Anda di halaman 1dari 28

TES FUNGSI PENDENGARAN1.

Tes sederhana/klasik : tes arloji, tes berbisik, tes garpu tala2. Pemeriksaan pendengaran subjektif : audiometri dan timpanometri3. Pemeriksaan pendengaran objektif : BERAA.

Tes sederhana/klasik : tes arloji, tes berbisik, tes garpu tala1.

Tes Berbisik Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kataitu mengandung huruf lunak danhuruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderitadengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yangdibisikan denganbenar.Pada orang normal dapat mendengar80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d10meter.Apabila kurang dari 5 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabilapenderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknyabilatak dapat mendengar katakata dengan huruf desis berarti tuli persepsi.Apabila dengan suarabisik sudah tidak dapat mendengar ditesdengan suara konversasi atau percakapan biasa.Orang normaldapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meterPenilaian (menurut Feldmann) : Normal : 6-8 m Tuli ringan : 4 - <6m Tuli sedang : 1 - <4 m Tuli berat : 25 cm - <1 m Tuli Total : <25 cm1.

Test RinneTujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang denganhantaran udara pada satu telinga pasien.Ada 2 macam tes rinne , yaitu a)Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak luruspada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah

pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikuseksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknyates rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya b)Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikuseksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatusakustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planummastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternuslebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikuseksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang

Tes Pendengaran
29DEC
Tes Pendengaran Oleh : Muhammad al-Fatih II Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu : Tes bisik. Tes bisik modifikasi. Tes garpu tala. Pemeriksaan audiometri. Tes Bisik Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu : Syarat tempat. Syarat penderita. Syarat pemeriksa. Ada 3 syarat tempat kita melakukan tes bisik, yaitu : Ruangannya sunyi. Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding tidak rata, terbuat dari soft board, atau tertutup kain korden. Jarak minimal 6 meter. Ada 4 syarat bagi penderita saat kita melakukan tes bisik, yaitu :

Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir pemeriksa. Telinga pasien yang diperiksa, kita hadapkan ke arah pemeriksa. Telinga pasien yang tidak diperiksa, kita tutup (masking). Caranya tragus telinga tersebut kita tekan ke arah meatus akustikus eksterna atau kita menyumbatnya dengan kapas yang telah kita basahi dengan gliserin. Penderita mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata yang kita ucapkan. Ada 2 syarat bagi pemeriksa saat melakukan tes bisik, yaitu : Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-paru setelah fase ekspirasi. Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal penderita. Biasanya kita menyebutkan nama benda-benda yang ada disekitar kita. Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu : Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang boleh berpindah tempat. Pertamatama pemeriksa membisikkan kata pada jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu mundur pada jarak 2 meter dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata yang kita bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi tajam pendengaran penderita kita ukur dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita masih mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata). Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara mengulangi pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter. Kita maju pada jarak 3 meter dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian mundur pada jarak 4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih mampu mendengar 4 kata (80%). Ada 2 jenis penilaian pada tes pendengaran, yaitu : Penilaian kuantitatif seperti pemeriksaan tajam pendengaran pada tes bisik maupun tes bisik modifikasi. Penilaian kualitatif seperti pemeriksaan jenis ketulian pada tes garpu tala dan audiometri. Ada 3 jenis ketulian, yaitu : Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL). Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL). Tuli sensorineural & konduktif / mix hearing loss (MHL). Tuli sensorineural / sensorineural hearing loss (SNHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi tinggi. Misalnya tidak dapat mendengar huruf S dari kata susu sehingga penderita mendengarnya uu. Tuli konduktif / conductive hearing loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata susu sehingga penderita mendengarnya ss. Ada 3 jenis frekuensi, yaitu :

