapat

istilah audit keuangan yang meliputi audit internal dan audit eksternal

yang dilakukan oleh auditor. Kegiatan audit dalam bidang ekonomi

bertujuan untuk mengukur kesesuaian antara rencana dan

pelaksanaannya, jika tidak sesuai maka yang diaudit akan diberikan

sanksi.12

11
F.C. Susila Adiyanta, “AUDIT MUTU HUKUM PERATURAN DAERAH : Model Evaluasi
Antisipatif Produk Hukum Pemerintah Daerah yang Kondusif bagi Penanaman Modal dan
Daya Saing Investasi”, Masalah-Masalah Hukum, Vol. 39, No. 1, 2010, hlm. 28,
https://media.neliti.com/media/publications/156838-ID-audit-mutu-hukum-peraturan-
daerah-model.pdf
12
Tarsisius Murwadji. “Integrasi Audit Mutu Hukum dalam Pengembangan Hukum
Ekonomi Indonesia”, Orasi Ilmiah Berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam
Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 24 Maret 2017,
hlm. 9
16

Dalam ilmu hukum, terdapat terminologi “Uji Materiel” yang

memiliki makna yang mendekati kesamaan dengan audit hukum. Uji

Materiel merupakan pengujian terhadap suatu peraturan dengan

peraturan yang lebih tinggi. Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. menjelaskan bahwa

Mahkamah Agung memiliki hak uji materiel sehingga berwenang untuk

menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari

tingkat yang lebih rendah daripada Undang-undang atas alasan

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Terdapat perbedaan antara Audit Hukum dengan Uji Materiel.

Dalam audit hukum, kegiatan audit dapat dilakukan pada setiap hierarki

peraturan peraturan perundang-undangan, dari Undang-Undang Dasar

1945 hingga Peraturan Daerah dan audit hukum dapat dilakukan oleh

instansi pemerintah maupun instansi non-pemerintah (swasta).13

Audit hukum tidak hanya bersifat statis, namun juga dinamis.

Statis disini dalam arti uji normatif atau uji suatu peraturan terhadap

peraturan yang lebih tinggi dengan ketentuan peraturan yang lebih tinggi

dianggap benar. Adapun bersifat dinamis adalah uji implementatf atau

pengujian terhadap penerapan suatu peraturan. Dalam audit hukum

13
Ibid., hlm. 10
17

implementatif yang diuji adalah fakta hukum atau penerapan hukum,

sedangkan norma pengujinya adalah peraturan yang diterapkan.14

Uji materiel hanya dapat dilakukan terhadap peraturan yang

berbentuk Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi dan peraturan di

bawah Undang-Undang oleh Mahkamah Agung. Uji Materiel hanya

bersifat statis atau uji normatif.

Mutu adalah kesesuaian antara keinginan pengguna barang atau

jasa dengan penyedia barang atau jasa. Kesesuaian ini dilandasi oleh

dua pokok utama, yaitu bebas cacat dan kepuasan pengguna jasa.

Bebas cacat memiliki arti penyedia jasa harus berusaha semksimal

mungkin dan bersifat professional. Sedangkan kepuasan pengguna jasa

adalah pengguna jasa atau barang merasa puas karena kesesuaian dari

barang atau jasa yang diperoleh bebas dari cacat.

Menurut ilmu mutu, kepuasan dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

kepuasan dasar, kepuasan menengah, dan kepuasan tinggi. Dalam

rangka audit mutu hukum terdapat tujuh karakteristik, yaitu: mutu

produk, biaya minimal, ketersediaan atau akses, keamanan, pelayanan

yang baik, sistemik, dan mengikuti perkembangan/trend masyarakat.

14
Ibid., hlm. 11
18

Dalam pembentukan produk hukum Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2013 oleh policy maker

yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat idealnya mengikutsertakan para

stakeholder, sehingga peraturan ini tidak terbentuk karena kesepakatan

dari satu pihak saja.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka

permasalahan yang akan dikaji, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan dan Pelaksanaan Corporate Social

Responsibility (CSR) di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana Hubungan Kerja diantara Pemerintah Provinsi Jawa

Barat ditinjau dari Ilmu Mutu Hukum?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian permaslaahan yang telah dirumuskan diatas,

tujuan yang akan dicapai dalam penelitian di atas, sebagai berikut:

1. Untuk mengkaji dan mengalisis Peraturan Daerah mengenai CSR

dan Pelaksanaannya di Provinsi Jawa Barat.

2. Untuk menjabarkan teori kedalam pokok-pokok pengaturan daerah

dikaitkan dengan desa wisata.


