Anda di halaman 1dari 40

PEMERIKSAAN

TELINGA
NURIDA FINAHARI
Biomekanika – Vibrasi & Bunyi
PT. SAMUDRA KARYA MUSTIKA
Komplek Pertokoan
Ruko Tritunggal No. 88, Jalan Tritunggal
Jotawang, Bantul, Yogyakarta

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355
Macam-macam Tes Pendengaran
1. TES BISIK
• Dilakukan per telinga
• Telinga yang tidak diuji, ditutup jari
• Dokter membisikkan kata di belakang
pasien (< 1 m) di akhir ekspirasi
• Digunakan kombinasi kata/angka
yang berbeda
• Dilakukan hingga pasien bisa
mengulangi kata-kata dokter

Kriteria lulus jika mampu mengulangi


50% kata uji.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Macam-macam Tes Pendengaran
2. ACOUSTIC REFLEX MEASURES (ARM) 3. BRAINSTEM AUDITORY EVOKED
RESPONSE (BAER)
▪ Disebut juga MIDDLE EAR MUSCLE
REFLEX (MEMR)
▪ Dokter menempelkan elektroda pada ubun-
▪ Untuk mengetahui respons telinga terhadap ubun dan daun telinga pasien.
suara yang nyaring. ▪ Pasien diperdengarkan suara klik atau nada
tertentu melalui earphone dan mesin akan
▪ Menguji otot dalam telinga yangmengencang
merekam respons otak pasien terhadap suara
ketika mendengar suara nyaring.
tersebut.
▪ Menggunakan probe karet yang terhubung ke ▪ Respon berwujud rekaman aktivitas otak saat
mesin perekam. suara diperdengarkan.
▪ Jika tidak ada respon hasilnya bisa potensi
▪ Jika pendengaran pasien buruk, butuh suara
ketulian atau ada gangguan pada otak
yang keras untuk memicu respons telinga.
dan/atau sistem saraf pasien.
▪ Pada kondisi yang parah, telinga tidak
memberikan respon sama sekali.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Macam-macam Tes Pendengaran
4. OTOACOUSTIC EMISSIONS (OAE)
◦ Untuk memeriksa gangguan di telinga bagian
dalam, khususnya bagian koklea (rumah siput).
◦ Umumnya untuk bayi yang baru lahir, bisa juga
dilakukan untuk orang dewasa.
◦ Probe berisi earphone dan mikrofon diletakkan
di liang telinga pasien.
◦ Respon yang dihasilkan ditampilkan di layar
monitor
◦ Dokter menilai suara yang menghasilkan
respon dan kekuatan responsnya.
◦ OAE juga dapat mendeteksi penyumbatan di
bagian luar dan tengah telinga.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Detail Beberapa Tes Pendengaran

TES GARPU TALA

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
1. UJI BATAS ATAS & BAWAH
TES GARPU TALA
Tujuan : ▪ Digunakan garpu tala
Menentukan frekuensi garpu tala berfrekuensi 256–512Hz
yang dapat didengar melewati
▪ Tes garpu tala ini dilakukan pada
hantaran udara bila dibunyikan
tes Weber dan tes Rinne.
pada intensitas ambang normal.
▪ Pada tes WEBER, garpu tala yang
Cara : dibunyikan diletakkan di bagian
Garpu tala diletakkan tegak 1-2 tengah dahi pasien.
cm dari Meatus Akustikus ▪ Pada tes RINNE, garpu tala yang
Eksternus (MAE, lubang telinga), 2 dibunyikan diletakkan di bagian
Interpretasi : kaki garpu lurus pada garis yang belakang dan samping telinga
• Normal : mendengar semua frekuensi hubung MAE kanan-kiri. pasien.
• Tuli Konduksi : batas bawah naik
▪ Pasien diminta mengatakan
(frekuensi rendah tidak terdengar)
kejelasan suara yang terdengar, di
• Tuli sensoris neural : batas atas turun
kedua telinga atau di salah satu
(frekuensi tinggi tidak terdengar)
telinga saja.