Frekuensi rendah. Meliputi 16 Hz, 32 Hz, 64 Hz, dan 128 Hz. Frekuensi normal. Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia berpendengaran normal. Meliputi 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Frekuensi tinggi. Meliputi 4096 Hz dan 8192 Hz. Tes Bisik Modifikasi Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik modifikasi kita gunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS. Cara kita melakukan tes bisik modifikasi, yaitu : Kita melakukannya dalam ruangan kedap suara. Kita membisikkan 10 kata dengan intensitas suara lebih kecil dari tes bisik konvensional karena jaraknya juga lebih dekat dari jarak pada tes bisik konvensional. Cara kita memperlebar jarak dengan penderita yaitu dengan menolehkan kepala kita atau kita berada dibelakang penderita sambil melakukan masking (menutup telinga penderita yang tidak kita periksa dengan menekan tragus penderita ke arah meatus akustikus eksternus). Pendengaran penderita normal bilamana penderita masih bisa mendengar 80% dari semua kata yang kita bisikkan. Tes Garpu Tala Ada 4 jenis tes garpu tala yang bisa kita lakukan, yaitu : Tes batas atas & batas bawah. Tes Rinne. Tes Weber. Tes Schwabach. Tes Batas Atas & Batas Bawah Tujuan kita melakukan tes batas atas & batas bawah yaitu agar kita dapat menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal. Cara kita melakukan tes batas atas & batas bawah, yaitu : Semua garpu tala kita bunyikan satu per satu. Kita bisa memulainya dari garpu tala berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya. Cara kita membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku kita. Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal / nilai normal ambang. Secepatnya garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm

secara tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri. Ada 3 interpretasi dari hasil tes batas atas & batas bawah yang kita lakukan, yaitu : Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi. Tuli konduktif. Batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi rendah. Tuli sensorineural. Batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi tinggi. Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi. Tes Rinne Tujuan kita melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 cara kita melakukan tes Rinne, yaitu : Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tankainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garpu tala di depan meatus akustikus eksterna lebih keras daripada di belakang meatus akustikus eksterna (planum mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengarnya lebih keras. Sebaliknya tes Rinne negatif jika pasien mendengarnya lebih lemah. Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu : Normal. Jika tes Rinne positif. Tuli konduktif. Jika tes Rinne negatif. Tuli sensorineural. Jika tes Rinne positif. Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak kita tes menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang kita periksa. Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna.

Tes Weber Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median (dahi, verteks, dagu, atau gigi insisivus) dengan kedua kakinya berada pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu : Normal. Jika tidak ada lateralisasi. Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit. Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat. Misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu : Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal. Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah. Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal. Telinga kiri dan telinga kanan mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah. Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural. Tes Schwabach Tujuan kita melakukan tes Schwabach adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara pemeriksa dengan pasien. Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien. Apabila pasien masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika pasien juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal. Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu : Normal. Schwabch normal. Tuli konduktif. Schwabach memanjang. Tuli sensorineural. Schwabach memendek. Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi. Tuli Konduksi Tes Pendengaran Tuli Sensori Neural Tidak dengar huruf lunak Dengar huruf desis Tes Bisik Dengar huruf lunak Tidak dengar huruf desis Normal Batas Atas Menurun Naik Batas Bawah Normal Negatif Tes Rinne Positif, false positif / false negatif Lateralisasi ke sisi sakit Tes Weber Lateralisasi ke sisi sehat Memanjang Tes Schwabach Memendek

Daftar Pustaka Prof. Dr. dr. Sardjono Soedjak, MHPEd, Sp.THT, dr. Sri Rukmini, Sp.THT, dr. Sri Herawati, Sp.THT & dr. Sri Sukesi, Sp.THT. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung & Tenggorok. Jakarta : EGC. 2000. Tes Fungsi Pendengaran Pemeriksaan audiometri Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh. a. Definisi Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka

derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran. Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah : 1) Audiometri nada murni Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 2020.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran Kehilangan Klasifikasi dalam Desibel 0-15 >15-25 >25-40 >40-55 >55-70 >70-90 >90 Pendengaran normal Kehilangan pendengaran kecil Kehilangan pendengaran ringan Kehilangan pendengaran sedang Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat Kehilangan pendengaran berat Kehilangan pendengaran berat sekali

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan

skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL. 2) Audiometri tutur Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada penderita. Katakata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu : a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB). b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya. Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat. Kriteria orang tuli : Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB

Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang pendengaran. b. Manfaat audiometri 1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga 2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi 3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak c. Tujuan Ada empat tujuan (Davis, 1978) : 1) Mediagnostik penyakit telinga 2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang kedokteran kehkiman dan asuransi). 3) Skrinig anak balita dan SD 4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising. 1. Test Rinne Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu : a. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkantangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah

pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang. Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne : 1) Normal : tes rinne positif 2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama) 3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan : a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala. b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-) c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul. Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus. 2. Test Weber Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.

Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan. Interpretasi: a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya. b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya: 1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan. 2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat. 3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. 4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kanan. 5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat. 3. Test Swabach Tujuan : Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus. Dasar : Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh : Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale Cara Kerja : Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.