19

3. Untuk mengetahui hubungan kerja diantara Pemerintah Provinsi

Jawa Barat ditinjau dari ilmu mutu hukum.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan baik secara

teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil peniltian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

hukum pada umumnya dan khususnya pada bidang audit mutu

hukum dalam penerapan suatu peraturan daerah yang dikeluarkan

oleh Pemerintah Daerah.

2. Kegunaan Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif dan

informasi bagi semua pihak, khususnya bagi para stakeholder

dalam program Corporate Social Responsibility sehingga dapat

meningkatkan kapasitas bisnis di daerah

b. Penelitian ini pula diharapkan dapat memperbaiki hubungan

antara tingkatan pemerintahan yang ditinjau dari ilmu mutu hukum.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk semua

pemangku kepentingan hukum, baik itu polisi, jaksa, hakim, aparat

pemerintahan dalam memperbaiki kinerjanya.

E. Kerangka Pemikiran
20

Peranan hukum dalam mewujudkan pembangunan ekonomi di

Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari perannya sebagai sarana

pembangunan dan penegak keadilan/ketertiban dalam masyarakat. Hal

ini berarti bahwa peranan hukum dalam pembangunan harus dapat

menjamin agar perubahan itu terjadi dengan cara tertib dan teratur

melalui prosedur hukum.

Pemerintah harus berperan dalam proses pembangunan

ekonomi, agar sesuai dengan Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare

State), negara tidak hanya sekedar sebagai penjaga malam, tetapi

negara juga bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat.

Perwujudan cita-cita bangsa pada dasarnya akan berkaitan dengan

pembangunan nasional dalam segala bidang.15 Pembangunan

ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah

satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Hukum merupakan sebuah produk budaya. Hal ini berarti hukum

sanagt dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum seperti: nilai, sikap dan

pandangan masyarakat yang biasa disebut dengan kultur atau budaya

hukum. Adanya kultur atau budaya hukum inilah yang menyebabkan

15 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung:


PT. Alumni, 2006, hlm. 83.
21

perbedaan penegakan hukum diantara masyarakat dengan masyarakat

lainnya.16 Penegakan hukum terjadi untuk mewujudkan kesejarahteraan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 33 UUD 1945 adalah suatu sistem perekonomian yang

pada cita-citanya bertujuan mencapai kesejahteraan sosial. Pasal 33

ayat (1) menegaskan perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan atas asas kekeluargaan. Pasal 33 ayat (2) UUD 195

menyatakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal

33 ayat (3) menyatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negaradan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sedangkan Pasal 33 ayat (4) UUD

1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan

berdasrkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip

kebersamaan,sefisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan,

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Oleh karena itu Pasal 33

UUD 1945 secara imperatif menjadi dasar dalam pembangunan hukum

ekonomi di Indonesia. Sebagai landasan bagi perekonomian di

16
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Rajawali Pers, 2008, hlm. 28.
22

Indonesia diwujdkan melalui BUMN, Swasta, Koperasi, dan Usaha Kecil

Menengah.

Pembangunan hukum ekonomi Indonesia, paham kebersamaan

dan asas kekeluargaan sebagaimana dianut Pasal 33 UUD 1945

sifatnya memekasa, harus di implementasikan secara konsisten. Asas

kekeluargaan ini menjadi landasan gerak koperasi Indonesia tercantum

dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk

semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat,

kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran

perseorangan, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha

bersama-sama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Dalam mencapai tujuan tersebut, yakni kesejahteraan

masyarakat tidak serta merta dapat tercapai dengan mudah. Terdapat

beberapa tantangan yang harus dilalui, salah satunya yakni dengan

melihat kondisi geografis Indonesia. Dalam melaksanakan

pemerintahan, Pemerintah Indonesia tidak dapat menjalankan

pemerintahan dengan sentralistik (terpusat). Maka dari itu, dalam

menjalankan pemerintahannya guna tercapainya tujuan negara yakni

kesejahteraan masyarakat, maka pemerintahan dilakukan secara

otonomi daerah.
23

Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur wilayahnya

dalam rangka pembangunan nasional, hal ini sesuai yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah,

dimana Pemerintah Daerah melalui asas otonomi berhak mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan rakyat di wilayahnya.

Salah satu cara yang dilakukan yakni dengan diadakannya

otonomi desa. Otonomi desa diartikan sebagai kewenangan bagi

pemerintah Desa untuk mengurus kepentingan masyarakat setempat

(Desa) berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui

dan dihormati dan berperan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan

Indonesia. Maka dari itu, pemerintah Desa berwenang dan bertanggung

jawab untuk mengurusi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.17

Konsep kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi. Salah satu upaya yang

dilakukan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat desa adalah

melalui pembangunan desa wisata.