Potensi kesalahan : ▪ Pasien juga diminta memberi


garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi tanda jika tidak mendengar suara
pada frekuensi mana penderita tidak dapat mendengar. apa pun.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Prosedur :
▪ Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan
TES GARPU TALA
▪ Diletakkan pada planum mastoid (posterior dari MAE) penderita dengan
2. UJI RINNE
demikian getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam.
▪ Setelah tidak terdengar lagi, garpu tala dipindahkan ke depan liang telinga Tujuan :
(MAE), kira-kira sejarak 2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Membandingkan kualitas hantaran
▪ Bunyi keras di depan MAE disebut Rinne Positif (Normal – AC:BC = 2:1; Tuli melalui udara dan hantaran tulang
Sensoris Neural) pada satu telinga penderita.
▪ Bunyi keras di belakang MAE disebut Rinne Negatif (Tuli Konduksi).
▪ Pseudo Rinne – suara didengar telinga yang tidak diuji (Tuli Sensoris Neural)

Secara normal, bunyi melalui udara > melalui tulang

Potensi kesalahan :
▪ Garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada planum mastoid atau miring,
terkena rambut, jaringan lemak tebal sehingga penderita tidak mendengar atau
getaran garpu tala terhenti/terganggu
▪ Penderita terlambat memberikan isyarat waktu garpu tala sudah tidak
didengarkan lagi, sehingga waktu dipindahkan ke depan MAE getaran garpu
tala sudah berhenti

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Prosedur :
▪ Garpu tala (frekuensi 512 Hz) digetarkan
TES GARPU TALA
▪ diletakkan pada garis tengah seperti di ubun-ubun, dahi (lebih sering
3. UJI WEBBER
digunakan), dagu, atau pertengahan gigi seri, dengan kedua kaki pada garis
horisontal Tujuan :
▪ Bunyi keras di telinga kanan disebut Lateralisasi Kanan Membandingkan hantaran
▪ Bunyi keras di telinga kiri disebut Lateralisasi Kiri. tulang telinga kanan dengan
▪ Tuli konduksi – Lateralisasi ke telinga yang sakit telinga kiri.
▪ Tuli sensoris neural – Lateralisasi ke telinga sehat

Secara normal, telinga kanan & kiri mendengarkan intensitas sama

Potensi kesalahan :
▪ Ada beberapa interpretasi yang mungkin terjadi untuk 1 kondisi lateralisasi
▪ Diperlukan uji pembanding

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
5. UJI STENGER
Tujuan : TES GARPU TALA
Untuk kasus tuli anorganik (simulasi atau pura-pura)
4. UJI BING (TES OKLUSI)
Prosedur : Prosedur :
▪ Dua garpu tala identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan MAE ▪ Tragus telinga yang diperiksa
kiri dan kanan, tanpa terlihat penderita. ditekan sampai menutup
▪ Garpu tala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga normal sehingga liang telinga, sehingga
jelas terdengar, kemudian penala kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di terdapat tuli konduktif kira-
depan telinga yang diuji. kira 30 dB.
▪ Apabila kedua telinga normal, karena efek masking, hanya telinga uji yang ▪ Garpu tala digetarkan dan
mendengar bunyi, telinga normal tidak mendengar bunyi diletakkan pada pertengahan
▪ Jika telinga uji memang tuli, telinga kanan akan tetap mendengar bunyi. kepala/ dahi (seperti pada uji
Weber).

6. UJI SCHWABACH
Interpretasi :
Tujuan :
Membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya ▪ Normal : lateralisasi ke telinga
normal. Berpotensi bias. yang ditutup
▪ Tuli konduksi : bila tidak
terdapat lateralisasi ke telinga
yang ditutup.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Detail Beberapa Tes Pendengaran