Tes Pendengaran A. Tes Pendengaran

Tes pendengaran adalah suatu cara menguji fungsi pendengaran seseorang yang dimulai dari tes sederhana hingga tes canggih. Tujuan tes pendengaran : 1. 2. 3. Menentukan pendengaran seseorang normal atau tidak. Menentukan derajat kekurangan pendengaran. Menentukan lokalisasi penyebab gangguan pendengaran

B. 1. 1)

Jenis Jenis Tes Pendengaran Tes Pendengaran Konvensional Tes bisik

Tes bisik adalah suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata ke telinga penderita pada jarak tertentu. Hasilnya berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana suara bisik masih dapat terdengar.

2)

Tes Bisik Modifikasi

Tes bisik modifikasi merupakan hasil perubahan tertentu dari tes bisik. Tes bisik modifikasi digunakan sebagai skrining pendengaran dari kelompok orang berpendengaran normal dengan kelompok orang berpendengaran abnormal dari sejumlah besar populasi. Misalnya tes kesehatan pada penerimaan CPNS.

3)

Tes Garpu Tala

Test ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala darinada c dengan frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256 Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambarankeadaan pendengaran penderita. Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukanbesarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu talayaitu makin keras

sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yangdidengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar olehtelinga normal.

Gambar 1. Tes Garpu Tala

Macam - macam tes garpu tala : a. Tes Batas Atas & Batas Bawah

Tes batas atas dan batas bawah merupakan tes garpu tala yang bertujuan menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran udara pada intensitas ambang normal b. Tes Rinne

Tes Rinne merupakan tes garpu tala yang brtujuan membandingkan kemampuan pendengaran memalui hantaran tulang dan hantaran udara pada satu telinga pasien. c. Tes Weber

Tes weber ,erupakan tes garpu tala yang bertujuan membandingkan kemampuan pendengaran melalui hantaran tulang antara kedua telinga. d. Tes Schwabach

Tes schwabach merupakan tes garpu tala yang bertujuan membandingkan kemampuan pendengaran pasien dengan pendengaran pemeriksa melalui hantaran tulang.

4)

Tes Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni yang diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.

2.

Tes Pendengaran Non Konvensional

1) Tes Timpanometri Timpanometri dilakukan untuk mengetahui keadaan di telinga tengah. Misalnya, apakah ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan gendang telinga atau bahkan gendang telinga terlalu lentur. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri adalah timpanometer.

Gambar 2. Tes Timpanometri

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relatif sistem timpano osikular sementara tekanan udara di liang telinga diubah-ubah. Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan sistem timpano osikular yang normal.

Gambaran hasil timpanometri tersebut adalah:

tipe A mengindikasikan bahwa kondisi telinga tengah normal. tipe B terdapat cairan di telinga tengah. tipe C terdapat gangguan fungsi tuba eustachius. tipe AD terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran. tipe AS terdapat kekakuan pada tulang pendengaran (otosklerosis)

2) Tes BERA (Brainsteem Evoked Response Audiometry) Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif, yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III dan V.

Pemeriksaan BERA yang lengkap dapat memberikan informasi mengenai: a. b. c. Masa latensi absolut gelombang I, III, V pada intensitas yang berbeda interpeak latency intervals yaitu dari gelombang I -III, I-V, III-V Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri ( interaural latency)

d. Perubahan masa latensi gelombang apabila intensitasnya diturunkan ( latency intencity function) e. f. 3) Perubahan masa latensi gelombang dengan perubahan kecepatan stimulus Rasio amplitudo gelombang (absolute dan relative) Auditory Steady State Response (ASSR)