17
Tarsisius Murwadji, Deden Suryo Rahardjo, Hasna, BUMDES Sebagai Badan Hukum
Alternatif DalamPengembangan Perkoperasian Indonesia, Bandung: Jurnal Hukum
Kenotariatan dan Ke-PPAT-anUniversitas Padjadjaran, Volume 1, Nomor 1, Desember 2017,
hlm. 2-3
24

Pembangunan wisata Taman Kehati yang terletak di Desa

Nagrog merupakan bentuk dari program Corporate Social Responsibility

oleh Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas).

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas mengamanatkan Perseroal Terbatas untuk

menjalankan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yaitu dengan

bunyi pasal sebagai berikut:

“Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan


untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat,
baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.”
Kemudian secara khusus mengenai Tanggung Jawab Sosial

Lingkungan Perusahaan diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang

Perseroan Terbatas, yakni sebagai berikut:

“ (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang


dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
25

Dilihat berdasarkan Pasal 74 ayat (1) dan (2), maka TJSL atau

program CSR menjadi sebuah kewajiban untuk dilaksanakan oleh

Perseroan dalam menjalankan usaanya di Indonesia. Hal ini kemudian

didukung dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun

2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan

Terbatas. Pasal 3 PP 47/2012 menyebutkan bahwa Perseroan

berkewajiban melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

dalam menjalankan kegiatan usahanya sesuai Undang-Undang. Selain

itu, mengenai kewajiban perusahaan dalam melaksanakan TJSL juga

tercantum pada Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai policymaker telah

mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang

Pedoman Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Serta

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Di Jawa Barat. Namun, belum

terbentuk peraturan daerah yang secara khusus mengatur tentang

Corporate Social Responsibility Perusahaan dalam bidang destinasi

wisata, sehingga tidak ada perturan daerah yang bersifat khusus dalam

pembangunan dan pengembangan Taman Kehati sebagai destinasi

wisata Desa Nagrog.


26

Peraturan daerah idealnya dibuat dengan adanya pertimbangan,

koordinasi dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat maupun

lembaga-lembaga yang terkait dengan peraturan yang dibuat

pemerintah daerah tersebut (stakeholders).

Dalam bidang ekonomi dikenal dengan terminologi ‘Audit

Keuangan’, yang terbagi menjadi dua, yaitu audit internal dan audit

eksternal yang dilakukan oleh auditor. Isitilah audit ini dipergunakan

untuk obyektivitas, analisis komprehensif, keteraturan dan pelaporan.

Dalam ilmu hukum, terminologi ‘uji materil’ lebih sering dipakai

dibandingkan terminologi ‘audit hukum’. Menurut PERMA No. 1 tahun 2011

Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan hak uji materiil adalah:

“Hak Mahkamah Agung untuk menilai materi muatan peraturan


perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Audit hukum dapat dilakukan pada setiap hierarki peraturan

perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga

peraturan daerah, sedangkan uji materiil hanya dilakukan terhadap

produk hukum yang berbentuk Undang-Undang oleh Mahkamah

Konstitusi, dan peraturan di bawah Undang-Undang oleh Mahkamah

Agung.

Dalam ilmu ekonomi, mutu diartikan sebagai kesesuaian antara

harapan konsumen dengan apa yang diperoleh dari produsen. Berbeda


27

halnya dengan mutu dalam konteks hukum, atau mutu hukum. Mutu

hukum adalah kesesuaian antara apa yang seharusnya (das sollen)

dengan apa yang terjadi dalam kenyataan (das sein) untuk terciptanya

efektifitas hukum. Das sollen adalah “Standard dari mutu hukum”,

sedangkan das sein adalah peraturan perundang-undangan.18

Mutu memiliki makna yang luas dari perspektif yang berbeda,

sehingga tidak ada definisi yang mutlak. Namun terdapat definisi mutu

yang telah diterima luas, yaitu kecocokan untuk digunakan. Mutu

adalah kesesuaian antara keinginan pengguna barang atau jasa

dengan penyedia barang atau jasa. Kesesuaian ini dilandasi oleh 2

(dua) hal dasar, yaitu bebas cacat dan kepuasan pengguna jasa.

Bebas cacat adalah penyedia barang atau jasa harus berusaha

secara maksimal, bertindak professional, dan menghindarkan cacat.

Lalu, kepuasan pengguna jasa adalah pengguna jasa atau barang

merasa puas karena barang dan jasa yang diperoleh sesuai dan bebas

dari cacat.