OTOSKOPI

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Evaluasi Gendang Telinga :
▪ Insuflasi hembusan udara
ke saluran telinga untuk
OTOSKOPI
melihat reaksi gendang
telinga. Pemeriksaan fisik tahap awal.
▪ Pasien pun akan diminta Melihat keberadaan kotoran
untuk menjepit hidung, dan/atau luka, infeksi.
menutup mata, dan
menghembuskan nafas saat Target :
gendang telinga dievaluasi. Melihat lubang telinga dan
▪ Gendang telinga tak menguji gendang telinga
bergerak menandakan
adanya sumbatan pada Dilakukan secara rawat jalan
tuba Eustachius. atau di klinik saja, diagnosis
dibuat di hari yang sama.
Prosedur ini tidak menyebabkan
nyeri atau nyeri ringan.
Otoskop terdiri 3 bagian : kepala, gagang, dan kerucut.
▪ Gagang untuk menggenggam otoskop dan sumber sinar Untuk menguji gendang telinga,
▪ Kepala otoskop terdiri dari bola lampu dan lensa pembesar berdaya rendah. cuping telinga ditarik untuk
▪ Kerucut dimasukkan ke saluran telinga. meluruskan lubang telinga. Ini
bisa tidak nyaman.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Detail Beberapa Tes Pendengaran

TIMPANOMETRI

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Urutan uji :
1. Cek kebersihan saluran –
otoskop
2. Pasang probe TIMPANOMETRI
3. Mengukur pantulan
Prosedur ini mengukur
4. Timpanogram pergerakan membran timpani
5. Evaluasi sebagai respons terhadap
perubahan tekanan
Suara standar 226 (220) Hz
Bayi < 4 bulan – 100 Hz Memberikan informasi kuan-
Multi frekuensi 250 – 2000 Hz titatif tentang keberadaan
cairan di telinga tengah,
Tekanan -400 (-200) - 200 deca Pa mobilitas sistem telinga tengah,
dan volume saluran telinga.
(-150) – 100 mm H20
Interpretasi hasil : Direkomendasikan melengkapi
1. Tipe A - Normal (tekanan udara ruang tengah = lingkungan, transmisi informasi kualitatif dari riwayat
suara terjadi maksimum) penyakit, penampilan, dan
2. Tipe B - Abnormal karena adanya cairan atau lubang di gendang telinga mobilitas membran timpani.
Prosedur ini juga digunakan
3. Tipe C - Abnormal karena terjadinya efusi telinga (penumpukan cairan), dalam evaluasi otitis media
atau disfungsi saluran eustachian (bisa terkait gangguan sinus) dengan efusi dan pada otitis
4. Tipe AS - Abnormal karena kondisi sklerosis atau otosklerosis media akut.
5. Tipe AD - Abnormal karena dislokasi tulang telinga tengah

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
TIMPANOGRAM

Type A - Normal Type B – Abnormal, Type C – Tekanan negatif,


cairan/lubang gendang telinga masalah pada saluran
eustachian / membran
timpani

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
TIMPANOGRAM
Compliance Membran Timpani
- Normal 0.2 – 2.0 ml

Sama dengan volume lubang


telinga luar

Type AS – shallow, sclerosis/otosklerosis


Type AD – deep, dislokasi tulang telinga tengah

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
TIMPANOGRAM
Timpanometri adalah tes objektif fungsi telinga tengah, bukan tes pendengaran, mengukur
transmisi energi yang melalui telinga tengah. Ini adalah ukuran akustik, diukur dengan mikrofon,
sebagai bagian dari probe saluran telinga, dimasukkan ke dalam saluran telinga. Tes tidak boleh
digunakan untuk menilai sensitivitas pendengaran dan hasil tes ini harus selalu dilihat dalam
hubungannya dengan audiometri nada murni.

Hanya ukuran penerimaan akustik statis, volume saluran telinga, dan lebar/gradien timpanometrik
dibandingkan dengan jenis kelamin, usia, dan data normatif spesifik ras yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis patologi telinga tengah secara akurat bersama dengan penggunaan data
audiometri lainnya (misalnya udara dan tulang. ambang konduksi, pemeriksaan otoskopi,
pengenalan kata normal pada tingkat presentasi yang tinggi, dll.).