Pemeriksaan elektrofisiologis lain untuk menilai AEP adalah Auditory Steady State Response (ASSR), atau kadang-kadang dikenal juga sebagai Steady-State Evoked Potential (SSEP). ASSR adalah salah satu metode pemeriksaan terbaru yang dapat digunakan oleh para audiologis untuk menentukan prediksi ambang pendengaran pada anak-anak. Tujuan ASSR adalah untuk membuat estimasi audiogram statistik yang akurat. Pada respons dari ABR diukur dalam microvolts, sedangkan pada ASSR diukur dalam nanovolts. Pada dasarnya, cara pemeriksaan pada tes ASSR ini sama dengan pemeriksaan pada BERA. Yang membedakan adalah frekuensi yang diperiksa serta gambaran hasil tes. Hasil tes BERA gambarannya berupa gelombang-gelombang sedangkan hasil tes ASSR berupa audiogram. Biasanya, jika dalam pemeriksaan BERA tidak ditemukan gelombang V di intensitas 80 dB, maka disarankan untuk melakukan tes ASSR untuk mengetahui berapa derajat gangguan pendengaran bayi atau anak. Hasil tes ASSR ini sangat penting digunakan dalam pemilihan dan pengaturan alat bantu dengar, terutama pada alat bantu dengar digital programmable. Ketepatan gain atau amplifikasi yang diberikan harus sesuai dengan hasil tes ASSR dan hasil tes pendengaran subyektif yang mendukung, yaitu Free Field Test.

4)

Tes OAE (Otoacoustic Emission)

Pemeriksaan OAE untuk menilai apakah koklea berfungsi normal merupakan pemeriksaan objektif , mudah, otomatis, non infansif, tidak terganting perilaku anak, cepat, sensivitas dan spesifitas mendekati 100 %. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan luar, kegagalannya pada 24 jam kelahiran pertama cukup tinggi, serta alat relative mahal.

5)

Pemeriksaan ABR (Auditory Brainstem Response)

Pemeriksaan ABR untuk menilai apakah saraf pendengaran dan batang otak berfungsi normal merupakan pemeriksaan yang objektif, mudah, non invansif, tidak tergantung perilaku anak yang di pengaruhi, dan tidak dipengaruhi kondisi telinga luar dan telinga tengah. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, waktu pemeriksaan relative lama, membutuhkan sedasi dan tenaga ahli serta harga alat relative mahal.

Timpanometri

Timpanometri adalah pemeriksaan obyektif yang digunakan untuk menguji kondisi telinga tengah dan mobilitas gendang telinga (membran timpani) dan tulang-tulang telinga tengah, dengan menghasilkan variasi tekanan udara di saluran telinga. Tes ini dilakukan dengan memasukkan perangkat di liang telinga yang akan mengubah tekanan di dalam telinga, menghasilkan nada murni, dan mengukur respon gendang telinga terhadap perbedaan tekanan suara. Hasil pengujian ditampilkan dalam kurva yang disebut: Tympanogram. Tipe tympanogram A dianggap normal, yang berarti terjadi tekanan normal di telinga tengah dengan mobilitas normal gendang telinga dan tulang-tulang konduksi. Tipe B atau C tympanograms menandakan ada cairan di telinga tengah, parut pada membran timpani, kurangnya kontak antara tulang konduksi telinga tengah atau tumor pada telinga tengah. Timpanometri sendiri bukanlah tes pendengaran tetapi komponen penting dari evaluasi audiometri. Dalam beberapa kasus, dapat mengetahu apa jenis gangguan pendengaran dapat terjadi. Sebuah Tympanometer (perangkat yang digunakan untuk melakukan timpanometri) seringkali meliputi tes-tes lain seperti Acoustic Reflex (AR), Decay refleks dan Eustachio Fungsi Tabung (ETF). Jika suara keras terdengar di telinga, otot yang berjalan di telinga tengah dan terhubung ke tulang-tulang telinga tengah. Hal ini menyebabkan rantai tulang telinga tengah menjadi kaku. Tes refleks akustik dapat membantu untuk mengevaluasi derajat gangguan pendengaran dan mengetahui bemyebab dari masalah pendengaran. Hal ini juga bagian dari proses identifikasi Auditory Processing Disorders Tengah. The Reflex Decay menentukan seberapa lama Acoustic Reflex beransur. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah gangguan saraf pendengaran hadir. Tabung eustachius menghubungkan telinga tengah dengan tenggorokan yang memiliki tujuan menyamaratakan tekanan dan ventilasi telinga tengah. ETF dapat digunakan untuk mengetahui apakah fungsi Tabung Eustachio normal atau tidak.

Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak { Oktober 17, 2010 @ 8:23 am } { Uncategorized } { Komentar dimatikan }

Pernahkah Anda mengalami suatu kejadian yang mungkin membuat Anda bertanya-tanya, apakah bayi atau anak Anda benar-benar mendengar atau tidak ?. Misalnya, ketika Anda menutup pintu keras-keras saat bayi Anda sedang tertidur pulas, dan ternyata bayi Anda tetap tidak bergeming dari tidurnya, jangankan terbangun, kaget saja tidak. Dan kejadian ini berlangsung sangat sering, sehingga membuat Anda berpikir bahwa mungkin ada sesuatu yang berbeda dengan anak Anda. Kecurigaan kita pada kejadian di atas tidak boleh dibiarkan terlalu lama, atau Anda bisa saja kehilangan masa-masa yang sangat berharga bagi pertumbuhan dan perkembangan anak Anda. Karena kenyatannya, banyak orang tua yang terlambat mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan pendengaran, dan tentu saja, Saya tidak berharap ini terjadi pada anak Anda. Saya ambil contoh beberapa orang tua yang datang ke sebuah pusat penjualan alat bantu dengar untuk membelikan seperangkat alat bantu dengar untuk anaknya. Dan tragisnya, mayoritas dari mereka datang setelah anaknya berumur lebih dari 5 tahun saat anak seharusnya sudah mulai mendapatkan pendidikan non formal. Tapi karena anak tidak dapat mendengar, sehingga ia pun mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Ya, inilah fenomena yang saat ini terjadi di masyarakat kita, kurangnya wawasan orang tua tentang deteksi dini gangguan pendengaran membuat mereka seolah-olah mengalami dilema yang sangat dalam, karena mereka tidak dapat melihat keceriaan anaknya dalam berceloteh dan bertingkah laku selayaknya anak yang normal yang ujung-ujungnya hanya bisa menyalahkan diri sendiri atau pernikahan Anda, Stop ! jangan pernah berpikir seperti ini, melakukan sesuatu untuk anak Anda lebih berarti ketimbang menyesali yang sudah terjadi. Untuk itulah, kita harus mempelajari apa saja yang dapat dilakukan untuk menolong anak-anak ini. Dan jika Anda termasuk salah satu orang tua yang anaknya mengalami gangguan pendengaran, jangan khawatir, masa depan anak Anda masih dapat Anda perjuangkan mulai dari sekarang. Dan, tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat nanti anak Anda dapat tumbuh normal, mampu menjadi pribadi yang mandiri dan berkomunikasi seperti layaknya seorang anak yang tidak memiliki gangguan pendengaran. Beruntunglah anak Anda yang hidup di era ketika teknologi tidak pernah berhenti untuk menawarkan berbagai pilihan terbaik. Jangan pernah bersikap pesimistis, karena banyak yang bisa dilakukan untuk menolong anak Anda agar dapat meraih potensi terbaiknya melalui teknologi canggih dan beragam pihak lain yang siap membantu Anda untuk mewujudkan harapan Anda. Pada saat seorang anak didiagnosa mengalami gangguan pendengaran, mungkin saat itu tiba-tiba muncul banyak pertanyaan di kepala Anda. Pertanyaan itu diantaranya, apakah gangguan pendengaran itu ? lalu apa bedanya