Kepuasan menurut ilmu mutu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu

kepuasan dasar, kepuasan menengah, dan kepuasan tinggi. Kepuasan

dasar adalah tingkat kepuasan yang paling rendah, kesepakatan dalam

18
Tarsisius Murwadji, Op.Cit, hlm. 12
28

suatu perjanjian atau janji-janji yang bersifat normatif merupakan batas

bawah dari kepuasan yang tidak boleh dilanggar. Lalu, kepuasan

menengah adalah kepuasan yang melebihi kepuasan dasar dimana

pengguna barang atau jasa merasa puas yang melebihi dari

harapannya. Kepuasan terakhir adalah kepuasan yang tidak

dibayangkan oleh pengguna jasa atau barang.19

Dalam rangka audit mutu hukum, terdapat 7 karakteristik

sebagai tolak ukur audit mutu hukum, yaitu20:

a.) Mutu Produk (Quality Of Product)

Mutu produk hukum atau produk jasa hukum berupa jasa dari

pembuat peraturan perundang-undangan dapat dikatakan

bermutu apabila peraturan yang telah dibuat tersebut dan

disahkan, tidak ada pihak yang memprotes atau mendesak

mencabut sehingga peraturan tersebut berlaku dalam kurung

waktu yang lama.

b.) Biaya minimal (Cost)

Biaya yang dikeluarkan seminimal mungkin. Contoh:

larangan pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil untuk

tidak melakukan rapat di hotel merupakan kebijakan

19
Tarsisius Murwadji, Op.Cit. hlm.15
20
Ibid., hlm. 17
29

pemerintah yang sudah berwawasan mutu karena akan

mengurangi biaya rapat.

c.) Ketersediaan/akses (Delivery)

Kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan secara

mudah, efektif, dan efisien. Akses masyarakat untuk

memperoleh informasi dan pelayanan hukum merupakan

salah satu indikator mutu.

d.) Keamanan (Safety)

Produk hukum harus aman dan tidak menimbulkan

kesengsaraan. Hukum harus netral, bukan dibuat untuk

kepentingan pembuat Undang-Undang atau kelompok

tertentu tetapi harus berfungsi memberi perlindungan kepada

seluruh elemen negara.

e.) Pelayanan yang baik (Mores)

Saling menghargai antara penyedia jasa dengan pengguna

jasa. Seringkali para penegak hukum dalam melakukan

tugasnya kurang memperhatikan pelayanan yang ramah

sehingga hukum terkesan kejam atau tidak bersahabat.

f.) Sistemik (Systemic)

Hukum yang dibua sesuai dengan sistem.

Sistem hukum adalah salah satu alat atau unsur-

unsur yang sangat diperlukan saat akan mecapai tujuan dal


30

am sebuah Negara baik berupa tatanan kehidupan dan tata

nan pemerintahan21

g.) Mengikuti perkembangan atau trend masyarakat

(Environment)

Sistem hukum nasional harus mengikuti perkembangan

hukum global, oleh karena itu pemerintah Indonesia harus

aktif mengikuti pertemuan-pertemuan internasional sehingga

pembaharuan hukum dapat dilakukan secara terus

menerus.22

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang

bertujuan untuk mempelajari data atau beberapa gejala hukum

tertentu, dengan jelas menganalisanya.23 Berdasarkan pengertian

tersebut, metodelogi penelitian dapat diartikan sebagai cara untuk

memecahkan masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan,

menyusun data guna mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

21
Selfi Udeng, dkk., “Efisiensi Penerapan Sistem Hukum di Indonesia”, Researchgate,
2018,https://www.researchgate.net/publication/329608980_EFISIENSI_PENERAPAN_SISTE
M_HUKUM_DI_INDONESIA, hlm. 2
22
Tarsisus Murwadji, Op.Cit., hlm.19
23 Dimyati hudzalifah dan Kelik Wandhono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta:

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004 hlm. 4.


31

pengetahuan yang hasilnya dituangkan dalam penulisan ilmiah.

Metode-metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini merupakan

penelitian dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.

Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan

atau data sekunder yang ada.24 Pendekatan yuridis empiris adalah

pendekatan yang dilakukan dengan penelitian lapangan, yaitu

mengkaji ketentuan hukum yang berlakuserta apa yang terjadi dalam

kenyataannya di masyarakat.25

Penelitian ini menggunakan data Primer sebagai data utama,

teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan

permasalahan yang akan diteiti yang didasarkan pada praktik-praktik

penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility di Provinsi

Jawa Barat yang didasarkan oleh Peraturan Daerah yang dibuat oleh

Pemerintah Daerah.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa

Deskritif Analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-

24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: UI press 2003, hlm. 23.
25
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002,
hlm. 17
32

undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam

praktik pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan

yang akan dibahas.26 Sehingga dapat memberikan gambaran

mengenai koordinasi diantara Pemerintah Daerah Jawa Barat dalam

penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility untuk

meingkatkan kapasitas bisnis di daerah.