Selama tes berlangsung, pasien tidak dibolehkan berbicara, bergerak, atau melakukan gerakan
menelan karena akan memengaruhi hasil tes.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Detail Beberapa Tes Pendengaran

AUDIOMETRI

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Audiologi Medis digunakan untuk mendiagnosis :
1. Tuli konduktif
2. Tuli sensoris neural Syarat pelaksanaan audiometri:
AUDIOMETRI
3. Tuli campuran 1. Ruang periksa kedap suara
maks. 40 dB SPL Alatnya : Audiometer
2. Pasien kooperatif, paham Hasil bacaan : Audiogram
Teknik diagnosis dasar : instruksi, sehat, bebas bising
1. Uji Bisik min. 12-14 jam Uji dilakukan untuk menilai
2. Uji Garpu Tala 3. Audiometer terkalibrasi ambang pendengaran yang
3. Audiometri Nada Murni 4. Penguji paham alat, sabar &
dikonduksikan melalui tulang
telaten
(BC – Bone Conduction) dan
Teknik Khusus : udara (AC – Air Conduction).
1. Audiometri Tutur
2. Tes SISI Ambang pendengaran :
3. Tes ABLB Intensitas minimal (dB) dari
4. Tone Decay rangsang bunyi yang masih
5. Audiometri Bakesay bisa didengar pasien pada
6. Audiometri Anak frekuensi 125, 250, 500, 1000,
7. Audiometri Obyektif (Impedans, Elektro-Kokliografi, BAER) 2000, 4000, 8000 Hz.
8. Audiometri Industri

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Ambang dengar
manusia muda : AUDIOMETRI
▪ Intensitas 0-140 db =
20 mPa – 200 Pa Bunyi:
(tekanan suara) Kesan yang timbul saat
gelombang bunyi berupa
rapatan dan renggangan
Standar: longitudinal molekul sampai di
▪ ISO (International membrane timpani
Standard Organization)
Variabel:
▪ ASA (American Amplitudo ~ keras lemah
Standard Association) Frekuensi ~ nada
▪ 0 db ISO = -10 dB ASA
Intensitas Bunyi:
dB SPL (Sound Pressure Level) : ▪ 10 db ISO = 0 db ASA ▪ Kuadrat tekanan bunyi
▪ Mengukur level suara pada frekuensi berbeda ▪ dB (desibel), ukuran relatif,
di lingkungan Suara percakapan: perbandingan intensitas
terhadap bunyi standar
- Wanita 250 Hz ▪ 0 dB bukan berarti tidak ada
dB HL (Hearing Level) :
▪ Mengukur ambang dengar individual dengan
- Pria 120 Hz bunyi
▪ 0 dB = 204 microdyne/cm2
nada murni (rata-rata ambang
pendengaran manusia)

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
PERSEPSI TERHADAP BUNYI

Hubungan antara perubahan kekuatan bunyi, intensitas


suara (dB SPL), dan persepsi kenyaringan

Kontur kenyaringan nada murni


Robinson & Dadson 1956 (ISO/R226-1961)

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
AUDITORY MASKING
Masking pendengaran terjadi ketika
persepsi satu suara dipengaruhi oleh
kehadiran suara lain.

Masking domain frekuensi :


• Masking simultan
Terjadi ketika suara menjadi tidak
terdengar oleh kebisingan atau suara
yang tidak diinginkan dengan durasi
yang sama dengan suara aslinya
• Masking frekuensi
• Masking spektral

Masking menggambarkan batas


selektivitas frekuensi. Jika suatu sinyal
ditutupi oleh frekuensi yang berbeda
dengan sinyal tersebut, maka sistem
pendengaran tidak bisa membedakan
antara kedua frekuensi tersebut.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
AUDITORY MASKING
Pada frekuensi menengah (1-4 kHz)
kemiringan meningkat seiring meningkatnya
intensitas, tetapi pada frekuensi rendah tidak
ada kemiringan yang jelas dengan level dan
filter pada frekuensi tengah tinggi
menunjukkan sedikit penurunan kemiringan
seiring dengan peningkatan level.

Ada bandwidth kritis dari noise yang menyebabkan efek


masking maksimum dan energi di luar pita tersebut tidak
mempengaruhi masking. Hal ini dapat dijelaskan dengan
sistem pendengaran yang memiliki filter pendengaran yang
terpusat pada frekuensi nada. Bandwidth masker yang ada
di dalam filter pendengaran ini secara efektif menutupi
nada tetapi masker di luar filter tidak berpengaruh

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
AUDITORY MASKING
Masking domain waktu : Masking temporal / non-simultan
Masking temporal atau non-simultan terjadi ketika suara stimulus tiba-tiba membuat suara lain tidak terdengar
yang hadir segera, sebelum (masking belakang/pra masking), atau setelah (masking depan/pasca masking)
stimulus.