dengan tidak bisa mendengar atau tuli ?. Sebelumnya kita harus melewati beberapa tes pendengaran untuk menentukan apakah anak Anda mengalami gangguan pendengaran atau tidak. Kemampuan mendengar anak-anak, bayi baru lahir, dan balita sekarang ini dapat diuji dengan tenik pengukuran objektif seperti Brainstem Auditory Evoked Response (BERA, ABR atau BSER), Automatic Steady State Response (ASSR) atau dengan Otoacoustic Emissions (OAE). Tes-tes tersebut dapat dilakukan di beberapa rumah sakit yang biasanya akan melakukan tes OAE sebelum bayi yang baru lahir meninggalkan rumah sakit. Tesnya singkat, tidak sakit, dan akurat. Selain itu sebagai tes pendukung akan dilakukan tes behavioral dan tes play audiometry yang disesuaikan dapat memberikan informasi bermanfaat mengenai daya dengar anak sebelum mereka sanggup menjalani tes pendengaran regular. Jika anak Anda mengalami gangguan pendengaran, ada beberapa ahli di bidang pendengaran yang siap membantu Anda. Berikut ini adalah daftar para ahli yang dapat Anda kunjungi. 1. Audiologis Adalah seorang ahli kesehatan yang mendapat gelar dalam bidang audiologi. Ia merupakan seorang ahli dalam menguji pendengaran dan / atau gangguan pendengaran dan memberikan pelayanan / solusi bagi orang-orang dengan kerusakan pendengaran. Biasanya Anda dapat menjumpai seorang audiologist di setiap pusat penjualan alat bantu dengar atau di hearing center sebuah rumah sakit. 2. Dokter THT Adalah seorang dokter dengan keahlian menangani masalah kesehatan di telinga, hidung dan tenggorokan. Otologis, otolaryngologist dan neuro-otologis adalah istilah lain dari spesialisasi tersebut. Hal ini bervarisi tergantung pada tempat tinggal Anda. 3. Hearing Aid Dispenser / Acoustician Adalah seorang ahli yang dilatih untuk fitting dan pemilihan serta pemasangan alat bantu dengar. 4. Ahli terapi wicara / Auditory Verbal Therapy (AVT) Adalah seorang ahli yang dilatih untuk memberikan pelayanan untuk mencegah, mengevaluasi dan merehabilitasi gangguan kemampuan mendengar dan bicara. Kini, setiap gangguan pendengaran dapat memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pendengaran. Segera setelah Anda mendapatkan diagnosa tentang pendengaran anak Anda, yang dicoba pertama kali adalah alat bantu dengar. Adalah suatu tindakan yang bijaksana memakaikan alat bantu dengar pada anak Anda sesegera mungkin untuk mendapatkan manfaat yang optimal. Pilihan alat bantu dengar tergantung dari beberapa faktor, diantaranya tingkat gangguuan pendengaran anak, kebutuan anak dan kebutuhan keluarga Anda. Ingatlah bahwa ahli gangguan pendengaran akan membantu Anda memilih solusi yang terbaik. Semoga artikel singkat ini dapat membantu Anda untuk mengambil langkah sedini mungkin untuk masa depan anak Anda yang mengalami gangguan pendengaran. Dan sekarang ini, masa depan anak Anda berada di tangan Anda. Jangan pula terlalu cepat mengambil keputusan, ada baiknya Anda mendatangi beberapa ahli pendengaran untuk mendapatkan solusi yang terbaik dan sesuai dengan harapan Anda. Referensi : 1. http://www.phonak.com 2. http://911medical.blogspot.com

Anatomi Telinga { Oktober 17, 2010 @ 8:21 am } { Uncategorized } { Komentar dimatikan }

Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, tengah dan dalam. a. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari tulang, panjangnya kira-kira 2 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam tidak dijumpai kelenjar serumen. b. Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani; batas depan tuba eustachius; batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis); batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis; batas atas tegmen timpani (meningen/otak) dan batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Sedangkan tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. c. Telinga dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimf skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimf, sedangkan skala media berisi endolimf. Ion dan garam yang terdapat di perilimf berbeda dengan endolimf. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. OtoAcoustic Emission (OAE)

{ Oktober 17, 2010 @ 8:19 am } { Uncategorized } { Komentar dimatikan }

Otoacoustic Emission atau OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif. OAE dilakukan untuk mengetahui fungsi rumah siput di telinga dalam dan hasilnya merupakan respons koklea yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik, namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. Fungsi koklea selain menerima suara, juga menghasilkan energi akustik. Energi akustik yang dihasilkan berupa suara dengan intensitas rendah, dapat timbul secara spontan atau merupakan respons terhadap rangsangan akustik. Pemeriksaan OAE ini bertujuan untuk menilai fungsi sel rambut di koklea. OAE terbagi menjadi dua jenis, yaitu Spontaneous OAE dan Evoked OAE. Evoked OAE tersebut dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Stimulus Frequency OAE (SFOAE), respons yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus menerus, 2. Transient-Evoked OAE (TEOAE), yang ditimbulkan akibat respons terhadap stimulus sementara misalnya stimulus klik atau toneburst, 3. Distortion Product OAE (DPOAE), alat ini dibangkitkan oleh stimulus berupa dua nada murni (F1 dan F2) pada frekuensi tertentu. Alat OAE dirancang secara otomatis untuk mendeteksi adanya emisi (PASS/lulus) atau bila emisi tidak ada/berkurang (REFER/gagal), sehingga tidak membutuhkan tenaga terlatih untuk menjalankan alat maupun menginterpretasikan hasil. Sebelum dilakukan tes OAE, sebaiknya dilakukan tes timpanometri terlebih dahulu agar dapat dipastikan bahwa hasil tes OAE akurat atau tidak. Selama hasil timpanometri adalah normal, maka hasil tes OAE dapat dipercaya. Tetapi jika dari hasil tes timpanometri menunjukkan adanya gangguan di telinga tengah, maka hasil tes OAE kurang akurat. Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus sesuai dengan ukuran liang telinga), posisi penempatan probe (tidak ada kebocoran atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga) serta kebisingan eksternal maupun internal. Referensi : 1. Prieve BA, Fitzgerald TS. Otoacoustic Emission. In: Katz J, editor. Handbook of Clinical Audiology. Fifth edition. Philadhelpia; 2002.h. 440-66. 2. Martin FN, Clark JG. Diagnostic Hearing Tests. In: Introduction to Audiology. 9th ed. United States of America: Pearson Education Inc. 2006:p. 148-86. Timpanometri { Oktober 17, 2010 @ 8:16 am } { Uncategorized } { Komentar dimatikan }