3. Tahap Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh melalui

tahap:

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan cara memperoleh data

sekunder yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-

undangan, buku-buku literatur, dokumen dan arsip atau hasil

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pokok

permasalahan yang diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini

dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Bahan hukum primer,27 yaitu bahan hukum yang mengikat

terdiri dari peraturan perundang-undangan antara lain:

26
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodelogi Penuisan Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990, hlm. 97-98.
27 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 52.
33

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 amandemen ke-IV;

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

PemerintahanDaerah;

d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal;

e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas;

f. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Badan Usaha Milik Negara;

g. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan;

h. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

i. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan;

j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

k. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;


34

l. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan

Terbatas;

m. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 30 Tahun

2011 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Jawa

Barat;

n. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2

Tahun 2013 tentang Pedoman Tanggung Jawab

Sosial dan Lingkungan Perusahaan serta Program

Kemitraan dan Bina Lingkungan di Jawa Barat;

o. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah tentang Rencana Strategis Kementrian

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

p. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik

NegaraNo. PER-05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang

Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara

Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan

q. Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No.

PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan

Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan

Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tentang


35

Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara

Dengan Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan.

2. Bahan-bahan sekunder, 28yaitu bahan hukum yang

meliputi buku-buku, refrensi, makalah, hasil penelitian, dan

doktrin-doktrin yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti yang ditulis oleh para ahli.

3. Bahan-bahan Tersier,29 yaitu badan hukum penunjang

yang meliputi, kamus hukum dan Internet yang dapat

menunjang pemahaman terhadap materi yang berkenaan

dengan objek penelitian.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan akan dilaksanakan untuk mempelajari

dan mengkaji data primer dari wawancara langsung dengan para

pihak Pemerintah Daerah Jawa Barat melalui Dinas Koperasi

danUsaha Kecil Menengah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas

Pembangunan Masyarakat Desa, Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan; dan pihak pengelola Taman Keanekaragaman

Hayati (KEHATI), Desa Nagrog, Kecamatan Cicalengka untuk

menunjang data sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

28 Ibid, hlm. 55
29 Ibid.
36

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan terhadap data sekunder untuk

mendapatkan landasan teoritis berupa: hukum positif,

pendapat-pendapat atau hasil karya tulis para pihak atau pihak

lain berupa infomasi baik dalam bentuk formal mapun naskah-

naskah resmi.

Dalam penelitian ini yaitu dengan menghimpun dan menyusun

data dan membaca buku-buku literatur dan peraturan-

peraturan yang berhubungan dengan ketentuan Corporate

Social Responsibility dan Pemerintah Daerah.

b. Wawancara

Yaitu mengadakan tanya jawab dan wawancara langsung

dengan instansi terkait yaitu Pemerintah Daerah Jawa Barat,

Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Provinsi

Jawa Barat, Dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa

Barat.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah yuridis-kualitatif dimana data-data yang telah diperoleh akan


37

dianalisis tidak menggunakan rumus matematis dan selanjutnya

disajikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat yang teratur, logis,

dan efektif sehingga memudahkan dalam pemahaman hasil

analisis.30 Metode yuridis kualitatif juga berarti bahwa penelitian ini

mengkaji dan menganalisis data berdasarkan aspek hukum dan

tanpa menggunakan diagram-diagram atau data statistik.31

Dalam metode analisis data ini terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan yaitu :32

a. Peraturan perundang-undangan yang satu tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lainnya,

b. Memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan,

c. Bertujuan untuk mencari kepastian hukum,

d. Mencari hukum yang hidup dalam masyarakat baik hukum

tertulis maupun tidak tertulis.

6. Lokasi Penelitian

30
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004, hlm. 80.
31
Ronny Hanitijo Sumitro, Metodologi Pneleitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990, hlm. 11
32
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UII Press, 2010, hlm. 32
38

Lokasi penelitian dilakukan di Bandung dan Cicalengka,

diantaranya adalah:

a. Penelitian kepustakaan:

1) Perpustakaan Pusat Universitas Padjajaran (CISRAL),

jalan Dipatiukur No. 46 Bandung;

2) Perpustakaan fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,

Jalan Dipatiukur No. 35 Bandung.

b. Penelitian lapangan dilakukan di Taman Keanekaragaman

Hayati (Kampung Ciseupang RT 001 RW 006, Desa Nagrog,

Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung).

Anda mungkin juga menyukai