Efektivitas masking temporal menipis secara eksponensial dari awal dan offset masker, dengan redaman awal
berlangsung sekitar 20 ms dan redaman offset berlangsung sekitar 100 ms.

Masking temporal mengungkapkan analisis frekuensi yang dilakukan oleh sistem pendengaran
Ambang masking maju untuk nada harmonik kompleks (misalnya, probe gigi gergaji dengan frekuensi dasar
500 Hz) menunjukkan puncak ambang batas (yaitu, tingkat masking tinggi) untuk pita frekuensi yang berpusat
pada beberapa harmonik pertama.

Bandwidth pendengaran yang diukur dari ambang batas masking maju lebih sempit dan lebih akurat
daripada yang diukur menggunakan masking simultan.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
AUDIOMETRI NADA MURNI
▪ Digunakan audiometer, yaitu alat yang menghasilkan nada murni. AUDIOMETRI
▪ Pasien menggunakan headphone
▪ Nada-nada diperdengarkan dalam frekuensi tunggal dan intensitas suara
bervariasi, mulai dari 250Hz hingga 8.000Hz. Dimulai dari frekuensi yang
dikenal = 1000 Hz.
▪ Dimulai dengan intensitas suara yang masih terdengar, lalu dikurangi secara
bertahap hingga tidak lagi terdengar oleh pasien. Selanjutnya, intensitas suara
akan ditingkatkan kembali sampai pasien bisa mendengarnya.
▪ Pasien diminta untuk memberi tanda jika masih bisa mendengar suara.

AUDIOMETRI TUTUR
▪ Untuk mengetahui intensitas suara yang bisa didengar pasien
▪ Untuk mengetahui kemampuan pasien dapat memahami dan
membedakan berbagai kata
▪ Dokter yang mengucapkan kata-kata
▪ Tes dilakukan menggunakan headphone. Suara divariasikan intensitas
bunyinya. Pasien diminta mengulangi kata-kata yang bisa didengar

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
KRITERIA KETULIAN

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Beberapa contoh audiogram nada murni

Telinga kanan, tuli konduktif datar di semua frekuensi


karena oklusi lengkap saluran telinga dengan serumen.
Telinga kanan. Konduksi tulang lebih baik daripada konduksi udara.
Pasien memiliki gangguan pendengaran konduktif frekuensi rendah
hingga sedang karena perforasi membran timpani.
marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Beberapa contoh audiogram nada murni
Bilateral, gangguan pendengaran
sensorineural akibat kebisingan.
Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara ambang batas
konduksi udara dan tulang.
Asimetri pada 3.000 Hz dan 4.000
Hz (dengan telinga kiri lebih
buruk daripada kanan)
mencerminkan pekerjaan pasien
ini sebagai tentara di infanteri dan
menjadi penembak tangan kanan.

Gangguan pendengaran sensorineural telinga kiri karena schwannoma


vestibular. Dengan gangguan pendengaran sensorineural, tidak ada
perbedaan ambang batas yang signifikan antara konduksi udara dan tulang.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Prosedur :
• Pasien diajari cara merespon, menekan tombol saat dirasa ada AUDIOMETRI
perubahan intensitas nada
• Memasang headphone pada pasien TES SISI
(Short Increment Sensitivity Index)
• Menyiapkan nada pilihan dan masking auditori untuk telinga satunya
• Memilih frekuensi uji, diambil 20 db di atas ambang batas Adalah tes kemampuan untuk
• Menaikkan intensitas per 1 dB (umum), 0 dB jika tidak yakin, 2 atau 5 mengenali peningkatan intensitas
1 dB selama serangkaian
jika pasien paham prosedur
semburan nada murni yang
• Membuat 20 perubahan, diulangi untuk semua frekuensi yang disajikan 20 dB di atas ambang
diperlukan batas frekuensi uji.

Digunakan untuk membedakan


gangguan koklea dan
retrokoklea. Pasien gangguan
koklea dapat merasakan
peningkatan 1 dB, pasien
retrokoklea tidak bisa.