Timpanometri dilakukan untuk mengetahui keadaan di telinga tengah. Misalnya, apakah ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan gendang telinga atau bahkan gendang telinga terlalu lentur. Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri, bagian-bagiannya yaitu: A. Oscilator : Alat yang menghasilkan bunyi (biasanya 220 Hz), suara yang dihasilkan tersebut masuk ke earphone dan diteruskan ke liang telinga. B. Pompa Udara : Menghasilkan udara bertekanan -200 mmHg sampai dengan 200 mmHg C. Compliancemeter : untuk menilai bunyi yang diteruskan melalui mikrofon. Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung bersumbat, sebagian diabsorbsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran dari kedua tabung tersebut. Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relatif sistem timpano osikular sementara tekanan udara di liang telinga diubah-ubah. Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran normal atau dengan gangguan sensorineural akan memperlihatkan sistem timpano osikular yang normal. Gambaran hasil timpanometri tersebut adalah: - tipe A mengindikasikan bahwa kondisi telinga tengah normal; - tipe B terdapat cairan di telinga tengah; - tipe C terdapat gangguan fungsi tuba eustachius; - tipe AD terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran; dan - tipe AS terdapat kekakuan pada tulang pendengaran (otosklerosis) Pada telinga normal, memperlihatkan bahwa besar energi yang di pantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya, bila telinga terisi cairan atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal, sehingga jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Referensi : 1. Adam, Boeis and Higler. 1997 . Boeis : Buku Ajar THT . Penerbit Buku Kedokteran EGC . Jakarta. 2. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Purba D. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N editor.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.h.22-7. 3. http://alatbantudengar.com/tympanometry.php Brainsteem Evoked Response Audiometry (BERA) { Oktober 17, 2010 @ 8:13 am } { Uncategorized } { Komentar dimatikan }

Penggunaan tes Brainsteem Evoked Response Audiometry (BERA) dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi sangat besar manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasif, dan dapat dilakukan pada pasien koma, menyebabkan pemeriksaan BERA ini dapat digunakan secara luas. Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang tidak kooperatif, yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III dan V. Pemeriksaan BERA yang lengkap dapat memberikan informasi mengenai: a. Masa latensi absolut gelombang I, III, V pada intensitas yang berbeda b. interpeak latency intervals yaitu dari gelombang I-III, I-V, III-V c. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency) d. Perubahan masa latensi gelombang apabila intensitasnya diturunkan (latency intencity function) e. Perubahan masa latensi gelombang dengan perubahan kecepatan stimulus f. Rasio amplitudo gelombang (absolute dan relative) Referensi : 1. Martin FN, Clark JG. Diagnostic Hearing Tests. In: Introduction to Audiology. 9th ed. United States of America: Pearson Education Inc. 2006:p. 148-86. 2. http://www.kompasiana.com 3. Hendarmin H, Suwento R. Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.h.28-32.

Pemeriksaan Audiologi Lengkap Audiometry dewasa :

Audiometry anak-anak :

Pemeriksaan Timpanometri :

Timpanometri adalah pemeriksaan telinga tengah, yang dilakukan dengan alat yang disebut Tympanometer untuk mendeteksi adanya masalah di telinga bagian tengah. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah. Pemeriksaan OAE :

OAE atau OtoAcoustic Emission adalah gelombang yang dihasilkan oleh sel rambut halus bagian luar dari rumah siput, setelah diberi stimulus. Munculnya gelombang ini sebagai indikasi bahwa rumah siput bekerja dengan baik, yang berhubungan langsung dengan fungsi pendengaran. Pemeriksaan OAE banyak dilakukan di rumah sakit pada bayi yang baru lahir, sebagai screening awal adanya gangguan pendengaran atau tidak. Di banyak negara maju, screening bayi sudah menjadi keharusan tanpa kecuali, dikenal dengan istilah Universal Newborn Screening. Pemeriksaan dilakukan dengan menempelkan sumbat kecil ke telinga bayi / anak selama beberapa detik (mirip dengan pemeriksaan Timpanometri).

