Anda di halaman 1dari 6

Obat Gejala Dosis / cara pakai

Parasetamol Demam, sakit kepala Umur 8-12 tahun : 3 x ½ tablet dewasa

Antasida Kembung, nyeri ulu hati Umur 8-12 tahun : 3 x ½ tablet dewasa

Incidal Alergi Umur 8-12 tahun : 3 x ½ tablet dewasa

Betadine Dioleskan pada luka

Boor water Mata kemasukan debu

Counter pain Nyeri otot

Tes Pendengaran

Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:


I. Tes bisik
II. Tes garpu tala (biasa disingkat TGT)

I. Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6
meter
- Penderita (yang diperiksa)
 Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
 Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
 Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
 Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
 Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
 Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling
kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini
dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata
dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran.
C. Hasil tes

Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif (jenis
ketulian)
KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI PENDENGARAN SUARA BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi tinggi), seperti
Tuli ringan 4m huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m
TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m
Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi rendah), seperti
huruf m – n – w

Sumber: Diktat Otoskopi, dr. Boy Arfandi, FKUH

II. TES GARPU TALA (TGT)


Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach

1. TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


- Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas normal.
- Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi
tertinggi atau sebaliknya, dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan
dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai
intrensitas bunyi yang terendah bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada penderita dengan
meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE
kanan dan kiri.
- Interpretasi:
 Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
 Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
 Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
 Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak mendengar

2. TES RINNE
- Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
- Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai
penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di
depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
- Interpretasi:
 Normal : Rinne positif
 Tuli konduksi : Rinne negatif
 Tuli sendori neural : Rinne positif

3. TES WEBER
- Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
- Cara:
 Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula
pada vertex, dagu, atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
 Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau mendengar lebih keras.
 Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama
mendengar berarti tak ada lateralisasi.
- Interpretasi:
 Normal : tidak ada lateralisasi
 Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
 Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu.
Contoh lateralisasi ke kanan dapat diinterpretasikan:
o Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
o Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih berat
o Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal
o Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih berat
o Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri

4. TES SCHWABACH
- Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
- Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah
tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz
dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya garpu
tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih
mendengar berarti Schwabach penderita memendek.
- Interpretasi:
 Normal : Schwabach normal
 Tuli konduksi : Schwabach memanjang
 Tuli sensori neural : Schwabach memendek
Contoh Kasus (penulisan hasil tes pendengaran) :
Kanan Kiri
Tes bisik 5m 4m
Tes garpu tala Batas bawah naik Batas atas turun
+ 4096 -
+ 2048 -
+ 1024 -
+ 512 +
- 256 +
- 128 +

Tes Rinne (R) negatif positif


Tes Weber (W) lateralisasi kanan
Tes Schwabach (S) memanjang memendek

Kesimpulan : Tuli konduksi kanan, tuli perseptif (tuli sensori neural) kiri

Menggunakan arloji
1. Ciptakan suasana ruangan yang tenang
2. Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien
3. Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia mendengar detak arloji
4. Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk memberitahu
pemeriksa jika ia tidak mendengar detak arloji. Normalnya klien masih mendengar sampai jarak 30 cm
dari telinga.

D. PEMBERIAN OBAT PADA TELINGA


Pemberian obat yang dilakukan pada telinga dengan cara memberikan tetes telinga. Obat
tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya pada telinga
tengah (otitis eksterna). Obat yang diberikan dapat berupa antibiotik (tetes atau salep).
Contoh : Obat antibiotik : lorafenikol dan Obat pelunak serumen : karbogliserin 10%.

1 Macam-Macam Obat Telinga


1. Obat telinga sebagai antiseptik dan anti infeksi.
Biasanya merupakan antibiotik seperti chlorampenikol, gentamisin, atau ofloxacin dengan
tambahan penghilang sakit lokal (lidokain/benzokain).
2. Antiseptik telinga dengan kortikosteroid
Pada kelompok obat telinga ini selain mengandung antibiotik dan penghilang sakit lokal juga
ditambah kortikosteroid yang berfungsi untuk menghilangkan gejala alergi pada telinga.
3. Obat telinga lainnya
Obat telinga ini diindikasikan untuk saluran telinga yang tersumbat oleh kotoran yang
mengeras. Obat telinga ini dibuat dalam bentuk sediaan khusus untuk telinga dengan pembawa
yang mudah menyebar ke dalam liang telinga. Bentuk kemasannya pun didesain khusus untuk
mempermudah pemberian obat telinga.
Semua obat telinga tidak boleh digunakan untuk jangka panjang karena bisa menimbulkan
ototoksik, superinfeksi.
Bila permasalahan telinga disebabkan oleh jamur/virus tidak boleh menggunakan obat telinga
yang mengandung antibiotik karena bisa menimbulkan superinfeksi. Selain itu antibiotik
digunakan untuk infeksi oleh bakteri.

2 Tujuan pemberian obat telinga


a. Untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab
infeksi pada kanal telinga eksternal)
b. Menghilangkan nyeri
c. Untuk melunakkan serumen agar mudah untuk diambil.

3 Prosedur Pemberian Obat Telinga


Persiapan Alat dan Bahan :
1. Obat dalam tempatnya
2. Penetes
3. Spekulum telinga
4. Pinset anatomi dalam tempatnya
5. Korentang dalam tempatnya
6. Plester
7. Kain kasa
8. Kertas tisu
9. Balutan

Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Atur posisi pasien dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri sesuai dengan daerah yang akan
diobati, usahakan agar lubang telinga pasien ke atas
4. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas atau ke belakang pada orang
dewasa dank e bawah pada anak
5. Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan sesuai dosisi pada
dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara
6. Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukkan atau oleskan salep pada liang telinga
7. Pertahankan posisi kepala kira0kira 2-3 menit
8. Tutup telinga dengan pembalut atau plester kalau perlu
9. Cuci tangan

10. Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian

Anda mungkin juga menyukai