Kriteria SISI :
▪ 70-100% – high
(cochlear loss)
▪ 20-70% - inkonklusif
▪ < 20% - low
(retrocochlear loss)

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Prosedur :
1. Menetapkan ambang pendengaran pada suatu frekuensi
AUDIOMETRI
2. Pasang attenuator 20 dB pada telinga uji, 0 dB pada telinga referensi
3. Tukar nada dari kedua telinga tersebut. Pasien diminta menentukan mana TES ABLB
yang lebih keras. Jika telinga uji –> Langkah 4. Jika telinga referensi -> (Alternate Binaural Loudness
Langkah 5 Balance)
4. Nada telinga referensi dinaikkan 5 dB
5. Nada telinga referensi diturunkan 5 dB Untuk mendeteksi perbedaan
kenyaringan yang dirasakan antara
telinga dan berguna pada pasien
dengan gangguan pendengaran
unilateral.

Tes ABLB dapat mengidentifikasi


rekrutmen dan dekruitment koklea.
Rekrutmen akan muncul sebagai
rentang dinamis terkompresi
dibandingkan dengan telinga
referensi, sedangkan pelepasan akan
muncul sebagai rentang dinamis
yang diperluas dibandingkan dengan
telinga referensi.

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Prosedur :
Nada pada frekuensi 4000 Hz diperdengarkan selama 60 detik dengan intensitas
AUDIOMETRI
5 dB di atas ambang batas mutlak pendengaran pasien. Jika pasien berhenti
mendengar nada sebelum 60 detik, tingkat intensitas ditingkatkan sebesar 5 dB Tes TTDT
dengan prosedur diulangi sampai nada dapat didengar selama 60 detik penuh (Treshold Tone Decay Test)
atau sampai tidak ada tingkat desibel yang dapat ditemukan di mana nada dapat Digunakan untuk mendeteksi dan
didengar selama 60 detik penuh. Ukuran yang dihasilkan diberikan sebagai mengukur kelelahan pendengaran.
desibel peluruhan.
Tes ini menghasilkan ukuran
Interpretasi : "desibel peluruhan", yaitu jumlah
▪ 0-5 dB decay – Normal / Konduksi dB di atas ambang batas mutlak
pendengaran pasien yang
▪ 10-15 db decay – Mild diperlukan agar nada dapat
▪ 20-25 dB decay – Moderate didengar selama 60 detik.
▪ 30-35 dB decay – Marked decay
Peluruhan 15-20 dB merupakan
indikasi gangguan pendengaran
koklea.

Peluruhan >25 dB merupakan


indikasi kerusakan pada saraf
vestibulocochlear

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Audiologi Industri - Kebisingan

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
DEFINISI KEBISINGAN
Kebisingan adalah getaran aperiodik yang tidak
berulang. Amplitudo gelombang terdeteksi sebagai
tekanan maksimum pada gendang telinga, diukur
dalam satuan dB (desibel)

Jenis bising:
▪ Narrow band
Memiliki beberapa frekuensi dalam spektrum
terbatas
▪ White noise
Memiliki banyak frekuensi

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
EFEK KEBISINGAN
3. Gangguan Psikologi
1. Gangguan Pendengaran ▪ Stress
NIHL (Noise Induced Hearing Loss) ▪ Lelah
• Gangguan sensorineural koklea ▪ Emosional
• Kerusakan reseptor Corti ▪ Gangguan komunikasi
• Bilateral (kedua telinga) ▪ Gangguan konsentrasi
• Paparan bising keras (> 85 dB) dan lama ▪ Gelisah
• Bisa dari lingkungan kerja/social
Pekerja Beresiko Tinggi
2. Gangguan Fisiologi
▪ Sumber suara intensitas tinggi dari
• Tekanan darah
peralatan berkecepatan tinggi
• Denyut nadi
• Grinding
• Metabolisme basal
• Sawing
• Vasokonstriksi pembuluh darah
• Drilling
• Ischemic heart disease
▪ Lokasi proses produksi
• Ketegangan otot (rangsangan system
• Perusahaan logam
syaraf otonom)
• Pengolahan kayu
• Area konstruksi
marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
EFEK KEBISINGAN Jenisnya:
▪ Trauma akustik akut
>140 dB, <1.5 ms (petasan)
▪ Blast injury
>140 dB, >2 ms (ledakan, membran
timpani pecah)
▪ NIHL akut / TTS (Temporary Treshold
Shift)
Intensitas tinggi, kontinyu/ berseling,
skala detik (jet) / jam (konser),
reversible (menit – 10 jam)
/irreversibel parsial (10-14 jam)
▪ NIHL kronis / PTS (Permanent
Treshold Shift)
Bising tempat kerja, tergantung
intensitas, durasi, individu, paparan
> 10 tahun, >40 jam tidak pulih