OAE screener dilengkapi dengan speaker dan mikrofon mini yang dibalut dengan sumbat dari bahan lembut (eartip) speaker akan menghantarkan stimuli ke dalam liang telinga akan di respons oleh cochlea, yang mana hantarannya akan dideteksi oleh mikrofon dan diukur oleh screener. Pemeriksaan BERA/ABR : Pemeriksaan BERA atau istilah lainnya ABR (Auditory Brainstem Response) adalah untuk mengetahui ambang batas pendengaran yang umumnya dilakukan pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak dapat diandalkan hasil audiometrinya menggunakan Audiometer biasa. Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan pasien tenang / tertidur, sehingga respons saraf pendengaran dapat terpetakan dengan akurat. Oleh karena itu sangat cocok untuk anak-anak yang masih kecil. ASSR (Auditory Steady State Response) adalah metode pemeriksaan ABR yang dapat menghasilkan ambang batas pendengaran per frekuensi secara lebih spesifik. Pemeriksaan Tinnitus : Tinnitus dapat dibedakan menurut: ~ Type / jenis suara (continuous, terputus-putus, mendatar, naik turun, dsb) ~ Frekuensi suara (nada tinggi, sedang, rendah) ~ Intensitas (Kekerasan bunyi) Ketiga faktor di atas akan membantu menentukan Masking Noise yang tepat bila melakukan terapi dengan memakai Tinnitus Masker.

Secara umum dari sisi fungsi audiometer ada 4 jenis : 1. Audiometer Screening, (AC/Air Conduction) Pemeriksaan pendengaran hanya pada AC 2. Audiometer Diagnostics (AC, BC/Bone Conduction masking) Pemeriksaan pendengaran pada AC, BC dan Masking 3. Audiometer Clinical (AC, BC, masking, Free Fields, SISI) Pemeriksaan pendengaran pada AC BC, Masking, SISI) 4. Audiometer campuran/multifungsi (Audiometri dan Tympanometri) Audiometer yang digabung dengan fungsi lain, seperti audiometer yang sekaligus bisa memeriksa bagian gendang telinga (Tympanometer)

Audiometer Adalah alat untuk mengukur tingkat pendengaran telinga seseorang secara umum. Frekuensi yang diukur terbatas hanya frekuensi 125/250 Hz, 500Hz,1000Hz, 2000Hz, 3000Hz, 4000Hz, 6000Hz, 8000Hz . Jenis pemeriksaan pada audiometri paling tidak ada 3 jenis pemeriksaan : 1. AC (Air Conduction/hantaran udara) Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan media Headphone 2. BC (Bone Conduction/hantaran tulang mastoid dibelakang bagian daun telinga) Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan Bone Oscillator. 3. Masking (Noise/suara angin/desah) Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa telinga kanan atau kiri hasilnya objektif, karena bisa jadi salah satu telinga yang rusak berat terkesan lebih ringan karena telinga yang sebelahnya yang lebih bagus ikut medengarkan ketika pemeriksaan telinga yang lebih berat kerusakannya berlangsung. 4. SISI (Short Increment Sensitivity) Pada test ini yang dimulai adalah kemampuan pasien mendeteksi penambahan yang sangat kecil dari kerasnya suara. Disini pasien diberi suatu nada teratur20dBdiatas ambang, setiap 5 detik intensitas nada disesuaikan dengan 1 dB untuk 1/5 detik, lalu pasien diminta untuk mengatakan kalau ia mendengar adanya penambahan intensitas suara score antara 60-100% dianggap adanya suatu recruitment (nada/suara dengan dB tertentu yang membuat telinga yang sakit ketika mendengarkannya) Fasilitas tambahan pada Audiometer Clinical : 1. Warble (nada tone yang mengayun/bergelombang) 2. FF output (Free field, pemeriksaan audiometric untuk anak-anak) 3. Tone decay (pemeriksaan automatis)

Anda mungkin juga menyukai