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
Riwayat Trauma & Penyakit :
PENANGANAN NIHL ▪ Penyakit telinga dan gejalanya
▪ Riwayat trauma kepala dan/atau telinga
Ciri khas : ▪ Pemakaian obat-obatan (ototoksin)
▪ Tinnitus ▪ Paparan bahan beracun
▪ Sulit mendengar suara telepon ▪ Aktivitas lain di luar pekerjaan / kemiliteran
▪ Telinga terasa tersumbat
▪ Sulit mendengar suara percakapan Riwayat Paparan Bising :
(sulit membedakan akhiran T dan D) Indikasi NIHL Audiogram
▪ Intensitas • Tuli di 3000-6000 Hz
▪ Tidak terasa nyeri ▪ Tipe bising (spektrum frekuensi)
▪ Hilang pendengaran dimulai dari • Dip akustik di 4000 Hz
▪ Sifat bising • Trauma akustik, tuli
frekuensi tinggi ▪ Jarak dari sumber bunyi bilateral
▪ Akumulasi paparan • Unilateral karena OMP
Diagnosis : ▪ Kerentanan individual
▪ Faktor usia – aterosklerosis, hipertensi, (Ototoxicity Monitoring
degeneratif Program), lebih dekat
Pemeriksaan Fisik: sumber
▪ Onset penurunan pendengaran – ▪ Keadaan umum
mendadak/berangsur-angsur ▪ Otoskopi
▪ Lama bekerja, level (> 85 dB) & lama ▪ Audiometri nada murni, AC, Frekuensi 500,
paparan bising, APD 1000, 2000, 3000, 4000, 6000 Hz
▪ Riwayat trauma, penyakit ▪ Jika ada pergeseran >10 dB dari
▪ Riwayat keluarga pemeriksaan sebelumnya di 2000, 3000,
4000 Hz, diulang bulan berikutnya
marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
KONSERVASI PENDENGARAN Rehabilitasi NIHL:
▪ Pindah penugasan
▪ Pindah tempat
Tujuan : ▪ Fase akut – terapi vasodilatator
▪ Meminimasi aspek medikolegal : auditori buruk ▪ Gangguan komunikasi diatasi
tetap bekerja, tidak nyaman, berbahaya • Konseling
▪ Meningkatkan produktivitas kerja dengan • Latihan mendengar
melibatkan seluruh unsur perusahaan • Latihan membaca gerak bibir
• Alat bantu dengar
Aktivitas : ▪ Hearing Loss Prevention Program
▪ Survei paparan kebisingan
▪ Tes pendengaran, baseline audiogram Teknik Masking/Pengendalian Bising :
▪ Annual audiogram ▪ Substitusi, eliminasi, upgrading alat
▪ Kontrol kebisingan, pemakaian APD yang berpotensi bising
Keppres 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang ▪ Isolasi bunyi – sound box, enclosure
timbul karena hubungan kerja ) ▪ Barrier – block noise transmission
▪ Rotasi pekerja, penjadwalan produksi ▪ Desain akustik – material penyerap
▪ Pendidikan, motivasi, pencatatan & pelaporan, bunyi
evaluasi program ▪ Sound masking – beda frekuensi

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
RANGKUMAN

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355 Nurida Finahari
FINISH/FINE
Terima kasih atas
perhatian Anda

marketing@skmtraining.co.id
(0274) 4291-355
Nurida Finahari

Anda mungkin juga menyukai